Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT by Budi N
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
BILANGAN CACAH
Bilangan cacah1 adalah himpunan bilangan bulat yang tidak negatif, yaitu {0, 1, 2, 3 ...}.
Dengan kata lain himpunan bilangan asli ditambah 0.Jadi, bilangan cacah harus bertanda
positif.
Pembelajaran nilai tempat bilangan cacah 2 mulai dari kelas 1 catur wulan 2 sampai dengan
kelas 6. Setiap siswa di setiap jenjang kelas SD diharapkan dapat memahami nilai tempat.
Agar setiap siswa SD dapat memahami nilai tempat diperlukan kemampuan-kemampuan
seperti berikut :
Kemampuan
menggunakan
alat
peraga
konkret
dan
gambar-gambar
untuk
merepresentasikan bilangan 0 sampai dengan 9,
Kemampuan menulis lambang bilangan untuk bilangan 0 sampai dengan 9,
Kemampuan mengekspresikan suatu bilangan sebagai kombinasi penjumlahan, seperti
3+0, 2+1, 1+2, dan 0+3 untuk bilangan 3.
Kemampuan-kemampuan ini penting sebagai dasar untuk memahami bahwa suatu bilangan
seperti 12 dapat direpresentasikan sebagai 1 puluhan dan 2 satuan dan sebagai 10+2
(Kennedy & Tipps, 1994).
Dalam matematika, nilai tempat bilangan cacah perlu dipahami siswa terutama untuk
menuliskan lambang bilangan yang lebih besar dari 9. Nilai tempat juga sangat berguna untuk
penamaan, pembandingan, pembulatan bilangan, memahami algoritma penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian, dan persentase. Riedesel, dkk. (1996) menegaskan
bahwa kurangnya pemahaman prosedur seperti regrouping dalam penjumlahan dan
pengurangan disebabkan oleh kurangnya pemahaman nilai tempat. Van de Walle (1994)
menyimpulkan bahwa number sense dan pemahaman komputasi tidak dapat dikembangkan
tanpa pemahaman yang kuat akan nilai tempat. Troutman & Lichtenberg 1991) menyarankan
1
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Bilangan_cacah
http://teguh-sahidan.blogspot.com/2008/11/pembelajaran-nilai-tempat-bilangan.html
halaman : 1
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
untuk segera mengecek kesulitan tentang nilai tempat bila siswa menunjukkan kelemahan
dalam aritmetika.
Pemahaman materi nilai tempat sangat diperlukan, tetapi kenyataan yang ada menunjukkan
bahwa pemahaman siswa SD akan materi ini belum seperti yang diharapkan. Hasil penelitian
Kami (Sinclair & Sinclair, 1986:59) menunjukkan bahwa siswa kelas 3 dan 4 tidak memahami
bahwa angka 3 dan angka 4 pada lambang bilangan 34 mempunyai suatu relasi khusus pada
totalitas numerik. Juga di Malang Jawa Timur siswa kelas 2 SD Negeri Sumbersari III
mengalami kesulitan menentukan nilai tempat bilangan cacah sampai dengan 100 (Nurhakiki,
1999).
Dalam memahami nilai tempat, kesulitan yang dialami siswa menurut Troutman & Lichtenberg
(1991) adalah dalam hal :
Mengasosiasikan model nilai tempat dengan lambang bilangan,
Menggunakan nol bila menulis lambang bilangan,
Menggunakan konsep regrouping untuk merepresentasikan lambang bilangan,
Menamakan posisi nilai tempat dalam suatu lambang bilangan,
Memberikan representasi nilai tempat tidak baku untuk suatu lambang bilangan.
Kesulitan siswa dalam memahami nilai tempat bilangan dua angka meliputi tiga komponen
utama yaitu kuantitas dan nama basis, nama bilangan, dan lambang bilangan berkaitan
dengan nilai tempat (Payne & Huinker, 1993).
Berdasarkan pada pokok pikiran tersebut penulis mencoba memberikan suatu pembelajaran
nilai tempat mengacu pada teori Bruner di kelas rendah SD yang diharapkan dapat membantu
mengatasi kesulitan siswa tersebut. Pembelajaran tersebut menggunakan pendekatan
konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak (KSSA). Pendekatan ini sudah dicobakan
untuk mengatasi kesulitan siswa dalam memahami konsep nilai tempat di kelas 2 SD (Teguh,
2002) dan untuk menanamkan konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang di kelas 3 SD
(Surtini, 2000). Hasilnya cukup menggembirakan.
halaman : 2
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Pendekatan ini sesuai dengan tingkat berpikir anak yang meliputi empat tingkat berpikir yaitu
berpikir pada tingkat konkret, semikonkret, semiabstrak dan abstrak Ruseffendi,1981). Bila
pembelajaran matematika disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa, diharapkan siswa akan
memahami konsep nilai tempat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutawidjaja (1997)
yang menyatakan bahwa penyajian matematika yang disusun sesuai dengan tingkat berpikir
siswa, memungkinkan siswa SD memahami matematika yang bersifat abstrak, aksiomatis,
simbolik, dan deduktif.
Modus Representasi Konsep-Konsep Matematika Menurut Teori Bruner
Dalam pembelajaran matematika, Bruner membagi modus representasi atau penyajian
menjadi tiga modus, yaitu modus enaktif, modus ikonik, dan modus simbolik.
Modus enaktif adalah modus di mana anak dalam belajarnya masih membutuhkan bantuan
benda-benda konkret, misalnya untuk mengenalkan nilai tempat menggunakan blok basis
sepuluh atau balok-balok satuan yang dikelompokkan sesuai dengan nilai tempat suatu
angka pada suatu lambang bilangan.
Modus ikonik adalah modus di mana siswa dalam belajarnya telah melangkah satu
langkah dari benda-benda konkret menuju bayangan mental secara realistik yaitu gambargambar benda, diagram dan atau informasi lisan yang didasarkan pada dunia nyata (Reys,
dkk., 1998).
Modus simbolik adalah modus di mana siswa dalam belajarnya sudah mulai menggunakan
simbol-simbol atau bahasa, dari yang sederhana dikembangkan ke yang lebih luas.
Pendekatan dalam Pembelajaran Nilai Tempat yang Mengacu pada Teori Bruner: Konkret,
Semikonkret, Semiabstrak, dan Abstrak
Pendekatan, menurut Ruseffendi (1980) ialah “jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau
siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana materi itu disajikan”.
Pendekatan dapat berupa konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu
bahan pelajaran untuk mencapai tujuan belajar mengajar (Sudjana, 1986). Pembelajaran nilai
halaman : 3
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
tempat yang disajikan dalam tulisan ini menggunakan benda konkret blok basis sepuluh,
gambar kubus satuan dan gambar batang puluhan, diagram atau tabel nilai tempat, dan
lambang atau simbol bilangan.
Blok basis sepuluh yang digunakan adalah kubus-kubus satuan dan batang-batang puluhan.
Penyajian dengan menggunakan benda kubus-kubus satuan dan batang-batang puluhan
merupakan pendekatan konkret. Penyajian dengan menggunakan gambar kubus satuan dan
gambar batang puluhan, merupakan pendekatan semikonkret. Penyajian dengan diagram
atau tabel nilai tempat merupakan pendekatan semiabstrak dan penyajian dengan
menggunakan lambang atau simbol bilangan, merupakan penyajian bentuk abstrak.
Penyajian dengan menggunakan kubus satuan dan batang puluhan bersesuaian dengan
tahap enaktif dari Bruner. Penyajian dengan menggunakan gambar kubus satuan dan gambar
batang puluhan serta dengan menggunakan diagram atau tabel nilai tempat bersesuaian
dengan tahap ikonik dari Bruner. Dan penyajian dengan menggunakan lambang atau simbol
bilangan sesuai dengan nilai tempatnya bersesuaian dengan tahap simbolik dari Bruner.
Penggunaan blok basis sepuluh, sebagai benda konkret, dimaksudkan untuk memberikan
lingkungan belajar awal yang cocok untuk dapat mengkonstruksi pemahaman atau
mengembangkan konsep nilai tempat dan juga mengembangkan pengetahuan konseptual
nilai tempat serta untuk menghubungkan konsep nilai tempat dengan simbolisme.
Bila siswa telah dapat memanipulasi blok basis sepuluh dalam menentukan nilai tempat suatu
lambang bilangan, dilanjutkan dengan penggunaan gambar blok basis sepuluh, dan tabel atau
diagram nilai tempat, serta simbol bilangan sebagai suatu sistem. Agar terjadi belajar dengan
pemahaman, maka jembatan dari representasi konkret ke representasi abstrak atau
sebaliknya harus dilalui berulang-ulang.
Kennedy & Tipps (1994) menyatakan bahwa urutan penyajian menggunakan pendekatan
konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak sangat dianjurkan bagi siswa berkesulitan
halaman : 4
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
belajar. Rangkaian pembelajaran terpadu antara idea (yang ditampilkan dengan bahasa baik
bahasa lisan maupun tulisan sebagai kata/frasa/kalimat), benda konkret, gambar benda, dan
simbol gambar dan simbol dimaksudkan untuk mengupayakan penanaman konsep
matematika (idea), dalam hal ini konsep nilai tempat, ke dalam skemata siswa (Hudojo, 1998).
Nilai Tempat Bilangan Cacah di Kelas Rendah SD
Untuk memahami nilai tempat bilangan cacah memerlukan pengertian sistem numerasi HinduArab, konsep nilai tempat, menulis dan membaca lambang bilangan.
1. Sistem Numerasi Hindu-Arab
Menurut Negoro & Harahap (1983) “bilangan adalah suatu ide yang sifatnya abstrak”.
Bilangan bukan simbol dan bukan pula lambang bilangan. Menurut Musser & Burger
(1991) bilangan adalah suatu ide/gagasan, suatu abstraksi, yang merepresentasikan suatu
kuantitas. Dan lambang bilangan dinyatakan sebagai simbol yang kita lihat, tulis, atau
sentuh bila merepresentasikan bilangan. Jadi bilangan adalah ide yang bersifat abstrak
dan merepresentasikan suatu kuantitas. Lambang bilangan adalah simbol yang
merepresentasikan bilangan yang dapat kita tulis, lihat, dan sentuh.
Sistem pemberian nama bilangan disebut dengan sistem numerasi (Ruseffendi, 1984). Ada
dua hal pokok yang perlu diperhatikan dalam sistem numerasi yaitu (1) simbol-simbol
pokok yang digunakan, dan (2) aturan menyatukan simbol-simbol pokok itu untuk menulis
lambang bilangan.
Secara umum sistem numerasi yang banyak digunakan orang saat ini yang menggunakan
sistem nilai tempat adalah sistem numerasi Hindu-Arab. Sistem numerasi Hindu-Arab ini
juga disebut dengan sistem numerasi desimal (Ruseffendi, 1984). Dan menurut Troutman
& Lichtenberg (1991) sistem numerasi Hindu-Arab ini mempunyai karakteristik: (1)
Menggunakan sepuluh macam angka yaitu 0 sampai dengan 9; (2) Menggunakan sistem
bilangan dasar sepuluh. Artinya setiap sepuluh satuan dikelompokkan menjadi satu
halaman : 5
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
puluhan, setiap sepuluh puluhan menjadi satu ratusan, dan seterusnya. Jadi pada lambang
bilangan dasar sepuluh, tempat paling kanan adalah tempat satuan dengan nilai tempatnya
satu, tempat sebelah kirinya tempat puluhan dengan nilai tempatnya sepuluh, dan
seterusnya; (3) Menggunakan sistem nilai tempat. Contoh pada bilangan 16, nilai tempat
angka 1 adalah sepuluh, berarti 1 puluhan dan nilai tempat angka 6 adalah satu, berarti 6
menunjukkan 6 satuan; (4) Menggunakan sistem penjumlahan dan perkalian. Contoh
bilangan 15, bilangan ini dapat dituliskan sebagai (1 x 10) + (5 x 1).
Dengan sepuluh macam angka dan aturan-aturan mengombinasikannya menggunakan
sistem bilangan dasar 10, maka akan dapat dituliskan nama-nama bilangan mana pun
yang kita perlukan.
2. Konsep Nilai Tempat
Menurut Ashlock (1994) gagasan nilai tempat menyangkut pemberian suatu nilai kepada
masing-masing tempat atau posisi dalam lambang bilangan multi-digit; yaitu masingmasing tempat dalam lambang bilangan tersebut bernilai perpangkatan sepuluh. Kramer
(1970) menyatakan nilai posisi atau tempat dari suatu angka dalam suatu lambang
bilangan tergantung pada tempat angka itu berada dalam lambang bilangan tersebut.
Sehingga setiap angka dalam lambang bilangan desimal mempunyai nilai yang ditentukan
oleh nilai angka itu sendiri dan nilai tempat angka itu (Negoro & Harahap, 1983). Sebagai
contoh bilangan 15, angka 1 mempunyai nilai 1 puluhan, dan angka 5 mempunyai nilai 5
satuan. Nilai tempat 1 adalah sepuluh, nilai bilangannya 10, nilai tempat 5 adalah satu, nilai
bilangannya 5 (Seputra & Amin, 1994).
Payne & Huinker (1993) menyatakan ada tiga komponen utama dari pemahaman nilai
tempat bilangan dua angka yaitu kuantitas dan nama basis, nama bilangan, dan lambang
bilangan berkaitan dengan nilai tempat. Menurut Payne & Rathmell ada tiga komponen
pengetahuan nilai tempat yaitu model-model konseptual, representasi lisan, dan
representasi simbolik. Pendapat Payne & Huinker serta Payne & Rathmell tersebut
nampaknya ada kesamaan yaitu kuantitas dengan model konseptual, representasi lisan
halaman : 6
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
dengan nama bilangan dan nama basis, dan representasi simbolik dengan lambang
bilangan berkaitan dengan nilai tempat.
3. Menulis dan Membaca Lambang Bilangan
Membilang dengan cara satu-satu merupakan cara yang meyakinkan bagi siswa untuk
mengurutkan bilangan yang menyatakan banyak anggota suatu himpunan. Akibatnya,
membilang merupakan komponen penting untuk memahami bilangan dua angka atau
lebih. Oleh karena itu, program pembelajaran di kelas-kelas awal harus banyak
memberikan perhatian pada membaca dan menulis lambang bilangan. Menulis dan
membaca lambang bilangan dimulai setelah anak dapat mengenali lambang bilangan dan
dapat menghubungkannya dengan banyaknya benda.
Pemahaman yang baik akan nilai tempat sangat membantu siswa dalam membaca dan
menuliskan lambang-lambang bilangan terutama dalam tulisan ini yaitu bilangan-bilangan
yang terdiri dari dua angka. Siswa perlu mengetahui prosedur membaca dan menulis
lambang bilangan.
PEMBELAJARAN NILAI TEMPAT MENGACU PADA TEORI BRUNER DI KELAS KELAS
RENDAH SD
Dalam tulisan ini digunakan alat peraga nilai tempat proporsional yaitu blok basis sepuluh.
Blok basis sepuluh termasuk dalam kelompok model basis sepuluh yang telah terkelompok.
