LEVEL STRES DAN MANAJEMEN STRES PADA KELUARGA PENDERITA STROKE DI DESA PEKUWON KECAMATAN BANGSAL MOJOKERTO

  

LEVEL STRES DAN MANAJEMEN STRES PADA KELUARGA

PENDERITA STROKE DI DESA PEKUWON

KECAMATAN BANGSAL

MOJOKERTO

TUTUT AYU BINTARI

  NIM : 1212020030

  

Subject

  Level Stres, Manajemen Stres, Keluarga, Stroke

  

Description

  Stroke merupakan penyakit yang menyerang jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah dan oksigen kedalam otak. Masalah yang timbul pada penderita stroke menyebabkan stres bera tpada keluarga, persoalan kecil menjadi masalah besar, terkadang menimbulkan kemarahan yang akhirnya menyebabkan perpisahan antara anggota keluarga. Tujuan penelitian untuk mengetahui level stres dan manajemen stress pada keluarga penderita stroke.

  Jenis penelitian deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah level stres dan manajemen stres pada keluarga penderita stroke. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 8 responden. Sampel sebanyak 8 responden diambil menggunakan teknik total sampling. Penelitian dilaksanakan di Desa Pekuwon Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto pada tanggal 01-05 Juni 2015. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Teknik pengolahan data menggunakan editing,

  

coding, scoring, entry data, cleaning, tabulating dan disajikan dalam tabel

distribusi frekuensi.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki level stress ringan yaitu sebanyak 6 responden (75%) dan sebagian besar responden memiliki manajemen stress yang positif yaitu sebanyak 6 responden (75%).

  Stroke pada umumnya dapat menyebabkan stress bagi penderita ataupun keluarga. Dalam penelitian ini dibuktikan bahwa sebagian besar responden mengalami stroke memiliki tingkat stress ringan, hal ini disebabkan karena sebagian besar anggota keluarga beranggapan bahwa stroke merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan memiliki masa pengobatan yang cukup lama serta terus menerus.

  Simpulan dalam penelitian level stres pada keluarga penderita stroke ringan dan memiliki manajemen stress yang positif. Perawat sebagai petugas kesehatan diharapkan mampu mengurangi kegagalan fungsi pasca stroke serta dapat meningkatkan peran keluarga untuk ikut mendukung pasien sesuai dengan kemampuannya

  ABSTRACT Stroke is a disease that attacks the brain tissue due to reduced blood flow

and oxygen to the brain. Problems that arise in patients with stroke causes severe

stress on family, small problems become big problems, sometimes it leadsto anger

that eventually lead to the separation among family members. The aim of this

research was to determine the level of stress and stress management among

families of stroke patients.

  This is a descriptive study. The variable in this study were the level of stress

and stress management among families of stroke patients. The population in this

study were 8 respondents, sample was taken by using total sampling technique.

The research was conducted in pakuwon lage,bangsal, Mojokerto from June 1 to

5, 2015. The instrument of research used questionnaires. Data processing

techniques using editing, coding, scoring, data entry, cleaning, tabulating and it

was presented in frequency distribution table.

  The results suggest that most respondents have mild stress level as many as

six respondents (75%) and the majority of respondents have a positive stress

management is as much as six respondents (75%).

  In general ,stroke can cause stress to patients or family. In this study it was

demonstrated that the majority of respondents experienced mild stroke have low

levels of stress, this is because most family members assume that stroke is a

disease that is difficult to cure and has a long as well as continuous treatment.

  The conclusions in this study wasthat the stress level in families of mild

stroke patients have positive stress management. Nurses as healthcare workers

are expected to reduce post-stroke malfunction and able to enhance the role of the

family to help and support the patient according to their ability.

