Penemuan Prosedur yang Dihilangkan

PENEMUAN PROSEDUR YANG DIHILANGKAN

Disusun sebagai tugas kelompok Auditing II

Oleh :
Huzaimi
Mia Nurul Hikmawati
Movitri Rosmela
Husnul Khotimah

5 Akuntansi C

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2012

BAB I
PENEMUAN PROSEDUR YANG DIHILANGKAN




Ketika menemukan suatu prosedur yang telah dihilangkan, auditor harus menilai
kepentingan hal itu bagi kepentingan hal itu bagi kemampuannya saat ini untuk



mendukung pendapat yang dinyatakan atas laporan keuangan.
AU 390.05 menunjukkan jika auditor memutuskan bahwa pendapatnya tidak dapat
didukung dan auditor yakin bahwa orang-orang saat ini mengandalkan pada laporan
itu, maka auditor harus segera melaksanakan prosedur yang dihilangkan atau
prosedur alternative yang akan memberikan dasar yang memuaskan atas



pendapatnya.
Apabila dasar yang memuaskan untuk menyatakan pendapat telah diperoleh dan
bukti-bukti mendukung pendapat yang dinyatakan, auditor tidak mempunyai
tanggung jawab lagi. Tetapi, jika pelaksanaan prosedur yang dihilangkan
mengungkapkan fakta yang ada pada tanggal laporan sehingga akan mengubah
pendapat yang dinyatakan sebelumnya, auditor harus mengikuti prosedur

pemberitahuan yang diuraikan dalam paragraph terakhir dari bagian terdahulu
untuk mencegah ketergantungan selanjutnya atas laporan bersangkutan. Jika auditor
tidak dapat melaksanakan prosedur alternatif atau yang dihilangkan, maka auditor
dapat berkonsultasi dengan pengacara untuk menentukan tindakan yang tepat.

Berikut ini adalah gambar bagan tanggung jawab auditor dalam fase penyelesaian
audit :

PENYELESAIAN

EVALUASI

KOMUNIKASI

TEMUAN

KLIEN

Melakukan review atas


Melakukan penilaian akhir

Mengkomunikasikan hal-hal

peristiwa kemudian

atas materialitas dan risiko

Pengendalian internal

PEKERJAAN
LAPANGAN

audit

Membaca Notulen Rapat

Mengevaluasi keraguan

Mengkomunikasikan hal-hal


yang substansial tentang

berkenaan dengan

kemampuan entitas untuk

pelaksanaan audit

mempertahankan
kelanjutan usaha

Mendapatkan bukti

Melakukan review teknis

Menyiapkan surat

mengenai litigasi, klaim dan


atas laporan keuangan

manajemen

asesmen

Mendapatkan surat

Merumuskan pendapat dan

representasi klien

menulis naskah laporan
audit

Melaksanakan prosedur

Melakukan review akhir atas

analitik


kertas kerja

COMPREHENSIVE CASE CQ 19-23
MELAKUKAN REVIEW ATAS SUBSEQUENT EVENT

a. Jenis umum dari subsequent event yang memerlukan pertimbangan dan evaluasi
dari Green berdasar pada AU 560.03 dan 05 adalah :
1. Subsequent Event Jenis Pertama
Subsequent event ini memberikan bukti tambahan berkenaan dengan kondisi
yang ada pada tanggal neraca dan mempengaruhi estimasi yang inheren dalam
proses penyusunan laporam keuangan. Subsequent event ini memerlukan
penyesuaian atas laporan keuangan.
Contoh :
 Realisasi aktiva akhir tahun yang dicatat (seperti piutang usaha dan
persediaan pada jumlah yang berbeda dari yang dicatat).
 Penyelesaian estimasi kewajiban akhir tahun yang dicatat (seperti perkara
pengadilan atau litigasi dan jaminan produk pada jumlah yang berbeda dari
yang dicatat).
2. Subsequent Event Jenis Kedua

Subsequent event ini memberikan bukti berkenaan dengan kondisi yang tidak
ada pada tanggal neraca tetapi muncul setelah tanggal itu. Subsequent event ini
memerlukan pengungkapan dalam laporan atau dalam kasus yang sangat
material menyertakan data pro-forma pada laporan keuangan.
Contoh :
 Penerbitan obligasi jangka panjang atau saham preferen atau saham biasa.
 Pembelian suatu perusahaan.
 Kerugian dari bencana alam.
b. Prosedur audit yang harus dipertimbangkan Green untuk mendapatkan bukti
mengenai subsequent event berdasarkan pada AU 560.12 adalah :
1) Membaca laporan keuangan interim terakhir yang

tersedia

serta

membandingkannya dengan laporan yang sedang dilaporkan dan melakukan
perbandingan lainnya yang sesuai dalam situasi-situasi itu.

2) Menanyakan kepada manajemen yang bertanggung jawab atas hal-hal keuangan

dan akuntansi mengenai :
 Setiap kewajiban kontijen atau komitmen besar yang ada pada tanggal neraca
atau tangggal pertanyaan itu diajukan.
 Setiap perubahan yang signifikan pada modal saham, utang jangka panjang,
atau modal kerja sampai tanggal pertanyaan diajukan.
 Status saat ini dari pos-pos yang sebelumnya dipertanggungjawabkan atas
dasar data sementara, pendahuluan, atau tidak konklusif.
 Apakah setiap penyesuaian yang tidak biasa telah dilakukan sejak tanggal
neraca.
3) Membaca notulen rapat dewan komisaris, pemegang saham, dan komite lainnya
yang sesuai.
4) Menanyakan ahli hukum klien mengenai litigasi, klaim, dan penilaian.
5) Mendapatkan surat representasi dari klien mengenai subsequent event yang
menurut pendapatnya akan memerlukan penyesuaian atau pengungkapan.
6) Melakukan tanya jawab tambahan atau melaksanakan prosedur tambahan yang
dipandang perlu dalam situasi-situasi itu.