Keuntungan dalam menggunakan model ini adalah sekali siswa telah mengenal bentuk kubus
satuan sebagai 1 dan batang puluhan sebagai 10, maka siswa akan dapat membedakan
bahwa semakin besar atau banyak blok basis sepuluh nilainya akan semakin besar. Hal ini
senada dengan pendapat Fuson, 1988; Steffe & Cobb, 1988 (dalam Hiebert & Wearne, 1992)
yang menyatakan pemahaman nilai tempat menyangkut menghubungkan antara ide dasar
nilai tempat, seperti mengkuantifikasi himpunan objek dengan pengelompokan sepuluh dan
memperlakukan kelompok tersebut sebagai satuan-satuan.
halaman : 7
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Pembelajaran nilai tempat yang mengacu pada teori Bruner dalam tulisan ini dilakukan
dengan urutan penyajian bentuk konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak sebagai
berikut. Adapun materi yang penulis sajikan dalam tulisan ini adalah materi nilai tempat untuk
kelas 1 SD.
1. Bentuk Konkret
Dalam penyajian bentuk konkret, aktivitas-aktiviatas yang dilakukan adalah (a) Membilang
kubus satuan; (b) Menyusun 10 kubus satuan menjadi satu rangkaian (puluhan); (c)
Mengganti 10 kubus satuan (1 rangkaian) dengan 1 batang puluhan; (d) Membuat
rangkaian sendiri dengan bilangan cacah 11-50; (e) Menunjukkan puluhan dan satuan
dengan menggunakan alat peraga manipulatif.
2. Bentuk Semikonkret
Aktivitas yang dilakukan dalam penyajian bentuk semikonkret adalah (a) Membilang
banyaknya gambar kubus satuan, (b) Memasangkan gambar dengan benda konkret
sebagai alat peraga manipulatif untuk menunjukkan bilangan 11-50, (c) Menunjukkan
puluhan dan satuan dengan menggunakan gambar alat peraga manipulatif.
3. Bentuk Semiabstrak
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam penyajian bentuk semiabstrak adalah membuat
coretan pada kolom puluhan dan satuan dalam tabel nilai tempat sesuai dengan banyak
puluhan dan satuan bilangan 11-50 dari gambar alat peraga manipulatif. Berikut ini contoh
tabel nilai tempat dengan banyaknya coretan pada kolom puluhan dan kolom satuan.
Tabel Nilai Tempat Bilangan Cacah
Lambang bilangan Puluhan Satuan
11 | |
23 || |||
35 ||| |||||
46 |||| ||||||
halaman : 8
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
4. Bentuk Abstrak
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam penyajian bentuk abstrak adalah (a) Menyebutkan
nama bilangan cacah 11-50; (b) Menuliskan nama bilangan cacah 11-50; (c) Menentukan
puluhan dan satuan dari suatu lambang bilangan; (d) Menuliskan bentuk panjang dari
suatu lambang bilangan antara 11-50; (e) Merubah dari nama basis ke bentuk
penjumlahan; (f) Menentukan nilai tempat suatu angka dari suatu bilangan antara 11-50;
(g) Menentukan nilai angka dari suatu lambang bilangan antara 11-50
Contoh Pembelajaran Nilai Tempat yang Mengacu pada Teori Bruner di Kelas Rendah SD.
Untuk memberikan gambaran pembelajaran menggunakan teori Bruner dengan pendekatan
konkret, semikonkret, semiabstrak dan abstrak. Berikut ini penulis disajikan suatu contoh
pembelajaran nilai tempat yang mengacu pada teori Bruner. Pembelajaran ini adalah
pembelajaran nilai tempat di kelas 1 SD dengan alat peraga batang puluhan, kubus satuan,
gambar batang puluhan, gambar kubus satuan, dan tabel nilai tempat dengan metode
ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi serta penugasan. Pembelajaran ini disusun dalam
bentuk antara guru (G) dan siswa (S) adalah sebagai berikut.
Penyajian Bentuk Konkret
G: Memperkenalkan kubus-kubus satuan dan batang puluhan. Dengan menggunakan kubuskubus satuan, tunjukkanlah bilangan 1, 2, 3, 4, 5,6,7, 8, 9, dan 10?
S: Melakukan kegiatan.
G: Guru mengamati cara siswa menunjukkan bilangan tersebut dengan kubus satuan dan
memberi bantuan seperlunya. Kemudian meminta siswa untuk menuliskan lambang
bilangan yang sudah ditunjukkan dengan kubus-kubus satuan tersebut di buku tulis dan di
papan tulis.
S: Melakukan kegiatan
G: Sekarang perhatikan. Apabila ada 9 kubus satuan lalu kita tambah lagi dengan 1 kubus
satuan, maka akan menjadi berapa kubus satuan, S?
S: Sepuluh
halaman : 9
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
G: Ya, bagus. Sekarang coba kalian membilang 11 kubus satuan.
S: Membilang 11 kubus satuan
G: Memperhatikan aktivitas siswa. Bertanya pada S, selesai?
S: S menjawab. Selesai, Pak
G: Baiklah, coba kalian kelompokkan 10 kubus satuan, lalu tumpukkan menjadi 1 rangkaian
(puluhan).
S: Melakukan aktivitas
G: Mengamati pekerjaan siswa. Bertanya pada S, seperti apa hasil kerjaanmu?
S: S menjawab: seperti ini, Pak
G: Ya, jempolan. Apabila 1 rangkaian telah terbentuk (terdiri dari 10 kubus satuan), apakah
masih ada kubus satuan yang tersisa? Diam sejenak, S?
S: S menjawab: masih ada, yaitu 1 kubus satuan.
G: Pintar kamu, jadi ada 1 rangkaian (10 kubus satuan) dan 1 kubus satuan. Ambillah 1
batang puluhan. Kemudian gantilah 10 kubus satuan (1 rangkaian) dengan 1 batang
puluhan tadi.
S: Melakukan aktivitas, lalu menyatakan selesai.
G: Bagus sekali. Sekarang kalian lihat, ada 1 batang puluhan dan ada 1 kubus satuan. Untuk
tugas kalian berikutnya. Buatlah rangkaian untuk bilangan 12, 13, 16, 21, 23, 34, 36, 46,
dan 48 dengan menggunakan kubus-kubus satuan dan batang puluhan. Guru mengamati
kerja siswa dan membantu siswa bila diperlukan.
S: Siswa melakukan aktivitas, lalu menyatakan selesai.
G: Guru bertanya pada siswa: “Siapa yang hasil kerjanya telah memiliki 1 batang puluhan dan
2 kubus satuan?” 1 batang puluhan dan 3 kubus satuan?
S: Saya, Pak.
Pertanyaan dilanjutkan untuk bilangan-bilangan lainnya
Penyajian Bentuk Semikonkret
G: Guru meminta siswa untuk memasangkan atau memadankan antara gambar batang
puluhan dengan batang puluhan dan memadankan gambar kubus satuan dengan kubus
satuan untuk bilangan-bilangan 11 dan 12.
halaman : 10
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
S: Siswa melakukan aktivitas.
G: Mengamati aktivitas siswa dan memberikan bimbingan kepada siswa yang memerlukan.
Guru bertanya: S selesai?
S: Ya, Pak.
G: Siapa di antara kalian yang telah membentuk pasangan 1 gambar batang puluhan dan 1
batang puluhan serta 1 gambar kubus satuan dan 1 kubus satuan? Guru diam sejenak,
lalu berkata coba S?
S: Saya, Pak
G: Guru memegang dan memperagakan 1 gambar batang puluhan dan 1 batang puluhan
serta 1 gambar kubus satuan dan 1 kubus satuan. Lalu bertanya: Siapa yang memiliki
pasangan 1 gambar batang puluhan dan 1 batang puluhan serta 2 gambar kubus satuan
dan 2 kubus satuan? Siapa yang dapat menyebutkan arti gambar ini? S?
S: S menjawab: Saya, Pak. Dua belas.
G: Bagus. Kalian sudah dapat memasangkan batang puluhan dengan gambar batang puluhan
dan kubus satuan dengan gambar kubus satuan. Sekarang, pasangkan gambar batang
puluhan dengan batang puluhan dan gambar kubus satuan dengan kubus satuan untuk
bilangan-bilangan berikut: 13, 14, 25, 36, 37, dan 49?
S: Melakukan aktivitas.
G: Mengamati aktivitas siswa dan memberikan bantuan bagi yang memerlukan.
Penyajian Bentuk Semiabstrak
G: Sekarang ambil tabel nilai tempat. Perhatikan ada tulisan puluhan dan ada tulisan satuan.
Sekarang buatlah coretan untuk banyak gambar batang puluhan dan gambar kubus
satuan. Berapa banyak coretan untuk kolom puluhan bila ada 1 gambar batang puluhan?
Berapa banyak coretan untuk kolom satuan bila ada 1 gambar kubus satuan?
S: Melakukan aktivitas.
G: Mengamati aktivitas siswa, sambil memberikan bimbingan kepada siswa yang
membutuhkan. Untuk 1 gambar batang puluhan dan 1 gambar kubus satuan, berapa
banyak coretan pada kolom puluhan dan berapa banyak coretan pada kolom satuan yang
diperlukan?
halaman : 11
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
S: Saya, Pak.
G: Guru menunjuk S, dan berkata sebutkan!
S: Banyak coretan untuk kolom puluhan ada 1 dan banyak coretan untuk kolom satuan 1
G: Lambang bilangan apa yang ditunjukkan oleh 1 coretan pada kolom puluhan dan 1 coretan
pada kolom satuan?
S: Saya, Pak.
G: Menunjuk S, kemudian berkata, sebutkan!
S: Sebelas
Kegiatan dilanjutkan untuk bilangan lainnya antara 10—50.
G: Guru memberikan beberapa bilangan, lalu meminta siswa untuk membuat coretan pada
kolom puluhan dan kolom satuan pada tabel nilai tempat.
S: Siswa melakukan aktivitas.
G: Meminta siswa untuk menyebutkan lambang bilangan yang ditunjukkan oleh banyak
coretan dalam tabel nilai tempat sesuai dengan kolom-puluhan dan kolom satuan.
G: Memperhatikan siswa dalam menyebutkan bilangan-bilangan tersebut dan membantu
siswa yang membutuhkan. Guru memberikan soal-soal latihan untuk bilangan-bilangan
lainnya antara 10--50).
S: Mengerjakan soal-soal yang diberikan.
G: Mengamati dan memberikan bimbingan kepada siswa yang membutuhkan.
Penyajian Bentuk Abstrak
G: Mengingatkan siswa bahwa 1 batang puluhan artinya 1 puluhan dan 1 kubus satuan artinya
1 satuan. 1 puluhan artinya 10 dan 1 satuan artinya 1. Sehingga 1 puluhan dan 1 satuan =
10 + 1. Apa artinya 1 puluhan dan 2 satuan? Diam sejenak, kemudian guru bertanya
kepada S?
S: S menjawab 10 + 2.
G: Bagaimana, S. Jawaban temanmu itu. Benar atau salah?
S: S menjawab benar.
Pelajaran dilanjutkan untuk bilangan yang lain yang terletak antara 10 dan 50.
halaman : 12
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
G: Bila diperhatikan tabel nilai tempat, angka 12, terdiri dari 1 puluhan dan 2 satuan. Angka 1
menempati tempat puluhan dan angka 2 menempati tempat satuan. Bagaimana dengan
angka 14? S, angka 1 menempati tempat ….?
S: S menjawab angka 1 menempati tempat puluhan.
G: S, angka 4 menempati tempat ….?
S: S menjawab angka 4 menempati tempat satuan.
Tanya jawab dan peragaan dapat dilanjutkan untuk bilangan lainnya yang terletak antara 10
dan 50. Guru diharapkan menyimpulkan bahwa pada lambang bilangan 14 nilai angka 1
adalah 10 dan nilai angka 4 adalah 4. Dilanjutkan dengan tanya jawab untuk bilangan yang
lainnya.
BILANGAN BULAT
Bilangan bulat3 terdiri dari bilangan cacah (0, 1, 2, ...) dan negatifnya (-1, -2, -3, ...; -0 adalah
sama dengan 0 dan tidak dimasukkan lagi secara terpisah). Bilangan bulat dapat dituliskan
tanpa komponen desimal atau pecahan.
Himpunan semua bilangan bulat dalam matematika dilambangkan dengan Z (atau
), berasal
dari Zahlen (bahasa Jerman untuk "bilangan").
Sifat-sifat :
Himpunan Z tertutup di bawah operasi penambahan dan perkalian. Artinya, jumlah dan hasil
kali dua bilangan bulat juga bilangan bulat. Namun berbeda dengan bilangan asli, Z juga
tertutup di bawah operasi pengurangan. Hasil pembagian dua bilangan bulat belum tentu
bilangan bulat pula, karena itu Z tidak tertutup di bawah pembagian.
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Bilangan_bulat
halaman : 13
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Penambahan
a+b
closure:
adalah
Perkalian
bilangan
bulat
a × b adalah bilangan bulat
Asosiativitas:
a + (b + c) = (a + b) + c
a × (b × c) = (a × b) × c
Komutativitas:
a+b = b+a
a×b = b×a
a+0 = a
a×1 = a
Eksistensi unsur
identitas:
Eksistensi unsur
invers:
Distribusivitas:
Tidak
ada pembagi
nol:
a + (−a) = 0
a × (b + c) = (a × b) + (a × c)
jika a × b = 0, maka a = 0 atau b = 0 (atau
keduanya)
Sistem bilangan bulat tercipta sebagai perluasan sistem bilangan cacah untuk mendapatkan
sistem bilangan yang tertutup terhadap semua operasi hitung. Perluasan tersebut dilakukan
dengan mencari bilangan yang tertutup terhadap operasi pengurangan. 4
Definisi 1 :
4
http://ghostyoen.wordpress.com/2008/01/17/operasi-penjumlahan-dan-pengurangan-pada-sistem-bilanganbulat/
halaman : 14
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Sistem bilangan bulat terdiri atas himpunan B = { …, -2, -1, 0, 1, 2, ….} dengan operasi biner
penjumlahan dan perkalian.Untuk a, b, dan c sebarang bilangan bulat, berlaku sifat :
1.
Tertutup terhadap operasi penjumlahan. Ada dengan tunggal ( a + b)
2.
Tertutup terhadap operasi perkalian. Ada dengan tunggal ( a x b )
3.
Sifat komutatif terhadap operasi penjumlahan.a + b = b + a
4.
Sifat komutatof terhadap operasi perkalian a x b = b x a
5.
Sifat assosiatif terhadap penjumlahan ( a + b ) x c = ( a x c ) + ( b x c )
6.
Sifat assosiatif terhadap operasi perkalian ( a x b ) x c = a x ( b x c )
7.
Sifat distributif kiri perkalian terhadap penjumlahan
ax(b+c)=(axb)+(axc)
1.
Sifat distributif kanan perkalian terhadap penjumlahan
(a+b)xc=(axc)+(bxc)
1.
Untuk setiap a, ada tunggal elemen 0 dalam B sehingga a + 0 = 0 + a = a, 0
disebut elemen identitas terhadap bilangan bulat.
2.
