A. SISTEM PERPAJAKAN, DASAR HUKUM PEMERIKSAAN DAN TUJUAN - DASAR DASAR PEMERIKSAAN PAJAK

DASAR DASAR PEMERIKSAAN PAJAK

A. SISTEM PERPAJAKAN, DASAR HUKUM PEMERIKSAAN DAN TUJUAN PEMERIKSAAN.

  1. SISTEM PERPAJAKAN INDONESIA

  Sistem perpajakan yang dianut di Indonesia setelah reformasi Undang- undang perpajakan mulai awal tahun 1984 adalah Self Assessment. Self Assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana pemerintah memberi kepercayaan dan tangung jawab sepenuhnya kepada Wajib Pajak (WP) untuk mendaftarkan diri memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menghitung, memper-hitungkan, membayar atau menyetor, melapor serta menetapkan sendiri pajak yang terutang. Melaporkan kewajiban perpajakan ke Kantor Pelayanan Pajak/ Kadispenda untuk setiap jenis pajak sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam pelaksanaan peraturan perundang – undangan perpajakan ,agar pelaksanaan kewajiban perpajakan terwujud dengan baik, maka Direktorat Jenderal Pajak/Kepala

  Dinas Pendapatan Daerah melaksanakan kegiatan :

  a. melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan kewajiban perpajakan;

  b. melaksanakan pembinaaan baik terhadap Wajib Pajak maupun aparatur pajak; c.melaksanakan penyuluhan baik secara langsung maupun melalui berbagai media;

  d. melaksanakan penegakan hukum ( law enforcement ) melalui pemeriksaan pajak dan penyidikan pajak.

  2. ARTI DAN PRODUK HUKUM PEMERIKSAAN PAJAK.

a. Arti Pemeriksaan pajak

  

Secara umum, pemeriksaan pajak dapat diartikan serangkaian kegiatan untuk

  mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. Dalam Tax

  

“Tax audit is an investigation carried out by tax authorities, of a taxpayers’ books and

accounts and /or the general accuracy or returns and declarations either as a operation

or where evation is suspected.” Artinya, pemeriksaan pajak adalah pemeriksaan yang

  dilakukan oleh pemeriksa pajak yang berwenang, terhadap buku- buku dan akun-akun (rekening/perkiraan) dan atau dokumen-dokumen yang umum ( catatan penting, bukti- bukti transaksi, rekening bank) atau Surat Pemberitahuan ( SPT) atau keterangan Wajib Pajak sebagai kegiatan/ pemeriksaan rutin ( pemeriksaan), atau ketika diduga adanya penyelundupan pajak.

b. Produk Hukum Pemeriksaan Pajak

  

Laporan Pemeriksaan Pajak digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Ketetapan

  Pajak (SKP) yang dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar ( SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil ( SKPN), dan Surat Tagihan Pajak (STP) atau untuk tujuan lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang- undangan perpajakan.

  Hasil Penghitungan besarnya pajak yang terutang menurut Laporan Pemeriksaan Pajak yang digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) yang berbeda dengan Surat Pemberitahuan (SPT) diberitahukan kepada Wajib Pajak.

  Catatan : Untuk Pajak Daerah nama dan ringkasan formulir di atas ditambah kata Pajak Daerah/PD. Wajib Pajak mempunyai hak untuk menerima atau menolak Surat Ketetapan Pajak dan atau Surat Tagihan Pajak. Dalam hal Wajib Pajak menolak, maka ia dapat mengajukan: 1) Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) , Surat Ketetapan

  Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

  2) Mengajukan permohonan pembetulan atas Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau

  Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang- undangan perpajakan. 3) Mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.

  4) Mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, kepada Direktur Jenderal Pajak ( Kantor Pelayanan Pajak) untuk Pajak Daerah kepada Gubernur/Walikota/Bupati cq Ka Dipenda setempat. Dalam hal Wajib Pajak tidak puas terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak atau Keputusan Gubernur/Walikota/Bupati atas keberatan Surat Ketetapan Pajak dan atau atas pengurangan atau penghapusan, Surat Tagihan Pajak, maka Wajib Pajak yang bersangkutan dapat mengajukan : 1) Banding atas Surat Keputusan Keberatan kepada Pengadilan Pajak; dan atau 2) Mengajukan gugatan atas pelaksanaan “prosedur penagihan” (Surat Paksa, Surat

  Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang) dan gugatan atas “keputusan” (keputusan pembetulan surat ketetapan pajak dan atas pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak) ke Pengadilan Pajak.

