Konsep Manusia dalam Al Quran (1)

Konsep Manusia dalam Al-Qur’an
Oleh H Abd Wahid Thahir*
Al-Qur’an adalah kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. untuk
segenap manusia. Di dalamnya Allah menyapa akal dan perasaan manusia, mengajarkan tauhid
dan menyucikan manusia dengan berbagai ibadah, menunjukkan manusia kepada hal-hal yang
dapat membawa kebaikan serta kemaslahatan dalam kehidupan individual dan sosial,
membimbing manusia kepada agama yang luhur agar mewujudkan diri, mengembangkan
kepribadiannya, serta meningkatkan diri manusia ke taraf kesempurnaan insani. Sehingga,
manusia dapat mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Al-Qur’an juga mendorong manusia untuk merenungkan perihal dirinya, dan keajaiban
penciptaannya, serta keakuratan pembentukannya. Sebab, pengenalan manusia terhadap dirinya
dapat mengantarkannya pada ma’rifatullah, sebagaimana tersirat dalam Surah at-Taariq ayat 5-7.
. ‫خصرصج بملن بري لبن ال تصصل لبب روالتت رررابئبب‬
‫ ي ر ل‬. ‫ صخلبرق بملن رماقء ردابفقق‬. ‫رفل لي رن لصظبر ال لبإن لرساصن بمتمر صخلبرق‬
Maka, hendaklah manusia merenungkan, dari apa ia diciptakan. Ia diciptakan dari air
yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. (Q.S. at-Taariq [86]: 5-7)
Berkaitan dengan hal ini, terdapat sebuah atsar yang menyebutkan bahwa “Barang siapa
mengenal dirinya, niscaya ia mengenal Tuhan-nya.
Berbicara tentang manusia berarti kita berbicara tentang diri kita sendiri ebagai makhluk
yang paling unik di bumi ini. Banyak di antara ciptaan Allah yang telah disampaikan lewat
wahyu yaitu kitab suci. Manusia merupakan makhluk yang paling istimewa dibandingkan

dengan makhluk yang lain. Menurut Ismail Rajfi manusia adalah makhluk kosmis yang sangat
penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan.
Manusia mempunyai kelebihan yang luar biasa. Kelebihan itu adalah dikaruniainya akal.
Dengan dikarunia akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang
dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam semesta ciptaan Allah adalah sebagai
amanah. Selain itu manusia juga dilengakapi unsur lain yaitu qolbu (hati). Dengan qolbunya
manusia dapat menjadikan dirinya sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan, kenikmatan
beriman dan kehadiran Ilahi secara spiritual.
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling tinggi derajadnya dibanding makhluk
lain. Di dalam kitab suci Alquran, Allah SWT menggunakan beberapa istilah yang pada dasarnya
menjelaskan tentang konsep manusia, bahkan istilah-istilah itu disebutkan lebih dari satu kali.
Istilah-istilah manusia dalam Alquran memiliki arti yang berbeda-beda. Berikut tujuh istilah
'manusia' dalam Alquran, sebagai berikut:
a. Konsep al-Basyar
Penelitian terhadap kata manusia yang disebut al-Qur’an dengan menggunakan kata
basyar menyebutkan, bahwa yang dimaksud manusia basyar adalah , menunjukkan makna bahwa
manusia adalah anak keturunan Nabi Adam as dan makhluk fisik yang juga suka makan serta
minum. Kata 'basyar' disebutkan sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali dalam
bentuk 'mutsanna' atau 'jama'. Sebagai makhluk yang bersifat fisik, manusia tidak jauh berbeda
dengan makhluk biologis lainnya. Kehidupan manusia terikat dengan kaidah prinsip kehidupan

biologis seperti berkembang biakSebagaimana halnya dengan makhluk biologis lain, seperti
binatang. Mengenai proses dan fase perkembangan manusia sebagai makhluk biologis,
ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an, yang artinya:

12. Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah. 13. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). 14. Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
Secara sederhana, Quraish Shihab menyatakan bahwa manusia dinamai basyar karena
kulitnya yang tampak jelas dan berbeda dengan kulit-kulit binatang yang lain. Dengan kata lain,
kata basyar senantiasa mengacu pada manusia dari aspek lahiriahnya, mempunyai bentuk tubuh
yang sama, ia, makan dan minum dari bahan yang sama yang ada di dunia ini.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia dalam konsep al-Basyr ini dapat
berubah fisik, yaitu semakin tua fisiknya akan semakin lemah dan akhirnya meninggal dunia.
Dan dalam konsep al-Basyr ini juga dapat tergambar tentang bagaimana seharusnya peran
manusia sebagai makhluk biologis. Bagaimana dia berupaya untuk memenuhi kebutuhannya
secara benar sesuai tuntunan Penciptanya. Yakni dalam memenuhi kebutuhan primer, sekunder
dan tersier.

