BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku - Perilaku Penjamah Pestisida di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

2.1.1 Pengertian Perilaku

  Perilaku telah menjadi suatu bidang yang amat luas cakupannya. Hampir semua aktivitas manusia tidak terlepas dari perilaku dalam berbagai cara apakah itu secara verbal, tulisan, gestural, dan bentuk perilaku lainnya. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Misalnya berjalan, berbicara, berpakaian, bereaksi, berpikir ataupun emosi dan lain-lain.

  Perilaku mempunyai arti konkrit dari pada jiwa. Karakteristik perilaku ada diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu. Sedangkan perilaku tertutup ialah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat atau metode tertentu misalnya berpikir, sedih, berkhayal, takut. (purwanto, 1998)

  Dilihat dari Segi Biologis, Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan hewan, dan manusia berperilaku, karena punya aktivitas masing-masing. Perilaku (manusia) adalah semua tindakan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

  Dilihat dari segi psikologis menurut Skinner (1938), perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar). Pengertian itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus-organisme-respons). Skinner membedakan respons menjadi dua jenis, yaitu respon-dent response (reflexive) dan respondent response (reflexive).

  Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.

  Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat diuraikan bahwa perilaku adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal.

2.1.2 Pengetahuan (Knowledge)

  Benyamin Bloom (1908) seperti dikutip Notoadmodjo (2003), membagi perilaku manusia dalam tiga domain (ranahkawasan), yaitu kognitif, afektif, dan atas Cipta (kognisi), Rasa (emosi) dan Karsa (konasi). Urutan pembentukan perilaku baru khususnya pada orang dewasa diawali oleh domain kognitif.

  Individu terlebih dahulu mengetahui stimulus untuk menimbulkan pengetahuan, selanjutnya timbul domain afektif dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya. Pada akhirnya setelah objek diketahui dan disadari sepenuhnya, timbul respons berupa tindakan atau keterampilan (domain psikomotor).

  Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan dalam berperilaku. Menurut Rogers (1974) bahwa individu akan malakukan perubahan perilaku dengan mengadopsi perilaku dengan tahapan-tahapan antara lain; individu mulai menyadari adanya stimulus, individu mulai tertarik dengan adanya stimulus, individu mulai tertarik dengan adanya stimulus, individu mulai berpikir, dan mempertimbangkan, individu mulai mencoba perilaku baru, individu menggunakan perilaku baru. Perilaku yang baru diadopsi oleh individu akan bisa bertahan lama dan langgeng jika individu menerima perilaku tersebut dengan penuh kesadaran, didasari atas pengetahuan yang jelas dan keyakinan.

  Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi mulai panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui faktor penddikan formal. Pengetahun sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi makan orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi dapat diperoleh dari non formal.

  Berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

  Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

  a.

  Tahu Tahu berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.

  b.

  Memahami (comprehension) Memahani berarti kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan.

  c.

  Aplikasi/penerapan (application) situasi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam kontes atau situsi nyata.

  d.

  Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan menjabarkan materi atau objek ke dalam bagian- bagian yang lebih kecil, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan.

  e.

  Sintesis (synthesis) Sintesis merupakan kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada. Sebagai contoh, dapat menyusun, merencanakan, dapat meringkas, dan dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

  f.

  Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu

  a. Faktor Internal

  1. Pendidikan Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang

  Mantra yang dikutip Notoadmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan.

  2. Pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

  3. Umur Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

  b. Faktor Eksternal

  1. Faktor Lingkungan

  Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

  2. Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

2.1.3 Sikap

  Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut (Koentjaraningrat, 1983)

  Menurut Sarwono (1997), sikap merupakan kecenderungan merespons (secara positif atau negatif) orang, situasi atau objek tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci, dan sedih), kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderungan bertindak).

  Sikap tidak dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Newcomb dalam Notoadmodjo (2003), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, yang menjadi predisposisi tindakan suatu perilaku, bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

  Sikap tidak sama dengan perilaku dan perilaku tidak selalu mencerminkan sikap seseorang. Individu sering kali memperlihatkan tindakan bertentangan dengan sikapnya (Sarwono, 1997). Akan tetapi, sikap dapat menimbulkan pola- pola cara berpikir tertentu dalam masyarakat dan sebaliknya, pola-pola cara berpikir ini memengaruhi tindakan dan kelakuan masyarakat, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat keputusan yang penting dalam hidup (Koentjaranigrat, 1983).

  Sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tampak. Azwar (1995) menyatakan sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu, bentuk reaksinya dengan positif dan negatif sikap meliputi kelompok, dan kebijaksanaan sosial (Atkinson dkk, 1993) dalam Azwar (1995) menyatakan bahwa sekalipun diasumsikan bahwa sikap merupakan predisposisi evaluasi yang banyak menetukan cara individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan sering kali jauh berbeda.

  Menurut Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2003), komponen pokok sikap meliputi hal-hal berikut,

  1. Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek

  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

  3. Kecenderungan bertindak (tend to behave) Ketiga komponen tersebut, secara bersama-sama membentuk total attitude. Dalam hal ini, determinan sikap adalah pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi.