BAB II
PREMATURE SIGN-OFF


U T
m

d
Bp

r

d

ms

e

P

e

R


e

ou

ti
o

i

e

g
T
e

n

r

e

g

u

t
s

r

n
r

f

i

e

Keterangan:
“Auditor bekerja berdasarkan time budget yang telah ditetapkan dalam
penugasan audit. Jika time budget yang ditetapkan terlalu ketat dan sulit untuk dicapai
maka auditor akan melakukan perilaku disfungsional dengan tujuan agar pekerjaannya
terselesaikan. Hal in dimotivasi oleh keinginnan auditor agar dapat bekerja lebih baik di
KAP. Perilaku disfungsional tersebut adalah audit quality reduction behaviour (AQRB),
dan Under reporting of time (URT)”.
Pengaruh Time Budget Pressure Terhadap Audit Quality Reduction Behaviour
Kelly & Margeim (1987) menemukan bahwa time budget pressure akan
mengakibatkan perilaku audit quality reduction behaviour oleh auditor. Yang termasuk
dalam perilaku audit quality reduction behaviour adalah kegagalan pengawasan pada
penerapan prinsip akuntansi, supervisi pemeriksaan dokumen, menerima penjelasan
kelemahan klien. Perilaku tersebut secara langsung akan mengancam reliabilitas dari
catatan audit yang bentuk dasarnya audit opinion. Semakin besar time budget pressure
maka akan meningkatkan auditor untuk melakukan audit quality reduction behaviour
yang semakin besar pula.

Pengaruh Time Budget Pressure terhadap Under Reporting of Time
Under reporting of time terjadi ketika auditor menyelesaikan pekerjaannya pada
waktunya, dan tanpa melaporkan waktu yang sebenarnya (Commission on Auditor
Responsibility Report, 19789; Lightner et al, 1982, 1983). Menurut Kelly & Margheim
(1987), menemukan bahwa perilaku under reporting of time oleh auditor akibat dari
adanya time budget pressure yang besar. Time budget pressure berpengaruh positif
terhadap under reporting of time. Artinya, ketika time budget pressure meningkat, maka
perilaku under reporting of time juga akan meningkat.
Pengaruh Time Budget Pressure Terhadap Premature Sign-Off
Premature sign off yaitu pengurangan tahap audit sebagai dampak dari time
budget pressure seorang auditor tanpa mencatat pekerjaan atau tahap yang dihilangkan
tersebut. Perilaku tersebut secara langsung akan mengancam serius pada kualitas audit.
Artinya bahwa semakin besar time budget pressure maka akan meningkatkan auditor
untuk melakukan premature sign off yang semakin besar pula.
Otley dan Pierce (1995), menjelaskan bahwa beberapa perilaku disfungsional
auditor seperti Prematur Sign-Off Prosedur Audit adalah perilaku beberapa yang
cenderung mengarah pada perilaku masalah sebagai auditor, yang akan mempengaruhi
audit kehilangan kualitas dan kecenderungan menurunkan kepercayaan publik dalam
akuntansi profesi dan akhirnya membunuh profesi itu sendiri.
Salah satu faktor internal yang mempengaruhi seorang auditor dalam melakukan
premature sign off adalah etika auditor, Dengan mengetahui etika dari karakteristik
seorang auditor dapat diperkirakan apakah seorang auditor lebih cenderung melakukan
penghentian prosedur audit atau tidak pada suatu kondisi tertentu. Sebagai contoh,
pemikiran seorang Auditor yang ber-gender wanita kemungkinan besar berbeda dengan
Auditor yang ber-gender Pria. Sisi personalitas antara pria dan wanita berbeda satu
sama lain, sebagai contoh, wanita memiliki kecendrungan untuk lebih konsentrasi akan
detail dan ketakutan untuk melakukan kesalahan lebih besar daripada pria. Hal ini juga
diungkapkan oleh Jensen dan Glinow (1996) yang menjelaskan bahwa tingkah laku
suatu individu itu tergantung dari sisi personalitas individu tersebut. Ketika melakukan
penghentian Prematur atas Prosedur Audit, informasi yang telah dikumpulkan oleh

Auditor menjadi tidak valid dan akurat, hal ini dikarenakan kemungkinan Auditor untuk
melakukan kesalahan menjadi lebih besar.
Jika dilihat berdasar sumbernya, alasan untuk melakukan penghentian prematur
atas prosedur audit dibagi 2, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (situasional).
Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari individu si Auditor itu sendiri, seperti
faktor gender misalnya. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan dan
situasi dari kerja Auditor, seperti Time Pressure dan Prosedur review dan kontrol
kualitas.
Menurut penelitian Soobaroyen dan chengbroyan (2005) dalam Suryanita et al
(2006) menemukan bahwa Time budget pressure yang terdapat di negara berkembang
jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan negara-negara maju.

Soobaroyen dan

Chengabroyan (2005) menemukan bahwa time budget yang ketat sering menyebabkan
auditor meninggalkan bagian program audit penting dan akibatnya menyebabkan
penurunan kualitas audit. Kelley (2005) mendukung pendapat tersebut dengan
menyatakan bahwa penurunan kualitas audit telah ditemukan akibat ketatnya time
budget. Ketika time pressure semakin bertambah tinggi dan melewati tingkat yang
dapat dikerjakan, time pressure akan memberikan pengaruh yang negatif (Kelley et.al,
2005; Glover, 1997; Dezoort, 1998; Soobaroyen dan Chengabroyan, 2005).
Hasil studi The Commission on Auditors Responsibilities (1978) dalam
Soobaroyen dan Chengabroyan (2005) mencatat tekanan waktu sebagai salah satu pusat
perhatian auditor dalam menyelesaikan pertanggungjawaban mereka. Ditemukan
bahwa 60 persen responden mengakui melakukan premature sign-off karena tekanan
waktu. Kelly et.al (2005) menemukan bahwa 31 persen auditor senior mengalami time
budget pressure dan 41 persen staf auditor dilaporkan mengalami time budget
pressure. Masalah time budget pressure tersebut menyebakan penurunan kualitas
audit.
Sebagian besar auditor menyatakan jika dibandingkan antara anggaran waktu
yang ditetapkan dengan waktu aktual audit maka akan sering auditor melakukan audit
tidak tepat waktu. Walaupun sebagian besar auditor tidak melakukan premature sign-

