Tidak Berfungsinya Ruang Terbuka Hijau A

EKOLOGI PERKOTAAN

Tidak Berfungsinya Ruang Terbuka
Hijau Akibat Adanya Shelter Busway
Disusun sebagai syarat untuk mengikuti
Ujian Akhir Semester (UAS) matakuliah Ekologi Perkotaan

DISUSUN OLEH :
PUTI LARASATI / 052001300054

DOSEN:
IR. NUZULIAR RAHMAH, MT

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERRENCANAAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT berkat anugerah yang diberikan
sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Tidak Berfungsinya

Ruang Terbuka Hijau Akibat Adanya Shelter Busway” ini.
Serta ucapan terima kasih tak lupa saya sampaikan kepada :
1. Ir. Nuzuliar Rahmah, MT selaku dosen mata kuliah Ekologi Perkotaan yang telah
memberikan arahan pada pembuatan makalah ini.
2.
Serta tak lupa saya haturkan ribuan terima kasih kepada semua pihak yang telah
banyak membantu dalam proses pembuatan makalah ini baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu tetapi tidak mengurangi
rasa hormat saya.
Makalah ini membahas tentang dampak pengalihan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
Kawasan Kota Tua Jakarta di seberang Stasiun Kota yang tadinya Taman Stasiun Kota
menjadi wilayah Halte TransJakarta (Busway) dan Taman Penyebrangan Orang (TPO)
sebagai penguhubung halte busway dengan stasiun kota dan bangunan bersejarah
disekitarnya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang ada dalam diri penulis yang
menyebabkan makalah ini kurang sempurna. Maka dari itu, penulis menerima kritik dan
saran yang membangun agar makalah ini bisa lebih baik lagi.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf, penulis
berharap agar makalah ini dapat menjadi sumber referensi dan bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.

Jakarta, 6 Febuari 2015

Penulis

2|Page

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................4
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5

Latar Belakang............................................................................................... 4
Tujuan Penulisan............................................................................................5
Perumusan Masalah....................................................................................... 5
Pembatasan Masalah......................................................................................5

Metode Penelitian.......................................................................................... 5

BAB II KAJIAN TEORI....................................................................................................... 6
2.1

2.2
2.3
2.4

Teori Elemen Perkotaan................................................................................. 6
2.1.1 Hamid Shirvani.................................................................................. 6
2.1.2 Kevin Lynch.......................................................................................9
Kebijakan Open Space Kota.......................................................................... 11
Dasar pemikiran pengembangan RTH di Perkotaan...................................... 11
Konsep RTH................................................................................................... 12
2.3.1 Definisi dan Pengertian......................................................................12
2.3.2 Fungsi dan Manfaat............................................................................
12
2.3.3 Pola Struktur dan Fungsional.............................................................13
2.3.4 Elemen Pengisi RTH..........................................................................13

2.3.5 Teknis Perencanaan........................................................................... 14

BAB III PENGAMATAN..................................................................................................... 15
3.1
Gambaran
Umum
Wilayah
Kota
Tua
Jakarta................................................ 15
3.1.1 Posisi Makro Kota Tua Terhadap DKI Jakarta.................................. 15
3.1.2 Batas Wilayah Kota Tua.................................................................... 15
3.1.3 Tata Guna Lahan Kota Tua................................................................ 16
3.1.4 Open Space di Kota Tua.................................................................... 17
3.2
Hasil Pengamatan Open Space di Sekitar Shelter Busway Stasiun
Kota......
18
3.3
Terowongan Penyeberangan Orang (TPO) di Kota Tua

Jakarta.................... 23
BAB IV ANALISA DATA................................................................................................... 24
4.1

Tabel SWOT.................................................................................................. 24

BAB V PENUTUP............................................................................................................... 26

3|Page

5.1
Kesimpulan.................................................................................................... 26
5.2 Saran............................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 29

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan kota Jakarta sebagai ibukota negara dan kota metropolitan terus
berkembang pesat dari tahun ke tahun. Sebagai negara berkembang Jakarta selalu

melakukan perbaikan di segala sektor untuk membuat Indonesia lebih baik. Tetapi
kebutuhan masyarakat yang brgitu banyak tidak seimbang demgan ketersediaan lahan
yang ada, oleh sebab itu banyak sekali pelanggar peraturan demi mendapatkan
keuntungan semata. Seperti banyaknya kontraktor dan investor yang membangun
bagunan maupun fasilitas umum di tempat yang bukan seharusnya atau tidak sesuai
dengan peraturan yang ada contohnya pembangunan PIK di Jakarta utara, pemukiman
Di bantaran sungai, pembangunan di lahan terbuka hijau Dan daerah resapan. Semua
itu semata-mata mencari keuntungan atau karna keterbatasan ekonomi tanpa pemikiran
keseimbangan alam. Tidak aneh jika bencana seperti banjir sudah menjadi langganan
kota Jakarta yang sudah berantakan penataan kotanya.
Hal ini terjadi merata hampir diseluruh daerah Jakarta begitu pun di daerah wisata
seperti Kota Tua. Kota yg di kenal sebagai Oud Batavia ini merupakan salah satu
sejarah penting terbentuknya kota jakarta. Sebagai tempat wisata, kemudahan
aksesibilitas wisatawan dalem berkunjung merupakan suatu keharusan.
Hal inilah yang membuat dibutuhkannya penghubung dari semua transportasi
terdekat yg ada tanpa terlalu mengganggu lalu lintas yang ada yaitu Terowongan
Penyebrangan Orang (TPO) yang menghubungkan stasiun kota, halte busway dengan
bangunan bersejarah yang ada di sekitarnya. Tetapi sayangnya, karena keterbatasan
lahan, halte busway Dan jalur TPO dibangun di Taman Stasiun yg merupakan RTH
maupun public open space yg terletak di antara stasiun kota dengan museum mandiri.

