HUBUNGAN KINERJA PERAWAT DENGAN MOTIVASI PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUD SALEWANGANG MAROS

  328 HUBUNGAN KINERJA PERAWAT DENGAN MOTIVASI PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUD SALEWANGANG MAROS Musfiqah Said

  1 , Sri Darmawan

  2

  1 STIKES Nani Hasanuddin Makassar

  2 STIKES Nani Hasanuddin Makassar

  (Alamat Respondensi: tau_baniaga@yahoo.co.id/085796267553)

  ABSTRAK

  Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Aditama, 2010). Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi (Sumamur, 2001). Prestasi kerja atau pencapaian kinerja yang kurang baik karena kurangnya pengetahuan, kurangnya ketrampilan, kurangnya motivasi dan kurangnya keyakinan diri (Foster&Seeker, 2001). Tujuan Penelitian Ini adalah Untuk mengetahui Hubungan Kinerja Perawat dengan Motivasi Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Salewangang Maros. Penelitian ini menggunakan pendekatan survey analitik dengan rancangan cross sectional study, populasi dalam penelitian ini adalah semua Perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Salewangang Maros, sampel menggunakan tehnik Non

  probability sampling yaitu Purposive Sampling, didapatkan 31 responden sesuai dengan kriteria

  inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Hasilnya diolah menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α= 0,05. Hasil bivariat menunjukkan bahwa motivasi (p=0,002), penggunaan Alat Pelindung Diri (p=0,008). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara motivasi penggunaan alat pelindung diri dengan kinerja perawat dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

  Kata Kunci : Kinerja Perawat, Motivasi, Penggunaan Alat Pelindung Diri.

  PENDAHULUAN

  Menurut WHO dari 35 juta pekerja kesehatan terdapat 3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV, 0,9 juta terpajan virus HBC dan 170,000 terpajan virus HIV/AIDS) dan lebih dari 90% terjadi di negara berkembang. Menurut ILO tahun 2003 setiap tahun sekitar 1,1 juta kematian di seluruh dunia karena penyakit atau kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Angka itu setara dengan 5.000 pekerja per hari atau tiga orang setiap menitnya meninggal dunia. Peralihan Melinium kedua dan ketiga mengungkap terjadinya 250 juta kecelakaan yang terjadi di industri-industri di dunia yang menyebabkan 300.000 kematian (Ridwan, 2011).

  Di Indonesia Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi, DR.Ir.Erman Suparno, MBA, Msi, dalam presentasinya pada acara sosialisasi revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan pada tanggal 1 April 2008 di kantor Depnakertrans Jakarta mengatakan kecelakaan kerja di Indonesia menduduki pada urutan ke-52 dari 53 negara di dunia, jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sebanyak 65,474 kecelakaan. Dari kecelakaan tersebut mengakibatkan meninggal 1,451 orang, cacat tetap 5,326 orang dan sembuh tanpa cacat 58,697 orang. Dalam kesempatan tersebut Menakertrans juga menyampaikan bahwa tingkat pelanggaran Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan pada tahun 2007 sebanyak 21,386 pelanggaran (Anonym, 2008).

  Beberapa kejadian kecelakaan kerja di Indonesia disebabkan oleh pekerja yang tidak menerapkan standar safety yang lengkap seperti penggunaan APD. Hal tersebut bisa dilihat dari beberapa kasus kecelakaan yang pernah terjadi dan penyebab kecelakaan dari tahun ke tahun selalu berulang-ulang dan terkesan tiap kasus kecelakaan kerja yang pernah terjadi tidak dilakukan evalusi dan perbaikan oleh perusahaan maupun pekerja di Indonesia agar tidak terjadi lagi kedepannya.

  Jadi, sampai saat ini yang menjadi penyebab kecelakaan masih sama yaitu tanpa standar

  329

  keamanan yang lengkap seperti penggunaan APD. Hal tesebut juga tidak hanya terjadi pada satu bidang saja, akan tetapi terjadi di semua bidang pekerjaan (Hindratmo, 2012).

  Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit bahwa pekerja rumah sakit mempunyai risiko lebih tinggi dibanding pekerja industri lain untuk terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK), sehingga perlu dibuat standar perlindungan bagi pekerja yang ada di rumah sakit. Keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja di rumah sakit dan fasilitas medis lainnya perlu diperhatikan. Demikian pula penanganan faktor potensi berbahaya yang ada di rumah sakit serta metode pengembangan program keselamatan dan kesehatan kerja disana perlu dilaksanakan, seperti misalnya perlindungan baik terhadap penyakit infeksi maupun non-infeksi, penanganan limbah medis, penggunaan alat pelindung diri dan lain sebagainya (Anonym, 2011).

  Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor Per.08/Men/VII/2010 tentang alat pelindung diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Menurut Kusnindar (1997) Penggunaan APD di Rumah Sakit di Indonesia ternyata lebih dari 40%, dan kenyataan di lapangan para perawat rata-rata hanya menggunakan salah satu APD (jas lab, sarung tangan, atau masker saja) saat menangani pasien. Adapun alasan perawat tidak menggunakan APD ketika menangani pasien, pada umumnya (52%) di rumah sakit tidak tersedia APD yang lengkap. Tidak tersedianya APD di rumah sakit kemungkinan di sebabkan karena kurangnya perhatian dari kepala ruang dalam penyediaan APD, atau anggaran rumah sakit yang terbatas sehingga dana untuk pengadaan APD juga menjadi terbatas. Alasan lain perawat karena malas, lupa, tidak terbiasa dan repot. Alasan-alasan tersebut sangat terkait dengan kesadaran/perilaku perawat dalam penggunaan APD. Penyebab utamanya kemungkinan karena kurangnya pemahaman perawat terhadap bahaya yang akan timbul sebagai akibat dari adanya penyakit yang berbahaya. (Sukardjo, 2012).

  Kesadaran pekerja untuk bertindak secara aman di tempat kerja (Safety Awareness) ditentukan oleh aspek-aspek di atas serta kepatuhan pekerja untuk melalukan pekerjaan sesuai peraturan yang ditetapkan meliputi kesadaran penggunaan alat pelindung diri (APD). Kesadaran akan penggunaan alat pelindung diri perlu ditanamkan pada setiap tenaga kerja. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 100 orang tenaga kerja di Jawa Barat (perusahaan tekstil) pada tahun 2002 didapatkan 7% dari tenaga kerja menahan perasaan yang tidak nyaman dan tetap memakai, namun sejumlah 34% sesekali melepas dan 22% hanya menggunakan pada saat tertentu saja, hanya 1% yang yang tidak menggunakan sama sekali serta 36% yang mempunyai kesadaran akan manfaat APD sehingga merasa nyaman untuk menggunkannya (Sualman, 2009). Selain itu, ketersediaannya alat pelindung diri di rumah sakit juga mempengaruhi penggunaan Alat Pelindung Diri pada perawat dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Hal inilah yang menjadi masalah karena sejumlah rumah sakit masih kurang memenuhi ketersediaannya alat pelindung diri di tempat kerja.

  RSUD Salewangang Maros adalah Rumah Sakit Umum Pemerintahan Kabupaten Maros bertipe C yang merupakan rumah sakit rujukan dari Puskesmas di Maros. Dari data awal yang peneliti dapatkan jumlah keseluruhan perawat di RSUD Salewangang Maros adalah 195 orang sedangkan jumlah perawat yang bekerja di ruang rawat inap berjumlah 122 orang (Maret, 2013).

