PEDOMAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA 1.1. PENDAHULUAN - PEDOMAN SDM TERBARU _ 1 EDIT

  

PEDOMAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA

1.1. PENDAHULUAN

  1.1.1 Latar Belakang Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan program yang strategis dalam rangka mencapai dan memantapkan kapasitas kepeloporan dan keunggulan Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa Pendidikan Indonesia (KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA). SDM KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA, baik sebagai aset ataupun investasi organisasi sangat menentukan perwujudan visi, misi, tujuan dan rencana strategis Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa. Sebagai unsur vital organisasi, SDM KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA memberikan kontribusi terhadap 1) produktivitas organisasi melalui komitmen atas pelaksanaan tugasnya; 2) pelayanan, kebiasaan dan budaya kerja yang bermutu; dan 3) adaptabilitas dan kemampuan menyelesaikan masalah dalam merespons tantangan-tantangan dan tuntutan pekerjaan sesuai dengan semangat profesionalisme dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mewujudkan kondisi-kondisi pelayanan, kebiasaan dan budaya kerja, pengembangan SDM KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA dilakukan secara optimal, berdayaguna, bermartabat, profesional, berkesinambungan, transparan, demokratis, berkeadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

  1.1.2 Dasar Hukum

  1.1.3 Pengertian SDM KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA adalah seluruh pegawai Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa, baik tetap maupun tidak tetap yang terdiri atas pegawai administrasi, teknisi, arsiparis, pranata komputer, Fungsional Penyuluh, Fungsional Penghulu, dan tenaga penunjang lainnya Pengembangan SDM KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA adalah upaya- upaya untuk memenuhi, mendayagunakan, menumbuhkan, membina dan meningkatkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja SDM yang bermutu dan mendukung produktivitas KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA.

  Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya. Sumber daya manusia merupakan aset dalam segala aspek pengelolaan terutama yang menyangkut eksistensi organiasi.

  Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan industri dan organisasi.

  Mengenai perkembangan Sumber Daya Manusia dalam suatu organisasi, Greer menyatakan bahwa : Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka.

  Berdasarkan hal di atas, maka SDM memegang nilai yang sangat penting dalam manajemen keorganisasian. Meskipun teknologi banyak dilibatkan dalam roda organisasi, namun tetap saja organisasi memerlukan SDM sebagai daya penggerak dari sumber daya lainnya yang dimiliki oleh organisasi dalam bentuk apapun.

  Kompeten adalah keterampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik. Kompeten harus dibedakan dengan kompetensi, walaupun dalam pemakaian umum istilah ini digunakan dapat dipertukarkan. Upaya awal untuk menentukan kualitas dari manajer yang efektif didasarkan pada sejumlah sifat-sifat kepribadian dan keterampilan manajer yang ideal. Ini adalah suatu pendekatan model input, yang fokus pada keterampilan yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Keterampilan- keterampilan ini adalah kompetensi dan mencerminkan kemampuan potensial untuk melakukan sesuatu. Dengan munculnya manajemen ilmiah, perhatian orang-orang berbalik lebih pada perilaku para manajer efektif dan pada hasil manajemen yang sukses. Pendekatan ini adalah suatu model output, dengan mana efektivitas manajer ditentukan, yang menunjukkan bahwa seseorang telah mempelajari bagaimana melakukan sesuatu dengan baik.

  Terdapat perbedaan konsep tentang kompetensi menurut konsep Inggris dan konsep Amerika Serikat. Menurut konsep Inggris, kompetensi dipakai di tempat kerja dalam berbagai cara. Pelatihan sering berbasiskan kompetensi. Sistem National Council Vocational

  

Qualification (NCVQ) didasarkan pada standar kompetensi. Kompetensi juga digunakan dalam

  manajemen imbalan, sebagai contoh, dalam pembayaran berdasarkan kompetensi. Penilaian kompetensi adalah suatu proses yang perlu untuk menyokong inisiatif-inisiatif ini dengan menentukan kompetensi-komptensi apa yang karyawan harus perlihatkan.

  Pendapat yang hampir sama dengan konsep Inggris dikemukakan oleh Kravetz (2004), bahwa kompetensi adalah sesuatu yang seseorang tunjukkan dalam kerja setiap hari. Fokusnya adalah pada perilaku di tempat kerja, bukan sifat-sifat kepribadian atau keterampilan dasar yang ada di luar tempat kerja ataupun di dalam tempat kerja.

  Kompetensi mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan yang pasif. Seorang karyawan mungkin pandai, tetapi jika mereka tidak menterjemahkan kepandaiannya ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif, kepandaian tidak berguna. Jadi kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan.

  Menurut Spencer and Spencer (1993) Kompetensi didefinisikan sebagai Underlying

  

characteristic’s of an individual which is causally related to criterion- referenced effective and or

superior performance in a job or situation. Kompetensi merupakan karakteristik yang

  mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya.