  Menurut Azwar (1995), sikap memiliki tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu kognitif, afektif, dan konatif.

  Komponen kognitif (cognitive). Disebut juga komponen perceptual, yang berisi kepercayaan yang berhubungan dengan persepsi individu terhadap objek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui, pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional, dan informasi dari orang lain. Sebagai contoh, seseorang tahu kesehatan itu sangat berharga jika menyadari sakit dan terasa nikmatnya sehat.

  Komponen afektif (komponen emosional). Komponen ini menunjukkan dimensi emosional subjektif individu terhadap objek sikap, baik bersifat positif (rasa senang) mupun negatif (rasa tidak senang). Komponen konatif (komponen perilaku). Komponen ini merupakan predisposisi atau kecenderungan bertindak memilih melanjutkan ke Politeknik Kesehatan karena setelah lulus menjadikan pekerjaan yang jelas).

  Sikap terdiri atas empat tingkatan, mulai dari terendah sampai tertinggi, yakni menerima, merespons, menghargai, dan bertanggung jawab.

  a.

  Menerima (receiving) Menerima berarti mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan/objek (misalnya, sikap terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap ceramah-ceramah gizi).

  b.

  Merespons (responding) Memberikan jawaban jika ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan indikasi sikap. Terlepas dari benar atau salah, hal ini berarti individu menerima ide tersebut.

  c.

  Menghargai (Valuing) Pada tingkat ini, individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah d.

  Bertanggung jawab (responsible) Merupakan sikap yang paling tinggi, dengan segala resiko bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah dipilih , meskipun mendapat tantangan dari keluarga.

  Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung (langsung ditanya) dan tidak langsung.

  Sifat sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Heri Purwanto, 1998). Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sikap negatif terdapat kecenderungan

  Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap, yaitu 1. Pengalaman pribadi

  Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentu apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

  2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, indvidu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

  3. Pengaruh kebudayaan Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah.

  4. Media Massa Dalam pemberitaan komunikasi, berita yang disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

  5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

  6. Faktor Emosional Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

2.1.4. Tindakan atau praktik

  Tingkat praktik meliputi persepsi, respons terpimpin , mekanisme dan adopsi, yaitu a.

  Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama (misalnya, seorang ibu memilih makanan bergizi bagi anak balitanya).

  b.

  Respon terpimpin (guided response) Hal ini berarti dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

  c.

  Mekanisme (mechanism) Mekanisme berarti dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau telah merupakan kebiasaan. d.

  Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang telah berkembang dengan baik.

  Hal ini berarti tindakan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan bergizi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana).

2.2 Pestisida

2.2.1 Pengertian Pestisida

  Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest = hama dan

  cida = pembunuh, jadi artinya pembunuh hama. (Sudarno,1988)

  semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:

  1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian,

  2. Memberantas rerumputan,

  3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan,

  4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan dan ternak,

  5. Memberantas atau mencegah hama-hama air,

  6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam bangunan rumah tangga alat angkutan, dan alat-alat pertanian,

  7. Memberantas dan mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman, tanah dan air.

  Menurut The United States Federal Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik, yang dianggap hama kecuali virus, bakteria atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat atau campuran zat yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman.

  Tanaman, yang dimaksud dengan pestisida adalah zat pengatur dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman. Pestisida merupakan bahan yang banyak memberikan manfaat sehingga banyak dibutuhkan masyarakat pada bidang pertanian (pangan, perkebunan, perikanan, peternakan), penyimpanan hasil pertanian, kehutanan (tanaman hutan dan pengawetan hasil hutan), rumah tangga dan penyehatan lingkungan, pemukiman, bangunan, pengangkutan dan lain-lain

2.2.2 Jenis Pestisida Menurut Jasad Sasaran

  Pestisida dapat digolongkan menjadi bermacam-macam dengan berdasar fungsi dan asal katanya. Penggolongan tersebut disajikan sebagai berikut:

  1. Akarisida, berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu. Contohnya Kelthene MF dan Trithion 4 E.

  2. Algisida, berasal dari kata alga bahasa Latinnya berarti ganggang laut, berfungsi untuk membunuh alge. Contohnya Dimanin,

  3. Avisida, berasal dari kata avis bahasa Latinnya berarti burung, fungsinya sebagai pembunuh atau penolak burung. Contohnya Avitrol untuk burung kakatua.

  4. Bakterisida, berasal dari kata Latin bacterium atau kata Yuani bakron, berfungsi untuk membunuh bakteri. Contohnya Agrept, Agrimycin, Bacticin, Tetracycline, Trichlorophenol Streptomycin.

  5. Fungisida, berasal dari kata Latin fungus atau kata Yunani spongos yang artinya jamur, berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan. Dapat 45 80P, Antracol 70 WP, Cupravit OB 21, Delsene MX 200, Dmatan 50 WP.

  6. Herbisida, berasal dari kata Latin herba, artinya tanaman setahun, berfungsi untuk membunuh gulma. Contohnya Gramoxone, Basta 200 AS, Basfapon 85 SP, Esteron 45 P.

