BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan - Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan Coso Erm Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Keagenan

  Teori keagenanan atau agency theory menjelaskan hubungan keagenan yang timbul ketika satu orang atau lebih (principal) bersepakat dengan orang lain (agent) untuk memberikan jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976: 5).

  Contoh dari hubungan ini adalah pemberi kerja dengan pekerjanya atau pemilik perusahaan dengan manajemen. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan dalam perusahaan berbentuk kontrak antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengelola penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Kontrak ini mengatur proporsi hak dan kewajiban masing

  • – masing pihak dengan tetap memperhitungkan manfaat secara keseluruhan. Pemilik menyetorkan modal untuk mendapatkan bagi hasil laba, lalu manajer mengelola modal agar perusahaan berlaba dan mereka mendapat reward berupa gaji.

  Menurut Eisenhard (1989: 59), teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi. Asumsi yang pertama yaitu manusia selalu memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded

  

rationality ), dan menghindari risiko (risk aversion). Kecenderungan

  mementingkan diri sendiri ini sering membuat konflik kepentingan antara

  

agent dan principal. Asumsi selanjutnya adalah informasi asimetri, di mana

  

agent memiliki lebih banyak informasi daripada principal karena mereka yang

  mengelola langsung sumber daya ekonomi. Asumsi yang terakhir adalah informasi dipandang sebagai barang yang bisa diperjualbelikan. Informasi merupakan sesuatu yang bisa mempengaruhi pengambilan keputusan sehingga tidak diungkapkan secara sembarangan. Menurut Jensen dan Meckling (1976), informasi asimetri menyebabkan dua masalah yaitu moral hazard dan adverse

  

selection. Moral hazard adalah permasalahan yang terjadi karena agent tidak

  melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja. Adverse

  

selection adalah keadaan bahwa principal tidak dapat mengetahui apakah

  keputusan yang diambil agent didasarkan pada informasi yang diperolehnya, atau terjadi kelalaian dalam tugas.

  Menurut Mitnick (1973: 2), masalah keagenan dibagi tiga yaitu, masalah

  

principal , masalah agent, dan masalah kebijakan yang mengatur mekanisme

  pemberian insentif. Masalah principal adalah bagaimana memotivasi agent agar perilaku mereka sesuai dengan tujuan principal. Masalah agent adalah ketika mereka harus mengambil keputusan. Apakah mereka bertindak sesuai kepentingan principal, kepentingan mereka sendiri, atau beberapa alternatif di antaranya ketika tidak ada titik temu. Masalah yang terakhir adalah mekanisme pemberian insentif terhadap agent yang bertindak sesuai dengan harapan

  

principal , contohnya kenaikan gaji. Hubungan antara principal dan agent dapat

  mengarah kepada informasi asimetri atau ketidakseimbangan informasi karena

  

agent memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibanding

  dengan principal. Konfik kepentingan terjadi ketika manajemen tidak selalu bertindak untuk kepentingan pemilik. Masing

  • – masing individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan sendiri sehingga agent yang lebih memiliki banyak informasi akan cenderung menyembunyikan informasi dari principal. Misalnya agent dapat mempengaruhi jumlah saldo akun tertentu dalam laporan keuangan dengan tujuan earning management.

  Masalah keagenan tentu dapat diatasi namun akan menimbulkan biaya keagenan (agency cost) yang ditanggung oleh principal mau pun agent. Jensen dan Meckling (1976: 5) membagi biaya keagenan menjadi tiga, yaitu

  

monitoring cost, bonding cost, dan residual loss . Monitoring cost adalah biaya

  yang ditanggung principal untuk mengawasi perilaku agent, misalnya untuk mengukur, mengamati, dan mengendalikan perilaku agent. Bonding cost merupakan biaya yang ditanggung agent untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agent bertindak sesuai kepentingan

  

principal . Residual loss adalah pengorbanan berupa berkurangnya

  kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agent dan keputusan principal. Penerapan manajemen risiko dapat meminimalisir biaya keagenan. Hal ini terjadi karena manajemen risiko menciptakan pengungkapan risiko yang lebih baik sehingga antisipasi terhadap risiko semakin bagus dan pada akhirnya biaya keagenan bisa ditekan. Perusahaan yang menerapkan manajemen risiko dapat membantu pelaksanaan pengawasan internal sehingga

  

stakeholders dapat terhindar dari informasi asimetris dan perilaku menyimpang

oleh manajemen dapat dicegah.