Pengalihan fungai RTH ini tentu saja memiliki dampak bagi lingkunhan sekitar Dan
semakin mengurangin ruang terbuka Jakarta yang kini hanya 10% padahal seharusnya
20%. Melalui perimbangan reori elements perkotaan oleh Hamid shirvani Dan Kevin
lynch, dampak dari perubahan inilah yg akan di bahas pads makalah ini. Di harapkan
pengamatan tentang dampak pengalihan fungsi RTH di kota tua ini bisa memberikan
4|Page

upaya pengembalian fungsi RTH di Kota Tua tanpa mengurangi maksimalnya
kesinambungan angkutan kota di daerah kota tua.

1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dibuat karya tulis ini adalah untuk :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Perkotaan.
2. Memberikan informasi tentang teori elemen perkotaan.
3. Memberikan informasi tentang Ruang terbuka Hijau (RTH) di kota, khususnya
di Kota Tua.
4. Memberikan informasi pengalihan fungsi RTH di Kota Tua akibat adanya
shelter Busway.
5. Memberikan saran dan solusi untuk menormlisasikan kembali fungsi RTH di
Kota Tua.


1.3 Perumusan Masalah
1. Apakah yang di maksud Ruang Terbuka Hijau (RTH)?
2. Apa fungsi dan manfaat RTH?
3. Bagaimana pola open space di Kota Tua?
4. Mengapa fungsi RTH di Kota Tua menjadi tidak maksimal?
5. Apa solusi pengembalian fungsi RTH di Kota Tua?
1.4 Pembatasan Masalah
Dalam makalah ini isu tentang tidak berfungsinya Ruang Terbuka Hijau (RTH)
akibat adanya shelter busway berlokasi di Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Barat,
Kawasan Kota Tua dan hanya membahas shelter busway koridor Stasiun Kota
terhadap RTH di sekitarnya saja.

1.5 Metode Penelitian
Dalam penelitian saya menggunakan penelitian analisis sintetis, yaitu
menganalisa data dan hasil penelitian yang kemudian diperoleh kesimpulan. Adapun
dalam penelitian ini kami menggunakan metode literature. Pemilihan ini didasari pada
jarak yang tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian langsung dan waktu yang
terbatas.
Metode literature adalah penelitian yang meghimpun informasi dari terbitan dari

berbagai sumber yang ada kaitannya dengan masalah yang diangkat. Informasi yang
telah kami peroleh nantinya akan diolah, diurai dan dianalisis secara detail.

5|Page

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1

Teori Elemen Perkotaan
2.1.1

Hamid Shirvani
Menurut Hamid Shirvani terdapat 8 elemen fisik perancangan kota, yaitu:
1. Tata Guna Lahan (Land Use)
Prinsip Land Use adalah pengaturan penggunaan lahan untuk
menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu,
sehingga kawasan tersebut berfungsi dengan seharusnya.
Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah
peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan

dibangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut.
Sebagai contoh, di dalam sebuah kawasan industri akan terdapat berbagai
macam bangunan industri atau di dalam kawasan perekonomian akan
terdapat berbagai macam pertokoan atau pula di dalam kawasan
pemerintahan akan memiliki bangunan perkantoran pemerintah.
Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan antara
sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/penggunaan individual.
Terdapat perbedaan kapasitas (besaran) dan pengaturan dalam
penataan ruang kota, termasuk di dalamnya adalah aspek pencapaian,
parkir, sistem transportasi yang ada, dan kebutuhan untuk penggunaan
lahan secara individual. Pada prinsipnya, pengertian land use (tata guna
lahan) adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan
yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat
memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu
kawasan tersebut seharusnya berfungsi.
2. Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)
Bentuk dan massa bangunan ditentukan oleh tinggi dan besarnya
bangunan, KDB, KLB, sempadan, skala, material, warna, dan
sebagainya.Prinsip-prinsip dan teknik Urban Design yang berkaitan
dengan bentuk dan massa bangunan meliputi:

 Scale, berkaitan dengan sudut pandang manusia, sirkulasi, dan
dimensi bangunan sekitar.
 Urban Space, sirkulasi ruang yang disebabkan bentuk kota, batas,
dan tipe-tipe ruang.
 Urban Mass, meliputi bangunan, permukaan tanah dan obyek
dalam ruang yang dapat tersusun untuk membentuk urban space
dan pola aktifitas dalam skala besar dan kecil.
Building form and massing membahas mengenai bagaimana
bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk
6|Page