Untuk setiap a, ada tunggal elemen 1 dalam B sehingga a x 1 = 1 x a = a, 1 disebut
elemen identitas terhadap operasi perkalian.
OPERASI PENJUMLAHAN PADA BILANGAN BULAT
o
Jika a dan b adalah bilangan bulat positif, bagaimana kita menyelesaikan
( – a ) + ( -b ) ?
Penyelesaian :
Misalkan c adalah bilangan bulat yang menyatakan ( – a ) + ( -b ), yaitu
c = ( – a ) + ( -b ) maka
c + b = ( – a ) + ( -b ) + b
c + b = ( – a ) + ( ( -b ) + b )
c+b=(–a)+0
halaman : 15
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
(c+b)+a=(–a)+a
(c+b)+a=0
c+(b+a)=0
c+(a+b)=0
c +( a + b ) + (- (a + b)) = – ( a +b)
c + (( a + b ) + (- (a + b) ) = – (a + b)
c + 0 = – ( a + b)
c = – ( a + b)
Karena c = ( – a ) + ( -b ) maka ( -a ) + ( – b ) = – ( a + b).
Jadi, jika a dan b bilangan bulat positif, maka ( -a ) + ( – b ) = – ( a + b).
Jika a dan b bilangan cacah dengan a < b, bagaimana menyelesaikan
o
a+(–b)
Penyelesaian :
Menurut definisi pengurangan pada bilangan cacah, a + b = c, sama artinya b = c – a,
a + ( – b ) = a + ( – (c – a))
= a +( (- c ) + (- a) )
= a + (- a) + ( -c )
=0+(–c)
= ( – c ) karena c = b – a
Maka a + ( – b )= ( – (b – a )) = – ( b – a )
Jika a dan b bilangan cacah dengan b < a, bagaimana menyelesaikan
o
a + ( -b )
Penyelesaian :
Karena b < a maka ada sedemikian sehingga a = b + c. Menurut definisi pengurangan a =
b + c , sama artinya a – b = c jika dan hanya jika
halaman : 16
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
b=a–c
a + ( -b ) = b + c + ( – b )
= c + ( b + ( -b ))
=c+0
a + ( -b ) = c , karena c = a – b
Maka a + ( -b ) = a – b
OPERASI PENGURANGAN PADA BILANGAN BULAT
Definisi :
Jika a, b, dan c adalah bilangan–bilangan bulat, maka a – b = c jika dan hanya jika a = b + c.
Bilangan bulat mempunyai sifat tertutup terhadap operasi pengurangan dan inilah yang
menjadikan perluasan dari system bilangan cacah ke bilangan bulat.Kita buktikan bersama
bahwa operasi bilangan bulat mempunyai sifat tertutup pada operasi pengurangan.
Untuk membuktikan sifat tertutup ini kita harus membuktikan bahwa setiap pengurangan a, b
bilangan bulat terdapat hanya satu bilangan bulat c.
Bukti :
Dari definisi pengurangan didapat untuk setipa a,b bilangan bulat terdapat c bilangan bulat.
Jadi telah terbukti ada bilangan bulat lain.
Akan dibuktikan terdapat satu c bilangan bulat.
Andaikan ada bilangan bulat a dengan n c sedemikian sehingga
a = b + n. Karena a = b + c maka b + n = b + c.
b + (-b) + n = b + ( – b ) + c
0+n=0+c
n=c
Pengandaian tidak terbukti, maka n = c, Jadi terbukti dalam operasi pengurangan bilangan
bulat berlaku sifat tertutup.
halaman : 17
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
BILANGAN PECAHAN5
Pendahuluan :
Mempelajari Matematika tidak terlepas dengan bilangan Salah satu bagian dari klasifiksi
bilangan adalah bilangan pecahan. Bilangan pecahan ini sudah diajarkan di jenjang SD kelas
3. Namun siswa SD masih sulit membayangkan hal-hal yang abstrak sehingga kita sering
menemukan siswa lanjutan tidak menguasai materi Bilangan Pecahan dengan baik.
Bentuk pecahan adalah hal yang sangat fundamental di dalam memberikan pengajaran
kepada siswa Sekolah Dasar. Mengapa demikian ? Hal ini dikarenakan kalau salah dalam
memberikan pengertian pecahan kepada siswa akan berakibat fatal, karena hal ini akan terus
berlanjut sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Sebagai contoh mudah bentuk pecahan
6
3
semua orang sepakat akan menjawab 2, tetapi
harus dijelaskan kenapa hasilnya 2, darimana ? Jawaban 2 akan diperoleh jika kita dengan
6
3
benar membaca pecahan tersebut. Kebanyakan orang bentuk pecahan
akan dibaca
“enam dibagi tiga” atau “enam per tiga”, kalau dibaca seperti ini tidak akan memberikan
jawaban yang memuaskan, sekarang bagaimana kalau pecahannya
2
0
? orang akan
bingung menjawabnya “dua dibagi nol” berapa ya kira-kira ? Tapi kalau kita dengan benar
dalam membaca suatu bentuk pecahan, maka kita tidak akan menemukan kesulitan dalam
menentukan hasil suatu pecahan.
Bentuk pecahan “
a
b
” dibaca “b dikalikan berapa hasilnya a”. Cara baca seperti inilah yang
bisa menjawab semua permasalahan bentuk pecahan.
5
http://amalia07.files.wordpress.com/2008/07/bilangan-1.pdf
halaman : 18
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Contoh :
6
3
, tiga dikalikan berapa hasilnya enam, jawabnya dua
0
2
, dua dikalikan berapa hasilnya nol, jawabnya nol
1
0
, nol dikalikan berapa hasilnya satu, jawabnya tidak ada (tidak didefinisikan)
0
0
, nol dikalikan berapa hasilnya nol, jawabnya satu, tujuh, seratus, seribu, dll
(tidak terhingga)
Dengan cara membaca bentuk pecahan seperti itulah kita akan bisa menemukan jawaban
setiap bentuk pecahan, sehingga diharapkan pemahaman tentang bentuk pecahan kepada
siswa Sekolah Dasar akan terus melekat dalam dirinya sampai nantinya dalam menempuh
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Bentuk pecahan dapat dikategorikan dalam tiga hal, yaitu :
1. Pecahan Biasa
2. Pecahan Campuran
3. Pecahan Desimal
4. Pecahan Persen
Pecahan biasa
Pecahan biasa adalah pecahan yang dituliskan dalam bentuk
pembilang dan b dinamakan penyebut”. Bentuk pecahan
a
b
a
b
dengan “a dinamakan
mewakili angka antara 0 dan
1.
halaman : 19
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
1
2
Contoh :
,
3
5
,
2
3
, dst.
Pecahan campuran
Pecahan campuran adalah pecahan yang dituliskan dalam bentuk P
a
b
dengan “P
bilangan bulat, a dinamakan pembilang, dan b dinamakan penyebut”. Bentuk pecahan P
a
b
mewakili angka lebih dari 1 atau kurang dari –1
Contoh : 3
2
3
,2
4
7
,5
1
4
, dst
Pecahan desimal
Pecahan desimal adalah pecahan yang dituliskan dalam bentuk P,Q
Contoh : 3,23 ; 4,14 ; 2,11 ; dst
Pecahan persen
Pecahan persen adalah pecahan yang dituliskan dalam bentuk A%, dimana bentuk “%”
disini mempunyai arti
1
100
Contoh : 3 % berarti
3
100
.
1
1
1
2
½ % berarti 100 atau 2 x100 atau 200
Membandingkan dua pecahan
halaman : 20
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Untuk membandingkan dua pecahan yang dilakukan hanya dengan membandingkan
pembilangnya saja dengan ketentuan penyebutnya harus sama, apabila penyebutnya tidak
sama, maka kedua penyebut harus disamakan dengan metode perkalian atau metode KPK
Contoh1
5
6
dengan
Penyelesaiannya
5
6
9
6
Contoh2
3
7
dengan
9
6
2
5
Penyelesaian : karena penyebutnya tidak sama digunakan prinsip perkalian silang
3x5 dan 2x7
15 dan 14
3
7
karena 15 14, maka
2
5
Contoh3
2
5
2
6
dengan 2
Penyelesaian : pecahan campuran diubah dulu menjadi pecahan biasa
2
2
6
=
2 x6+2
6
=
14
6
karena penyebut pecahan
2
5
dan pecahan
14
6
tidak sama,maka dilakukan
prinsip perkalian silang
2x6 dan 14x5
12 dan 70
halaman : 21
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
karena 12 70, maka
2
5
14
6
Contoh :
1. Ketika guru menerangkan bilangan pecahan 1/2 melalui peragaan kepada siswa dengan
membagi sebatang kapur menjadi 2 bagian, Sang Guru berkata : satu batang kapur ini jika
dibelah menjadi 2 maka hasilnya 1/ 2. Lalu siswa bertanya : “Mengapa setengah?”
“Bukankah menjadi 2 potong?”
2. Kejadian lain yang terjadi sbb.: 1/2 + 1/3 = 2/5 (pembilang ditambah dengan pembilang dan
penyebut ditambah dengan penyebut) Fatal !
Bagaimana Cara Menanamkan Konsep Bilangan Pecahan tersebut? Dari Kamus Besar
Bahasa Indonesia : Bilangan utuh adalah bilangan yang menyatakan jumlah satuan secara
penuh.
Catatan : perbedaan dengan bilangan bulat adalah bilangan bulat tidak mengaitkan
dengan satuan
Bilangan pecahan adalah bilangan yang jumlahnya kurang atau lebih dari bilangan utuh.
Bilangan pecahan sangat erat hubungannya dengan satuan maka metode mengajarkan
bilangan pecahan ini perlu sekali bantuan visualisasi dengan satuan .
Bilangan Pecahan Dasar:
Kebutuhan bilangan pecahan berasal dari membagi satuan menjadi bagian-bagian yang
sama. Untuk menyatakan tiap bagian tsb. muncullah bilangan pecahan dasar.
Contoh:
-
Sebuah kelapa dibelah menjadi dua bagian yang sama maka tiap-tiap bagian disebut
setengah buah (1 : 2 = 1/2)
-
Sebidang tanah dibagi menjadi 4 bagian yang sama maka tiap-tiap bagian menjadi
seperempat bidang tanah (1 : 4 = 1/4)
halaman : 22
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
1/2 , 1/3, 1/4, 1/5, 1/6, ... dst. menjadi bilangan pecahan dasar.
Operasi Hitung Tambah ( + ) pada Bi langan Pecahan
Contoh:
2 meter kain dapat dibuat 3 buah baju. Tiap baju membutuhkan berapa meter kain? Jawabnya
2/3 meter . Mudah! Tapi bagaimana proses pemahaman dari anak didik?
Pengertiannya: Tiap meter dibagi menjadi 3 bagian ( 1/3 ) sehingga 2 meter menjadi 6 bagian
yang sama maka tiap baju membutuhkan 1/3 + 1/3 = 2/3 meter
Bagaimana caranya menjumlahkan dua bilangan pecahan ?
Dua buah bilangan pecahan dapat dijumlah jika kedua bilangan mengandung pecahan dasar
yang sama maka penyebut dari bilangan itu perlu disamakan terlebih dahulu
Contoh:
2/3 + 4/5 = ?
2/3 sama dengan 10/15 yang artinya ada 10 bagian yang masing-masing sebesar 1/15
4/5 sama dengan 12/15 yang artinya ada 12 bagian yang masing-masing sebesar 1/15
jadi 2/3 + 4/5 = 10 bagian + 12 bagian yang masing-masing sebesar 1/15 = 22/15
atau 22/15 = 15/15 + 7/15 = l 7/15
Kesamaan Bilangan Pecahan
Sepotong kue dibagi kepada 3 anak sehingga tiap anak mendapat 1/3 potong.
Hasilnya sama dengan 2 potong kue dibagi kepada 6 anak dan sama juga hasilnya dengan 3
potong kue dibagi kepada 9 anak dst. Jadi: Ada kesamaan bilangan pecahan antara 1/3
dengan 2/6 dengan 3/9 …dst.
Dari contoh diatas dapat disimpulkan pembilang dan penyebut suatu bilangan pecahan dapat
dikali dengan bilangan yang sama.
Mengapa 4 2/3 = 14/3?
Konsepnya adalah : 4 dapat diubah menjadi 12 bagian yang masing-masing sebesar 1/3 maka
4 2/3 ada 14 bagian yang masing-masing sebesar 1/3 sehingga 4 2/3 = 14/3
Metode mengajarnya adalah: 4 x 3 lalu + 2 menjadi pembilang baru
halaman : 23
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
1.
Pecahan biasa
a
b
a
b
+
x
y
+
p
q
ay+bx
by
=
dikenal dengan nama perkalian silang
dicari dulu KPK dari b dan q misalkan z, kemudian masing-masing pembilang
dilakukan operasi perkalian a x
a
b
p
q
+
=
w+v
z
z
b
= w dan p x
z
q
= v, sehingga bentuk penjumlahan
, cara ini lebih efisien dibanding cara perkalian silang, karena hasil
akhir sudah merupakan bentuk pecahan yang sederhana
2.
Pecahan campuran
A
p
q
+B
s
t
= (A + B) + (
p
q
+
s
t
), penyelesaian bentuk pecahannya sama seperti
prosedur diatas
3.
Pecahan desimal
Penjumlahan pecahan desimal mengacu pada letak tanda koma yang membedakan antara
bilangan bulat dan bilangan pecahan, biasanya ditulis dalam bentuk bersusun ke bawah.
Contoh
Penyelesaian
3,567 + 67,12
3,567
67,12
--------------- +
70,687
Operasi hitung kurang ( - ) adalah kebalikan dari operasi hitung tambah ( + ).
halaman : 24
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Pengurangan pecahan biasa dari bilangan bulat dapat dilakukan dengan cara mengubah
bilangan bulat menjadi bentuk pecahan campuran dengan menyamakan penyebutnya
Contoh
Penyelesaian
2
3-
3
4
3-
3
4
= ……….
3
4
= (2 + 1) -
4
4
= (2 +
3
4
)-
=2+(
4
4
-
3
4
)=2
4−3
4
=
1
4
Pengurangan pecahan campuran dari pecahan campuran dapat dilakukan dengan cara
seperti cara penjumlahan dua pecahan campuran
Contoh
Penyelesaian1
6
1
4
6
1
4
-1
1
3
-1
1
3
= …….
= (6-1)+(
=5+
1 x3−1x 4
3x4
=5+
3−4
12
=5+
−1
12
=5-
1
12
=4
12
12
-
1
4
-
1
3
)
1
12
halaman : 25
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Penyelesaian2
6
1
4
=4
12−1
12
=4
11
12
-1
1
3
=
24+1
4
-
=
25
4
4
3
=
25 x3−4 x 4
4x3
=
75−16
12
=
59
12
=4
6 x 4+1
4
=
-
-
1 x3+1
3
3+1
3
11
12
Operasi Kali ( x ) atau Bagi ( : ) pada Bilangan Pecahan :
Pengajaran operasi hitung kali atau bagi pada bilangan pecahan perlu terpadu dengan urutan
tertentu supaya konsepnya dipahami dan mengerti dengan baik.