3. DASAR HUKUM DAN TUJUAN PEMERIKSAAN PAJAK

a. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

  Dasar hukum pemeriksaan pajak Pemerintah Pusat diatur dalam Pasal 29 Undang- undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ( KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor

  16 Tahun 2000 dan Keputusan/Peraturan Menteri Keuangan/Dirjen Pajak/Dirjen Bea Cukai sedangkan untuk Pajak Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah dengan Undang- undang Nomor 2 Tahun 2000 junctis Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001

  Kriteria Wajib Pajak yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan dan Tata Cara Pembukuan, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah, dan Peraturan-Peraturan Daerah setempat yang berkaitan dengan Pajak Daerah dan Pemeriksaan Pajak Daerah.

  Ketentuan mengenai pemeriksaan pajak pada pokoknya menentukan bahwa: 1) Direktur Jenderal Pajak (untuk Pajak Pusat), Dirjen Bea Cukai (untuk Bea masuk dan

  Cukai), dan Gubernur/Walikota/Bupati (Ka Dipenda) berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan per-undang- undangan perpajakan. 2) Untuk keperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harus memiliki Tanda Penge-nal

  Pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta harus memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa. 3) Wajib Pajak yang diperiksa wajib :

  a) memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.

  b) memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

  c) memberikan keterangan yang diperlukan.

  d) Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan .

b. Tujuan Pemeriksaan

  Tujuan pemeriksaan pajak meliputi dua katagori, yaitu : 1) Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka mem- berikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam a) Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan Pajak termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.

  b) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukan rugi;

  c) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan; d) Surat Pemberitahuan yang memenuhi criteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

  e) Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada huruf c) tidak dipenuhi. 2) Untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan, meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka : a) pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan.

  b) penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;

  c) pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

  d) Wajib Pajak mengajukan keberatan;

  e) pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;

  f) pencocokan data dan atau alat keterangan;

  g) penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil

  h) penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai; i) pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain selain huruf a) sampai dengan huruf h). Pemeriksaan dilakukan juga dalam hal fihak fiskus akan:

  1) menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar ( SKPLB) apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar leih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. 2) menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil ( SKPN) apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak dan tidak ada pembayaran pajak. 3) menerbitkan Surat Ketetapan Pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat atas permohonan kelebihan pembayaran pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam peraturan yang berkaitan dengan itu. Syarat- syarat kriteria tertentu yaitu Wajib Pajak yang:

  a) tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam 2( dua) tahun terakhir; b) tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; c) tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir; dan d) dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan

  Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

B. RUANG LINGKUP, JENIS DAN JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN PAJAK.

1. LINGKUP PEMERIKSAAN PAJAK

  

Ruang lingkup pemeriksaan pajak terdiri dari pemeriksaan lapangan dan

pemeriksaan kantor.

  a. Pemeriksaan Lapangan dilakukan di tempat Wajib Pajak atas satu atau beberapa atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun- tahun sebelumnya. Pemeriksaan Lapangan dapat dibedakan menjadi :

  1) Pemeriksaan Lengkap (PL) adalah Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk kerja sama operasi dan konsorsium,atas seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun- tahun sebelumnya, yang dilaksanakan dengan menerapkan teknik- teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan. 2) Pemeriksaan Sederhana Lapangan ( PSL) adalah Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak secara terkoordinasi antar Seksi oleh Kepala Kantor, dalam tahun berjalan dan teknik pemeriksaan yang dipandang perlu menurut keadaan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan.

  b. Pemeriksaan Kantor yaitu pemeriksaan yang dilakukan di instansi perpajakan (unit pajak pusat/daerah) atas satu atau beberapa jenis pajak secara terkoordinasi antar Seksi oleh Kepala Kantor yang bersangkutan, dalam tahun berjalan dan atau tahun- tahun sebelumnya. Pemeriksaan Kantor hanya dapat dilaksanakan dengan Pemeriksaan Sederhana Kantor ( PSK).