suatu kota serta bagaimana hubungan antar-massa (banyak
bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan
hubungan antar-massa seperti ketinggian bangunan, jarak antarbangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya
harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur,
mempunyai garis langit – horizon (skyline) yang dinamis serta
menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai).
Building form and massing dapat meliputi kualitas yang
berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu : ketinggian
bangunan, kepejalan bangunan, KLB, KDB, garis sempadan
bangunan, langgam, skala, material, tekstur, warna.
3. Sirkulasi dan Perparkiran
Sirkulasi kota meliputi prasarana jalan yang tersedia, bentuk struktur
kota, fasilitas pelayanan umum, dan jumlah kendaraan bermotor yang
semakin meningkat. Semakin meningkatnya transportasi maka area parkir
sangat dibutuhkan terutama di pusat-pusat kegiatan kota (CBD).
Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat
membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya
dengan keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian way,
dan tempat-tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk
pergerakan (suatu kegiatan). Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu
alat yang paling kuat untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena
dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam
suatu kota. Selain itu sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah,
tempat aktivitas dan lain sebagainya.
Tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu lingkungan
yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan mempunyai
pengaruh visual pada beberapa daerah perkotaan. Penyediaan ruang parkir
yang paling sedikit memberi efek visual yang merupakan suatu usaha
yang sukses dalam perancangan kota.
4. Ruang Terbuka (Open Space)
Open space selalu berhubungan dengan lansekap. Lansekap terdiri
dari elemen keras dan elemen lunak. Open space biasanya berupa
lapangan, jalan, sempadan, sungai, taman, makam, dan sebagainya.
Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu menyangkut
lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti :
jalan, trotoar, patung, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak
(softscape) berupa tanaman dan air. Ruang terbuka biasa berupa lapangan,
jalan, sempadan sungai, green belt, taman dan sebagainya.Dalam
perencanan open space akan senantiasa terkait dengan perabot taman/jalan
(street furniture). Street furniture ini bisa berupa lampu, tempat sampah,
papan nama, bangku taman dan sebagainya.Menurut S Gunadi (1974)
7|Page

dalam Yoshinobu Ashihara, ruang luar adalah ruang yang terjadi dengan
membatasi alam. Ruang luar dipisahkan dengan alam dengan memberi
“frame”, jadi bukan alam itu sendiri (yang dapat meluas tak terhingga).
5. Pedestrian
Sistem pejalan kaki yang baik adalah:
 Mengurangi ketergantungan dari kendaraan bermotor dalam areal
kota.
 Meningkatkan kualitas lingkungan dengan memprioritaskan skala
manusia.
 Lebih mengekspresikan aktifitas PKL dan mampu menyajikan
kualitas udara.
Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemenelemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota
dan pola-pola aktivitas sertas sesuai dengan rencana perubahan atau
pembangunan fisik kota di masa mendatang.
Perubahan-perubahan rasio penggunaan jalan raya yang dapat
mengimbangi dan meningkatkan arus pejalan kaki dapat dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
− Pendukung aktivitas di sepanjang jalan, adanya sarana komersial.
− Street furniture
6. Perpapanan (Signages)
Perpapanan digunakan untuk petunjuk jalan, arah ke suatu kawasan
tertentu pada jalan tol atau di jalan kawasan kota. Tanda yang didesain
dengan baik menyumbangkan karakter pada fasade bangunan dan
menghidupkan street space dan memberikan informasi bisnis.Aktivitas
pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang
mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter
suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap
fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktivitas
pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian atau plasa tetapi
juga mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen
kota yang dapat menggerakkan aktivitas.
Meliputi segala fungsi dan aktivitas yang memperkuat ruang terbuka
publik, karena aktivitas dan ruang fisik saling melengkapi satu sama lain.
Pendukung aktivitas tidak hanya berupa sarana pendukung jalur pejalan
kaki atau plaza tapi juga pertimbangankan guna dan fungsi elemen kota
yang dapat membangkitkan aktivitas seperti pusat perbelanjaan, taman
rekreasi, alun-alun, dan sebagainya.

8|Page

7. Pendukung Kegiatan
Pendukung kegiatan adalah semua fungsi bangunan dan kegiatankegiatan yang mendukung ruang public suatu kawasan kota. Bentuk
activity support antara lain taman kota, taman rekreasi, pusat
perbelanjaan, taman budaya, perpustakaan, pusat perkantoran, kawasan
PKL dan pedestrian, dan sebagainya.
Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu
lintas, media iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan
penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi kota, baik secara makro
maupun mikro, jika jumlahnya cukup banyak dan memiliki karakter yang
berbeda. Sebagai contoh, jika banyak terdapat penandaan dan tidak diatur
perletakannya, maka akan dapat menutupi fasad bangunan di
belakangnya. Dengan begitu, visual bangunan tersebut akan terganggu.
Namun, jika dilakukan penataan dengan baik, ada kemungkinan
penandaan tersebut dapat menambah keindahan visual bangunan di
belakangnya.
8. Preservasi
Preservasi harus diarahkan pada perlindungan permukiman yang ada
dan urban space, hal ini untuk mempertahankan kegiatan yang
berlangsung di tempat itu. (Sumber: Perancangan Kota, Urban Desain).
Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap
lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun,
plasa, area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti
halnya perlindungan terhadap bangunan bersejarah. Manfaat dari adanya
preservasi antara lain :
 Peningkatan nilai lahan.
 Peningkatan nilai lingkungan.
 Menghindarkan dari pengalihan bentuk dan fungsi karena aspek
komersial.
 Menjaga identitas kawasan perkotaan.
 Peningkatan pendapatan dari pajak dan retribusi
2.1.2

