Upaya Penanganan Terorisme Dalam Kerjasama ASEAN Convention On Counter Terrorism Oleh Pemerintah Indonesia

BAB II
2.1 Pembentukan ASEAN Dan Latar Belakang Sejarahnya

Pada era perang dingin kawasan Asia Tenggara telah menjadi ajang
persaingan ideologi antar kepentingan kekuatan-kekuatan adidaya dunia pada saat
itu. Hal itu disebabkan nilai strategis yang dimiliki kawasan Asia Tenggara secara
geopolitik dan geo-ekonomi. Perang Vietnam antara Vietnam Utara yang
didukung kekuatan Blok Komunis pimpinan Uni Soviet dan Vietnam Selatan
yang didukung kekuatan blok barat pimpinan Amerika Serikat merupakan salah
satu bukti persaingan diatas. Persaingan dua blok ideologi tersebut melibatkan
negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang menjadi basis kekuatan militer
Blok Komunis dan Barat. Blok komunis menempatkan pangkalan militernya di
Vietnam, sedangkan Blok Barat di bawah pimpinan Amerika menempatkan
pangkalan militernya di Filipina.
Gejolak yang terjadi di Kawasan Asia Tenggara tidak hanya terjadi karena
persaingan di bidang ideology antara kekuatan Barat dan kekuatan Timur. Konflik
militer di kawasan Asia Tenggara yang melibatkan tiga Negara yaitu Laos,
Kamboja, dan Vietnam. Dan konflik bilateral seperti konflik antara Indonesia dan
Malaysia, Kamboja dan Vietnam serta konflik internal seperti di Kamboja,
Thailand, dan Indonesia telah memperkeruh suasana di kawasan ini.
Situasi persaingan, pegaruh ideologi dan kekuatan militer yang dapat

melibatkan Negara-negara di kawasan Asia Tenggara ke dalam kkonflik
bersenjata yang mengganggu stabilitas kawasan mendorong para pemimpin
Negara-negara di kawasan Asia Tengara untuk menciptakan suasana aman dan

19
Universitas Sumatera Utara

damai. Dengan kondisi aman dan damai memungkinkan terbentuknya suatu kerja
sama yang dapat meredakan sikap saling curiga di antara Negara anggota serta
mendorong usaha pembangunan bersama di kawasan.
Sebelum terbentuknya ASEAN setidaknya ada beberapa organisasi
antarnegara di wilayah ini seperti South East Asia Treaty Organization (SEATO,
dibentuk tahun 1954). Association of Southeast Asia (ASA dibentuk tahun 1961)
dan

Malaysia-Philipina-Indonesia

(Maphilindo,

dibentuk


tahun

1963).

Organisasi-organisasi tersebut tidak dapat bertahan lama karena berbagai sebab
antara lain pertentangan ideologi dan sengketa territorial antara Negara
anggotanya sendiri. Dengan kegagalan-kegagalan tersebut diatas para pemimpin
di kawasan terdorong untuk membentuk suatu organisasi kerja sama yang lebih
baik. Selanjutnya, Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura,
dan Thailand melakukan berbagai pertemuan konsultatif secara intens sehingga
disepakati suatu rancangan Deklarasi Bersama (Joint Declaration) yang isinya
mencakup, antara lain, kesadaran perlunya meningkatkan saling pengertian untuk
hidup bertetangga secara baik dan membina kerja sama di antara Negara-negara di
kawasan yang terikat oleh pertalian sejarah dan budaya.
Pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, lima Wakil Negara/
Pemerintahan Negara-negara Asia Tenggara, yaitu Menteri Luar Negeri Indonesia
(Adam Malik), Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan dan
Menteri Pembangunan Nasional Malaysia (Tun Abdul Razak). Menteri Luar
Negeri Filipina (Narciso Ramos), Menteri Luar Negeri Singapura (S. Rajaratnam),

dan Menteri Luar Negeri Thailand (Thanat Khoman) menindaklanjutin Deklarasi
Bersama dengan melakukan pertemuan dan penandatanganan Deklarasi ASEAN

20
Universitas Sumatera Utara

(The ASEAN Declaration) atau yang dikenal dengan Deklarasi Bangkok. Isi
Dekalarasi Bangkok itu adalah sebagai berikut :
1.

mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan social dan perkembangan
kebudayaan di kawasan Asia Tenggara;

2.

meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional;

3.

meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk kepentingan bersama

dalam bidang ekonomi, social, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi;

4.

memelihara kerja sama yang erat di tengah-tengah organisasi regional dan
internasional yang ada;

5.

peningkatan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan, dan
penelitian di kawasan Asia Tenggara.
Dengan ditandatanganinya Deklarasi Bangkok tersebut, suatu organisasi

kawasan yang diberi nama Perhimpuanan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara
(Association of Southeast Asian Nation/ASEAN) telah resmi berdiri. Pada awalnya
organisasi ini bertujuan untuk menggalang kerja sama antarnegara anggota dalam
rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi, mendorong perdamaian dan
stabilitas wilayah, serta membentuk kerja sama dalam berbagai bidang
kepentingan bersama. Pada perkembangan berikutnya organisasi ini membuat
berbagai agenda yang signifikan di bidang politik seperti Deklarasi Kawasan

Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace, freedom, and Neutrality Declaration/
ZOPFAN) yang ditandtangani tahun 1971. Kemudian, pada tahun 1976 lima
Negara anggota ASEAN itu juga menyepakati Traktat Persahabatan dan Kerja
Sama (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia/ TAC) yang menjadi
landasan bagi Negara-negara ASEAN untuk hidup berdampingan secara damai.

21
Universitas Sumatera Utara

Searah dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai tersebut, lima Negara
di luar Negara pemrakarsa berkeinginan menggabungkan diri dalam organisasi
ini, yaitu sebagai berikut :
a.

Brunei Darussalam resmi menjadi anggota ke-6 ASEAN pada tanggal 7
Januari 1984 dalam Sidang Khusus Menteri-menteri Luar Negeri ASEAN
(ASEAN Ministerial Meeting/ AMM) di Jakarta, Indonesia.

b.


Vietnam resmi menjadi anggota ke-7 ASEAN pada pertemuan para Menteri
Luar Negeri ASEAN ke-28 di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, 2930 Juli 1995.

c.

Laos dan Myanmar resmi menjadi anggota ke-8 dan ke-9 ASEAN pada
pertemuan para menteri Luar Negeri ASEAN ke-30 di Subang Jaya,
Malaysia, 23-28 Juli 1997,

d.

Kamboja resmi menjadi anggota ke-10 ASEAN dalam upacara Khusus
Penerimaan pada tanggal 30 April 1999 di Hanoi, Vietnam.
Berkenaan dengan keanggtaan ASEAN, Timor Leste yang secara geografis

terletak di wilayah Asia Tenggara secara resmi telah mendaftarkan diri sebagai
anggota ASEAN pada tahun 2011. Ihwal keanggotaan Timor Leste tersebut masih
dalam pembahasan kesepuluh Negara anggota ASEAN.

2.2 Transformasi ASEAN menuju Komunitas ASEAN 2015

ASEAN telah mengalami perkembangan dari masa ke masa sesai dengan
cita-cita para pendiri ASEAN untuk menjalin persahabatan dan kerja sama dalam
menciptakan wilayah yang aman, damai dan makmur. Cita-cita tersebut kemudian
dipertegas dengan kesepakatan Bali Concord I tahun 1976, dalam Bali Concord I

22
Universitas Sumatera Utara

itu, paranPemimpin ASEAN menyepakati Program Aksi yang mencakup kerja
sama di bidang politik, ekonomi, social, budaya dan penerangan, keamanan dan
peningkatan mekanisme ASEAN. Kesepakatan tersebut menandai tahapan penting
bagi kerangka kerja sama ASEAN. Tekad dan upaya keras ASEAN dengan
paying Bali Concord I telah berhasil menjaga perdamaian dan stabilitas serta
peningkatan kesejahteraan di kawasan.
Dalam perkembangan selanjutnya ASEAN bersepakat untuk membentuk
suatu kawasan yang terintegrasi dalam suatu komunitas Negara-negara Asia
Tenggara yang terbuka, damai, stabil, dan sejahtera, saling pedulu, dan terikat
bersama dalam kemitraan dinamis di tahun 2020. Harapan tersebut dituangkan
dalam Visi ASEAN 2020 yang ditetapkan oleh para Kepala Negara/ Pemerintahan
ASEAN pada KTT ASEAN di Kuala Lumpur tanggal 15 Desember 1997. Untuk

mewujudkan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada KTT
ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yaitu, menyepakati pembentukan Komunitas
ASEAN (ASEAN Community). Melalui Bali Concord II, para Pemimpin ASEAN
sepakat bahwa ASEAN harus melangkah maju menuju suatu Komunitas ASEAN.
Komunitas ASEAN itu terdiri atas tiga pilar, yaitu Pilar Komunitas PolitikKeamanan

