Slide AKT 405 Teori Akuntansi 2

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Bab 2

Penalaran
(Reasoning)

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Tujuan Pembelajaran
Mencapai kemampuan dan kompetensi peserta untuk:











Menjelaskan pengertian penalaran.
Menyebut dan menjelaskan komponen penalaran.
Menyatakan asersi secara makna dan diagram.
Menyebut dan menjelaskan sifat keyakinan.
Menyebutkan dan menjelaskan jenis argumen.
Membedakan antara argumen dan strategem.
Menjelaskan dan memberi contoh strategem dan salah nalar.
Mengevaluasi validitas argumen.
Menjelaskan aspek manusia yang menghambat argumen
yang sehat.

Suwardjono


Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Penalaran
Proses berpikir logis dan sistematis untuk
membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan
terhadap suatu pernyataan atau asersi.
Menentukan secara logis dan objektif apakah
suatu pernyataan valid (benar atau salah)
sehingga pantas untuk diyakini atau dianut.
Struktur penalaran terdiri atas masukan, proses,
dan keluaran.
Suwardjono

Transi


Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Unsur atau Komponen Penalaran
• Pernyataan atau asersi (assertion)
• Keyakinan (belief)
• Argumen (argument)

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Proses dan Struktur Penalaran
Masukan


Proses

Asersi sebagi
elemen

Argumen

Asersi

Asersi

Asersi

Keluaran
Keyakinan bahwa
asersi konklusi
benar/valid

Asersi


inferensi
Asersi

Asersi

konklusi

Asersi

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Arti Penting Argumen
Serangkaian asersi beserta inferensi atau
penyimpulan yang terlibat di dalamnya.

Simpulan dinyatakan pulan dalam bentuk
asersi.
Merupakan bukti rasional akan kebenaran suatu
pernyataan.
Argumen membentuk, memelihara, atau
mengubah keyakinan.
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Asersi
Penegasan tentang sesuatu hal atau realitas yang
dinyatakan dalam bentuk kalimat atau ungkapan.
Pengkuatifikasi asersi
Untuk membatasi asersi universal/umum menjadi spesifik dan
menentukan hubungan inklusi, eksklusi, saling-isi.

Pengkuantifikasi: sedikit, banyak, tak semua, beberapa, semua.

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Penyajian Asersi
Makna atau arti
Semua badan usaha milik negara adalah perusahaan
pencari laba.
Struktur atau bentuk
Semua A adalah B.
Diagram

B
A


Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Penyajian Asersi
Hubungan eksklusi:

B

Tidak satupun A adalah B =
Tidak satupun B adalah A

A

Hubungan inklusif:


B

Semua A adalah B

A

dapat bermakna

Tidak semua B adalah A
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Penyajian Asersi
Hubungan saling isi


A

B

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Penyajian Asersi
“Beberapa B adalah A”
Tanpa diagram tidak diketahui apakah:







Ada sebagian A yang bukan B.
Semua A adalah B.
B sama dengan A
Asersi menyangkal “Semua B adalah A”
Asersi menegaskan “Tidak semua B adalah A”

“Beberapa B adalah A” tidak selalu sama dengan “Tidak semua B adalah A”
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Penyajian Asersi
Interpretasi: Beberapa B adalah A.

B

A

Umumnya ini yang dimaksud.

atau

B

A

Menyangkal Semua B adalah A.
Menegaskan Tidak semua B adalah A
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Asersi untuk Evaluasi Istilah
Interpretasi:
meja bundar biru (blue round tables)

meja biru bundar (round blue tables)

certified public accountant (CPA) = bersertifikat akuntan publik (BAP)?
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Jenis dan FungsiAsersi
Jenis:

• Asumsi (assumption)
• Hipotesis (hypothesis)
• Pernyataan fakta (statement of facts)

Fungsi:

Sebagai pernyataan premis dan konklusi

Kaidah/prinsip:

Kredibilitas konklusi tidak dapat melebihi
kredibilitas terendah premis-premis yang
diajukan dalam argumen.