Kevin Lynch
Teori ini disimpulkan berdasarkan hasil penelitian Prof. Kevin Lynch
yang telahmelakukan sebuah studi terhadap apa yang diserap oleh penduduk
secara psikologisterhadap fisik sebuah kota. Hasil studinya ini disajikan dalam
bentuk buku yaitu “TheImage of The City”. Secara garis besar Lynch
menemukan dan mengumpulkan ada limaelemen pokok atau dasar yang oleh
orang digunakan untuk membangun gambaranvisual mereka terhadap sebuah
kota, yaitu : Path (Jalur), Landmark (Tengaran), Node (Simpul),
District (Kawasan), Edge (Batas). Kelima elemen pokok ini sudah cukup
untukmembuat survey visual yang berguna dari bentuk sebuah kota.
9|Page

Pentingnya elemen initerletak pada kenyataan, bahwa orang-orang selalu
berfikir tentang bentuk kota atasdasar kelima elemen pokok ini. Dan atas dasar
ini pulalah terletaknya kepribadian danciri khas dari sebuah kota.
Menurut Lynch (1982) : Image Of The City, 46. elemen-elemen pembentuk citra
kota terdiri dari :
1. Tetenger (Landmark)
Merupakan titik referensi seperti elemen simpul tetapi tidak masuk
kedalamnya karena bisa dilihat dari luar letaknya. Tetenger adalah elemen
eksternal yang merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota misalnya
gunung, bukit, gedung tinggi, menara, tanah tinggi, tempat ibadah, pohon
tinggi dan lain-lain. Beberapa tetenger letaknya dekat sedangkan yang lain
jauh sampai diluar kota. Tetenger adalah elemen penting dari bentuk kota
karena membantu orang untuk mengenali suatu daerah.
2. Jalur (Path)
Merupakan elemen paling penting dalam citra kota. Kevin Lynch
menemukan dalam risetnya bahwa jika identitas elemen ini tidak jelas, maka
kebanyakan orang meragukan citra kotanya secara keseluruhan. Jalur
merupakan alur pergerakan yang secara umum digunakan oleh manusia
seperti jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan
sebagainya. Jalur mempunyai identitas yang lebih baik jika memiliki tujuan
yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun) serta ada penampakan yang
kuat (misalnya pohon) atau ada belokan yang jelas.
3. Kawasan (District)
Merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi. Sebuah
kawasan memiliki ciri khas mirip (bentuk, pola dan wujudnya) dan khas pula
dalam batasnya, dimana orang merasa harus mengakhiri atau memulainya.
Kawasan dalam kota dapat dilihat sebagai referensi interior maupun eksterior.
Kawasan menpunyai identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan
jelas berdiri sendiri atau dikaitkan dengan yang lain.
4. Simpul (Nodes)
Merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau
aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah arah atau aktivitasnya misalnya
persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, dan jembatan. Kota
secara keseluruhan dalam skala makro misalnya pasar, taman, square dan lain
sebagainya. Simpul adalah suatu tempat dimana orang mempunyai perasaan
masuk dan keluar dalam tempat yang sama.
5. Batas atau tepian (Edge)
Merupakan elemen linier yang tidak dipakai atau dilihat sebagai jalur.
Batas berada diantara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus
linier misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan kereta api, topografi
dan lain-lain. Batas lebih bersifat sebagai referensi daripada misalnya elemen
sumbu yang bersifat koordinasi (linkage). Batas merupakan penghalang
walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk. Batas merupakan
pengakhiran dari sebuah kawasan atau batasan sebuah kawasan dengan yang
10 | P a g e

lainnya. Demikian pula fungsi batasnya harus jelas membagi atau
menyatukan.

2.2 Kebijakan Open Space Kota
-

PERMENDAGRI NO. 1 TAHUN 2007

-

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang memberikan
landasan untuk pengaturan ruang terbuka hijau dalam rangka mewujudkan
ruang kawasan perkotaan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;

-

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang diperlukan
adanya Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan
Peraturan Menteri PU No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan Ruang
Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

-

2.3

Dasar Pemikiran Pengembangan RTH di Perkotaan
(1) Kota mempunyai luas yang tertentu dan terbatas. Permintaan akan pemanfaatan
lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk untuk pembangunan
berbagai fasilitas perkotaan, ter-masuk kemajuan teknologi, industri dan
transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam
perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka
lainnya. Kedua hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering
dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis.
Di lain pihak, kemajuan alat dan pertambahan jalur transportasi dan sistem
utilitas, sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan warga kota, juga telah
menambah jumlah bahan pencemar dan telah menimbulkan berbagai ketidak
nyamanan di lingkungan perkotaan. Untuk mengatasi kondisi lingkungan kota
seperti ini sangat diperlukan RTH sebagai suatu teknik bioengineering dan
bentukan biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan menyamankan.
(2) Tata ruang kota penting dalam usaha untuk efisiensi sumber daya kota dan juga
efektifitas penggunaannya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya lainnya.
Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling berkesinambungan ini
mempunyai berbagai pendekatan dalam perencanaan dan pembangunannya.
Tata guna lahan, sistem transportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan tiga
faktor utama dalam menata ruang kota. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep
ruang kota selain dikaitkan dengan permasalahan utama perkotaan yang akan
dicari solusinya juga dikaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari suatu
penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga
dan kotanya.
(3) RTH perkotaan mempunyai manfaat kehidupan yang tinggi Berbagai fungsi yang
terkait dengan keberadaannya (fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural)
dan nilai estetika yang dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat
dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan kehidupan
perkotaan tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota.
11 | P a g e

Untuk mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem
perkotaan maka luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya
harus menjadi pertimbangan dalam membangun dan mengembangkannya.
Karakter ekologis, kondisi dan ke-inginan warga kota, serta arah dan tujuan
pembangunan dan perkembangan kota merupakan determinan utama dalam
menentukan besaran RTH fungsional ini.