ASEAN

(ASEAN

Political-Security

Community/APSC),

Pilar

Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC), dan Pilar
Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC).
Ketiga pilar Komunitas ASEAN itu terikat secara erat dan dan saling
memperkuat untuk mewujudkan perdamaian, kestabilan dan kesejahteraan

bersama yang abadi. Dalam kaitan itu, Indonesia menjadi penggagas
pembentukan Komunitas Politik Keamanan ASEAN serta memainkan peran

23
Universitas Sumatera Utara

penting dalam perumusan dua pilar lainnya. Untuk mempertegas keinginan
pembentukan Komunitas ASEAN, dalam KTT ke-10 ASEAN di Vientiane
tanggal 29-30 November 2004, disetujui tiga Rencana Aksi (Plan of Action/PoA)
pada masing-masing pilar yang merupakan program jangka panjang dalam
merealisasikan

pembentukan

Komunitas

ASEAN.

KTT


tersebut

juga

mengintegrasikan ketiga Rencana Aksi Komunitas ASEAN ke dalam Viantiane
Action Programme (VAP) sebagai landasan program jangka pendek sampai
menengah periode 2004-2010.
Optimisme dan antusiasme Negara anggota ASEAN dalam mementuk
Komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya Deklarasi Cebu
mengenai percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 (Cebu
Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by
2015) oleh Para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina,
tanggal 13 Januari 2007. Dengan demikian, pembentukan Komunitas ASEAN
dipercepat dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Untuk mencapai terbentuknya
Komunitas ASEAN 2015, ASEAN menyusun Cetak Biru (Blue Print) dari ketiga
pilar tersebut. Cetak biru komnitas ASEAN itu merupakan pedoman arah
pembentukan Komunitas ASEAN di tiga pilar. Dari tiga pilar itu, Cetak Biru
Komunitas Ekonomi ASEAN disahkan di KTT ke-13 ASEAN tahun 2007 di
Singapura. Selanjutnya, Cetak Biru KOmunitas Politik Keamanan ASEAn dan
Cetak Biru Social Budaya ASEAN didahkan pada KTT ke-14 ASEAN tahun

2009 di Cha Am Hua Hin, Thailand.
Disamiping itu, pada KTT tersebut para Kepala Negara/Pemerintahan
ASEAN menandatangani Deklarasi Cha Am Hua HIn menegnai Peta Jalan

24
Universitas Sumatera Utara

Pembentukan Komunitas ASEAN 2009-2022 [Cha Am Hua Hin Declaration on
the Roadmap for an ASEAN Community (2009-2011)]. Langkah tegas ASEAN
berikutnya dalam memperkokoh kerjas sama ASEAN dalam penyusunan suatu
piagam (Charter) sebagai dokumen kerangka hukum dan kelembagaan ASEAN
(legal and institutional framework for ASEAN). Usulan penyusunan Piagam
ASEAN (ASEAN Charter) disampaikan pada KTT ASEAN di Kuala Lumpur
tahun 2005. Penyusunan Piagam ASEAN dimulai sejak tahun 2006 melalui
pembentukan Kelompok Ahli (Eminent Persons Group/EGP) dan dilanjutkan oleh
Gugus Tugas Tingkat Tinggi (High Level Task Force) dalam melakukan negosiasi
terhadap isi draft Piagam ASEAN. Piagam ASEAN resmi ditandatangani oleh
para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada KTT ke-13 di Singapura pada 20
November 2007.
Selanjutnya,

setelah

instrument

ratifikasi

masing-masing

Negara

disampaikan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN, Piagam ASEAN resmi
diberlakukan sejak tanggal 15 Desember 2008. Dengan ini Piagam ASEAN
berubah dari organisasi yang longgar (loose Association) menjadi organisasi yang
berdasarkan hukum (rules-based organization) dan menjadi subjek hukum (legal
Personality). Peremian pemberlakuan Piagam ASEAN tersebut dilakukan oleh
Presiden RI Susilo Bamabang Yudhoyono di Sekretariat ASEAN. Implementasi
Piagam SEAN ditegasan pada KTT ke-14 ASEAN di Hua Hin, Thailand, pada
tanggal 28 Februari-1 Maret 2009.
Bagi Indonesia, pemberlakuan Piagam ASEAN ini disahkan melalui
Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2008 tentang pengesahan Piagam
Perhimpuanan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Charter of The Association of