off, akan tetapi terdapat jumlah yang cukup banyak yang menyatakan kadang-kadang
juga melakukannya 38,8 persen. Sebagian besar (74,1 persen) auditor menyatakan
sering memenuhi anggaran biaya jika mencatat waktu yang dilakukan untuk melakukan
audit. Hal ini menunjukkan bahwa auditor akan berusaha memenuhi anggaran waktu
dan anggaran biaya audit tetapi terdapat jumlah yang besar yang melakukan premature
sign-off untuk mencapai hal tersebut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dezoort (1998), Kelley et.al,
(2005), Glover (1997), Dezoort, Soobaroyen & Chengabroyan (2005). Menurut mereka
ketidakcukupan waktu yang diberikan tentunya akan menimbulkan tekanan (pressure)
kepada auditor dan berdampak pada penyelesaian semua tugas-tugas auditnya.
Bersamaan dengan meningkatnya waktu, peningkatan kecepatan menjadikan kurang
dapat dikerjakan dan individu mulai menyaring atau membatasi informasi yang akan
mereka gunakan. Menurut hasil penelitian mereka terdapat jumlah yang besar auditor
yang melakukan prematur sign-off karena tekanan anggaran waktu.

BAB III
PENEMUAN FAKTA YANG ADA PADA TANGGAL LAPORAN

Audit dikatakan selesai ketika auditor menerbitkan laporan audit dan
menyelesaikannya seluruh pembahasan dengan manajemen dan komite audit.
Terkadang auditor menemukan bahwa setelah audit laporan keuangan diterbitkan
terjadi salah saji material dalam laporan keuangan.
Auditor tidak mempunyai tanggung jawab untuk menemukan fakta yang ada
setelah audit (tetapi tidak diketahui) pada tanggal laporan audit. Namun,

SAS 1,

Subsequent Discovery of Facts Existing at the Date of the Auditor’s Report (AU 561),
menunjukkan dalam AU 561.04 bahwa jika
1. Auditor menyadari adanya fakta tersebut, dan
2. Fakta itu mungkin mempengaruhi laporan yang telah dikeluarkan
maka auditor

diwajibkan untuk memastikan reliabilitas informasi itu. Apabila

penyelidikan lebih lanjut menguatkan eksistensi fakta itu dan auditor merasa yakin
bahwa informasi itu penting bagi mereka yang mengandalkan atau cenderung
mengandalkan pada laporan keuangan, maka auditor harus mengambil langkahlangkah untuk mencegah ketergantungan pada laporan audit itu dimasa depan.Pada
saat terdapat penemuan fakta setelah penerbitan laporan audit terjadi, auditor
berkewajiban untuk memastikan bahwa pengguna laporan keuangan mendapatkan
informasi atas salah saji tersebut. Jika auditor mengetahui salah saji sebelum pelaporan
audit diterbitkan, maka auditor akan memaksa manajemen untuk melakukan koreksi
salah saji atau menerbitkan laporan audit yang berbeda.
Jika klien menolak untuk mengungkapkan fakta yang baru ditemukan, maka
auditor harus memberitahu setiap anggota dewan komisaris mengenai penolakan
tersebut. Selain itu, AU 561.08 juga menyatakan bahwa auditor harus mengambil
langkah- langkah berikut untuk mencegah ketergantungan lebih lanjut terhadap laporan
itu:


Memberitahu klien bahwa laporan audit tidak dapat lagi dikaitkan dengan laporan
keuangan.



Memberitahu lembaga berwenang yang mempunyai jurisdiksi terhadap klien bahwa



laporan itu tidak dapat lagi diandalkan.
Memberitahu (biasanya melalui lembaga yang berwenang) setiap orang yang
diketahui mengandalkan pada laporan bahwa laporan audit itu tidak dapat lagi
diandalkan.

PSA No. 47
Pendahuluan
1.

Prosedur yang dijelaskan dalam seksi ini harus diikuti oleh auditor yang
setelah

tanggal

laporan

auditor

atas

laporan

keuangan

auditan,

menyadari tentang fakta yang mungkin telah ada pada tanggal laporan
auditor, yang mungkin berdampak terhadap laporannya, jika fakta
tersebut diketahuinya pada waktu itu.
2.

Karena beragamnya kondisi yang mungkin dihadapi oleh auditor, maka prosedurprosedur berikut ini ditetapkan dalam garis besar saja ; tindakan khusus yang
harus diambil oleh auditor dalam kasus tertentu dapat sedikit bervariasi
tergantung atas keadaan yang dihadapinya. Auditor disarankan meminta nasihat
dari penasihat hukumnya bila ia menemukan keadaan yang dicakup dalam seksi
ini, karena adanya implikasi hukum yang mungkin timbul dari tindakan- tindakan
auditor, misalnya kemungkinan adanya implikasi hukum sehubungan dengan
ketentuan kerahasiaan dalam komunikasi antara auditor dengan kliennya.

Tanggung Jawab Auditor
3.

Setelah auditor menerbitkan laporannya, ia tidak berkewajiban untuk meminta
keterangan lebih lanjut atau melaksanakan prosedur audit apapun berkenaan
dengan laporan keuangan auditan yang dicakup oleh laporannya, kecuali jika ia
mendapatkan informasi baru yang dapat berdampak terhadap laporannya.
Disamping itu, seksi ini tidak berlaku untuk situasi yang timbul dari
perkembangan atau peristiwa yang terjadi setelah tanggal laporan auditor. Seksi ini
juga tidak berlaku untuk penyelesaian kontinjensi dan masalah lain yang terjadi

setelah penerbitan laporan auditor, yang telah mengakibatkan penyimpangan dari
laporan auditor bentuk baku.
Prosedur Audit
4.

