162428549 Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kinerja
2.1.1. Pengertian kinerja
Hasibuan, (2007) menyatakan kinerja merupakan perwujudan kerja yang
dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap
karyawan atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan langkah untuk
tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan usaha untuk
meningkatkan kinerja. Tetapi hal ini tidak mudah sebab banyak faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja seseorang. As’ad, (2000) menyatakan
kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk
pekerjaan yang bersangkutan. Dharma, (2001) menyatakan sesuatu yang
dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan seseorang atau
sekelompok orang.
Bernardin dan Russel, (2000) menyatakan kinerja adalah catatan perolehan
yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu
periode pekerjaan tertentu. Simamora, (2004) menyatakan kinerja mengacu
kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan
karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan
sebuah pekerjaan. Rivai, (2008) menyatakan kinerja merupakan perilaku nyata

yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh
karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan
11

12

merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk
mencapai tujuannya.
Dari beberapa uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa kinerja adalah
hasil kerja nyata yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang
diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria dan tujuan yang ditetapkan oleh
organisasi.

2.1.2. Penilaian kinerja
Dharma, (2001) menyatakan bahwa hampir seluruh cara penilaian kinerja
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
1) Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan
2) Kualitas yaitu mutu yang dihasilkan
3) Ketepatan waktu yaitu sesuai atau tidaknya dengan waktu yang telah
direncanakan.

Selanjutnya Simamora, (2004) menyatakan bahwa : “Penilaian kinerja
seyogyanya tidak dipahami secara sempit, tetapi dapat menghasilkan beraneka
ragam jenis kinerja yang diukur melalui berbagai cara. Kuncinya adalah dengan
sering mengukur kinerja dan menggunakan informasi tersebut untuk koreksi
pertengahan periode”.
Mitchell (dalam Sedarmayanti, 2001) menyatakan bahwa : “kinerja
meliputi beberapa aspek, sebagai berikut.
1) Quality of work
2) Promptness
3) Initiative

13

4) Capability
5) Communication
Sedangkan Simamora, (2004) menyatakan bahwa kinerja karyawan
sesungguhnya dinilai atas lima dimensi.
1) Mutu
2) Kuantitas
3) Penyelesaian proyek

4) Kerjasama
5) Kepemimpinan
Tohardi, (2002) mengajukan unsur-unsur kinerja yang dinilai adalah
sebagai berikut.
1) Kesetiaan (loyalitas)
2) Prestasi kerja
3) Tanggung jawab
4) Ketaatan
5) Kejujuran
6) Prakarsa
7) Kepemimpinan
Berkaitan dengan pengukuran tersebut, Swanto (1999) mengemukakan
pengukuran kinerja secara umum, yang kemudian diterjemahkan dalam penilaian
perilaku secara mendasar, sebagai berikut.
1) Kuantitas kerja
2) Kualitas kerja

14

3) Pengetahuan tentang pekerjaan

4) Pendapat atau pernyataan
5) Keputusan yang diambil
6) Perencanaan kerja
7) Daerah organisasi kerja
Tidak semua kriteria pengukuran kinerja dipakai dalam suatu penilaian
kinerja karyawan dimana hal ini harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang
akan dimulai.
Bernardin dan Russel (dalam Martoyo, 2000) mengajukan enam kriteria
primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja sebagai berikut.
1) Quality
Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan
mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
2) Quantity
Merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya : jumlah rupiah, jumlah unit,
jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.
3) Timeliness
Merupakan tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang
dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang
tersedia untuk kegiatan yang lain.
4) Cost Effective

Yaitu tingkat sejauh mana penerapan sumber daya manusia, keuangan,
teknologi, material dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau
pengurangan kerugian dari setiap unit pengguna sumber daya.

15

5) Need for Supervisor
Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu
fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk
mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
6) Interpersonal Import
Merupakan tingkat sejauh mana karyawan memelihara harga diri, nama baik
dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan.
Penerapan standar diperlukan untuk mengetahui apakah kriteria karyawan
telah sesuai dengan sasaran yang telah diharapkan, sekaligus melihat besarnya
penyimpangan dengan cara membandingkan antara hasil pekerjaan aktual dengan
hasil yang diharapkan. Oleh karena itu adanya suatu standar yang baku merupakan
tolak ukur bagi kinerja yang akan dievaluasi.
Dalam perusahaan jasa, pengukuran kinerja yang digunakan disesuaikan
dengan situasi dan kondisi kerja. Menurut Swanto (1999) terdapat 7 poin penilaian

perilaku kinerja, dimana ke 7 pengukuran kinerja tersebut yang dijadikan dasar
oleh perusahaan sebagai alat ukur kinerja adalah kuantitas kerja. Kuantitas kerja
ini dalam bentuk satuan rupiah. Walaupun demikian dari ke 7 poin penilaian kerja
tersebut saling berkaitan dan pada dasarnya dapat dinilai atau diukur pada setiap
poin tersebut. Namun pada dasarnya ke 7 poin tersebut dapat dicerminkan oleh
satu poin yaitu kuantitas kerja yang merupakan hasil akhir dari kinerja yang
dilakukan oleh karyawan.
Castetter (dalam Sedarmayanti, 2001) menyatakan beberapa organisasi
untuk mengetahui tingkat kinerja (personil yang tidak efektif) dan sumber utama

16

kinerja yang tidak efektif adalah dengan memperhatikan/menilai beberapa faktor,
diantaranya seperti terlihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Beberapa Faktor Untuk Mengetahui Tingkat Kinerja
(Pegawai Yang Tidak Efektif)
Faktor Organisasi
A. Selama Bekerja
– Keterlambatan

– Kehadiran
– Pelatihan
– Penurunan produktivitas
– Perombakan rencana/jadwal
– Peningkatan tanggung jawab
kepengawasan
– Kekeliruan dan ketidakefisienan
B. Di Luar Pekerjaan
– Kehilangan investasi
– Semangat
– Rekruitment
– Seleksi dan penempatan
– Kekurangan biaya
– Perombakan rencana/jadwal
– Kompensasi sebenarnya
Sumber : Sedarmayanti, (2001)

Faktor Individu

Faktor Sosial


Pengaruh karier

- Ketidakpuasan klien

Pengaruh
kemampuan

- Hubungan masyarakat
- Kredibilitas
dan
abilitas sistem untuk
memberikan
pelayanan efektif

Pengaruh sosial

Kekurangan dalam hal
kualitas
pelayanan

pendidikan

Pengaruh keluarga

Pengaruh psikologis

Hasil gagal diperoleh
sesuai dengan standar

Faktor tersebut merupakan faktor tangible maupun intangible yang
berhubungan dengan kinerja yang tidak efektif.