2.4

(4)

Keberadaan RTH penting dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan
kualitas lingkungan. Pengendalian pembangunan wilayah perkotaan harus
dilakukan secara proporsional dan berada dalam keseimbangan antara
pembangunan dan fungsi-fungsi lingkungan.

(5)

Kelestarian RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan ketersediaan dan
seleksi tanaman yang sesuai dengan arah rencana dan rancangannya.

Konsep RTH
2.3.1

Definisi dan Pengertian
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang
terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan,
tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat
langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota
tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah
perkotaan tersebut.
Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi
menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b)
bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota,
lapangan olah raga, pemakaman, berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya
diklasi-fikasi menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b)
bentuk RTH jalur (koridor, linear), berdasarkan penggunaan lahan atau
kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi (a) RTH kawasan perdagangan,
(b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH
kawasan per-tanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti
pemakaman, hankam, olah raga, alamiah.
Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi (a) RTH publik,
yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki
oleh peme-rintah (pusat, daerah), dan (b) RTH privat atau non publik, yaitu
RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat.

2.3.2

Fungsi dan Manfaat
RTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama
(intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi
arsitek-tural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan
empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan,
kepenting-an, dan keberlanjutan kota.
12 | P a g e

RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah
kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi,
berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk
per-lindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk
membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya
(sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai
kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan
berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung
(dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahanbahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar),
keingin-an dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat
intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau
keanekaragaman hayati.
2.3.3

Pola Struktur dan Fungsional
Pola RTH kota merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh
hubungan fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar komponen
pemben-tuknya. Pola RTH terdiri dari (a) RTH struktural, dan (b) RTH non
struktural.
RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan
fungsi-onal antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki
plano-logis yang bersifat antroposentris. RTH tipe ini didominasi oleh fungsifungsi non ekologis dengan struktur RTH binaan yang berhierarkhi.
Contohnya adalah struktur RTH berdasarkan fungsi sosial dalam melayani
kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor recreation) penduduk perkotaan seperti
yang diperlihatkan dalam urutan hierakial sistem pertamanan kota (urban park
system) yang dimulai dari taman perumahan, taman lingkungan, taman kecamatan, taman kota, taman regional, dst).
RTH non struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh
hubungan fungsional antar komponen pem-bentuknya yang umumnya tidak
mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris. RTH tipe ini
memiliki fungsi ekologis yang sangat dominan dengan struktur RTH alami
yang tidak berhierarki. Contohnya adalah struktur RTH yang dibentuk oleh
konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut, seperti RTH kawasan
lindung, RTH perbukitan yang terjal, RTH sempadan sungai, RTH sempadan
danau, RTH pesisir.
Untuk suatu wilayah perkotaan, maka pola RTH kota tersebut dapat
dibangun dengan mengintegrasikan dua pola RTH ini berdasarkan bobot
tertinggi pada kerawanan ekologis kota (tipologi alamiah kota: kota lembah,
kota pegunungan, kota pantai, kota pulau, dll) sehingga dihasilkan suatu pola
RTH struktural.
13 | P a g e

2.3.4

Elemen Pengisi RTH
RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi
yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan
rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota,
kawasan industri, sempadan badan-badan air, dll) akan memiliki permasalahan
yang juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan
rancangan RTH yang berbeda.
Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka
sifat dan ciri serta kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman dan
vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam men-seleksi
jenis-jenis yang akan ditanam.
Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan:
(a) Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota
(b) Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara
dan air yang tercemar)
(c) Tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme)
(d) Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang
(e) Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural
(f) Dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota
(g) Bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh
masyarakat
(h) Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal
(i) Keanekaragaman hayati
Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki
keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam
wilayah kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota
tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan
keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional.

2.3.5

Teknis Perencanaan
Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang
fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus
diperhatikan yaitu
(a) Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan ditentukan secara komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu:
1) Kapasitas atau daya dukung alami wilayah
2) Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pela-yanan
lainnya)
3) Arah dan tujuan pembangunan kota
RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologis yang
berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH publik
dan RTH privat. Dalam suatu wilayah perkotaan maka RTH publik harus
berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas minimal, dan RTH privat
14 | P a g e

merupakan RTH pendukung dan penambah nilai rasio terutama dalam
meningkatkan nilai dan kualitas lingkungan dan kultural kota.
(b) Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH
(c) Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan
distribusi)
(d) Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.

