Pengertian Metode Dan Metodologi Menurut

Pengertian Metode Dan Metodologi Menurut Para Ahli - Metode berasal dari
kata "methodos" yang terdiri dari kata "metha" yaitu melewati, menempuh atau
melalui dan kata "hodos" yang berarti cara atau jalan. Metode artinya cara atau
jalan yang akan dilalui atau ditempuh. Sedangkan menurut istilah metode ialah
cara atau jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sebuah
tujuan. Metodologi secara bahasa berasal dari bahasa yunani yaitu "methodos"
dan "logos". Kata "logos" berarti ilmu atau bersifat yang ilmiah. Jadi metodologi
adalah ilmu atau cara yang digunakan untuk memperoleh suatu kebenaran
dengan menggunakan penelusuran dengan urutan atau tatacara tertentu sesuai
dengan apa yang akan dikaji atau diteliti secara ilmiah. Ada dua hal penting
dalam metode yaitu cara dalam melakukan sesuatu dan sebuah rencana dalam
pelaksanaannya. Adapun fungsinya sebagai alat untuk mencapai sebuah tujuan.
Kita akan fokuskan pembahasan kali ini secara tuntas mengenai pengertian dan
definisi metode menurut para ahli. Adapun pengertiannya antara lain :

1.

Menurut KBBI, metode adalah cara kerja yang mempunyai sistem dalam
memudahkan pelaksanaan dari suatu kegiatan untuk mencapai sebuah tujuan
tertentu.


2.

Drs.Agus M. Hardjana mengemukakan metode ialah cara yang telah
dipikirkan secara matang yang dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah
tertentu demi tercapainya sebuah tujuan.

3.

Titus, mengatakan bahwa metode ialah serangkaian cara dan langkahlangkah yang tertib untuk menegaskan suatu bidang keilmuan.

4.

Almadk menjelaskan bahwa metode ialah suatu cara dengan menerapkan
berbagai prinsip yang logis terhadap suatu penemuan dan penjelasan
kebenaran.

5.

Rothwell dan Kazanas. Menurut mereka metode merupakan cara, proses
atau pendekatan untuk menyampaikan sebuah informasi.


6.

Hebert Bisno menjelaskan, metode ialah suatu teknik yang
digeneralisasikan dengan baik dan benar agar bisa diterima ataupun digunakan
dalam satu disiplin ilmu ataupun bidang disiplin dan praktek.

7.

Macquarie. Metode merupakan suatu cara dalam melakukan sesuatu
terutama suatu hal yang berkaitan dengan rencana tertentu.

8.

Rosdy Ruslan mengemukakan metode sebagai kegiatan ilmiah yang
berhubungan dengan cara kerja dalam memahami suatu subjek maupun objek
penelitian dalam upaya menemukan suatu jawaban secara ilmiah dan
keabsahannya dari sesuatu yang diteliti.

9.


Wiradi. Metode merupakan seperangkat langkah dari apa yang harus
dikerjakan secara tersusun dan sistematis.

10.
Ostle. Menurutnya metode ialah suatu pengajaran terhadap sesuatu
dalam memperoleh sesuatu yang interelasi.
11.
Departemen Sosial RI menjelaskan bahwa metode merupakan suatu
cara teratur yang digunakan dalam menjalankan suatu pekerjaan untuk
mencapai hasil yang diinginkan.
12.
Max Siporin, metode ialah suatu orientasi kegiatan yang mengarah pada
persyaratan tujuan dan tugas yang nyata.
13.
Pasaribu Simanjuntak menjelaskan bahwa metode merupakan suatu
cara sistematik yang digunakan demi tercapainya sebuah tujuan.
14.
Hamid Darmadi mengemukakan metode sebagai jalan atau cara yang
harus dilewati dalam mencapai sebuah tujuan.

15.
Heri Rahyubi. Menurutnya metode merupakan suatu model cara yang
bisa dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar demi tercapainya suatu proses
pembelajaran yang baik.
Demikian ulasan mengenai 15 Pengertian Metode Dan Metodologi Menurut
Para Ahli yang dijelaskan secara ringkas, semoga dapat bermanfaat dan
membantu dalam mencari sebuah referensi. Terimakasih

Metodologi dan metode, hanya beda tipis sepertinya. Ketika
dicari perbedaannya, pasti mudah, karena dari kata saja
sudah berbeda. Namun masih banyak yang
mencampuradukkan keduanya. Di buku-buku penelitian,
keduanya masih sering digunakan secara asal. Lalu apa sih
sebenarnya perbedaan metodologi dan metode penelitian?
Pernah membaca buku-buku penelitian? Buat yang sedang skripsi
atau mengerjakan tesis, pasti sudah menjadi santapan sehari-hari.
Paling tidak, pasti sudah pernah menyaksikan buku-buku penelitian
di toko buku. Betul?
Pada cover buku penelitian, kita sering menyaksikan tulisan
“Metodologi Penelitian Kualitatif”, “Metode Analisis Data

Kuantitatif”, “Metode Survey”, “Metodologi Sampling Kuantitatif”,
“Metode Kualitatif Sosial” dan sejenisnya. Mana diantara judul
bukku tersebut yang tepat dan yang belum benar? Sebelum
menjawab pertanyaan tersebut, kita lanjutkan dulu
pembahasannya.
Di rudicahyo.com, aku belom pernah membahas tentang penelitian.
Padahal aku mengajar Penelitian Kualitatif. Karena itu, aku akan
membuat beberapa posting yang membahas tentang penelitian,
terutama penelitian kualitatif. Nah, kita awali dari pembahasan
yang ringan. Tapi tetap penting loh hehehe.
Kembali lagi pada perbedaan antara metodologi dan metode. Kalau
kita lihat istilahnya, sudah pasti beda lah. Bahkan dari istilah itu
sudah bisa ditangkap apa perbedaan artinya. Hanya saja, masih
banyak penulis buku penelitian kualitatif masih menggunakan
kedua kata itu secara bercampur atau tidak tepat. Mengetahui
bukan berarti melakukan kan? hehe.

Metodologi jelas terdiri dari dua kata, method dan logos, yang
artinya ilmu tentang metode. Berbeda dengan metode yang hanya
terdiri dari satu kata, method, yang artinye metode atau cara.

