Penguatan Pengalaman Keagamaan Di Sekolah

J-PAI, Vol. 1 No. 2 Januari-Juni 2015

ISSN 2355-8237

PENGUATAN PENGALAMAN KEAGAMAAN DI SEKOLAH
M. Cholid Zamzami1
Abstract
This research is the implementation of Islamic education in instilling
religious consciousness. This research is descriptive-qualitative. The data
from a school principal, teachers, and students were collected through
observation, interview, and documentation. The data were analyzed using
such techniques as the reduction, display and verification of data. The
implementation of religious consciousness and reinforcement of Islamic
education in this kind of activity was carried out in structured learning
in classroom, and extra-curricular activities outside class, established
by teachers through instilling religious values, giving a role model, and
habituation. The model of reinforcement is; fist) verbal reinforcement that’s
praise, second) giving reward to the student that finish his duty, third)
punishment for breaking the rules; fourth) religious activities and praying
for created religious culture at school. Student’s religious consciousness
can be seen from school culture manifested in such activities as Zhuhr

prayer by jama’ah, Friday’s charity, respect for teacher and friends,
student’s responsibility, student’s avoidance of negative interactions
which can harm themselves and their learning achievements.
Keyword; reinforment of Islamic education, religious consciousness,

A.

Pendahuluan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Sebagaimana yang diamatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor
55 tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
bertujuan untuk membangun sikap mental peserta didik untuk bersikap
dan berprilaku jujur, amanah, disiplin, bekerja keras, mandiri, percaya diri,
kompetitif, kooperatif, tulus dan bertanggung jawab.
1 Fakultas Saintek UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Jl. Gajayana no. 50 Malang, Gedung C lt.

2 e-mail; Cholid85@gmail.com

293

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

Pendidikan agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa
agama diajarkan kepada manusia dengan inti mewujudkan manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, pendidikan agama Islam sebagai
usaha sadar untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT juga mendasarkan
pada Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 3 mengamanatkan agar
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan
nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Serta untuk menyiapkan
peserta didik/siswa menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan pendidikan
agama Islam. Dari hal tersebut, tergambar adanya proses pembelajaran
bagi peserta didik agar dapat mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan. Hal ini mengindikasikan betapa

pentingnya pendidikan agama untuk mendukung siswa memiliki kekuatan
spiritual.
Secara empirik, SMPN I Kepanjen merupakan sekolah yang banyak
mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk mendidik anaknya di
bandingkan SMPN lainnya yang ada di daerah Kepanjen. Dengan statusnya
sebagai sekolah umum maka dibutuhkan kerja keras dan upaya yang
sungguh-sungguh sangat diperlukan dalam pendidikan agama Islam dan
menanamkan nilai-nilai kegamaan. Kondisi tersebut sangat berkaitan
dengan bagaimana penguatan pendidikan agama Islam dilakukan sehingga
menarik untuk diteliti dan dikaji keberadaannya. Hal terpenting lainnya,
karena peserta didik ditingkat sekolah menengah pertama telah sampai
pada pengembangan kepribadian kelima fase tamyiz menuju pada awal
fase baligh, tamyiz yaitu fase biasaanya dimulai usia sekitar tujuh tahun
sampai 12 atau 13 tahun. Peserta didik sekolah menengah pertama juga
menuju peralihan kepada fase awal baligh yaitu anak sampai menuju
pada dewasa, dimana anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya,
sehingga diberi beban tanggung jawab terutama tanggung jawab agama dan
sosial. Dan fase ini merupakan fase terpenting dalam rentang kehidupan
manusia, karena fase ini merupakan awal aktualisasi diri sebagai umat
beragama, khususnya Islam (Mujib, 2006: 202-203).


294

J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik akan meneliti dan berfokus
pada lembaga pendidikan sekolah menengah tingkat pertama yang ada di
wilayah Malang yaitu di kota Kepanjen, tepatnya yaitu di SMPN I Kepanjen,
mengingat dengan permasalahan pendidikan yang tersebutkan pada
paragraph diatas kedua objek lembaga pendidikan tersebut diharapkan
dapat mewakili dari sekolah menengah tingkat pertama yang ada di kota
Kepanjen khususnya.
SMPN I Kepanjen ini dapat dibilang merupakan sekolah menengah
terfavorit di Kepanjen. Pasalnya di Kepanjen terdapat lima SMPN tapi
pilihan jatuh ke SMPN I terlihat dari jumlah siswa yang mendaftar disana.
Sebenarnya sekolah yang lebih dulu di kenal sebagai unggulan dalam