25
Universitas Sumatera Utara

Southeast Asian Nations). Perkembangan ASEAN hingga kini menunjukkan
peningkatan besar peran ASEAN, baik di kawasan maupun di luar kawasan.
Capaian utama ASEAN adalah pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di
kawasan selama lebih dari empat decade. Hali itu tidak dapat dipungkiri
merupakan hasil usaha bersama ASEAN. ASEAN saat ini sedang menikmati
perdamaian, stabilitas, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan meskipun diakui
masih ada tantangan di berbagai bidang. Sekalipun demikian, ASEAN sedang
bergerak menuju pencapaian pelaksanaan Cetak Biru Ketiga Pilar Komunitas
ASEAN 2015. Peran dan keberhasilan ASEAN tersebut di atas harus ditingkatkan
baik

secara

internal

maupun

secara

eksternal.

Secara

internal,

telah

diberlakukanPiagam ASEAN dan percepatan pencapaian Komunitas ASEAN
tahun 2015. Secara eksternal, telah dilakukan kerjas sama dengan mitra wicara
dalam berbagai isu dan program serta kegiatan di berbagai bidang. Hal itu telah
mengubah Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan yang dinamis di dunia.

2.3 Komunitas Politik-Keamanan ASEAN
Komunitas Politik Keamanan ASEAN dibentuk dengan tujuan mempercepat
kerja sama politik kemanan di ASEAN untuk mewujudkan perdamaian di
kawasan, termasuk dengan kawasan internasional. Sesuai rencana Aksi
Komunitas Politik Keamanan ASEAN, Komunitas bersifat terbuka, menggunakan
pendekatan keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu
pakta pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri bersama (common
foreign policy). Penggunaan istilah Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN
Security Community/ASC) sebagaimana dicantumkan di dalam Rencana Aksi

26
Universitas Sumatera Utara

Vientianne (Vientianne Action Plan/VAP) kemudian diubah menjadi Komunitas
Politik-Keamanan

ASEAN (ASEAN

Political-Security

Community/APSC)

sebagaimana dipakai dalam Piagam ASEAN. Pemakaian istilah baru ini didasari
pengertian bahwa kerja sama ASEAN di bidang ini tidak terbatas pada aspekaspek politk semata, tetapi juga pada aspek-aspek keamanan.
Konsep Cetak Biru APSC disusun berdasarkan kesepakatan KTT ASEAN
ke-13 tahun 2007 di Singapura untuk menggantikan VAP 2004-2010. Konsep
tersebut telah disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand, tahun 2009, dan
dituangkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand, tahun 2009, dan dituangkan
dalam Deklarasi Cha-am, Hua Hin, tentang Peta Jalan Komunitas ASEAN (Chaam, Hua hin Declaration on the Roadmap for the ASEAN Community). Cetak Biru
APSC tersebut terdiri atas 3 karakteristik, 11 elemen, dan 137 tindakan. Tiga
karakteristik tersebut adalah:
a.

Komunitas Berbasis Aturan dengan Nilai dan Norma Bersama (A
Rules-Based Community of Shared Values and Norms) terdiri dari 2
elemen dan dijabarkan dalam 58 tindakan;

b.

Sebuah Wilayah Terpadu, damai dan Tangguh dengan Tanggung Jawab
Bersama untuk Keamanan Menyeluruh (A Cohesive, Peaceful, Stable,
and Resilient Region with Shared Responsibility for Comprehensive
Security) terbagi dalam 6 elemen dan 71 tindakan; dan

c.

Kawasan yang Dinamis dan Berpandangan Keluar dalam Dunia yang
Semakin Terintegrasi dan Saling Bergantung (A Dynamic and
Outward Looking Region in an Increasingly Integrated and

27
Universitas Sumatera Utara

Interdependent World) yang dijabarkan dalam 3 elemen dan 8
tindakan.
Semuanya itu diimplementasikan oleh 6 Badan Sektorsl di ASEAN yakni:
a.

Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Foreign Ministers
Meeting/AMM) dengan instansi yang bertanggung jawab (focal point)
Kementrian Luar Negeri;

b.

Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defense Ministers
Meeting/ADMM) dengan focal point Kementrian Pertahanan;

c.

Pertemuan

Menteri

Hukum

ASEAN

(ASEAN

Law

Ministers

Meeting/ALAWMM) dengan focal point Kementrian Hukum dan
HAM;
d.

Pertemuan Tingkat Menteri urusan Kejahatan Lintas Negara (ASEAN
Ministerial Meeting on Transnational Crime/ AMMTC) dengan focal
point Kepolisian RI;

e.

Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF) dengan focal
point Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan dan Markas
Besar TNI; dan

f.

Komisi Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (Southeast Asian
Nuclear Weapon-Free Zone Commision/SEANWFZ) dengan focal
point Kementerian Luar Negeri.

Dalam penyusunan APSC, Indonesia, Indonesia memainkan perananan
penting. Usul-usul Indonesia yang diterima dalam APSC, antara lain:

28
Universitas Sumatera Utara

a.

mendorong pengamatan pemilihan umum sukarela (voluntary electoral
observations);

b.

membentuk Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan
Anak;

c.

memasukkan elemen memerangi korupsi dan pemajuan prinsip
demokrasi;

d.

menggagas

pembentukan

ASEAN

Institute

for

Peace

and

Reconciliation;
e.

menggagas pembentukan ASEAN Maritime Forum;

f.

membentuk kerja sama penanganan Illegal fishing; dan

g.

menyusun instrument ASEAN tentang Hak Pekerja Migran.

Kerja sama dalam kerangka APSC, sebagaimana termuat dalam cetak
birunya, dielaborasi lebih spesifik dalam kerja sama bidang politik, keamanan,
dan hukum yang mencakup spectrum yang luas dari permasalahan tradisional dan
nontradisional, dari upaya untuk memajukan tata kepemerintahan yang baik (good
governance), menangani masalah terorisme, menanggulangi bencana alam, dan
memberantas korupsi.
a.

Kerja sama Bidang Politik mencakup:
1) memajukan pemerintahan yang baik;
2) memajukan prinsip-prinsip demokrasi;
3) memajukan kedamaian dan stabilitas kawasan
4) menjamin implementasi SEANWFZ dan Rencana Aksinya;
5) memajukan kerja sama maritim ASEAN;

29
Universitas Sumatera Utara

6) mewujudkan resolusi konflik dan penyelesaian sengketa secara
damai;
7) memperkuat sentralitas ASEAN; dan
8) memajukan hubungan dengan pihak eksternal.

b.

Kerja sama bidang keamanan mencakup :
1)

pencegahan konflik/upaya-upaya membangun kepercayaan
(Confidence Building Measure/CBM)

2)

penguatan proses ARF;

3)

penanganan

isu

keamanan

non-tradisional

(bajak

laut,

perompakan terhadap kapal, pembajakan, penyelundupan, dll).
4)

Penguatan kerja sama ASEAN dalam penanganan bencana dan
tanggap darurat; dan

5)

Pemajuan transparansi dan pemahaman mengenai kebijakan
pertahanan dan persepsi keamanan.

c.

Kerja sama Bidang Hukum mencakup:
1)

pencegahan dan pemberantasan korupsi;

2)

pemajuan dan Perlindungan HAM;

3)

pengembangan pengaturan hukum untuk memerangi narkotika;

4)

pembentukan kerja sama penaganan kejahatan lintas batas;

5)

peratifikasian

atas

Konvensi

ASEAN

tentang

Kontra-

Terorisme (ASEAN Convention on Counter Terrorism);
6)

pembentukan kerja sama dalam isu ekstradisi; dan

30
Universitas Sumatera Utara

7)

peratifikasian Traktat tentang Bantuan Hukum terkait MasalahMasalah Kriminalitas (Treaty on Mutual Legal Assistance in
Criminal Matters/MLAT)

Terkait dengan Cetak Biru APSC, beberapa isu yang saat ini dalam
pembahasan

adalah: (1) penandatanganan konsep Protokol Ketiga tentang

Amandemen Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (Third Protocol to amend the
Treaty of Amity and Cooperation/TAC) dan rencana aksesi Uni Eropa, Kanada,
dan Turki terhadap TAC; (2) penyelesaian masalah-masalah hukum yang tertunda
(pending legal issues) dalam Piagam ASEAN; (3) persiapan Konsep
Kesepahaman tentang kegiatan SEANWFZ (Memorandum on Activities Under
the SEANWFZ) untuk Konferensi Kaji Ulang PBB tentang Traktat Non-Proliferasi
Nuklir (UN Review Conference on Nuclear Non-Profeliration Treaty); (4)
pembahasan Laut Cina Selatan dan Deklarasi mengenai Aturan Para Pihak Laut
Cina Selatan (Declaration on the Conduct of Parties to the South China
Sea/DOC); dan (5) Program Kerja ASEAN tentang Kejahatan Lintas Negara
(ASEAN Work Programme on Transnational Crime); dan menjadikan MLAT
sebagai Perjanjian ASEAN.