  Secara general, kompetensi sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara ketrampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Dalam sejumlah literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe, yakni soft competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain. Contoh soft

  competency adalah: leadership, communication, interpersonal relation, dll. Tipe kompetensi

  yang kedua sering disebut hard competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni. Contoh

  hard competency adalah : electrical engineering, marketing research, financial analysis, manpower planning, dll.

  1.1.4 Asas Pengembangan Pengembangan SDM KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA dilakukan berdasarkan asas silih asah, silih asih, silih asuh.

  1.1.5 Prinsip Pengembangan 1.

  Pengembangan SDM KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip relevansi, profesionalisme, bermartabat, berdayaguna, berkesinambungan, transparan, demokratis, berkeadilan dan dapat dipertanggungjawabkan.

  2. Pengembangan SDM dilakukan sejalan dengan upaya perwujudan visi, misi, tujuan Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa dan rencana strategis Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa.

  3. Pengembangan SDM dilakukan untuk semua pegawai secara sinergis dan terintegrasi dengan keseluruhan fungsi-fungsi Manajemen SDM Kantor Kementerian Agama Kab.

  Sumbawa.

  4. Pengembangan SDM berorientasi kepada pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dan kinerja pegawai yang produktif.

  5. Pengembangan SDM mengutamakan motivasi dan usaha pengembangan diri, dan mengutamakan sistem merit, serta pendekatan hukuman dan ganjaran.

1.1.6 Maksud dan Tujuan

  Pengembangan SDM KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA dimaksudkan untuk memberikan jaminan terbinanya: a. kualifikasi, kompetensi, dan kinerja SDM KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB.

  SUMBAWA memenuhi tuntutan tugas yang diemban, jabatan yang diduduki dan kebijakan institusi yang ditetapkan.

  b. komitmen dan peningkatan kinerja pegawai Kantor Kementerian Agama Kab.

  Sumbawa dalam melaksanakan tugas.

  c. layanan dan budaya kerja SDM KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA yang bermutu, profesional, dan dapat dipertanggungjawabkan.

  Pengembangan SDM KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA bertujuan untuk: a. membina loyalitas, integritas, dan sikap positif para pegawai terhadap tugasnya; b. mengembangkan kecakapan profesional dalam melaksanakan tugas; c. meningkatkan kemampuan komunikasi, adaptabilitas, dan pemecahan masalah dalam melaksanakan tugas; d. meningkatkan pemahaman terhadap pengembangan karir dan jabatan; e. menumbuhkembangkan iklim dan suasana kerja yang kondusif; f. meningkatkan pemahaman atas pentingnya pengembangan unit kerja.

BAB II PROGRAM PENGEMBANGAN SDM Program Pengembangan SDM didasarkan atas hasil analisis kebutuhan dan karir pegawai pada tingkat

  individual, unit kerja, dan Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa serta tuntutan-tuntutan lingkungan eksternal lainnya. Materi program pengembangan SDM mencakup aspek-aspek filosofis, ideologis dan nilai-nilai kerja, teori, konsep dan prinsip-prinsip keilmuan, dan manfaat penerapan teori/konsep dalam bekerja.

  (1) Program pengembangan dilakukan dengan memperhatikan kesinambungan bidang keahlian/keilmuan yang sejenis dan/atau serumpun.

  (2) Program pengembangan pegawai administrasi, , teknisi, arsiparis, pranata komputer, dan tenaga penunjang lainnya dilakukan dengan memperhatikan tuntutan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.

  Kegiatan Pengembangan SDM dalam bentuk pendidikan dan latihan (Diklat) dapat diikuti oleh dosen, pegawai administrasi, pustakawan, laboran, teknisi, arsiparis, pranata komputer, dan tenaga penunjang lainnya, baik program gelar maupun non-gelar, di dalam maupun di luar negeri. Pengembangan SDM dapat ditempuh melalui studi lanjut, pencangkokan, dan program pesanan sesuai dengan bidang ilmu dan keahliannya.

  Pengembangan Asisten Ahli dilakukan melalui sistem pendampingan dengan mengutamakan perluasan wawasan dan pendalaman bidang keahlian atau ilmu yang ditekuninya. Pengembangan SDM pegawai administrasi, , teknisi, arsiparis, pranata komputer, dan tenaga penunjang lainnya dilakukan melalui program studi lanjut, pelatihan, magang, dan studi banding sesuai dengan kepentingan peningkatan kompetensi, pelayanan, dan kinerja yang mendukung produktivitas organisasi.

  Pengembangan SDM dilakukan berkaitan dengan kepentingan penilaian kinerja setiap pegawai yang berdampak pada promosi, mutasi, rotasi, demosi untuk penetapan remunerasi. Pembinaan aparatur (BINAP) sebagai bagian dari Pengembangan SDM diperlukan untuk menangani masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan pelanggaran aturan-aturan kepegawaian, kode etik, dan disiplin.