2. JENIS PEMERIKSAAN PAJAK.

   Pemeriksaan Pajak meliputi 8 jenis pemeriksaan yaitu:

  a. Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya.

  Pemeriksaan Rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak (Orang Pribadi atau Badan) yang menyampaikan SPT (Pusat) atau SPTPD (Daerah: 1) Untuk Pajak Pusat

  a) SPT Tahunan PPh yang menyatakan Lebih Bayar;

  b) SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi/Tidak Lebih Bayar;

  c) SPT Tahunan PPh yang termasuk kelompok NE selama 2 tahun berturut- turut.

  d) SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan Lebih Bayar

  e) SPT Masa PPN dalam tahun berjalan yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak terutama sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan pemungut PPN, dan lain- lain. 2) Untuk Pajak Daerah: SPTPD Pajak Hotel, Pajak Restoran dsb.

  b. Pemeriksaan Kriteria Seleksi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang terpilih berdasarkan skor risiko kepatuhan secara komputerisasi.

  Pemeriksaan Kriteria Seleksi dilaksanakan apabila SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem kriteria seleksi, difokuskan terhadap Wajib Pajak yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak Besar dan Menengah baik skala Nasional, Regional atau Lokal. Catatan : Untuk Pajak Daerah disesuaikan dengan Peraturan Daerah setempat.

  c. Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya informasi data, laporan atau pengaduan yang berkaitan dengannya, serta untuk memperoleh informasi atau data untuk tujuan tertentu. Pemeriksaan Khusus harus dilakukan melalui PL atau PSL untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak kewajiban Wajib Pajak termasuk Wajib Pajak yang diberikan fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, berdasarkan :

  1) adanya dugaan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, 2) pengaduan masyarakat, termasuk melalui Kotak Pos 5000; 3) data baru atau data semula belum terungkap; 4) permintaan Wajib Pajak; 5) SPT Lebih Bayar hasil edit; 6) pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

  Catatan : Untuk Pajak Daerah disesuaikan dengan Peraturan Daerah setempat.

  d. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan atas cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha dari Wajib Pajak domisili.

  Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dilakukan terhadap: 1) Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN menyatakan lebih bayar.

  2) Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahun PPh Pasal 21 selama 2 tahun berturut- turut dan atau SPT Masa PPN selama tiga bulan berturut- turut dalam suatu tahun pajak;

  3) Wajib Pajak mengajukan permohonan pemusatan tempat terutang PPN; 4) permintaan dari UP3 domisili; 5) Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu yang ditentukan oleh Ka Kanwil DJP khususnya atas PPh Pasal 23, Pasal 26, PPN dan PPn BM.

  Catatan : Untuk Pajak Daerah disesuaikan dengan Peraturan Daerah setempat. e. Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan untuk jenis- jenis pajak tertentu atau seluruh jenis pajak dan atau untuk mengumpulkan data dan atau keterangan untuk tujuan tertentu. Pemeriksaan Tahun Berjalan tidak perlu dikaitkan dengan pemeriksaan tahun sebelumnya, dilakukan terhadap: 1) Wajib Pajak yang dalam tahun berjalan melakukan merger, likuidasi, pemekaran,pengambilalihan usaha atau penilaian kembali aktiva tetap; 2) Pemotong atau Pemungut Pajak yang menunjukan adanya pembayaran PPh

  Pasal 21 yang berfluktuasi tinggi selama enam bulan berturut- turut; 3) Pengusaha Kena Pajak berdasarkan program PK- PM terindikasi bahwa nilai PM yang diklarifikasikan tidak sama dengan nilai PK yang dilaporkan PKP lawan transaksinya.