2.2 Manajemen Risiko

  Risiko berasal dari kata riscare (bahasa Italia), yang berarti „to dare‟ (bahasa Inggris) yang berarti „untuk memberanikan‟. Risiko merupakan kemungkinan untuk mendapat kerugian dari suatu kondisi. Risiko tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan selalu melekat pada segi operasional maupun finansial di perusahaan manapun (Syifa‟, 2013: 15). Jenis – jenis risiko sangat banyak, ada risiko pasar, risiko likuiditas, risiko reputasi, risiko bisnis, risiko hukum, dan sebagainya. Pedoman RMBG (2012: 67) membagi risiko menjadi tiga kelompok, yaitu high risks, medium risks, dan low risks.

  

High risks adalah kelompok risiko yang berbahaya dan tidak bisa ditolerir,

  apapun manfaat yang dikandung dalam kegiatan tersebut. Contoh risiko ini adalah bencana alam. Medium risks adalah kelompok risiko di mana perlu ada analisis manfaat-biaya guna mengukur perbandingan antara peluang serta dampak buruknya. Contoh risiko jenis ini adalah risiko kredit. Perusahaan harus memperhitungkan manfaat dari pengambilan kredit untuk bisnisnya serta biaya yang timbul akibat kegiatan tersebut. Low risks adalah kelompok risiko di mana aspek positif atau negatif risiko tersebut sangat sepele atau terlalu kecil sehingga tidak butuh penanganan risiko secara khusus. Contohnya risiko salah catat.

  Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2012: 21), risiko adalah dampak ketidakpastian pada sasaran (ISO GUIDE 73:2009 definisi 1.1).

  Risiko secara umum dibagi dua, yaitu pure risk dan insurable risk. Pure risk adalah risiko yang jika terjadi pasti membuat perusahaan merugi, contohnya bencana alam gempa bumi. Insurable risk adalah risiko yang masih bisa diasuransikan, sehingga kerugian masih bisa ditekan. Contohnya persediaan di gudang diasuransikan sehingga jika terjadi kebakaran, kerugian yang ditanggung tidak seluruhnya karena sebagian lagi ditanggung oleh perusahaan asuransi. Asuransi merupakan salah satu tindakan untuk mengelola risiko. Pedomang RMBG (2012: 69) menyebutkan 4 perlakuan terhadap risiko, yaitu

  

risk avoidance , risk sharing, mitigation, dan risk acceptance. Risk avoidance

  berarti tidak melaksanakan kegiatan yang menimbulkan risiko. Risk sharing atau disebut juga risk transfer berarti upaya mengurangi kemungkinan timbulnya risiko atau dampak risiko tersebut. Contohnya asuransi dan

  

outsourcing . Mitigation adalah upaya mengurangi kemungkinan risiko,

  mengurangi dampak risiko, atau mengurangi keduanya. Risk acceptance berarti tidak melakukan apapun terhadap risiko tersebut. Perlakuan terhadap risiko ini terintegrasi di dalam sistem manajemen risiko. Manajemen risiko korporat dan perencanaan strategis harus dilihat sebagai aktivitas yang saling melengkapi (Christina, 2012).

  Manajemen risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur risiko, serta membentuk strategi untuk mencegah terjadinya risiko dalam perusahaan (Syifa‟, 2013: 15). Manajemen risiko adalah serangkaian sistem, prosedur, kebijakan, serta implementasi dari pengelolaan risiko. Menurut KNKG (2012: 21), manajemen risiko adalah upaya organisasi yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi 2.1). Proses penerapan manajemen risiko ini terdiri dari aspek struktural, operasional, dan perawatan. Aspek struktural memastikan bahwa struktur organisasi seperti sumber daya apa saja yang dibutuhkan dan yang dimiliki perusahaan untuk menerapkan manajemen risiko. Lalu aspek operasional yang sudah memasuki tahap implementasi secara sistematis seperti penyusunan pedoman manajemen risiko perusahaan. Aspek yang terakhir adalah aspek perawatan. Pada aspek ini dipastikan adanya upaya evaluasi dan perbaikan yang berkesinambungan terhadap penerapan manajemen risiko perusahaan.

  Di Indonesia penerapan manajemen risiko hanya diwajibkan bagi sektor perbankan. Menurut PBI No.5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha Bank. Pada peraturan ini pula dijelaskan ada empat ruang lingkup manajemen risiko, yaitu: pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi; kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta informasi manajemen risiko; dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Penerapan manajemen risiko ini harus dilakukan dengan efektif. Manajemen risiko yang diterapkan dengan baik akan membantu pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan perusahaan dan meminimalisir hasil negatif sewaktu krisis (Duggan, 2006: 25).