Urutan sbb :
1. Bilangan bulat x bilangan pecahan dasar
2. Bilangan pecahan x bilangan bulat
3. Bilangan pecahan : bilangan bulat
halaman : 26
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
4. Bilangan bulat : bilangan pecahan dasar
5. Bilangan pecahan x bilangan pecahan
6. Bilangan pecahan : bilangan pecahan
Urutan ke-1: Bilangan bulat x bilangan pecahan dasar. Suatu bilangan bulat (a) dikalikan
dengan bilangan pecahan dasar ( 1/b hasilnya sama dengan bilangan (a) dibagi dengan b.
Contoh: 5 x 1/8 = 5 dibagi 8 jadi sama dengan 5/8
Urutan ke- 2 : bilangan pecahan x bilangan bulat. Karena operasi hitung perkalian bersifat
komutatif maka bilangan pecahan x Bilangan bulat sama dengan bilangan bulat x bilangan
pecahan sesuai dengan konsep urutan 1.
Urutan ke - 3 : Bilangan pecahan ( a/b) : bilangan bulat ( c )
Bilangan pecahan ( a/b) sebenarnya diperoleh dari suatu bilangan bulat (a) dibagi dengan
bilangan bulat lain (b) Jadi: bilangan pecahan (a/b ) dibagi bilangan bulat (c) = bilangan bulat
(a) dibagi dengan bilangan bulat (b) lalu dibagi lagi dengan (c) atau sama dengan bilangan
bulat (a) dibagi dengan hasil perkalian penyebut ( b ) dengan bilangan bulat tersebut ( c ).
Dapat disimpulkan juga suatu bilangan jika dibagi dengan bilangan bulat ( c) sama hasilnya
dengan bilangan itu dikali dengan 1/ c
Contoh: 2/5 : 3 = 2 dibagi dengan hasil kali 5 dengan 3 = 2 dibagi dengan 15 = 2/15
Urutan ke-4: bilangan bulat (a) : bilangan pecahan dasar (1/b). Pengertian suatu bilangan
dibagi dengan bilangan pecahan dasar 1/b adalah ada seberapa banyak dari bilangan itu yang
sebesar bilangan pecahan dasar itu.
contoh:
3 : 1/4 = ? artinya dari 3 ada berapa banyak yang sebesar 1/4.
Jadi 1 ada 4 bagian dari 1/4.
2 ada 8 bagian dari 1/4
3 ada 12 bagian dari 1/4
hasilnya 3 : 1/4 = 12
halaman : 27
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Dapat disimpulkan suatu bilangan dibagi 1/b sama dengan bilangan itu dikali b.
Urutan ke-5: bilangan pecahan ( a / b ) x bilangan pecahan ( c / d ). Konsepnya adalah:
bilangan pecahan ( a / b ) dikali dengan bilangan bulat ( c ) kemudian dibagi dengan bilangan
bulat ( d )
Contoh: 2/5x 4/ 3 = 2/5 dikali dengan 4 lalu dibagi 3 = 8/5 : 3 = 8/15
metodenya ; a / b x c / d = a x c / b x d
Pembilang kali pembilang dan penyebut kali penyebut
Urutan ke- 6 ; bilangan pecahan ( a / b ) : bilangan pecahan ( c / d )
Konsepnya adalah suatu bilangan jika dibagi dengan bilangan c / d sama dengan bilangan itu
dikali dengan bilangan d / c
KPK DAN FPB
Faktor6 adalah:
1.
unsur atau elemen dasar yang mempengaruhi suatu hal atau peristiwa
2.
dalam matematika faktor adalah bilangan yang dikalikan bilangan lainnya.
Dalam aritmetika dan teori bilangan, kelipatan persekutuan terkecil7 (KPK) dari dua bilangan
adalah bilangan bulat positif terkecil yang dapat dibagi habis oleh kedua bilangan itu.
Contoh :
Cara sederhana dapat digunakan untuk mencari KPK dari 2 atau 3 bilangan yang tidak terlalu
besar, namun untuk bilangan yang lebih besar sebaiknya menggunakan cara faktorial.
Cara sederhana
Mencari KPK dari 12 dan 20:
6
7
http://id.wikipedia.org/wiki/Faktor
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelipatan_persekutuan_terkecil
halaman : 28
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Kelipatan dari 12 = 12, 24, 36, 48, 60, 71, 84, ...
Kelipatan dari 20 = 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, ...
KPK dari 12 dan 20 adalah kelipatan sekutu (sama) yang terkecil, yaitu 60.
Cara faktorial
Mencari KPK dari bilangan 147, 189 dan 231:
Buat pohon faktor dari masing-masing bilangan:
147
189
231
/\
/\
/\
3 49
3 63
3 77
/\
/\
/\
7 7
7 9
7 11
/\
3 3
Susun bilangan dari pohon faktor utk mendapatkan faktorialnya:
Faktorial 147 = 31 x 72
Faktorial 189 = 33 x 71
Faktorial 231 = 31 x 71 x 111
Ambil faktor-faktor yang memiliki pangkat terbesar, dalam hal ini 33, 72 dan 111.
Kalikan faktor-faktor tersebut: 33 x 72 x 111 = 14553.
halaman : 29
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Maka KPK dari bilangan 147, 189 dan 231 adalah 14553. Dengan kata lain, tidak ada
bilangan yang lebih kecil dari 14553 yang dapat dibagi habis oleh bilangan 147, 189 dan
231.
Dalam matematika, Faktor Persekutuan Terbesar8 (FPB) dari dua bilangan adalah bilangan
bulat positif terbesar yang dapat membagi habis kedua bilangan itu
Contoh :
Cara sederhana dapat digunakan untuk mencari FPB dari 2 atau 3 bilangan yang tidak terlalu
besar, namun untuk bilangan yang lebih besar sebaiknya menggunakan cara faktorial.
Cara sederhana
Mencari FPB dari 12 dan 20:
Faktor dari 12 = 1, 2, 3, 4, 6 dan 12
Faktor dari 20 = 1, 2, 4, 5, 10 dan 20
FPB dari 12 dan 20 adalah faktor sekutu (sama) yang terbesar, yaitu 4.
Cara faktorial
Mencari FPB dari bilangan 147, 189 dan 231:
Buat pohon faktor dari masing-masing bilangan:
147
189
231
/\
/\
/\
3 49
3 63
3 77
/\
/\
/\
7 7
7 9
7 11
/\
8
http://id.wikipedia.org/wiki/Faktor_persekutuan_terbesar
halaman : 30
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
3 3
Susun bilangan dari pohon faktor utk mendapatkan faktorialnya:
Faktorial 147 = 31 x 72
Faktorial 189 = 33 x 71
Faktorial 231 = 31 x 71 x 111
Ambil faktor-faktor yang sekutu (sama) dari ketiga faktorial tersebut, dalam hal
ini 3 dan 7.
Kalikan faktor-faktor sekutu yang memiliki pangkat terkecil, dalam hal ini 31 x 71 = 21.
Maka FPB dari bilangan 147, 189 dan 231 adalah 21. Dengan kata lain, tidak ada
bilangan yang lebih besar dari 21 yang dapat membagi habis bilangan 147, 189 dan 231.
KPK dan FPB menggunakan pohon faktor
Mencari KPK dan FPB dengan menggunakan pohon faktor dapat dilakukan dengan uraian
seperti yang telah dijelaskan diatas
Contoh
Tentukan KPK dan FPB dari 24, 60, dan 80
Penyelesaian
24
2
60
12
2
2
6
2
80
30
2
3
2
15
3
40
2
5
20
2
10
2
5
halaman : 31
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Faktor 24 = 23 x 3
Faktor 60 = 22 x 3 x 5
Faktor 80 = 24 x 5
Jadi
KPK 24, 60, dan 80 adalah 24 x 3 x 5 = 240
FPB 24, 60, dan 80 adalah 22 = 4
KPK dan FPB menggunakan hasil bagi berulang dengan bilangan prima sebagai pembagi
Teknik mencari KPK dan FPB dengan menggunakan hasil bagi berulang dengan bilangan
prima sebagai pembagi, yaitu dengan cara menggunakan bilangan prima dari yang terkecil
sebagai pembaginya hingga didapatkan hasilbagi berupa angka “satu”.
Langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut
1. Tentukan
kolom penyelesaian, yaitu kolom tempat KPK, kolom tempat bilangan yang
dicari KPK dan FPB, dan kolom tempat FPB
2. Gunakan bilangan prima dari yang terkecil sampai terbesar sesuai urutannya sebagai
pembagi
3. Kalau semua bilangan pada kolom 2 bisa dibagi dengan pembagi, maka tuliskan pembagi
tersebut pada kolom 1 dan kolom 3
4. Kalau ada salah satu bilangan pada kolom 2 yang tidak bias dibagi dengan pembagi, maka
tuliskan pembagi ersebut pada kolom 1 saja
5. Kalau semua hasilbagi bernilai 1, berhenti pengerjaan penyelesaiannya soal selesai
6. KPK diperoleh dari perkalian semua bilangan prima yang terdapat pada kolom 1, sedang
FPB diperoleh dari perkalian semua bilangan prima yang terdapat pada kolom 2
Catatan : bilangan prima adalah bilangan yang mempunyai tepat dua
faktor, yaitu 1 dan
bilangan itu sendiri
Contoh
Tentukan KPK dan FPB dari 24, 60, dan 80
halaman : 32
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Penyelesaian
KPK
2
2
2
2
3
5
24
60
80
-------------------------------------12
30
40
-------------------------------------6
15
20
-------------------------------------3
15
10
-------------------------------------3
15
5
-------------------------------------1
5
5
-------------------------------------1
1
1
240
KPK=24x3x5=240
Jadi
FPB
2
2
4
FPB=22=4
Algoritma Euclidean
Cara lain untuk mencari FPB adalah dengan menggunakan algoritma Euklidean. Misalkan a
dan b adalah 2 bilangan bulat yang tidak sama, maka algoritma Euklidean adalah sebagai
berikut:
a1 = maximum(a,b)-minimum(a,b)
b1 = minimum(a,b)
a2 = maximum(a1,b1)-minimum(a1,b1)
b2 = minimum(a1,b1)
.
.
.
ai = maximum(ai-1,bi-1)-minimum(ai-1,bi-1)
bi = minimum(ai-1,bi-1)
Algoritma tersebut berhenti hingga diperoleh ai = bi
FPB dari a dan b adalah ai = bi
halaman : 33
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mencari FPB. Di SD / SMP, metode yang umum
digunakan ialah metode pagar dan metode pohon faktor. Metode pagar maupun metode
pohon faktor efektif untuk bilangan-bilangan kecil. Jika bilangan yang dicari FPB-nya besar,
maka lebih efektif menggunakan algoritma Euclid.
Algoritma Euclid9 ialah algoritma yang dilaksanakan secara bertahap, step by step,di mana
hasil yang didapat dari suatu tahap akan digunakan lagi pada tahapan selanjutnya. Prosedur
pada algoritma Euclid ialah mencari sisa (remainder) dari pembagian bilangan yang lebih
besar
(kita
misalkan a)
dengan
bilangan
yang
lebih
kecil
(misalkan b).
Anggap
sisa a dibagi b sebagai r1. Jika r1 bukan nol, langkah selanjutnya ialah mencari sisa
dari b dibagi r1.
Jika sisanya masih bukan nol, maka selanjutnya mencari lagi sisa r1 dibagi r2 (r2 ialah
sisa
dari b dibagi r1). Jika masih belum nol, maka mencari lagi sisa r2 dibagi r3. Begitu
seterusnya sampai sisa pembagian ialah 0. Misalnya ditemukan sisa dari r n-1 dibagi rnialah 0,
maka FPB dari dua bilangan yang tadi dicari (a dan b) ialah rn. Secara matematis, prosedur ini
dapat ditulis sebagai :
A : B = C sisa D
B : D = E sisa F
D : F = G sisa 0 [berehnti]
FPB dari A dan B adalah F
Dalam pencarian FPB dan KPK biasanya menggunakan pola pohon faktor. Namun kini kita
coba menggunakan pola 10 kali lebih cepat dari cara yang biasa. Pola ini dinamakan pola
Dahsyat10.
Misalkan contoh:
Carilah FPB dan KPK dari 12 dan 16
9
http://hallofnotes.blogspot.com/2010/02/mencari-fpb-dengan-algoritma-euclid.html
http://haydar85.wordpress.com/2009/11/14/mencari-fpb-dan-kpk-cara-cepat-dan-mudah/
10
halaman : 34
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Cara Pohon Faktornya yakni:
12 = 2 x 2 x 3 = 22 x 3
16 = 2 x 2 x 2 x 2 = 24
FPB-nya: cari yang sama dan pangkat terkecil
jadi: 22 = 4, FPBnya adalah 4
KPKnya: cari yang sama, pangkat terbesar dan sisanya
jadi : 24 x 3 = 16 x 3 = 48, KPKnya adalah 48
Kemudian sekarang dengan cara cepatnya
Rumus:
FPB: yang besar dibagi yang kecil, sisanya itu FPB
KPK: yang besar dikali yang kecil dibagi FPB
FPB dan KPK dari 12 dan 16
FPB = Yg Besar dibagi yang Kecil, sisanya itu FPB
jadi sisanya/FPBnya adalah 4
halaman : 35
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
KPK = Yg Besar dikali yg kecil dibagi FPB
Jadi KPKnya adalah 48
KPK dan FPB metode BINTANG HATI11.
Contoh:
Tentukan FPB dan KPK dari
24 dan 18
Jawab:
Faktor-faktor
24: 12, 8, 6, 4, 2
18: 9, 6, 3
FPB = 6
KPK = 6 x (4×3) = 72 (Selesai).
Maksudnya?
Mari kita ulangi dengan contoh lagi.
11
http://apiqquantum.wordpress.com/2009/08/13/mudah-dan-asyik-menentukan-kpk-dan-fpb-dengan-inovasipembelajaran-matematika-kreatif-apiq/
halaman : 36
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Tentukan FPB dan KPK dari
24 dan 30
Jawab:
24 = 6×4
30 = 6×5
FPB = 6
KPK = 6 x (4×5) = 120 (Selesai).
Tentukan FPB dan KPK dari
50 dan 75
Jawab:
50 = 25×2
75 = 25×3
FPB = 25
KPK = 25 x(2×3) = 150.
BILANGAN ROMAWI
Angka Romawi12 atau Bilangan Romawi adalah sistem penomoran yang berasal dari Romawi
kuno. Sistem penomoran ini memakai huruf alfabet untuk melambangkan angka numerik:
I atau i untuk angka satu,
V atau v untuk angka lima,
X atau x untuk angka sepuluh,
L atau l untuk angka lima puluh,
C atau c untuk angka seratus
D atau d untuk angka lima ratus,
M atau m untuk angka seribu
Untuk angka yang lebih besar (lima ribu ke atas), sebuah garis ditempatkan di atas simbol
yang mengindikasikan perkalian dengan 1000.
12
http://id.wikipedia.org/wiki/Angka_Romawi
halaman : 37
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
V untuk lima ribu
X untuk sepuluh ribu
L untuk lima puluh ribu
C untuk seratus ribu
D untuk lima ratus ribu
M untuk satu ju
by Budi N
BILANGAN CACAH
Bilangan cacah1 adalah himpunan bilangan bulat yang tidak negatif, yaitu {0, 1, 2, 3 ...}.