2.1. Program Pelatihan dan Pengembangan Pegawai

  Pelatihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pegawai. Pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan. Tetapi apabila dilihat dari sasarannya, pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja.

  Terdapat beberapa keuntungan dengan dilakukannya pelatihan dan pengembangan bagi pegawai yang pada akhirnya akan membawa keuntungan bagi organisasi diantaranya :

  1. Mendorong pencapaian pengembangan diri pegawai

  2. Memberikan kesempatan bagi pegawai untuk berkembang dan memiliki pandangan tentang masa depan kariernya.

  3. Membantu pegawai dalam menangani konflik dan ketegangan.

  4. Meningkatkan kepuasan kerja dan prestasi kerja 5. Menjadi jalan untuk perbaikan keterampilan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi.

  6. Membantu menghilangkan ketakutan dalam mencoba hal-hal baru dalam pekerjaan

  7. Menggerakkan pegawai untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi Berdasarkan hal-hal di atas maka pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia memberikan dampak yang baik terhadap kinerja pegawai tersebut sebagai individu. Hal ini jelas akan membawa peningkatan terhadap kinerja organisasi apabila pelatihan dan pengembangan pegawai dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Pengembangan SDM dirasakan sangat penting karena tuntutan pekerjaan yang sangat kompleks akibat kemajuan teknologi dan kompetisi diantara berbagai organisasi, sangat membutuhkan pengembangan pegawai yang baik.

  Beberapa tujuan dari pengembangan pegawai diantaranya :

  1. Meningkatkan produktivitas kerja

  2. Meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku, dan mengurangi ausnya mesin- mesin

  3. Mengurangi tingkat kecelakaan pegawai

  4. Meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari karyawan untuk konsumen perusahaan dan atau organisasi

  5. Menjaga moral pegawai yang baik

  6. Meningkatkan karier pegawai

  7. Meningkatkan kecakapan manajerial pegawai

2.2. Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi dalam meningkatkan Kinerja Organisasi

  Dalam mengungkap kinerja organisasi Nickson (2007:169) mengutip pendapat Armstrong mengenai yaitu :

  “Performance management is about getting better results from the organization, teams and individuals by understanding and managing performance within an agreed framework of planned goals, standards and competing requirements. It is a process for establishing shared understanding about what is to be achieved, and an approach to managing and developing people in a way which increases the probability that it will be achieved in the short and long term.

  It is owned and driven by management. “

  Berdasarkan pendapatnya di atas dapat dikatakan bahwa kinerja organisasi diperoleh dari pengelolaan berbagai tujuan, sasaran dan pengembangan sumber daya manusia di dalamnya dalam rangka mencapai tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Peran pimpinan dalam hal ini sangat dominan. Sejauh mana pimpinan menghendaki SDM organisasinya berkembang maka pimpinan tersebut memiliki kewenangan dalam mewujudkan pengembangan SDM melalui berbagai kegiatan pengembangan dan pelatihan sesuai dengan masing-masing kompetensi yang dimiliki pegawainya.

  Berbagai upaya pengembangan SDM hendaknya didukung oleh beberapa faktor diantaranya: 1. Terdapat seleksi SDM yang baik untuk benar-benar menciptakan pegawai yang berkualitas 2.

  Merancang keselarasan antara kebutuhan organisasi dan kemampuan pegawai 3. Menyediakan sarana, prasarana dan teknologi yang sesuai untuk pengembangan pegawai 4. Komitmen yang tinggi dari setiap elemen organisasi untuk melakukan pengembangan pegawai secara berkesinambungan.

  Apabila daya dukung organisasi sudah dapat berjalan secara simultan maka pengembangan sumberdaya manusia berbasis kompetensi akan dapat memberikan dampak baik bagi peningkatan kinerja organisasi. Hal ini terjadi karena sumberdaya manusia yang berkembang secara kompeten merupakan suatu kondisi dimana seluruh elemen internal organisasi siap untuk bekerja dengan mengandalkan kualitas diri dan kemampuan yang baik.

  Pada level tertentu dimana kondisi di atas sudah mampu tercipta dalam suatu organisasi maka kinerja individu organisasi menjadi cerminan bagi kinerja organisasi. Terdapat banyak tantangan dalam menciptakan situasi kondusif bagi organisasi untuk meningkatkan kinerjanya dan pengembangan SDM merupakan salah satu hal yang patut kian dilakukan. Organisasi yang menghendaki kinerja yang optimal dibutuhkan pula konsistensi dari manajemen mengenai pengelolaan pegawai yang baik dan proporsional serta menciptakan hubungan kerja yang efektif.