Methodology didefinisian sebagai “a set of system of method,
principles and rules of regulating a given discipline”
(dictionary.com/methodology). Sedangkan method artinya: “a
procedure, technique, or way of doing somethings, especially in
accordance with a definite plan” (dictionary.com/method).
Metodologi lebih bersifat general. Metodologi adalah sistem
panduan untuk memecahkan persoalan, dengan komponen
spesifiknya adalah bentuk, tugas, metode, teknik dan alat. Dengan
demikian, metode berada di dalam metodologi, atau dengan kata
lain, metode lebih berkenaan dengan teknis saja dari keseluruhan
yang dibahas dalam metodologi. Dalam konteks penelitian, yang
termasuk metode adalah teknik penggalian data, teknik pengolahan
data, penentuan populasi serta sampel dan sejenisnya.

Metodologi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Metodologi berasal dari bahasa Yunani “metodos” dan ""logos, kata ini terdiri dari dua suku kata
yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode

berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. logos artinya ilmu.
Metodologi adalah ilmu-ilmu/cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran menggunakan
penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang
sedang dikaji.
Ilmu terdiri atas empat prinsip:
1. keteraturan (orde)
2. sebab-musabab (determinisme)
3. kesederhanaan (parsimoni)
4. pengalaman yang dapat diamati (empirisme)
Dengan prinsip-prinsip yang demikian maka ada banyak jalan untuk menemukan kebenaran.
Metodologi adalah tata cara yang menentukan proses penelusuran apa yang akan digunakan.
Metodologi penelitian adalah tata cara yang lebih terperinci mengenai tahap-tahap melakukan
sebuah penelitian.
Artikel bertopik ilmu pengetahuan ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia
dengan mengembangkannya.
Kategori:


Metodologi


Tuesday, April 30, 2013

PENGERTIAN METODE DAN METODOLOGI PENELITIAN
PENGERTIAN METODE

Metode (method), secara harfiah berarti cara. Selain itu metode atau metodik berasal dari
bahasa Greeka, metha, (melalui atau melewati), dan hodos (jalan atau cara), jadi metode bisa berarti
jalan atau cara yang harus di lalui untuk mencapai tujuan tertentu.
Secara umum atau luas metode atau metodik berarti ilmu tentang jalan yang dilalui untuk
mengajar kepada anak didik supaya dapat tercapai tujuan belajar dan mengajar. Prof. Dr.Winarno
Surachmad (1961), mengatakan bahwa metode mengajar adalah cara-cara pelaksanaan dari pada muridmurid di sekolah.Pasaribu dan simanjutak (1982), mengatakan bahwa metode adalah cara sistematik
yang digunakan untuk mencapai tujuan.
Metode adalah prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Kemudian
ada satu istilah lain yang erat kaitannya dengan dua istilah ini, yakni tekhnik yaitu cara yang spesifik
dalam memecahkan masalah tertentu yang ditemukan dalam melaksanakan prosedur.
Pengertian
organisasi
dan
metode
secara

lengkap
adalah
Rangkaian proses kegiatan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kegunaan segala sumber dan
faktor yang menentukan bagi berhasilnya proses manajemen terutama dengan memperhatikan fungsi
dan dinamika organisasi atau birokrasi dalam rangka mencapai tujuan yang sah ditetapkan.

PENGERTIAN METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan
oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Metodologi juga merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau
metode. Penelitian merupak an suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah
pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah
tertentu yang memerlukan jawaban. Hakekat penelitian dapat dipahami dengan mempelajari berbagai
aspek yang mendorong penelitian untuk melakukan penelitian. Setiap orang mempunyai motivasi yang
berbeda, di antaranya dipengaruhi oleh tujuan dan profesi masing-masing. Motivasi dan tujuan
penelitian secara umum pada dasarnya adalah sama, yaitu bahwa penelitian merupakan refleksi dari
keinginan manusia yang selalu berusaha untuk mengetahui sesuatu. Keinginan untuk memperoleh dan
mengembangkan pengetahuan merupakan kebutuhan dasar manusia yang umumnya menjadi motivasi
untuk melakukan penelitian.
Adapun tujuan Penelitian adalah penemuan, pembuktian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
1. Penemuan. Data yang diperoleh dari penelitian merupakan data-data yang baru yang belum

pernah diketahui.
2. Pembuktian. Data yang diperoleh dari penelitian digunakan untuk membuktikan adanya
keraguan terhadap informasi atau pengetahuan tertentu.
3. Pengembangan. Data yang diperoleh dari penelitian digunakan untuk memperdalam dan
memperluas pengetahuan yang telah ada.
Kegunaan penelitian dapat dipergunakan untuk memahami masalah, memecahkan masalah, dan
mengantisipasi masalah.
1. Memahami masalah. Data yang diperoleh dari penelitian digunakan untuk memperjelas suatu
masalah atau informasi yang tidak diketahui dan selanjutnya diketahui.
2. Memecahkan masalah. Data yang diperoleh dari penelitian digunakan untuk meminimalkan
atau menghilangkan masalah.
3. Mengantisipasi masalah. Data yang diperoleh dari penelitian digunakan untuk mengupayakan
agar masalah tersebut tidak terjadi.
Diagram alir proses penelitian

Jenis Data dalam Penelitian

Langkah Dalam Metode Ilmiah
Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode ilmiah harus mengikuti langkah-langkah
tertentu. Marilah lebih dahulu ditinjau langkah-langkah yang diambil oleh beberapa ahli dalam

mereka melaksanakan penelitian.
Schluter (1926) memberikan 15 langkah dalam melaksanakan penelitian dengan metode ilmiah.
Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan bidang, topik atau judul penelitian.
2. Mengadakan survei lapangan untuk merumuskan masalah-malalah yang ingin dipecahkan.

3. Membangun sebuah bibliografi.
4. Memformulasikan dan mendefinisikan masalah.
5. Membeda-bedakan dan membuat out-line dari unsur-unsur permasalahan.
6. Mengklasifikasikan unsur-unsur dalam masalah menurut hu-bungannya dengan data atau bukti,
baik langsung ataupun tidak langsung.
7. Menentukan data atau bukti mana yang dikehendaki sesuai dengan pokok-pokok dasar dalam
masalah.
8. Menentukan apakah data atau bukti yang dipertukan tersedia atau tidak.
9. Menguji untuk diketahui apakah masalah dapat dipecahkan atau tidak.
10. Mengumpulkan data dan keterangan yang diperlukan.
11. Mengatur data secara sistematis untuk dianalisa.
12. Menganalisa data dan bukti yang diperoleh untuk membuat interpretasi.
13. Mengatur data untuk persentase dan penampilan.
14. Menggunakan citasi, referensi dan footnote (catatan kaki).
15. Menulis laporan penelitian.