BAB III
PENGAMATAN
3.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Tua
3.1.1

Posisi Makro Kota Tua terhadap DKI Jakart
Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di
bawahpermukaan
laut yang
terletak
antara
6°12’ LS
and
106°48’ BT. Propinsi DKI Jakartaterdiri dari 5 kawasan administratif dan
1 kepulauan, yaitu Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat,
Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu.
Kota Jakarta kini
adalah berawal
dari
kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa yang berkembang menjadi kota dan pada
masa
kolonial berubah
nama
menjadi Batavia.
Kota
Batavia
kini dikenal dengan sebutan Kota Tua yang terletak di wilayah Jakarta Utara
dan Jakarta Barat..Dilihat dari lokasi dan jalur lintasan dari timur-barat
dan utara-selatan,
Kota Tua memiliki
posisi
yang sangat strategis terhadap kota Jakarta. Pada masa lalu Kota Tua,
yang dikenal dengan Oud Batavia ini, merupakan gerbang utama untuk
masukke Jakarta melalui jalur laut.
Hal ini menjadikan Oud Batavia (Kota Tua) sebagaisalah satu jalur
distribusi barang yang
sangat
penting
dengan pusat
di sekitar
kawasanPelabuhan Sunda Kelapa. Selain itu, selain Pelabuhan Tanjung Priuk.
Kota Tuamemiliki akses darat yang cukup baik, yaitu adanya jalan tol lingkar
luar Jakarta, jalan arteri serta jalur kereta api yang juga melayani antar
kota. Kota Tua jugadikelilingi oleh sentra-sentra primer baru yang
berkembang di Jakarta dengan lokasicukup dekat dengan Kota Tua.
Perkembangan sentra-sentra primer baru ini sebagai implikasi dari pesatnya
perkembangan perekonomian Jakarta yang memicu
terjadinyapersaingan
pembangunan sentra-sentra bisnis baru

3.1.2

Batas Wilayah Kota Tua
Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 34 Tahun 2006 tentang
Penguasaan Perencanaan dalam Rangka penataan kawasan Kota Tua
dinyatakan luas kawasan Kota Tua Jakarta yaitu ±846 ha.
Secara administratif kawasan Kota Tua Jakarta meliputi empat wilayah
kecamatan pada dua wilayah kotamadya yaitu 36 Kecamatan Penjaringan dan
Kecamatan Pademangan yang termasuk wilayah Kotamadya Jakarta Utara,
15 | P a g e

serta Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Tambora yangtermasuk wilayah
Kotamadya Jakarta Barat. Tetapi ttidak semua wilayah kecamatan-kecamatan
tersebut masuk dalam batas Kawasan Kota Tua Jakarta karena
delineasi wilayah
perencanaan tidak
didasarkan pada batas
wilayah administrasi
Tabel 1 Wilayah Administratif Kota Tua Jakarta

Gambar 1 Batas Administratif Kawasan Kota Tua Jakarta

Gambar 2 Peta Batas Kawasan Kota Tua Jakarta

16 | P a g e

Zona Int

3.1.3

Tata Guna Lahan Kota Tua
Selaras dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi DKI Jakarta 2010, maka
dihasilkantata guna lahan yang diperbolehkan dan dianjurkan pada kawasan
Kota Tua Jakarta.
Tata guna lahan yang diperbolehkan di Kota Tua adalah sebagai :
• fasilitas umum
• fasilitas pemerintahan
• komersial (karya bangunan umum dengan fasilitasnya)
• campuran hunian dan komersial (wisma dengan bangunan umum dan
fasilitasnya)
• 43 hunian (wisma dengan fasilitasnya)
• ruang terbuka hijau aktif (karya taman danfasilitasnya) dan/ penyempurna
hijau binaan) dan ruang terbuka hijau pasif (penyempurna hutan lindung
dan fasilitasnya)
Gambar 3 Tata Guna Lahan Kota Tua Jakarta (Sumber : Dinas Tata Kota
DKI Jakarta, 2007)

17 | P a g e

3.1.4

Open Space di Kota Tua
Struktur kota pada kawasan Kota Tua secara umum terbentuk dengan
aksis Utara-Selatan. Hal ini terbentuk berdasarkan perkembangan kota
sebagai kawasan perdagangan yang berbasis pelabuhan.

18 | P a g e

Ruang terbuka (open
space) pada kawasan terbentuk
dari Square (taman
Fatahillah), Street (Jl Kali Besar
Barat, Jl Kali Besar Timur, Jl
Kali Besar Timur 1,2,3,4,5, Jl
Pintu Besar, Jl Pos Kota, Jl
Cengkeh),Waterfront (Kali
Besar) dan Lost Space-ruang
negatif (area dibawah jalan tol,
rel kereta api, serta ruang antar
gedung lainnya).
Gambar 3 Jaringan Ruang Terbuka Kota
Secara umum ruang terbuka Tua Jakarta (Sumber : Hasil olahan peta 2006)
pada
kawasan
membentuk
beberapa
simpul
besar
diantaranya,
a) depan stasiun Beos (Jakarta
Kota) yang juga mampu
berfungsi sebagai gerbang
kawasan Kota Tua dari selatan (keberadaan stasiun kereta api, stasiun
Busway dan aksis jalur utama kota)
b) Taman Fatahillah, berupa plaza dengan pengembangan sebagai pusat
kegiatan kawasan
c) Kali Besar, berupa koridor sungai.