  7. Insektisida, berasal dari kata Latin insectum artinya potongan, keratan segmen tubuh, berfungsi untuk membunuh serangga. Contohnya Lebaycid, Lirocide 650 EC, Thiodan, Sevin, Sevidan 70 WP, Tamaron.

8. Larvisida, berasal dari kata Yunani lar, berfungsi untuk membunuh ulat

  (larva). Contohnya Fenthion, Dipel (Thuricide) 9. Molluksisida, berasal dari kata Yunani molluscus artinya berselubung tipis atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput. Contohnya Morestan, PLP,

  Brestan 60.

  10. Nematisida, berasal dari kata Latin nematoda atau bahasa Yunani nema berarti benang, berfungsi untuk membunuh nematoda. Contohnya Nemacur, Furadan, Basamid G, Temik 10 G, Vydate.

  11. Ovisida, berasal dari kata Latin ovum berarti telur, berfungsi untuk merusak telur.

  12. Pedukulisida, berasal dari kata Latin pedis berarti kuku, tuma, berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.

  13. Piscisida, berasal dari kata Yunani piscis berarti ikan, berfungsi untuk membunuh ikan. Contohnya Squoxin untuk Cyprinidae, Chemish 5 EC,

  14. Predisida, berasal dari kata Yunani praeda berarti pemangsa, berfungsi 15.

  Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere berarti pengerat, berfungsi untuk membunuh binatang pengerat, seperti tikus. Contohnya Diphacin 110, Klerat RMB, Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak, Gisorin.

  16. Silvisida, berasal dari kata Lain silva berarti hutan, berfungsi untuk membunuh hutan atau pembersih pohon.

  17. Termisida, berasal dari kata Yunani termes artinya serangga pelubang kayu, berfungsi untuk membunuh rayap. Contohnya Agrolene 26 WP, chlordane 960 EC, Sevidol 20/20 WP, Lindamul 20 EC, Difusol CB. Berikut ini beberapa bahan kimia yang termasuk pestisida juga, namun namanya tidak memakai akhiran sida.

  1. Atraktan, zat yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi tertarik, sehingga dapat digunakan sebagai penarik serangga dan menangkap dalam suatu perangkap. Contohnya Metileugenol, feromon kelamin (Zat yang diekskresi oleh sejenis serangga dengan maksud untuk menarik jenis lawannya).

  2. Kemosterilan, Zat yang berfungsi untuk menstrerilkan serangga atau vertebrata. Contohnya Ornitrol yang digunakan untuk mensterilkan burung dara, Afolate penstreril lalat rumah 3. Defoliant, zat yang digunakan untuk menggugurkan daun supaya memudahkan panen (seperti pada tanaman kapas). Contohnya Asam Arsenik,

  Folex, DEF.

  4. Desikan, Zat untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman. Contohnya Asam Arsenik.

  Desinfektan, zat yang digunakan untuk membasmi atau menginaktifkan mikroorganisme. Contohnya Triklorofenol, Sodiumbisulfat.

  6. Zat Pengatur Tumbuh, zat yang bis memperlambat, menghentikan atau mempercepat pertumbhan tanaman. Contohnya Gibbrellin, Ethrel, Phosphon.

  7. Repellen, zat yangberfungsi sebagai penolak atau penghalau hama.

  Contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereh untuk penolak nyamuk, Avitrol untuk penolak burung.

  8. Sterilan tanah, zat yang berfungsi untuk menstrilkan tanah dari jasad renik atau biji gulma. Contohnya Ammoniumtiasianate, Metil bromida.

  9. Desinfestan, zat untuk membasmi hama,tungro, gulma, tikus, dan organisme bersel banyak lainnya.

  10. Pengawet kayu, zat yang digunakan untuk pengawet kayu. Contohnya Penta Kloro Fenol (PCP)

  11. Stiker, Zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin dan hujan. Contohnya Teepol, Adjuvan T

  12. Surfaktan dan agen penyebar, zat untu meratakan pestisida pada permukaan daun. Contohnya Triton dan Surfinol

  13. Inhibitor, zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas. Contohnya Phosphon.

  14. Stimulan tanaman, zat untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan terjadinya buah. Contoh Atonik, Ethrel.

2.2.3 Waktu Aplikasi Herbisida

  Herbisida pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua atau tiga kelompok 1.

  Herbisida pra-tumbuh (pre-emergence herbicides), yakni herbisida yang diaplikasikan sebelum gulmanya tumbuh

  2. Herbisida pasca-tumbuh (post-emergence herbicides), yakni herbisida yang diaplikasikan sesudah gulma tumbuh

  3. Herbisida pasca tumbuh awal (early post emergence) yang diaplikasikan sebelum gulma tumbuh hingga awal pertumbuhan gulma (gulma berdaun 3-4 helai)

  Dilihat dari tanaman pokoknya, saat aplikasi herbisida ada bermacam-macam pula, antara lain sebagai berikut:

  1. Disebut aplikasi pra-tanam (pre-planting) apabila herbisida diaplikasikan sebelum penanaman dilakukan. Herbisida yang digunakan dapat herbisida pra-tumbuh (bila saat aplikasi itu gulma belum tumbuh), atau herbisisda pasca-tumbuh (bila pada saat aplikasi sudah ada gulma)

  2. Aplikasi pasca-tanam (post-planting) apabila herbisida diaplikasikan di lahan yang sudah ada tanamannya. Herbisida yang digunakan bisa herbisida pra- tumbuh (bila gulma belum tumbuh) atau herbisida pasca tumbuh (bila sudah ada gulmanya).