Terjadinya ketidakefektifan

kinerja seorang pegawai, salah satunya disebabkan oleh faktor tersebut dalam
tabel. Untuk menentukan apakah seorang pegawai memiliki kinerja yang efektif
atau tidak, perlu dikaji lebih dalam tentang seberapa jauh faktor tersebut
mempunyai dampak terhadap kondisi tertentu. Apabila pengkajian terhadap faktor
yang


berpengaruh

tersebut dapat dilakukan,

maka

hal

tersebut dapat

mengeliminasi kinerja seorang pegawai yang tidak efektif. Kinerja dapat dinilai
dari apa yang dilakukan oleh seorang pegawai dalam kerjanya. Dengan kata lain,

17

kinerja individu adalah bagaimana seorang pegawai melaksanakan pekerjaannya
atau untuk kerjanya. Kinerja pegawai yang meningkat akan turut mempengaruhi/
meningkatkan prestasi organisasi tempat pegawai yang bersangkutan bekerja,
sehingga tujuan organisasi yang telah ditentukan dapat dicapai.


2.1.3 Metode-metode penilaian kinerja
Aspek penting dari suatu sistem penilaian kinerja adalah standar yang
jelas. Sasaran utama dari adanya standar tersebut ialah teridentifikasinya unsurunsur kritikal suatu pekerjaan. Standar itulah yang merupakan tolok ukur
seseorang melaksanakan pekerjaannya. Standar yang telah ditetapkan tersebut
harus mempunyai nilai komparatif yang dalam penerapannya harus dapat
berfungsi sebagai alat pembanding antara prestasi kerja seorang karyawan dengan
karyawan lain yang melakukan pekerjaan sejenis.
Metode penilaian prestasi kinerja pada umumnya dikelompokkan menjadi
3 macam, yakni: (1) Result-based performance evaluation, (2) Behavior-based
performance evaluation, (3) Judgment-based performance evaluation, sebagai
berikut, (Robbins, 2003).
1) Penilaian performance berdasarkan hasil (Result-based performance
evaluation). Tipe kriteria performansi ini merumuskan performansi pekerjaan
berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau mengukur hasil-hasil akhir
(end results). Sasaran performansi bisa ditetapkan oleh manajemen atau oleh
kelompok kerja, tetapi jika menginginkan agar para pekerja meningkatkan
produktivitas mereka, maka penetapan sasaran secara partisipatif, dengan

18

melibatkan para pekerja, akan jauh berdampak positif terhadap peningkatan
produktivitas organisasi. Praktek penetapan tujuan secara partisipatif, yang
biasanya dikenal dengan istilah Management By Objective (MBO), dianggap
sebagai sarana motivasi yang sangat strategis karena para pekerja langsung
terlibat dalam keputusan-keputusan perihal tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Para pekerja akan cenderung menerima tujuan-tujuan itu sebagai
tujuan mereka sendiri, dan merasa lebih bertanggung jawab untuk dan selama
pelaksanaan pencapaian tujuan-tujuan itu.
2) Penilaian performansi berdasarkan perilaku (Behavior Based Performance
Evaluation). Tipe kriteria performansi ini mengukur sarana (means)
pencapaian sasaran (goals) dan bukannya hasil akhir (end result). Dalam
praktek, kebanyakan pekerjaan tidak memungkinkan diberlakukannya ukuranukuran performansi yang berdasarkan pada obyektivitas, karena melibatkan
aspek-aspek kualitatif. Jenis kriteria ini biasanya dikenal dengan BARS
(behaviorally anchored rating scales) dibuat dari critical incidents yang
terkait dengan berbagai dimensi performansi. BARS menganggap bahwa para
pekerja bisa memberikan uraian yang tepat mengenai perilaku atau perfomansi
yang efektif dan yang tidak efektif. Standar-standar dimunculkan dari diskusidiskusi kelompok mengenai kejadian-kejadian kritis di tempat kerja. Sesudah
serangkaian session diskusi, skala dibangun bagi setiap dimensi pekerjaan.
Jika tercapai tingkat persetujuan yang tinggi diantara para penilai maka BARS
diharapkan mampu mengukur secara tepat mengenai apa yang akan diukur.
BARS merupakan instrumen yang paling bagus untuk pelatihan dan produksi

19

dari berbagai departemen. Sifatnya kolaboratif memakan waktu yang banyak
dan biasa pada jenis pekerjaan tertentu, adalah job specific, tidak dapat
dipindahkan dari satu organisasi ke organisasi lain.
3) Penilaian

performansi

berdasarkan

judgement

(Judgement-Based

Performance Evaluation) Tipe kriteria performansi yang menilai dan/atau
mengevaluasi perfomansi kerja pekerja berdasarkan deskripsi perilaku yang
spesifik, quantity of work, quality of work, job knowledge, cooperation,
initiative, dependability, personal qualities dan yang sejenis lainnya. Dimensidimensi ini biasanya menjadi perhatian dari tipe yang satu ini.
(1)

Quantity of work, jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode
waktu yang ditentukan;

(2)

Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat
kesesuaian dan kesiapannya;

(3)

Job

knowledge,

luasnya

pengetahuan

mengenai

pekerjaan

dan

ketrampilannya;
(4)

Cooperation, kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama
anggota organisasi).

(5)

Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam
memperbesar tanggung jawabnya;

(6)

Personal qualities, menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.

2.1.4 Hambatan penilaian kinerja

20

Penilaian yang dilakukan dengan baik sesuai fungsinya akan sangat
menguntungkan organisasi, yaitu akan dapat meningkatkan kinerja. Akan tetapi,
dalam proses melakukan penilaian kinerja yang baik terdapat beberapa penyebab
kesalahan dalam penilaian kinerja (Sedarmayanti, 2009) sebagai berikut.
1) Efek halo. Terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan
mempengaruhi pengumuman kinerja.
2) Kesalahan kecenderungan terpusat. Disebabkan oleh penilai yang
menghindari penilaian sangat baik atau sangat buruk. Penilaian kinerja
cenderung dibuat rata-rata.
3) Bisa terlalu lemah dan bisa terlalu keras. Bisa terlalu lemah disebabkan
oleh kecenderungan penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik
dalam evaluasi. Bisa terlalu keras adalah penilai cenderung terlalu kental
dalam evaluasi. Kedua kesalahan ini pada umumnya terjadi bila standar
kinerja tidak jelas.
4) Prasangka pribadi. Faktor yang membentuk prasangka pribadi (seperti
faktor senioritas, suku, agama, kesamaan kelompok dan status social)
dapat mengubah penilaian.
5) Pengaruh kesan terakhir. Penilaian dipengaruhi oleh kegiatan yang paling
akhir. Kegiatan terakhir baik/buruk cenderung lebih diingat oleh penilai.

