Post | | Makalah Ilmu Kalam

ILMU KALAM MENURUT H. M. RASYIDI
dan
HARUN NASUTION

Diajukan kepada Ashabudin S. Ag. S.S, M.A selaku dosen mata kuliah ilmu kalam
sebagai bahan diskusi.

di susun oleh : kelompok 10 ( 1 PAI D)
Mei Setia Asih

:1423301147

Nurul Hasanah

: 1423301150

Undi Gunawan

: 1423301162

Uswatun Khasanah


: 1423301163

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PURWOKERTO
2014

A. Pendahuluan
Ilmu kalam atau teologi sudah di kenal sejak zaman Khulafaur Rasyidin, menurut
Harun Nasution kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang
menyangkut peristiwa pembunuhan Ustman bin Affan yang berbuntut pada penolakan
Muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Ilmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami perkembangan yang cukup
pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu kalam bermunculan. Dan memiliki argumentasi
yang berbeda-beda, sehingga persoalan-persoalan yang mengenai ilmu kalam atau teologi
itu sendiri semakin serius untuk dibahas. Karena dari permasalahan tersebut akan memicu
timbulnya pemikiran-pemikiran yang baru dan tanggapan dari berbagai tokoh-tokoh ilmu
kalam itu sendiri.
Dengan adanya permasalahan-permasalahan tentang ilmu kalam ini akan menambah
wawasan keilmuan bagi para tokoh pemikir itu sendiri maupun bagi orang-orang yang

terlibat dalam keilmuan tersebut. Banyaknya tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang
yang berbeda, maka banyak pula pemikiran-pemikiran dari mereka yang berbeda tentang
permasalahan ilmu kalam ini. Sebagai contoh, di dalam makalah ini insya Allah akan di
bahas teologi atau ilmu kalam yang mengacu pada dua tokoh yaitu: H. M. Rasyidi dan
Harun Nasution. Akan tetapi dalam makalah ini akan di bahas hanya terkait dengan
teologi atau ilmu kalam kontemporer saja dan hanya terfokus pada teologi dua tokoh
yaitu: H. M. Rasyidi dan Harun Nasution.
B. Ilmu Kalam Masa Kini.
Dewasa ini ilmu kalam berkembang makin pesat seiring dengan perkembangan zaman
yang mulai memunculkan para tokoh kalam yang terkenal hingga sekarang.
Diantara tokoh – tokoh tersebut yaitu H. M. Rasyidi dan Harun Nasution.
C. H. M. Rasyidi
1. Sekilas tentang H. M. Rasyidi
H. M. Rasydi adalah lulusan lembaga pendidikan tinggi islam di Mesir yang
melanjutkan ke Paris, dan kemudian memperoleh pengalaman mengajar di
Kanada. Lepas dari retorika barat orang tak akan luput mendapati keseluruhan
kontruksi akademinya dibangun atas dasar unsur yang Ia dapatkan dari barat. Ia
adalah intelektual indonesia yang paling banyak memperoleh tidak hanya
perkenalan, tetapi juga penyerapan ramuan – ramuan intelektual dari gudang
orientalisme. Dialah yang berpengaruh dalam usaha mengirimkan para lulusan

IAIN atau Sarjana lainnya ke montreal sehingga banyak orang yang benar – benar
harus berterimakasih kepadanya. Apa yang telah dirintisnya itu kemudian

diteruskan dalam skala yang lebih besar dan penuh harapan oleh munawir
Sjadzali.
2. Pemikiran Kalam Rasyidi
Dapat ditelusuri dari kritik – kritikan yang di alamatkan kepada Harun
Nasution dan Nurcholis Masdjid. Secara garis besar pemikiran kalamnya dapat
dikemukakan sebagai berikut :
a. Tentang perbedaan ilmu kalam dan teknologi
Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian
ilmu kalam dan teologi. Selanjutnya Rasyidi menelusuri sejarah kemunculan
teologi. Menurutnya, orang barat memakai istilah teologi untuk menunjukan
tauhid atau kalam karena mereka tak memiliki istilah lain. Teologi terdiri dari
2 ( dua ) perkataan, yaitu teo artinya tuhan, dan logos artinyai ilmu. Teologi
berarti ilmu ketuhanan. Adapun timbulnya teologi dalam kristen adalah
ketuhanan Nabi Isa, sebagai salah satu dari Tri – Tunggal atau Trinitas. Kata
teologi kemudian mengandung beberapa aspek agama kristen diluar
kepercayaan (yang benar), sehingga teologi dalam kristen tidak sama dengan
tauhid atau ilmu kalam.