  Menurut Duggan (2006: 26), manfaat penerapan manajemen risiko ada 7, yaitu:

  1. Meningkatkan komunikasi antara dewan komisaris dan dewan direksi

  2. Mendorong keefektifan penggunaaan sumber daya

  3. Meningkatkan continuous improvement

  4. Meningkatkan fokus untuk siklus manajemen lain seperti audit internal dan perencanaan strategi

  5. Mengurangi banyak kejutan yang tidak sesuai harapan

  6. Menyiapkan reasuransi untuk pemangku kepentingan

  7. Membuka kesempatan baru dengan kemungkinan sukses yang lebih tinggi

2.3 Pengungkapan Manajemen Risiko (Enterprise Risk Management)

  Sarana pengungkapan manajemen risiko adalah laporan tahunan. Dalam Kep-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten Atau Perusahaan Publik yang dikeluarkan Bapepam & LK, perusahaan publik diwajibkan menyampaikan laporan tahunan. Dalam ketentuan umum, laporan tahunan wajib memuat tentang tata kelola perusahaan. Pada huruf (g) Tata Kelola Perusahaan, diatur bahwa perusahaan publik harus mengungkapkan sistem manajemen risiko perusahaan paling kurang mengenai gambaran umum mengenai sistem manajemen risiko mereka, jenis risiko dan cara pengelolaannya, dan reviu atas efektivitas sistem manajemen risiko perusahaan.

  PSAK 60 (Revisi 2010) mengatur ketentuan pengungkapan instrumen keuangan dengan dua kategori yaitu: informasi mengenai signifikansi instrumen keuangan untuk posisi dan kinerja keuangan; dan informasi mengenai sifat dan tingkat risiko yang timbul dari instrumen keuangan.

  Pengungkapan informasi tentang risiko dibagi dua, yaitu pengungkapan kualitatif dan pengungkapan kuantitatif. Pengungkapan kualitatif adalah pengungkapan berupa eksposur risiko, bagaimana risiko timbul, tujuan, dan kebijakan dan proses pengelolaan risiko serta metode pengukuran risiko.

  Sedangkan pengungkapan kuantitatif adalah pengungkapan berupa risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar termasuk membuat analisa sensitivitas untuk setiap jenis risiko pasar. PSAK 60 (Revisi 2010) mewajibkan entitas untuk mengungkapkan informasi tentang risiko sehingga para pemangku kepentingan dapat mengevaluasi jenis dan tingkat risiko yang timbul.

  Manajemen dalam menyusun strategi dan tujuan perusahaan harus mempertimbangkan risiko-risiko terkait, sehingga manajemen risiko (Enterprise Risk Management/ERM) ini terintegrasi dengan strategi perusahaan dan sejalan dengan tujuannya. Manfaat dari ERM adalah adanya pengungkapan risiko yang memberikan informasi yang lebih tentang profil risiko perusahaan (Syifa‟, 2013: 5). Enterprise Risk Management, Enterprise

  

Risk Wide-Management, atau Enterprise Risk Governance merupakan istilah yang sering dipakai untuk menyebutkan manajemen risiko perusahaan. Pengertian Enterprise Risk Management dalam COSO (2004: 2) adalah:

  

“Enterprise Risk Management is a process, effected by an

entity’s board of directors, management and other

personnel, applied in strategy setting and across the

enterprise, designed to identify potential events that may

affect the entity, and manage risk to be within its risk

appetite, to provide reasonable assurance regarding the

achievement of entity objectives.”

  COSO ERM Integrated Framework membagi ERM menjadi 8 ruang lingkup, yaitu: a. Internal Environment

  • Lingkungan internal ini menunjukkan

  corak dari suatu organisasi. Corak organisasi ini termasuk diantaranya filosofi manajemen risiko dan seperangkat pedoman mengenai bagaimana risiko dipandang, nilai etika dan integritas, dan lingkungan di mana perusahaan beroperasi.

  b. Objective Setting

  • – ERM memastikan bahwa manajemen masih dalam jalur yang sesuai untuk mencapai tujuan, mendukung misi perusahaan, dan konsisten terhadap pendekatan risiko.

  c. Event Identification – Peristiwa internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi harus diidentifikasi, baik peluang maupun risikonya.

  d. Risk Assessment

  • – Risiko dan dampaknya dianalisis agar perusahaan bisa mengetahui bagaimana mengelolanya.

  e. Risk Response – Manajemen menanggapi risiko dengan cara menghindarinya, menerimanya, mengurangi, atau membagi risiko. f. Control Activites

  • – Prosedur dan kebijakan ditetapkan dan diterapkan untuk membantu mengukur dan menghilangkan risiko.

  g. Information & Communication

  • – Informasi yang relevan diperoleh, disimpan, dan dikomunikasikan dalam bentuk dan waktu yang tepat sehingga setiap pekerja dapat menjalankan tanggung jawabnya. Informasi yang efektif menyebar ke seluruh jenjang organisasi perusahaan.

  h. Monitoring

  • – Pengawasan terus menerus bisa berlangsung dalam aktivitas manajemen, dipisahkan dari evaluasi, atau keduanya digabungkan.