2.3.1 Badan-badan sektoral Pilar Komunitas Politik-Keamanan
Mekanisme koordinasi badan-badan sektoral ASEAN yang menangani
Komunitas Politik-Keamanan ASEAN dilakukan melalui ASEAN Security
Community Coordinating Conference (ASCCO). Tugas utamanya ASCCO adalah
mengoordinasikan langkah bersama untuk mencapai Komunitas Politik-

31
Universitas Sumatera Utara

Keamanan ASEAN 2015. ASCCO juga melakukan review dua tahunan terhadap
implementasi dari Cetak Biru APSC, melalui Biennial Review yang dilaksanakan
oleh Sekretariat ASEAN. Badan-badan sektoral dalam Pilar Politik-Keamanan
adalah sebagai berikut.
1)

Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN
Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Foreign
Ministers Meeting/AMM) diadakan setiap tahun sekali dan pertama
kali dilakukan pada tahun 1967. AMM mendiskusikan berbagai isu
regional yang menjadi kepentingan bersama, seperti pengembangan
konektivitas ASEAN (ASEAN Conectivity), tindak lanjut cetak biru
Komunitas ASEAN, serta tindak lanjut instrument-instrumen hukum
dari Piagam ASEAN. Hubungan kerja sama ASEAN dengan mitra
wicara, seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, Rusia, Selandia Baru,
Dewan Kerja Sama Negara-Negara Teluk (Gulf Cooperation
Council/GGC), dan Southern Common Market, juga merupakan salah
satu topic penting yang dibahas dalam pertemuan AMM. Adapun isu
internasional yang dibahas antara lain, meliputi perkembangan isu di
Timur Tengah dan Semenanjung Korea, serta hal-hal lain yang
memerlukan tindka lanjut Konferensi ke-15 Para Pihak Konferensi
Kerangka Kerja PBB tentang perubahan iklim (COP-15 United
Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) di
Kopenhagen dan peran ASEAN di Forum G-20. Selain pertemuan
rutin yang dilaksanakan setiapsetahun sekali, Para Menteri Luar
Negeri ASEAN juga melakukan pertemuan dalam kerangka retreat

32
Universitas Sumatera Utara

(AMM retreat), informal dan khusus (IAMM dan special AMM).
AMM retreat umumnya dilaksanakan di awal tahun dan dipimpin
oleh Menteri Luar Negeri Negara anggota ASEAN yang sedang
menjabat sebagai ketua ASEAN. Pertemuan itu mengawali masa
keketuan Negara anggota ASEAN yang sedang menjabat sebagai
Ketua ASEAN untuk menindaklanjuti hasil dan kesepakatan KTT
serta untuk mengimplementasikan visi dan misi keketuaan sepanjang
masa keketuannya.
Adapun pertemuan informal para Menteri Luar Negeri ASEAN
(IAMM) umumnya dilaksanakan berdasarkan isu khusus yang perlu
mendapatkan perhatian bersama oleh Negara anggota ASEAN diluar
dari pertemuan regular yang dilakukan oleh para Menteri Luar Negeri
ASEAN seperti IAMM di Jakarta 22 Februari 2011, mengenai konflik
Kamboja-Thailand dan Special ASEAN_Japan Ministers Meeting, 9
April 2011 pada saat terjadinya gempa dan tsunami di Jepang.
2)

Komisi Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara
Komisi Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara atau Commision for
the Siutheast Asia Nuclear weapons free Zone (SEANFWZ
Commision) atau merupakan pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri
ASEAN yang bertujuan untuk mengawasi implementasi SEANWFZ
serta

kepatuhan

terhadap

pelaksanaan

Traktat

SEANWFZ.