  Dari uraian tersebut di atas, masalah yang terjadi adalah penggunaan alat pelindung diri pada perawat belum optimal karena peningkatan kecelakaan kerja masih terjadi. Banyak faktor yang mengakibatkan belum optimalnya penggunaan alat pelindung diri salah satunya motivasi perawat dalam penggunaan APD tersebut. Oleh karena, peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Motivasi Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kinerja Perawat Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan”.

BAHAN DAN METODE

  Lokasi, populasi, dan sampel

  Penelitian ini menggunakan metode

  Survey Analitik

  dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional, dengan maksud untuk mengetahui hubungan antara Kinerja Perawat dengan Motivasi Penggunaan Alat Pelindung Diri.

  Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Rawat Inap RSUD Salewangang Maros yang berjumlah 7 ruangan dan jangka waktu selama 1 bulan dimulai dari tanggal 17 Juli sampai dengan 17 Agustus 2013. Populasi adalah

  6.5

  38.7 Total 31 100.0 Tabel 3 menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan terakhir D3 sebanyak 19 orang (61,3%) dan responden dengan tingkat pendidikan terakhir S1 sebanyak 12 orang (38,7%). Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Di Ruang Rawat Inap RSUD Salewangang Maros

  6.5 Total 31 100.0 Pada Tabel 1 menunjukan bahwa responden dengan umur 25 tahun sebanyak 7 orang , responden dengan umur 26 tahun sebanyak 6 orang, responden dengan umur 27 tahun sebanyak 9 orang, responden dengan umur 28 tahun sebanyak 5 orang, responden dengan umur 29 tahun sebanyak 2 orang dan responden dengan umur 30 tahun sebanyak 2 orang. Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Ruang Rawat inap RSUD Salewangang Maros

   Jenis Kelamin

  n % Laki-laki

  Perempuan

  4

  27

  12.9

  87.1 Total 31 100.0 Tabel 2 menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (12,9%), sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 27 orang (87,1%). Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden Di Ruang Rawat Inap RSUD Salewangang Maros

  Pendidikan n % D3 S1

  19

  12

  61.3

  Motivasi n % Termotivasi

HASIL PENELITIAN

  16.1

  Tidak Termotivasi

  19

  12

  61.3

  38.7 Total 31 100.0 Pada tabel 4 menunjukkan bahwa responden yang termotivasi sebanyak 19 orang (61,3%) dan responden yang tidak termotivasi sebanyak 12 orang (38,7). Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan APD di Ruang Rawat Inap RSUD Salewangang Maros

  Penggunaan APD n % Memakai

  Tidak

  17

  4

  54.8

  45.2 Total 31 100.0 Pada tabel 5 menunjukkan, responden yang memakai Alat Pelindung

  Diri (APD) sebanyak 17 orang (54,8%) dan responden yang tidak memakai Alat

  330

  subjek yang memenuhi kategori yang sudah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap RSUD Salewangang Maros yang berjumlah 122 orang.

  1. Analisis Univaria Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Responden Di Ruang Rawat Inap RSUD Salewangang Maros

  Sampel adalah proses menyeleksi proporsi dari populasi untuk mewakili populasi (Nursalam, 2008). Pengambilan sampel menggunakan metode Non Random Sampling atau Non probability sampling yaitu Purposive

  Sampling yaitu suatu teknik penerapan

  sampling dengan cara memilih sampel dimana populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.

  Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian ini adalah sebagai berikut Kriteria inklusi :

  1. Perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Salewangang Maros

  2. Bersedia menjadi Responden

  3. Perawat yang tidak menjalani cuti Kriteria eksklusi :

  1. Perawat yang tidak bekerja di ruang rawat inap RSUD Salewangang Maros

  2. Tidak bersedia menjadi Responden

  3. Perawat yang sedang menjalani cuti

  Pengumpulan dan Analisi Data

  Pengumpulan data dilakukan secara langsung terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis menggunakan SPSS 16.0.