1. Saat aplikasi herbisida pra-tumbuh

  Herbisida pra-tumbuh umumnya dgunakan untuk tanaman semusim yang ditanam dari benih langsung (misalnya jagung, kedelai, sorghum, kacang tanah, dsb).

  Herbisida tersebut umumnya diaplikasikan sesudah benih ditanam, tetapi jangan ditunggu hingga benih tersebut tumbuh. Herbisida yang digunakan haruslah herbisida yang selektif bagi tanaman bersangkutan, misalnya atrazin dan ametrin diaplikasikan bersama-sama saat tanam. Hal ini banyak dilakukan bila penanaman benih dilakukan secara mekanis dengan mesin tanam (planter) yang dilengkapi dengan alat penyemprot herbisida. Dengan demikian operasi penanaman dan aplikasi herbisida dapat disatukan untuk menghemat. Untuk herbisida pra-tumbuh yang benar-benar selektif terhadap tanaman pokoknya, aplikasi juga dapat ditunda hingga 1-2 hari sesudah benih tumbuh. Herbisida pra-tumbuh sebenarnya juga dapat diaplikasikan sebelum tanam, tetapi sesudah pengolahan tanah selesai. Hal ini hanya dilakukan untuk herbisida, pra tumbuh tertentu dan jarang sekali yang memerlukan jangka waktu tertentu sebelum tanaman pokok “aman” (safe) untuk ditanam. Umumnya, herbisida yang digunakan adalah herbisisda soil acting yang tidak selektif terhadap tanaman pokok.

  Herbisida pra-tumbuh ada kalanya harus diaplikasikan sesudah tanaman pokoknya ditanam. Misalnya, padi sawah, herbisida pra-tanam atau herbisida yang early post emergence harus diaplikasikan pada benih padi yang dipindah- tanamnkan. Untuk keperluan ini, harus digunakan herbisida yang benar-benar selektif untuk padi dan harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan rekomendasinya. Kesalahan menentukan saat aplikasi dapat mengakibatkan keracunan pada tanaman pokok atau herbisida tidak bekerja efektif. Aplikasi semacam ini juga dapat dilakukan pada tanaman lain yang ditanam dari stek (ubi kayu, tebu) atau bibit (pisang, nanas, kelapa sawit, karet, dsb.). Pada pertanamanan ubi kayu atau tanaman lain yang ditanam dari stek berkayu, seringkali herbisida yang tidak selektif juga dapat digunaka, asal stek belum tumbuh.

  Saat aplikasi herbisida pascatumbuh Lahan kadang-kadang perlu dibersihkan dari vegetasi yang ada sebelum diolah untuk mengurangi biaya tenaga kerja, misalnya pada pembukaan lahan baru yang sebelumnya didominasi oleh alang-alang (Imperata cylindrica). Untuk itu dapat diaplikasikan pra-tanam dengan menggunakan herbisida nonselektif (baik yang kontak maupun yang translocated). Urutan pekerjaannya adalah penyemprotan herbisida pengolahan tanah tanam.

  Benih tanaman pokok dapat ditanam langsung pada lahan yang masih ditumbuhi gulma atau vegetas lain (disebut sod planting), misalnya pada penanaman tanpa oleh tanah (TOT, zero tillage, no till cropping). Sesudah benih ditanam, kemudian diikuti dengan dengan penyemprotan herbisida. Bila yang digunakan herbisida nonselektif, penyemprotan harus dilakukan sebelum benih tumbuh. Pada sistem relay cropping benih tanaman pokok kedua ditanaman ketika tanaman pokok pertama masih ada di ladang, yakni menjelang panen. Sesudah tanaman pertama dipanen, lahan disemprot dengan herbisida yang selektif terhadap tanaman kedua.

  Herbisida pasca-tumbuh juga dapat disemprotkan di lahan yang sudah ada tanamannya, misalnya pengendalian gulma di perkebunan. Tanaman perkebunan yang sudah cukup umur dan sudah berkayu, umumnya cukup toleran terhadap berbagai jenis herbisida pra-tumbuh, bahkan yang nonselektif sekalipun. Akan tetapi, penggunaan herbisisda pada tanaman semusim harus yang selektif. Bila terpaksa menggunakan herbisida yang nonselektif, mungkin perlu menggunakan teknik dan alat khusus, misalnya penyemprotan terarah (directed spray), kalau perlu dengan menggunakan pelindung semprotan (spray shield). Herbisida pasca- jalan raya, jalur rel kereta api. Sekitar gedung, empalasemen, dsb. Karena tidak harus mempertimbangkan tanaman pokoknya, maka penyemprotan dapat dilakukan kapan saja, asalkan cuaca mengijinkan.