SUMBER
http://ribhy.ini-aja.com/just/bahasa-indonesia-just/metodologi-penelitian/
http://www.google.com/imgres?imgurl=http://mathematica.aurino.com/wpcontent/uploads/2010/04/041710_1819_RUANGLINGKU1.png&imgrefurl=http://mathematica.aurino.co
m/%3Fp
%3D570&usg=__SPzne32hh7P47QIXmu4Fb8u7AaM=&h=343&w=580&sz=8&hl=en&start=9&sig2=RhbW
_s7zbre5LGrrDqclpA&zoom=1&tbnid=TH9rRut5OrX39M:&tbnh=79&tbnw=134&ei=EfF_UeOJN8mKrQek
1IGQDw&prev=/search%3Fq%3Dproses%2Bpenelitian%26um%3D1%26hl%3Den%26tbm
%3Disch&um=1&itbs=1&sa=X&ved=0CDwQrQMwCA
http://contohskripsi-makalah.blogspot.com/2012/06/apa-yang-dimaksud-metode-dan-metodologipenelitian-dan-perbedaannya.html

Posted by Rina ws at 10:10 AM Email This BlogThis!

HANDOUT METODOLOGI STUDI ISLAM
Oleh : Muhammad Aiz,SH,MH
Pertemuan II

Pengantar Islamic Studies (Kajian Islam)

“Ketika umat Islam berada dalam problem ketidakberdayaan dan keterbelakangan yang
total, hanya satu yang bisa dibanggakan, yaitu teks suci itu. Pilihannya adalah apakah
teks suci itu harus ditinggalkan atau bagaimana? Bukankah orang lain bisa bangkit
tanpa teks, walaupun sebenarnya modernisme barat pun sebetulnya merujuk pada
teks-teks Yunani kuno sebagai acuan pengembangan dan penyesuaiannya.” (Masdar
F.Mas’udi)

Islam sebagai ajaran menjadi topik yang menarik dikaji, baik oleh kalangan
intelektual muslim sendiri maupun sarjana-sarjana barat, mulai tradisi orientalis
sampai dengan Islamolog (ahli pengkaji keislaman).
Pendekatan yang dikaji di sini merupakan pendekatan yang telah digunakan oleh para
orientalis sebagai outsider (pengkaji dari luar penganut Islam) dan insider(pengkaji
dari kalangan muslim sendiri). Pada tahap awal, kajian keislaman dikalangan
intelektual muslim lebih mengutamakan pola transmisi, sementara kajian keislaman
orientalis lebih mengedepankan kajian kritis atas ajaran, masyarakat, dan institusi
yang ada di dunia Islam.
Kajian keislaman lebih merupakan usaha kritis terhadap teks, sejarah, doktrin,
pemikiran dan institusi keislaman dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
tertentu yang secara popular di kalangan akademik dianggap ilmiah. Menurut Jacques
Waardenburg dalam bukunya yang berjudul Islamic Studies dikatakan bahwa Studi
Islam adalah kajian tentang agama Islam dan aspek-aspek dari kebudayaan dan
masyarakat muslim. Berbeda dengan kajian yang biasa dilakukan dalam perspektif
pemeluk Islam pada umumnya, Islamic Studies menurutnya tidak bersifat normatif.
Dalam hal ini, Islam dipandang sebagai ajaran suatu agama yang sudah membentuk
komunitas dan budaya, dilepaskan dari keimanan dan kepercayaan. Dengan demikian,
Islamic Studies menjadi kajian kritis dan menggunakan analisis yang bebas
sebagaimana berlaku dalam tradisi ilmiah tanpa beban teologis atas ajaran dan
fenomena keagamaan yang dikajinya.
Sayyed Hossen Nasr mengatakan dalam bukunya yang berjudul Islamic Studies:
Essays on Law and Society, the Sciences, and Philosophy and Sufism :
“Islam bukan hanya sekedar sebuah agama dalam pengertian yang biasa, tetapi juga
sebuah kerangka sosial politik, pandangan keduniaan, dan pandangan hidup, yang
mencakup semua aspek fisik, mental, dan spiritual manusia. Islam lebih jauh lagi
merupakan sebuah tradisi yang walaupun esensinya bersifat tunggal, meliputi berbagai
pengertian dan derajat pelaksanaan.”
Berdasarkan paparan di atas, pada dasarnya Islamic studies adalah tradisi kajian Islam
yang dikembangkan atas dasar kecenderungan ilmiah modern ala barat, khususnya
dalam lapangan ilmu sosial dan kemanusiaan.

Sejarah Tradisi Kajian Islam
Pendidikan Islam pada zaman permulaan Islam dilaksanakan di masjidmasjid. Mahmud Yunus menjelaskan bahwa pusat-pusat studi Islam klasik adalah
Mekkah dan Madinah (Hijaz), Basrah dan Kufah (Irak), Damaskus dan Palestina
(Syam), dan Fistat (Mesir). Madrasah Mekkah dipelopori oleh Muadz bin Jabal;
madrasah Madinah dipelopori oleh Abu Bakar, Umar, dan Utsman; madrasah Basrah
dipelopori oleh Abu Musa al Asy’ari dan Anas bin Malik; madrasah Kufah dipelopori
oleh Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud; madrasah Damaskus dipelopori oleh
Ubadah dan Abu Darda; sedangkan madrasah Fistat dipelopori oleh Abdullah bin Amr
bin ‘Ash.
Tradisi kajian keislaman ala barat berakar pada sejarah yang sangat panjang,
paling tidak sejauh hubungan Kristen dengan Islam. Tidak bisa dielakan bahwa sebab
utama dari pertumbuhan kajian keislaman itu adalah alasan teologis untuk
menunjukan dan mempertahankan keabsahan ajaran Kristen, dibanding dengan Islam.
Islamic studies (kajian Islam) mulai berkembang pada abad ke-19 sebagai bagian dari
kajian masalah ketimuran. Berdasarkan perkembangan kajian keislaman ala barat
dapat diidentifikasikan ke dalam 3 tahap : (1) tahap teologis, (2) tahap politis, (3) tahap
scientific).
Kemunculan kajian keislaman dalam tradisi barat dimulai dari kalangan gereja. Kajian
keislaman oleh St.John memperlihatkan sikap teologisnya sebagai seorang Kristen
yang menganggap Islam sebagai ajaran murtad (Christian heresy),seperti tertulis
dalam karyanya yang berjudul The Fount of Knowledge.
Tokoh Kristen lainnya yang mendalami kajian keislaman adalah Peter the
Venerable dan Robert of Ketton yang menerjemahkan teks-teks al-Qur’an, hadis,
sejarah nabi dan manuskrip arab lainnya. Tokoh penting lainnya adalahSt.Thomas
Aquinas yang mengklasifikasikan dalam ajaran kafir (unbelief).
Memasuki abad ke 12 telah terjadi sedikit perubahan dalam memperkenalkan
kajian keislaman yang tidak lagi didominasi pandangan teologis namun pandangan
atau dimensi lain. Pada abad ke-13 karya-karya pemikir Islam seperti filsuf Ibnu
Sina telah banyak diterjemahkan dan menjadi rujukan dunia barat. Begitu pula pada
abad berikutnya komentar-komentarIbnu Rusyd tentang pemikiran Aristoteles telah
dijadikan rujukan kaum orientalis, bahka Ibnu Rusyd mendapat julukan “The
commentator” atau sang komentator, berkaitan dengan analisa tajamnya terhadap
pemikiran Aristoteles.