  Keywords : Level Stress, Stress Management, Family, Stroke Contributor : 1. Dwiharini P, M.Kep

  2. Yudha LHK, AMd.Kep., S Psi

  Date : 21 Agustus 2015 Type Material : Laporan Penelitian

  : -

  Identifier

  : Open Document

  Righ

  :

  Summary Latar Belakang

  Stroke merupakan penyaki tyang menyerang jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah dan oksigen kedalam otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini disebabkan karena adanya sumbatan, penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah didalam otak tersebut (Okthavia,2011). Stroke dapa tmengakibatkan dampak yang banyak mengubah kehidupan penderita dari kondisi sebelumnya. Pada umumnya stroke berlanjut dengan depresi, artinya penderita sadar kondisinya sudah lain untuk melakukan aktifitas sehari-hari, hal ini disebabkan oleh masalah-masalah yang timbul pada penderita stroke seperti gangguan lapangan pandang, gangguan persepsi,masalah emosional,masalah komunikasi. Penderita sering bertanya mengapa hal ini terjadi, ada yang mengatakan mau segera mati karena sudah tidak tahan lagi dengan keadaan tersebut (Idris,2004).

  Berbagai masalah yang timbul pada penderita stroke menyebabkan stres berat pada keluarga, persoalan kecil menjadi masalah besar, terkadang menimbulkan kemarahan yang akhirnya menyebabkan perpisahan antara anggota keluarga, saudara laki-laki dan perempuan bertengkar masalah tanggung jawab, sementara yang lainnya merasa depresi dan ingin bunuh diri. Merupakan hal yang umum dan normal bila merasakan kemarahan terhadap orang sakit. Meskipun, dalam hati sanubari, anda tahu itu tidak logis. Kelelahan sendiri dapa tmenyebabkan situasi situasi yang bisa meledak, yang dapat berakibatkan keretakan-keretakan perkawinan atau hubungan keluarga (Henderson, 2004). Masa pengobatan adalah masa-masa menyusahkan sepert igoncangan yang disebabkan oleh serangan stroke yang tiba-tiba, biaya pengobatan yang sangat besar dan memerlukan perawatan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Melihat keadaan ini keluarga merasa frustasi dan mengkhawatirkan tentang apa yang akan terjadi dikemudian hari (Shimbergm 1998 dalam Fandha,2012)

  Berdasarkan data WHO (2010) setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke. Diantaranya di temukan jumlah kematian sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen. Di Indonesia jumlah penderita stroke terus meningkat, hal ini diungkapkan oleh Dosen Program Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UGM Yayi Suryo Praban dari mengatakan jumlah penderita terbanyak pada usia diatas 45 tahun. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar jumlah penderita stroke di tahun 2007 usia 45-54 sekitar 8 persen, sedangkan pada tahun 2013 mencapai 10 persen. Selanjutnya jumlah penderita stroke usia 55-64 tahun pada tahun 2007 sebanyak 15 persen, dan pada tahun 2013 mencapai 24 persen. Di samping hal itu pada tahun 2013 di dapatkan jumlah penderita stroke pada usia 15-24 tahun yakni 0,2 persen dan tergolong tinggi (Ridarineni,2014). Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertingg iterdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), di ikuti Jawa Timur sebesar 16 permil. Terjadi peningkatan prevalensi stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah di diagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per 1000 (2007) menjadi 12,1 per 1000 (2013) (Depkes RI,2013).

  Berdasarkan penelitian Astuti (2010) bahwa dampak stroke akan berimbas pada keluarga penyandang stroke karena stroke merupakan masalah serius yang dapat menyebabkan kematian, kecacatan, biaya yang dikeluarkan sangat besar

  ,

  penyakit stroke membutuhkan perawatan yang lama, dan stroke secara langsung akan berdampak pada tersitanya waktu keluarga penyandang stroke sehingga mempengaruhi keecmasan pada keluarga. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 53.3% dari seluruh responden mengalami kecemasan, dimana persentase kejadian stres pada caregiver pasien stroke hemoragik lebih tinggi (68.2%) dibanding caregiver pasien stroke non-hemoragik (39.1%). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di laksanakan di Desa Pekuwon Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto pada bulan Maret 2015 dari 5 keluarga penyandang stroke didapatkan bahwa seluruhnya mengalami stress akan kehadiran stroke pada salah satu anggota keluarganya. Dari hasil studi pendahuluan didapatkan bahwa 3 keluarga penderita stroke mengalami stress berat dan 2 keluarga penderita stroke mengalami stress sedang. Keluarga yang mengalami stress disebabkan karena kurangnya pengalaman keluarga dalam penanganan stroke serta masalah-masalah yang ditimbulkan akibat stroke.