3.2 Hasil Pengamatan Open Space di Sekitar Shelter Busway Stasiun Kota
Gambar 4 Lokasi Pengamatan

Lokasi : Halte Busway Koridor Stasiun Kota
Titik Pengamatan

T
P
1

Elemen
Fungsi

Hasil Pengamatan
Halte Busway Koridor Stasiun Kota

19 | P a g e
3
1

5

Jalan
Pedestria
n Path

Jl. Pintu Besar Utara
Jalur pedestrian terpotong halte
busway,
banyak
barang
bekas
pembangunan busway dan sampah
yang
menggangu
kenyamanan
pejalan kaki.

Vegetasi

Vegetasi
cukup
rindang
tetapi
letaknya yg ditengah pedestrian path
memperkecil
keleluasaan
pejalan
kaki.

Street
Furniture
Kondisi
sekitar

Tidak ada
Merupakan
lingkungan
dengan
kepadatan orang maupun kendaraan
yang cukup tinggi, sehingga sering
terjadi kemacetan di jam-jam sibuk
terutama
saat
weekend
(karna
merupakan
daerah
wisata).

20 | P a g e

2

Fungsi
Jalan

Pedestria
n

Cukup nyaman, terlindung dari hujan
karena terdapat atap, sedikit tampias
jika hujan karna sisi kanan-kirinya
terbuka.

Vegetasi

Hanya terdapat rerumputan di sekitar
pedestrian path.
Terdapat lampu jalan dan lampu di
koridor busway untuk penerangan

Street
Furniture
Kondisi
sekitar

3

Jalan putaran balik kendaraan, Jalan
pejalan kaki koridor busway
Jl. Lada

Fungsi
Jalan
Pedestria
n
Vegetasi
Street
Furniture

Cukup bersih dan tempatnya masih
terawat. Adanya tempat seperti
penampungan air membuat view
nampak
berbeda
tetapi
karena
kurang perawatan jadi terkesan jorok.

Halte Busway Koridor Stasiun Kota
Jl. Taman Stasiun Kota
Termasuk dalam rangkaian fasilitas
untuk aksesibilitas Halte busway
Di sekitar halte busway terdapat
banyak pepohonan dan rerumputan
rindang peninggalan Taman Stasiun.
Tempat sampah, lampu sebagai
penerangan,
pagar
sebagai
pembatas, tempat duduk menunggu
busway untuk menunjang halte
busway beserta aksesnya

21 | P a g e

Kondisi
sekitar

4

Fungsi

Aktifitas di sekitar daerah
ini hanya seputar masuk
dan keluar dan menunggu
di halte busway yang
cuckup
ramai
karena
merupakan salah satu busway jalur
utama dan tempat wisata.
Terowongan Penyebrangan Orang
(TPO), fasilitas umum (mushola,
toilet, tempat duduk), sebagai open
space.

Jalan
Pedestria
n

(tempat puteran balik kendaraan)
TPO disini merupakan akses pejalan
kaki utama yang mengubungkan
halte busway, stasiun kota dengan
bangunan bersejarah disekitarnya.

Vegetasi

Terdapat beberapa tanaman disekitar
kolam air mancur tengah.

Street
Furniture

Tempat sampah, lampu penerangan,
pagar pembatas, sign petunjuk jalan,
tempat duduk.

22 | P a g e

5

Kondisi
sekitar

Kondisi TPO ini tidak terawat dengan
baik,
banyak kerusakan,
minim
penerangan dan kebersihan sehingga
terkesan jorok dan seram.

Fungsi

Ruang Terbuka Hijau (RTH), public
open space

Jalan
Pedestria
n

(lokasi di tengah taman)
Terdapat
bekas
peninggalan
pedestrian path Taman Stasiun yang
ada sebelum dibangunnya shelter
busway ini.

Vegetasi

Terdapat berbagai macam pepohonan
dan semak-semak serta rerumputan
yang hijau.

23 | P a g e

Street
Furniture

Jam, lampu taman, pagar pembatas,
toren air dan tempat listrik.

Kondisi
sekitar

Sebagian besar taman masih terawat
tetapi cukup banyak juga sampah
berserakan dan tempat yang tidak
terurus. Dijadikan tempat istirahat
supir dan kondektur busway.

3.3 Tempat Penyebrangan Orang (TPO) di Kota Tua Jakarta
Terowongan ini menghubungkan Stasiun Jakarta Kota dengan jalan di depan
Museum Bank Mandiri. Pembangunan terowongan dimulai pada 2006. Namun,
penggalian lahan yang akan dijadikan terowongan dilakukan pada 2005. Pembangunan
terowongan penyeberangan orang itu menggunakan metode jacking. Metode serupa
pernah digunakan saat membangun terowongan Dukuh Atas pada 1992. Panjang
terowongan itu sekitar 24 meter, lebar dalam 8,10 meter, dan lebar luar 10,10 meter.
Antara Stasiun Kota dan Museum Bank Mandiri terdapat taman. Pada bagian tengah
taman, tanah digali sedalam 6,5 meter. Area itu merupakan tempat penyeberangan. Air
mancur yang semula berada di sebelah selatan taman dipindah ke tengah area
penyeberangan.
Terowongan ini menghubungkan stasiun kota dengan halte busway dan akses
bawah tana ke museum mandiri dan museum bank indonesia, tetapi terowongan ini
belum mempermudah akses ke taman museum fatahilah. Terowongan ini dibuat agar
24 | P a g e

masyarakat dapat menyebrang jalan tanpa mengganggu lalu lintas yang ada, sehingga
bbisa mnegurangi kemacetan dan kecelakaan lalu lintas.
Namun kondisi TPO sekarang ini sungguh sangat jauh dibawah standart,
walaupun masih tetap digunakan oleh masyarakat tetapi mereka tidak mendapatkan
rasa aman dan nyaman dari fasilitas publik ini.