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Keyakinan
Kebersediaan untuk menerima bahwa suatu asersi adalah
benar tanpa memperhatikan apakah argumen valid atau
tidak atau apakah asersi tersebut benar atau tidak.
Properitas Keyakinan










Keadabenaran
Bukan pendapat
Bertingkat
Berbias
Bermuatan nilai
Berkekuatan
Veridikal
Berketertempaan

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Anatomi Argumen
Premis 1
Asersi

inferensi
Premis 3

inferensi

Asersi

Asersi

inferensi

inferensi

Premis 2

Asersi

Konklusi

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Indikator Argumen
Dalam suatu argumen atau penalaran yang kompleks, tidak
selalu mudah untuk mengenali premis dan konklusi.
Indikator premis:

oleh karena, karena, mengingat, dengan asumsi
bahwa, jika

Indikator konklusi: oleh karena itu, dengan demikian, maka,
sehingga, sebagai akibatnya
Cara mengenali:

Prinsip/kaidah interpretasi terdukung
(principle of charitable interpretation)

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Jenis Argumen
• Deduktif
• Nondeduktif:
Induktif
Analogi
Sebab-akibat

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Argumen Deduktif
Argumen yang simpulannya diturunkan dari serangkaian
asersi umum yang disepakati atau dianggap benar (disebut
premis baik major maupun minor).
Pada umumnya berstruktur silogisma sehinga disebut
argumen logis (logical argument).
Premis major:
Premis minor:

Semua binatang menyusui berparu-paru.
Kucing adalah binatang menyusui.

Konklusi:

Kucing berparu-paru.

Lihat contoh penalaran deduktif dalam akuntansi pada Gambar 2.8
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Kriteria Kebenaran Argumen Deduktif





Kelengkapan
Kejelasan
Kesahihan
Keterpercayaian

Kebenaran konklusi dalam argumen deduktif adalah
kebenaran logis bukan kebenaran empiris (realitas).
Kriteria kebenaran logis:
1.
2.
3.

Semua premis benar
Konklusi mengikuti semua premis
Semua premis dapat diterima
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Hubungan Premis dan Konklusi (Gambar 2.9)
Bila konklusi mengikuti premis secara logis, kebenaran
logis konklusi bergantung pada kebenaran semua premis.
Premis 1: B
Premis 2: B
Premis 3: B

Premis 1: B
Premis 2: B
Premis 3: B

Premis 1: S
Premis 2: S
Premis 3: S

Premis 1: S
Premis 2: S
Premis 3: S

Konklusi: B

Konklusi: S

Konklusi: B

Konklusi: S

Pasti/harus

Tak mungkin

Mungkin

Mungkin

B = Benar, S = Salah
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Argumen Induktif
Argumen yang simpulannya merupakan perampatan atau
generalisasi dari keadaan atau pengamatan khusus sebagai
premis.
Generalisasi menjadikan argumen induktif merupakan
argumen ada benarnya (plausible argument) bukan
argumen pasti benarnya atau logis (logical argument).
Premis:
Premis:

Satu biji jeruk dari karung A manis rasanya.
Beberapa biji berikutnya manis rasanya.

Konklusi:

Semua jeruk dari karung A manis rasanya.
Ada benarnya tetapi dapat salah. Tidak pasti benar.
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Perbedaan Argumen Deduktif dan Induktif
Argumen deduktif

Argumen induktif

Premis 1: Semua burung berbulu.
Premis 2: Bebek berbulu.

Premis 1: Beberapa burung dapat terbang.
Premis 2: Bebek adalah burung.

Konklusi: Bebek adalah burung.

Konklusi: Bebek dapat terbang.

Pasti benar
(necessarily true)

Boleh jadi benar/ada benarnya
(not necessarily true)
Untuk meyakinkan perlu dilekatkan
tingkat keyakinan (confidence level),
misalnya 90% atau 95%.