Dengan kata lain himpunan bilangan asli ditambah 0.Jadi, bilangan cacah harus bertanda
positif.
Pembelajaran nilai tempat bilangan cacah 2 mulai dari kelas 1 catur wulan 2 sampai dengan
kelas 6. Setiap siswa di setiap jenjang kelas SD diharapkan dapat memahami nilai tempat.
Agar setiap siswa SD dapat memahami nilai tempat diperlukan kemampuan-kemampuan
seperti berikut :
Kemampuan
menggunakan
alat
peraga
konkret
dan
gambar-gambar
untuk
merepresentasikan bilangan 0 sampai dengan 9,
Kemampuan menulis lambang bilangan untuk bilangan 0 sampai dengan 9,
Kemampuan mengekspresikan suatu bilangan sebagai kombinasi penjumlahan, seperti
3+0, 2+1, 1+2, dan 0+3 untuk bilangan 3.
Kemampuan-kemampuan ini penting sebagai dasar untuk memahami bahwa suatu bilangan
seperti 12 dapat direpresentasikan sebagai 1 puluhan dan 2 satuan dan sebagai 10+2
(Kennedy & Tipps, 1994).
Dalam matematika, nilai tempat bilangan cacah perlu dipahami siswa terutama untuk
menuliskan lambang bilangan yang lebih besar dari 9. Nilai tempat juga sangat berguna untuk
penamaan, pembandingan, pembulatan bilangan, memahami algoritma penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian, dan persentase. Riedesel, dkk. (1996) menegaskan
bahwa kurangnya pemahaman prosedur seperti regrouping dalam penjumlahan dan
pengurangan disebabkan oleh kurangnya pemahaman nilai tempat. Van de Walle (1994)
menyimpulkan bahwa number sense dan pemahaman komputasi tidak dapat dikembangkan
tanpa pemahaman yang kuat akan nilai tempat. Troutman & Lichtenberg 1991) menyarankan
1
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Bilangan_cacah
http://teguh-sahidan.blogspot.com/2008/11/pembelajaran-nilai-tempat-bilangan.html
halaman : 1
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
untuk segera mengecek kesulitan tentang nilai tempat bila siswa menunjukkan kelemahan
dalam aritmetika.
Pemahaman materi nilai tempat sangat diperlukan, tetapi kenyataan yang ada menunjukkan
bahwa pemahaman siswa SD akan materi ini belum seperti yang diharapkan. Hasil penelitian
Kami (Sinclair & Sinclair, 1986:59) menunjukkan bahwa siswa kelas 3 dan 4 tidak memahami
bahwa angka 3 dan angka 4 pada lambang bilangan 34 mempunyai suatu relasi khusus pada
totalitas numerik. Juga di Malang Jawa Timur siswa kelas 2 SD Negeri Sumbersari III
mengalami kesulitan menentukan nilai tempat bilangan cacah sampai dengan 100 (Nurhakiki,
1999).
Dalam memahami nilai tempat, kesulitan yang dialami siswa menurut Troutman & Lichtenberg
(1991) adalah dalam hal :
Mengasosiasikan model nilai tempat dengan lambang bilangan,
Menggunakan nol bila menulis lambang bilangan,
Menggunakan konsep regrouping untuk merepresentasikan lambang bilangan,
Menamakan posisi nilai tempat dalam suatu lambang bilangan,
Memberikan representasi nilai tempat tidak baku untuk suatu lambang bilangan.
Kesulitan siswa dalam memahami nilai tempat bilangan dua angka meliputi tiga komponen
utama yaitu kuantitas dan nama basis, nama bilangan, dan lambang bilangan berkaitan
dengan nilai tempat (Payne & Huinker, 1993).
Berdasarkan pada pokok pikiran tersebut penulis mencoba memberikan suatu pembelajaran
nilai tempat mengacu pada teori Bruner di kelas rendah SD yang diharapkan dapat membantu
mengatasi kesulitan siswa tersebut. Pembelajaran tersebut menggunakan pendekatan
konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak (KSSA). Pendekatan ini sudah dicobakan
untuk mengatasi kesulitan siswa dalam memahami konsep nilai tempat di kelas 2 SD (Teguh,
2002) dan untuk menanamkan konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang di kelas 3 SD
(Surtini, 2000). Hasilnya cukup menggembirakan.
halaman : 2
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Pendekatan ini sesuai dengan tingkat berpikir anak yang meliputi empat tingkat berpikir yaitu
berpikir pada tingkat konkret, semikonkret, semiabstrak dan abstrak Ruseffendi,1981). Bila
pembelajaran matematika disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa, diharapkan siswa akan
memahami konsep nilai tempat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutawidjaja (1997)
yang menyatakan bahwa penyajian matematika yang disusun sesuai dengan tingkat berpikir
siswa, memungkinkan siswa SD memahami matematika yang bersifat abstrak, aksiomatis,
simbolik, dan deduktif.
Modus Representasi Konsep-Konsep Matematika Menurut Teori Bruner
Dalam pembelajaran matematika, Bruner membagi modus representasi atau penyajian
menjadi tiga modus, yaitu modus enaktif, modus ikonik, dan modus simbolik.
Modus enaktif adalah modus di mana anak dalam belajarnya masih membutuhkan bantuan
benda-benda konkret, misalnya untuk mengenalkan nilai tempat menggunakan blok basis
sepuluh atau balok-balok satuan yang dikelompokkan sesuai dengan nilai tempat suatu
angka pada suatu lambang bilangan.
Modus ikonik adalah modus di mana siswa dalam belajarnya telah melangkah satu
langkah dari benda-benda konkret menuju bayangan mental secara realistik yaitu gambargambar benda, diagram dan atau informasi lisan yang didasarkan pada dunia nyata (Reys,
dkk., 1998).
Modus simbolik adalah modus di mana siswa dalam belajarnya sudah mulai menggunakan
simbol-simbol atau bahasa, dari yang sederhana dikembangkan ke yang lebih luas.
Pendekatan dalam Pembelajaran Nilai Tempat yang Mengacu pada Teori Bruner: Konkret,
Semikonkret, Semiabstrak, dan Abstrak
Pendekatan, menurut Ruseffendi (1980) ialah “jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau
siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana materi itu disajikan”.
Pendekatan dapat berupa konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu
bahan pelajaran untuk mencapai tujuan belajar mengajar (Sudjana, 1986). Pembelajaran nilai
halaman : 3
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
tempat yang disajikan dalam tulisan ini menggunakan benda konkret blok basis sepuluh,
gambar kubus satuan dan gambar batang puluhan, diagram atau tabel nilai tempat, dan
lambang atau simbol bilangan.
Blok basis sepuluh yang digunakan adalah kubus-kubus satuan dan batang-batang puluhan.
Penyajian dengan menggunakan benda kubus-kubus satuan dan batang-batang puluhan
merupakan pendekatan konkret. Penyajian dengan menggunakan gambar kubus satuan dan
gambar batang puluhan, merupakan pendekatan semikonkret. Penyajian dengan diagram
atau tabel nilai tempat merupakan pendekatan semiabstrak dan penyajian dengan
menggunakan lambang atau simbol bilangan, merupakan penyajian bentuk abstrak.
Penyajian dengan menggunakan kubus satuan dan batang puluhan bersesuaian dengan
tahap enaktif dari Bruner. Penyajian dengan menggunakan gambar kubus satuan dan gambar
batang puluhan serta dengan menggunakan diagram atau tabel nilai tempat bersesuaian
dengan tahap ikonik dari Bruner. Dan penyajian dengan menggunakan lambang atau simbol
bilangan sesuai dengan nilai tempatnya bersesuaian dengan tahap simbolik dari Bruner.
Penggunaan blok basis sepuluh, sebagai benda konkret, dimaksudkan untuk memberikan
lingkungan belajar awal yang cocok untuk dapat mengkonstruksi pemahaman atau
mengembangkan konsep nilai tempat dan juga mengembangkan pengetahuan konseptual
nilai tempat serta untuk menghubungkan konsep nilai tempat dengan simbolisme.
Bila siswa telah dapat memanipulasi blok basis sepuluh dalam menentukan nilai tempat suatu
lambang bilangan, dilanjutkan dengan penggunaan gambar blok basis sepuluh, dan tabel atau
diagram nilai tempat, serta simbol bilangan sebagai suatu sistem. Agar terjadi belajar dengan
pemahaman, maka jembatan dari representasi konkret ke representasi abstrak atau
sebaliknya harus dilalui berulang-ulang.
Kennedy & Tipps (1994) menyatakan bahwa urutan penyajian menggunakan pendekatan
konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak sangat dianjurkan bagi siswa berkesulitan
halaman : 4
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
belajar. Rangkaian pembelajaran terpadu antara idea (yang ditampilkan dengan bahasa baik
bahasa lisan maupun tulisan sebagai kata/frasa/kalimat), benda konkret, gambar benda, dan
simbol gambar dan simbol dimaksudkan untuk mengupayakan penanaman konsep
matematika (idea), dalam hal ini konsep nilai tempat, ke dalam skemata siswa (Hudojo, 1998).
Nilai Tempat Bilangan Cacah di Kelas Rendah SD
Untuk memahami nilai tempat bilangan cacah memerlukan pengertian sistem numerasi HinduArab, konsep nilai tempat, menulis dan membaca lambang bilangan.
1. Sistem Numerasi Hindu-Arab
Menurut Negoro & Harahap (1983) “bilangan adalah suatu ide yang sifatnya abstrak”.
Bilangan bukan simbol dan bukan pula lambang bilangan. Menurut Musser & Burger
(1991) bilangan adalah suatu ide/gagasan, suatu abstraksi, yang merepresentasikan suatu
kuantitas. Dan lambang bilangan dinyatakan sebagai simbol yang kita lihat, tulis, atau
sentuh bila merepresentasikan bilangan. Jadi bilangan adalah ide yang bersifat abstrak
dan merepresentasikan suatu kuantitas. Lambang bilangan adalah simbol yang
merepresentasikan bilangan yang dapat kita tulis, lihat, dan sentuh.
Sistem pemberian nama bilangan disebut dengan sistem numerasi (Ruseffendi, 1984). Ada
dua hal pokok yang perlu diperhatikan dalam sistem numerasi yaitu (1) simbol-simbol
pokok yang digunakan, dan (2) aturan menyatukan simbol-simbol pokok itu untuk menulis
lambang bilangan.
Secara umum sistem numerasi yang banyak digunakan orang saat ini yang menggunakan
sistem nilai tempat adalah sistem numerasi Hindu-Arab. Sistem numerasi Hindu-Arab ini
juga disebut dengan sistem numerasi desimal (Ruseffendi, 1984). Dan menurut Troutman
& Lichtenberg (1991) sistem numerasi Hindu-Arab ini mempunyai karakteristik: (1)
Menggunakan sepuluh macam angka yaitu 0 sampai dengan 9; (2) Menggunakan sistem
bilangan dasar sepuluh. Artinya setiap sepuluh satuan dikelompokkan menjadi satu
halaman : 5
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
puluhan, setiap sepuluh puluhan menjadi satu ratusan, dan seterusnya. Jadi pada lambang
bilangan dasar sepuluh, tempat paling kanan adalah tempat satuan dengan nilai tempatnya
satu, tempat sebelah kirinya tempat puluhan dengan nilai tempatnya sepuluh, dan
seterusnya; (3) Menggunakan sistem nilai tempat. Contoh pada bilangan 16, nilai tempat
angka 1 adalah sepuluh, berarti 1 puluhan dan nilai tempat angka 6 adalah satu, berarti 6
menunjukkan 6 satuan; (4) Menggunakan sistem penjumlahan dan perkalian. Contoh
bilangan 15, bilangan ini dapat dituliskan sebagai (1 x 10) + (5 x 1).
Dengan sepuluh macam angka dan aturan-aturan mengombinasikannya menggunakan
sistem bilangan dasar 10, maka akan dapat dituliskan nama-nama bilangan mana pun
yang kita perlukan.
2. Konsep Nilai Tempat
Menurut Ashlock (1994) gagasan nilai tempat menyangkut pemberian suatu nilai kepada
masing-masing tempat atau posisi dalam lambang bilangan multi-digit; yaitu masingmasing tempat dalam lambang bilangan tersebut bernilai perpangkatan sepuluh. Kramer
(1970) menyatakan nilai posisi atau tempat dari suatu angka dalam suatu lambang
bilangan tergantung pada tempat angka itu berada dalam lambang bilangan tersebut.
Sehingga setiap angka dalam lambang bilangan desimal mempunyai nilai yang ditentukan
oleh nilai angka itu sendiri dan nilai tempat angka itu (Negoro & Harahap, 1983). Sebagai
contoh bilangan 15, angka 1 mempunyai nilai 1 puluhan, dan angka 5 mempunyai nilai 5
satuan. Nilai tempat 1 adalah sepuluh, nilai bilangannya 10, nilai tempat 5 adalah satu, nilai
bilangannya 5 (Seputra & Amin, 1994).
Payne & Huinker (1993) menyatakan ada tiga komponen utama dari pemahaman nilai
tempat bilangan dua angka yaitu kuantitas dan nama basis, nama bilangan, dan lambang
bilangan berkaitan dengan nilai tempat. Menurut Payne & Rathmell ada tiga komponen
pengetahuan nilai tempat yaitu model-model konseptual, representasi lisan, dan
representasi simbolik. Pendapat Payne & Huinker serta Payne & Rathmell tersebut
nampaknya ada kesamaan yaitu kuantitas dengan model konseptual, representasi lisan
halaman : 6
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
dengan nama bilangan dan nama basis, dan representasi simbolik dengan lambang
bilangan berkaitan dengan nilai tempat.
3. Menulis dan Membaca Lambang Bilangan
Membilang dengan cara satu-satu merupakan cara yang meyakinkan bagi siswa untuk
mengurutkan bilangan yang menyatakan banyak anggota suatu himpunan. Akibatnya,
membilang merupakan komponen penting untuk memahami bilangan dua angka atau
lebih. Oleh karena itu, program pembelajaran di kelas-kelas awal harus banyak
memberikan perhatian pada membaca dan menulis lambang bilangan. Menulis dan
membaca lambang bilangan dimulai setelah anak dapat mengenali lambang bilangan dan
dapat menghubungkannya dengan banyaknya benda.
Pemahaman yang baik akan nilai tempat sangat membantu siswa dalam membaca dan
menuliskan lambang-lambang bilangan terutama dalam tulisan ini yaitu bilangan-bilangan
yang terdiri dari dua angka. Siswa perlu mengetahui prosedur membaca dan menulis
lambang bilangan.
PEMBELAJARAN NILAI TEMPAT MENGACU PADA TEORI BRUNER DI KELAS KELAS
RENDAH SD
Dalam tulisan ini digunakan alat peraga nilai tempat proporsional yaitu blok basis sepuluh.
Blok basis sepuluh termasuk dalam kelompok model basis sepuluh yang telah terkelompok.