25 | P a g e

26 | P a g e

27 | P a g e

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pengalihan fungsi Taman Stasiun menjadi wilayah halte Busway dan TPO
memberikan dampak negatif maupun positif pada masyarakat dan lingkungan
sekitarnya. Dampak positifnya tertampungnya kebutuhan masyarakat akan kebutuhan
kesinambungan angkutan umum (stasiun kota, halte busway) dengan jalur pedestrian
yang tidak mengganggu lalu lintas kendaraan sekitar. Dampak negatifnya, hilangnya
RTH di daerah Kota Tua, terbengkalainya TPO yang ada, disalahgunakannya TPO,
terjadinya kemacetan akibat keramaian kegiatan yang meningkat, naiknya suhu thermal
dan polusi kota karna kemacetan yang tidak lagi di redam oleh pepohonan taman kota,
banyak sampah dan menjadi tempat kotor yang terlihat kumuh dibeberapa sisi. Hal iini
memperlihatkan bahwa mengorbankan open space sebagai sarana transportasi ini tidak
terlalu menguntungkan. Kerugian ini lebih kepada kurangnya maintenance pada daerah
kawasan Halte dan TPO sehingga tempat yang awalnya menunjang kegiatan malah
berfungsi sebaliknya. Jika pengalokasian halte dan TPO sulit di lakukan, seharusnya
RTH bisa dibuat lagi di tempat yang memungkinkan agar mengembalikan fungsi ruangruang hijau yang seharusnya menyejukkan dan membuat nyaman suasana Kawasan
Kota Tua sebagai destinasi wisata.

5.2 Saran
Ruang publik yang ideal seyogianya memenuhi kriteria berikut:
a. Image and Identity
Berdasarkan sejarah, ruang terbuka adalah pusat dari aktivitas masyarakat dan
secara tradisional membentuk identitas dari suatu kota. Hal ini dapat dilihat dari
bentuk dan ukurannya yang paling menonjol dari bangunan yang ada berdekatan
dengannya.

Kondisi Ruang Terbuka di Copenhagen, Denmark

28 | P a g e

b. Attractions and Destinations
Ruang terbuka memiliki tempat-tempat yang kecil yang di dalamnya memiliki suatu
daya tarik tertentu yang memikat orang banyak, misalkan kafetaria, air mancur,atau
patung.

Ghirardelli Square, San Fransisco
c. Ketenangan (Amenities)
Ruang terbuka seharusnya memiliki bentuk ketenangan yang membuat orang
merasa nyaman bagi yang menggunakannya. Penempatan ruang terbuka dapat
menentukan bagaimana orang memilih untuk menggunakan suatu lokasi. Selain itu,
ruang terbuka menjangkau seluruh umur dari anak-anak hingga orang dewasa.

Rockefeller Center, New York
d. Flexible Design
Ruang terbuka digunakan sepanjang hari, dari pagi, siang, dan malam. Untuk
merespon kondisi ini ruang terbuka menyediakan panggung-panggung yang mudah
untuk ditarik keluar-masuk, mudah dibongkar pasang, dan mudah dipindahkan dari
satu tempat ke tempat yang lainnya.

Tennis on the square, Copenhagen, Denmark

29 | P a g e

e. Seasonal Strategy
Keberhasilan ruang terbuka bukan hanya fokus pada salah satu desain saja, atau
pada stategi manajemennya. Tetapi dengan memberikan tampilan yang berubahubah yang berbeda dari satu musim ke musim lainnya.

Pasar Liburan di New York’s Union Square
f. Access
Ruang terbuka memiliki kedekatan dan kemantapan aksesibilitas, mudah dijangkau
dengan jalan kaki, kedekatan dengan jalan besar, tidak dilalui kendaraan padat, atau
kendaraan yang lewat dengan kecepatan lambat.

Plaza Santa Ana, Madrid, Spanyol

30 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA


Tesis EUIS PUSPITA DEWI - Program Studi Arsitektur Lanskap, Insttut Pertanian Bogor, 2009



medha.lecture.ub.ac.id - Kajian Ruang Terbuka Kawasan Pelestarian Kota Tua Jakarta, 2012



Lynch (1982) : Image Of The City, 46.



Makalah Lokakarya - PENGEMBANGAN SISTEM RTH DI PERKOTAAN, RUANG TERBUKA HIJAU

(RTH) WILAYAH PERKOTAAN oleh : Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap,
Fakultas Pertanian – IPB



Jurnal Online RUANG PUBLIK : ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Oleh: Ir. James Siahaan, MA



http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html



http://www.tempo.co/read/news/2009/11/20/083209520/Jakarta-Optmists-TerowonganKota-Selesai-Bulan-Depan



http://www.tempo.co/read/news/2014/06/18/083586002/Terowongan-Kota-Tua-RusakWarga-Tak-Nyaman



http://megapolitan.kompas.com/read/2013/08/29/1049507/Terowongan.Kota.Tua.yang.Tak.
Terurus

31 | P a g e