  Masalah-masalah yang timbul pada penderita stroke seperti kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh, menurun atau hilangny aperasaan (tidak bisa membedakan panas dan dingin), gangguan lapangan pandang, gangguan perseps i(sulit membedakan bentuk, ukuran, warna), masalah emosional (tertawa atau menangis tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya), masalah komunikasi (kesulitan dalam mengungkapkan pendapat atau tidak bisa bicara sama sekali) merupakan faktor pemicu timbulnya stres pada keluarga (Winarto,2013). Keluarga yang merawat penderita stroke akan mengalami kesulitan menghadapi masalah mereka sendiri dan menjadi frustasi, hal ini akan mempengaruhi kesehatan mereka maupun penderita stroke itu sendiri (Astuti,2010). Keluarga mempunyai pengaruh besar terhadap penanggulangan keadaan stress yang di alami anggota keluarganya. Kondisi keluarga yang kondusif, nyaman, saling mendukung, memiliki rasa humor, rileks, memiliki hubungan sosial dan spiritual yang baik, saling terbuka dan saling membantu mengatasi masalah masing-masing anggota keluarganya, cenderung berhasil membantu anggota keluarganya mengatasi stress yang di alaminya. Keadaan stress yang tidak mendapat penanganan yang baik dapat berlanju tmenjad igangguan kejiwaan (Riza,2009). Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan sehat dan sakit pasien. Peranan keluarga sangat penting dalam perawatan pasien stroke. Perhatian dan kasih sayang dari orang terdeka tmerupakan obat alami yang akan menumbuhkan semangat dalam diri pasien stroke, sehingga dapat menikmati kehidupan selanjutnya (Zaidin,2010).

  Upaya yang dapat di lakukan keluarga dalam mengatasi stress merawat penyandang stroke yakni keluarga di harapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahamannya tentang perawatan stroke, karena bentuk penanganan stroke dirumah sangat penting untuk diketahui keluarga sehingga mampu mengatasi stress yang di alaminya. Di samping itu perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan yang memenuhi kebutuhan biologi, psikologi, sosio,dan spiritual harus mampu mengelola stres pada pasien ataupun keluarga. Peranan perawat di meningkatkan peran keluarga untuk ikut mendukung pasien sesuai dengan kemampuannya (Sonatha,2012).

  Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “level stres dan manajemen stres pada keluarga penderita stroke Di Desa Pekuwon Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto”

METODOLOGI PENELITIAN

  Jenis penelitian deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah level stres dan manajemen stres pada keluarga penderita stroke. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 8 responden. Sampel sebanyak 8 responden diambil menggunakan teknik total sampling. Penelitian dilaksanakan di Desa Pekuwon Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto pada tanggal 01-05 Juni 2015. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Teknik pengolahan data menggunakan editing,

  

coding, scoring, entry data, cleaning, tabulating dan disajikan dalam tabel

  distribusi frekuensi

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa Pekuwon Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto didapatkan sebagian besar responden memiliki level stress ringan yaitu sebanyak 6 responden (75%). Kondisi stres ringan pada penelitian ini adalah stres, stres karena kelemahan, stres karena lingkungan dan privacy, stres yang berhubungan dengan sosial dan ekonomi.