Ruang Lingkup Kajian Islam
Pembahasan kajian keislaman mengikuti wawasan dan keahlian para
pengkajinya, sehingga terkesan ada nuansa kajian mengikuti selera pengkajinya.
Secara material, ruang lingkup kajian keislaman dalam tradisi barat meliputi
pembahasan mengenai ajaran, doktrin, pemikiran,teks, sejarah dan institusi keislaman.
Pada awalnya ketertarikan sarjana barat terhadap pemikiran Islam lebih karena
kebutuhan akan penguasaan daerah koloni. Mengingat daerah koloni pada umumnya
adalah negara-negara yang banyak didiami warga muslim, sehingga mau tidak mau
mereka harus memahami tentang budaya local. Contoh kasus dapat dilihat pada
perang Aceh, dimana Snouck Hurgronje telah mempelajari Islam terlebih dahulu
sebelum diterjunkan di lokasi dengan asumsi ia telah memahami budaya dan
peradaban masyarakat Aceh yang mayoritas beragama Islam. Islam dipelajari
oleh Hurgronje dari sisi landasan normatif maupun praktik bagi para pemeluknya,
kemudian dibuatlah rekomendasi kepada para penguasa colonial untuk membuat
kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam.
Setelah mengalami keterpurukan, dunia Islam mulai bangkit melalui para
pembaru yang telah tercerahkan. Dari kelompok ini munculah gagasan agar umat
Islam mengejar ketertinggalannya dari dunia barat. Muhammad Abduh(1849-1905)
pemikir dari Mesir, menghembuskan ide-ide pembaharuan di dunia Islam.
Pemikiran Abduh diilhami oleh pemikiran gurunya, Jamaludin al-Afghani (18381897) seorang pemikir di bidang politik. Namun dalam skala global sebenarnya
pemikiran para pembaharu Mesir diawali oleh pemikir besar sebelumnya,
yaitu Rifa’ah al-Thathawi (1801-1873).

Pusat Studi Islam Masa Kejayaan Islam Klasik
N
o

1

Kota

Baghdad, Irak

Lembaga

Pendiri

1. Bait al Hikmah

1. Al Amin (Bani Abbas)

2.Madrasah Nizhamiah

2. Nizham al-Muluk

2

Kairo, Mesir

Universitas al-Azhar

Fathimiyah (Syiah)

Abd al-Rahman III (Bani
3

Cordova, Spanyol

Universitas Cordova

Umayah)

Sumber :
Metodologi Studi Islam, Dr.Jamali Sahrodi, Pustaka Setia, Bandung 2008.
Metodologi Studi Islam, Drs.Atang AH, MA dan DR.Jaih Mubarok, Rosda, Bandung
2000.

HANDOUT METODOLOGI STUDI ISLAM
Oleh : Muhammad Aiz,SH,MH
Pertemuan III

PERAN ISLAM DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Islam sebagai sebuah agama telah memberikan peran yang cukup signifikan, tidak
hanya apa yang diajarkan Islam ke seluruh manusia tetapi juga terhadap proses
kehidupan dari manusia itu sendiri. Kelompok manusia yang kerap disebut
masyarakat, menurut pendapat Emile Durkheim, seorang sosiolog dari Perancis dapat
dibagi menjadi 2 kategori, yaitu :
1. Masyarakat mekanis (pra industri);
2. Masyrakat organis (modern).
Pada masyarakat mekanis, semua peran atau fungsi manusia diturunkan dari satu
generasi kepada generasi lainnya dengan mengusahakan agar tidak terjadi perubahan
yang drastis. Namun pada masyarakat organis, para manusianya tidak lagi hanya
meneruskan sesuatu (perintah, larangan, hukum dan lain-lain) dari generasi
sebelumnya tanpa adanya tinjauan kritis. Pada masyarakat ini sikap inovatif menjadi
suatu “hambatan” tersendiri bagi pemahaman agama yang
menurut Durkheim cenderung kepada sesuatu yang statis dan sulit untuk berubah.

Pembagian 2 kategori di atas, setidaknya mewakili pemahaman sempit dan kerdil dari
para ilmuwan barat yang justru memandang Islam sebagai suatu agama yang lebih
menghendaki adanya “status quo”. Mungkin pemahaman kerdil inilah yang menjadi
salah satu alasan dari ungkapan Ernest Renan, 1862 :
“Islam merupakan pengingkaran total terhadap Eropa….. Islam merupakan penghinaan
terhadap ilmu pengetahuan, penindasan terhadap civil society; Islam adalah bentuk
kesederhanaan spirit bangsa Semit (Yahudi) yang mengerikan, membatasi pemikiran
manusia, menutupnya terhadap ide-ide yang sulit, sentiment yang beradab, dan
penelitian rasional, untuk membuatnya tetap menghadapi sebuah tautology yang abadi
: Tuhan adalah Tuhan”.

Hal senada diungkapkan pula oleh Lord Cromer dalam Modern Egypt :
“Sebagai agama Islam adalah ajaran monoteisme yang luhur, tetapi sebagai sebuah
sistem sosial, Islam telah gagal total. Islam membiarkan wanita dalam posisi serba
rendah. Ia menyatukan agama dan hukum ke dalam sistem yang tidak bisa dipisahkan

dan tidak bisa diubah, sehingga tidak ada elastisitas terhadap sistem sosial. Islam
mengizinkan perbudakan dan secara umum cenderung tidak toleran dengan agama
lain. Islam tidak merangsang pengembangan kekuatan berfikir rasional. Dengan
demikian kaum muslim tidak memiliki harapan untuk mengatur diri atau
memperbaharui mereka sendiri”.
Dua pendapat di atas sesungguhnya adalah sebuah “kenyataan” yang senantiasa
diangkat oleh para masyarakat yang anti terhadap Islam. Sebagai muslim, wajib
hukumnya bagi kita semua untuk dapat mematahkan anggapan tersebut, tentunya
dengan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional maupun
akademik.