  Catatan : Untuk Pajak Daerah disesuaikan dengan Peraturan Daerah setempat.

  f. Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan berdasarkan Laporan Pengamatan dan atau LPP yang mengindikasikan bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Apabila pemeriksaan akan ditingkatkan menjadi Pemeriksaan Bukti Permulaan maka pemeriksaan harus dihentikan dengan menerbitkan LPP sumir. LP2 yang sudah diterbitkan agar dikembalikan ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Catatan : Untuk Pajak Daerah disesuaikan dengan Peraturan Daerah setempat.

  g. Pemeriksaan Terintegrasi, yaitu pemeriksaan terkoordinasi dari dua atau lebh unit pemeriksaan terhadap beberapa Wajib Pajak yang memiliki hubungan kepemilikan, penguasaan, pengelolaan, usaha dan atau finansial;

  Pemeriksaan terintregrasi dilakukan terhadap Wajib Pajak yang memiliki hubungan kegiatan usaha dan atau finansial dengan Wajib Pajak yang sedang diperiksa dan Wajib Pajak yang berada dalam satu grup. Catatan : Untuk Pajak Daerah disesuaikan dengan Peraturan Daerah setempat. h. Pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak ( Deliquency Audit), yaitu pemeriksaan yang dilaksanakan untuk mendapatkan data mengenai harta Wajib Pajak/ Penanggung Pajak yang merupakan objek sita sehubungan dengan adanya tunggakan pajak sesuai dengan Undang- undang Penagihan dengan Surat Paksa.

3. JANGKA WAKTU PENYELESAIAN PEMERIKSAAN.

  Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan untuk meningkatkan produktivitas, ditetapkan sebai berikut: a. Pemeriksaan Lengkap (PL)

  1) PL harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh Wajib Pajak; 2)PL yang dilaksanakan berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak ( Direktur P4) harus diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana tersebut dalam instruksi dimaksud.

  b. Pemeriksaan Sederhana Lapangan ( PSL) 1) PSL harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhitung sejak saat

  Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima Wajib Pajak; 2) PSL yang dilaksanakan berdasarkan instruksi dari Direktur P4 harus diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana tersebut dalam instruksi dimaksud.

  c. Pemeriksaan Sederhana Kantor(PSK) PSK harus diselesaikan dalam jangka waktu 4 (empat) minggu, terhitung sejak saat Surat Panggilan Pemeriksaan dikirimkan kepada Wajib Pajak.

C. NORMA PEMERIKSAAN

   Norma pemeriksaan meliputi norma pemeriksaan pajak dalam rangka Pemerik

  saan Lapangan dan Pemeriksaan Kantor, yaitu:

  

1. Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksaan Pajak dalam rangka

Pemeriksaan Lapangan sebagai berikut:

  a. Pemeriksa Pajak harus memiliki Tanda Pengenal Pemeriksa dilengkapi dengan b. Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak; c. Pemeriksa wajib memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Peritah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;

  d. Pemeriksa wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa;

  e. Pemeriksa wajib membuat Laporan Pemeriksaan;

  f. Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak;

  g. Pemeriksa pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyeleng- garaan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemeeuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun- tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; h. Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pen- dukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 14 ( empat belas) hari sejak selesainya pemeriksaan; i. Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak dalam rangka pemeriksaan.

  

2. Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa dalam rangka Pemerik-

saan Kantor sebagai berikut :

  a. Pemeriksa Pajak, dengan menggunakan surat panggilan yang ditanda tangani oleh Kepala Kantor yang bersangkutan, memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk dalam rangka pemeriksaan; b. Pemeriksa Pajak wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada

  Wajib Pajak yang akan diperiksa;

  c. Pemeriksa Pajak wajib membuat Laporan Pemeriksaan ; d. Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal- hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan;

  e. Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selajutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; f. Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan- catatan, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 7 (tujuh) hari sejak selesainya pemeriksaan.

  g. Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan.