  Beasley, et al., (2007) mengatakan bahwa ERM merupakan sarana untuk mempromosikan kinerja operasional perusahaan dan membantu pembuatan keputusan strategis. ERM menciptakan kegiatan manajemen risiko menyatu dengan struktur perusahaan, sehingga ERM dapat mendorong laba menjadi lebih tinggi karena risiko spesifik (misalnya risiko operasional) dapat ditekan.

2.4 Komisaris Independen

  Dewan komisaris dapat terdiri dari komisaris yang tidak berasal dari pihak yang terafiliasi dan komisaris yang berasal dari pihak yang terafiliasi (KNKG, 2006: 13). Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi disebut komisaris independen. Pihak yang terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi, dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Lalu, diharuskan terdapat paling sedikit 1 komisaris independen yang mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan di dalam dewan komisaris.

  Pengangkatan dan pemberhentian dewan komisaris ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Walaupun direksi yang melaksanakan sistem manajemen risiko perusahaan dalam penerapannya, komisaris independen dan anggota dewan komisaris yang lain juga harus menganalisis sistem manajemen risiko perusahaan serta menilai toleransi risiko yang dapat ditanggung perusahaan.

  Menurut KNKG (2006: 16), fungsi pengelolaan perusahaan oleh direksi mencakup 5 (lima) tugas utama yang satu diantaranya adalah manajemen risiko. Fungsi pengelolaan lain yaitu pengendalian internal juga mencakup upaya memperbaiki efektifitas pengendalian risiko. Efektifitas pengendalian risiko akan membantu mengingkatkan efektifitas sistem pengendalian internal. Keputusan Direksi PT BEJ No: Kep-305/BEJ/07-2004 di dalam Pencatatan Efek No. 1- A: tentang Ketentuan Umum Pencatatan Saham dan Efek yang bersifat ekuitas menjelaskan bahwa jumlah komisaris independen minimal 30% (tiga puluh persen) dari jumlah anggota dewan komisaris keseluruhan. Komisaris independen tidak memiliki kepentingan pribadi dalam perusahaan yang membuat mereka lebih baik dalam menginformasikan risiko kepada pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkena dampak risiko membutuhkan wakil yang independen di dalam dewan untuk melindungi aset mereka yang terwujud melalui kehadiran komisaris independen di dalam perusahaan.

2.5 Komite Audit

  Komite audit adalah anggota dewan komisaris yang tidak melaksanakan tugas eksekutif, independen, serta memiliki tugas utama untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan tentang proses pelaporan keuangan dan pengendalian internal. Kehadiran komite audit menjadi ukuran transparansi yang dapat berdampak potensial terhadap pengelolaan manajemen risiko. Komite audit biasanya mempunyai peran untuk menentukan kualitas dari informasi yang dilaporkan dalam laporan keuangan (Zhang, et al., 2013: 344 ).

  Peran dan tanggungjawab komite audit berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-29/PM/2004 diantaranya adalah mengenai manajemen risiko dan kontrol, yaitu mengawasi proses manajemen risiko dan pengendalian perusahaan. Komite audit harus memiliki pemahaman mengenai risiko dan kontrol serta mengawasinya termasuk mengidentifikasi risiko dan evaluasi kontrol untuk mengecilkan risiko tersebut.

  KNKG (2002: 5) menyatakan bahwa anggota komite audit harus diangkat dari anggota dewan komisaris yang tidak melaksanakan tugas-tugas eksekutif, paling sedikit tiga anggota, dan mayoritas harus independen. Tujuan dibentuknya komite audit adalah agar pelaporan keuangan yang dihasilkan benar-benar memberikan informasi yang tepat. Pelaporan keuangan ini berkaitan dengan pengungkapan manajemen risiko. Semakin baik pelaporan keuangan, maka pengungkapan manajemen risiko juga semakin baik. Dengan demikian, pemangku kepentingan dapat dengan benar mengambil keputusan dari informasi yang ada. Komite audit harus memiliki pengetahuan di bidang akuntansi dan keuangan. Hal tersebut jika dikaitkan dengan tugas komite audit dalam mengawasi manajemen risiko, satu anggota komite audit harus memiliki suatu keahlian keuangan dan latar belakang pendidikan untuk mengerti dan memahami tentang informasi risiko yang dihadapi oleh perusahaan (Ruwita, 2012: 30).