Dalam konteks pembahasan peran atau fungsi, maka prinsip teori fungsional
menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi atau berperan akan lenyap
dengan sendirinya. Dengan kata lain, setiap agama memiliki fungsi. Konsekuensinya,
setiap yang tidak berfungsi atau berperan akan hilang atau sirna. Karena sejak dulu
hingga sekarang agama dengan tangguh menyatakan eksistensinya, berarti agama
mempunyai dan memerankan sejumlah peran dan fungsi di masyarakat.

Perintah yang sangat mendasar yang terdapat dalam ajaran Islam adalah mengesakan
Tuhan dan larangan untuk melakukan syirik. Tauhid dan syirik adalah dua sisi yang
tidak dapat dipisahkan meskipun keduanya sangat berbeda.
Dalam Surat al Ikhlas disebutkan tentang persoalan ketauhidan :
ö@è% uqèd ª!$# î‰ymr& ÇÊÈ ª!$# ߉yJ¢Á9$# ÇËÈ öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ô
‰s9qムÇÌÈ öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7‰ymr& ÇÍÈ
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

Sedangkan berkaitan dengan persoalan larangan untuk syirik dapat ditemukan dalam
surat Luqman ayat 13 :
øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/
( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ
13. dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

Perintah mengesakan Tuhan mengandung arti bahwa manusia hanya boleh tunduk
kepada Tuhan.Dan oleh karenanya manusia dijadikan khalifah di bumi dan seluruh
alam ditundukan oleh Allah SWT untuk manusia sebagaimana tercantum dalam surat
Ibrahim dan al Nahl sebagai berikut :
ª!$# “Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur tAt“Rr&ur šÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB
ylt÷zr’sù ¾ÏmÎ/ z`ÏB ÏNºtyJ¨V9$# $]%ø—Í‘ öNä3©9 ( t¤‚y™ur ãNä3s9 šù=àÿø9$#
y“́ôftGÏ9 ’Îû ́óst7ø9$# ¾ÍńøBr’Î/ ( t¤‚y™ur ãNä3s9 t»yg÷RF{$# ÇÌËÈ t¤
‚y™ur ãNä3s9 }§ôJ¤±9$# tyJs)ø9$#ur Èû÷üt7ͬ!#yŠ ( t¤‚y™ur ãNä3s9 Ÿ@ø‹©9$#
u‘$pk¨]9$#ur ÇÌÌÈ
32. Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari
langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan
menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera
itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula)
bagimu sungai-sungai.

33. dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus
beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.

t¤‚y™ur ãNà6s9 Ÿ@ø‹©9$# u‘$yg¨Y9$#ur }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur ( ãPqàf‘Z9$#ur
7Nºt¤‚|¡ãB ÿ¾ÍńøBr’Î/ 3 ž cÎ) ’Îû šÏ9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcqè=É)÷ètƒ ÇÊËÈ
12. dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan
bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
memahami (Nya).

Firman Allah SWT di atas menunjukan bahwa bumi, langit, laut, serta segala yang ada
di bumi, langit serta laut telah ditundukan oleh Allah SWt untuk kepentingan manusia.
Dengan demikian apabila manusia tunduk kepada alam, maka sesungguhnya manusia
telah menyalahi fungsinya, yakni menyembah atau hanya tunduk kepada Allah SWT.
Konsekuensi dari tauhid adalah bahwa manusia harus menguasai alam dan haram
tunduk kepada alam. Menguasai alam berarti menguasai hukum alam; dan dari hukum
alam ini ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan. Sebaliknya syirik berarti
tunduk kepada alam sehingga akan berakibat lahirnya kebodohan, kemiskinan dan
keterbelakangan.

Jadi terdapat hubungan timbal balik antara tauhid dengan dorongan pengembangan
ilmu pengetahuan dan juga adanya hubungan timbal balik antara syirik dengan
kebodohan. Dengan demikian sumbangan atau peran Islam dalam kehidupan manusia
adalah terbentuknya suatu komunitas yang berkecenderungan prosresif atau inovatif,
yaitu suatu komunitas yang dapat mengendalikan, memelihara, dan mengembangkan
kehidupan melalui pengembangan ilmu dan sains.

Menurut Nurcholis Majid ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah Tuhan untuk
memperhatikan dan memahami alam raya ciptaanNya sebagai manifestasi tau
penyingkapan tabir akan rahasia Nya. Untuk kepentingan analisis, tanda-tanda atau
rahasia Tuhan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :

1. Jagad raya. Untuk dapat menyingkap rahasia Allah SWT melalui tanda ini maka
manusia harus menggunakan perangkat berupa ilmu fisik, seperti ilmu fisika, kimia,
geografi, geologi, astronomi atau falak.

2. Manusia. Untuk dapat menyingkap rahasia melalui tanda ini maka manusia nya itu
sendiri harus menguasai ilmu yang berkenaan dengan fisik, seperti ilmu biologi, dan
kedokteran, serta psikis seperti ilmu psikologi.

3. Wahyu. Untuk menyingkap tabir rahasia melalui tanda ini, maka manusia
memunculkan ilmu-ilmu keagamaan seperti ‘ulum al Qur’an, ‘ulum al Hadits, tafsir,
fikih, ilmu kalam dan tasawuf.

Paradigma ini sekaligus merupakan jawaban terhadap anggapan dari para ilmuwan
barat yang cenderung berasumsi bahwa Islam akan sulit diterima pada masyarakat
modern (organis). Justru sesungguhnya Islam sangat berhubungan dengan segala
aspek perubahan, dalam hal ini perkembangan ilmu pengetahuan. Beberapa contoh
konkrit yang dapat dijadikan rujukan bahwa Islam, yang diwakili oleh para pemeluknya
(muslim) telah lama bergaul erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi seperti :

1. Ilmu matematika, yang dipelopori oleh al Khawarizmi dengan karyanya ilmu hitung
dan aljabar. Nama al Khawarizmi di transfer dalam bahasa latin menjadi algorisme
atau algoritme. Selain itu ada juga Umar al Khayam dan al Thusi yang pertama kali
menciptakan serta memperkenalkan angka 0 sejak tahun 873 M dan baru
dipergunakan oleh dunia barat pada tahun 1202 M.

2. Astronomi, yang dipelopori oleh Umar al Khayam dan al Farazi. Kalender buatan
Umar al Khayam diyakini lebih tepat dibanding dengan kalender buatan Gregorius.

3. Kimia, yang dipelopori oleh Jabir bin Hayyan dan zakaria al Razi yang sering disebut
bangsa eropa dengan nama Gaber dan Rhazes.