Keuntungan dalam menggunakan model ini adalah sekali siswa telah mengenal bentuk kubus
satuan sebagai 1 dan batang puluhan sebagai 10, maka siswa akan dapat membedakan
bahwa semakin besar atau banyak blok basis sepuluh nilainya akan semakin besar. Hal ini
senada dengan pendapat Fuson, 1988; Steffe & Cobb, 1988 (dalam Hiebert & Wearne, 1992)
yang menyatakan pemahaman nilai tempat menyangkut menghubungkan antara ide dasar
nilai tempat, seperti mengkuantifikasi himpunan objek dengan pengelompokan sepuluh dan
memperlakukan kelompok tersebut sebagai satuan-satuan.
halaman : 7
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Pembelajaran nilai tempat yang mengacu pada teori Bruner dalam tulisan ini dilakukan
dengan urutan penyajian bentuk konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak sebagai
berikut. Adapun materi yang penulis sajikan dalam tulisan ini adalah materi nilai tempat untuk
kelas 1 SD.
1. Bentuk Konkret
Dalam penyajian bentuk konkret, aktivitas-aktiviatas yang dilakukan adalah (a) Membilang
kubus satuan; (b) Menyusun 10 kubus satuan menjadi satu rangkaian (puluhan); (c)
Mengganti 10 kubus satuan (1 rangkaian) dengan 1 batang puluhan; (d) Membuat
rangkaian sendiri dengan bilangan cacah 11-50; (e) Menunjukkan puluhan dan satuan
dengan menggunakan alat peraga manipulatif.
2. Bentuk Semikonkret
Aktivitas yang dilakukan dalam penyajian bentuk semikonkret adalah (a) Membilang
banyaknya gambar kubus satuan, (b) Memasangkan gambar dengan benda konkret
sebagai alat peraga manipulatif untuk menunjukkan bilangan 11-50, (c) Menunjukkan
puluhan dan satuan dengan menggunakan gambar alat peraga manipulatif.
3. Bentuk Semiabstrak
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam penyajian bentuk semiabstrak adalah membuat
coretan pada kolom puluhan dan satuan dalam tabel nilai tempat sesuai dengan banyak
puluhan dan satuan bilangan 11-50 dari gambar alat peraga manipulatif. Berikut ini contoh
tabel nilai tempat dengan banyaknya coretan pada kolom puluhan dan kolom satuan.
Tabel Nilai Tempat Bilangan Cacah
Lambang bilangan Puluhan Satuan
11 | |
23 || |||
35 ||| |||||
46 |||| ||||||
halaman : 8
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
4. Bentuk Abstrak
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam penyajian bentuk abstrak adalah (a) Menyebutkan
nama bilangan cacah 11-50; (b) Menuliskan nama bilangan cacah 11-50; (c) Menentukan
puluhan dan satuan dari suatu lambang bilangan; (d) Menuliskan bentuk panjang dari
suatu lambang bilangan antara 11-50; (e) Merubah dari nama basis ke bentuk
penjumlahan; (f) Menentukan nilai tempat suatu angka dari suatu bilangan antara 11-50;
(g) Menentukan nilai angka dari suatu lambang bilangan antara 11-50
Contoh Pembelajaran Nilai Tempat yang Mengacu pada Teori Bruner di Kelas Rendah SD.
Untuk memberikan gambaran pembelajaran menggunakan teori Bruner dengan pendekatan
konkret, semikonkret, semiabstrak dan abstrak. Berikut ini penulis disajikan suatu contoh
pembelajaran nilai tempat yang mengacu pada teori Bruner. Pembelajaran ini adalah
pembelajaran nilai tempat di kelas 1 SD dengan alat peraga batang puluhan, kubus satuan,
gambar batang puluhan, gambar kubus satuan, dan tabel nilai tempat dengan metode
ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi serta penugasan. Pembelajaran ini disusun dalam
bentuk antara guru (G) dan siswa (S) adalah sebagai berikut.
Penyajian Bentuk Konkret
G: Memperkenalkan kubus-kubus satuan dan batang puluhan. Dengan menggunakan kubuskubus satuan, tunjukkanlah bilangan 1, 2, 3, 4, 5,6,7, 8, 9, dan 10?
S: Melakukan kegiatan.
G: Guru mengamati cara siswa menunjukkan bilangan tersebut dengan kubus satuan dan
memberi bantuan seperlunya. Kemudian meminta siswa untuk menuliskan lambang
bilangan yang sudah ditunjukkan dengan kubus-kubus satuan tersebut di buku tulis dan di
papan tulis.
S: Melakukan kegiatan
G: Sekarang perhatikan. Apabila ada 9 kubus satuan lalu kita tambah lagi dengan 1 kubus
satuan, maka akan menjadi berapa kubus satuan, S?
S: Sepuluh
halaman : 9
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
G: Ya, bagus. Sekarang coba kalian membilang 11 kubus satuan.
S: Membilang 11 kubus satuan
G: Memperhatikan aktivitas siswa. Bertanya pada S, selesai?
S: S menjawab. Selesai, Pak
G: Baiklah, coba kalian kelompokkan 10 kubus satuan, lalu tumpukkan menjadi 1 rangkaian
(puluhan).
S: Melakukan aktivitas
G: Mengamati pekerjaan siswa. Bertanya pada S, seperti apa hasil kerjaanmu?
S: S menjawab: seperti ini, Pak
G: Ya, jempolan. Apabila 1 rangkaian telah terbentuk (terdiri dari 10 kubus satuan), apakah
masih ada kubus satuan yang tersisa? Diam sejenak, S?
S: S menjawab: masih ada, yaitu 1 kubus satuan.
G: Pintar kamu, jadi ada 1 rangkaian (10 kubus satuan) dan 1 kubus satuan. Ambillah 1
batang puluhan. Kemudian gantilah 10 kubus satuan (1 rangkaian) dengan 1 batang
puluhan tadi.
S: Melakukan aktivitas, lalu menyatakan selesai.
G: Bagus sekali. Sekarang kalian lihat, ada 1 batang puluhan dan ada 1 kubus satuan. Untuk
tugas kalian berikutnya. Buatlah rangkaian untuk bilangan 12, 13, 16, 21, 23, 34, 36, 46,
dan 48 dengan menggunakan kubus-kubus satuan dan batang puluhan. Guru mengamati
kerja siswa dan membantu siswa bila diperlukan.
S: Siswa melakukan aktivitas, lalu menyatakan selesai.
G: Guru bertanya pada siswa: “Siapa yang hasil kerjanya telah memiliki 1 batang puluhan dan
2 kubus satuan?” 1 batang puluhan dan 3 kubus satuan?
S: Saya, Pak.
Pertanyaan dilanjutkan untuk bilangan-bilangan lainnya
Penyajian Bentuk Semikonkret
G: Guru meminta siswa untuk memasangkan atau memadankan antara gambar batang
puluhan dengan batang puluhan dan memadankan gambar kubus satuan dengan kubus
satuan untuk bilangan-bilangan 11 dan 12.
halaman : 10
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
S: Siswa melakukan aktivitas.
G: Mengamati aktivitas siswa dan memberikan bimbingan kepada siswa yang memerlukan.
Guru bertanya: S selesai?
S: Ya, Pak.
G: Siapa di antara kalian yang telah membentuk pasangan 1 gambar batang puluhan dan 1
batang puluhan serta 1 gambar kubus satuan dan 1 kubus satuan? Guru diam sejenak,
lalu berkata coba S?
S: Saya, Pak
G: Guru memegang dan memperagakan 1 gambar batang puluhan dan 1 batang puluhan
serta 1 gambar kubus satuan dan 1 kubus satuan. Lalu bertanya: Siapa yang memiliki
pasangan 1 gambar batang puluhan dan 1 batang puluhan serta 2 gambar kubus satuan
dan 2 kubus satuan? Siapa yang dapat menyebutkan arti gambar ini? S?
S: S menjawab: Saya, Pak. Dua belas.
G: Bagus. Kalian sudah dapat memasangkan batang puluhan dengan gambar batang puluhan
dan kubus satuan dengan gambar kubus satuan. Sekarang, pasangkan gambar batang
puluhan dengan batang puluhan dan gambar kubus satuan dengan kubus satuan untuk
bilangan-bilangan berikut: 13, 14, 25, 36, 37, dan 49?
S: Melakukan aktivitas.
G: Mengamati aktivitas siswa dan memberikan bantuan bagi yang memerlukan.
Penyajian Bentuk Semiabstrak
G: Sekarang ambil tabel nilai tempat. Perhatikan ada tulisan puluhan dan ada tulisan satuan.
Sekarang buatlah coretan untuk banyak gambar batang puluhan dan gambar kubus
satuan. Berapa banyak coretan untuk kolom puluhan bila ada 1 gambar batang puluhan?
Berapa banyak coretan untuk kolom satuan bila ada 1 gambar kubus satuan?
S: Melakukan aktivitas.
G: Mengamati aktivitas siswa, sambil memberikan bimbingan kepada siswa yang
membutuhkan. Untuk 1 gambar batang puluhan dan 1 gambar kubus satuan, berapa
banyak coretan pada kolom puluhan dan berapa banyak coretan pada kolom satuan yang
diperlukan?
halaman : 11
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
S: Saya, Pak.
G: Guru menunjuk S, dan berkata sebutkan!
S: Banyak coretan untuk kolom puluhan ada 1 dan banyak coretan untuk kolom satuan 1
G: Lambang bilangan apa yang ditunjukkan oleh 1 coretan pada kolom puluhan dan 1 coretan
pada kolom satuan?
S: Saya, Pak.
G: Menunjuk S, kemudian berkata, sebutkan!
S: Sebelas
Kegiatan dilanjutkan untuk bilangan lainnya antara 10—50.
G: Guru memberikan beberapa bilangan, lalu meminta siswa untuk membuat coretan pada
kolom puluhan dan kolom satuan pada tabel nilai tempat.
S: Siswa melakukan aktivitas.
G: Meminta siswa untuk menyebutkan lambang bilangan yang ditunjukkan oleh banyak
coretan dalam tabel nilai tempat sesuai dengan kolom-puluhan dan kolom satuan.
G: Memperhatikan siswa dalam menyebutkan bilangan-bilangan tersebut dan membantu
siswa yang membutuhkan. Guru memberikan soal-soal latihan untuk bilangan-bilangan
lainnya antara 10--50).
S: Mengerjakan soal-soal yang diberikan.
G: Mengamati dan memberikan bimbingan kepada siswa yang membutuhkan.
Penyajian Bentuk Abstrak
G: Mengingatkan siswa bahwa 1 batang puluhan artinya 1 puluhan dan 1 kubus satuan artinya
1 satuan. 1 puluhan artinya 10 dan 1 satuan artinya 1. Sehingga 1 puluhan dan 1 satuan =
10 + 1. Apa artinya 1 puluhan dan 2 satuan? Diam sejenak, kemudian guru bertanya
kepada S?
S: S menjawab 10 + 2.
G: Bagaimana, S. Jawaban temanmu itu. Benar atau salah?
S: S menjawab benar.
Pelajaran dilanjutkan untuk bilangan yang lain yang terletak antara 10 dan 50.
halaman : 12
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
G: Bila diperhatikan tabel nilai tempat, angka 12, terdiri dari 1 puluhan dan 2 satuan. Angka 1
menempati tempat puluhan dan angka 2 menempati tempat satuan. Bagaimana dengan
angka 14? S, angka 1 menempati tempat ….?
S: S menjawab angka 1 menempati tempat puluhan.
G: S, angka 4 menempati tempat ….?
S: S menjawab angka 4 menempati tempat satuan.
Tanya jawab dan peragaan dapat dilanjutkan untuk bilangan lainnya yang terletak antara 10
dan 50. Guru diharapkan menyimpulkan bahwa pada lambang bilangan 14 nilai angka 1
adalah 10 dan nilai angka 4 adalah 4. Dilanjutkan dengan tanya jawab untuk bilangan yang
lainnya.
BILANGAN BULAT
Bilangan bulat3 terdiri dari bilangan cacah (0, 1, 2, ...) dan negatifnya (-1, -2, -3, ...; -0 adalah
sama dengan 0 dan tidak dimasukkan lagi secara terpisah). Bilangan bulat dapat dituliskan
tanpa komponen desimal atau pecahan.
Himpunan semua bilangan bulat dalam matematika dilambangkan dengan Z (atau
), berasal
dari Zahlen (bahasa Jerman untuk "bilangan").
Sifat-sifat :
Himpunan Z tertutup di bawah operasi penambahan dan perkalian. Artinya, jumlah dan hasil
kali dua bilangan bulat juga bilangan bulat. Namun berbeda dengan bilangan asli, Z juga
tertutup di bawah operasi pengurangan. Hasil pembagian dua bilangan bulat belum tentu
bilangan bulat pula, karena itu Z tidak tertutup di bawah pembagian.
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Bilangan_bulat
halaman : 13
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Penambahan
a+b
closure:
adalah
Perkalian
bilangan
bulat
a × b adalah bilangan bulat
Asosiativitas:
a + (b + c) = (a + b) + c
a × (b × c) = (a × b) × c
Komutativitas:
a+b = b+a
a×b = b×a
a+0 = a
a×1 = a
Eksistensi unsur
identitas:
Eksistensi unsur
invers:
Distribusivitas:
Tidak
ada pembagi
nol:
a + (−a) = 0
a × (b + c) = (a × b) + (a × c)
jika a × b = 0, maka a = 0 atau b = 0 (atau
keduanya)
Sistem bilangan bulat tercipta sebagai perluasan sistem bilangan cacah untuk mendapatkan
sistem bilangan yang tertutup terhadap semua operasi hitung. Perluasan tersebut dilakukan
dengan mencari bilangan yang tertutup terhadap operasi pengurangan. 4
Definisi 1 :
4
http://ghostyoen.wordpress.com/2008/01/17/operasi-penjumlahan-dan-pengurangan-pada-sistem-bilanganbulat/
halaman : 14
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Sistem bilangan bulat terdiri atas himpunan B = { …, -2, -1, 0, 1, 2, ….} dengan operasi biner
penjumlahan dan perkalian.Untuk a, b, dan c sebarang bilangan bulat, berlaku sifat :
1.
Tertutup terhadap operasi penjumlahan. Ada dengan tunggal ( a + b)
2.
Tertutup terhadap operasi perkalian. Ada dengan tunggal ( a x b )
3.
Sifat komutatif terhadap operasi penjumlahan.a + b = b + a
4.
Sifat komutatof terhadap operasi perkalian a x b = b x a
5.
Sifat assosiatif terhadap penjumlahan ( a + b ) x c = ( a x c ) + ( b x c )
6.
Sifat assosiatif terhadap operasi perkalian ( a x b ) x c = a x ( b x c )
7.
Sifat distributif kiri perkalian terhadap penjumlahan
ax(b+c)=(axb)+(axc)
1.
Sifat distributif kanan perkalian terhadap penjumlahan
(a+b)xc=(axc)+(bxc)
1.
Untuk setiap a, ada tunggal elemen 0 dalam B sehingga a + 0 = 0 + a = a, 0
disebut elemen identitas terhadap bilangan bulat.
2.
Untuk setiap a, ada tunggal elemen 1 dalam B sehingga a x 1 = 1 x a = a, 1 disebut
elemen identitas terhadap operasi perkalian.