  Stres merupakan reaksi non-spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan (stimulus stressor). Stres merupakan suatu reaksi adaptif, bersifat sangat individual, sehingga suatu stres bagi seseorang belum tentu sama tanggapannya bagi orang lain. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kematangan berpikir, tingkat pendidikan, dan kemampuan adaptasi seseorang terhadap lingkungannya (Hartono, 2007).Stres ringan adalah stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur, seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan.Situasi seperti ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam.Ciri-ciri stres ringan yaitu semangat meningkat, penglihatan tajam, energi meningkat namun cadangan energinya menurun, kemampuan menyelesaikan pelajaran meningkat, sering merasa letih tanpa sebab,kadang-kadang terdapat gangguan sistem seperti pencernaan, otot, perasaan tidak santai (Priyoto, 2014). Timbunya pada penderita stroke menyebabkan stres pada keluarga, persoalan kecil menjadi masalah besar, terkadang menimbulkan kemarahan yang akhirnya menyebabkan perpisahan antara anggota keluarga, saudara laki-laki dan perempuan bertengkar masalah tanggung jawab, sementara yang lainnya merasa depresi dan ingin bunuh diri (Henderson, 2004). Masa pengobatan adalah masa-masa menyusahkan seperti goncangan yang di sebabkan oleh serangan stroke yang tiba-tiba, biaya pengobatan yang sangat besar dan memerlukan perawatan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Melihat keadaan ini keluarga merasa frustasi dan meng khawatirkan tentang apa yang akan terjadi di kemudian hari (Shimbergm 1998 dalam Fandha,2012).

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami stress ringan. Stroke pada umumnya dapat menyebabkan stress bagi penderita ataupun keluarga. Dalam penelitian ini dibuktikan bahwa sebagian besar responden mengalami stroke memiliki tingkat stress ringan, hal ini disebabkan karena sebagian besar anggota keluarga beranggapan bahwa stroke merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan memiliki masa pengobatan yang cukup lama serta terus menerus. Faktor lain yang dapat menyebabkan stress pada keluarga penderita adalah umur serta pekerjaan keluarga penderita stroke.

  Berdasarkan faktor umur didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki umur 41-45 tahun memiliki level stres ringan yaitu sebanyak 5 responden (62,5%), sebagian besar responden berpendidikan SD memiliki level stres ringan yaitu sebanyak 5 responden (62,5%)dan berdasarkan faktor pekerjaan didapatkan bahwa kurang dari setengah responden bekerja sebagai petani memiliki level stres ringan yaitu sebanyak 3 responden (37,5%). Penghasilan yang tidak seimbang akan berpengaruh terhadap pengobatan dan perawatan pada angota keluarga yang sakit. Selain itu penderita stroke membutuhkan perawatan yang cukup lama sehingga memerlukan biaya yang besar, keadaan ini dapat mempengaruhi kecemasan keluarga apabila keluarga tidak memiliki penghasilan. Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak seimbangnya sumber penghasilan yang ada pada keluarga.

  Didapatkan sebagian besar responden memiliki manajemen stress yang positif yaitu sebanyak 6 responden (75%).Manajemen stres merupakan suatu keterampilan yang memungkinkan seseorang untuk mengantisipasi, mencegah, mengelola dan memulihkan diri dari stresyang dirasakan karena adanya ancaman dan ketidakmampuan dalam coping yang dilakukan (Intan, 2012). Manajemen stres juga sebagaikecakapan menghadapi tantangan dengan cara mengendalikantanggapan secara proporsional.Dalam teori psikoanalitik Freud,

  

defense mechanisme merupakan strategi yang digunakan untuk menahan atau

  menurunkan tress.Terdiri dari penyesuaian yang dilakukan tanpa disadari, baik melalui tindakan atua menghindari tindakan, tidak mengenali motif pribadi mungkin mengancam harga diri atau meningkatkan stress.Manajemen stress yang digunakan pada keluarga penderita stroke meliputi repression, rationalization,

  

reaction formation, projection, intellectualization, denial, displacement(Priyoto,

2014).