akademik adalah SMPN 4 Kepanjen, akan tetapi sekarang SMPN I Kepanjen
terus bejalan cepat, meningkatkan prestasi sekolahannya, sehingga sekarang
membuahkan hasil yang tidak mengecewakan. Siswa-siswi lulusan terbaik
Sekolah dasar sebagian besar lebih memilih untuk ke SMPN I kepanjen
dengan pertimbangan bahwa SMPN I kepanjen lebih bagus dan terus
menunjukkan perkembangannya dan tidak kalah dengan sekolah unggulan
yang ada disana. Dengan menyandang predikat sebagai sekolah favorit yang
ada di daerah Kepanjen, sehingga dirasa mampu memberikan informasi
dan acuan bagi sekolah lainnya dan melakukan evaluasi terkait dengan
Pembelajaran keagamaan dan pembiasaan agama dalam hal perilaku
yang baik karena sangat dirasa kondusif dalam membentuk pribadi siswa
yang memilki sikap positif terhadap belajar dan kesuksesan dalam hidup.
Kondisi tersebut sangat berkaitan dengan bagaimana proses penguatan
pendidikan agama Islam dilakukan sehingga menarik untuk diteliti dan
dikaji keberadaannya.
B. Fokus Penelitian
Bertolak pada fenomena tersebut, maka Peneliti mengambil fokus
penelitian sebagai berikut:
1.


Bagaimana bentuk penguatan pendidikan agama Islam yang ada di
SMPN I Kepanjen?

2.

Bagaimana dampak atau hasil adanya penguatan bagi pelaksanaan
pendidikan agama Islam di SMPN I Kepanjen?

J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

295

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

C.

Kajian Pustaka


1.

Penguatan (Reinforcement)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke 3. 2005, penguatan
adalah merupakan proses, cara, perbuatan memperkokoh, menguati atau
menguatkan untuk meningkatkan sesuatu hal. Penguatan yang akan dibahas
disini adalah upaya mengukuhkan atau menguatkan kembali sesuatu
yang sudah ada dalam pelaksanaan atau penerapan pendidikan agama
Islam, karena dianggap adanya fenomena-fenomena degradasi. Dalam
upaya tersebut terdapat pembaharuan, secara garis besar pembaharuan
pendidikan ialah upaya dasar untuk memperbaiki aspek-aspek pendidikan
dalam praktek. Dan upaya-upaya dalam proses penguatan diantaranya
adalah invention (penemuan), development (pengembangan), diffusion
(penyebaran), adoption (penyerapan) (Wijaya, 1992: 13. Adapun dasar dari
suatu penguatan merupakan background yang terjadi dalam masyarakat
secara akumulatif, diantara dasar-dasarnya adalah meliputi:
a.

Tuntutan masyarakat (social demand) (Zainudin, 2008). Atau tuntutan

masyarakat karena dalam sebuah struktur masyarakat akan terjadi
pergeseran-pergeseran nilai yang sesuai dengan nilai budaya yang
dianut di budaya yang mempengaruhi.

b.

Perkembangan Teknologi. Hal ini yang menuntut manusia atau
masyarakat untuk pandai memanfaatkan teknologi dan secara otomatis
akan mempermudah manusia dalam menguasai dan memanfaatkan
alam dan lingkungannya dan dengan perkembangan tegnologi pula
membuat sistemkomunikasi secara global, sehingga menyebabkan
arus informasi tidakdibatasi ruang dan waktu (Ahmadi, 1988: 33).

c.

Kebijakan Pemerintah.

Dasar pelaksanaan pendidikan agama berasal dari perundangundangan yang dapat menjadi pegangan dalam pelaksanaan pendidikan
agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis tersebut terdiri dari tiga
macam, yaitu sebagai berikut:

1)

Dasar ideal, yaitu dasar falsafah negarapancasila, sila pertama
ketuhanan yang maha Esa

2)

Dasar structural/ konstitusional yaitu UUD 45 dalam bab XI pasal 29
ayat 1 dan 2 yang berbunyi:

296

J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

(1). Negara berdasarkan atas ketuhan yang Maha Esa, (2). Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masingmasing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu.

3)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
system pendidikan Nasional, yaitu pada bab V tentang peserta
didik,pasal 12 ayat 1 bagian a-c.

Selain itu sejak tahun 2001, berdasarkan Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah, telah diberlakukan otonomi
daerah bidang pendidikan dan kebudayaan. Visi pokok dari otonomi
dalam penyelenggaraan pendidikan bermuara pada upaya pemberdayaan
(empowering) terhadap masyarakat setempat untuk menentukan sendiri
jenis dan muatan kurikulum, proses pembelajaran dan system penilaian
hasil belajar, gurudan kepala sekolah, fasilitas dan sarana belajar untuk putra
putrid mereka. Peran pemerintah daerah ditingkat kecamatan, kabupaten,
provinsi adalah memberikan dukungan baik berupa dama, fasilitas,
dan ekspertis agar dapat terselenggaranya pelayanan pendidikan yang
bermanfaat bagi pembangunan kehidupan riil dimasyarakat dan dilakukan
oleh masyarakat sendiri dengan mengacu pada standar mutuakademik
secara nasional maupun internasional (Muhaimin, dkk. 2009).
Penguatan mempunyai pengaruh yang berupa sikap positif terhadap

proses belajar siswa dan bertujuan sebagai berikut:
a.

Meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran

b.

Merangsang dan meningkatkan motivasi belajar

c.

Meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang
produktif (Usman, 2006: 81)
Selain itu adapun tujuan dari suatu penguatan adalah:

a.

b.
c.

Pembaharuan, yaitu suatu perubahan yang baru dan secara kualitatif
berbeda dari hal yang ada sebelumnya, serta sengaja diusahakan
untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu
(Wijaya, 1992: 7).
Optimalisasi

Evaluasi, ditujukan untuk mengetahui tingkat perkembangan dan
diarahkan terhadap semua aspek pribadi peserta didik, bukan hanya

J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

297

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

terhadap aspek penguasaan pengetahuan belaka dengan evaluasi dapat
diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran
dan keberhasilan siswa dalam belajar pendidikan agama Islam.
Berdasarkan informasi tersebut dapat diperbuat keputusan tentang
pelaksanaan pendidikan agama itu sendiri, dan dapat mengetahui
upaya apa yang harus dilakukan dalam meningkatkan pendidikan
agama Islam.
Berikut ini ciri-ciri penguatan yang relevan untuk diterima,
diantaranya:
a.

Secara relative lebih menguntungkan dari pada praktek atau kebiasaan
yang sudah ada

b.

Sepadan dengan nilai-nilai yang ada di pengalaman potensi adopsi
masa lalu

c.

Tidak terlalu rumit untuk diterima masyarakat

d.

Disesuaikan dengan daya serap adopter atau dapat di demonstrasikan
pada suatu basis tertentu (Wijaya, 1992: 15).

Pada prinsipnya dari ciri-ciri tersebut penguatan yang berisi nilainilai progresif jelas akan lebih dapat diterima oleh suatu unit pengadopsian
(Smith, 1989: 3). Misalnya sekolah atau guru karena mereka menerima
nilai-nilai modern berdasarkan nilai-nilai tradisional yang dominant, oleh
karena itu gagasan baru sebagai hasil pemikiran kembali haruslah mampu
memecahkan persoalan yang tidak terpecahkan dengan cara tradisional
atau komersial bagus dan pendekatan baru yang memenuhi ketentuan
inilah yang dinamakan penguatan.
2.

Bentuk-bentuk penguatan
Adapun bentuk dari penguatan diantaranya adalah:

a.

Penguatan Verbal, yakni biasanya diungkapkan atau diutarakan
dengan menggunakan kata-kata pujian, penghargaan, persetujuan,
dan sebagainya.

b.

Penguatan Non Verbal
1)

298

Penguatan gerak isyarat, misalnya anggukan atau gelengan
kepala, senyuman, kerut kening, acungan jempol, wajah cerah,
sorot mata yang bersahabat atau tajam memandang.
J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

2)

Penguatan pendekatan: guru mendekati siswa untuk menyatakan
perhatian dan kesenangannya terhadap pelajaran, tingkah laku,
atau penampilan siswa. Misalnya guru berdiri disamping siswa,
berjalan menuju siswa, duduk dekat seorang atau sekelompok
siswa, atau berjalan disisi siswa. Penguatan ini berfungsi
menambah penguatan verbal.

3)

Penguatan dengan sentuhan (contact): guru dapat menyatakan
persetujuan dan penghargaan terhadap usaha dan penampilan
siswa dengan cara menepuk-nepuk bahu atau pundak siswa,
berjabat tangan, mengangkat tangan siswa yang juara dalam
pertandingan. Penggunaanya harus dipertimbangkan dengan
seksma agar sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan latar belakang
kebudayaan setempat.

4)

Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan: guru dapat
menggunakan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang disenangi
oleh siswa sebagai penguatan.

Penguatan berupa symbol atau benda: penguatan ini dilakukan
dengan cara menggunakan berbagai symbol berupa benda seperti kartu
bergambar, lencana, ataupun komentar tertulis pada buku siswa. Namun
hal ini tidak terlalu sering digunakan agar tidak sampai terjadi kebiasaan
siswa mengharap sesuatu sebagai imbalan (Usman, 2006:81-82).
Jika siswa memberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar, guru
hendaknya tidak langsung menyalahkan siswa. Dalam keadaan seperti ini
guru sebaiknya menggunakan atau memberikan penguatan tak penuh
(partial). Misalnya, guru menyatakan: “ya” jawabanmu sudah baik, tetapi
masih perlu disempurnakan, sehingga siswa tersebut mengetahui bahwa
jawabannya tidak seluruhnya salah, dan ia mendapat dorongan untuk
menyempurnakannya (Smith, 1989: 3).
3.