OPERASI PENJUMLAHAN PADA BILANGAN BULAT
o
Jika a dan b adalah bilangan bulat positif, bagaimana kita menyelesaikan
( – a ) + ( -b ) ?
Penyelesaian :
Misalkan c adalah bilangan bulat yang menyatakan ( – a ) + ( -b ), yaitu
c = ( – a ) + ( -b ) maka
c + b = ( – a ) + ( -b ) + b
c + b = ( – a ) + ( ( -b ) + b )
c+b=(–a)+0
halaman : 15
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
(c+b)+a=(–a)+a
(c+b)+a=0
c+(b+a)=0
c+(a+b)=0
c +( a + b ) + (- (a + b)) = – ( a +b)
c + (( a + b ) + (- (a + b) ) = – (a + b)
c + 0 = – ( a + b)
c = – ( a + b)
Karena c = ( – a ) + ( -b ) maka ( -a ) + ( – b ) = – ( a + b).
Jadi, jika a dan b bilangan bulat positif, maka ( -a ) + ( – b ) = – ( a + b).
Jika a dan b bilangan cacah dengan a < b, bagaimana menyelesaikan
o
a+(–b)
Penyelesaian :
Menurut definisi pengurangan pada bilangan cacah, a + b = c, sama artinya b = c – a,
a + ( – b ) = a + ( – (c – a))
= a +( (- c ) + (- a) )
= a + (- a) + ( -c )
=0+(–c)
= ( – c ) karena c = b – a
Maka a + ( – b )= ( – (b – a )) = – ( b – a )
Jika a dan b bilangan cacah dengan b < a, bagaimana menyelesaikan
o
a + ( -b )
Penyelesaian :
Karena b < a maka ada sedemikian sehingga a = b + c. Menurut definisi pengurangan a =
b + c , sama artinya a – b = c jika dan hanya jika
halaman : 16
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
b=a–c
a + ( -b ) = b + c + ( – b )
= c + ( b + ( -b ))
=c+0
a + ( -b ) = c , karena c = a – b
Maka a + ( -b ) = a – b
OPERASI PENGURANGAN PADA BILANGAN BULAT
Definisi :
Jika a, b, dan c adalah bilangan–bilangan bulat, maka a – b = c jika dan hanya jika a = b + c.
Bilangan bulat mempunyai sifat tertutup terhadap operasi pengurangan dan inilah yang
menjadikan perluasan dari system bilangan cacah ke bilangan bulat.Kita buktikan bersama
bahwa operasi bilangan bulat mempunyai sifat tertutup pada operasi pengurangan.
Untuk membuktikan sifat tertutup ini kita harus membuktikan bahwa setiap pengurangan a, b
bilangan bulat terdapat hanya satu bilangan bulat c.
Bukti :
Dari definisi pengurangan didapat untuk setipa a,b bilangan bulat terdapat c bilangan bulat.
Jadi telah terbukti ada bilangan bulat lain.
Akan dibuktikan terdapat satu c bilangan bulat.
Andaikan ada bilangan bulat a dengan n c sedemikian sehingga
a = b + n. Karena a = b + c maka b + n = b + c.
b + (-b) + n = b + ( – b ) + c
0+n=0+c
n=c
Pengandaian tidak terbukti, maka n = c, Jadi terbukti dalam operasi pengurangan bilangan
bulat berlaku sifat tertutup.
halaman : 17
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
BILANGAN PECAHAN5
Pendahuluan :
Mempelajari Matematika tidak terlepas dengan bilangan Salah satu bagian dari klasifiksi
bilangan adalah bilangan pecahan. Bilangan pecahan ini sudah diajarkan di jenjang SD kelas
3. Namun siswa SD masih sulit membayangkan hal-hal yang abstrak sehingga kita sering
menemukan siswa lanjutan tidak menguasai materi Bilangan Pecahan dengan baik.
Bentuk pecahan adalah hal yang sangat fundamental di dalam memberikan pengajaran
kepada siswa Sekolah Dasar. Mengapa demikian ? Hal ini dikarenakan kalau salah dalam
memberikan pengertian pecahan kepada siswa akan berakibat fatal, karena hal ini akan terus
berlanjut sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Sebagai contoh mudah bentuk pecahan
6
3
semua orang sepakat akan menjawab 2, tetapi
harus dijelaskan kenapa hasilnya 2, darimana ? Jawaban 2 akan diperoleh jika kita dengan
6
3
benar membaca pecahan tersebut. Kebanyakan orang bentuk pecahan
akan dibaca
“enam dibagi tiga” atau “enam per tiga”, kalau dibaca seperti ini tidak akan memberikan
jawaban yang memuaskan, sekarang bagaimana kalau pecahannya
2
0
? orang akan
bingung menjawabnya “dua dibagi nol” berapa ya kira-kira ? Tapi kalau kita dengan benar
dalam membaca suatu bentuk pecahan, maka kita tidak akan menemukan kesulitan dalam
menentukan hasil suatu pecahan.
Bentuk pecahan “
a
b
” dibaca “b dikalikan berapa hasilnya a”. Cara baca seperti inilah yang
bisa menjawab semua permasalahan bentuk pecahan.
5
http://amalia07.files.wordpress.com/2008/07/bilangan-1.pdf
halaman : 18
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Contoh :
6
3
, tiga dikalikan berapa hasilnya enam, jawabnya dua
0
2
, dua dikalikan berapa hasilnya nol, jawabnya nol
1
0
, nol dikalikan berapa hasilnya satu, jawabnya tidak ada (tidak didefinisikan)
0
0
, nol dikalikan berapa hasilnya nol, jawabnya satu, tujuh, seratus, seribu, dll
(tidak terhingga)
Dengan cara membaca bentuk pecahan seperti itulah kita akan bisa menemukan jawaban
setiap bentuk pecahan, sehingga diharapkan pemahaman tentang bentuk pecahan kepada
siswa Sekolah Dasar akan terus melekat dalam dirinya sampai nantinya dalam menempuh
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Bentuk pecahan dapat dikategorikan dalam tiga hal, yaitu :
1. Pecahan Biasa
2. Pecahan Campuran
3. Pecahan Desimal
4. Pecahan Persen
Pecahan biasa
Pecahan biasa adalah pecahan yang dituliskan dalam bentuk
pembilang dan b dinamakan penyebut”. Bentuk pecahan
a
b
a
b
dengan “a dinamakan
mewakili angka antara 0 dan
1.
halaman : 19
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
1
2
Contoh :
,
3
5
,
2
3
, dst.
Pecahan campuran
Pecahan campuran adalah pecahan yang dituliskan dalam bentuk P
a
b
dengan “P
bilangan bulat, a dinamakan pembilang, dan b dinamakan penyebut”. Bentuk pecahan P
a
b
mewakili angka lebih dari 1 atau kurang dari –1
Contoh : 3
2
3
,2
4
7
,5
1
4
, dst
Pecahan desimal
Pecahan desimal adalah pecahan yang dituliskan dalam bentuk P,Q
Contoh : 3,23 ; 4,14 ; 2,11 ; dst
Pecahan persen
Pecahan persen adalah pecahan yang dituliskan dalam bentuk A%, dimana bentuk “%”
disini mempunyai arti
1
100
Contoh : 3 % berarti
3
100
.
1
1
1
2
½ % berarti 100 atau 2 x100 atau 200
Membandingkan dua pecahan
halaman : 20
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Untuk membandingkan dua pecahan yang dilakukan hanya dengan membandingkan
pembilangnya saja dengan ketentuan penyebutnya harus sama, apabila penyebutnya tidak
sama, maka kedua penyebut harus disamakan dengan metode perkalian atau metode KPK
Contoh1
5
6
dengan
Penyelesaiannya
5
6
9
6
Contoh2
3
7
dengan
9
6
2
5
Penyelesaian : karena penyebutnya tidak sama digunakan prinsip perkalian silang
3x5 dan 2x7
15 dan 14
3
7
karena 15 14, maka
2
5
Contoh3
2
5
2
6
dengan 2
Penyelesaian : pecahan campuran diubah dulu menjadi pecahan biasa
2
2
6
=
2 x6+2
6
=
14
6
karena penyebut pecahan
2
5
dan pecahan
14
6
tidak sama,maka dilakukan
prinsip perkalian silang
2x6 dan 14x5
12 dan 70
halaman : 21
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
karena 12 70, maka
2
5
14
6
Contoh :
1. Ketika guru menerangkan bilangan pecahan 1/2 melalui peragaan kepada siswa dengan
membagi sebatang kapur menjadi 2 bagian, Sang Guru berkata : satu batang kapur ini jika
dibelah menjadi 2 maka hasilnya 1/ 2. Lalu siswa bertanya : “Mengapa setengah?”
“Bukankah menjadi 2 potong?”
2. Kejadian lain yang terjadi sbb.: 1/2 + 1/3 = 2/5 (pembilang ditambah dengan pembilang dan
penyebut ditambah dengan penyebut) Fatal !
Bagaimana Cara Menanamkan Konsep Bilangan Pecahan tersebut? Dari Kamus Besar
Bahasa Indonesia : Bilangan utuh adalah bilangan yang menyatakan jumlah satuan secara
penuh.
Catatan : perbedaan dengan bilangan bulat adalah bilangan bulat tidak mengaitkan
dengan satuan
Bilangan pecahan adalah bilangan yang jumlahnya kurang atau lebih dari bilangan utuh.
Bilangan pecahan sangat erat hubungannya dengan satuan maka metode mengajarkan
bilangan pecahan ini perlu sekali bantuan visualisasi dengan satuan .
Bilangan Pecahan Dasar:
Kebutuhan bilangan pecahan berasal dari membagi satuan menjadi bagian-bagian yang
sama. Untuk menyatakan tiap bagian tsb. muncullah bilangan pecahan dasar.
Contoh:
-
Sebuah kelapa dibelah menjadi dua bagian yang sama maka tiap-tiap bagian disebut
setengah buah (1 : 2 = 1/2)
-
Sebidang tanah dibagi menjadi 4 bagian yang sama maka tiap-tiap bagian menjadi
seperempat bidang tanah (1 : 4 = 1/4)
halaman : 22
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
1/2 , 1/3, 1/4, 1/5, 1/6, ... dst. menjadi bilangan pecahan dasar.
Operasi Hitung Tambah ( + ) pada Bi langan Pecahan
Contoh:
2 meter kain dapat dibuat 3 buah baju. Tiap baju membutuhkan berapa meter kain? Jawabnya
2/3 meter . Mudah! Tapi bagaimana proses pemahaman dari anak didik?
Pengertiannya: Tiap meter dibagi menjadi 3 bagian ( 1/3 ) sehingga 2 meter menjadi 6 bagian
yang sama maka tiap baju membutuhkan 1/3 + 1/3 = 2/3 meter
Bagaimana caranya menjumlahkan dua bilangan pecahan ?
Dua buah bilangan pecahan dapat dijumlah jika kedua bilangan mengandung pecahan dasar
yang sama maka penyebut dari bilangan itu perlu disamakan terlebih dahulu
Contoh:
2/3 + 4/5 = ?
2/3 sama dengan 10/15 yang artinya ada 10 bagian yang masing-masing sebesar 1/15
4/5 sama dengan 12/15 yang artinya ada 12 bagian yang masing-masing sebesar 1/15
jadi 2/3 + 4/5 = 10 bagian + 12 bagian yang masing-masing sebesar 1/15 = 22/15
atau 22/15 = 15/15 + 7/15 = l 7/15
Kesamaan Bilangan Pecahan
Sepotong kue dibagi kepada 3 anak sehingga tiap anak mendapat 1/3 potong.
Hasilnya sama dengan 2 potong kue dibagi kepada 6 anak dan sama juga hasilnya dengan 3
potong kue dibagi kepada 9 anak dst. Jadi: Ada kesamaan bilangan pecahan antara 1/3
dengan 2/6 dengan 3/9 …dst.
Dari contoh diatas dapat disimpulkan pembilang dan penyebut suatu bilangan pecahan dapat
dikali dengan bilangan yang sama.
Mengapa 4 2/3 = 14/3?
Konsepnya adalah : 4 dapat diubah menjadi 12 bagian yang masing-masing sebesar 1/3 maka
4 2/3 ada 14 bagian yang masing-masing sebesar 1/3 sehingga 4 2/3 = 14/3
Metode mengajarnya adalah: 4 x 3 lalu + 2 menjadi pembilang baru
halaman : 23
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
1.
Pecahan biasa
a
b
a
b
+
x
y
+
p
q
ay+bx
by
=
dikenal dengan nama perkalian silang
dicari dulu KPK dari b dan q misalkan z, kemudian masing-masing pembilang
dilakukan operasi perkalian a x
a
b
p
q
+
=
w+v
z
z
b
= w dan p x
z
q
= v, sehingga bentuk penjumlahan
, cara ini lebih efisien dibanding cara perkalian silang, karena hasil
akhir sudah merupakan bentuk pecahan yang sederhana
2.
Pecahan campuran
A
p
q
+B
s
t
= (A + B) + (
p
q
+
s
t
), penyelesaian bentuk pecahannya sama seperti
prosedur diatas
3.
Pecahan desimal
Penjumlahan pecahan desimal mengacu pada letak tanda koma yang membedakan antara
bilangan bulat dan bilangan pecahan, biasanya ditulis dalam bentuk bersusun ke bawah.
Contoh
Penyelesaian
3,567 + 67,12
3,567
67,12
--------------- +
70,687
Operasi hitung kurang ( - ) adalah kebalikan dari operasi hitung tambah ( + ).
halaman : 24
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Pengurangan pecahan biasa dari bilangan bulat dapat dilakukan dengan cara mengubah
bilangan bulat menjadi bentuk pecahan campuran dengan menyamakan penyebutnya
Contoh
Penyelesaian
2
3-
3
4
3-
3
4
= ……….
3
4
= (2 + 1) -
4
4
= (2 +
3
4
)-
=2+(
4
4
-
3
4
)=2
4−3
4
=
1
4
Pengurangan pecahan campuran dari pecahan campuran dapat dilakukan dengan cara
seperti cara penjumlahan dua pecahan campuran
Contoh
Penyelesaian1
6
1
4
6
1
4
-1
1
3
-1
1
3
= …….
= (6-1)+(
=5+
1 x3−1x 4
3x4
=5+
3−4
12
=5+
−1
12
=5-
1
12
=4
12
12
-
1
4
-
1
3
)
1
12
halaman : 25
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Penyelesaian2
6
1
4
=4
12−1
12
=4
11
12
-1
1
3
=
24+1
4
-
=
25
4
4
3
=
25 x3−4 x 4
4x3
=
75−16
12
=
59
12
=4
6 x 4+1
4
=
-
-
1 x3+1
3
3+1
3
11
12
Operasi Kali ( x ) atau Bagi ( : ) pada Bilangan Pecahan :
Pengajaran operasi hitung kali atau bagi pada bilangan pecahan perlu terpadu dengan urutan
tertentu supaya konsepnya dipahami dan mengerti dengan baik.