  Pada parameter manajemen diri tentang represiondidapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki manajemen stress yang negatif yaitu sebanyak 6 responden (75%). Represi impuls atau memori yang terlalu menakutkan dan menyakitkan dikeluarkan dari kesadaran.Memori yang menimbulkan rasa malu, bersalah, atau mencela diri sendiri seringkali direpresi.Impuls tersebut direpresi untuk menghindari konsekuensi menyakitkan jika mewujudkan impuls tersebut.Individu merepresi memori dan perasaan yang dapat menimbulkan kecemasan karena mereka tidak konsisten dengan konsep diri (Sunaryo, 2012). Pada parameter represion sebagian besar responden memiliki manajemen stress yang negatif ditunjukkan dari hasil penelitian bahwa sebagian besar responden mengatakan kadang-kadang merasa malu ketika ditanya oleh tetangga tentang penyakit yang diderita keluarganya, disamping hal tersebut terkadang keluarga memiliki perasaan tidak dapat menerima keadaan penderita stroke dalam keluarganya.

  Pada parameter manajemen diri tentang rationalization didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki manajemen stress yang positif yaitu sebanyak

  6 responden (75%). Rasionalisasi adalah motif yang dapat diterima secara logika atau sosial yang kita lakukan sedemikian rupa sehingga kita tampaknya bertindak secara rasional. Rasionalitas memiliki dua fungsi : menghilangkan kekecewaan ita saat kita gagal mencapai tujuan, memberikan motif yang dapat diterima oleh diri kita. Jika kita bertindak secara impulsif atau berdasarkan motif yang tidak ingin kita akui bahkan oleh diri kita sendiri, kita rasionalisasikan apa yang telah kita lakukan untuk menempatkan perilaku kita dalam pandangan yang lebih menguntungkan (Sunaryo, 2012). Berdasarkan hasil penelitian hal ini ditunjukkan bahwa keluarga tidak merasa terbebani atau merasa sedih dengan apa yang diderita oleh keluarganya disamping hal tersebut keluarga selalu mempunyai perasaan ingin tetap berada pada penderita stroke. Dalam penelitian ini juga ditunjukkan bahwa ketika keluarga merasa sedih dengan keadaan penderita atau gagal dalam merawat penderita maka keluarga selalu memiliki sikap dan keyakinan yang positif bahwa stroke dapat sembuh dengan dukungan keluarga. Hal inilah yang menyebabkan manajemen stress keluarga positif pada parameter rasionalisasi.

  Pada parameter manajemen diri tentang reaction formation didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki manajemen stress yang negatif yaitu sebanyak 6 responden (75%). Sebagian individu dapat mengungkapkan suatu motif bagi dirinya sendiri dengan memberikan ekspresi kuat pada motif yang berlawanan.Kecenderungan itu dinamakan reaction formation. Contohnya seorang ibu yang merasa karena ketidakinginannya mempunyai anak mungkin jadi terlalu memperhatikan dan terlalu protektif untuk meyainkan anak akan cinta dan meyakinkan dirinya bahwa ia adalah ibu yang baik (Sunaryo, 2012).Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada parameter reaction formation sebagian besar responden memiliki manajemen stress yang negatif. Hal ini ditunjukkan bahwa dari hasil penelitian sebagian besar responden mengatakan keluarga kadang- kadang merasa dibutuhkan dan keluarga juga kadang-kadang sering melamun ketika mengingat akan kehadiran keluarga dengan penyakit stroke.

  Pada parameter manajemen diri tentang projection didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki manajemen stress yang positif yaitu sebanyak 5 responden (62,5%). Semua orang yang memiliki sifat yang tidak diinginkan yang tidak kita akui, bahkan oleh diri sendiri. Salah satu mekanisme bawah sadar proyeksi, melindungi kita dari mengetahui kaulitas diri kita yang tidak layak dengan menampakkan sifat itu secara berlebihan pada orang lain (Sunaryo, 2012). Pada parameter projection khususnya berdasarkan hasil penelitian ditunjukkan bahwa sebagian besar keluarga pernah merasa bahwa dengan kehadiran stroke pada salah satu anggota keluarganya tidak membuat mereka dibenci oleh tetangga ataupun orang lain, disamping hal tersebut keluarga juga tidak pernah menarik diri karena malu akibat stroke yang diderita keluarganya. Hal ini disebabkan karena motivasi yang tinggi pada keluarga terhadap perawatan stroke, sehingga pada penelitian ini ditunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki manajemen stress yang positif.