  Umur n %

  19.4

  25 Tahun

  26 Tahun

  27 Tahun

  28 Tahun

  29 Tahun

  30 Tahun

  7

  6

  9

  5

  2

  2

  22.6

  29.0

  331

  Penggunaan APD Kinerja Perawat Total

  Memotivasi adalah proses manajemen untuk memengaruhi tingkah laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang membuat orang bergerak (Stoner dan Freeman, 1995).

  Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang (Sardiman, 2008).

  Pengertian motivasi itu sendiri adalah karakteristik psikologis manusia yang mendorong kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu (Stoner dan Freeman, 1995: 134).

  Berdasarkan tabel 7 menjelaskan bahwa dari 31 responden dengan responden yang termotivasi sebanyak 19 orang (61,3%) dan tidak termotivasi sebanyak 12 orang (38,7%), sedangkan responden yang memiliki kinerja baik sebanyak 21 orang (67,7%) dan kinerja kurang baik 10 orang (32,3%). Dari hasil uji Chi-square diatas diperoleh niai p =0,002 dengan tingkat kemaknaan α =0,05. Hal ini menunjukkan nilai p < α, ini berarti Ha diterima atau ada hubungan antara Motivasi dengan Kinerja Perawat.

  1. Hubungan Antara Motivasi Dengan Kinerja Perawat dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.

  PEMBAHASAN

  Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa responden yang memakai APD sebanyak 17 orang (54,8%) dan 14 orang (45,2%) yang tidak memakai APD, sedangkan yang memiliki Kinerja baik sebanyak 21 orang (67,7%) dan kinerja kurang baik sebanyak 10 orang (32,3%). Dari hasil uji Chi-square diatas diperoleh nilai p = 0,008 dengan tingkat kemaknaan α =0,05. Hal ini menunjukkan nilai p < α, ini berarti Ha diterima atau ada hubungan antara penggunaan APD dengan kinerja perawat.

  Memakai 8 25,8 9 29,0 17 54,8 Tidak 13 41,9 1 3,2 14 45,2 Total 21 67,7 10 32,3 31 100,0 p = 0,008

  Baik Kurang baik n % N % n %

  Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa responden yang termotivasi sebanyak 19 orang (61,3%) dan tidak termotivasi sebanyak 12 orang (38,7%), sedangkan responden yang memiliki kinerja baik sebanyak 21 orang (67,7%) dan kinerja kurang baik 10 orang (32,3%). Dari hasil uji Chi-square diatas diperoleh niai p =0,002 dengan tingkat kemaknaan α =0,05. Hal ini menunjukkan nilai p < α, ini berarti Ha diterima atau ada hubungan antara Motivasi dengan Kinerja Perawat. Tabel 8 Hubungan Penggunaan APD dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Salewangang Maros

  Pelindung Diri (APD) sebanyak 14 orang (45,2%). Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Salewangang Maros

  Tidak 4 12,9 8 25,8 12 38,7 Total 21 67,7 10 32,3 31 100,0 p = 0,002

  Kurang baik n % n % n % Termotivasi 17 54,8 2 6,5 19 61,3

  Motivasi Kinerja Perawat Total Baik

  2 Analisis Bivariat Tabel 7 Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Salewangang Maros

  32.3 Total 31 100.0 Pada tabel 6 menunjukkan, responden yang memiliki Kinerja baik sebanyak 21 orang (67,7%) dan responden yang memiliki Kinerja kurang baik sebanyak 10 orang (32,3%).

  67.7

  10

  21

  Kurang Baik

  Kinerja Perawat n % Baik

  Sedangkan motivasi menurut aspeknya dibedakan antara aspek aktif atau dinamis dan aspek pasif atau statis. Dalam aspek aktif atau dinamis, motivasi akan tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia agar secara produktif berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan dalam aspek pasif atau statis, motivasi akan tampak sebagai kebutuhan dan juga sekaligus sebagai

  332

  perangsang untuk dapat mengarahkan dan menggerakkan potensi sumber daya manusia kearah tujuan yang diinginkan (Nursalam, 2011).