2.6 Konsentrasi Kepemilikan

  Menurut Taman dan Nugroho (2012: 7), konsentrasi kepemilikan menggambarkan bagaimana dan siapa saja yang memegang kendali atas keseluruhan atau sebagian besar atas kepemilikan perusahaan serta keseluruhan atau sebagian besar pemegang kendali atas aktivitas bisnis pada suatu perusahaan. Kepemilikan saham bisa disebut terkonsentrasi jika jumlah saham yang dimiliki pemegang saham relatif dominan dibanding jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang lain. Pemegang saham mayoritas bisa mempengaruhi keputusan perusahaan (Yazid, et al., 2012: 83). Pemegang saham mayoritas memegang kendali sebagian besar perusahaan sehingga bisa memberikan tekanan kepada manajemen untuk mengungkapkan informasi tentang risiko lebih luas. Manajemen akan membagi informasi hanya secara internal daripada ke publik jika kepemilikan saham tersebar. Dallas (2004: 21) menyatakan bahwa kepemilikan saham dikatakan menyebar, jika kepemilikan saham secara relatif merata dimiliki publik, tidak ada yang memiliki saham dalam jumlah sangat besar dibandingkan dengan yang lainnya.

2.7 Leverage

  Leverage adalah rasio untuk mengukur seberapa jauh perusahaan

  menggunakan hutang (Setyarini, 2011: 27). Leverage juga menunjukkan seberapa mampu perusahaan membayar kewajibannya berupa hutang jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa macam pengukuran leverage yaitu

  

debt to asset ratio, debt to equity ratio, atau long term debt to total equity. Debt

to asset membandingkan seberapa besar pemakaian hutang untuk membiayai

  aset perusahaan. Leverage menggambarkan seberapa banyak aktiva milik perusahaan yang dibiayai dengan utang. Semakin besar rasio leverage maka semakin besar pula pendanaan dari hutang dan semakin tinggi pula ketergantungan kepada kreditur. Ketika perusahaan berhutang dari institusi lain untuk membiayai pembelian aktiva atau operasi, perusahaan harus mengelola risiko gagal bayar. Hal ini semakin berisiko ketika situasi ekonomi memburuk dan perusahaan harus melunasi pokok hutang beserta bunganya.

  Perusahaan dengan leverage yang tinggi cederung memiliki biaya agensi yang tinggi, sehingga dapat menimbulkan tingginya risiko keuangan yang harus dihadapi (Andarini dan Januarti, 2010: 11). Perusahaan dengan jumlah hutang yang tinggi dalam struktur modalnya membuat kreditur memaksa perusahaan untuk mengungkapkan informasi yang lebih luas. Perusahaan yang menerapkan ERM mempunyai lebih rendah leverage jika mereka memutuskan untuk meminimalkan kemungkinan financial distress dengan mengurangi risiko keuangan (Altuntas, 2011). Perusahaan dengan biaya tinggi karena

  

financial distress , atau leverage yang tinggi akan mendapatkan manfaat lebih dari menerapkan ERM (Pagach dan Warr, 2011: 2). Hal ini terjadi karena perusahaan yang menerapkan ERM telah terlebih dahulu menghitung kemungkinan timbulnya risiko – risiko tertentu.

2.8 Ukuran Perusahaan

  Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan. Besar perusahaan bisa diukur dengan total aktiva, jumlah penjualan, dan kapitalisasi pasar. Nilai aktiva relatif lebih stabil dibanding jumlah penjualan dan kapitalisasi pasar (Sari, 2013: 166). Aktiva menunjukkan sumber daya ekonomi yang dimiliki perusahaan. Menurut Syifa‟ (2013: 27), perusahaan pada umumnya dibagi menjadi 3 kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm). Perusahaan besar secara logika akan memiliki lebih banyak stakeholders dibanding perusahaan kecil. Menurut Amran, et al., (2009: 5), perusahaan besar memiliki banyak pemangku kepentingan oleh karena itu semakin besar perusahaan maka semakin luas pengungkapan informasi untuk memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan. Tekanan yang diberikan oleh banyak pemangku kepentingan membuat perusahaan mengungkapkan risiko lebih banyak.

  Menurut Beasley, et al., (2007), perusahaan besar cenderung memiliki masalah agensi yang lebih besar pula, karena lebih sulit melakukan monitoring.

  Semakin besar ukuran perusahaan, pengawasannya juga semakin kompleks dan mahal. Hal ini menyebabkan perusahaan yang besar, memiliki agency cost yang besar pula. Agency cost ini bisa ditekan dengan penerapan ERM. Perusahaan besar cenderung lebih banyak mengungkapkan risikonya untuk menjaga resistensi investor. Pooser dan McCullough (2013: 28) menyatakan bahwa perusahaan besar lebih memperhatikan ERM dan perusahaan yang menerapkan ERM, memiliki klaim asuransi lebih rendah dari kebanyakan perusahaan.