b. Konsep Al-Insan
Al – Ihsan memiliki arti melihat, mengetahui, dan minta izin. Istilah ini menunjukkan
bahwa manusia memiliki kemampuan menalar dan berpikir dibanding dengan makhluk lainnya.
Manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, mengetahui yang benar dan yang
salah, serta dapat meminta izin ketika menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Manusia
dalam istilah ini merupakan makhluk yang dapat dididik, memiliki potensi yang dapat digunakan
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an, yang
artinya:
1. Bukankah Telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia
ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?
Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia
untuk berkreasi dan berinovasi .
c. Konsep Al-Nas
Menunjukkan fungsi manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.
Manusia harus menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya. Dari awal terciptanya, seorang
manusia berawal dari sepasang laki-laki dan wanita. Ini menunjukkan bahwa manusia harus
hidup bersaudara dan saling membantu.
Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki
dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat dengan kata lain adanya
pengakuan terhadap spesis di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara

dan tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam
konsep an-naas.ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an, yang artinya:
Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa kami mewahyukan kepada seorang lakilaki di antara mereka: "Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang
beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang Tinggi di sisi Tuhan mereka". orangorang kafir berkata: "Sesungguhnya orang Ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir
yang nyata".

d. Konsep Bani Adam
Manusia dalam istilah ini memiliki arti keturunan Adam. Istilah ini digunakan untuk menyebut
manusia bila dilihat dari asal keturunannya. Istilah 'Bani Adam' disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat
Alquran. Menurut Thabathaba’i dalam Samsul Nizar : penggunaan kata bani Adam menunjuk

pada arti manusia secara umum. Dalam hal ini setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu:
Pertama, anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya adalah dengan
berpakaian guna manutup auratnya. Kedua, mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan
terjerumus pada bujuk rayu setan yang mengajak kepada keingkaran. Ketiga, memanfaatkan
semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan mentauhidkanNya. Kesemuanya itu
adalah merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan
Adam dibanding makhluk-Nya yang lain.ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an, yang
artinya:
Artinya : Bukankah Aku Telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam

supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh
yang
nyata
bagi
kamu",
e. Konsep Al-Ins
Al Ins memiliki arti tidak liar atau tidak biadab. Istilah Al Ins berkebalikan dengan istilah
al jins atau jin yang bersifat metafisik dan liar. Jin hidup bebas di alam yang tidak dapat
dirasakan dengan panca indra. Berbeda dengan manusia yang disebut menggunakan istilah al ins.
manusia adalah makhluk yang tidak liar, artinya jelas dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Kata Al Ins disebutkan sebanyak 18 kali dalam Alquran, masing-masing dalam
17 ayat dan 9 surat, Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan jin, maka
manusia adalah makhluk yang kasat mata. Sedangkan jin adalah makhluk halus yang tidak
tampak,ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-An’aam ayat 112,
Artinya :Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka
membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indahindah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya
mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang
mereka ada-adakan.

f. Konsep Abd. Allah
Manusia itu pada hakikatnya adalah turunan dari manusia pertama yang bernama Adam,
karena itulah disebut Bani Adam (Keturunan Adam). Jawaban ini tentu tidak salah, tetapi ada
rahasia yang sangat agung kenapa Allah menyebut manusia sebagai Bani Adam. ditegaskan oleh
Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat 70 , yang artinya:
Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut
mereka di daratan dan di lautan[862], kami beri mereka rezki dari yang baikbaik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas
kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.
Jika kita simak ayat diatas, kenapa Allah tidak menyebutkan nama lain dari manusia seperti,
insan, basyar atau an-Naas, tetapi Allah menggunakan istilah Bani Adam ? tentu ada rahasia
besar yang terkandung dalam istilah Bani Adam.
Al Quran merupakan kalam yang agung, karena itu pemilihan katanya pun sangat selektif
dan tentu saja sangat sesuai dengan tuntutan alur kalam. Pada ayat di atas Allah secara tegas
mengatakan bahwa Dia memuliakan anak-anak Adam dengan memberi mereka akal, bisa
berbicara, bisa menulis, bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, bentuk tubuh
yang baik, bisa berdiri tegak serta bisa mengatur kehidupan, baik sekarang di dunia maupun
untuk nanti di akhirat.
Menurut Ibnu Katsir, Allah memuliakan manusia dengan bisa berjalan tegak di atas kedua
kakinya, bisa mengambil makanan dengan kedua tangannya, sedangkan makhluk yang lain tidak