2.2.4 Waktu Aplikasi Insektisida

  Waktu aplikasi adalah pilihan rentang waktu yang tepat untuk mengaplikasikan pestisida. Waktu aplikasi tersebut merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan efektifitas pestisida yang diaplikasikan. Jika dikaitkan dengan tahap perkembangan hama, maka dikenal waktu aplikasi insektisida, yaitu: aplikasi preventif, kuratif, sistem kalender dan aplikasi berdasar ambang kendali atau ambang ekonomi.

1. Aplikasi Preventif

  Adalah aplikasi insektisida yang dilakukan sebelum ada serangan hama dengan tujuan untuk melindungi tanaman. Aplikasi insektisida secara preventif dianggap tidak sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu (prinsip no pest no spray). Akan tetapi, dalam kondisi tertentu, aplikasi preventif seringkali perlu dilakukan dengan cara sebagai berikut : a.

  Perlakuan benih (seed treatment) dengan insektisida untuk menanggulangi hama yang menyerang benih stadia perkecambahan atau tanaman muda.

  Aplikasi preventif dengan cara perawatan benih merupakan cara aplikasi preventif yang terbaik, baik dipandang dari segi keselamatan lingkungan maupun dari segi ekonomi.

  b.

  Penaburan insektisida butiran diseluruh kebun (broad casting) ataupun hanya pada lubang-lubang tanam saja (localized application). Dipandang dari sudut lebih baik dari pada ditabur diseluruh kebun.

  c.

  Pencelupan (dipping) benih tanaman (termasuk stek) ke dalam larutan insektisida untuk mencegah serangan hama yang terbawa oleh bibit.

  d.

  Penyemprotan dengan insektisida, bila diketahui bahwa tanpa penyemprotan preventif hama tersebut akan menimbulkan kerugian yang besar dan cara lain untuk melindungi tanaman belum atau tidak diketahui.

2. Aplikasi dengan sistem kalender

  Aplikasi sistem kalender atau aplikasi berjadwal, tetap banyak dilakukan oleh petani, misalnya seminggu sekali atau bahkan seminggu dua kali. Dengan aplikasi semacam ini, jumlah aplikasi permusim menjadi sangat banyak. Para petani bawang dan cabai di Brebes dan sekitarnya, misalnya menyemprot tidak kurang dari 20 kali permusim untuk tanaman bawang merah dan sampai 35 kali permusim untuk tanaman cabai. Di daerah Dieng, Pangalengan dan Garut juga banyak petani yang melakukan penyemprotan pestisida dengan sistem kalender untuk tanaman kentang. Pada penyemprotan dengan sistem kalender, insektisida dan fungisida umumnya digunakan bersama-sama. Penyemprotan dengan sistem kalender sebenarnya merupakan salah satu dari aplikasi preventif, bersifat untung- untungan (hama belum tentu datang), cenderung boros (karena tidak ada hamapun disemprot), beresiko besar (bagi pengguna, konsumen dan lingkungan), dan “Tidak dianjurkan dalam pengendalian hama terpadu”.

  3. Aplikasi Kuratif Aplikasi kuratif adalah kebalikan dari aplikasi preventif. Aplikasi ini (termasuk aplikasi eradikatif) dilakukan sesudah ada serangan hama dengan maksud untuk kuratif banyak dilakukan dengan cara penyemprotan (termasuk mist blowing), fogging, fumigasi, injeksi, dan sebagainya.

  4. Aplikasi berdasarkan ambang pengendalian atau ambang ekonomi Penentuan waktu aplikasi berdasarkan ambang ekonomi atau ambang pengendalian meruapakan salah satu variasi dari aplikasi insektisida secara kuratif dan merupakan cara yang dianjurkan dalam pengendalian hama terpadu. Konsep pengendalian hama terpadu, pengendalian secara kimiawi dilakukan apabila populasi hama atau kerusakan karena hama sudah mencapai tingkat atau ambang tertentu. Pemikiran ini didasarkan pada kenyataan-kenyataan sebagai berikut : a.

  Pertanaman yang 100% mulus tanpa kerusakan oleh hama pada kenyataannya hampir tidak ada. Umumnya, petani dapat menerima adanya sedikit kerusakan, asalkan kerusakan itu secara ekonomi tidak mendatang kerugian yang banyak.

  b.

  Pada tingkat kerusakan rendah, biaya pengendalian kimiawi dapat menjadi lebih mahal dibandingkan dengan kerugian karena kerusakan itu sendiri. Oleh karena itu, pengendalian sebaiknya hanya dilakukan bila biaya pengendalian lebih rendah dari pada tambahan hasil yang akan diperoleh.

  c.

  Setiap hama memilki daya rusak yang berbeda-beda. Ada hama yang mempunyai potensi merusak sangat besar dan ada pula hama yang potensi merusaknya tidak terlalu besar. Disamping itu, ada juga yang disebut hama utama, hama sekunder, hama potensi dan hama migran .Dalam pengendalian terutama hama-hama utama.

  d.