Bila auditor menyadari adanya informasi yang bersangkutan dengan laporan
keuangan yang sebelumnya telah dilaporkannya, nemun tidak diketahuinya pada
tanggal laporan auditnya, yang karena sifat dan sumber informasi tersebut
mengaharuskan auditor menyelidiki informasi tersebut, jika hal itu diketahuinya
selama pelaksanaan audit,

segera sepanjang praktis dilakukan, ia harus

menentukan apakah informasi tersebut andal dan apakah fakta tersenut ada pada
tanggal laporan auditnya. Dalam hubungan ini, auditor harus membicarakan
masalah ini dengan kliennya pada tingkatan manajemen yang semestinya
termasuk dewan komisaris, dan meminta kerjasama mereka dalam penyelidikan
apapun yang dianggap perlu.
5.

Bila informasi yang ditemukan kemudian ternyata andal dan ada pada tanggal
laporan audit, auditor harus mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan dalam paragraph berikut ini, jika sifat dan dampak masalah tersebut
sedemikian rupa sehingga (a) laporan auditor akan terpengaruh jika informasi
tersebut diketahui pada tanggal laporan auditnya dan belum dicerminkan dalam
laporan keuangan, dan (b) auditor yakin ada orang yang sekarang mengandalkan
atau kemungkinan besar mengandalkan laporan keuangan tersebut memandang
penting terhadap informasi tersebut. Sehubungan dengan (b), pertimbangan harus
dilakukan, diantaranya, waktu yang telah lewat sejak laporan keuangan diterbitkan

Langkah Pengungkapan Oleh Klien
6.

Jika auditor berkesimpulan, setelah mempertimbangkan (a) dan (b) dalam
paragraph 05, tindakan harus diambil oleh auditor untuk mencegah peletakan
kepercayaan dimasa yang akan datang terhadap laporan auditnya, ia harus
memberitahu kepada kliennya untuk membuat pengungkapan semestinya tentang
informasi baru yang ditemukan dan dampaknya terhadap laporan keuangan
kepada

orang

yang

sekarang

mengandalkan

atau

kemungkinan

besar

mengandalkan laporan keuangan dan laporan auditor yang bersangkutan. Jika

klien membuat pengungkapan semestinya, metode yang digunakan dan
pengungkapan yang dilakukan tergantung atas keadaan berikut ini:
a. Jika dampak informasi yang ditemukan kemudian terhadap laporan keuangan
dan laporan auditor dapat ditentukan segera, pengungkapan harus berupa
penerbitan, sesegera mungkin, laporan keuangan dan laporan audit yang telah
direvisi. Alasan revisi biasanya harus dijelaskan dalam catatan atas laporan
keuangan dan diacu dalam laporan audit. Umumnya, hanya laporan keuangan
auditan paling akhir yang memerlukan revisi, meskipun revisi tersebut sebagai
akibat dari peristiwa yang terjadi dalam tahun- tahun sebelumnya.
b. Jika penerbitan laporan keuangan yang disertai dengan laporan auditor untuk
periode kemudian akan segera dilakukan, sehingga pengungkapan tidak
tertunda, pengungkapan semestinya tentang revisi dapat dilakukan dalam
laporan tersebut, bukan dengan menerbitkan kembali laporan sebelumnya
sesuai dengan subparagraph (a).
c. Jika dampak informasi yang ditemukan kemudian atas laporan keuangan tidak
dapat ditentukan tanpa penyelidikan yang memakan lama, penerbitan laporan
keuangan dan laporan audit yang direvisi perlu ditunda. Dalam keadaan ini,
pengungkapan semestinya akan berupa pemberitahuan oleh klien kepada
orang- orang yang diketahui meletakkan atau kemungkinan besar meletakkan
kepercayaan

terhadap

bersangkutan

untuk

laporan
tidak

keuangan

mengandalkan

dan

laporan

laporan

auditor

yang

keuangan

yang

bersangkutan, dan bahwa revisi laporan keuangan dan laporan auditor akan
diterbitkan dengan selesainya penyelidikan. Jika berlaku, klien harus
disarankan untuk membicarakan dengan Bapepam, bursa, dan badan pengatur
lainnya, mengenai pengungkapan yang dilakukan dan cara- cara yang ditempuh
dalam menghadapi keadaan tersebut.
Langkah yang Ditempuh Oleh Auditor
7.

Auditor harus melaksanakan langkah apa pun yang dipandang perlu untuk
memuaskannya bahwa klien telah melakukan pengungkapan yang ditetapkan
dalam paragraf 06.

8.

Jika klien menolak untuk melakukan pengungkapan yang disebutkan dalam
paragraph 06, auditor harus memberitahu setiap anggota dewan komisaris

dan/atau komite audit mengenai penolakan tersebut dan kenyataan bahwa,
dengan tidak adanya pengungkapan tersebut oleh klien, auditor akan menempuh
langkah sebagaimana digariskan berikut ini untuk mencegah pengguna laporan
meletakkan kepercayaan terhadap laporan auditnya dimasa yang akan dating.
Langkah- langkah yang semestinya diambil oleh auditor tergantung atas tingkat
kepastian pengetahuan auditor tentang adanya orang- orang yang sekarang atau
yang akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan dan laporan audit,
dan yang memandang penting informasi tersebut, serta tingkat kepraktisan bagi
auditor untuk dapat berkomunikasi dengan mereka. Kecuali jika penasihat hokum
auditor memberikan rekomendasi lain, auditor harus mengambil langkah berikut
ini sepanjang dapat berlaku:
a. Pemberitahuan kepada klien bahwa laporan auditor harus tidak lagi
dihubungkan dengan laporankeuangan.
b. Pemberitahuan kepada badan pengatur yang memiliki jurisdiksi atas klien
bahwa laporan auditor tidaklagi dapat diandalkan.
c. Pemberitahuan kepada setiap orang yang diketahui oleh auditor meletakkan
kepercayaan terhadaplaporan keuangan bahwa laporan auditnya tidak lagi
dapat diandalkan. Umumnya, tidak praktis bagiauditor untuk mengirimkan
pemberitahuan

individual

kepada

pemegang

saham

atau

investor

yangjumlahnya banyak, yang biasanya identitas mereka tidak diketahui oleh
auditor. Pemberitahuan kepadabadan pengatur biasanya merupakan satusatunya cara yang praktis yang dapat dilakukan oleh auditoruntuk kepentingan
pengungkapan

semestinya.