Penguatan dalam Pendidikan

Darwin Syah mengungkapkan bahwa ketrampilan dasar penguatan
adalah segala bentuk respon guru yang merupakan bagian dari upaya
modifikasi tingkahlaku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan
untuk memberikan informasi/ umpan balik bagi siswa atas perbuatan/
responnya terhadap stimulus yang diberikan guru sebagai suatu dorongan
atau koreksi (Syah 2007: 285).
J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

299

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

Selanjutnya pemberian respon yang demikian dalam proses interaksi
edukatif oleh Syaiful Bahri disebut pemberian penguatan, karena hal tersebut
akan membantu sekali dalam meningkatkan hasil belajar siswa,dengan
kata lain pengubahan tingkahlaku siswa (Behavior Modification) dapat
dilakukan dengan memberikan penguatan (Usman, 2006: 81-82). Adapun
penguatan yang dilakukan di sekolah, diantaranya:
a.

Penguatan melalui proses pembelajaran

b.

Penguatan melalui ekstrakurikuler

c.

Penguatan melalui pembudayaan nilai-nilai religius di sekolah

4.

Pendidikan Agama di Lembaga Pendidikan

Sebagaimana sila Ketuhanan yang Maha Esa, bangsa Indonesia
menyatakan kepercayaan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, dan
karenanya manusia di Indonesia beriman dan bertakwa tehadap Tuhan
yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya akan
dipaparkan tentang pengertian pendidikan agama Islam. Di dalam GBPP
PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah
usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam menyakini, memahami,
menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk
menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama
dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (Muhaimin,
dkk. 2004: 75-76). Dengan demikian, hasil yang diharapkan serta kegiatan
pendidikan agama pada setiap jenjang dan tingkatan sekolah dapat tumbuh
dan berkembangnya keimanan pada diri siswa, dan semakin mampu
mengembangkan akhlakmulia serta mengenal nilai moral agama dalam
hubungan manusia dengan Tuhan.
Terutama peserta didik pada tingkat SMP sedang mengalami perubahan
jasmani yang sangat cepat dan mengakibatkan kegoncangan emosi, sehingga
sangat memerlukan agama untuk menenttramkan batinnya. Kegiatan
pendidikan agama, hendaknyamempertimbangkan semua perubahan
dan kegoncangan yang dialami oleh siswa SMP ini. Guru diharapkan
mampu memahami keadaan jiwanya yang sedang tergoncang dan dapat

300

J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

membantu dalam mengatasi berbagai kesulitan yang di alami. Terutama
dalam pendidikan agama Islam (Shaleh, 2006: 53-54).

D.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan
deskriptif. Karena peneliti melihat sifat dari masalah yang diteliti dapat
berkembang secara alamiah sesuai dengan kondisi dan situasi di lapangan,
serta dapat menemukan sekaligus mendeskripsikan data secara menyeluruh
dan utuh mengenai Penguatan pelaksanaan pendidikan agama Islam di
SMPN I Kepanjen sebagai lembaga pendidikan umum.
Penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus, dengan skema
penelitian sebagai berikut;
1.

Pemilihan kasus ini bertujuan dan bukan secara rambang. Kasus dipilih
oleh peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program,
proses, dan masyarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas
objek studi kasus telah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan
dengan batas waktu dan sumber-sumber yang tersedia;

2.

Pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, dan analisis
dokumentasi. Peneliti sebagai instrurnen penelitian, dapat menyesuaikan
cara pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan penelitian,
serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak;

3.

Analisis data: setelah data terkumpul peneliti mengagregasi,
mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang
dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal
khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data.
Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan
ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan,
sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau
setelah selesai dan lapangan;

4.

Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam
pendekatan studi kasus hendaknya clilakukan penvempurnaan atau
penguatan (reinforcement) data baru terhadap kategori yang telah
ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk
kembali ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru,
J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

301

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah
ada;
5.

Penulisan laporan ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan
mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas,
sehingga rnernudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi
penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam
situasi kasus kehiclupan seseorang atau kelompok.

Dalam penelitian ini, data primer yang telah diperoleh oleh peneliti
adalah: hasil wawancara dengan kepala sekolah, waka. kurikulum, guru
mata pelajaran PAI serta guru pembina kegiatan keagamaan di luar jam
pelajaran. Data sekunder yang diperoleh dari penelitian ini berupa berupa
informasi dari arsip-arsip seperti profil sekolah, laporan hasil belajar
siswa dan dokumen-dokumen lain yang terkait dengan penelitian ini
serta kepustakaan, yang berupa buku-buku ataupun artikel-artikel yang
ada kaitannya dengan penelitian ini, mengenai penguatan pelaksanaan
pendidikan agama Islam di SMPN I Kepanjen.
Dalam penelitian ini, penguatan pelaksanaan pendidikan agama Islam
di SMPN I Kepanjen adalah informasi yang terdiri dari kepala sekolah,
waka. kurikulum, guru mata pelajaran PAI serta guru pembina kegiatan
keagamaan di luar jam pelajaran. Adapun sumber data dalam penelitian
ini antara lain; Kepala sekolah, Waka. Kurikulum, Guru agama Islam,
Pembina kegiatan keagamaan Islam di luar jam pelajaran, Sesuai dengan
penelitian kualitatif, penelitian ini menggunakan wawancara mendalam,
observasi partisipan, dan studi dokumentasi.