Lihat contoh penalaran induktif dalam akuntansi pada Gambar 2.11
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Argumen Sebab-Akibat (Causal Generalization)
Argumen untuk mendukung bahwa perubahan faktor tertentu
disebabkan oleh faktor yang lain.
Kriteria Penyebaban:
1.
2.
3.

Faktor sebab bervariasi dengan faktor akibat (efek).
Faktor sebab terjadi sebelum atau mendahului faktor
akibat.
Tidak ada faktor lain selain faktor sebab yang
diidenfikasi.

Lihat kaidah penyebaban Mill pada Gambar 2.10
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Kecohan (Fallacy)
Keyakinan semu atau keliru akibat orang terbujuk oleh suatu
argumen yang mengandung catat (faulty) atau tidak valid.
Orang dapat terkecoh akibat taktik membujuk selain dengan
argumen yang valid.
Orang dapat mengecoh atau terkecoh lantaran:
• Strategem
• Salah nalar (reasoning fallacy)
• Aspek manusia dalam berargumen

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Kecohan lantaran Strategem










Persuasi taklangsung
Membidik orangnya
Menyampingkan masalah
Misrepresentasi
Imbauan cacah
Imbauan autoritas
Imbauan tradisi
Dilema semu
Imbauan emosi

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Kecohan lantaran Salah Nalar







Menyangkal anteseden
Pentaksaan
Perampatan-lebih
Parsialitas
Pembuktian dengan analogi
Merancukan urutan kejadian
dengan penyebaban
• Menarik simpulan pasangan
Ketegaran ilmiah (scientific rigor) dan prinsip ketersalahan (principles of
falsifiability) bukan salah nalar.
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Kecohan lantaran Aspek Manusia








Puas dengan penjelasan sederhana
Kepentingan mengalahkan nalar
Sindroma tes klinis
Mentalitas Djoko Tingkir
Merasionalkan daripada menalar
Persistensi
Fiksasi fungsional

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Kutipan Penting
• Hirshleifer (1988) di halaman 90.
• Nickerson (1986) di halaman 92.
• Thomas Kuhn (1970) di halaman 93.

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

All sciences advance through disagreement.
In astronomy the geocentric model of Ptolemy was opposed by the
new heliocentric model of Copernicus; in chemistry Priestley
supported the phlogiston theory of combustion while Lavoisier
propounded the oxidation theory; and in biology the creationism
of earlier naturalists was countered by Darwin’s theory of
evolution.
It is not universal agreement but rather the willingness to consider
evidence that signals the scientific approach. For Galileo’s
opponents to disagree with him about Jupiter’s moons was not
unscientific of itself; what was unscientific was their refusal to
look through his telescope and see.
Jack Hirshleifer, Price Theory and Applications (1988),
hlm. 4.
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Priestley never accepted the oxygen theory, nor Lord
Kelvin the electromagnetic theory, and so on. The
difficulties of conversion have often been noted by
scientists themselves. Darwin, in a particulary perceptive
passage at the end of his Origin of Species, wrote:
“Although I am fully convinced of the truth of the views
given in this volume..., I by no means expect to convince
experienced naturalists whose mind are stocked with a
multitude of facts all viewed, during a long course of years,
from a point of view directly opposite to mine. ... [B]ut I
look with confidence to the future, —to young and rising
naturalists, who will be able to view both sides of the
question with impartiality.”
Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions (1970), hlm. 151.
Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

And Max Planck, ..., sadly remarked that
“a new scientific truth does not triumph by convincing its
opponents and making them see the light, but rather
because its opponents eventually die, and a new generation
grows up that is familiar with it”
... scientists, being only human, cannot always admit their
errors, even when confronted with strick proof. I would
argue, rather, that in these matters neither proof nor error is
at issue. The transfer of allegience from paradigm to
paradigm is a conversion experience that cannot be
forced.
Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions (1970), hlm. 151.

Suwardjono

Transi

Bab 2

Penalaran (Reasoning)

Bila orang merasakan belajar sebagai kenikmatan,
maka dia akhirya akan mengenyam kenikmatan ganda.
Suwardjono

Transi