2.1.5 Manfaat penilaian kinerja
Mengenai manfaat penilaian kinerja, Sedarmayanti (2009) mengemukakan
adalah sebagai berikut.
1) Meningkatkan prestasi kerja.

21

Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memperoleh
umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaan/prestasinya.
2) Memberikan kesempatan kerja yang adil.
Penilaian akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan
menempati posisi pekerjaan sesuai kemampuannya.
3) Kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
Melalui penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah
sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan mereka.
4) Penyesuaian kompensasi.
Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan
perbaikan pemberian kompensasi, dan sebagainya.
5) Keputusan promosi dan demosi
Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
untuk mempromosikan atau mendemosikan karyawan.
6) Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan.
Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain
pekerjaan. Penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan
tersebut.
7) Menilai proses rekrutmen dan seleksi.
Kinerja karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya
penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi.
2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

22

Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja
antara satu karyawan dengan karyawan lainnya, yang berada di bawah kontrol
walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun
produktifitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini
disebabkan oleh dua faktor (As’ad,1998), yaitu: faktor individu dan situasi kerja.
Menurut Mahmudi (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
adalah terdiri dari lima faktor, sebagai berikut.
1)

Faktor

personal/individual,

meliputi:

pengetahuan,

keterampilan,

kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh
setiap individu.
2)

Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan
semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.

3)

Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh
rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,
kekompakan dan keeratan anggota tim.

4)

Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang
diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam
organisasi.

5)

Faktor

kontekstual

(situasional),

meliputi:

tekanan

dan

perubahan

lingkungan eksternal dan internal.
Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja, dapat disampaikan sebagai berikut.

23

1) Penelitian oleh Mawar (2007), yang mengungkapkan betapa pentingnya
mengelola sumber daya manusia dan menunjukkan pula bahwa sukses atau
tidaknya sebuah organisasi sangat tergantung pada tenaga kerja yang dimiliki
oleh

organisasi

tersebut.

Hasil

penelitiannya

menunjukkan

bahwa

kompensasi, pelatihan, kepemimpinan dan lingkungan kerja secara simultan
mempengaruhi kinerja pegawai PT. Askes (Persero) Kantor Cabang
Denpasar.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Krisna (2008), menyatakan bahwa lingkungan
kerja, stress kerja dan konflik kerja secara simultan berpengaruh terhadap
kinerja karyawan di PT. Bank Sri Partha Kantor Pusat Denpasar.
3) Penelitian yang telah dilakukan oleh Widana (2004), menyimpulkan bahwa
karakteristik individu, karakteristik pekerjaan dan karakteristik situasi kerja
secara bersama-sama mempunyai pengaruh secara nyata terhadap kinerja
karyawan.
4) Penelitian yang telah dilakukan oleh Wiarti (2004), menyimpulkan bahwa
secara bersama-sama pelatihan, motivasi dan kepuasan kerja mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan pada PDAM Kabupaten
Jembrana
5) Penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2005), Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh kemampuan intelektual terhadap kinerja di
Telekom Malaysia. Penelitian ini mengindikasikan pengaruh signifikan positif
antara kemampuan intelektual terhadap kinerja.

24

6) Penelitian yang dilaksanakan oleh Arnami (2009), menyimpulkan bahwa
lingkungan kerja, Stres kerja dan kompensasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. Wijaya Tribwana.
Lingkungan kerja dan stres kerja berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap kinerja karyawan karyawan PT. Wijaya Tribwana. Kompensasi
berpengaruh posoitif tidak signifikan terhadap kinerja karyawan dan motivasi
kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT.
Wijaya Tribwana.
7) Penelitian oleh Sudiarta (2007), menyimpulkan bahwa variabel pendidikan
dan pelatihan, motivasi, kompensasi, kepemimpinan, penegakan disiplin dan
kepuasan kerja secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan PDAM Kota Denpasar.
2.2. Motivasi

25

2.2.1. Pengertian motivasi
Motivasi merupakan dorongan batin yang menjadi titik tolak bagi setiap
organisasi dalam melakukan sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan. Agar
lebih jelasnya mengenai pengertian motivasi dalam organisasi terutama untuk
mendorong semangat kerja karyawan dibawah ini akan diuraikan beberapa
pengertian mengenai motivasi.
Sukarno (2005) menyatakan motivasi adalah hasrat atau kemauan untuk
melakukan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi. Dengan demikian,
motivasi merupakan bagian integral dalam upaya mengoptimalkan pengendalian
manajemen suatu organisasi. Gorda, (2004) menyatakan motivasi merupakan
serangkaian dorongan yang dirumuskan secara sengaja oleh pimpinan perusahaan
yang ditujukan kepada karyawan agar mereka bersedia secara ikhlas melakukan
perilaku tertentu yang berdampak pada peningkatan kinerja dalam rangka
pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Simamora,
(2004) menyatakan motivasi (motivation) adalah dorongan psikologis yang
mengarahkan seseorang menuju sebuah tujuan.

Rivai, (2008) menyatakan

motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu
untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu.