D. NORMA PEMERIKSAAN BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PEMERIKSAAN.

  Norma pemmeriksaan yang berkaitan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan, adalah sebagai berikut: a. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih Pemeriksa Pajak;

  b. Pemeriksaan dilaksanakan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, di Kantor Wajib Pajak atau di Kantor lainnya atau dipabrik atau di tempat usaha atau di tempat pekerjaan bebas atau di tempat tinggal Wajib Pajak atau di tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak;

  c. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila dipandang perlu dapat dilanjut- kan di luar jam kerja; d. Hasil pemeriksaan dituangkan dalan Kertas Kerja Pemeriksaan;

  e. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan; f. Hasil Pemeriksaan Lapangan yang seluruhnya disetujui Wajib Pajak atau kuasanya, dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuan tersebut dan ditanda tangani oleh Wajib Pajak yang bersangkutan atau kuasanya; g.Terhadap temuan sebagai hasil Pemeriksaan Lengkap yang tidak atau tidak seluruhnya disetujui oleh Wajib Pajak dilakukan Pembahasan Akhirr Hasil Pemeriksaan dan dibuatkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan; h.Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak, diterbitkan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak, kecuali pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan.

E. NORMA PEMERIKSAAN YANG BERKAITAN DENGAN WAJIB PAJAK

  Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan Wajib Pajak meliputi:

  a. Dalam hal Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal Pemeriksa;

  b. Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan; c. Dalam hal Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan; d. Wajib Pajak wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan- catatan, dan dokumen- dokumen yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan dan memberikan keterangan dalam jangka waktu 7( tujuh) hari sejak tanggal surat permintaan, dan apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak, maka pajak yang terutang dapat dihitung secara jabatan;

  e. Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak rincian yang berkenaan dengan hal- hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan;

  f. Wajib Pajak atau kuasanya wajib menanda tangani surat pernyatraan persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujuinya; g. Dalam hal Pemeriksaan Lengkap, Wajib Pajak atau kuasanya wajib menanda tangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan tersebut tidak h. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, Wajib Pajak wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang- undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomorr16 Tahun 2000.

F. PEDOMAN UMUM, PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEDOMAN LAPORAN PEMERIKSAAN PAJAK.

  Untuk melaksanakan pemeriksaan pajak diatur tentang pedoman umum pemeriksaan pajak, pedoman pelaksanaan pemeriksaan dan pedoman laporan pemeriksaan pajak, adalah sebagai berikut:

  1. PEDOMAN UMUM PEMERIKSAAN PERPAJAKAN

Dalam melakukan Pemeriksaan Pajak, Pemeriksa Pajak harus mengikuti pedoman

  umum, yaitu:

  a. Pemeriksaan harus dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki ketrampilan sebagai Pemeriksa Pajak, b. Bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan , dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbutan tercela, dan c. Menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan d. gambaran yang sesuai dengan keadaan sebenarnya tentang Wajib Pajak.

  e. Temuan hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan sebagai bahan untuk menyusun Laporan Pemeriksaan Pajak.

  2. PEDOMAN PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PERPAJAKAN

  Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak yang wajib ditaati oleh Pemeriksa Pajak agar hasil pemeriksaan mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu: a. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama; b. Luas Pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, tanya-jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan; c. Pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada temuan yang kuat dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Pedoman Pelaporan Pemeriksaan Pajak.

  Pemeriksa Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus membuat laporan pemerik- saan pajak dengan berpedoman pada Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak yaitu : a. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang- undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait.

  b. Laporan Pemeriksaan yang berkaitan dengan pengungkapan penyimpangan Surat Pemberitahuan harus memperhatikan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) antara lain mengenai:

  1) berbagai faktor perbandingan 2) nilai absolute dari penyimpangan 3) sifat dari penyimpangan 4) petunjuk dan temuan adanya peyimpangan 5) pengaruh penyimpangan 6) hubungan dengan permasalahan lainnya.

  7) Laporan Pemeriksaan Pajak harus didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan.

G. WEWENANG PEMERIKSA DALAM PELAKSANAAN PEMERIKSAAN

  Dalam melaksanakan pemeriksaan Pemeriksa mempunyai wewenang baik dalam Pemeriksaan Lapangan maupun Pemeriksaan Kantor.

1. Wewenang Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan Lapangan

  a. Memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya termasuk keluaran atau media computer dan perangkat elektronik pengolah data lainnya.