  Di lahan pertanian banyak organisme (serangga) lain yang tidak merugikan tanaman, bahkan beberapa diantaranya menguntungkan petani. Bila kita melakukan penyemprotan secara sembarangan, maka organisme non target dapat ikut terbunuh.

  e.

  Penggunaan pestisida secra sembarangan, kecuali pemborosan, dapat menimbulkan efek buruk bagi pengguna, konsumen dan lingkungan.

  Salah satu syarat untuk suksesnya pengendalian hama terpadu adalah pengamatan pertanaman secara berkala, misalnya seminggu sekali. Tanaman dalam satu hamparan tidak perlu semuanya diamati, tetapi cukup diambil sempelnya saja. Apabila penyemprotan harus dilakukan, hendaknya pestisida yang dipilih harus sesuai dengan hama tersebut. Bila dalam contoh tersebut didapati kurang dari batas ambang, maka penyemprotan tidak perlu dilakukan. Fungsi aplikasi insektisida dan fungisida berdasarkan pengendalian sistem PHT adalah untuk menekan populasi hama atau tingkat kerusakan karena hama dan penyakit, agar tetap berada di bawah ambang pengendalian atau ambang ekonomi. Itulah sebabnya, konsep PHT adalah mengendalikan hama dan penyakit, bukan membrantas. Adanya hama dan penyakit dapat diterima sejauh populasi atau tingkat kerusakannya tidak melampaui ambang ekonomi atau ambang pengendalian. Dengan kata lain, secara ekonomi serangan hama dan penyakit tersebut tidak merugikan. Ambang pengendalian atau ambang ekonomi bukan suatu statis. Ambang ekonomi yang ideal harus memperhitungkan berbagai faktor, misalnya ongkos produksi, harga jual komoditi, harga pestisida, musim, biaya, berbeda dari satu tempat ketempat lain, dari satu tahun ke tahun yang lain, bahkan dari musim ke musim yang lain.

2.2.5 Kaidah penggunaan pestisida

  Pengertian yang menarik tentang pestisida menyatakan bahwa pestisida adalah racun ekonomis. Jadi pestisida adalah racun yang mempunyai sifat ekonomis, penggunaan pestisida dapat memberikan keuntungan, tetapi juga dapat mengakibatkan kerugian. Pengalaman menunjukan bahwa penggunaan pestisida sebagai racun, sebenarnya lebih merugikan dibanding menguntungkan, yaitu dengan munculnya berbagai dampak negatif yang diakibatkan oleh pestisida tersebut. Karena alasan tersebut, maka dalam penggunaan pestisida harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a.

  Pestisida hanya digunakan sebagai alternatif terakhir, apabila belum ditemukan cara pengendalian daya racun rendah dan bersifat selektif. b.

  Apabila terpaksa menggunakan pestisida, maka gunakan pestisida yang mempunyai daya racun rendah dan bersifat selektif.

  c.

  Apabila terpaksa menggunakan Pestisida, lakukan secara bijaksana. Penggunaan pestisida secara bijaksana adalah penggunaan pestisida yang memperhatikan prinsip 5 (lima) tepat, yaitu :

  1. Tepat sasaran Tentukan jenis tanaman dan hama sasaran yang akan dikendalikan, sebaiknya tentukan pula unsur-unsur abiotis dan biotis lainnya.

  2. Tepat jenis Setelah diketahui hasil analisis agro ekosistem, maka dapat ditentukan pula jenis insektisida, untuk tikus gunakan rodentisida. Pilihlah pestisida yang paling tepat diantara sekian banyak pilihan, misalnya : untuk pengendalian hama ulat grayak pada tanaman kedelai. Berdasarkan Izin dari Menteri Pertanian tersedia ±150 nama dagang insektisida. Jangan menggunakan pestisida tidak berlabel, kecuali pestisida botani racikan sendiri yang dibuat berdasarkan anjuran yang ditetapkan sesuai pilihan tersebut dengan alat aplikasi yang dimilki atau akan dimilki.

  3. Tepat waktu Waktu pengendalian yang paling tepat harus di tentukan berdasarkan : a.

  Stadium rentan dari hama yang menyerang tanaman, misalnya stadium larva instar I, II, dan III.

  b.

  Kepadatan populasi yang paling tepat untuk dikendalikan, lakukan aplikasi pestisida berdasarkan Ambang Kendali atau Ambang Ekonomi. c.

  Kondisi lingkungan, misalnya jangan melakukan aplikasi pestisida pada saat hujan, kecepatan angin tinggi, cuaca panas terik.

  d.

  Lakukan pengulangan sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.

  4. Tepat dosis / konsentrasi Gunakan konsentrasi/dosis yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh Menteri Pertanian. Untuk itu bacalah label kemasan pestisida. Jangan melakukan aplikasi pestisida dengan konsentrasi dan dosis yang melebihi atau kurang sesuai dengan anjuran, karena dapat menimbulkan dampak negatif.

  5. Tepat cara Lakukan aplikasi pestisida dengan cara yang sesuai dengan formulasi pestisida dapat memberikan dampak negatif terhadap manusia maupun lingkungan, maka penggunaan pestisida harus dilaksanakan secara bijaksana dengan mentaati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Prinsip-prinsip penggunaan pestisida secara bijaksana adalah sebagai berikut : a.

  Menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) 1.

  Pestisida digunakan sebagai alternatif terakhir. Penggunaan pestisida kimia hendaknya digunakan sebagai pilihan terakhir, apabila alternatif-alternatif pengendalian lain yang digunakan tidak berhasil. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari/mengurangi pencemaran terhadap lingkungan dan mengurangi residu.

  2. Pengendalian hama dengan pestisida dilakukan berdasarkan nilai ambang pengendalian (AP) Atau ambang ekonomi (AE). Cara-cara petani dalam mengambil keputusan berdasarkan ambang pengendalian atau ambang ekonomi dilakukan melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu/SLPHT.

  b.

  Menggunakan pestisida yang terdaftar dan diijinkan menteri pertanian. Tidak dibenarkan menggunakan pestisida yang tidak terdaftar dan tidak mendapat ijin menteri pertanian, karena tidak diketahui kebenaran mutu dan efektivitasnya serta keamanannya bagi lingkungan.

  c.

  Menggunakan pestisida sesuai dengan jenis komoditi dan jenis organisme sasaran yang diijinkan.

  Pemberian ijin pestisida dilakukan berdasarkan terpenuhinya persyaratan kriteria toksisitas. Dengan demikian penggunaan pestisida harus sesuai dengan jenis komoditi dan jenis organisme sasaran yang diijinkan.

  d.

  Memperhatikan dosis dan anjuran yang tercantum pada label. Efektivitas penggunaan Pestisida diperoleh melalui penggunaan dosis yang tepat. Ketidaktaatan dalam menggunakan dosis pestisida dapat menyebabkan resistensi yang akan semakin merugikan petani.

  e.

  Memperhatikan kaidah – kaidah keselamatan dan keamanan penggunaan pestisida Menyadari bahwa pestisida adalah bahan kimia beracun, maka penggunaannya harus dilakukan secara hati-hati sesuai ketentuan yang dianjurkan, seperti menggunakan alat pelindung diri dan lain-lain.

2.2.6 Penyebab keracunan dan tindakan pencegahan

  Kasus keracunan pestisida dikalangan pengguna atau petani pada umumnya terjadi karena hal-hal sebagai berikut :

  1. Pengguna/petani tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan pada umumnya.

  2. Pengguna/petani tidak memiliki informasi tentang pestisida, risiko penggunaan pestisida, dan teknik aplikasi pestisida yang benar dan bijaksana.

  Kalaupun sudah mendapat informasi yang cukup, pengguna seringkali tidak mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam menggunakan pestisida. Banyak pengguna/petani yang tidak memperdulikan atau menganggap enteng resiko yang kronis,tidak terasa dan akibatnya sering sulit diramalkan. Karena itu kebanyakan petani mengatakan bahwa mereka sudah sekian belas tahun mengaplikasikan pestisida dengan cara mereka dan mereka tidak merasa terganggu.Anggapan (attitude) petani terhadap yang demikian itu harus dirubah,walaupun sulit. Untuk menekan resiko dan menghindari dampak negatif penggunaan pestisida bagi pengguna/ petani, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, sebagai berikut : 1.

  Peraturan perundangan Banyak peraturan yang mengatur pestisida, termasuk penggunaannya serta tindakan keselamatan yang harus diambil. Perlu disosialisasikan agar peraturan tersebut dapat dilaksanakan dan ditaati dengan penuh kesadaran.

  2. Pendidikan dan latihan Pengguna pestisida perlu dibekali informasi yang memadai tentang seluk-beluk pestisida dan cara penggunaannya yang legal, benar, dan bijaksana. Latihan semacam itu dapat disisipkan, misalnya, melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) atau pada penyuluhan-penyuluhan pertanian.

3. Peringatan bahaya

  Setiap kemasan pestisida/ brosur yang menyertainya selalu memuat petunjuk yang harus dipenuhi oleh pengguna. Pengguna disarankan untuk selalu membaca label atau petunjuk penggunaan sebelum menggunakan pestisida. Pengguna diharapkan juga mempelajari piktogram (tanda-tanda gambar) yang terdapat pada kemasan pestisida atau pada brosur/ leaflet Pestisida.

  4. Penyimpanan pestisida anak-anak. Tempat untuk menyimpan pestisida harus terkunci dan tidak mudah dijangkau oleh anak-anak atau bahkan oleh hewan peliharaan. Pestisida harus disimpan di wadah aslinya, bila diganti wadah, harus diberi tanda (nama) yang besar dan jelas pada wadah tersebut dan peringatan tanda bahaya; misalnya, AWAS RACUN (PESTISIDA BERBAHAYA!). Untuk tempat atau gudang penyimpanan pestisida yang besar (misalnya, gudang pestisida suatu usaha tani atau perkebunan), wadah-wadah (kaleng-kaleng). Pestisida harus diatur/ disusun sesuai dengan kelompoknya, misalnya insektisida, fungisida, dan herbisida.