26

Hasibuan (2007) menyatakan motivasi merupakan suatu cara bagaimana
mendorong gairah kerja bawahan agar mereka mau bekerja keras dengan
memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mengwujudkan
tujuan perusahaan. Robbins (2003) menyatakan motivasi adalah kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan
individual.
Dari keenam pendapat tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa motivasi
merupakan:
1) suatu kondisi yang menggerakan manusia ke arah suatu tujuan tertentu;
2) suatu keahlian dalam mengarahkan karyawan dan perusahaan agar mau bekerja
secara berhasil, sehingga keinginan karyawan dan tujuan perusahaan sekaligus
tercapai;
3) sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku;
4) sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri;
5) sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan
memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja;

2.2.2. Jenis motivasi
Heidjrachman dan Husnan (2000) menyatakan bahwa motivasi dapat
dibagi menjadi dua, sebagai berikut.
1) Motivasi positif
Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang
lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan

27

kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan hadiah. Ada beberapa cara
positif yang bisa digunakan untuk memotivasi karyawan, sebagai berikut.
(1) Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan
Cara ini sering diabaikan oleh pimpinan sebagai alat motivasi yang sangat
berguna. Umumnya pimpinan akan memberikan suatu teguran atau kritik
apabila karyawan tidak melaksanakan pekerjaan dengan baik, akan tetapi
pimpinan tidak memberikan suatu penghargaan atau pujian apabila
karyawan bekerja dengan baik. Padahal bagaimanapun juga pujian atau
penghargaan terhadap pekerjaan yang terselesaikan dengan baik akan
menyenangkan karyawan yang bersangkutan.
(2) Informasi
Seseorang pada umumnya ingin mengetahui latar belakang atau alasan
suatu tindakan. Karena sifat ingin tahu tersebut, maka pemberian
informasi tentang mengapa suatu perintah diberikan bisa memberikan
suatu motivasi yang positif. Selain itu pemberian informasi yang jelas
akan berguna untuk menghindari adanya gosip, desas-desus

dan

sebagainya.
(3) Persaingan
Umumnya orang senang bersaing dengan jujur. Sikap ini sebenarnya dapat
dimanfaatkan oleh para pimpinan dengan memberikan rangsangan
(motivasi) persaingan yang sehat dalam melaksanakan pekerjaan diantara
para karyawan.
(4) Partisipasi

28

Apabila karyawan dilibatkan dalam kejadian-kejadian di perusahaan, maka
karyawan-karyawan tersebut akan termotivasi untuk bekerja dengan baik
di perusahaan tersebut. Karena karyawan tersebut merasa punya arti
penting bagi perusahaan. Selain itu karyawan juga merasa ikut memiliki
perusahaan.
(5) Kebanggaan
Pemberian tantangan yang wajar pada karyawan terhadap pekerjaan
mereka dapat menimbulkan motivasi positif bagi karyawan. Karena
apabila karyawan tersebut berhasil mengalahkan tantangan tersebut dalam
arti dapat menyelesaikan pekerjaan yang diberikan akan menimbulkan rasa
puas dan bangga dalam diri karyawan.
(6) Uang
Dalam banyak hal alasan utama bagi karyawan untuk bekerja adalah untuk
mendapatkan uang. Oleh karena itu, uang merupakan alat motivasi yang
berguna untuk memuaskan kebutuhan ekonomi karyawan.
(7) Integrasi
Tujuan dan kepentingan masing-masing karyawan maupun tujuan
kelompok, tujuan sosial dan tujuan organisasi perlu diintegrasikan untuk
mencapai tujuan akhir organisasi. Sehingga karyawan akan merasa
diperlakukan secara adil, merata dan layak.
2) Motivasi negatif
Motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar
mau melakukan sesuatu yang kita inginkan lewat kekuatan. Model motivasi
negatif, pada hakekatnya menggunakan unsur ancaman untuk memaksa

29

seseorang melakukan sesuatu. Motif yang timbul pada karyawan adalah untuk
melindungi agar kenikmatan yang telah diperoleh (seperti gaji yang tinggi,
penghargaan, dsb) tidak berkurang.
Seorang pimpinan hendaknya menerapkan kedua jenis motivasi
tersebut pada perusahaan. Masalah utama dari penggunaan kedua jenis
motivasi tersebut adalah proporsi penggunaannya dan kapan kita akan
menggunakannya. Para pimpinan yang lebih percaya bahwa ketakutan akan
mengakibatkan seseorang segera berkehendak, mereka akan lebih banyak
menggunakan

motivasi

negatif.

Sebaliknya

kalau

pimpinan

percaya

kesenangan akan menjadi dorongan bekerja, ia akan menggunakan motivasi
positif. Penggunaan masing-masing jenis motivasi harus mempertimbangkan
situasi dan orangnya.
Hasibuan (2007) menyatakan motivasi dapat dibagi menjadi dua yaitu
motivasi positif dan motivasi negatif.

30

1) Motivasi positif (insentif positif) manajer memotivasi bawahan dengan
memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi
positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada
umumnya senang menerima yang baik-baik saja.
2) Motivasi negatif (insentif negatif) manajer memotivasi bawahannya dengan
memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaanya kurang baik
(prestasinya rendah). Dengan motivasi negatif ini semangat kerja bawahan
dalam jangka waktu pendek akan meningkat, karena mereka takut dihukum,
tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.
Wursanto (1999) menyatakan motivasi itu sendiri muncul dalam dua
bentuk dasar, sebagai berikut.
1) Motivasi Instrinsik
Merupakan suatu proses yang timbul di dalam diri seseorang yang akan
mendorong untuk bertindak guna mencapai apa yang diinginkan sehingga
dapat memberi kepuasan. Motivasi ini dapat berupa pengakuan, kemajuan,
tanggung jawab, kemungkinan berkembang, dll.
2) Motivasi Ekstrinsik
Merupakan keseluruhan pemberian penggerak dari seseorang kepada orang lain
sehingga mau bertindak dalam pencapaian tujuan, juga akan tergantung pada
dorongan yang menyebabkan seseorang itu mau bertindak. Motivasi ini berupa
upah, jaminan pekerjaan, kondisi kerja, dll.

31

2.2.3. Asas motivasi
Adapun yang mendorong manusia bekerja adalah harapan untuk dapat
imbalan yang

pantas dengan tenaga maupun pikiran yang telah dikeluarkan.

Hampir bisa dipastikan setiap perbuatan manusia didasarkan atas keinginan untuk
mendapatkan balasan yang setimpal dengan demikian setiap pimpinan
berkewajiban memperhatikan dan memahami para bawahannya terutama yang
berhubungan dengan daya dorongan pada setiap bawahannya tersebut.
Oleh karena manusia tidak ada yang sama, maka cukup sulit untuk
merumuskan motivasi yang dapat berlaku untuk semua bawahan dan berlaku
setiap saat. Justru kesulitan inilah yang mendorong para pimpinan perusahaan
untuk mencari jalan dalam memotivasi bawahannya yang mempunyai banyak
perbedaan. Oleh karena itu dalam memotivasi bawahannya seorang pimpinan
harus mengetahui asas-asas motivasi.
Hasibuan (2007) menyatakan bahwa ada 6 (enam) asas motivasi, sebagai
berikut.
1) Asas mengikutsertakan
Artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan
kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat, rekomendasi dalam proses
pengambilan keputusan.
2) Asas komunikasi
Artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, caracara mengerjakannya, dan kendala-kendala yang dihadapi.