  Atas peminjaman buku-buku dan lain-lain diberikan tanda bukti peminjaman yang menyebutkan secara rinci dan jelas mengenai jenis serta jumlahnya.

  b. Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari Wajib Pajak yang diperiksa.

  c. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan doku- men, uang, barang, yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha Wajib Pa- jak dan atau tempat- tempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksa- an di tempat-tempat tersebut.

  d. Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada huruf c, apabila Wajib Pajak atau wakilnya atau kuasanya tidak memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud, atau tidak ada di tempat pada saat meminta kete- rangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa.

2. Wewenang Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan Kantor.

   Wewenang Pemeriksa dalam Pemeriksaan Kantor, yaitu:

  a. memeriksa dan atau meminjam buku- buku dan catatan- catatan Wajib Pajak; Atas peminjaman buku- buku dan lain- lain diberikan tanda bukti peminjaman yang menyebutkan secara rinci dan jelas mengenai jenis serta jumlahnya.

  b. meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari Wajib Pajak yang diperiksa.

  c. meminta keterangan dan data yang diperlukan.

H. TATA CARA PENYEGELAN DALAM RANGKA PEMERIKSAAN DI BIDANG PERPAJAKAN.

  

Dalam melakukan pemeriksaan pajak, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penye-

gelan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak/Gubernur.

1. Pengertian penyegelan.

  Penyegelan adalah tindakan menempelkan kertas segel pada tempat atau ruangan yang diduga digunakan untuk menyimpan dokumen, uang, barang dan atau benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa dengan tujuan agar tempat atau ruangan tersebut tidak berubah sehingga, dokumen atau uang, barang atau benda- benda lain tidak dipindah tangankan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar atau dipalsukan.

  2. Saat penyegelan

  Penyegelan dilakukan apabila:

  a. Wajib Pajak atau kuasanya tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan yang diduga digunakan untuk menyimpan dokumen, uang, barang dan atau benda- benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak atau menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

  b. Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat pada saat dilakukan pemeriksaan.

  c. Pegawai Wajib Pajak menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan atau d. Pemeriksa Pajak memerlukan upaya pengamanan sebelum periksaan ditunda.

  3. Tata Cara Penyegelan

  Tata cara penyegelan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  a. menempelkan segel, sedemikian rupa sehingga dokumen, uang, barang dan atau

  b. benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau

  c. pekerjaan Wajib Pajak yang diperkirakan berada di tempat atau ruangan yang

  d. disegel tidak dapat dipindahkan, dilepas, dimasuki atau dibuka tanpa merusak e. kertas segel.

  f. kertas segel yang ditempel harus dibubuhi tanda tangan salah seorang Pemeriksa g. Pajak dan diberi stempel instansi yang melakukan penyegelan.

  h. Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang berwenang dengan disaksikan 2 (dua) orang saksi, salah seorang diantaranya adalah Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya, atau Pegawai Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya tidak berada di tempat. i. Dalam melaksanakan penyegelan, Pemeriksa Pajak berkewajiban membuat Berita Acara Penyegelan dengan mengunakan formulir yang telah ditetapkan. j. Berita Acara Penyegelan dibuat dan ditandatangani olehPemeriksa Pajak dan 2 (dua) orang saksi, salah seorang diantaranya adalah Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya, atau Pegawai Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya tidak berada di tempat. k. Dalam hal saksi menolak menanda tangani Berita Acara Penyegelan, Pemeriksa Pajak mencatat penolakan tersebut dalam Berita Acara Penyegelan dengan menyebutkan alasannya. l. Berita Acara Penyegelan dibuat paling sedikit 2(dua) rangkap dan lembar kedua diserahkan kepada Wajib Pajak atau kuasanya atau pegawai Wajib Pajak yang diperiksa. m. Dalam melaksanakan penyegelan, Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan kepada Kepolisian Negara dan atau Pemerintah Daerah setempat.