2.3. Menciptakan Keunggulan bersaing melalui Komptensi SDM

  Perhatian terhadap sumber daya manusia (SDM) semakin meningkat. Hal ini disebabkan adanya peningkatan persaingan di lingkungan bisnis. Organisasi bisnis melihat bahwa fungsi SDM merupakan kontributor utama terhadap pencapaian visi dan misi suatu organisasi, serta sebagai sumber keunggulan bersaing.

  Organisasi bisnis hidup di dalam lingkungan yang kompetitif, untuk itu organisasi bisnis senantiasa melakukan upaya-upaya yang dapat memperkokoh keberadaannya dengan menciptakan keunggulan bersaing di dalam lingkungannya. Upaya ini dapat dimungkinkan jika organisasi bisnis memiliki SDM yang kompeten. Peran SDM dalam organisasi bisnis mempunyai arti yang sama pentingnya dengan kegiatan usaha itu sendiri (Lertputtarak, 2012).

  Strategi perusahaan akan menentukan keberhasilan suatu organisasi bisnis. Strategi menunjukkan arahan umum yang hendak dicapai suatu organisasi untuk mencapai tujuannya (Anoraga, 2007; Retnaningsih, 2007). Pengelolaan SDM berbasis kompetensi merupakan salah satu penerapan strategi pengelolaan bisnis. Kualitas kompetitif suatu organisasi bisnis sangat ditentukan oleh kualitas SDM yang dimiliki. Oleh karenanya, SDM yang kompeten sangat diperlukan suatu organisasi bisnis, yaitu SDM yang memiliki kompetensi tertentu (meliputi: aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku) yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pekerjaan.

  Apakah yang dimaksud dengan kompetensi? Mendefinisikan kompetensi bukanlah hal yang mudah, oleh karena itu diperlukan komunikasi antar karyawan dan antara karyawan dengan pihak manajemen agar kompetensi yang diinginkan atau dibutuhkan dapat dikenali dan dinilai dalam berbagai situasi organisasi yang berbeda sebab ada perbedaan antara kompetensi individu dengan

  

core competence organisasi. Manajer SDM harus terlibat langsung dalam proses transformasi

  kompetensi individu menjadi core competence organisasi. Transformasi tersebut bukan hanya sekedar masalah pelatihan, tetapi harus melibatkan seluruh karyawan dalam organisasi agar dapat bekerja sama dalam sebuah jejaring kerja (Moeheriono, 2010). Gambar 1 berikut menyajikan bagan definisi kompetensi.

  

Gambar 1. Bagan Definisi Kompetensi

  Beberapa ahli mendefinisi kompetensi sebagai suatu kecakapan yang memadai untuk melakukan pekerjaan atau suatu karakteristik yang mendasari individu yang berkaitan dengan efektivitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Kompetensi mempunyai arti yang sama dengan kata kemampuan, kecakapan, atau keahlian (Davidson, 2001; Hofrichter dan McGoven, 2001; Suparno, 2001; Del Castillo, 2005; Winandi dan Budiono, 2009; Kamidin, 2010; Setyowati, 2010). Melalui kompetensi SDM yang tinggi diharapkan organisasi bisnis dapat menciptakan keunggulan bersaing untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya.

  Namun, permasalahan yang seringkali dihadapi organisasi bisnis ialah kurang tersedianya SDM yang memiliki kompetensi yang cukup untuk menjalankan strategi bisnis hingga mampu menciptakan keunggulan bersaing. Disinilah peran dan tanggungjawab manajemen SDM untuk mampu mengatasi permasalahan tersebut. Manajemen SDM harus mampu merumuskan kompetensi apa yang seharusnya dimiliki dan dikembangkan oleh organisasi terhadap anggotanya dengan disesuaikan pada visi dan misi organisasi tersebut.

  Tujuan paper ini ialah menjelaskan strategi pengelolaan bisnis dalam rangka menciptakan keunggulan bersaing melalui kompetensi SDM. Semakin meningkatnya SDM berbasis kompetensi, diharapkan akan semakin meningkat pula kinerja organisasi (performance organization). Noe (2008), Long dan Ismail (2008), Madu (2009), dan Kamidin (2010) mengemukakan bahwa SDM berperan penting dalam rangka meningkatkan daya saing dan kinerja bisnis secara keseluruhan. Sebab, SDM merupakan sentral dalam upaya mewujudkan eksistensinya berupa tercapainya tujuan organisasi.

  Pembahasan dalam paper ini meliputi penjelasan tentang bagaimana memahami fungsi SDM untuk bisnis yang kompetitif, pengelolaan SDM berbasis kompetensi, serta bagaimana menciptakan keunggulan bersaing melalui kompetensi SDM.

  2.3.1. Memahami Fungsi SDM untuk Bisnis yang Kompetitif Kompetensi SDM terkait dengan strategi pengelolaan bisnis suatu organisasi.