  Gudang penyimpanan pestisida harus berventilasi baik, bila perlu dilengkapi dengan kipas untuk mengeluarkan udara (exhaust fan).Di gudang penyimpanan pestisida harus disediakan pasir atau serbuk gergaji untuk membersihkan atau menyerap pestisida bila ada yang tumpah. Siapkan pula sapu dan wadah kosong untuk menyimpan bekas kemasan pestisida sebelum di musnahkan.

  5. Tempat kerja. Tempat kerja untuk mencampur pestisida harus bersih, terang, dan berventilasi baik. Pencampuran pestisida harus dilakukan di luar ruangan. Sediakan pasir atau serbuk gergaji dan air di dekat tempat kerja. Pasir atau serbuk gergaji tersebut berguna untuk menyerap atau membersihkan pestisida yang tumpah dan air digunakan untuk mencuci tangan bila terkena pestisida.

  6. Kondisi kesehatan pengguna Pengguna/ petani yang kondisi badannya tidak/ kurang sehat dan atau belum makan/ perut kosong (lapar), jangan bekerja dengan pestisida. Namun, badan yang sehat, kuat, dan perut cukup terisi tidak menjamin bebas dari keracunan keadaan bila terjadi kontaminasi atau keracunan. Anak-anak di bawah umur jangan pernah diizinkan bekerja dengan pestisida.

  7. Penggunaan pakaian dan peralatan pelindung Pakaian dan/ atau peralatan pelindung tubuh harus dipakai bukan saja waktu aplikasi, tetapi sejak mulai mencampur, mencuci peralatan aplikasi dan sesudah aplikasi selesai. Pakaian serta peralatan pelindung yang harus digunakan adalah sebagai berikut : a.

  Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh : ada banyak jenis bahan yang dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi pakaian yang sederhana cukup terdidi atas celana panjang dan kemeja lengan panjang yang terbuat dari bahan yang cukup tebal dan tenunannya rapat. Pakaian kerja sebaiknya tidak berkantung karena adanya kantung cenderung digunakan untuk menyimpan benda-benda seperti rokok dan sebagainya. b.

  Semacam celemek (apron).

  Yang dapat dibuat dari plastik atau kulit. Apron terutama harus digunakan ketika menyemprot tanaman yang tinggi.

  c.

  Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk menyemprot. Pelindung kepala juga penting, terutama ketika menyemprot tanaman yang tinggi d. Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker sederhana atau sapu tangan atau kain sederhana lainnya.

  e.

  Pelindung mata, misalnya kacamata, goggle, face shield.

  f.

  Sarung tangan yang terbuat dari bahan yang tidak tembus air.

  Sepatu bot untuk menyemprot di lahan basah (sawah), memang agak menyulitkan, tetapi untuk aplikasi dilahan kering perlu digunakan. Ketika mengguna sepatu bot, ujung celana panjang jangan dimasukkan ke dalam sepatu, tetapi ujung celana harus mengikuti sepatu bot.

2.2.7 Prosedur penggunaan pestisida

  Persyaratan dan tata cara penggunaan pestisida dilapangan melalui beberapa tahapan, sebagai berikut :

1. Persiapan

  Sebelum melaksanakan aplikasi pestisida perlu adanya langkah-langkah persiapan, antara lain : a.

  Menyiapkan bahan-bahan, seperti pestisida yang akan digunakan (harus terdaftar), fisiknya memenuhi syarat (layak pakai), sesuai jenis dan keperluannya, dan peralatan yang sesuai dengan cara yang akan digunakan (volume tinggi atau volume rendah).

  1. Belilah pestisida dengan merek terdaftar dan periksa izin kadaluarsa penggunaannya.

  2. Belilah pestisida dengan kemasan yang baik dan tidak rusak b. Menyiapkan perlengkapan keamanan atau pakaian pelindung, seperti sarung tangan, masker, topi, dan sepatu kebun.

  c.

  Memeriksa alat aplikasi dan bagian-bagiannya, untuk mengetahui apakah ada kebocoran atau keadaan lain yang dapat mengganggu pelaksanaan aplikasi pestisida.

  d.

  Memeriksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan, jangan menggunakan alat semprot yang bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering terjadi e.

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara 2.1.1 Definisi Kanker Payudara - Efektivitas Latihan Range Of Motion (ROM) Bahu terhadap Peningkatan ROM pada Pasien Post Mastektomi di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 - Efektivitas Latihan Range Of Motion (ROM) Bahu terhadap Peningkatan ROM pada Pasien Post Mastektomi di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 7

Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Pencemaran Air Sungai Sunggal di Desa Sriguting Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Pencemaran Air Sungai Sunggal di Desa Sriguting Provinsi Sumatera Utara

0 1 14

Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru

0 0 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru

0 0 25

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Tekanan Darah 1.1.Pengertian - Pengaruh Latihan Fleksibility Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 26

Pengaruh Latihan Fleksibility Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 12

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kamus - Perancangan Fitur Autocomplete pada Aplikasi Kamus Istilah Teknologi Informasi Menggunakan Algoritma Boyer-Moore

0 0 16

Perilaku Penjamah Pestisida di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Tahun 2015

0 1 34