b. Tema -tema ilmu kalam
Salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yang di kritik Rasyidi adalah
deskripsi aliran – aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi
umat islam sekarang, khususnya indonesia. Rasyidi berpendapat bahwa
menonjolkan perbedaan pendapat antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah. Harun
Nasution akan melemahkan iman para mahasiswa. Rasyidi kemudian
menegaskan pada saat ini, di barat sudah dirasakan bahwa akal tidak mampu
mengetahui baik dan buruknya. Buktinya adalah kemunculan eksistensialisme
sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme.
Rasyidi mengakui bahwa soal – soal yang pernah diperbincangkan pada 12
adab yang lalu, masih ada yang relevan untuk masa sekarang, adapula yang
sudah tidak relevan. Pada waktu sekarang Rasyidi menguraikan, yang masih
dirasakan oleh umat islam pada umumnya adalah keberadaan Syi’ah.
c. Hakikat iman
Kritikan Rasyidi terhadap deskripsi iman yang diberikan Nurcholish Madjid,
yakni “percaya dan menaruh kepercayaan kepada tuhan. Dan sikap apresiatif
kepada tuhan merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang. Sikap ini

disebut taqwa. Taqwa diperkuat dengan kontak yang kontinu dengan Tuhan.
Apresiasi ke- Tuhan –an menumbuhkan kesadaran ketuhanan yang

menyeluruh, sehingga menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan
Tuhan”. Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar menuju bersatunya
manusia dengan tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau
hubungan manusia dengan manusia, yakni hidup dalam masyarakat. Jadi yang
lebih penting dari aspek penyatuan itu adalah kepercayaan, ibadah, dan
kemasyarakatan.
D. Harun Nasution
1. Sekilas tentang Harun Nasution
Harun Nasution lahir pada hari slasa, 23 september 1919 di Sumatera.
Ayahnya, Abdul Jabbar Ahmad, adalah seorang ulama yang mengetahui kitab – kitab
jawi. Pendidikan formalnya dimulai di sekolah Belanda HIS. Tujuh tahun di HIS ia
meneruskan kembali ke MIK (Modern Islamietische Kweekschool) di Bukit Tinggi
pada tahun 1934. Pendidikanya lalu di teruskan ke Universitas Al – Azhar, Mesir.
Sambil kuliah di Al –Azhar, ia kuliah pula di Universitas Amerika di Mesir.
Pendidikannya lalu di lanjutkan ke MC. Gill, Kanada, pada tahun 1962.
Setibanya di tanah air pada tahun 1969, Harun Nasution langsung
mencemplungkan diri dalam bidang akademis dengan menjadi dosen pada IAIN
Jakarta, IKIP Jakarta, dan pada Universitas Naional.

2. Pemikiran Kalam Harun Nasution

a. Peranan Akal
Secara kebetulan, Harun Nasution memilih problematika akal dan sisten
teologi muhammad abduh sebagai bahan kajian disertasinya di Universitas
McGill, Montreal, Kanada. Besar kecilnya peran akal dalam sistem teologi suatu
aliran sangat dinamis atau tidak – tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran
islam. Harun Nasution menulis “Akal melambangkan keku atan manusia. Karena
akal manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan mahluk lain
disekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah lemah kekuatan akal
manusia, bertambah rendah pula lah kesanggupannya menghadapi kekuatan –
kekuatan lain tersebut”.

Akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak di pakai, bukan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi dalam
perkembangan ajaran – ajaran keagamaan islam sendiri. Pemakaian akal dalam
islam diperintahkan al – qur’an sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya kalau ada
penulis – penulis, baik di kalangan islam sendiri maupun dikalangn non – islam.
b. Pembaharuan Teologi
Pembaharuan teologi yang menjadi predikat Harun Nasution, pada dasarnya
dibangun di atas asumsi bahwa keterblakangan dan kemunduran umat islam
indonesia adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi mereka. Pandangan

ini, serupa dengan pandangan kaum modernis lain pendahulungya (Muhammad
Abdul, Rasyid Ridha, Al-Afghani, Sayid Amer Ali dan lainnya) yang memandang
perlu untuk kembali kepada teologi islam yang sejati. Retorika mengandung
pengertian bahwa umat islam dengan teologi fatalistik, irasional, pre –
determinisme serta penyerahan nasib membawa nasib mereka menuju
kesengsaraan dan keterbelakangan. Jika hendak mengubah nasib umat islam,
menurut Harun Nasution umat islam hendaknya mengubah teologi mereka menuju
teologi yang berwatak Free – will, rasional serta mandiri. Tidak heran teori
modernisasi ini selanjutnya menemukan teologi dalam hasanah islam klasik
sendiri yakni teologi muktazilah.
c. Hubungan Akal dan Wahyu
Salah satu fokus pemikiran Harun nasution adalah hubungan antara akal dan
wahyu. Ia menjelaskan bahwa hubungan wahyu dan akal memang menimbulkan
pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang
tinggi dalam Al-Quran. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu
sudah mengandung segala galanya. Wahyu bakan tidak menjelaskan semua
permasalahan keagamaan.
Dalam pemikiran islam, baik di bidang filsafat dan ilmu kalam, apalagi di
bidang ilmu fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal dipakai untuk
memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi

interprestasi terhadap teks wahyu sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan
pemberi interprestasi. Jadi, yang bertentangan sebenarnya dalam islam adalah
pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat akal ulama lain.

E. Referensi
1. Ilmu kalam oleh benyamin abrahamov, penerbit serambi 2006
2. Ilmu kalam oleh prof. Dr. H. Abdul Rozak M. Ag. dan prof. Dr. H. Rosihon Anwar
M. Ag. , penerbit pustaka setia 2012.