32

3) Asas pengakuan
Artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat serta wajar
kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.
4) Asas wewenang yang didelegasikan
Artinya memberikan kewenangan dan kepercayaan diri pada bawahan, bahwa
dengan kemampuan dan kreativitasnya ia mampu mengerjakan tugas-tugas itu
dengan baik.
5) Asas adil dan layak
Artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus berdasarkan atas “asas
keadilan dan kelayakan” terhadap semua karyawan.
6) Asas perhatian timbal-balik
Artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan baik maka pimpinan
harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerja sama yang
saling menguntungkan kedua belah pihak.

2.2.4.. Teori motivasi
Pada dasarnya teori motivasi dibagi menjadi tiga yaitu: teori isi, teori
proses dan teori pengukuhan.
1) Teori isi (content theory)
Teori ini menekankan arti pentingnya pemahaman faktor-faktor yang ada di
dalam individu yang menyebabkan mereka bertingkah laku tertentu. Bagi
seorang pimpinan teori ini digunakan untuk mengetahui kebutuhan karyawan

33

dengan mengamati perilaku mereka dan memilih cara yang dapat digunakan
agar mereka mau bertindak sesuai dengan keinginannya.
Heidjrachman dan Husnan (2000) menyatakan teori ini juga menjawab
pertanyaan tentang kebutuhan apa yang diperlukan oleh bawahan untuk
mencapai kepuasan dan dorongan apa saja yang menyebabkan bawahan atau
karyawan itu berprilaku.
(1) Teori hierarki kebutuhan dari Maslow
Inti dari teori Maslow adalah bahwa kebutuhan individu tersusun dalam
suatu hierarki atau tingkatan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut terlihat pada
Gambar 2.1.

Aktualisasi Diri
Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan Keamanan
Kebutuhan Fisiologis
Sumber : Stoner, (1999)
Gambar 2.1. Hierarki Kebutuhan Maslow

a) Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
seseorang seperti makan, minum, udara, perumahan, dll. Keinginan untuk
memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berprilaku dan bekerja
giat. Kebutuhan fisik ini termasuk kebutuhan utama, tetapi merupakan
tingkat kebutuhan yang bobotnya paling rendah.
b) Kebutuhan keamanan (security) dan keselamatan (safety)

34

Adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari
ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan.
c) Kebutuhan sosial
Karena manusia adalah makhluk sosial, mereka membutuhkan pergaulan
dengan orang lain dan untuk diterima sebagai bagian dari orang lain.
d) Kebutuhan penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise
dari karyawan

dan masyarakat lingkungannya atas hasil pekerjaannya

selama ini.
e) Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan,
kemampuan, keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi
kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain.
Maslow memandang kebutuhan ini sebagai hierarki yang paling tinggi.
(2) Teori kebutuhan akan prestasi McClelland
McClelland mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang dapat
memotivasi gairah bekerja, sebagai berikut.
a) Kebutuhan akan prestasi
Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat

kerja

seseorang

karena

mendorong

seseorang

untuk

mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta
energi yang dimiliknya demi mencapai prestasi kerja yang optimal.
b) Kebutuhan akan hubungan

35

Kebutuhan akan hubungan merangsang gairah kerja sebab setiap individu
mempunyai empat kebutuhan, sebagai berikut.
(a) Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain
(b) Kebutuhan akan perasaan dihormati
(c) Kebutuhan akan perasaan maju
(d) Kebutuhan akan perasaan ikut serta
c) Kebutuhan akan kekuasaan
Kebutuhan akan kekuasaan ini merangsang dan memotivasi gairah kerja
seseorang serta mengerahkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan
atau kedudukan yang terbaik dalam organisasi.

(3) Teori X dan Y menurut Douglas McGregor
McGregor (dalam Hasibuan 2007) menyatakan ada dua pendekatan
yang dapat diterapkan dalam perusahaan. Masing-masing pendekatan itu
mendasarkan diri pada serangkaian asumsi mengenai sikap manusia yang
diberi nama teori X dan teori Y.
Teori X berasumsi bahwa orang-orang pada umumnya lebih suka
diarahkan, enggan memikul tanggung jawab dan lebih menginginkan
keselamatan diatas segalanya. Penerapan teori X ini bagi manajer tercermin
pada sikap pandangan terhadap karyawan berupa :
a) Karyawan pada dasarnya tidak kreatif, tidak berinisiatif, tidak suka
bertanggung jawab sehingga manajer harus selalu memberikan pengarahan
dan petunjuk kepada karyawannya.

36

b) Karyawan pada dasarnya tidak mau bekerja dan akan senantiasa berusaha
untuk menghindar apabila terdapat kesempatan untuk menghindari
pekerjaan yang menjadi tugasnya.
c) Karyawan terpaksa harus diarahkan, diawasi dan apabila perlu diberi
ancaman dan hukuman agar tujuan perusahaan dapat tercapai.
Teori Y berasumsi bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas
dan dapat dipercaya. Penerapan teori Y bagi manajer tercermin dalam sikap
dan tindakan sebagai berikut.
a) Sedapat mungkin karyawan diberi kebebasan untuk bekerja dan bernisiatif.
b) Kreativitas karyawan dikembangkan karena pada hakekatnya karyawan
tidak hanya ingin memperoleh tanggung jawab dari orang lain tetapi juga
mencari tanggung jawab sendiri.
c) Pelaksanaan dan pengawasan intern tidak banyak dilakukan, tetapi lebih
banyak diadakan persetujuan dan kesepakatan bersama, karena dengan
kesepakatan itu akan timbul dorongan dari dalam diri karyawan sendiri.
McGregor (dalam Hasibuan, 2007) menyatakan motivasi kerja
karyawan yang didasari oleh teori X hanya untuk mendapatkan uang atau
kebutuhan finansial saja, serta selalu menginginkan rasa aman. Dasar motivasi
kerja karyawan yang didasari oleh teori Y adalah pengendalian dan
penempatan diri sendiri. Penerapan teori ini memberi kelonggaran yang lebih
besar kepada karyawan untuk bernisiatif dalam mengembangkan kreasi-kreasi
mereka, sehingga meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pencapaian
tujuan organisasi.