Pemberitahuan

tersebut

harus

disertai

denganpermintaan bahwa badan tersebut melakukan langkah apa pun yang
dipandang tepat untuk melakukanpengungkapan yang diperlukan. Bagi
perusahaan-perusahaan yang berada di bawah jurisdiksiBapepam dan bursa
efek pemberitahuan melalui lembaga tersebut merupakan cara yang tepat.

Pengungkapan
9.

Panduan berikut ini harus dianut oleh auditor dalam menentukan isi
pengungkapan yang ditujukan kepada pihak selain klien, sesuai dengan yang
digariskan dalam paragraf 08.
a. Jika auditor telah dapat melakukan penyelidikan yang memuaskan terhadap
informasi dan telahmenentukan bahwa informasi tersebut andal:
1) Pengungkapan harus menjelaskan dampak informasi yang diperoleh
kemudian terhadap laporanauditor jika informasi tersebut telah diketahui
oleh auditor pada tanggal laporan auditnya dan tidakdicerminkan dalam
laporan keuangan. Pengungkapan harus termasuk penjelasan tentang
sifatinformasi yang diperoleh kemudian dan dampaknya terhadap laporan
keuangan.
2) Informasi yang diungkapan harus setepat dan sennya mungkin dan harus
tidak melampaui dariyang dipandang perlu untuk tujuan yang disebutkan
dalam subparagraf (1) di atas. Komentar terhadap perilaku atau motivasi
seseorang harus dihindarkan.
b. Jika klien tidak mau bekerja sama dan sebagai akibatnya auditor tidak dapat
melakukan penyelidikanyang memuaskan terhadap informasi tersebut,
pengungkapan auditor tidak perlu merinci informasi khusus tertentu, namun
hanya menujukkan bahwa informasi tersebut telah diketahui oleh auditor yang
klienya tidak memberikan kerja sama dalam menguatkan informasi tersebut
dan bahwa, jika informasi tersebut benar, auditor percaya bahwa laporan
auditnya harus tidak lagi dapat diandalkan atau dihubungkan dengan laporan
keuangan kliennya. Pengungkapan tidak perlu dilakukan kecuali jika auditor
percaya bahwa laporan keuangan kemungkinan menyesatkan dan laporan
auditnya tidak dapat diandalkan.

10. Pengertian dalam Seksi ini tidak terbatas hanya untuk korporasi, namun dapat
diterapkan dalam semua keadaan yang dalamnya laporan keuangan telah diaudit
dan dilaporkan oleh auditor.

Tanggal Berlaku Efektif
11. Seksi ini berlaku efektif tanggal 1 Agustus 2001. Penerapan lebih awal dari tanggal
efektifberlakunya aturan dalam Seksi ini diizinkan. Masa transisi ditetapkan mulai
dari 1 Agustus 2001 sampaidengan 31 Desember 2001. Dalam masa transisi
tersebut berlaku standar yang terdapat dalam StandarProfesional Akuntan Publik
per 1 Agustus 1994 dan Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari2001.
Setelah tanggal 31 Desember 2001, hanya ketentuan dalam Seksi ini yang berlaku.

Kasus Audit Umum PT KAI
Menerapkan proses GCG (Good Corporate Governance) dalam suatu perusahaan
bukan suatu proses yang mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen, dan pemahaman
yang jelas dari seluruh stakeholders perusahaan mengenai bagaimana seharusnya
proses tersebut dijalankan. Namun, dari kasus-kasus yang terjadi di BUMN ataupun
Perusahaan Publik dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa penerapan proses GCG
belum dipahami dan diterapkan sepenuhnya. Pembedahan kasus-kasus yang telah
terjadi di perusahaan atas proses pengawasan yang efektif akan menjadi pembelajaran
yang menarik dan kiranya dapat kita hindari apabila kita dihadapkan pada situasi yang
sama.
Salah satu contohnya adalah kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api
Indonesia (PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang
dijalankan dalam suatu perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas
dalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji dan mampu
menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya.
Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan
Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan
menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal.Komisaris
meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara
transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya kasus PT. KAI adalah rumitnya laporan keuangan PT. KAI
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005,
perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila
diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63
Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan
Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan
mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan.
audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun

sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004
diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebutkemudiandiserahkandireksi PT KAI untuk disetujui sebelum
disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus
Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit
oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya
kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005. Perbedaan pandangan antara
manajemen dan komisaris tersebut bersumber pada perbedaan mengenai :
1. Masalah piutang PPN.
Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2 milyar, menurut Komite
Audit harus dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan
kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh
auditor.
2. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan.
Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar
yang merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum
diamortisasi, menurut Komite Audit harus dibebankan sekaligus pada tahun
2005 sebagai beban usaha.
3. Masalah persediaan dalam perjalanan.
Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang
dialihkan dari satu unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang
belum selesai proses akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite
Audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2005.
4. Masalah uang muka gaji.
Biaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji Januari 2006
dan seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31

Desember 2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut
Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005.
5. Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS) dan
Penyertaan Modal Negara (PMN).
BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam
laporan audit digolongkan sebagai poster sendiri di bawah hutang jangka
panjang, menurut Komite Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas
dalam neraca tahun buku 2005.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor
akuntan public terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik.
Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru
bias dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan
publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh
Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan public itu diberi
sanksi teguran atau pencabutan izin praktek.
Kasus PT KAI di atas menurut kami berawal dari pembukuan yang tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai
prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi.
Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bias
menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihakpihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa
data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah
biasa terjadi dan masih bias diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah
pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan ituw ajar.Tidak ada penyimpangan dari
standar akuntansi keuangan. Hal inilah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh
Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK
sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau

Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan
kesalahan. Bila hal itu benar-benar terjadi dan bias dibuktikan bahwa pihak Akuntan
public sengaja melakukannya, maka tindakan tegas berupa sanksi dapat dikenakan.
Profesi

Akuntan

menuntut

profesionalisme,

netralitas,

dan

kejujuran.

Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh
para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting
karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak.
Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu
mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Dari situ sudah
diketahui kalau bidang kerja akuntan rawan memicu konflik kepentingan. Oleh karena
itu, segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat
perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.
Beberapa hal yang direfentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan
keuangan PT. KAI Indonesia:
1) Auditor internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan hanya
auditor Eksternal.
2) Komite audit tidak ikut serta dalam proses penunjukkan auditor sehingga tidak
terlibat proses audit.
3) Manajemen (tidak termasuk auditor eksternal) tidak melaporkan kepada komite
audit dan komite audit tidak menanyakannya.
4) Adanya ketidak yakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun,
sehingga ketika komite audit mempertanyakan manajemen merasa tidak yakin.
Terlepas dari pihak mana yang benar, permasalahan ini tentunya didasari oleh
tidak berjalannya fungsi check and balances yang merupakan fungsi substantive dalam
perusahaan. Yang terpenting adalah mengidentifikasi kelemahan yang ada sehingga
dapat dilakukan penyempurnaan untuk menghindari munculnya permasalahan yang
sama di masa yang akan datang.

Berikut ini beberapa solusi dan rekomendasi yang disarankan kepada PT KAI
untuk memperbaiki kondisi yang telah terjadi:
1. Apabila Dewan Komisaris ini merasa direksi tidak capable (mampu) memimpin
perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengusulkan kepada pemegang saham
untuk mengganti direksi.
2. Diperlukannya kebijaksanaan (wisdom) dari Anggota Dewan Komisaris untuk
memilah-milah informasi apa saja yang merupakan private domain.
3. Komunikasi yang intens sangat diperlukan antara Auditor Eksternal dengan
Komite Audit.
4. Komite Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan
tugasnya untuk mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam operasional
perusahaan.
5. Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal,
karena opini sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal.
6. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena
konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan.
7. Komite Audit tidak berbicara kepada public karena esensinya Komite Audit
adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit
harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak
setuju dengan Komite Audit, tetapi Komite Audit tetap pada pendiriannya,
Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada Laporan Komite Audit
yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.
8. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full
disclosure.
9. Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk
membangun budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi,

sehingga pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan
individu dalam organisasi.

JURNAL/RISET
George Benard Shaw dalam buku Daryl Koehn, The Ground Of Professional
Ethics, melontarkan tuduhan terhadap kaum profesi bahwa semua profesi merupakan
persekongkolan melawan kaum awam. Kaum profesional berdiri sebagai tertuduh
karena dianggap lebih menginginkan status dan kekayaan bahkan memperdaya dan
bukannya menolong klien-klien mereka. Serangan terhadap kewibawaan professional
telah dilancarkan oleh tiga kelompok berbeda yaitu :
1. Kelompok pertama menuduh bahwa tak ada sesuatupun yang baik pada praktek
professional.
2. Kelompok kedua terdiri atas Para Filsup, yang bersedia mengakui bahwa profesi
mempunyai etika yang nonideologis, bagi para filsuf menjadi professional sama
dengan menjadi orangtua.
3. Kelompok ketiga, kaum analis organisatoris. Mereka melihat bahwa tidak ada
satupun daftar ciri-ciri profesional yang disepakati oleh semua orang.
Berdasarkan berbagai informasi, kegiatan bisnis yang sangat terkait dengan
fungsi dan peran profesi akuntan dimana setiap badan usaha diwajibkan membuat
pembukuan, bahkan tidak saja badan usaha,pemerintah juga diwajibkan menyusun
neraca. Sementar asaat ini mulai banyak terungkap penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh akuntan yang mengakibatkan kerugian publik atau negara, seperti kasus
Bank Lippo. Selama ini dasar hukum kegiatan akuntan adalah kode etik, standarisasi
akuntansi dan beberapa aturan Menteri yang bersifat aturan administrasi belaka,
sehingga peluang untuk melakukan penyimpangan dan pelanggaran hukum sangat
besar.
Perlunya Regulatory Driven dalam implementasi Kode Etik dan Standarisasi
Akuntan di Indonesia. Karena etika itu memperhatikan dan mempertimbangkan tingkah
laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau
menghubungkan penggunaan akal

budi individu dengan objektivitas untuk

menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
Saat ini telah terjadi berbagai kasus dalam kegiatan bisnis yang melibatkan jasa
profesi seperti Akuntan, Jasa penilai, Advocat dll. bahkan akhir-akhir ini telah mulai
banyak Akuntan yang mendapatkan sanksi seperti kasus Bank Lippo yang melibatkan

Akuntan Publik dan Jasa penilai dimana telah terjadi pembukuan ganda yang
mengakibatkan nilai saham Bnank Lippo turun sangat tajam di Bursa Efek Jakarta.
FAKTA-FAKTA KASUS SUBSEQUENT EVENT
Kasus ini bermula ketika tanggal 17 Maret 2003, Bapepam menyampaikan hasil
pemeriksaan kasus PT. Bank Lippo Tbk yang diduga

telah melanggar peraturan

perundang-undangan di bidang Pasar Modal. Sebagai bentuk akuntabilitas Bapepam
kepada masyarakat,berikut kami sampaikan hasil pemeriksaan tersebut :

I. LAPORAN KEUANGAN PT BANK LIPPO TBK. PER 30 SEPTEMBER 2002
A. Fakta-fakta
Berkaitan dengan laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002,
BAPEPAM menemukan bahwa terdapat 3 (tiga) versi laporan keuangan, yang semuanya
dinyatakan audited, yaitu :
a) Laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk Per 30 September 2002 yang diiklankan
di surat kabar pada tanggal 28 November 2002
b) Laporan keuangan PT Bank Lipppo Tbk per

30 September 2002 yang

disampaikan ke BEJ pada tanggal 27 Desember 2002
c) Laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan
oleh Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja kepada Manajemen PT
Bank Lippo Tbk pada tanggal 6 Januari 2003
Adapun informasi yang tercantum dalam masing-masing laporan keuangan tersebut
antara lain adalah sebagai berikut :



Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan di
surat kabar pada tanggal 28 November 2002. Pemuatan iklan tersebut merupakan
pelaksanaan kewajiban PT Bank Lippo Tbk atas ketentuan Bank Indonesia.

Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam iklan laporan keuangan tersebut
antara lain :

a. Adanya pernyataan Manajemen PT Bank Lippo Tbk bahwa laporan keuangan
tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah di audit
oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih)
dengan pendapat wajar tanpa pengecualian.
b. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (“Diaudit”) dan per
30 September 2001 (“Tidak Audit”)
c. Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp
2,393triliun.
d. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp 24,185 triliun.
e. Laba tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp 98,77 miliar
f. Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia sebesar 24,77%.



Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan ke
BEJ pada tanggal 27 Desember 2002. Penyampaian laporan tersebut merupakan
pemenuhan kewajiban PT Bank Lippo Tbk untuk menyampaikan Laporan Keuangan
Triwulan ke-3.

Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam laporan keuangan tersebut antara
lain adalah :
a. Pernyataan manajemen PT Bank Lippo Tbk bahwa laporan keuangan yang
disampaikan adalah laporan keuangan “audited” yang disertai dengan Laporan
Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik.
b. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (“audited”) dan 30
September 2001 (“unaudited”).
c. Nilai Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar
1,42 triliun.
d. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp 22,8 triliun.
e. Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp 1,273 triliun.
f. Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.



Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan oleh
Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja kepada Manajemen PT Bank Lippo
Tbk pada tanggal 6 Januari 2003.

Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam laporan keuangan tesebut antara
lain adalah :

a. Laporan Audditor independen yang berisi opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat
Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian. Laporan Auditor Independen tersebut tertanggal 20 November
2002, kecuali untuk Catatan 40a tertanggal 20 November 2002 dan Catatan 40c
tertanggal 16 Desember 2002.
b. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001
dan 31 Desember 2000.
c. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp 22,8 triliun.
d. Nilai Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar
Rp 1,42 triliun
e. Rugi bersih per 30 September 2002 Sebesar Rp 1,273 triliun
f. Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.
B. Hasil Pemeriksaan
Dari penelaahan atas data atau dokumen yang terkait dan informasi atau
keterangan yang diperoleh oleh Tim Pemeriksa BAPEPAM, dapat disimpulkan :


Bahwa hanya terdapat 1 (satu) laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30
September 2002 yang diaudit dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian darui
Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja, dengan
Laporan Auditor Independen No. REC-0031/02 dengan tanggal ganda (dual dating)
tertanggal 20 November 2002 (kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November
2002 dan catatan 60c tertanggal 16 Desember 2002) yang disampaikan pada
manajemen PT Bank Lippo Tbk pada tanggal 6 Januari 2003. Penerbitan laporan
yang diaudit dengan tanggal ganda (dual dating) dapat dilakukan sepanjang sesuai
dengan Standar Auditting Seksi 530 paragraf 5 dalam Standar Profesional Akuntan



Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI).
Bahwa laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 Desember 200 yang diiklankan
pada tanggal 28 November 2002 adalah alporan keuangan yang tidak diaudi. Namun



angka-angkanya sama seperti yang tercantum dalam Laporan Auditor Independen.
Bahwa laporan keuanga PT Bank Lippo per 30 September 2002 yang disampaikan ke
BEJ pada tanggal 27 Desember 2002 adalah laporan keuangan yang tidak disertai
Laporan Auditor Independen dan telah tedapat penilaian kembali terhadap Agunan



Yang Diambil Alih (AYDA) dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).
Bahwa perbedaan antara laporan keuangan PT Bnak Lippo Tbk per 30 September
2002 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 dengan laporan keuangan

tersebut pada huruf a) dan huruf c) diatas, habya disebabkan oleh adanya
penesuaian dan penilaian kembali ata Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan


Penyisihan Penghapusan Aktiva Priduktif (PPAP).
Bahwa pemeriksaan atas prosedur penilaian kembali Agunan Yang Diambil Alih dan
prosedur audit atas beberapa akun laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30
September 2002 saat ini masih dalam proses pemereiksaan oleh instansi yang
berwenang.

Di dalam kasus PT Lippo Bank Tbk tersebut mengandung 3 tiga (unsur) dari pasal 93
Undang-Undang Pasar Modal, yaitu antara lain :
Tindakan tersebut mempengaruhi harga di Bursa Efek.
Dari fakta menunjukkan bahwa tindakan PT. Bank Lippo Tbk dengan
memberikan informasi yang menyesatkan pada laporan keuangan per 30 september
2002 telah menimbulkan ketidakpastian di masyarakat sehingga mempengaruhi harga
Efek di Bursa. Saham PT Lippo Bank Tbk pun mengalami fluktuasi yang tajam
disebabkan oleh misleading information tersebut.
Setiap pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan tidak benar atau
menyesatkan.
Dalam kasus ini ditemukan fakta sebagai berikut :


Dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang diiklankan di media massa
pada 28 November 2002 . manajemen Bank Lippo menyatakan bahwa Laporan
Keuangan tersebut disuusn berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah
diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dengan opini Wajar Tanpa



Pengecualian.
Hasil pemeriksaan bapepam menunjukkan bahwa laporan keuangan PT Bank Lippo
Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah
laporan keuyangan yang tidak audit meskipun angka-angkanya sama seperti yang
tercantum dalam Laporan Auditor Independen.

Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan atau keterangan yang diberikan oleh pihak
manajemen PT Bank Lippo Tbk dalam laporan tersebut secarta material tidak benar
atau menyesatkan.

Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya bahwa pernyataan tersebut
secara material tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-hati
dalam menentukaan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan
tersebut.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen PT Bank Lippo
tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau
keterangannya dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke
public tanggal 28 November 2002. Pihak manajemen dalam mempublkasikan laporan
keuangan tersebut terbukti tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak auditor
Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja).
Oleh karena ketiga unsur dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal telah
terpenuhi maka tindakan pihak manajemen PT Bank Lippo Tbk dalam memberikan
keterangan atau informasi laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan
ke publik merupakan suatu tindakan penyesatan informasi public (misleading
information).
Penyelesaian masalah dalam kasus PT Bank Lippo Tbk yang merugikan pihak
investor di Bursa Efek Indonesia
Dalam kasus tersebut otoritas BEJ dan BAPEPAM menjatuhkan sanksi kepada PT
Bank Lippo Tbk. Otoritas BEJ menyatakan PT Bank Lippo Tbk tidak bersalah dalam
penyampaian informasi yang keliru dimana laporan keuangan akuntan yang belum
diaudit (unaudited) dikatakan telah diaudit (audited). Sanksi BEJ atas Bank Lippo
adalah berupa peringatan keras, selain itu BEJ mewajibkan Bank Lippo menyerahkan
laporan kemajuan (progress report) setiap seminggu sekali 24 Februari sampai
keluarnya laporan keuangan auditan tahun 2002.
Sanksi-Sanksi
1. Terhadap Direksi PT Bank Lippo Tbk yang menjabat pada saat Laporan Keuangan PT
Bank Lippo Tbk yang menjabat pada saat Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per
30 September 2002 dipublikasikan, dikenakan sanksi administrative berupa
kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sejumlah Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar
lima ratus juta rupiah.

2. Terhadap PT Bank Lippo Tbk. diwajibkan untuk memberikan penjelasan kepada
pemegang saham mengenai kekuranghatian yan telah dilakukan serta sanksi
administratifyang mereka terima dalam Rapat Umum Pemegang Saham berikutnya.
3. Terhadap Sdr. Ruchjat Kosasih selaku partner KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja,
dikenakan sanksi administrative beruopa kewajiban menyetor uang ke KKas Negara
sebesar Rp 3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) atas kelalaiannya berupa
keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penuruna AYDA PT Bank
Lippo Tbk selama 35 (tiga puluh lima) hari.

DAFTAR PUSTAKA



Ardy. 2009. Variable dummy. http://prabusetiawan.blogspot.com/2009/05/variabeldummy.html, diakses 26 juni 2010



Dyah Sih Rahayu dan Faisal. 2003. ”Pengaruh Komite Terhadap Respon Auditor Atas
Tekanan Sosial”.



Elen dan ilha sabarudin. 2001. “Metodologi Audit (Pendekatan Prosedur Audit)” Jurnal
Bisnis Dan Akuntansi : Vol 3 no 3.



Ghozali, I. 2005. “Aplikasi Analisis Multivarariate Dengan Program SPSS”. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.



Halim, Abdul. 2008. “Auditing Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan Jilid 1” edisi ke
empat. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.



Herningsih, Sucahyo. 2001.” Pengehentian Prematur atas Prosedur Audit : Studi Empiris
pada Kantor Akuntan Publik”. Tesis, Universitas Gajah Mada Yogyakarta.



Heriyanto, Pri. 2002. “Menuju Audit Yang Efektif Dan Efisien”. Pemeriksa, Agustus No
86.



Ikatan Akuntansi Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari
2001. Jakarta : Salemba Empat.



Mulyadi. 2001. Auditing 1 : Edisi Enam. Jakarta : Salemba Empat. Mowen, Hansen.
2004.



“Management Accounting” : edisi tujuh. Jakarta : Salemba Empat. 21



Santoso Singgih. (2001), Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik”; edisi 1 Penerbit ;
elex media komputerindo



Sekaran, U. 2003. “Research methods for Business”. 4 ed. USA : John Wiley dan Sons.



Sudarma, Ridya. 2005. “Pendekatan Audit Berdasarkan Resiko Jawaban Atas Harapan
Masyarakat Akn Audit” .



Suryanita, Doddy, Dan Hanung Triatmoko. 2006. “Pengehentian Prematur atas Prosedur
Audit” Simposium Nasional IX di Padang.



Ulum, Akhmad Samsul. (2005),”Pengaruh Orientasi Etika Terhadap Hubungan Antara
Time Pressure Dengan Prilaku Premature Singn-Off Prosedur Audit,” Jurnal Maksi,
Vol.5, No.2



Wahyudi, H. dan Adia, A.M (2006). “pengaruh profesionalisme auditor terhadap tingkat
materialitaas dalam pemeriksaan laporan keuangan,” Simposium Nasional Akuntansi IX
di Padang.



Widigdo, Unti dan Mas’ud Machfoedz. 1999. “Persepsi Akuntan Dan Mahasiswa Tentang
Etika Bisnis” Jurnal Riset akuntansi Indonesia Vol 2 no 1.



Widigdo, Unti. 2006. “Strukturisasi Praktik Etika Di Kantor Akuntansi Publik



Sebuah Studi Interpretif” Simposium Nasional Akuntansi IX di Padang.



www.konsultanstatistik.blogspot.com “uji realibilitas”



http://developmentcountry.blogspot.com/2009/08/pengaruh-prosedur-reviewdan-kontrol.html



Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006



http://putrijulaiha.wordpress.com/2012/05/09/kasus-audit-umum-pt-kai/



http://id.scribd.com/doc/7867059/PSA-No-47-Penemuan-Kemudian-Fakta-Yg-AdaPd-Tgl-Lap-Auditor-SA-Seksi-561