4. Optik, yang dipelopori oleh Ibnu Haitsam yang mematahkan teori yang dikemukakan
oleh Euklid dan Ptolomeus.

Kedigjayaan cendikiawan muslim di atas tidak hanya menjadi kenangan tentang
kejayaan Islam di masa lalu. Satu hal yang paling penting adalah pemahaman bahwa
Islam identik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak ada dikotomi
antara ilmu agama an sich dengan ilmu non agama, karena pada kenyataannya pada
masa lalu tokoh-tokoh ilmuwan Islam adalah mereka yang mafhum tentang ilmu
agama..

Sumber :
Metodologi Studi Islam, Dr.Jamali Sahrodi, Pustaka Setia, Bandung 2008.
Metodologi Studi Islam, Drs.Atang AH, MA dan DR.Jaih Mubarok, Rosda, Bandung
2000.

HANDOUT METODOLOGI STUDI ISLAM
Oleh : Muhammad Aiz,SH,MH

Pertemuan IV

ISLAM DAN KEBUDAYAAN

Perspektif sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa agama (Islam)
merupakan bagian dari kebudayaan, khususnya kebudayaan Arab, sampai saat ini
belum bisa dijawab secara proporsional oleh sebagian kaum terpelajar muslim
termasuk mahasiswa. Pandangan yang memposisikan kebudayaan sebagai rujukan dari
agama (Islam) tentunya merupakan pandangan yang merendahkan keagungan dari
agama (Islam) itu sendiri. Hal ini disebabkan karena kebudayaan pada akhirnya yang
menentukan jalan atau aturan (hukum / syariat) dari agama (Islam). Oleh karenanya
pemahaman yang komprehensif berkaitan dengan agama (Islam) dan kebudayaan
harus dipahami secara utuh oleh setiap kaum terpelajar muslim yang pada akhirnya
dapat menjelaskan posisi kedua persoalan tersebut.

Kebudayaan
Apakah agama (Islam) itu sebuah kebudayaan ?
Dalam literatur antropologi terdapat 3 istilah yang memiliki kemiripan atau
kesamaan makna dengan kebudayaan. Yang pertama adalah culture, yang berasal
dari bahasa Latin yaitu kata cultura yang mengandung arti memelihara, mengerjakan,
atau mengolah. Dalam pengertian ini kebudayaan mengandung arti segala kegiatan
dan daya manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Istilah yang kedua adalah
sivilisasi (civilization). Kata ini berasal dari bahasa Latin yaitu civis yang berarti warga
negara. Dalam pengertian ini kebudayaan atau sivilisasi berkaitan dengan kehidupan
yang lebih progresif dan lebih halus. Dalam konteks bahasa Indonesia sivilisasi
dianggap sepadan dengan kata peradaban. Istilah yang ketiga adalah

kebudayaan.Pengertian kebudayaan di sini memiliki beberapa pengertian,
diantaranya adalah menurut :
1.

Pasurdi Suparlan : Kebudayaan adalah serangkaian aturan-aturan, petunjukpetunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas
serangkaian model-model kognitif yang dimiliki manusia, dan yang digunakannya
secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam
tingkah laku dan tindakannya.

2.

Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi : Kebudayaan adalah semua hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat.

3.

Effat Sharqawi : Kebudayaan adalah apa yang kita rindukan (ideal) yang
terefleksi dalam seni sastra, religi, dan moral, sedangkan peradaban adalah apa
yang kita pergunakan (real) yang terefleksi dalam politik , ekonomi dan teknologi.

Dari dua pengertian awal tentang kebudayaan tersebut akan kita telaah lebih
jauh pengertian kebudayaan yang telah diungkapkan oleh Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi. Kata “karya” mengandung pengertian perbuatan manusia dalam
arti kebudayaan kebendaan yang diperlukan manusia untuk menguasai alam
sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Kata “rasa” meliputi jiwa manusia untuk mewujudkan segala kaidah dan nilai sosial
yang diperlukan untuk mengatur masalah kemasyarakatan. Agama, ideology,
kebatinan, dan kesenian yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup
sebagai anggota masyarakat termasuk di dalamnya. Kata “cipta” mengandung arti
kemampuan mental, dan berpikir orang-orang yang hidup bermasyarakat yang
hasilnya antara lain seperti filsafat dan ilmu pengetahuan.
Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa manusia memiliki 2 sisi kehidupan :
sisi material dan sisi spiritual. Sisi material mengandung karya, yaitu kemampuan
manusia untuk menghasilkan benda-benda atau yang berwujud materi. Sisi spiritual
manusia mengandung cipta yang menghasilkan ilmu pengetahuan, dan karsa yang
menghasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan, hukum, serta rasa yang
menghasilkan keindahan.

Mengerucut pada pertanyaan utama di atas, maka kita akan melihat beberapa
pendapat dari para ahli tentang kajian agama (Islam). Nurcholis Madjid menyatakan
bahwa agama dan budaya adalah dua bidang yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat

dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan waktu dan
tempat. Adapun budaya sekalipun berdasarkan agama dapat berubah dari waktu ke
waktu dan dari tempat ke tempat. Sebagian besar budaya didasarkan pada agama dan
tidak pernah terjadi sebaliknya. Oleh karena itu agama adalah primer dan budaya
adalah sekunder. Budaya bisa merupakan ekspresi hidup keagamaan, karena ia
subordinate (bagian) dari agama dan tidak pernah sebaliknya.
Harun Nasution berpendapat bahwa agama pada hakikatnya mengandung
dua kelompok ajaran. Kelompok pertama adalah ajaran dasar yang diwahyukan Tuhan
melalui rasul-Nya. Ajaran dasar ini dimanifestasikan dalam bentuk kitab-kitab suci dan
hadits mutawatir yang bersifat absolute, kekal dan tidak berubah. Kelompok kedua
adalah penjelasan-penjelasan dari ajaran-ajaran dasar tersebut, baik mengenai arti
maupun tata cara pelaksanaanya yang merupakan hasil pemikiran ahli agama dan
tidak bersifat absolute serta dapat berubah.

Islam dan kebudayaan Pra Islam
Nurcholis Madjid menyebutkan bahwa tatanan masyarakat Arab pra Islam
cenderung merendahkan martabat perempuan, seperti status istri yang dapat
diwariskan dan tidak adanya hak untuk memperoleh harta pusaka. Islam dengan
ajaran-ajaran yang terkandung dalam al Qur’an mengakomodir hukum yang
berkembang pada masyarakat Arab tersebut serta memberikan penawaran atau solusi
cerdas atas persoalan yang merugikan masyarakat Arab itu sendiri. Dengan demikian
pemahaman yang menyebutkan bahwa Islam merupakan budaya Timur Tengah (Arab)
tidaklah tepat, karena justru Islam memberikan perubahan-perubahan nyata dari
budaya Arab itu sendiri.