Urutan sbb :
1. Bilangan bulat x bilangan pecahan dasar
2. Bilangan pecahan x bilangan bulat
3. Bilangan pecahan : bilangan bulat
halaman : 26
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
4. Bilangan bulat : bilangan pecahan dasar
5. Bilangan pecahan x bilangan pecahan
6. Bilangan pecahan : bilangan pecahan
Urutan ke-1: Bilangan bulat x bilangan pecahan dasar. Suatu bilangan bulat (a) dikalikan
dengan bilangan pecahan dasar ( 1/b hasilnya sama dengan bilangan (a) dibagi dengan b.
Contoh: 5 x 1/8 = 5 dibagi 8 jadi sama dengan 5/8
Urutan ke- 2 : bilangan pecahan x bilangan bulat. Karena operasi hitung perkalian bersifat
komutatif maka bilangan pecahan x Bilangan bulat sama dengan bilangan bulat x bilangan
pecahan sesuai dengan konsep urutan 1.
Urutan ke - 3 : Bilangan pecahan ( a/b) : bilangan bulat ( c )
Bilangan pecahan ( a/b) sebenarnya diperoleh dari suatu bilangan bulat (a) dibagi dengan
bilangan bulat lain (b) Jadi: bilangan pecahan (a/b ) dibagi bilangan bulat (c) = bilangan bulat
(a) dibagi dengan bilangan bulat (b) lalu dibagi lagi dengan (c) atau sama dengan bilangan
bulat (a) dibagi dengan hasil perkalian penyebut ( b ) dengan bilangan bulat tersebut ( c ).
Dapat disimpulkan juga suatu bilangan jika dibagi dengan bilangan bulat ( c) sama hasilnya
dengan bilangan itu dikali dengan 1/ c
Contoh: 2/5 : 3 = 2 dibagi dengan hasil kali 5 dengan 3 = 2 dibagi dengan 15 = 2/15
Urutan ke-4: bilangan bulat (a) : bilangan pecahan dasar (1/b). Pengertian suatu bilangan
dibagi dengan bilangan pecahan dasar 1/b adalah ada seberapa banyak dari bilangan itu yang
sebesar bilangan pecahan dasar itu.
contoh:
3 : 1/4 = ? artinya dari 3 ada berapa banyak yang sebesar 1/4.
Jadi 1 ada 4 bagian dari 1/4.
2 ada 8 bagian dari 1/4
3 ada 12 bagian dari 1/4
hasilnya 3 : 1/4 = 12
halaman : 27
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Dapat disimpulkan suatu bilangan dibagi 1/b sama dengan bilangan itu dikali b.
Urutan ke-5: bilangan pecahan ( a / b ) x bilangan pecahan ( c / d ). Konsepnya adalah:
bilangan pecahan ( a / b ) dikali dengan bilangan bulat ( c ) kemudian dibagi dengan bilangan
bulat ( d )
Contoh: 2/5x 4/ 3 = 2/5 dikali dengan 4 lalu dibagi 3 = 8/5 : 3 = 8/15
metodenya ; a / b x c / d = a x c / b x d
Pembilang kali pembilang dan penyebut kali penyebut
Urutan ke- 6 ; bilangan pecahan ( a / b ) : bilangan pecahan ( c / d )
Konsepnya adalah suatu bilangan jika dibagi dengan bilangan c / d sama dengan bilangan itu
dikali dengan bilangan d / c
KPK DAN FPB
Faktor6 adalah:
1.
unsur atau elemen dasar yang mempengaruhi suatu hal atau peristiwa
2.
dalam matematika faktor adalah bilangan yang dikalikan bilangan lainnya.
Dalam aritmetika dan teori bilangan, kelipatan persekutuan terkecil7 (KPK) dari dua bilangan
adalah bilangan bulat positif terkecil yang dapat dibagi habis oleh kedua bilangan itu.
Contoh :
Cara sederhana dapat digunakan untuk mencari KPK dari 2 atau 3 bilangan yang tidak terlalu
besar, namun untuk bilangan yang lebih besar sebaiknya menggunakan cara faktorial.
Cara sederhana
Mencari KPK dari 12 dan 20:
6
7
http://id.wikipedia.org/wiki/Faktor
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelipatan_persekutuan_terkecil
halaman : 28
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Kelipatan dari 12 = 12, 24, 36, 48, 60, 71, 84, ...
Kelipatan dari 20 = 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, ...
KPK dari 12 dan 20 adalah kelipatan sekutu (sama) yang terkecil, yaitu 60.
Cara faktorial
Mencari KPK dari bilangan 147, 189 dan 231:
Buat pohon faktor dari masing-masing bilangan:
147
189
231
/\
/\
/\
3 49
3 63
3 77
/\
/\
/\
7 7
7 9
7 11
/\
3 3
Susun bilangan dari pohon faktor utk mendapatkan faktorialnya:
Faktorial 147 = 31 x 72
Faktorial 189 = 33 x 71
Faktorial 231 = 31 x 71 x 111
Ambil faktor-faktor yang memiliki pangkat terbesar, dalam hal ini 33, 72 dan 111.
Kalikan faktor-faktor tersebut: 33 x 72 x 111 = 14553.
halaman : 29
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Maka KPK dari bilangan 147, 189 dan 231 adalah 14553. Dengan kata lain, tidak ada
bilangan yang lebih kecil dari 14553 yang dapat dibagi habis oleh bilangan 147, 189 dan
231.
Dalam matematika, Faktor Persekutuan Terbesar8 (FPB) dari dua bilangan adalah bilangan
bulat positif terbesar yang dapat membagi habis kedua bilangan itu
Contoh :
Cara sederhana dapat digunakan untuk mencari FPB dari 2 atau 3 bilangan yang tidak terlalu
besar, namun untuk bilangan yang lebih besar sebaiknya menggunakan cara faktorial.
Cara sederhana
Mencari FPB dari 12 dan 20:
Faktor dari 12 = 1, 2, 3, 4, 6 dan 12
Faktor dari 20 = 1, 2, 4, 5, 10 dan 20
FPB dari 12 dan 20 adalah faktor sekutu (sama) yang terbesar, yaitu 4.
Cara faktorial
Mencari FPB dari bilangan 147, 189 dan 231:
Buat pohon faktor dari masing-masing bilangan:
147
189
231
/\
/\
/\
3 49
3 63
3 77
/\
/\
/\
7 7
7 9
7 11
/\
8
http://id.wikipedia.org/wiki/Faktor_persekutuan_terbesar
halaman : 30
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
3 3
Susun bilangan dari pohon faktor utk mendapatkan faktorialnya:
Faktorial 147 = 31 x 72
Faktorial 189 = 33 x 71
Faktorial 231 = 31 x 71 x 111
Ambil faktor-faktor yang sekutu (sama) dari ketiga faktorial tersebut, dalam hal
ini 3 dan 7.
Kalikan faktor-faktor sekutu yang memiliki pangkat terkecil, dalam hal ini 31 x 71 = 21.
Maka FPB dari bilangan 147, 189 dan 231 adalah 21. Dengan kata lain, tidak ada
bilangan yang lebih besar dari 21 yang dapat membagi habis bilangan 147, 189 dan 231.
KPK dan FPB menggunakan pohon faktor
Mencari KPK dan FPB dengan menggunakan pohon faktor dapat dilakukan dengan uraian
seperti yang telah dijelaskan diatas
Contoh
Tentukan KPK dan FPB dari 24, 60, dan 80
Penyelesaian
24
2
60
12
2
2
6
2
80
30
2
3
2
15
3
40
2
5
20
2
10
2
5
halaman : 31
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Faktor 24 = 23 x 3
Faktor 60 = 22 x 3 x 5
Faktor 80 = 24 x 5
Jadi
KPK 24, 60, dan 80 adalah 24 x 3 x 5 = 240
FPB 24, 60, dan 80 adalah 22 = 4
KPK dan FPB menggunakan hasil bagi berulang dengan bilangan prima sebagai pembagi
Teknik mencari KPK dan FPB dengan menggunakan hasil bagi berulang dengan bilangan
prima sebagai pembagi, yaitu dengan cara menggunakan bilangan prima dari yang terkecil
sebagai pembaginya hingga didapatkan hasilbagi berupa angka “satu”.
Langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut
1. Tentukan
kolom penyelesaian, yaitu kolom tempat KPK, kolom tempat bilangan yang
dicari KPK dan FPB, dan kolom tempat FPB
2. Gunakan bilangan prima dari yang terkecil sampai terbesar sesuai urutannya sebagai
pembagi
3. Kalau semua bilangan pada kolom 2 bisa dibagi dengan pembagi, maka tuliskan pembagi
tersebut pada kolom 1 dan kolom 3
4. Kalau ada salah satu bilangan pada kolom 2 yang tidak bias dibagi dengan pembagi, maka
tuliskan pembagi ersebut pada kolom 1 saja
5. Kalau semua hasilbagi bernilai 1, berhenti pengerjaan penyelesaiannya soal selesai
6. KPK diperoleh dari perkalian semua bilangan prima yang terdapat pada kolom 1, sedang
FPB diperoleh dari perkalian semua bilangan prima yang terdapat pada kolom 2
Catatan : bilangan prima adalah bilangan yang mempunyai tepat dua
faktor, yaitu 1 dan
bilangan itu sendiri
Contoh
Tentukan KPK dan FPB dari 24, 60, dan 80
halaman : 32
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Penyelesaian
KPK
2
2
2
2
3
5
24
60
80
-------------------------------------12
30
40
-------------------------------------6
15
20
-------------------------------------3
15
10
-------------------------------------3
15
5
-------------------------------------1
5
5
-------------------------------------1
1
1
240
KPK=24x3x5=240
Jadi
FPB
2
2
4
FPB=22=4
Algoritma Euclidean
Cara lain untuk mencari FPB adalah dengan menggunakan algoritma Euklidean. Misalkan a
dan b adalah 2 bilangan bulat yang tidak sama, maka algoritma Euklidean adalah sebagai
berikut:
a1 = maximum(a,b)-minimum(a,b)
b1 = minimum(a,b)
a2 = maximum(a1,b1)-minimum(a1,b1)
b2 = minimum(a1,b1)
.
.
.
ai = maximum(ai-1,bi-1)-minimum(ai-1,bi-1)
bi = minimum(ai-1,bi-1)
Algoritma tersebut berhenti hingga diperoleh ai = bi
FPB dari a dan b adalah ai = bi
halaman : 33
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mencari FPB. Di SD / SMP, metode yang umum
digunakan ialah metode pagar dan metode pohon faktor. Metode pagar maupun metode
pohon faktor efektif untuk bilangan-bilangan kecil. Jika bilangan yang dicari FPB-nya besar,
maka lebih efektif menggunakan algoritma Euclid.
Algoritma Euclid9 ialah algoritma yang dilaksanakan secara bertahap, step by step,di mana
hasil yang didapat dari suatu tahap akan digunakan lagi pada tahapan selanjutnya. Prosedur
pada algoritma Euclid ialah mencari sisa (remainder) dari pembagian bilangan yang lebih
besar
(kita
misalkan a)
dengan
bilangan
yang
lebih
kecil
(misalkan b).
Anggap
sisa a dibagi b sebagai r1. Jika r1 bukan nol, langkah selanjutnya ialah mencari sisa
dari b dibagi r1.
Jika sisanya masih bukan nol, maka selanjutnya mencari lagi sisa r1 dibagi r2 (r2 ialah
sisa
dari b dibagi r1). Jika masih belum nol, maka mencari lagi sisa r2 dibagi r3. Begitu
seterusnya sampai sisa pembagian ialah 0. Misalnya ditemukan sisa dari r n-1 dibagi rnialah 0,
maka FPB dari dua bilangan yang tadi dicari (a dan b) ialah rn. Secara matematis, prosedur ini
dapat ditulis sebagai :
A : B = C sisa D
B : D = E sisa F
D : F = G sisa 0 [berehnti]
FPB dari A dan B adalah F
Dalam pencarian FPB dan KPK biasanya menggunakan pola pohon faktor. Namun kini kita
coba menggunakan pola 10 kali lebih cepat dari cara yang biasa. Pola ini dinamakan pola
Dahsyat10.
Misalkan contoh:
Carilah FPB dan KPK dari 12 dan 16
9
http://hallofnotes.blogspot.com/2010/02/mencari-fpb-dengan-algoritma-euclid.html
http://haydar85.wordpress.com/2009/11/14/mencari-fpb-dan-kpk-cara-cepat-dan-mudah/
10
halaman : 34
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Cara Pohon Faktornya yakni:
12 = 2 x 2 x 3 = 22 x 3
16 = 2 x 2 x 2 x 2 = 24
FPB-nya: cari yang sama dan pangkat terkecil
jadi: 22 = 4, FPBnya adalah 4
KPKnya: cari yang sama, pangkat terbesar dan sisanya
jadi : 24 x 3 = 16 x 3 = 48, KPKnya adalah 48
Kemudian sekarang dengan cara cepatnya
Rumus:
FPB: yang besar dibagi yang kecil, sisanya itu FPB
KPK: yang besar dikali yang kecil dibagi FPB
FPB dan KPK dari 12 dan 16
FPB = Yg Besar dibagi yang Kecil, sisanya itu FPB
jadi sisanya/FPBnya adalah 4
halaman : 35
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
KPK = Yg Besar dikali yg kecil dibagi FPB
Jadi KPKnya adalah 48
KPK dan FPB metode BINTANG HATI11.
Contoh:
Tentukan FPB dan KPK dari
24 dan 18
Jawab:
Faktor-faktor
24: 12, 8, 6, 4, 2
18: 9, 6, 3
FPB = 6
KPK = 6 x (4×3) = 72 (Selesai).
Maksudnya?
Mari kita ulangi dengan contoh lagi.
11
http://apiqquantum.wordpress.com/2009/08/13/mudah-dan-asyik-menentukan-kpk-dan-fpb-dengan-inovasipembelajaran-matematika-kreatif-apiq/
halaman : 36
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
Tentukan FPB dan KPK dari
24 dan 30
Jawab:
24 = 6×4
30 = 6×5
FPB = 6
KPK = 6 x (4×5) = 120 (Selesai).
Tentukan FPB dan KPK dari
50 dan 75
Jawab:
50 = 25×2
75 = 25×3
FPB = 25
KPK = 25 x(2×3) = 150.
BILANGAN ROMAWI
Angka Romawi12 atau Bilangan Romawi adalah sistem penomoran yang berasal dari Romawi
kuno. Sistem penomoran ini memakai huruf alfabet untuk melambangkan angka numerik:
I atau i untuk angka satu,
V atau v untuk angka lima,
X atau x untuk angka sepuluh,
L atau l untuk angka lima puluh,
C atau c untuk angka seratus
D atau d untuk angka lima ratus,
M atau m untuk angka seribu
Untuk angka yang lebih besar (lima ribu ke atas), sebuah garis ditempatkan di atas simbol
yang mengindikasikan perkalian dengan 1000.
12
http://id.wikipedia.org/wiki/Angka_Romawi
halaman : 37
Diktat Ajar Matematika I - SMT 2 - PGSD FKIP UMT
by Budi N
V untuk lima ribu
X untuk sepuluh ribu
L untuk lima puluh ribu
C untuk seratus ribu
D untuk lima ratus ribu
M untuk satu ju