4. Pencabutan Penyegelan.

  Pencabutan penyegelan dapat dilakukan apabila Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya telah memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan yang disegel. Pembukaan segel dilakukan sebagai berikut:

  a. Penyegelan dibuka dengan cara membuka kertas segel dan dilakukan secepatnya pada jam kerja apabila Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya telah memberi iizin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan yang disegel.

  b. Setelah lewat batas 6(enam) hari Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya tetap tidak memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan yang disegel guna melakukan pemeriksaan pajak, Pemeriksa Pajak berwenang untuk membuka secara paksa dan memasuki tempat atau ruangan yang disegel serta melakukan pemeriksaan.

  c. Pembukaan kertas segel dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi, salah satu seorang di antaranya adalah Wajib Pajak atau kuasanya atau Pegawai Wajib Pajak dalam hal Wajib Paak atau kuasanya tidak berada di d. Apabila kertas segel yang ditempelkan di tempat atau ruangan yang disegel tersebut rusak, maka pemeriksa segera membuat Berita Acara mengenai kerusakan tersebut dan melaporkan kepada Polisi.

  e. Dalam melaksanakan pembukaan kertas segel, Pemeriksa Pajak berkewajiban untuk membuat Berita Acara Pembukaan Kertas Segel dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan.

  f. Berita Acara Pembukaan Kertas Segel dibuat dan ditanda-tangani oleh Pemeriksa Pajak dan 2 (dua) orang saksi, salah satu di antaranya alah Wajib Pajak atau kuasanya atau Pegawai Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat.

  g. Apabila saksi menolak menadatangani Berita Acara Pembukaan Kertas Segel, Pemeriksa Pajak mencatat penolakan tersebut dalam Berita Acara Pembukaan Kertas Segel dengan menyebutkan alasannya.

  h. Berita Acara Pembukaan Kertas Segel dibuat paling sedikit 2 (dua) rangkap dan lembar kedua diserahkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya atau Pegawai Wajib Pajak. i. Terhadap barang siapa yang dengan sengaja memutuskan, membuang, atau merusak segel diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan [Pasal 232 ayat (1) KUHP].

I. HAL HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMERIKSAAN PAJAK

  Hal-hal yang harus juga diperhatikan dalam Pemeriksaan Pajak Lapangan,yaitu:

  1. Apabila pada saat dilakukan Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak atau kuasanya tidak ditempat, maka pemeriksaan tetap dapat dilaksanakan sepanjang ada pihak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Wajib Pajak, terbatas untuk hal yang ada dalam kewenangnnya, dan selanjutnya pemerik- saan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.

  Untuk keperluan pengamanan pemeriksaan, maka sebelum Pemeriksaan Lapangan ditunda, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan.

  2. Apabilka pada saat Pemeriksaan Lapangan dilanjutkan setelah dilakukan penundaan pemeriksaan, Wajib Pajak atau kuasanya tidak juga ada di tempat, maka pemeriksaan tetap dilaksanakan dengan terlebih dahulu meminta pegawai Wajib Pajak yang bersangkutan untuk mewakili Wajib Pajak guna membantu kelancaran pemeriksaan;

  3. Apabila pegawai yang diminta mewakili Wajib Pajak menolak untuk membantu kelancaran pemeriksaan, maka pegawai tersebut harus menanda tangani Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan; Dalam hal terjadi penolakan untuk menanda tangani Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan yang ditanda tangani oleh Pemeriksa Pajak;

  4. Dalam hal Wajib Pajak atau kuasanya tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) Undang- undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, maka Wajib Pajak atau kuasanya harus menanda tangani Surat Penolakan Pemeriksaan (Untuk Pajak Daerah, lihat Perda Daerah setempat)

  5. Bila terjadi penolakan untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemerik- saan, Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang ditanda tangani oleh Pemeriksa Pajak. Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan dapat dijadikan dasar untuk penetapan besarnya pajak terutang secara jabatan atau dilakukan penyidikan.

  6. Laporan Pemeriksaan Pajak digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak atau untuk tujuan lain dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.

  7. Penghitungan besarnya pajak yang terutang menurut Laporan Pemeriksaan Pajak yang digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak yang berbeda dengan Surat Pemberitahuan diberitahukan kepada Wajib Pajak.

  8. Dalam rangka Pembahasan Akhir Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak wajib memberita- hukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak.