2.9 Penelitian Terdahulu

  Beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang pengungkapan

  

Enterprise Risk Management yang akan diteliti terdapat dalam tabel di bawah

ini.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

  1 Syifa Variabel dependen: Ukuran ‟ (2013) Pengaruh

  Ukuran Pengungkapan ERM perusahaan, Perusahaan, konsentrasi

  Leverage , Variabel independen: kepemilikan,

  Konsentrasi

  1. Ukuran reputasi Kepemilikan, perusahaan auditor, dan Reputasi

  2. Konsentrasi CRO secara Auditor, dan kepemilikan parsial CRO Terhadap

  3. Reputasi auditor memiliki Pengungkapan

  4. CRO pengaruh ERM

  5. positif Leverage

  signifikan terhadap pengungkapan ERM. Ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan,

  No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

  reputasi auditor, CRO, dan leverage secara simultan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan ERM.

  2 Putri (2013) Pengaruh Variabel dependen: Komite Komisaris Pengungkapan ERM manajemen Independen, risiko, reputasi Komite Variabel independen: auditor, dan Manajemen

  1. Komisaris konsentrasi Risiko, independen kepemilikan Reputasi

  2. Komite secara parsial Auditor, Dan manajemen memiliki Konsentrasi risiko pengaruh Kepemilikan

  3. Reputasi auditor signifikan Terhadap

  4. Konsentrasi terhadap Pengungkapan kepemilikan pengungkapan ERM ERM.

  Komisaris independen, komite manajemen risiko, reputasi auditor, dan konsentrasi kepemilikan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM.

  3 Probohudono, Risk Variabel dependen: Ukuran

  

et al ., (2013) Disclosure Pengungkapan risiko perusahaan,

During The komisaris Global Variabel independen: independen Financial

  1. Negara secara parsial

  Crisis

  2. Ukuran berpengaruh

  No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

  perusahaan positif

  3. Kepemilikan signifikan manajerial terhadap

  4. Komisaris pengungkapan independen ERM.

  5. Profitabilitas Leverage

  6. memiliki Leverage

  7. Umur bisnis pengaruh signifikan negatif terhadap pengungkapan risiko Negara berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko. Kepemilikan manajerial, profitabilitas dan umur bisnis tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko. Negara, ukuran perusahaan, komisaris independen, dan leverage secara simultan mempengaruhi pengungkapan risiko.

  4 Sari (2013) Implementasi Variabel dependen: Reputasi ERM Pada Pengungkapan ERM auditor, RMC, Perusahaan dan konsentrasi Manufaktur Di Variabel independen: kepemilikan, Indonesia

  1. Komisaris dan ukuran independen perusahaan

  No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

  2. Reputasi auditor secara parsial

  3. RMC berpengaruh

  4. Konsentrasi positif terhadap kepemilikan pengungkapan

  5. Ukuran ERM. perusahaan Komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM.

  Komisaris independen, reputasi auditor, RMC, konsentrasi kepemilikan, dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM.

  5 Mokhtar dan Competition, Variabel dependen: Persaingan Mellett Corporate Pengungkapan risiko usaha, ukuran (2013) Governance, dewan, auditor

  Ownership Variabel independen: eksternal secara Structure, and

  1. Persaingan parsial

  Risk Reporting usaha berpengaruh

  2. Ukuran dewan positif

  3. Rangkap jabatan signifikan (CEO/KDK) terhadap

  4. Konsentrasi pengungkapan kepemilikan risiko.

  5. Ukuran Rangkap perusahaan jabatan,

  6. Likuiditas konsentrasi

  7. Sektor industri kepemilikan,

  8. Auditor ukuran eksternal perusahaan, likuiditas, jenis

  No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

  industri secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko.

  6 Husaini, et

  al. , (2013) Corporate Governance and Enterprise Risk Management: An Empirical Evidence from The Unique Two-Tier Borards System of Indonesian Public Listed Companies

  Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen:

  1. Dewan komisaris

  2. Komisaris independen

  3. Komite audit Variabel dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM. Variabel komisaris independen dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM.

  7 Zhang, et al., (2013)

  Corporate Risk Disclosures: Influence of Institutional Shareholders and Audit Committee

  Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen:

  1. Kepemilikan institusi

  2. Komite audit Variabel bebas investor dengan tipe portfolio turnover yang rendah tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko.

  Sedangkan variabel bebas investor dengan tipe portfolio turnover yang tinggi dan diversifikasi portofolio yang banyak berpengaruh positif terhadap

  No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

  pengungkapan risiko. Kemudian komite audit berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan manajemen risiko perusahaan.