Relasi antara Islam dan kebudayaan *
Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rohmat bagi
alam semesta. Ajaran-ajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan
manusia di dunia ini. Allah swt sendiri telah menyatakan hal ini, sebagaimana yang

tersebut dalam ( QS Toha : 2 ) : “ Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kapadamu agar
kam menjadi susah “. Artinya bahwa umat manusia yang mau mengikuti petunjuk Al
Qur’an ini, akan dijamin oleh Allah bahwa kehidupan mereka akan bahagia dan
sejahtera dunia dan akherat. Sebaliknya siapa saja yang membangkang dan
mengingkari ajaran Islam ini, niscaya dia akan mengalami kehidupan yang sempit dan
penuh penderitaan.
Ajaran-ajaran Islam yan penuh dengan kemaslahatan bagi manusia ini,
tentunya mencakup segala aspek kehidupan manusia. Tidak ada satupun bentuk
kegiatan yang dilakukan manusia, kecuali Allah telah meletakkan aturan-aturannya
dalam ajaran Islam ini. Kebudayaan adalah salah satu dari sisi pentig dari kehidupan
manusia, dan Islampun telah mengatur dan memberikan batasan-batasannya.Tulisan di
bawah ini berusaha menjelaskan relasi antara Islam dan budaya. Walau singkat
mudah-mudahan memberkan sumbangan dalam khazana pemikian Islam.
Arti dan Hakekat Kebudayaan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 149, disebutkan bahwa: “ budaya “
adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil kegiatan
dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat
istiadat. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan ( adat,
akhlak, kesenian , ilmu dll). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudaaan sebagai
warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata
hidup, way of life, dan kelakuan. Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa
jangkauan kebudayaan sangatlah luas. Untuk memudahkan pembahasan, Ernst
Cassirer membaginya menjadi lima aspek : 1. Kehidupan Spritual 2. Bahasa dan
Kesustraan 3. Kesenian 4. Sejarah 5. Ilmu Pengetahuan.
Aspek kehidupan Spritual, mencakup kebudayaan fisik, seperti sarana ( candi, patung
nenek moyang, arsitektur) , peralatan ( pakaian, makanan, alat-alat upacara). Juga
mencakup sistem sosial, seperti upacara-upacara ( kelahiran, pernikahan, kematian )
Adapun aspek bahasa dan kesusteraan mencakup bahasa daerah, pantun, syair, novelnovel.
Aspek seni dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu ; visual arts danperforming
arts, yang mencakup ; seni rupa ( melukis), seni pertunjukan ( tari, musik, ) Seni Teater
( wayang ) Seni Arsitektur ( rumah,bangunan , perahu ). Aspek ilmu pengetahuan

meliputi scince ( ilmu-ilmu eksakta) dan humanities ( sastra, filsafat kebudayaan dan
sejarah ).
Hubungan Islam dan Budaya
Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara agama ( termasuk Islam ) dengan
budaya, kita perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini : mengapa manusia
cenderung memelihara kebudayaan, dari manakah desakan yang menggerakkan
manusia untuk berkarya, berpikir dan bertindak ? Apakah yang mendorong mereka
untuk selalu merubah alam dan lingkungan ini menjadi lebih baik ?
Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa kecenderungan untuk berbudaya
merupakan dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel, keseluruhan karya sadar insani yang
berupa ilmu, tata hukum, tatanegara, kesenian, dan filsafat tak lain daripada proses
realisasidiri dari roh ilahi. Sebaliknya sebagian ahli, sepertiPater Jan Bakker, dalam
bukunya “Filsafat Kebudayaan” menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara
agama dan budaya, karena menurutnya, bahwa agama merupakan keyakinan hidup
rohaninya pemeluknya, sebagai jawaban atas panggilan ilahi. Keyakinan ini disebut
Iman, dan Iman merupakan pemberian dari Tuhan, sedang kebudayaan merupakan
karya manusia. Sehingga keduanya tidak bisa ditemukan. Adapun menurut para ahli
Antropologi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Heddy S. A. Putra, MA bahwa
agama merupakan salah satu unsur kebudayaan. Hal itu, karena para ahli Antropologi
mengatakan bahwa manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem
pengetahuan yang digunakan untuk menafsirkan berbagai gejala serta simbol-simbol
agama. Pemahaman manusia sangat terbatas dan tidak mampu mencapai hakekat dari
ayat-ayat dalam kitab suci masing- masing agama. Mereka hanya dapat menafsirkan
ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada.
Di sinilah, , bahwa agama telah menjadi hasil kebudayaan manusia. Berbagai tingkah
laku keagamaan, masih menurut ahli antropogi,bukanlah diatur oleh ayat- ayat dari
kitab suci, melainkan oleh interpretasi mereka terhadap ayat-ayat suci tersebut.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa para ahli kebudayaan mempunyai
pendapat yang berbeda di dalam memandang hubungan antara agama dan
kebudayaan. Kelompok pertama menganggap bahwa Agama merupakan sumber
kebudayaaan atau dengan kata lain bahwa kebudayaan merupakan bentuk nyata dari
agama itu sendiri. Pendapat ini diwakili olehHegel. Kelompok kedua, yang di wakili
oleh Pater Jan Bakker, menganggap bahwa kebudayaan tidak ada hubungannya sama

sekali dengan agama. Dan kelompok ketiga, yeng menganggap bahwa agama
merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri.
Untuk melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah memandangnya dari satu
sisi saja. Islam memandang bahwa manusia mempunyai dua unsur penting, yaitu unsur
tanah dan unsur ruh yang ditiupkan Allah kedalam tubuhnya. Ini sangat terlihat jelas
di dalam firman Allah Qs As Sajdah 7-9 : “ ( Allah)-lah Yang memulai penciptaan
manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari saripati air yan hina
( air mani ). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam ( tubuh )-nya
roh ( ciptaan)-Nya “
Selain menciptakan manusia, Allah swt juga menciptakan makhluk yang bernama
Malaikat, yang hanya mampu mengerjakan perbuatan baik saja, karena diciptakan dari
unsur cahaya. Dan juga menciptakan Syetan atau Iblis yang hanya bisa berbuat jahat ,
karena diciptkan dari api. Sedangkan manusia, sebagaimana tersebut di atas,
merupakan gabungan dari unsur dua makhluk tersebut.
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa manusia ini mempunyai dua pembisik ; pembisik
dari malaikat , sebagi aplikasi dari unsur ruh yang ditiupkan Allah, dan pembisik dari
syetan, sebagai aplikasi dari unsur tanah. Kedua unsur yang terdapat dalam tubuh
manusia tersebut, saling bertentangan dan tarik menarik. Ketika manusia melakukan
kebajikan dan perbuatan baik, maka unsur malaikatlah yang menang, sebaliknya
ketika manusia berbuat asusila, bermaksiat dan membuat kerusakan di muka bumi ini,
maka unsur syetanlah yang menang. Oleh karena itu, selain memberikan bekal,
kemauan dan kemampuan yang berupa pendengaran, penglihatan dan hati, Allah juga
memberikan petunjuk dan pedoman, agar manusia mampu menggunakan kenikmatan
tersebut untuk beribadat dan berbuat baik di muka bumi ini.
Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan kebebasan untuk
berkarya, berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Di sini, Islam mengakui bahwa
budaya merupakan hasil karya manusia. Sedang agama adalah pemberian Allah untuk
kemaslahatan manusia itu sendiri. Yaitu suatu pemberian Allah kepada manusia untuk
mengarahkan dan membimbing karya-karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan,
mempunyai nilai positif dan mengangkat harkat manusia. Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk selalu beramal dan berkarya, untuk selalu menggunakan pikiran yang
diberikan Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi
kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai pendorong
manusia untuk “ berbudaya “. Dan dalam satu waktu Islamlah yang meletakkan kaidah,