  Organisasi bisnis semakin menyadari bahwa SDM sebagai faktor penting dalam rangka meningkatkan daya saing dan kinerja bisnis secara keseluruhan. Oleh karenanya, manajemen SDM harus peduli dengan proses pengelolaan SDM dalam melaksanakan strategi bisnis organisasi. Pengelolaan SDM merupakan keseluruhan dari sistem proses, metode, prosedur, dan program organisasi bisnis untuk mengembangkan SDM sehingga mampu berkontribusi terhadap kinerja organisasi (Bhatnagar dan Sharma, 2005; Noe, 2008).

  Kesuksesan dalam lingkungan bisnis yang kompetitif membutuhkan SDM yang berkompeten dalam rangka mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Hogan et al. (2002) dan Kaplan dan Norton (2006) menyebutkan bahwa pada era knowledge-based global

  economy, hampir dari 80% nilai dalam sebuah perusahaan berasal dari intangible assets

  seperti human capital. Bahwa, setiap organisasi yang ingin tetap mampu berkiprah di dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetitif, harus juga memiliki SDM yang tangguh dan hebat (Anoraga, 2007). SDM yang kompeten sangat diperlukan dalam lingkungan bisnis yang kompetitif. Individu yang mempunyai kompetensi kerja yang baik tentu akan mudah untuk melaksanakan tanggung jawab pekerjaannya serta mampu menyesuaikan diri secara baik dengan lingkunganya. Organisasi bisnis memandang SDM sebagai human capital, dimana kompetensi SDM sebagai aset organisasi untuk mendorong eksistensi organisasi dalam lingkungan bisnis yang kompetitif.

  2.3.2. Pengelolaan SDM Berbasis Kompetensi

  Pengelolaan SDM berbasis kompetensi merupakan kombinasi dari keterampilan, pengetahuan, sikap, dan perilaku (skill, knowledge, attitude, and behavior) yang dimiliki individu untuk dapat melaksanakan tugas dan peran pada posisi yang diduduki secara produktif dan profesional. Esensi pengelolaan SDM berbasis kompetensi memandang individu dari aspek kualitas (personal qualities) (Long dan Ismail, 2008; Lertputtarak, 2012).

  Pengelolaan SDM berbasis kompetensi bertujuan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi, serta standar kinerja yang telah ditetapkan. Kompetensi menyangkut kewenangan setiap individu untuk melakukan pekerjaan atau mengambil keputusan sesuai dengan peran dan tanggungjawabnya dalam organisasi yang relevan dengan keahlian, pengetahuan, dan kemampuan yang dimiliki. Kompetensi yang dimiliki individu harus mampu mendukung pelaksanaan strategi organisasi serta mampu mendukung setiap perubahan ataupun kebijakan yang dilakukan manajemen (Setyowati, 2010).

  Manajemen SDM harus mampu membangun SDM yang berkualitas. Kualitas SDM tercermin dari pengelolaan SDM berbasis kompetensi. Donald (dalam Kamidin, 2010) memperkenalkan teori tentang kompetensi berdasarkan Teori Jendela (Window Theory), bahwa setiap kompetensi yang dimiliki individu diamati dari empat sisi yang berbentuk jendela, yaitu: pendidikan (education), keterampilan (skill), pengalaman kerja (experience), dan penguasaan teknologi (mastery of technology). Inti dari Teori Jendela ialah kompetensi, bahwa SDM yang memiliki keterampilan ditunjang dengan pengalaman kerja yang matang merupakan SDM yang memiliki kemampuan (kapabilitas) berdaya saing.

  Kemampuan menurut Robbins (dalam Kamidin, 2010) meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental tercermin dalam keterampilan, yaitu kecakapan khusus yang berkaitan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan oleh sesesorang pada waktu yang tepat. Lebih lanjut, Sztompka (dalam Kamidin, 2010) mengemukakan bahwa kemampuan kerja individu dalam suatu organisasi dengan dinamika kerja yang kompleks dan penuh persaingan untuk menunjukkan kemampuan yang unggul dan menguntungkan yang tercermin dari kemampuan individu yang memiliki jenjang pendidikan, keterampilan, pengalaman kerja dan penguasaan teknologi dalam mencapai tujuan manajemen SDM.

  Moeheriono (2010) menyebutkan bahwa kompetensi SDM pada sektor bisnis mencakup dua lingkup (level of analysis), yaitu: individu dan organisasi.

  1. Individu. Dalam setiap individu terdapat beberapa karakteristik kompetensi dasar, antara lain: a.

  Watak (traits), yaitu membuat seseorang mempunyai sikap perilaku: percaya diri (self-

  confidence), pengendalian diri (self-control), ketabahan atau daya tahan (hardiness); b.

  Motif (motive), yaitu sesuatu yang diinginkan seseorang yang mengakibatkan dilakukannya suatu tindakan; c.