bisa melakukan dua hal tersebut secara bersamaan, mereka berjalan dengan keempat kakinya dan
mengambil makanan dengan mulunya. Manusia juga dimuliakan oleh Allah dengan memberi
mereka pendengaran, penglihatan dan hati, dimana ketiganya merupakan modal yang berharga
untuk memahami segala hal, kemudian mengambil manfaat dari hal tersebut. Selain itu tiga alat
ini merupakan modal dalam membedakan segala sesuatu, mengetahui manfaatnya, mengetahui
keistimewaan serta kemudaratannya, baik untuk urusan dunia maupun akhirat.
g. Konsep Khalifah Allah
Khalifah berarti pengganti, yaitu pengganti dari jenis makhluk yang lain, atau pengganti, dalam
arti makhluk yang diberi wewenang oleh Allah agar melaksanakan perintahNya di muka bumi.
Pada hakikatnya eksistensi manusia dalam kehidupan dunia ini adalah untuk melaksanakan
kekhalifahan, yaitu membangun dan mengelola dunia tempat hidupnya ini., sesuai dengan
kehendak Penciptanya. Peran yang dilakonkan oleh manusia menurut statusnya sebagai khalifah
Allah setidak-tidaknya terdiri dari dua jalur, yaitu jalur horizontal dan jalur vertikal.
Peran dalam jalur horizontal mengacu kepada bagaimana manusia mengatur hubungan yang baik
dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Sedangkan peran dalam jalur vertikal
menggambarkan bagaimana manusia berperan sebagai mandataris Allah. Dalam peran ini
manusia penting menyadari bahwa kemampuan yang dimilikinya untuk menguasai alam dan
sesama manusia adalah karena penegasan dari Penciptanya.. ditegaskan oleh Allah SWT dalam
Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 30 yang artinya :
: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak

menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui."
Konsep Manusia Dalam Al-Qur’an Adanya manusia menurut al-Qur’an adalah karena
sepasang manusia pertama yaitu Bapak Adam dan Ibu Hawa. Disebutkan bahwa, dua insan ini
pada awalnya hidup di surga. Namun, karena melanggar perintah Allah maka mereka diturunkan
ke bumi. Setelah diturunkan ke bumi, sepasang manusia ini kemudian beranak-pinak, menjaga
dan menjadi wakil-Nya di dunia baru itu.
Tugas yang amat berat untuk menjadi penjaga bumi. Karena beratnya tugas yang akan
diemban manusia, maka Allah memberikan pengetahuan tentang segala sesuatu pada manusia.
Satu nilai lebih pada diri manusia, yaitu dianugerahi pengetahuan. Manusia dengan segala
kelebihannya kemudian ditetapkan menjadi khalifah dibumi ini. Satu kebijakan Allah yang
sempat ditentang oleh Iblis dan dipertanyakan oleh para malaikat. Dan Allah berfirman: “....Hai
Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama mereka...” (al-Baqarah ayat 33).
Setelah Adam menyebutkan nama-nama itu pada malaikat, akhirya Malaikatpun tahu
bahwa manusia pada hakikatnya mampu menjaga dunia. Dari uraian ini dapat dipahami bahwa
manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan Allah SWT. Dengan segala
pengetahuan yang diberikan Allah manusia memperoleh kedudukannya yang paling tinggi

dibandingkan dengan makhluk lainnya. Inipun dijelaskan dalam firman Allah SWT:
“.....kemudian kami katakan kepada para Malaikat: Bersujudlah kamu kepada Adam”; maka
merekapun bersujud kecuali Iblis, dia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir” (al-Baqarah ayat 34).
Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki keistimewaan dibanding makhluk Allah yang
lainnya, bahkan Malaikat sekalipun. Menjadi menarik dari sini jika legitimasi kesempurnaan ini

diterapkan pada model manusia saat ini, atau manusia-manusia pada umumnya selain mereka
para Nabi dan orang-orang maksum. Para nabi dan orang-orang maksum menjadi pengecualian
karena sudah jelas dalam diri mereka terdapat kesempurnaan diri, dan kebaikan diri selalu
menyertai mereka. Lalu, kenapa pembahasan ini menjadi menarik ketika ditarik dalam bahasan
manusia pada umumnya. Pertama, manusia umumnya nampak lebih sering melanggar perintah
Allah dan senang sekali melakukan dosa. Kedua, jika demikian maka manusia semacam ini jauh
di bawah standar malaikat yang selalu beribadah dan menjalankan perintah Allah SWT, padahal
dijelaskan dalam al-Qur’an Malaikatpun sujud pada manusia.
Kemudian, ketiga, bagaimanakah mempertanggungjawabkan firman Allah di atas, yang
menyebutkan bahwa manusia adalah sebaik-baiknya makhluk Allah. Tiga hal inilah yang
menjadi inti pembahasan ini. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia memang memiliki
kecenderungan untuk melanggar perintah Allah, padahal Allah telah menjanjikannya kedudukan
yang tinggi. Allah berfirman: “Dan kalau Kami menghendaki sesungguhnya Kami tinggikan

(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa
nafsunya yang rendah.............” (al-A’raaf, ayat 176).
*Kepala Bidang Pekapontren Kanwil Kemenag Sulsel