  Berdasarkan penelitian diatas, maka peneliti berasumsi bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat dalam pelaksanaan tindakan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Salewangang Maros, karena perawat yang memiliki motivasi dapat mewujudkan kinerja yang baik dalam melaksanakan tugasnya dan motivasi dapat terbentuk dari manapun baik dari dalam dirinya maupun dari luar atau lingkungannya.

  Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Sanita Puspita Rini (2006) (p=0,010) dengan judul “Hubungan Antara Motivasi Kerja Dengan Kinerja Perawat di RSUD Blora” yang menyatakan terdapat hubungan antara motivasi dengan kinerja perawat.

  2. Hubungan antara Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Kinerja Perawat dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

  Berdasarkan Tabel 8 menjelaskan bahwa responden yang memakai APD sebanyak 17 orang (54,8%) dan 14 orang (45,2%) yang tidak memakai APD, sedangkan yang memiliki Kinerja baik sebanyak 21 orang (67,7%) dan kinerja kurang baik sebanyak 10 orang (32,3%). Dari hasil uji Chi-square diatas diperoleh nilai p = 0,008 dengan tingkat kemaknaan α =0,05. Hal ini menunjukkan nilai p < α, ini berarti Ha diterima atau ada hubungan antara penggunaan APD dengan kinerja perawat.

  Pengertian Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. APD merupakan cara terakhir untuk melindungi tenaga kerja setelah dilakukan beberapa usaha. Jenis- jenis APD menurut bagian tubuh yaitu: Kepala, Mata, Muka, Tangan dan Jari-jari, Kaki, alat pernafasan, telinga dan tubuh (Proverawati dan Eni 2012).

  Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi.

  Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit (Abrar, 2010).

  Menurut Depkes (2003), Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta kulit yang tidah utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan yang beresiko mencakup tindakan rutin, tindakan bedah tulang, otopsi dan perawatan gigi dimana menggunakan bor dengan kecepatan putar yang tinggi.

  Berdasarkan penelitian diatas, maka peneliti berasumsi bahwa ada hubungan penggunaan alat pelindung diri dengan kinerja perawat dalam pelaksanaan tindakan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Salewangang Maros, karena dengan disiplin menggunakan alat pelindung diri dapat melindungi perawat dari kecelakaan kerja yang dapat membahayakan perawat. Pentingnya penggunaan alat pelindung diri telah dicantumkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor Per.08/Men/VII/2010 tentang alat pelindung diri (APD), maka dengan mematuhi peraturan tersebut dapat meningkatkan kinerja perawat dalam pelaksanaan tindakan keperawatan utamanya dalam penelitian ini di ruang rawat inap RSUD Salewangang Maros.

  Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode chi square, diperoleh hasil, dari dua variabel Independen yang diuji diantaranya variabel Motivasi dan Penggunaan alat pelindung diri, 2 variabel tersebut memiliki hubungan dengan variabel dependen atau variabel Kinerja perawat dengan nilai p < α, yaitu variabel motivasi dengan nilai p =0,002 dan variabel Penggunaan alat pelindung diri (APD) dengan nilai p = 0,008.

  KESIMPULAN

  Dari hasil penelitian tentang hubungan kinerja perawat dengan motivasi penggunaan alat pelindung diri (APD) dalam pelaksanaan tindakan keperawatan di ruang RSUD Salewangang Maros, maka dapat disimpulankan bahwa terdapat hubungan antara Motivasi dan penggunaan alat pelindung diri dengan kinerja perawat dalam pelaksanaan tindakan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Salewangang Maros.