  Bawaan (self-concept), yaitu sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang; d. Pengetahuan (knowledge), yaitu informasi yang dimiliki seseorang pada bidang tertentu atau area tertentu; dan e.

  Keterampilan atau keahlian (skill), yaitu kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik secara fisik maupun mental. Menurut Spencer dan Spencer (1993), kompetensi dasar individu ialah seperti pada Gambar 2 berikut.

  

Gambar 2. The Ice Berg Model

  Berdasarkan gambar tersebut (seperti pada gunung es), tampak bahwa pengetahuan (knowledge) dan keterampilan atau keahlian (skill) sebagai observable atau instrumental cenderung kelihatan lebih nyata muncul (visible) dan relatif berada pada permukaan.

  Kompetensi ini berhubungan dengan penyelesaian pekerjaan suatu posisi. Jenis kompetensi ini diperlukan seseorang untuk memungkinkan menduduki jabatan, pekerjaan atau tugas agar dapat dilakukan dengan baik. Sedangkan, konsep diri, watak, dan motif cenderung di bawah, tidak tampak, atau disebut intermediate skill, yang dapat diaplikasikan dalam berbagai situasi. Kompensasi ini dapat direfleksikan sebagai “keterampilan yang dapat menyesuaikan situasi” atau starting qualifications. Apabila diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di organisasi, karyawan yang kompeten adalah individu yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku sesuai dengan syarat pekerjaan sehingga dapat berpartisipasi aktif di tempat kerja.

  2. Organisasi. Merujuk pada strategi bersaing, organisasi harus memiliki keunggulan kompetitif yang hakiki, yaitu organisasi memiliki ambisi, mentalitas, dan ingin menjadi yang terbaik, serta memiliki mentalitas kewirausahaan dengan keinginan sangat kuat untuk

  survive dan menjadi pemenang di antara pesaing-pesaingnya. Potensi dari sebuah

  organisasi harus diekspresikan ke dalam core competence, selain itu sebelumnya mereka juga telah mengintroduksi ke dalam strategic inten. Bagi karyawan, core competence dan

  strategic inten merupakan gambaran dari tantangan baru bagi organisasi agar tetap survive dalam berkompetisi dengan organisasi pesaingnya. Selanjutnya, core competence

  organisasi merupakan kombinasi yang unik dan mempunyai spesialisasi bisnis dari human Sikap, Nilai-nilai

  skills yang dapat memberikan ekspresi pada karakter tertentu dari organisasi itu sendiri.

  Kompetensi organisasi disajikan pada Gambar 3.

  Gambar 3. Kompetensi Organisasi

  Kompetensi inti organisasi merupakan area karakter keahlian organisasi dan merupakan sinergi dari seluruh sumber daya, seperti motivasi, usaha-usaha karyawan, teknologi dan keahlian professional, serta ide-ide tentang kolaborasi dari manajemen. Kemudian, core

  

competence organisasi tersebut dapat bekerja secara sistematis dan terstruktur serta

  memberikan organisasi sebagai kekuatan strategis. Core competence mempunyai kelebihan sulit ditiru oleh pesaing lain, sebab bersifat distinctive dan specific untuk setiap individu organisasi.

  Spencer dan Spencer (1993) membagi kompetensi dalam dua kategori berdasarkan kriteria yang digunakan untuk memprediksi kinerja suatu pekerjaan, yaitu: (1) threshold, dan (2)

  

differentiating. Threshold competencies adalah karakteristik utama, yang biasanya berupa

  pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca yang harus dimiliki seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi, kategori ini tidak untuk menentukan apakah seseorang tersebut berkinerja tinggi atau tidak. Kategori ini jika digunakan untuk menilai karyawan hanyalah untuk mengetahui apakah ia mengetahui tugas

  • –tugasnya, bisa
  • – mengisi formulir, dan lain sebagainya. Sedangkan, differentiating competencies adalah faktor faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah. Jika individu memiliki motivasi tinggi, maka ia akan mampu menetapkan target atau tujuan yang jauh lebih ketimbang kinerjanya pada tingkat rata –rata.
Lalu, bagaimana organisasi mengelola kompetensi SDM (2005) menyebutkan bahwa pengelolaan kompetensi SDM dimulai dari segi perencanaan, pengorganisasian, pengembangan, dan evaluasi, dengan penjelasan sebagai berikut: 1.