  8 Seamer, et Determinants Variabel dependen: Komisaris

  

al ., (2012) of the Rigour Pengungkapan ERM independen,

of ERM karakteristik Strategies: Variabel independen: komite audit, Evidence from

  1. Komisaris pemisahan

  Australia independen CEO, kualitas

  2. Karakteristik auditor komite audit eksternal, jenis

  3. Pemisahan CEO industri, dengan Kepala leverage , Dewan kualitas auditor Komisaris eksternal,

  4. Ukuran pertumbuhan perusahaan perusahaan

  5. Jenis industri secara parsial

  6. Leverage memiliki keuangan pengaruh

  7. Kualitas auditor positif eksternal signifikan

  8. Pertumbuhan terhadap perusahaan pengungkapan

  9. Volatilitas harga ERM. saham Volatilitas harga saham berpengaruh negatif terhadap pengungkapan ERM. Ukuran perusahaan tidak

  No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

  berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM.

  9 Elzahar dan Determinants Variabel dependen: Jenis industri, Hussainey of Narrative Pengungkapan risiko ukuran (2012) Risk perusahaan perusahaan

  Disclosures in secara parsial UK Interim Variabel independen: berpengaruh Reports

  1. Jenis industri positif terhadap

  2. Ukuran pengungkapan perusahaan risiko

  3. Cross listing perusahaan.

  4. Profitabilitas Cross listing ,

  5. Likuiditas profitabilitas,

  6. Gearing ratio likuiditas,

  (leverage) gearing ratio

  7. Kepemilikan tidak memiliki institusi pengaruh

  8. Ukuran dewan signifikan

  9. Rangkap jabatan dengan

  10. Komisaris pengungkapan independen risiko

  11. Komite audit perusahaan.

  Kepemilikan institusi, ukuran dewan, rangkap jabatan, komisaris independen, komite audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko perusahaan.

  10 Azlan, et al., Risk Reporting Variabel dependen: Ukuran (2009) Pengungkapan risiko perusahaan berpengaruh positif

  No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

  Variabel independen: signifikan

  1. Diversifikasi terhadap Produk pengungkapan 2. Diversifikasi risiko. geografis Diversifikasi

  3. Ukuran produk dan perusahaan diversifikasi

  4. Jenis industri geografis,

  5. Leverage leverage berpengaruh positif tapi tidak signifikan terhadap pengungkapan risiko. Jenis industri berpengaruh tidak signifikan terhadap pengungkapan risiko.

2.10 Kerangka Konseptual

  Berdasarkan telaah pustaka dari beberapa penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan variabel komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen dan pengungkapan manajemen risiko sebagai variabel dependen. Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  )

  (Y)

  Manajemen Risiko

  ) Pengungkapan

  5

  X

  (

  ) Ukuran Perusahaan

  4

  X

  (

  Leverage

  3

  Hipotesis adalah suatu pernyataan dugaan yang logis mengenai hubungan antara dua atau lebih variabel yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji (Sularso, 2003). Hadi (2006) mendefinisikan hipotesis sebagai sebuah kesimpulan sementara yang masih akan dibuktikan lagi kebenarannya.

  X

  (

  ) Konsentrasi Kepemilikan

  2

  X

  (

  ) Komite Audit

  1

  X

  Komisaris Independen (

2.11 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis akan memberikan jawaban terkait rumusan masalah. Pemilihan hipotesis dalam penelitian ini ditentukan setelah melakukan kajian pustaka.

2.11.1 Independen, Komite Audit, Konsentrasi Komisaris

  

Kepemilikan, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Secara

Parsial Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

  Hubungan masing

  • – masing variabel independen terhadap independen secdara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut:

  a. Komisaris Independen Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

  Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan dengan perusahaan. Hal ini menyebabkan komisaris independen lebih bebas dalam pengambilan keputusannya. Perusahaan dengan proporsi komisaris independen yang tinggi cenderung lebih memperhatikan risiko (Andarini dan Januarti, 2010: 8).