E.

Hasil Penelitian

1.

Bentuk Penguatan Pendidikan Agama Islam di SMPN I
Kepanjen

Pendidikan agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa
agama di ajarkan kepada manusia dengan inti mewujudkan manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Allah Swt, pendidikan agama Islam sebagai
usaha sadar untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT juga mendasarkan

302

J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

pada Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 3 mengamanatkan agar
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan
nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Serta untuk menyiapkan
peserta didik/siswa menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan pendidikan
agama Islam.

Pendidikan agama Islam dikhawatirkan akan terus tergeser, selain
itu dalam pelaksanaanya masih terjadi banyak permasalahan. Oleh karena
itu, perlu dilakukan upaya-upaya lain yang secara terus menerus untuk
menanamkan dan menguatkan nilai-nilai pendidikan agama Islam di sekolah
dan dikehidupan sehari-hari, sehingga tujuan pendidikan agama Islam yang
diharapkan dapat tercapai dengan baik. Penguatan pendidikan agama Islam
bukan sekedar mentransferkan mana yang baik dan yang buruk, melainkan
juga mempengaruhi dan mendorong peserta didik membentuk hidup yang
suci dengan memproduksi kebaikan dan kebajikan yang mendatangkan
manfaat bagi manusia. Sebagaimana yang dikatakan Aristoteles (384-322
SM), bahwa apa yang berhubungan dengan keutamaan tidak cukup sekedar
mengetahui apa keutamaan itu, bahkan harus di tambah dengan melatihnya
dan mengerjakannya, atau mencari jalan lain untuk menjadikan diri kita
sebagai orang-orang utama dan baik (Mustafa, 2008: 33).
Perhatian terhadap pentingnya penguatan nilai-nilai pendidikan agama
Islam di sekolah atau kepada peserta didik untuk membentengi peserta
didik terhadap berbagai kecenderungan pengaruh globalisasi sehingga tidak
ada sekat dan menciptakan batas-batas moralitas kehidupan semakin tipis,
kalau dibiarkan akan merusak masadepan. Pemberian respon dalam proses
interaksi edukatif oleh Syaiful Bahri disebut pemberian penguatan, karena
hal tersebut akan membantu sekali dalam meningkatkan hasil belajar siswa,
dengan kata lain pengubahan tingkahlaku siswa (Behavior Modification)
dapat dilakukan dengan memberikan penguatan (Mulyasa, 2008: 77).
Adapun penguatan yang dilakukan di sekolah, diantaranya, pada kegiatan
pembelajaran pendidikan agama Islam di kelas, ektrakurikuler pendidikan
agama dan kegiatan keagamaan yang menjadi budaya agama di sekolah.

Bentuk atau jenis pemberian penguatan pada pelaksanaan pendidikan
agama Islam baik di dalam kelas maupun di luar kelas meliputi ektrakurikuler
pendidikan agama dan kegiatan keagamaan yang menjadi budaya agama di

J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

303

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

sekolah, diantaranya adalah: penguatan verbal biasanya diungkapkan atau
diutarakan dengan menggunakan kata-kata pujian, penghargaan, persetujuan,
dan sebagainya. Kemudian penguatan non verbal yang meliputi Pertama,
penguatan gerak isyarat, misalnya anggukan atau gelengan kepala, senyuman,
kerut kening, acungan jempol, wajah cerah, sorot mata yang bersahabat
atau tajam memandang. Kedua, penguatan pendekatan: guru mendekati
siswa untuk menyatakan perhatian dan kesenangannya terhadap pelajaran,
tingkah laku, atau penampilan siswa. Misalnya guru berdiri disamping siswa,
berjalan menuju siswa, duduk dekat seorang atau sekelompok siswa, atau
berjalan disisi siswa. Penguatan ini berfungsi menambah penguatan verbal
(Usman, 2006: 81-82).