37

Penerapan teori Y ini menjadikan manajer lebih bersifat terbuka dan
berusaha memberikan informasi yang diperlukan untuk peningkatan kegiatan
kerja.
2) Teori proses (process theory)
Teori ini menekankan pada bagaimana dan dengan tujuan apa setiap
individu dimotivasi. Teori ini merupakan proses sebab akibat bagaimana
seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jika bekerja baik
saat ini, maka hasilnya akan diperoleh baik untuk esok hari. Jadi hasil yang
dicapai tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang,
hasil hari ini merupakan kegiatan hari kemarin.

3) Teori pengukuhan (reinforcement theory)
Teori ini tidak menggunakan konsep suatu motif atau proses motivasi.
Tetapi teori ini menjelaskan tentang bagaimana perilaku di masa yang lalu
mempengaruhi tindakan di masa yang akan datang dalam suatu siklus proses
belajar.
Dalam pandangan teori ini, individu bertingkah laku tertentu karena di
masa lalu mereka belajar bahwa perilaku tersebut akan menghasilkan akibat
yang menyenangkan ataupun akibat yang tidak menyenangkan. Karena
individu lebih suka pada akibat yang menyenangkan, maka mereka akan
mengulangi

perilaku

yang

akan

mengakibatkan

menyenangkan.

2.2.5. Faktor yang berhubungan dengan motivasi

konsekuensi

yang

38

Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan motivasi adalah
sebagai berikut.
1) Penelitian yang dilakukan oleh Suhardi (2006), menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang cukup kuat antara kepuasan kerja pegawai akan pekerjaannya
dengan motivasi kerja pegawai.
2) Penelitian yang dilakukan oleh McCrarey (2005), menyatakan bahwa untuk
memotivasi tenaga kerja dengan budaya yang sederhana, ada banyak hal yang
dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain dengan membantu dengan tim,
lakukan dengan sederhana, tentukan goal perusahaan, satu kata dalam
penghargaan. Hal penting dalam penyelenggaran ini adalah program
menurunkan “turnover” meningkatkan modal dan juga kepuasan karyawan
disamping

itu

juga

dengan

menciptakan

lingkungan

kerja

yang

menyenangkan akan dapat meningkatkan motivasi, loyalitas dan sikap
produktivitas karyawan.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Timmreck (2001), yang berjudul Managing
Motivation and Developing Job Satisfaction in The Healt Care Work
Environment,

menyatakan ada dua aspek dalam pekerjaan yang masing-

masing memberikan kontribusi bagi kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Aspek
pertama adalah pekerjaan itu sendiri, terkadang pekerja yang dilakukan sangat
membosankan, membuat jenuh dan dapat membuat pekerja menjadi stres, ada
juga pekerjaan yang sangat sulit dan menuntut kekuatan fisik yang
kemungkinan akan memicu ketidakpuasan dalam bekerja dikarenakan
pekerjaan yang dilakukan sangat tidak menyenangkan dan membosankan.

39

Sementara, aspek yang kedua adalah hubungan antara individu yang terjadi di
dalam lingkungan pekerjaan tersebut. Banyak perusahaan meyakini kunci
bagi motivasi adalah dengan memberikan uang, bonus sebagai hadiah bagi
para pekerja.

2.3.

Penempatan

2.3.1. Pengertian penempatan
Semua karyawan baru yang telah selesai menjalankan program orientasi
harus segera mendapatkan tempat pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan
keahlian yang dimilikinya. Salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia
untuk mengurus hal ini adalah penempatan (placement) karyawan. Hasibuan,
(2007) menyatakan penempatan (placement) karyawan adalah tindak lanjut dari
seleksi, yaitu menempatkan calon karyawan yang diterima (lulus seleksi) pada
jabatan/pekerjaan yang membutuhkannya dan sekaligus mendelegasikan authority
kepada orang tersebut. Dengan demikian, calon karyawan itu akan dapat
mengerjakan tugas-tugasnya pada jabatan bersangkutan. Penempatan yang tepat
merupakan motivasi yang menimbulkan antusias dan moral kerja yang tinggi bagi
karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Jadi, penempatan karyawan yang tepat
merupakan salah satu kunci untuk memperoleh prestasi kerja optimal dari setiap
karyawan selain moral kerja, kreativitas dan prakarsanya juga akan berkembang.
Rivai (2008) menyatakan penempatan karyawan berarti mengalokasikan
para karyawan pada posisi kerja tertentu, hal ini khusus terjadi pada karyawan
baru. Kepada para karyawan lama yang telah menduduki jabatan atau pekerjaan

40

termasuk sasaran fungsi penempatan karyawan dalam arti mempertahankan pada
posisinya atau memindahkan pada posisi yang lain.
Sedangkan Tohardi, (2002) menyatakan penempatan adalah menempatkan
seseorang pada pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan atau pengetahuannya
di organisasi atau perusahaan atau dengan kata lain proses mengetahui karakter
atau syarat-syarat yang diperlukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan (tugas)
selanjutnya menjadi orang (pekerjaan/pegawai) yang cocok dengan pekerjaan
yang ada dalam arti kata orang tersebut sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang
ada dalam job spesification.
2.3.2. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penempatan tenaga
kerja
Tohardi (2002) menyatakan dasar yang digunakan untuk melakukan
penempatan adalah job analysis yang tergambar pada job description dan job
specification. Dari job specification tergambar persyaratan apa yang diperlukan
untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Sementara karakteristik pekerjaan
tergambar dalam job description.
Hasibuan (2007) menyatakan penempatan ini harus didasarkan job
description dan job specification yang telah ditentukan serta berpedoman kepada
prinsip “Penempatan orang-orang yang tepat pada tempat yang tepat dan
penempatan orang yang tepat untuk jabatan yang tepat“ atau “The right man in
the right place and the right man behind the right job”
Lebih lanjut Tohardi (2002) menyatakan hal-hal penting yang mesti
diperhatikan sebagai dasar penempatan kerja adalah sebagai berikut.