  Komisaris independen membantu menjalankan fungsi pengawasan dalam perusahaan. Komisaris independen juga memiliki fungsi penting sebagai penjaga kepentingan pemegang saham dan menjaga keefektifan dewan (Ferrero-Ferrero, et al., 2011: 209). Penelitian yang dilakukan Probohudono, et al., (2013) menemukan bahwa komisaris independen berhubungan positif signifikan terhadap pengungkapan risiko. Seamer, et al., (2012) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa komisaris independen memiliki hubungan positif terhadap pengungkapan ERM.

  b. Komite Audit Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Komite audit dibentuk dengan tujuan agar pelaporan keuangan yang dihasilkan benar-benar memberikan informasi yang tepat. Pelaporan keuangan ini berkaitan dengan pengungkapan manajemen risiko di dalamnya. Penelitian yang dilakukan Zhang, et al., (2013) menemukan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM. Elzahar dan

  Hussainey (2012) juga menemukan bahwa terdapat pengaruh siginifikan antara ukuran komite audit dengan pengungkapan risiko perusahaan.

  c. Konsentrasi Kepemilikan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

  Kepemilikan saham bisa disebut terkonsentrasi jika jumlah saham yang dimiliki pemegang saham relatif dominan dibanding jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang lain. Perusahaan dengan kepemilikan saham yang terkonsentrasi memiliki tingkat pengungkapan ERM yang lebih tinggi pula (Syi fa‟, 2013: 7). Hal ini terjadi karena pemegang saham mayoritas memiliki kemampuan untuk mengendalikan yang lebih kuat sehingga dapat menekan perusahaan untuk mengungkapkan risiko lebih banyak. Penelitian yang dilakukan Putri (2013) dan Syifa‟ (2013) menemukan bahwa konsentrasi kepemilikan berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM.

  d. Leverage Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

  Leverage adalah rasio untuk mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang (Setyarini, 2011: 27).

  

Leverage menunjukkan kemampuan perusahaan membiayai

hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjangnya.

  Tingkat hutang yang tinggi mencegah manajer untuk berinvestasi pada proyek yang berisiko sehingga mereka lebih memilih proyek yang aman. Bisnis dengan leverage yang tinggi akan lebih fokus kepada manajemen risiko untuk menghindari risiko gagal bayar (Onder dan Ergin, 2012: 22). Seamer, et al., (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa leverage memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan ERM.

  Penelitian yang dilakukan Azlan, et al., (2009) juga menunjukkan hasil yang sama.

  e. Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Ukuran perusahaan bisa dinilai dari total aktiva, jumlah penjualan, dan kapitalisasi pasar. Pooser dan McCullough

  (2013: 28) menyatakan bahwa perusahaan besar lebih memperhatikan ERM. Perusahaan berukuran besar cenderung menerapkan ERM karena lingkungan mereka lebih kompleks, menghadapi berbagai macam risiko, dan mereka mempunyai biaya yang cukup untuk menerapkan ERM. Penelitian yang dilakukan Elzahar dan Hussainey (2012) menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan risiko perusahaan. Azlan, et al., (2009) dan Probohudono, et al., (2013) dalam penelitiannya juga menemukan hasil yang sama.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: : Komisaris independen, komite audit, konsentrasi

  1

  kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh positif terhadap pengungkapan manajemen risiko

  

2.11.2 Independen, Komite Audit, Konsentrasi

Komisaris Kepemilikan, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Secara Simultan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

  Pengungkapan manajemen risiko (ERM) dituangkan di dalam laporan tahunan meliputi sistem manajemen risiko perusahaan, jenis risiko dan cara pengelolaannya, dan reviu terhadap sistem tersebut. Komisaris independen dengan proporsi yang lebih mendominasi dalam dewan komisaris akan dapat memberikan tekanan terhadap perusahaan untuk melakukan pengungkapan manajemen risiko dengan lebih luas. Jumlah anggota komite audit yang sesuai standar dianggap dapat memberikan tekanan terhadap perusahaan untuk lebih efektif dalam menerapkan pengendalian internal dan sistem manajemen risiko perusahaan. Konsentrasi kepemilikan yang tinggi membuat kemampuan mengendalikan yang lebih kuat sehingga pemegang saham mayoritas dapat menekan perusahaan untuk mengungkapkan manajemen risiko lebih luas. Leverage yang tinggi membuat kreditur memiliki posisi tawar yang lebih tinggi untuk menekan perusahaan agar mengungkapkan manajemen risiko dengan lebih baik. Ukuran perusahaan yang besar melibatkan semakin banyak stakeholder sehingga tekanan untuk mengungkapkan manajemen risiko menjadi lebih banyak.

  Syifa‟ (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan, dan leverage secara simultan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan ERM. Penelitian Putri (2013) menyimpulkan bahwa komisaris independen dan konsentrasi kepemilikan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM. Sari (2013) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa komisaris independen, konsentrasi kepemilikan, dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM. Hasil penelitian Probohudono,

  

et al ., (2013) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, komisaris

  independen, dan leverage secara simultan mempengaruhi pengungkapan risiko. Elzahar dan Hussainey (2012) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa komisaris independen dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

  : Komisaris independen, komite audit, konsentrasi

  2

  kepemilikan, leverage, ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh positif terhadap pengungkapan manajemen risiko