  Pada parameter manajemen diri tentang intelectualization didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki manajemen stress yang positif yaitu sebanyak 5 responden (62,5%). Intelektualitas adalah upaya melepaskan diri dari situasi stres dengan menghadapinya menggunakan istilah-istilah yang abstrak dan intelektual (Sunaryo, 2012).Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga mampu menjalankan fungsi sebagai perawatan dan pemeliharaan kesehatan terhadap anggotanya yang sakit, dimana hal ini ditunjukkan pada keluarga bahwa keluarga selalu mempunyai sikap menerima dengan orang lain, keluarga juga tidak pernah memiliki sikap acuh tak acuh terhadap penyakit yang direrita oleh keluarganya.

  Pada parameter manajemen diri tentang denial didapatkan bahwa setengahnya responden memiliki manajemen diri yang positif dan negatif yaitu masing-masing sebanyak 4 responden (50%).Denial merupakan mekanisme pertahanan di mana impuls atau gagasan yang tidak dapat diterima tidak dihayati atau tidak dibiarkan masuk ke kesadaran.Misalnya orang tua dari anak yang menderita penyakit mematikan mungkin menolak anaknya menderita penyakit serius, walaupun mereka telah mendapatkan informasi lengkap tentang diagnosis dan kemungkinan penyakitnya.Karena mereka tidak dapat mentoleransikan kepedihan karena mengetahui realita mereka menggunakan mekanisme pertahanan denial (Sunaryo, 2012).Pada parameter denial ditunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki manajemen diri yang positif.Hal ini ditunjukkan bahwa keluarga tidak pernah merasa jengkel dengan penyakit yang diderita oleh keluarganya, disamping hal tersebut pada umumnya keluarga merasa menolak keluarga dengan kehadiran stroke. Namun dengan manajemen diri yang positif keluarga mampu bersikap positif terhadap penderita dan penyakit yang dideritanya dimana merawat anggota keluarga yang sakit merupakan salah satu tanggung jawab dari keluarga yang lain.

  Pada parameter manajemen diri tentang displacement didapatkan bahwa sebagian besar respondeen memiliki manajemen stress positif yaitu sebanyak 6 responden (75%). Mekanisme pertahanan terakhir dianggap memenuhi fungsinya (menurunkan kecemasan) dan agak merumuskan motif yang tidak dapat diterima.Melalui mekanisme pengalihan (displacement) suatu motif yang tidak dapat dipuaskan dalam bentuk diarahkan ke saluran lain (Sunaryo, 2012). Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa keluarga mampu dan selalu menerima saran atau nasehat yang tetap diberikan orang lain untuk tetap memberikan semangat kepada keluarga dengan penderita stroke, disamping itu keluarga juga tidak pernah merasa putus asa untuk merawat keluarga dengan penyakit stroke.

  Simpulan

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa Pekuwon Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto maka dapat hasil penelitian sebagian besar responden memiliki level stress ringan yaitu sebanyak 6 responden (75%) dan sebagian besar responden memiliki manajemen stress yang positif yaitu sebanyak 6 responden (75%).

  Rekomendasi

  Hasil penelitian ini di harapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang psikiatri dan dapat di pakai sebagai pedoman di dalam penelitian lebih lanjut.

  Sebagai bahan masukan dalam rangka pening katan program pelayanan kesehatan bukan saja ke pada pasien stroke, akan tetapi juga pelayanan pada keluarga yang merawat pasien terlebih yang mengalami kecemasan.

  Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa akan pentingnya peran keluarga dalam merawat pasien stroke sehingga mampu menghindari komplikasi akibat stroke ketika dirawat dirumah.

  Menambah pengetahuan keluarga tentang tugas kesehatan yang harus mereka lakukan, sehingga dapat mencegah terjadinya stroke berulang pada pasien yang mereka rawat dirumah.

  Dapat di jadikan sebagai bahan tambahan referensi atau informasi bagi peneliti selanjutnya tentang level stres dan manajemen stres pada keluarga penderita stroke.

  Alamat Corres pondensi :