Ketiga, Penguatan dengan sentuhan (contact): guru dapat menyatakan
persetujuan dan penghargaan terhadap usaha dan penampilan siswa
dengan cara menepuk-nepuk bahu atau pundak siswa, berjabat tangan,
mengangkat tangan siswa yang juara dalam pertandingan. Penggunaanya
harus dipertimbangkan dengan seksma agar sesuai dengan usia, jenis
kelamin, dan latar belakang kebudayaan setempat. Keempat, penguatan
dengan kegiatan yang menyenangkan: guru dapat menggunakan kegiatankegiatan atau tugas-tugas yang disenangi oleh siswa sebagai penguatan.
Kelima, penguatan berupa symbol atau benda: penguatan ini dilakukan
dengan cara menggunakan berbagai symbol berupa benda seperti kartu
bergambar, lencana, ataupun komentar tertulis pada buku siswa. Namun hal
ini tidak terlalu sering digunakan agar tidak sampai terjadi kebiasaan siswa
mengharap sesuatu sebagai imbalan. Dan keenam, Jika siswa memberikan
jawaban yang hanya sebagian saja benar, guru hendaknya tidak langsung
menyalahkan siswa. Dalam keadaan seperti ini guru sebaiknya menggunakan
atau memberikan penguatan tak penuh (partial). Misalnya, guru menyatakan:”
ya” jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu disempurnakan, sehingga
siswa tersebut mengetahui bahwa jawabannya tidak seluruhnya salah, dan
ia mendapat dorongan untuk menyempurnakannya.
Apa yang diungkapkan di atas senada dengan apa yang didapatkan
peneliti dari hasil temuan penelitian berupa wawancara dengan Kepala
Sekolah, waka kurikulum, guru pendidikan agama Islam dan Pembina
ektrakurikuler keagamaan yang ada di SMPN I Kepanjen, yaitu bentuk
pemberian penguatan pada pelaksanaan pendidikan dengan cara sama-sama

304

J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

memberikan penguatan (reinforcement) disetiap pendidikan Agama Islam
berlangsung, baik kegiatan belajar di dalam kelas maupun pembelajaran
agama Islam di luar Kelas. Pemberian penguatan (reinforcement) pada
pelaksanaan pendidikan agama Islam dirasa perlu dilakukan oleh SMPN I
Kepanjen dengan tujuan meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran,
merangsang dan meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan kegiatan
belajar dan membina tingkah laku siswa yang produktif, serta berharap
seluruh siswa-siswi memiliki kwalitas ibadah dan akhlak yang baik, dan
mendapatkan ilmu agama sehingga dapat menjaga perilaku dalam kehidupan
kesehariannya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Moh. Uzer Usman pada paragraph
sebelumnya, mengenai bentuk pemberian pengutan yaitu verbal dan non
verbal. Serta dapat diberikan pada pelaksanaan pendidikan agama Islam
baik di dalam kelas maupun di luar kelas meliputi ektrakurikuler pendidikan
agama dan kegiatan keagamaan yang menjadi budaya agama di sekolah.
Selanjutnya hal yang serupa, dan sesuai dengan prinsip pengguanaan
penguatan kehangatan dan keantusiasan yaitu sikap dan gaya guru, termasuk
suara, mimik, dan gerak badan, akan menunjukkan adanya kehangatan dan
keantusiasan dalam memberikan penguatan. Dengan demikian tidak terjadi
kesan bahwa guru tidak ikhlas dalam memberikan penguatan karena tidak
disertai kehangatan dan keantusiasan (Usman, 2006: 82). Penguatan di
SMPN I Kepanjen juga diberikan baik pada pembelajaran pendidikan agama
Islam di kelas maupun diluar kelas. Dengan jenis atau bentuk penguatan
pertama, penguatan dalam bentuk verbal (verbal reinforcement) yaitu
berupa kata-kata atau kalimat yang baik atau pujian, seperti bagus, hebat
sekali, benar sekali, terimakasih kamu sangat pandai dan lainnya. Kedua,
memberikan penghargaan pada siswa yang mampu menyelesaikan tugasnya
dengan baik, karena dapat meningkatkan perhatian, mebangkitkan dan
mempertahankan motivasi belajar siswa. Pemberian penghargaan itu
berupa hadiah (berupa tulisan pada buku tugas, piagam, alat belajar dan
lainnya), senyuman, acungan jempol, pujian, tepuk tangan, berjalan dan
berdiri diantara siswa.
Ketiga, memberikan penguatan dengan hukuman bagi yang melanggar
aturan yang telah disepakati bersama. Bentuk hukuman itu sendiri sesuai
dengan kesepakatan di SMPN I Kepanjen. Namun keduanya sama-sama

J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

305

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

menggunakan hukuman sebagai penguatan dalam pelaksanaan pendidikan
agama Islam. Keempat, pada kedua lembaga pendidikan ini yaitu SMPN I
Kepanjen menguatkan pendidikan agama Islam siswa-siswinya dengan
mengadakan kegiatan keagamaan dan beribadah, serta menciptakan suasana
beragama atau budaya beragama di sekolah. Baik kegiatan kegamaan
ekstrakurikuler ataupun sebagai pengembangan diri. Karena kesemua
kegiatan tersebut dirasa dapat memperkuat pendidikan agama Islam dan
mempunyai dasar-dasar agama yang kuat, serta bisa menjalankan ajaran
agama dengan baik, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Moh. Uzer Usman (2006: 82), walaupun teguran dan hukuman
masih bisa digunakan, respon negative yang diberikan guru berupa
komentar, bercanda menghina, ejekan yang kasar perlu dihindari karena
akan mematahkan semangat siswa untuk mengembangkan dirinya. Misalnya,
jika seorang siswa tidak dapat memberikan jawaban yang diharapkan, maka
guru jangan langsung menyalahkannya tetapi bisa melontarkan pertanyaan
kepada siswa lain.
Adapun cara menggunakan penguatan pada pelaksanaan pendidikan
agama Islam di SMPN I Kepanjen diberikan sesuai dengan kondisi saat
itu, biasa bersifat individu dari tiap siswa, ataupun kepada kelompok baik
kelompok tugas ataupun kelompok tiap kelas jika memang tugasnya untuk
keseluruhan. Dan penguatan ini diberikan dengan segera setelah adanya sikap
atau tindakan siswa yang harus di beri respon positif atau penguatan, serta
Jenis atau macam penguatan yang digunakan hendaknya bervariasi, tidak
terbatas pada satu jenis saja karena hal ini akan menimbulkan kebosanan
dan lama kelamaan akan kurang efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat
Moh. Uzer Usman mengenai cara menggunakan penguatan yaitu penguatan
kepada pribadi tertentu, Penguatan kepada kelompok, Pemberian penguatan
dengan segera dan Variasi dalam penggunaan.
2.