  SARAN

  memberikan tindakan keperawatan. Perlunya Adapun saran dalam penelitian ini meningkatakan disiplin dalam penggunaan adalah agar perawat khususnya yang bekerja alat pelindung diri (APD) untuk keselamatan di ruang rawat inap di RSUD Salewangang dan kesehatan kerja perawat dalam Maros agar selalu memotivasi dirinya untuk pelaksanaan tindakan keperawatan di tempat lebih meningkatkan kinerjanya dalam bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

  Abrar. 2010. Peranan (K3) Di Rumah Sakit/Instansi Kesehatan, (Online). (http://abrarenvirolink.blogspot.com/ 2010/03/peranan-k3-di-rumah-sakit-instansi.html, Diakses 1 April, 2013). Aditama, Tjandra Yoga. 2010. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: Salemba A.M, Sardiman. 2008. Buku Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

  Anonym. 2011. Efektifitas Kebijakan Dewan K3 Nasional 2007-2010 dan Revitalisasi Pengawasan K3, (Online).

  (http://healthsafetyprotection.com/efektifitas-kebijakan-dewan-k3-nasional-2007-2010-dan-revitalisasi- pengawasan-k3/, Diakses 27 Maret, 2013). Anonym. 2011. (K3) Untuk Perawat di Rumah Sakit, (Online). (http://anawebchildhealth.blogspot.com/2011/12/ k3-untuk-perawat-di-rumah-sakit.html, Diakses 27 Maret, 2013). Azwar, Azrul. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher. Enberg, Mark. 2009. Buku Ajar Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Gustiar. 2012. Alat Pelindung Diri Pada Perawat, (Online). (http://cholate-gustiar.blogspot.com/2012/03/alat- pelindung-diri-pada-perawat.html, Diakses 27 Maret, 2013). Hindratmo, Astria. 2012. Orang Tidak Suka Pakai Alat Pelindung Diri, Mengapa?, (Online).

  (http://aplikasiergonomi.wordpress.com/2012/06/10/orang-tidak-suka-pakai-alat-pelindung-diri-mengapa/, Diakses 31 Maret 2013). Hasibuan, Malayu. 2011. Manajemen: dasar, pengertian dan masalah. Jakarta: Bumi Aksara. Karina, Anin. 2012. APD (Alat Pelindung Diri), (Online). (http://aninkarina.blogspot.com/2012/06/apd-alat- pelindung-diri.html, Diakses 27 Maret, 2013).

  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1087 Tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. 2010. Jakarta.

  Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Nuna Medika. Mursal, M. 2010. Catatan Ners Mursal, (Online). (http://moershaell.blogspot.com/, Diakses 27 Maret, 2013). Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

  Nursalam dan Ninuk Dian Kurniawati, S.Kep, Ns. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.

  Jakarta: Salemba Medika.

  Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri. 2010. Jakarta.

  Proverawati, Atikah dan Eni. 2012. Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS). Yogyakarta: Nuha Medika. Puspa, Bayu. 2011. Konsep Kinerja Perawat, (Online). (http://suka2-bayu.blogspot.com/2011/11/konsep-kinerja- perawat.html, Diakses 27 Maret, 2013).

  Rahayu, Y.P. 2012. Teori: Kinerja, (Online). (http://duniapintardancemerlang.blogspot.com/2012/01/teori- kinerja.html, Diakses 27 Maret, 2013).

  333 Ridwan, Pabewan. 2011. Faktor Yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Tenaga Kerja, (Online). (http://ridwanpabewan.blogspot.com/2011/04/faktor-yang-berhubungan- dengan.html, Diakses 27 Maret 2013). Rohani dan Hingawati Setro. 2010. Panduan Praktik Keperawatan. Klaten: PT. Intan Sejati. Simamora, Roymound H. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC. Sualman, Kamisah. 2009. Kecelakaan Kerja, (Online). (http://kamisah-misae.blogspot.com/2009/06/kecelakaan- kerja.html, Diakses 31 Maret, 2013) Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabet. Widoyoko, Antonius. 2011. Penilaian Kinerja Perawat, (Online). (http://penilaiankineerjaperawat.blogspot.com/, Diakses 27 Maret, 2013).

  334