41

1) Lowongan kerja
Dasar pertama dari penempatan adalah pekerjaan. Apakah ada lowongan
pekerjaan ? jika ada lowongan pekerjaan tersebut, berapa orang yang
dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut. Kebutuhan untuk satu macam (tingkat
pekerjaan) dapat satu orang dan dapat juga seribu orang.
2) Dari informasi lowongan pekerjaan yang ada di atas, selanjutnya kita lihat job
deskripsinya, maksudnya ada apa tugas dan tanggung jawab orang yang akan
mengerjakan pekerjaan tersebut, demikian juga wewenangnya, siapa yang
menjadi atasan, bawahan dan sebagainya yang dapat dibaca pada job
description pekerjaan itu. Selanjutnya dilihat karakter orang yang bagaimana
yang cocok untuk mengerjakan pekerjaan itu, hal itu dapat dibaca pada job
specification.
3) Selanjutnya dasar yang ketiga adalah mencari orang, calon pekerja, calon
pegawai yang sesuai atau cocok dengan tuntutan pekerjaan yang ada. Dalam
mencari orang tersebut dapat digunakan konsep dari penarikan dan seleksi.
4) Setelah proses mendapatkan orang selesai, selanjutnya menempatkan orang
tersebut pada pekerjaan yang ada di organisasi atau perusahaan.

Sastrohadiwiryo (2002) menyatakan bahwa sebelum menempatkan tenaga
kerja di tempat mereka bekerja terlebih dahulu mempertimbangkan beberapa
faktor sebagai berikut.
1) Latar Belakang Pendidikan

42

Latar belakang pendidikan mempunyai kaitan erat dengan hasil seleksi yang
telah dilaksanakan oleh manajer SDM. SDM yang memiliki latar belakang
pendidikan tertentu biasanya akan terlihat prestasinya pada seleksi tentang
bidang yang dikuasainya. Dengan kata lain hasil seleksi dapat memperkuat dan
meyakinkan manajer SDM untuk menempatkan orang yang bersangkutan pada
tempat yang tepat. Di samping itu, latar belakang pendidikan dengan prestasi
akademis yang diraihnya dapat menjadi acuan pemberian beban kerja dan
tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan. Prestasi akademik yang telah
dicapai oleh tenaga kerja selama mengikuti jenjang pendidikan harus
mendapatkan

pertimbangan

dalam

penempatan,

dimana

tenaga

kerja

seharusnya melaksanakan tugas dan pekerjaan serta mengemban wewenang
dan tanggung jawab. Prestasi akademis yang menjadi pertimbangan bukan saja
prestasi pada jenjang pendidikan terakhir, tetapi lebih dari itu dengan melihat
perkembangan prestasi akademis sebelumnya.
2) Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja pada pekerjaan yang sama yang telah dialami sebelumnya
perlu mendapat perhatian dan pertimbangan dalam penempatan tenaga kerja.
Kenyataan menunjukkan bahwa adanya kecendrungan makin lama bekerja
makin banyak pengalaman yang dimiliki oleh tenaga kerja yang bersangkutan.
Pengalaman bekerja banyak memberikan kecenderungan bahwa yang
bersangkutan memiliki keahlian dan keterampilan yang relatif tinggi.
Sebaliknya, terbatasnya pengalaman bekerja yang dimiliki akan makin rendah
tingkat keahlian dan keterampilannya. Perusahaan akan memperoleh nilai

43

tambah apabila SDM atau tenaga kerja yang diterimanya sudah memiliki
pengalaman bekerja. Pengalaman bekerja yang sudah dimiliki seseorang lebih
banyak membantunya dalam mengerjakan sesuatu dibandingkan dengan
pendidikan yang diikutinya.
3) Kesehatan Fisik dan Mental
Tes kesehatan berdasarkan laporan dari dokter yang dilampirkan pada surat
lamaran pekerjaan dan tes kesehatan khusus yang diselenggarakan dalam
seleksi tenaga kerja tidak menjamin yang bersangkutan benar-benar sehat
jasmani dan rohani. Kadang-kadang hasil pengujian kesehatan yang dilakukan
oleh tim dokter hanya formalitas saja. Oleh karena itu, faktor kesehatan fisik
dan mental perlu mendapatkan pertimbangan dalam penempatan tenaga kerja.
Karena tanpa pertimbangan yang matang pasti akan muncul hal-hal yang dapat
merugikan perusahaan. Pekerjaan-pekerjaan yang berat dan berbahaya hanya
mungkin dikerjakan oleh orang-orang yang mempunyai fisik sehat dan kuat.
Demikian juga pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan tingkat kejujuran yang
tinggi diperlukan orang-orang yang memiliki mental yang sehat. SDM yang
fisiknya lemah, tetapi berotak cerdas dapat ditempatkan pada bidang
administrasi, pembuatan konsep-konsep atau perhitungan dan analisis yang
memerlukan ketekunan dan kecerdasan yang luar biasa. Usahakan pekerjaan
yang akan dilakukannya sesuai dengan kemampuan fisik dan mental.
4) Status Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan tenaga kerja adalah hal yang sangat
penting. Selain untuk kepentingan tenaga kerja, juga sebagai bahan

44

pertimbangan manajer tenaga kerja dalam menempatkan tenaga kerja yang
bersangkutan. Misalnya, tenaga kerja wanita yang telah bersuami dan
mempunyai anak perlu mendapat pertimbangan. Sebaiknya tenaga kerja
tersebut tidak ditempatkan jauh di tempat tinggal suaminya. Kadang-kadang
status perkawinan sumber daya manusia menjadi bahan pertimbangan dalam
penerimaan SDM dan penempatannya. Karena banyak pekerjaan yang
memerlukan tenaga kerja dengan status perkawinan yang mensyaratkan sumber
daya manusia yang belum menikah.
5) Faktor Umur
Yang memerlukan pekerjaan bukan saja tenaga kerja muda yang baru lulus
sekolah, tetapi juga tenaga kerja yang sudah umur tua. Dalam rangka
penempatan tenaga kerja, faktor usia kerja yang lulus seleksi perlu
mendapatkan pertimbangan. Hal ini untuk menghindarkan rendahnya
produktivitas tenaga kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja yang usianya agak
tua sebaiknya ditempatkan pada pekerjaan yang tidak begitu mempunyai resiko
dan bahaya tinggi dan tanggung jawab berat. Dengan demikian, tenaga kerja
usia tua ditempatkan pada pekerjaan dengan tuntutan fisik yang ringan.
Sebaliknya tenaga kerja dengan usia yang masih muda dan energik diberikan
tugas dan pekerjaan yang lebih berat dan resiko yang lebih besar. Dari segi
fisik tenaga kerja muda masih prima dan mampu melaksanakan tugas yang
berat.
6)Faktor Jenis Kelamin