  Perencanaan, yaitu merencanakan kompetensi SDM dengan berdasarkan pada visi dan misi organisasi, serta diterjemahkan dalam strategi fungsional untuk diketahui tuntuan kompetensi yang harus dipenuhi; 2. Pengorganisasi kompetensi SDM, yaitu penentuan bidang-bidang kompetensi inti dan pendukung. Diharapkan organisasi akan lebih mudah melaksanakan upaya pengembangan kompetensi; 3. Pengembangan kompetensi, yaitu dimulai dengan penilaian terhadap kompetensi yang sudah dimiliki SDM dan dibandingkan dengan perencanaan kompetensi;

  4. Evaluasi terhadap kompetensi, yaitu untuk mengetahui sejauhmana upaya yang dilakukan telah mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

  Dalam rangka pengelolaan SDM berbasis kompetensi maka organisasi harus menyiapkan kompetensi yang dibutuhkan di masa depan (Joko, 2005), meliputi:

  1. Kompetensi tingkat eksekutif, meliputi: a.

  Strategic thinking. Kompetensi untuk memahami kecenderungan perubahan lingkungan yang cepat, melihat peluang pasar, ancaman, kekuatan, dan kelemahan organisasi; b.

  Change leadership. Kompetensi untuk mengkomunikasikan visi, misi, dan strategi perubahan dapat ditransformasikan kepada SDM; c.

  Relationship management. Kemampuan untuk meningkatkan hubungan dan memperluas jarinfan dengan pihak lain.

  2. Kompetensi tingkat manajer, diperlukan aspek-aspek kompetensi sebagai berikut: a.

  Flexibility. Kemampuan mengubah struktur managerial; b. Change implementation. Kemampuan mengimplementasikan petubahan.

  c.

  Interpersonal understanding. Kemampuan untuk memahami nilai dari berbagai tipe individu.

  d.

  Empowering. Kemampuan untuk melakukan pemberdayaan terhadap SDM.

  3. Kompetensi tingkat karyawan, meliputi aspek kualitas kompetensi seperti fleksibilitas, komitmen, motivasi, serta kemampuan untuk belajar, berprestasi, dan bekerja.

2.3.3. Menciptakan Keunggulan Bersaing melalui Kompetensi SDM

  Lingkungan bersaing yang kompetitif mendorong SDM berperan strategis dalam bisnis. Keunggulan bersaing berkenaan dengan kemampuan suatu organisasi untuk

  merumuskan strategi dalam rangka mengeksploitasi peluang yang menguntungkan. Strategi bagi suatu organisasi bisnis merupakan suatu rencana berskala besar yang berorientasi jangkauan masa depan yang jauh serta ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya dalam kondisi persaingan yang kesemuanya diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang bersangkutan (Anoraga, 2007; Retnaningsih, 2007; Payne, 2010).

  Berhasil tidaknya suatu organisasi dalam menciptakan keunggulan bersaing sangat tergantung pada kualitas SDM. Lako dan Sumaryati (2002) mengemukakan bahwa SDM yang berkualitas memiliki empat karakter, yaitu: (1) memiliki competence (pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku) yang memadai; (2) commitment terhadap organisasi; (3) selalu bertindak secara cost

  • –efectiveness dalam setiap aktivitasnya; dan (4)

    congruence of goals, yaitu bertindak sesuai dengan tujuan organisasi. SDM yang

  berkualitas merupakan sumber keunggulan kompetitif (competitive advantage) untuk meningkatkan keunggulan bersaing organisasi.

  Bagaimana kompetensi SDM dapat menciptakan keunggulan bersaing? Kompetensi SDM yang tercermin pada hasil karya atau kinerja individu yang diciptakan melalui kemampuan (kecakapan) yang dimiliki (meliputi: pengetahuan, keterampilan, perilaku, dan sikap) akan dapat membedakan antara mereka yang berkualitas baik atau “biasa-biasa” saja. Bahwa, keunggulan kompetitif bergantung pada tindakan individu yang berkualitas atas upaya pencapaian tujuan organisasi (Hofrichter dan Spencer, 1996).

  Terdapat 2 tantangan yang dihadapi organisasi bisnis dalam upaya mencipatakan keunggulan bersaing melalui kompetensi SDM (Joko, 2005), yaitu:

1. Kompetensi harus berjalan dengan strategi bisnis; dan 2.

  Kompetensi perlu diciptakan. Terdapat lima cara untuk menciptakan kompetensi, yait: a.

  Buy. Cara ini dilakukan dengan mengganti SDM yang lama dengan yang baru, yang memiliki kualitas yang lebih baik; b.

  Build. Investasi dilakukan terhadap SDM untuk meningkatkan kualitas SDM menjadi lebih baik; c.

  Borrow. Mencari keluar SDM yang mampu memberikan ide atau gagasan, kerangka kerja, dan alat-alat untuk menjadikan organisasi lebih kompetitif; d.

  Bounce. Mengeluarkan SDM yang gagal melakukan tugas; e.

  Bind. Mengikat karyawan. Jika organisasi tidak menerapkan metode ini, meskipun telah menerapkan buy dan build maka akan menciptakan

  intellectual capital bagi pesaing.