Dampak (Positif dan Negatif) atau hasil adanya penguatan bagi
PAI di SMPN I Kepanjen

Menurut Moh. Uzer Usman (2006: 81), penguatan mempunyai
pengaruh yang berupa sikap positif terhadap proses belajar siswa dan
bertujuan meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran, merangsang
dan meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan kegiatan belajar dan
membina tingkah laku siswa yang produktif.
306

J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

Dampak atau hasil yang dirasakan oleh pendidik agama Islam di SMPN
I Kepanjen adanya pemberian penguatan (reinforcement) bagi pelaksanaan
pendidikan agama Islam adalah dampak atau hasil yang dirasa bersifat
positif dan bersifat negatif. Adapun persamaan dampak yang dirasa bersifat
positif bagi perkembangan pendidikan agama Islam pada kedua lembaga
pendidikan tersebut; pertama, dengan banyak kegiatan pendidikan agama
Islam baik dalam kelas maupun diluar, dapat menguatkan, melatih dan
membiasakan siswa beribadah dan memahami pendidikan agama Islam
dengan baik, tertutama aspek pribadi peserta didik dan aspek penguasaan
pengetahuan. Sehingga meningkatkan perkembangan pendidikan agama
Islam di sekolah.
Kedua, penguatan yang diberikan mempunyai berdampak positif pada
peningkatan motivasi dan perhatian siswa yang lebih baik dalam proses
belajar mengajar sehingga secara tidak langsung bisa memudahkan guru
dalam menyampaikan materi pelajaran pendidikan agama Islam. Ketiga,
siswa juga merasa dihargai sehingga mereka dapat lebih aktif, dapat
menyelesaikan tugas dengan tepat, serta keinginan siswa mendapatkan
nilai yang maksimal. Serta memudahkan/memperlancar proses belajar
mengajar sehingga meningkatkan perhatian siswa dengan membentuk
tingkah laku belajar yang produktif.
Burhan Alma juga berpendapat bahwa tujuan pemberian penguatan
diantaranya meningkatkan perhatian siswa, memperlancar dan mempermudah
proses belajar, membangkitkan dan mempertahankan motivasi, mengontrol
atau mengubah sikap suka mengganggu dan menimbulkan tingkah laku
belajar yang produktif, mengembangkan dan mengatur diri sendiri dalam
belajara dan mengarahkan kepada cara berfikir yang baik (Alma, 2010:
40). Hal tersebut sesuai dengan dampak positif yang dirasakan oleh SMPN
I Kepanjen. Selain dampak yang dirasa bersifat positif, adapun persamaan
dampak yang dirasa bersifat negatif bagi pelaksanaan pendidikan agama
Islam di SMPN I Kepanjen jika penguatan diberikan dengan tidak beraturan.
Persamaan tersebut pertama, Jika pemberian respon positif diberikan
dengan tidak hati-hati dan hanya jatuh pada siswa yang sama secara terus
menerus, sedikit banyak menimbulkan kecemburuan pada siswa lainnya
dan kesalah fahaman siswa pada gurunya karena menganggap pilih kasih

J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

307

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

dan tidak adil, sehingga dapat memicu siswa membenci guru dan tidak
menyukai pelajaran pendidikan agama Islam.
Kedua, jika pemberian penguatan atau respon positif dengan kata pujian
atau memberikan hadiah bagi siswa yang menyelesaikan tugas sekolah
diberikan dengan tanpa ukuran atau berlebihan, maka bisa menimbulkan
ketergantungan siswa, yang mana siswa akan aktif belajar jika ada hadiah.
Karena pemberian penguatan pada pelaksanaan pendidikan agama Islam
menimbulkan hubungan timbal balik satu sama lain antara pendidik dengan
siswa, sehingga jika terjadi kapasifan diantara keduanya maka penguatan
tidak bisa dilakukan pada proses pembelajaran tersebut.
Optimalisasi dan Evaluasi, ditujukan untuk mengetahui tingkat
perkembangan dan diarahkan terhadap semua aspek pribadi peserta
didik, bukan hanya terhadap aspek penguasaan pengetahuan belaka dengan
evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan
pembelajaran dan keberhasilan siswa dalam belajar pendidikan agama
Islam. Berdasarkan informasi tersebut dapat diperbuat keputusan tentang
pelaksanaan pendidikan agama itu sendiri, dan dapat mengetahui upaya
apa yang harus dilakukan dalam meningkatkan pendidikan agama Islam.
Pemberian penguatan (reinforcement) dapat diterapkan dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam dengan suatu bukti bahwa dengan
adanya penguatan dapat membawa peserta didik kearah yang lebih baik
yaitu lebih termotivasi dalam belajarnya, yang dapat menunjang dan
membantu peserta didik dalam meningkatkan prestasinya, khususnya pada
pembelajaran pendidikan agama Islam. Sebagaimana dampak yang dirasa
bersifat positif adanya penguatan di SMPN I Kepanjen adanya pemberian
penguatan (reinforcement) bagi pelaksanaan pendidikan agama Islam.
F.

Kesimpulan

Bentuk pemberian penguatan pendidikan agama Islam di SMPN I
Kepanjen dilaksanakan melalui pemberian penguatan (reinforcement)
dikelas maupun pembelajaran agama Islam di luar Kelas. Bentuk penguatan
tersebut: pertama, penguatan dalam bentuk verbal (verbal reinforcement)
yaitu berupa kata-kata bagus atau pujian. Kedua, memberikan penghargaan
pada siswa yang mampu menyelesaikan tugasnya. Ketiga, hukuman bagi

308

J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

yang melanggar aturan. Keempat, kegiatan keagamaan dan beribadah
menciptakan budaya beragama di sekolah.
Adanya penguatan bagi PAI di SMPN I Kepanjenberdampak bersifat
positif dan negatif. Dampak bersifat positifnya yaitu banyak kegiatan PAI
dapat menguatkan, memotivasi, melatih dan membiasakan siswa beribadah
dan memahami PAI dengan baik. Sehingga siswa merasa dihargai dan aktif
dalam mengikuti kegiatan keagamaan. Sementara dampak negatifnya,
yaitu jika penguatan diberikan dengan tidak beraturan dan diberikan
dengan tidak hati-hati menimbulkan kecemburuan siswa lainnya, sehingga
memicu siswa membenci guru dan pelajaran PAI. Memberikan pujian
dan hadiah dengan berlebihan, menimbulkan ketergantungan siswa.
Jika terjadi kapasifan maka penguatan tidak bisa dilakukan pada proses
pembelajaran tersebut.
Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu. Manajemen Pendidikan di Indonesia. (Bandung: Remaja
Karya. 1988).

Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam (Upaya Pembentukan Pemikiran
dan Kepribadian Muslim). (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006).
Aly, Hery Noer. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu,
1999)

Arifin. M. Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. (Jakarta, Bumi Aksara,
1989)

Departemen Agama RI. Al Quran dan Terjemahanya. (Juz 1-30, 1993)

Departemen pendidikan Nasional. Panduan Lengkap KTSP. (Yogyakarta.
2007)

Glesne, Corrine., et. All., Becoming Qualitative Researchers: An Introduction,
(White Plains, N.Y.: Longman Publishing Groub, 1992)

Langgulung, Hasan. Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Al-Husna,
1988)
J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015

309

M. Cholid Zamzami - Penguatan Pengalaman Keagamaan di Sekolah

Majid, Abdul., Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi.
(Bandung: Remaja Rosdakarya. 2006).
Matthew B. M dan A. M Hubberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: UI
PRESS, 1992)

M.B Miles, & A.M Huberman, Analisa Data Kualitatif, (Penerjemah: Rohidi,
R. T). (Jakarta: UI-Press, 1992)

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya. 2007)
Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Agama Islam Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
2004)

Muhaimin. Suti’ah. Sugeng Listyo P. Pengembangan Model Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) pada sekolah dan Madrasah. (Jakarta:
Rajawali Pres. PT Rajawali Grafindo. 2009)

Muhaimin, dkk. Pengembangan Model KTSP pada sekolah dan madrasah.
(Jakarta. PT Raja Grafindo. 2008)

Muhajir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin,
1988)

Mujib, Abdul. Kepribadian Dalam Psikologi Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2006)

Mustafa. Akhlak Tasawuf. (Bandung: Pustaka Setia. 2008)

Shaleh, Abdul Rahman. Pendidikan Agama dan Pengembangan Watak
Bangsa. (Jakarta: PT Raja Grafindo. 2006)

Undang-undang. Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 Tentang
SISDIKNAS. (Bandung: Citra Umbara. 2006)

Yin, Robert K.. Studi Kasus Desain dan Metode. (Jakarta: PT Raja Grafindo.
2000)

310

J-PAI,

Vol. 1 No.2 Januari-Juni 2015