norma dan pedoman. Sampai disini, mungkin bisa dikatakan bahwa kebudayaan itu
sendiri, berasal dari agama. Teori seperti ini, nampaknya lebih dekat dengan apa yang
dinyatakan Hegel di atas.
Sikap Islam terhadap Kebudayaan
Islam, sebagaimana telah diterangkan di atas, datang untuk mengatur dan
membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan
demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu
masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat
manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa
madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing
kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan
berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara
Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaanperbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “
Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan,
dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat
memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam kaidah fiqh disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat
dan kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia,
mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa
kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam
syareat, seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat
Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar
50-100 gram emas. Dalam Islam budaya itu syah-syah saja, karena Islam tidak
menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan kepada wanita. Menentukan
bentuk bangunan Masjid, dibolehkan memakai arsitektur Persia, ataupun arsitektur
Jawa yang berbentukJoglo.

Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di dalam Islam, maka
adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan standar hukum.
Sebagai contoh adalah apa yang di tulis oleh Ahmad Baasodalam sebuah harian yang
menyatakan bahwa menikah antar agama adalah dibolehkan dalam Islam dengan dalil
“ al adatu muhakkamatun “ karena nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu
masyarakat, maka dibolehkan dengan dasar kaidah di atas. Pernyataan seperti itu
tidak benar, karena Islam telah menetapkan bahwa seorang wanita muslimah tidak
diperkenankan menikah dengan seorang kafir.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam , kemudian di
“ rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.Contoh yang paling jelas, adalah tradisi
Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan
ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di
Ka’bah dengan telanjang. Islam datang untuk merekonstruksi budaya tersebut,
menjadi bentuk “ Ibadah” yang telah ditetapkan aturan-aturannya. Contoh lain adalah
kebudayaan Arab untuk melantukan syair-syair Jahiliyah. Oleh Islam kebudayaan
tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi isinya agar sesuai dengan nilainilai Islam.
Ketiga: Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara
pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap
gempita, dan secara besar-besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi
orang yang meninggal supaya kembali kepada penciptanya. Upacara semacam ini
membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat
Kalimantan Tengah dengan budaya “tiwah“ , sebuah upacara pembakaran mayat.
Bedanya, dalam “ tiwah” ini dilakukan pemakaman jenazah yang berbentuk perahu
lesung lebih dahulu. Kemudian kalau sudah tiba masanya, jenazah tersebut akan digali
lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung sampai seminggu atau lebih. Pihak
penyelenggara harus menyediakan makanan dan minuman dalam jumlah yang besar ,
karena disaksikan oleh para penduduk dari desa-desa dalam daerah yang luas. Di
daerah Toraja, untuk memakamkan orang yan meninggal, juga memerlukan biaya yang
besar. Biaya tersebut digunakan untuk untuk mengadakan hewan kurban yang berupa
kerbau. Lain lagi yang dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah. Mereka
mempunyai budaya “ Tumpeng Rosulan “, yaitu berupa makanan yang
dipersembahkan kepada Rosul Allah dan tumpeng lain yang dipersembahkan kepada
Nyai Roro Kidul yang menurut masyarakat setempat merupakan penguasa Lautan
selatan ( Samudra Hindia ).

Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang bertentangan dengan
ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak dibolehkan mengikutinya. Islam melarangnya,
karena kebudayaan seperti itu merupakan kebudayaan yang tidak mengarah kepada
kemajuan adab, dan persatuan, serta tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa
Indonesia, sebaliknya justru merupakan kebudayaan yang menurunkan derajat
kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan harta untuk
hal-hal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah meninggal dunia.
Dalam hal ini al Kamal Ibnu al Himam, salah satu ulama besar madzhab hanafi
mengatakan : “ Sesungguhnya nash-nash syareat jauh lebih kuat daripada tradisi
masyarakat, karena tradisi masyarakat bisa saja berupa kebatilan yang telah
disepakati, seperti apa yang dilakukan sebagian masyarakat kita hari ini, yang
mempunyai tradisi meletakkan lilin dan lampu-lampu di kuburan khusus pada malammalam lebaran. Sedang nash syareat, setelah terbukti ke-autentikannya, maka tidak
mungkin mengandung sebuah kebatilan. Dan karena tradisi, hanyalah mengikat
masyarakat yang menyakininya, sedang nash syare’at mengikat manusia secara
keseluruhan., maka nash jauh lebih kuat. Dan juga, karena tradisi dibolehkan melalui
perantara nash, sebagaimana yang tersebut dalam hadits : “ apa yang dinyatakan oleh
kaum muslimin baik, maka sesuatu itu baik “
Dari situ, jelas bahwa apa yang dinyatakan oleh Dr. Abdul Hadi WM, dosen di Fakultas
Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina, Jakarta, bahwa Islam tidak boleh
memusuhi atau merombak kultur lokal, tapi harus memposisikannya sebagai ayat-ayat
Tuhan di dunia ini atau fikih tidak memadai untuk memahami seni, adalah tidak benar.
Wallahu a’lam
* Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Al Azhar, Fak. Studi Islam.
Sumber :
Metodologi Studi Islam, Drs.Atang AH, MA dan DR.Jaih Mubarok, Rosda, Bandung
2000.
ahmadzain.wordpress.com

HANDOUT METODOLOGI STUDI ISLAM
Oleh : Muhammad Aiz,SH,MH
Pertemuan V