  Joko (2005) menyebutkan bahwa kinerja individu dapat optimal apabila individu tersebut memiliki kompetensi yang handal dibidangnya. Kehandalan kompetensi SDM dapat dibentuk, dimana pembentukannya sangat dipengaruhi oleh kemampuan organisasi dalam mengelola SDM ke dalam beberapa spesifikasi kompetensi individu, antara lain: (1) kompetensi pencapaian tujuan, (2) kompetensi pemecahan masalah, (3) kompetensi interaksi terhadap sesama, dan (4) kompetensi

  

teamwork. Dengan demikian, sinergi kompetensi masing-masing individu secara

bersama-sama akan mengoptimalkan performance organisasi secara keseluruhan.

  Pada akhirnya, peranan kompetensi SDM sangat menentukan kemajuan organisasi dalam upaya menciptakan keunggulan bersaing.

BAB III PROSEDUR PENGEMBANGAN SDM 3.1. Penyusunan Program Pengembangan SDM dilakukan di bawah tanggung jawab Kasubag Tata Usaha dan dilaksanakan oleh unit kerja terkait.

3.2. Unit kerja yang bertugas dalam pengembangan SDM melakukan analisis kebutuhan, perancangan, implementasi, dan evaluasi program.

  3.3. Unit kerja yang bertugas dalam pengembangan SDM melakukan koordinasi dan bekerja sama dengan unit-unit utama di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa dalam analisis kebutuhan, perancangan, implementasi, dan evaluasi program pengembangan SDM Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa.

  3.4. Unit kerja yang bertugas dalam pengembangan SDM dapat menjalin kemitraan dengan lembaga lain di luar Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa untuk melakukan analisis kebutuhan, perancangan, implementasi, dan evaluasi program pengembangan SDM.

BAB IV EVALUASI PENGEMBANGAN SDM 4.1. Evaluasi pengembangan SDM dilakukan melalui monitoring dan pengukuran atas efektivitas

  peningkatan komitmen, disiplin, mutu layanan dan kinerja di tingkat individual, kelompok, unit kerja, dan Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa.

  4.2. Evaluasi dilakukan terhadap keseluruhan proses penyelenggaran program Pengembangan SDM dengan memperhatikan tujuan evaluasi, kriteria keberhasilan, prinsip-prinsip, ketepatan mekanisme operasional, kualitas kemajuan monitoring, kejelasan umpan balik, dan dampak yang dicapai.

  4.3. Evaluasi Pengembangan SDM dilakukan untuk mendorong semua pegawai Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa agar dapat menunjukkan kinerja secara bertanggung jawab.

BAB V PENILAIAN PRESTASI KERJA

  5.1. UMUM Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ditentukan bahwa untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

  Selanjutnya dalam Pasal 20 ditentukan bahwa untuk lebih menjamin objektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja. Dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 20 tersebut, penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan untuk mengevaluasi kinerja Pegawai Negeri Sipil, yang dapat memberi petunjuk bagi pejabat yang berkepentingan dalam rangka mengevaluasi kinerja unit dan organisasi. Hasil penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan penetapan keputusan kebijakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil, yang berkaitan dengan:

  5.1.1. Bidang Pekerjaan Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam kebijakan perencanaan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia Pegawai Negeri Sipil, serta kegiatan perancangan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil dalam organisasi.

  5.1.2. Bidang Pengangkatan dan Penempatan Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam proses rekrutmen, seleksi, dan penempatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan, sesuai dengan kompetensi dan prestasi kerjanya.

  5.1.3. Bidang Pengembangan Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan pengembangan karier dan pengembangan kemampuan serta keterampilan Pegawai Negeri Sipil yang berkaitan dengan pola karier dan program pendidikan dan pelatihan dalam organisasi.

  5.1.4. Bidang Penghargaan Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan pemberian penghargaan dengan berbasis prestasi kerja seperti kenaikan pangkat, kenaikan gaji, tunjangan prestasi kerja, promosi, atau kompensasi dan lain-lain.

  5.1.5. Bidang Disiplin Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil dimanfaatkan sebagai dasar peningkatan kinerja PNS dan kewajiban pegawai mematuhi peraturan perundang-undangan tentang disiplin PNS.

  Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan secara sistematis yang penekanannya pada tingkat capaian sasaran kerja pegawai atau tingkat capaian hasil kerja yang telah disusun dan disepakati bersama antara Pegawai Negeri Sipil dengan Pejabat Penilai. Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil secara strategis diarahkan sebagai pengendalian perilaku kerja produktif yang disyaratkan untuk mencapai hasil kerja yang disepakati dan bukan penilaian atas kepribadian seseorang Pegawai Negeri Sipil. Unsur perilaku kerja yang mempengaruhi prestasi kerja yang dievaluasi harus relevan dan berhubungan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan dalam jenjang jabatan setiap Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.

  1. Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

  2. Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil dilakukan berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan.

  3. Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil terdiri atas unsur sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja.