Makalah Manajemen Kepemimpinan Islam (1)

1

A.

Pendahuluan
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan fungsi pendidikan beryujuan

untuk mengembangkan
yangbermartabat

kemampuan

dalam

rangka

dan membentuk

mencerdaskan

watak serta peradaban


kehidupan

bangsa.

Tujuannya

bangsa
untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab (UU Sisdiknas, pasal 3). Pendidikan
dengan demikian pada dasarnya merupakan sarana proses humanisasi, proses pemberdayaan,
dan sosialisasi, dalam kerangka mana terjadi proses pembangunan manusia

yang inovatif,

berdaya kritik, berpengetahuan, berkepribadian, dan taat azas.
Oleh karena itu, Kepemimpinan terhadap kelembagaan pendidikan sangat dibutuhkan.

Bangsa Indonesia yang menyimpan energi besar, berpengetahuan memberi bekal kepemimpinan.
Banyak potensi dan kekuatan yang saudara miliki yang bisa disumbangkan kepada masyarakat
dan bangsa. Di masa depan, kehidupan masyarakat akan terasa lebih kompleks dengan berbagai
persoalan besar yang harus dihadapi dan diselesaikan. Kompleksitas persoalan itu menuntut
kemampuan kepemimpinan yang lebih canggih, sehingga bisa mengantarkan masyarakat dan
bangsa ke arah kemajuan. Persoalan-persoalan besar dan kompleks itu semakin nyata ketika kita
memasuki abad ke-21 nanti.
B. Hakikat Kepemimpinan.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu organisai
karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh kepemimpinan
dalam organisasi tersebut. Yang dimaksud dengan kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh
James M. Black pada Manajemem: a Guide to Executive Command sebagaimana yang dikutip oleh
Samsudin Sadili adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja
sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuantertentu.1
Sementara R. Soekarto Indrafachrudi mengartikan kepemimpinan sebagai suatu kegiatan
dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapailah tujuan itu. 2 Kemudian
menurut Maman Ukas kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat
mempengaruhi orang lain, agar ia mau berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu
maksud dan tujuan. 3
1 Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006), h. 261

2Soekarto Indarafachrudi, Bagaimana Memimpin Sekolah yang efektif, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), h. 2
3 Maman Ukas, Manajemen, (Bandung: Agini, 2004), h. 268.

2

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama agar
mau melakukan tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuan bersama.
Sedangakan pemimpin adalah sorang yang mempunyai kemampuan untuk memimpin
segala sumber daya yang ada pada suatu sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk
mencapai. Pemimpin merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun
1990 bahwa pemimpin bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi ,
pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan
prasarana. administrasi , pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta
pemeliharaan sarana dan prasarana.
Sebagaimana yang menjadi fungsi bagi pemimpin ialah memandu, menuntun, membimbing,
membangun, memberi atau membangunkan motivasi kerja, mengemudikan organasisai, menjalin
jaringan-jaringan komunikasi yang baik memberikan supervisi yang efisien dan membawa para
pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju. Sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.

Sedangkan yang menjadi asas kepemimpinan ialah:
1. Kemanusiaan, mengutamakan sifat-sifat kemanusiaan, yaitu pembimbingan manusia
oleh manusia, untuk mengembangkan potensi dan kemampuan setiap individu demi
tujuan-tujua human.
2. Efisien, efisiensi teknis maupun sosial, berkaitan dengan terbatasnya, sumber-sumber,
materi dan jumlah manusia atas prinsi penghematan, adanya nilai-nilai ekonomis sera
asas-asas manajemen modern.
3. Kesejahteraan dan kebahagiaan yang lebih merata, menuju pada taraf kehidupan yang
lebih tinggi.4
1.

Teori Tentang Kepemimpinan
Banyak studi ilmiah dilakukan orang mengenai kepemimpinan dan hasilnya berupa teori-

teori tentang kepemimpinan. G.R Terry mengemukakan sejumlah teori kepemimpinan

yaitu

sebagai berikut:
a. Teori Otokratis.

Pemimpinan tersebut pada dasarnya selalu mau berperan sebagai pemain orkes tunggal dan
berambisi untuk merajai situasi. Teori otokrasi terbagi menjadi tiga yaitu otokrasi keras,
otokrasi lembut dan otokrasi inkompeten. Pemimpin yang bertipe otokrat keras ini memiliki
sifat-sifat tepat, seksama, sesuai dengan prinsip, namun keras dan kaku. Tidak pernah dia mau
4 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 93-94

3

mendelegasikan otoritas lembaga atau organisasi yang dipimpinnya merupakan a one man
show. Otokrat lembut banyak memiliki kemiripan dengan otokrat keras namun dia hanya
mentolerir kepatuhan yang sesuai dengan perintah dan prinsip-prinsip yang diciptakan sendiri.
Dia mampu bersikap loyal kepada anggota-anggotanya jika semua anggotanya harus menyukai
semua pemberian dan ketentuannya. Otokrat inkompeten mirip dengan si “bayi” dia lebih suka
mengangkat pegawai-pegawai yang berkarakter lemah, mau mengelu-elu dan memuji-muji
dirinya untuk kemudian mengeluh setinggi langit akan ketidakmampuan pegawai-pegawai tadi.
Pemimpin tipe ini tidak mau mengindahkan moral dan tidak segan-segan dia menggunakan
cara-cara busuk untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya.
b. Teori Psikologis.
Pemimpin ini memunculkan dan mengembangkan sistem motivasi terbaik untuk
merangsang kesediaan bekerja dan para pengikut dan anak buahnya. Pemimpin merangsang

bawahannya, agar mereka mau bekerja, guna mencapai sasaran-sasaran organisatoris maupun
untuk memenuhi tujuan-tujuan pribadi.
c. Teori Sosiologis.
Pemimpin ini menetapkan tujuan-tujuan dengan menyertakan para pengikut dalam
pengambilan keputusan terakhir. Selanjutnya juga mengidentifikasikan tujuan, dan kerap kali
memberikan petunjuk yang diperlukan bagi para pengikut untuk melakukan setiap tindakan
yang berkaita dengan kepentingan kelompoknya.
d. Teori Suportif.
Pemimpin ini memciptakan suatu lingkungan kerja yang menyenagkan, dan bisa membantu
mempertebal keinginan setiap pengikutnya untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin,
sanggup bekerja sama dengan pihak lain, mau mengembangkan bakat dan ketrampilannya dan
menyadari benar keinginannya sendiri untuk maju.
e. Teori Laissez Faire.
Kepemimpinan laissez faire ditampilkan oleh seorang tokoh yang tidak memiliki
kemampuan menyerahkan semua tanggung jawab serta pekerjaannya kepada bawahan nya.
Kedudukannya diperoleh dimungkinkan oleh sistem nepotisme dan penyuapan. Semua anggota
yang dipimpinnya menunjukkan sikap acuh, sehingga kelompok tersebut praktis menjadi tidak
terbimbing dan tidak terkontrol.
f. Teori Kelakuan Pribadi.
Kepemimpinan jenis ini akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas pribadi para

pemimpinnya. Pola tingkah laku pemimpin tersebut erat berkaitan dengan bakat dan
kemampuannya, kondisi dan sikap yang dihadapinya, good will atau keinginan untuk

4

memutuskan dan memecahkan permasalahan yang timbul dan derajat supervisi dan ketajaman
evaluasinya.
g. Teori Sifat Orang-orang Besar (Traits of Great Men).
Ada beberapa ciri-ciri unggul sebagai predisposisi yang diharapkan akan dimiliki oleh
seorang pemimpin yaitu memiliki intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya
kedewasaan emosional, memiliki daya persuasif dan ketrampilan komunikatif, memiliki
kepercayaan diri, peka, kreatif mau memberikan partisipasi sosial dan lain-lain.
h. Teori Situasi.
Terori situasi personal ini lebih menitikberatkan pada dinamik interaksi antara pemimpin
dengan rakyat melalui interaksi, untuk menjaring dan memenuhi harapan dan keinginan rakyat
secara mendasar.
i. Teori Humanistik.
Fungsi kepemimpinan menurut teori ini adalah merealisir kebebasab manusia dan memenuhi
segenab kebutuhan insani yang dicapai melalui interaksi pemimpin dengan rakyat. Pada teori
ini ada tiga variabel pokok yaitu: (1) kepemimpinan yang cocok dan memperhatikan hati nurani

rakyat dengan segenap perasaan, kebutuhan dan kemampuannya. (2) organisasi yang disusu
dengan baik, agar bisa relevan dengan kepentingan rakyat disamping dengan kepentingan
pemerintah, (3) interaksi yang akrab dan harmonis antara pemerintah dan rakyat, untuk
menggalang persatuan dan kesatuan serta hidup bersama-sama.5
2.

Ciri-ciri pemimpin menurut Islam.
Rasullullah SAW dalam sabdanya menyatakan bahwa pemimpin suatu kelompok adalah

pelayan pada kelompok tersebut. Sehingga sebagai seorang pemimpin hendaknya dapat dan mampu
melayani serta menolong orang lain untuk maju dengan ikhlas. Beberapa ciri penting yang
menggambarkan kepemimpinan Islam adalah sebagai berikut:
1. Setia
Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan kepada Allah.
2. Terikat pada tujuan.
Seorang pemimpin ketika diberi amanah sebagai pemimpin dalam hal tujuan organisasi
bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok tetapi juga dalam ruang lingkup tujuan islam
yang lebih luas.
3. Menjunjung tinggi syariah dan akhlak islam.
Seotang pemimpin yang baik bilamana ia merasa terikat dengan peraturan islam, dan boleh

menjadi pemimpin selama ia tidak menyimpang dari syariah. Waktu ia melaksanakan
5 Ibid,72-80

5

tugasnya ia harus patuh kepada adab-adab islam, khusunya ketika berhadapan dengan
golongan oposisi atau orang-orang yang tidak sepaham.
4. Memegang teguh amanah.
Al-Qur’an memrintahkan pemimpin melaksankan tugasnya untuk Allah dan selalu
menunjukkan sikap baik kepada orang yang dipimpinnya
      
    
      
Artinya: (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (alHajj (22): 41)
5. Tidak sombong.
Menyadari bahwa diri kita ini kecil, karena besar dan hanya Allah-lah yang boleh sombong.
Sehingga kerendahan hati dalam memimpin merupakan salah satu ciri kepemimpinan yang
patut dikembangkan.

6. Disiplin, konsisten dan konsekuen.
Disiplin, konsisten dan konsekuen merupakan ciri kepemimpinan dalam islam dalam segala
tindakan, perbuatan seorang pemimpin. Sebagai perwujudan seorang pemimpin yang
profesional akan memegang teguh terhadap janji, ucapan dan perbuatan yang dilakukan,
karena ia menyadari bahwa Allah Subhanahuwata’ala mengerahui semua yang ia lakukan
bagaimanapun ia berusaha untuk menyembunyikannya.6
C. Konsep Mutu Pendidikan.
Perubahan paradigma pendidikan di Indonesia era milenium ketiga merupakan suatu
keniscayaan yang tak boleh ditolak. Konsep pendidikan sekarang harus meliputi aspek pedagogik
transformasif, yakni proses pembelajaran yang mampu mentransformasikan peserta didik pada arah
yang lebih baik. Baginya, paradigma pedagogik transformatif mampu mengikuti perkembangan
teknologi dan budaya yang bergerak cepat, seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan
telekomunikasi.7
Perkembangan pendidikan yang semakin progresif menjadi tantangan tersendiri untuk
dicarikan formulasi yang tepat dalam ranah lembaga pendidikan, seperti sekolah. Lembaga
6 Veithzal Rivai, Kiat Memimpin dalam Abad ke-21, (Jakarta: Murai Kencana, Januari 2004), h. 72-73
7 H.A.R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme dan Studi
Kultural, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2005), h. 92

6


pendidikan yang adaptif terhadap perubahan masyarakat dan ilmu pengetahuan serta teknologi
harus berada di dalam perubahan itu sendiri. Paradigma pendidikan yang dikembangkan dalam
sekolah-sekolah tidak lagi berbasis pada kebutuhan peserta didik (child centered-education)
maupun

berbasis

masyarakat

(society

centered-education),

karena

kedua-duanya

dapat

mengasingkan kepada masyarakat dan budayanya sendiri.8
Menurut Crosby yang dikutip oleh Hadis dan Nurhayati, 2010:85) mutu ialah conformance
to requirement, yaitu sesuai yang diisyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu
apabila sesuai dengan standar yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku,
proses produksi, dan produk jadi.9.
Sedangakan menurut Garvi dan Davis Mutu ialah suatu kondidim dinamik yang
berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan. Dengan perubahan mutu tersebut, diperlukan peningkatan atau
perubahan keterampilan tenaga kerja, proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan
perusahaan agar produk dapat memenuhi dan melebihi harapan konsumen.10
Oleh karena itu maka mutu dapat dikatakan bahwa suatu proses yang sistematis yang terus
menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan
itu, dengan tujuan agar menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan kita perlu melihat dari banyak sisi. Telah banyak
pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang faktor penyebab dan solusi mengatasi
kemerosotan mutu pendidikan di lndonesia. Dengan masukan ilmiah ahli itu, pemerintah tak
berdiam diri sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai. Dalam persfektif makro banyak faktor
yang mempengaruhi mutu pendidikan, diantaranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas
pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam
kegiatan proses belajar mengajar, aplikasi metode, strategi dan pendekatan pendidikan yang
mutakhir dan modern, metode evaluasi pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang memadai,
manajement pendidikan yang dilaksanakan secara profesional, sumberdaya manusia para pelaku
pendidikan yang terlatih, berpengetahuan, berpengalaman dan profesional.11
Masukan ilmiah yang disampaikan para ahli dari negara-negara yang berhasil
menerapkannya, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru dan Singapura selalu
memunculkan konsep yang tidak selalu bisa diadopsi dan diadaptasi. Karena berbagai macam latar
yang berbeda. Situasi, kondisi, latar budaya dan pola pikir bangsa kita tentunya tidak homogen
dengan negara-negara yang diteladani. Malahan, konsep yang di impor itu terkesan dijadikan
8 Ibid, h. 93.
9 Abdul Hadis dan Nurhayati, Manajemen Mutu Pendidikan, ( Bandung: Alfabeta, 2010), h. 85
10 Ibid, h. 86
11 ibid, h. 3

7

sebagai “proyek” yang bertendensi pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Artinya,
proyek bukan sebagai alat melainkan sebagai tujuan.
Beberapa penerapan pola peningkatan mutu di Indonesia telah banyak dilakukan, namun
masih belum dapat secara langsung memberikan efek perbaikan mutu. Di antaranya adalah usaha
peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum dan proyek peningkatan lain; Proyek Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan
Meningkatkan Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya (BIS), Proyek
Pengadaan Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung (DBL), Bantuan
Operasioanal Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). Dengan memperhatikan sejumlah
proyek itu, dapatlah kita simpulkan bahwa pemerintah telah banyak menghabiskan anggaran dana
untuk membiayai proyek itu sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam persfektif mikro atau tinjauan secara sempit dan khusus, faktor dominan yang
berpengaruh dan berkontribusi besar terhadap mutu pendidikan ialah guru yang profesional dan
guru yang sejahtera .

12

Oleh karena itu, guru sebagai suatu profesi harus profesional dalam

melaksanakan berbagai tugas pendidikan dan pengajaran, pembimbingan dan pelatihan yang
diamanahkan kepadanya.
Dalam proses pendidikan guru memiliki peranan sangat penting dan strategis dalam
membimbing pesserta didik kearah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru
sering dikatakan ujung tombak pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru tidak
hanya menguasai bahan ajar dan memiliki kemampuan teknis edukatif tetapi memiliki juga
kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi
peserta didik, keluarga maupun masyarakat.13
Respons perubahan paradigma pendidikan berdampak pada pergeseran paradigma
pendidikan yang mengartikulasikan sistem pembelajaran yang kreatif, inovatif, mencerahkan, dan
konstruktif dalam upaya mencerdaskan anak-anak bangsa. Peran guru bergeser dari sumber dan
pusat pengetahuan menjadi fungsi fasilitator, mediator, motivator, dan inspirator bagi peserta didik.
Agar mutu pendidikan yang baik dapat tercapai, maka mutu tersebut harus didukung oleh
sekolah yang bermutu. Sekolah yang bermutu adalah “sekolah yang secara keseluruhan dapat
memberikan kepuasan kepada pelanggan (masyarakat)” . Pendapat ini cukup beralasan, karena
terlalu banyak pengelolaan sekolah, yang mengabaikan kepuasan dan kebutuhan pelanggan,
sehingga hasilnya pun akhirnya tidak mampu untuk berkompetisi guna meraih peluang dalam
berbagai bidang, khususnya dalam menghadapi kondisi global dimana sekolah diharapkan dapat
berperan lebih efektif dalam mengembangkan fungsinya. Adapun yang dimaksud dengan sekolah
12 Ibid, h. 3
13 Syaiful Sagala, Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan( Bandung: Alfabeta, 2007),
h.99

8

efektif atau sekolah unggul (excellent school) adalah sekolah dalam lapangan manajemen sekolah,
dengan karakteristik menurut Sallis (1979) yakni: (1) guru memiliki kepemimpinan yang kuat dan
kepala sekolah memberikan perhatian tinggi terhadap perbaikan mutu pengajaran, (2) guru memiliki
kondisi pengharapan yang tinggi untuk mendukung pencapaian prestasi murid, (3 ) atmosfer
sekolah tidak kaku, sejuk tanpa tekanan, kondusif dalam seluruh proses pengajaran, berlangsung
dalam suatu keadaan/iklim yang nyaman, (4) sekolah memiliki pengertian yang luas tentang fokus
pengajaran dan mengusahakan efektif sekolah dengan energi dan sumber daya untuk mencapai
tujuan pengajaran secara maksimal, (5) sekolah efektif dalam menjamin kemajuan murid yang
dimonitor secara periodik.14
Mengingat peran-peran tersebut, guru memerlukan strategi pembelajaran (instructional
designs). Langkah-langkah yang kreatif dalam pembelajaran adalah model pembelajaran audio
visual. Model pembelajaran audio visual merupakan perkembangan dari quantum teaching-nya
DePotter. Prinsip dasar pembelajaran ini menggunakan skema VAK (Visual Auditori Kinestetik).
Model pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan pendekatan audio visual sebagai
media pembelajaran membutuhkan guru yang kreatif dan aplikatif ketika mengoperasikan sistemsistem berbasis teknologi. Semakin mahir seorang guru dalam mengaplikasikan teknologi berbasis
pembelajaran seperti slide, power point, proyektor, film animasi, gambar yang terkoneksi dengan
internet, maka itu semua akan mempermudah guru mengimplementasikan model pembelajaran
audio visual. Kreativitas guru sangat diperlukan sebagai modal awal pelaksanaan pembelajaran
dengan media audio visual.
Prinsip dasar penggunaan media pembelajaran audio visual dilandasi pada konsep
pedagogik, bahwa siswa semakin menarik untuk mempelajari sesuatu ketika melibatkan panca
indera mereka. Suguhan visualisasi dengan sistem pendengaran yang menarik, akan
membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa.
Tingkat kejenuhan yang tinggi berdampak pada hasil pembelajaran yang kurang
memuaskan. Kejenuhan tersebut dapat disebabkan oleh gaya mengajar guru yang monoton, beban
materi yang sangat berat dan banyak, iklim belajar yang tidak kondusif, ketiadaan media
pembelajaran yang representatif, dan segudang permasalahan lainnya. Untuk mereduksi minat
belajar siswa yang rendah, salah satunya adalah dengan optimalisasi penggunaan media
pembelajaran audi visual di dalam kelas. Siswa tidak lagi jenuh dan bosan, tercipta sistem
pembelajaran yang menyenangkan, yang tentunya berimplikasi pada minat belajar siswa itu sendiri.

14 Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi, (Jakarta:
Penerbit Kompas, 2006.), hal. 16

9

Dari beberapa deskripsi yang berhubungan dengan tingkat efektivitas penggunaan media
pembelajaran audio visual, maka perlu dilakukan penelitian deskriptif yang mendalam yang
berhubungan dengan peningkatan minat belajar siswa itu sendiri di dalam kelas.
D. Fungsi Kepemimpinan dan Peningkatan Mutu Pendidikan.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia tentu tidak lepas dari peran dan
kepemimpinan seorang pemimpin sebagai top leadernya. Melihat pentingnya fungsi kepemimpinan
kepala , maka usaha untuk meningkatkan kinerja yang lebih tinggi bukanlah pekerjaan mudah bagi
pemimpin

karena kegiatan berlangsung dalam sebuah proses panjang yang direncanakan dan

diprogram secara baik pula. Namun pada kenyataannya tidak sedikit pemimpin

yang hanya

berperan sebagai pimpinan formalitas dalam sebuah sistem alias hanya sekedar sebagai pemegang
jabatan struktural sambil menunggu masa purna tugas.
Salah satu indikator keberhasilan kepemimpinan seorang pemimpin
pendidikan yang dipimpinnya.

diukur dari mutu

Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input,

proses, dan output pendidikan.15 Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang
menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benarbenar mampu memberdayakan peserta didik. Output pendidikan adalah merupakan kinerja yang
dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, dan moral
kerjanya.
Dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar
proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan
kriteria tertentu.16. Berdasarkan konsep mutu pendidikan tersebut maka dapat dipahami bahwa
pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi
juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan.Input pendidikan merupakan hal yang
mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis
meningkatkan mutu pendidikan
Selama tahun 2002 dunia pendidikan nasional ditandai dengan berbagai perubahan yang
datang bertubi-tubi, beriringan dengan frekuensi yang sangat tinggi. Belum tuntas sosialisasi
perubahan yang satu, datang perubahan yang lain. Beberapa inovasi yang mendominasi panggung
pendidikan selama tahun 2002 antara lain adalah Pendidikan Berbasis Luas (PBL/BBE) dengan life
skills-nya, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK/CBC), Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS/SBM), Ujian Akhir Nasional (UAN) pengganti EBTANAS, pembentukan dewan sekolah dan
15 Depdiknas, Petunjuk Pengelolaan Mutu Pendidikan.(Jakarta: Depdiknas, 2001), h.5
16 Muhammad Surya, Organisasi profesi, kode etik dan Dewan Kehormatan Guru, (Jakarta: Raja Graindo,
2007), h.12

10

dewan pendidikan kabupaten/kota. Setiap pembaruan tersebut memiliki kisah dan problematiknya
sendiri.
Fenomena yang menarik adalah perubahan itu umumnya memiliki sifat yang sama, yakni
menggunakan kata berbasis (based). Bila diamati lebih jauh, perubahan yang “berbasis” itu
umumnya dari atas ke bawah; dari pusat ke daerah; dari pengelolaan di tingkat atas menuju sekolah;
dari pemerintah ke masyarakat; dari sesuatu yang sifatnya nasional menuju yang lokal.
Perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan nasional (kadang-kadang dipahami secara
beragam): manajemen berbasis sekolah (school based management), peningkatan mutu berbasis
sekolah (school based quality improvement), kurikulum berbasis kompetensi (competence based
curriculum), pengajaran/pelatihan berbasis kompetensi (competence based teaching/training),
pendidikan berbasis luas (broad based education), pendidikan berbasis masyarakat (community
based education), evaluasi berbasis kelas (classroom based evaluation), evaluasi berbasis siswa
(student based evaluation) dikenal juga dengan evaluasi portofolio, manajemen pendidikan berbasis
lokal (local based educational management), pembiayaan pendidikan berbasis masyarakat
(community based educational financing), belajar berbasis internet (internet based learning),
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan yang sekarang ini adalh kurikulum 2013
Banyak inovasi pendidikan yang diluncurkan di Indonesia dewasa ini kurang dihayati secara
penuh oleh pelaksananya (termasuk kepala ), di samping secara konseptual “cacat sejak lahir”,
serba tergesa-gesa, serba instan, targetnya tidak realistik, didasari asumsi yang linier seakan-akan
suatu inovasi akan bergulir mulus begitu diluncurkan dan secara implisit dimuati obsesi demi
menanamkan “aset politik” di masa depan. Maka sudah tentu inovasi model seperti ini mengandung
risiko kegagalan yang besar.
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan
kepemimpinan pemimpin yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan. Karena pemimpin
merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi yang bertugas mengatur semua
sumber organisasi dan bekerjasama dengan dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan
pendidikan. Dengan keprofesionalan pemimpin

ini pengembangan profesionalisme tenaga

kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan fungsinya, pemimpin memahami kebutuhan
yang ia pimpin sehingga kompetensi

tidak hanya mandeg pada kompetensi yang ia miliki

sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga profesionalisme akan
terwujud.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja sesorang .Maka sebagai pimpinan
tertinggi di , seorang pemimpin

harus mampu memberikan energi positif yang mampu

menggerakkan para untuk melaksanakan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung
jawab sehingga kinerja mereka menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.Sebagai pemimpin yang

11

mempunyai pengaruh, seorang pemimpin harus terus berusaha agar ide, nasehat, saran dan (jika
perlu)instruksi dan perintah dan kebijakannya di ikuti oleh para binaannya. Dengan demikian ia
dapat mengadakan perubahan-perubahan dalam cara berfikir, dalam bersikap dan dalam bertindak
atau berperilaku. Maka menjadi tuntutan bagi seorang pemimpin

harus selalu merefresh

pengetahuan dan wawasan keilmuannya agar nantinya dapat mendukung tugasnya sebagai seorang
pimpinan.
Banyak faktor penghambat tercapainya kualitas kepemimpinan seorang pemimpin seperti
proses pengangkatannya tidak transparan, rendahnya mental pemimpin

yang ditandai dengan

kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas dan seringnya
datang terlambat, wawasan pemimpin

yang masih sempit serta banyak faktor lain yang

menghambat kinerja seorang pemimpin untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada lembaga
yang dipimpinnya. Ini mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja pemimpin

yang

berimplikasi juga pada mutu (input, proses dan output).
Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinannya, pemimpin harus melakukan pengelolaan
dan pembinaan terhadap seluruh komponen

melalui kegiatan administrasi, manajemen dan

kepemimpinan yang sangat tergantung pada kemampuan manajerial seorang kepala .Sehubungan
dengan itu, pemimpin sebagai supervisor berfungsi untuk mengawasi, membangun, mengoreksi
dan mencari inisiatif terhadap jalannya seluruh kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di
lingkungan . Disamping itu, pemimpin

sebagai pemimpin lembaga pendidikan berfungsi

mewujudkan hubungan manusiawi (human relationship) yang harmonis dalam rangka membina dan
mengembangkan kerjasama antar personal, agar secara serempak bergerak kearah pencapaian
tujuan melalui kesediaan melaksanakan tugas masing-masing secara bersungguh-sungguh dan
bertanggung jawab yang dalam bahasa sekarang dikemas dalam istilah profesional.Oleh karena itu,
segala penyelenggaraan pendidikan akan mengarah kepada usaha meningkatkan mutu pendidikan
yang sangat dipengaruhi oleh

dalam melaksanakan tugasnya secara operasional. Untuk itu

pemimpin harus melakukan supervisi yang memungkinkan kegiatan operasional itu berlangsung
dengan baik.
E. Tantangan dan Peluang Kepemimpinan Pendidikan Abad XXI.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi saling terkait mengembangkan ekologi kependidikan
dan kesadaran berkomunikasi, bernegara dan berbangsa. Walaupun perbatasan alami negara
tradisional masih berlaku tetapi dengan tak sepenuhnya disadari muncul sekat baru berujud
tepian-tepian

teknologik

dan

sains.

Tidak

dapat

dipungkiri

bahwa penyekatan itu

menumbuhkan citarasa kebangunan dan kebanggaan, karena identitas yang melekat sebagai
hamba berpengetahuan. Kehormatan itu, tentu saja tidak datang sendiri, digapai dengan usaha

12

berat dan konsisten melalui penguasaan ilmu pengetahuan, dengan innovasi teknologi dan
penciptaan keagungan budaya pendidikan. Entitas bangsa lain lalu melihat kelompok tersebut
sebagai

mercu

suar

kehidupan

abad

ke 20

yang memancarkan kemashalatan, sinar

kemanusiaan yang menjadi pedoman arah. Tanpa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
yang pada saat bersamaan membangkitkan mazhab ekonomi, sinar itu menjadi redup. Muka
pengagumnya berpaling ke arah lain yang lebih menjanjikan peradaban zamannya.
Hampir semua bangsa mendekatkan diri dengan penguasa pasar global, yang ditandai
dengan atribut penguasaan teknologi dan inovasinya. Mereka yang tidak dapat meraihnya harus
rela tergeser ke pinggiran dan tertinggal di belakang. Bersamaan dengan pembaharuan hidup
berkebangsaan dengan ekonomi dan sosial sadar- pengetahuan kita membangun manusia berdaya
cipta, mandiri dan kritis tanpa meninggalkan wawasan tanggungjawab membela sesama untuk
diajak maju menikmati peluang abad ini. Dalam hubungan ini kita ditantang untuk mencipta
tata-pendidikan yang dapat ikut menghasilkan sumber daya pemikir yang mampu ikut
membangun tatanan sosial dan ekonomi sadar-pengetahuan seperti layaknya warga abad XXI.
Mereka harus terlatih mempergunakan kekuatan argumen dan daya pikir, alih-alih kekuatan fisik
konvensional. Tentu saja dalam memandang ke depan dan merancang langkah kita tidak boleh
sama sekali berpaling dari kenyatan yang mengikat kita dengan realita kehidupan. Indonesia
masih menyimpan banyak kantong-kantong kemiskinan, wilayah kesehatan umum yang tidak
memadai dan kesehatan kependudukan yang rendah serta mutu umum pendidikan yang belum
dapat dibanggakan. Ini memerlukan perhatian dan upaya yang serius dan taat asas.
Agar bangsa Indonesia mampu menghadapi berbagai persoalan besar dan kompleks
pendidkan di era global,

sesungguhnya lah

bangsa

yang

besar

ini

membutuhkan

kepemimpinan yang kuat dan tangguh. Dengan kepe mimpinan yang kuat dan tangguh,
diharapkan

bisa

mengantarkan masyarakat dan bangsa Indonesia memasuki milenium

ketiga, yang sarat dengan berbagai tantangan itu. Setidaknya ada lima hal penting dan
strategis, yang menjadi tantangan dan peluang dalam kepemimpinan pendidikan di masa depan.
Pertama, tantangan globalisasi. Ini merupakan tantangan paling serius dan berat, yang
menuntut kesiapan secara baik, utamanya kesiapan sumber daya manusia yang berkualitas dan
kemampuan daya saing nasional. Kita ketahui bersama bahwa era global telah membuka peluangpeluang baru terutama di bidang ekonomi, yang bila dimanfaatkan dengan baik akan membawa
pengaruh positif bagi prospek pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, peluang besar itu tidak
akan berarti apa -apa bagi bangsa Indonesia, bila kita tidak mempunyai daya dukung yang
memadai terutama sumber daya manusia yang berkualitas, yang memiliki keahlian teknis,
keterampilan, profesionalisme, serta kemampuan daya saing. Dalam konteks ini, kepemimpinan
yang solid dan andal sangat diperlukan untuk mengkonsolidasikan seluruh kekuatan dan potensi,

13

sehingga bangsa Indonesia mampu menghadapi masalah-masalah besar di abad ke -21.
Kedua, tantangan menjaga integrasi bangsa. Abad ke-21 telah melahirkan berbagai
kecenderungan global, antara lain, menguatnya identitas etnis dan budaya di setiap kelompok
masyarakat dan unit-unit sosial, yang masing-masing memiliki watak egosentrisme. Bagi bangsa
Indonesia, kecederungan ini tentu saja amat rawan dan rentan, mengingat realitas masyarakat kita
yang bersifat pluralistik baik dari segi etnis, budaya, maupun agama ditambah lagi faktor geografi
di mana secara lokasi penduduk terpencar di pulau-pulau. Untuk itu, semua lapisan masyarakat
dan komponen

sosial harus berupaya memelihara dan mempertahankan keutuhan bangsa.

Realitas pluralisme masyarakat Indonesia harus tetap menjadi khazanah, dan karenanya diperlukan
suatu daya perekat untuk tetap menjaga integrasi bangsa. Dalam rangka itu, bangsa Indonesia
tetap membutuhkan figur pemimpin yang mampu mengintegrasikan seluruh kekuatan bangsa yang
majemuk ini.
Ketiga, tantangan memperkukuh wawasan kebangsaan. Era global membawa implikasi
dan dampak yang amat luas terhadap realitas kehidupan bangsa kita. Interaksi antarbangsa yang
berlangsung intensif dan terbuka, telah membuka peluang untuk saling melakukan penetrasi nilainilai budaya. Jika kita tidak mempunyai daya resistensi kultural yang kuat, maka kita hanya
sekadar mengadopsi nilai budaya asing semata, yang belum tentu sesuai dengan nilai budaya
bangsa kita sendiri. Untuk itu, kita perlu terus memupuk dan memperkukuh wawasan kebangsaan
kita, agar tidak sampai kehilangan identitas, kepribadian, dan jati diri sebagai bangsa dalam
pergaulan global tersebut.
Keempat, tantangan membangun masyarakat berpengetahuan (knowledge society).
Tantangan ini sangat penting, serius, dan berat terutama dikaitkan dengan tingkat kemajuan iptek
yang amat tinggi. Membangun masyarakat berpengetahuan adalah membangun kesadaran
ma syarakat mengenai pentingnya mempunyai visi dan wawasan iptek sebagai bekal
untuk menghadapi abad ke -21. Kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, hasrat untuk
menggali

dan mengembangkannya, perlu secara terus-menerus ditumbuhkan, sehingga

membudaya dalam kehidupan masyarakat. Dengan begitu, maka upaya menciptakan dan
membangun sebuah masyarakat berpengetahuan akan menjadi kesadaran kolektif. Tanpa berbekal
visi dan wawasan iptek, sulit rasanya kita bisa survive dalam memasuki era global yang penuh
tantangan dan sangat kompetitif itu. Sehubungan dengan hal tersebut, agenda utama bangsa
kita adalah membangun basis
berlandaskan

pada

kepemimpinan

yang

berwawasan

dan

visioner,

serta

iptek. Kepemimpinan yang demikian tentu akan lebih kuat dan mampu

menjangkau masa depan yang jauh. Ada ungkapan bijak dari seorang filsuf yang patut kita
camkan yaitu: ”leadership must be base on knowledge.”
Kelima, tantangan keterbukaan dan demokratisasi. Kita memahami sepenuhnya bahwa isu

14

keterbukaan dan demokratisasi telah menjadi ke cenderungan global, dan merupakan arus
sosiologis yang tidak mungkin bisa dibendung. Arus sosiologis tersebut bersifat alami, sehingga
sangat tidak bijaksana bila perkembangannya dibendung atau dihalangi. Masyarakat telah
mengalami perubahan demikian cepa t, dan makin kuat menuntut adanya keterbukaan dan
demokratisasi dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Oleh karena itu, kepemimpinan di
masa depan seyogianya bersifat terbuka, responsif, dan akomodatif terhadap aspirasi-aspirasi
perubahan dan pembaruan. Tanpa komitmen untuk bersikap terbuka dan demokratis, seorang
pemimpin tidak akan memiliki legitimasi dari masyarakat. Selain itu, pemimpin yang
bersangkutan niscaya akan ketinggalan zaman, dan menjadi tidak relevan dengan perkembangan
masyarakat. Sebab ia tidak mampu menyelami jiwa masyarakat, yang menghendaki adanya
perubahan dan pembaruan.
Dengan demikian, model kepemimpinan yang ideal di masa depan merupakan kombinasi
dari kualitas-kualitas berikut (i) kemampuan mengantisipasi kecenderungan global, (ii)
berpandangan visioner yang tercermin pada keandalan dalam menguasai iptek, (iii) tetap kukuh
dan berakar pada tradisi budaya bangsa yang terefleksikan dalam wawasan kebangsaan, dan (iv)
responsif-adaptif-akomodatif terhadap tuntutan keterbukaan dan demokratisasi.17
F.

Penutup.
Dari berbagai perkembangan pengetahuan, teori, dan paradigma kepemimpinan

di

atas, dapat disimpulkan adanya 3 faktor yang berpengaruh terhadap suksesnya pemimpin, yaitu :
karakteristik pemimpin, kondisi orang-orang yang dipimpinnya dan perkembangan lingkungan
Dari ketiga faktor tersebut penting untuk diperhatikan adalah menyangkut sosok manusia yang
menjadi fokus perhatian. Dalam konteks globalisasi, pendidikan harus mampu mempertahankan
budaya dan jati diri bangsa di tengah-tengah gencarnya gempuran beragam budaya dan peradaban
bangsa lain. Sebagai sebuah negara yang kaya akan suku budaya yang beraneka ragam
(heterogen), Indonesia harus mampu menjadi bangsa yang mandiri dalam arti sanggup memenuhi
berbagai kebutuhan masyarakat sesuai dengan harapan, cita-cita, dan impiannya.

17 www.ginanjar.com, diakses tanggal 11 Oktober 2013, pkl. 20.00

15

Daftar Kepustakaan
Azra, Azyumardi,

Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi,

Jakarta: Penerbit Kompas, 2006
Depdiknas, Petunjuk Pengelolaan Mutu Pendidikan, Jakarta: Depdiknas, 2001
Hadis, Abdul dan Nurhayati, Manajemen Mutu Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2010
http//www.ginandjar.com
Indarafachrudi, Soekarto, Bagaimana Memimpin Sekolah yang efektif, Bogor: Ghalia Indonesia,
2006
Kartono, Kartini , Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: Rajawali Press, 2010
Rivai, Veithzal , Kiat Memimpin dalam Abad ke-21, Jakarta: Murai Kencana, Januari 2004
Sagala, Syaiful, Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung: Alfabeta,
2007
Samsudin, Sadili, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006,
Surya, Muhammad, Organisasi profesi, kode etik dan Dewan Kehormatan Guru, Jakarta: Raja
Graindo, 2007
Tilaar, H.A.R. Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme dan Studi
Kultural, Jakarta: Penerbit Kompas, 2005
Ukas, Maman ,Manajemen, Bandung: Agini, 2004