45

Jenis kelamin tenaga kerja perlu menjadi bahan pertimbangan dalam
penempatannya. Untuk pekerjaan yang membutuhkan gerak fisik tertentu yang
lebih cocok adalah tenaga kerja pria. Seperti tenaga satpam, waker, tukang
kebun, pesuruh, sedangkan untuk pekerjaan sekretaris, loket pelayanan, kasir,
penerima tamu, operator telepon yang lebih cocok adalah wanita. Demikian
juga untuk pekerjaan malam hari, lebih cocok tenaga kerja pria, karena tenaga
kerja wanita yang dipekerjakan pada malam hari lebih banyak mendatangkan
resiko tinggi daripada manfaat yang diperolehnya.
7) Minat dan Hoby
Dalam penempatan tenaga kerja perlu mempertimbangkan minat dan hoby
yang bersangkutan. Seseorang akan bekerja rajin, tekun, disiplin dan produktif
bila apa yang dikerjakan ditekuni dengan baik sesuai dengan minat dan
hobinya. Bagi tenaga kerja yang melaksanakan tugas dan pekerjaan sesuai
dengan minat dan hobinya akan bersedia bekerja walaupun penuh dengan
tantangan dan rintangan dan bahkan berani mengorbankan apa yang ada pada
dirinya untuk pekerjaannya. Oleh karena itu, diusahakan agar menempatkan
tenaga kerja sesuai dengan minat dan hobinya.
Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Subawa (2005), menyatakan
bahwa penempatan, lingkungan kerja, pengawasan atasan langsung dan
kompensasi secara bersama-sama mempengaruhi disiplin pegawai pada
Sekretariat Daerah Kabupaten Badung secara signifikan. Demikian juga
penempatan, lingkungan kerja, pengawasan atasan langsung dan kompensasi

46

secara parsial berpengaruh positif terhadap disiplin pegawai pada Sekretariat
Daerah Kabupaten Badung.
2.4. Karakteristik Pekerjaan
2.4.1. Pengertian karakteristik pekerjaan
Dalam suatu organisasi keberadaan pekerjaan disusun mulai dari desain
pekerjaan, yaitu penetapan kegiatan-kegiatan individu atau kelompok karyawan
secara organisasi (Handoko, 2004) Tujuannya adalah untuk mengatur penugasanpenugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi, teknologi dan
keperilakuan. Jadi karakteristik pekerjaan adalah uraian pekerjaan yang menjadi
pedoman dalam bekerja dan dalam pelaksanaannya bisa mencapai kepuasan.
Sujak (1990) menyatakan manajer (pimpinan) dapat merangsang kepuasan
kerja bawahan dengan cara mengetahui karakteristik pekerjaan menjadi tugastugas dalam pekerjaan yang bervariasi, lebih menuntut tanggung jawab dan
memungkinkan pemberian timbal balikan (umpan balik) secara jelas bagi prestasi
kerja yang telah diperoleh karyawan sebagai salah satu alat motivasi individu agar
mereka mau menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepadanya sebaik
mungkin dan dengan hasil yang optimal.
2.4.2. Pengukuran karakteristik pekerjaan
Hacman dan Oldham dalam Sujak
karakteristik

pekerjaan

meliputi;

variasi

(1990) menyatakan bahwa

ketrampilan,

identifikasi

tugas,

signifikansi tugas, otonomi tugas dan umpan balik. Luthans (2005) menjelaskan
inti karakteristik pekerjaan sebagai berikut :

47

1) Keaneka ragaman ketrampilan, adalah tingkat variasi kegiatan-kegiatan dan
ketrampilan

yang

dibutuhkan

oleh

seorang pemegang

kerja dalam

menyelesaikan tugasnya.
2) Identitas pekerjaan, adalah tingkat sejauhmana penyelesaian pekerjaan secara
keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagi kinerja seseorang.
3) Signifikansi tugas atau pentingnya pekerjaan, adalah tingkat sejauh mana
pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik
orang itu merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama
maupun orang lain dilingkungan sekitar.
4) Otonomi, adalah tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai
pengertian ketidak tergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk
menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan
untuk menyelesaikannya.
5) Umpan balik, adalah tingkat kinerja dari kegiatan kerja dalam memperoleh
informasi tentang keefektifan kegiatannya.
Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan karakteristik pekerjaan
adalah sebagai berikut.
1) Penelitian yang dilakukan oleh Sarminah (2006), yang mengkaji pengaruh
variabel demografi, karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja terhadap
perputaran SDM. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa karakteristik
pekerjaan dan kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap perputaran tenaga
kerja. Demikian juga variabel demografi yakni umur berpengaruh negatif
terhadap perputaran tenaga kerja.

48

2) Penelitian yang telah dilakukan oleh Widana (2004), menyimpulkan bahwa
karakteristik individu, karakteristik pekerjaan dan karakteristik situasi kerja
secara bersama-sama mempunyai pengaruh secara nyata terhadap kinerja
karyawan.
3) Penelitian yang dilaksanakan oleh Wirawati (2009), menyimpulkan bahwa
faktor kompensasi, faktor suasana organisasi, faktor kepemimpinan dan faktor
karakteristik pekerjaan berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan
terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Kasmil Kosmos Bali.
2.5. Lingkungan Kerja
Masalah lingkungan kerja merupakan salah satu hal yang sangat penting.
Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran operasi perusahaan. Salah
satu cara yang ditempuh agar karyawan dapat juga melaksanakan tugasnya adalah
memperbaiki lingkungan kerja di tempat kerja. Lingkungan kerja yang buruk
merupakan salah satu penyebab penggunaan waktu yang tidak efektif.
Lingkungan kerja mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap para
kinerja karyawan dan jalannya operasi perusahaan, sehingga dengan demikian
baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi tingkat
produktivitas perusahaan. Lingkungan kerja yang baik tentu akan dapat
meningkatkan produktivitas kerja para karyawan begitu pula sebaliknya
lingkungan kerja yang buruk akan mengakibatkan produktivitas kerja karyawan
ikut menurun.

2.5.1. Pengertian lingkungan kerja

49

Berikut ini akan disajikan beberapa pendapat dari para ahli tentang
pengertian lingkungan kerja. Nitisemito (2000) menyatakan lingkungan kerja
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi
dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Misalnya : kebersihan,
musik dan lain-lain. Manullang, (2000) bahwa l