  9. Wajib Pajak wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis atas pemberitahuan Pemeriksa Pajak. Berdasarkan tanggapan tertulis dari Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak mengundang Wajib Pajak untuk menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Wajib Pajak dapat didampingi oleh Konsultan Pajak dan atau Akuntan Publik.

  10. Dalam Pemeriksaan Lapangan, pemberitahuan hasil pemeriksaan, tanggapan oleh Wajib Pajak atas pemberitahuan hasil pemeriksaan, dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3(tiga) minggu.

  11. Apabila Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan dan atau tidak menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, wajib dibuatkan Berita Acara, dan surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak diterbitkan secara jabatan berdasarkan hasil pemeriksaan yang disampaikan kepada Wajib Pajak.

  12. Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak tidak dilakukan apabila pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan .

  13. Dalam hal Pemeriksaan Kantor, hasil pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak.

  14. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan bukti permulaan tentang adanya tidak pidana di bidang perpajakan, pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti permulaan.

  J. BEBERAPA PENGERTIAN DALAM PEMERIKSAAN PAJAK

  Beberapa pengertian yang dipergunakan dalam rangka pemeriksaan pajak, yaitu:

  1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.

  2. Pemeriksa Pajak adalah PNS di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak/Direktorat Jeneral Bea dan Cukai/Dinas Pendapatan Daerah atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak/Direktur Jenderal Pajak Bea dan Cukai/Kepala Dinas Pendapatan Daerah yang diberi tugas wewenang dan tanggung jawab untuk

  3. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang dan jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap tahun pajak berakhir.

  4. Pembahasan Akhir Pemeriksaan (closing conference) adalah pembahasan yang dilakukan antara pemeriksa pajak dan Wajib Pajak atas temuan selama pemeriksaan, dan hasil temuan tersebut baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang ditanda tangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak.

  5. Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.

  6. Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas, dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.

  7. Bukti Permulaan adalah keadaan dan atau bukti-bukti, baik berupa keterangan, tulisan, perbuatan, atau benda- benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana sedang atau telah terjadi yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang dapat menimbulkan kerugian pada Negara.

  8. Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan pajak untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

  Rujukan:

  1. Atep Adya Barata, Jajat Djuhadiat, 2004. Pemeriksaan dan Penyidikan Perpajakan, Seri Informasi Advokasi Perpajakan. Jakarta : LP3AB-IBTA SOCIA

  2. Republik Indonesia. 2000. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jis Undang- undang Nomor 9 Tahun 1994dan Undang- undang Nomor 16 Tahun 2000.

  DISUSUN OLEH: ATEP ADYA BARATA H.M.JAJAT DJUHADIAT S A L I P LP3 AB ARTHA BHAKTI- IBTA- IPPAN JAKARTA

DAFTAR ISI

A. SISTEM PERPAJAKAN, DASAR HUKUM PEMERIKSAAN DAN

  

TUJUAN PEMERIKSAAN 1

   1. Sistem Perpajakan

   1

  

2. Arti dan Produk Hukum Pemeriksaan Pajak 1

  

3. Dasar Hukum dan Tujuan Pemeriksaan Pajak 3

B.RUANG LINGKUP, JENIS DAN JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN

PAJAK 4

  

1.Lingkup Pemeriksaan Pajak 4

  

2.Jenis Pemeriksaan Pajak 5

  

3.Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak 7

C. NORMA PEMERIKSAAN 7

   1.Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak dalam

rangka pemeriksaan lapangan 7

   2. Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak dalam

rangka pemeriksaan kantor 8

D.NORMA PEMERIKSAAN BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN

PEMERIKSAAN 9

  

E. NORMA PEMERIKSAAN BERKAITAN DENGAN WAJIB PAJAK 9

F.PEDOMAN UMUM ,PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEDOMAN

LAPORAN PEMERIKSAAN PAJAK 10

1.Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak

  10

  

2.Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak 10

  

3.Pedoman Pelaporan Pemeriksaan Pajak 10

G.WEWENANG PEMERIKSA DALAM PELAKSANAAN PEMERIKSAAN 11