SEANFWZ Commision bertemu setidaknya dua kali dlam setahun,
yaitu di sela-sela rangkaian pertemua ASEAN Ministerial Meeting
(AMM) dan di sela-sela rangkaian KTT ASEAN. SEANWFZ

33
Universitas Sumatera Utara

Commision bertemu pertama kali pada pertemuan AMM ke-32 bulan
Juli 1999 di Singapura. Dalam pelaksanan tugasnya, SEANWFZ
Commision dibantu oleh sebuah Komite EKsekutif yang terdiri dari
para Pejabat Senior yang bertugas untuk mengambil langkah-langkah
yang diperlukan untuk menjamin ketatan tehadap traktat, termasuk
konsultasi dengan IAEA dan badan-nadan lain terkait. SEANWFZ
merupakan sebuah traktat yang bertujuan untuk meningkatkan
perdamaian dan stabilitas kawasan dan untuk mendukung upaya
tercapainya suatu pelucutan dan pelarangan senjata nuklir secara
umum dan menyuluruh. Traktat SEANWFZ disertai dengan sebuah
Protokol yang merupakan sebuah instrumen legal mengenai komitmen
Negara ASEAN dalam upayanya untuk memperoleh jaminan dari
Negara pemilik senjata Nuklir (Nuclear Weapon States/ NWS) bahwa
mereka akan menghormati traktat SEANWFZ>
3)

Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN
Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defence
Ministers Meeting/ADMM) merupakan pertemuan tertinggi ASEAN
di bidang pertahanan. Pertemuan ADMM diselenggarakan setahun
sekali, pertemuan itu disertai dengan ADMM Retreat pada tahun yang
sama. ADMM itu bertujuan untuk mendorong perdamaian dan
stabilitas kawasan, mempromosikan kerja sama pertahanan dan
keamanan, memberikan arahan pada pertemuan pejabat senior
pertahanan, meningkatkan saling percaya dan transparansi dalam
kaitan isu pertahanan dan kemanan, serta memberikan sumbangan

34
Universitas Sumatera Utara

terhadap perwujudan Komunitas Politik Keamanan ASEAN. Ide
pembentukan mekanisme kerja sama antar Menteri-Pertahanan
ASEAN baru memperoleh dukungan seluruh Anggota Negara
ASEAN ketika Indoneia sebagai ketua ASEAN pada tahun 2003
menyampaikan pentingnya pembentukan ADMM sebagai salah satu
wadah bagi pertukaran pandangan dan penciptaan kerja sama yang
konkret di bidang pertahanan dan keamanan.
Penolakan ASEAN atas sebuah mekanisme kerja sama pertahanan
sebelumnya didasarkan pada kekhawatiran bahwa mekanisme tersebut
dapat membawa ASEAN menjadi suatu pakta pertahanan/militer.
Barulah pada pertemuan tingkat menteri Luar Negeri ke-38 di
Vientine, Laos, Juli 2005, ASEAN menyepakati pembentukan
ADMM menjadi bagian penting di dalam pembentukan KomunitasPolitik Keamanan ASEAN. Sebagai gambaran, beberapa area kerja
sama yang telah diimplementasikan di dalam kerangka ADMM,
antara lain, melipti hal-hal berikut.
1.

pembentukan Joint Coordinating Committee (JCC) untuk
mengoordinasikan penggunaan alat militer dalam misi bantuan
kemanusiaan dan penanggulangan bencana. JCC dibentuk pada
The 2nd Workshop on the Use of ASEAN Military ASSETS and
Capacities in Humanitarian Assistance and Disaster Relief yang
diselenggarakan pada tanggal 29 Maret 2011 di Jakarta,
Indonesia.

35
Universitas Sumatera Utara

2.

Penyelenggaraan Workshop on ASEAN Defence Establihsment
and CSOs Cooperation on Non-Traditional Security yang
menghasilkan rekomendasi untuk memperkuat jejaring kerja
sama dalam menanggulangi ancaman keamanan nontradisional.

3.

Penyelenggaraan ASEAN Defence Industry Collaboration
(ADIC) Working Group untuk menyiapkan pembentukan ADIC
Consultative Group yang kemudian akan melakukan pemetaan
industry pertahanan ASEAN.

4.

Pertemuan ASEAN Peacekeeping Centres Network untuk
meningkatkan jejaring antar-Pusat Pemeliharaan Perdamaian di
ASEAN.

Selain pertemuan ADMM, terdapat sebuah mekanisme ADMM-Plus
yang merupakan kerja sama antar-Menteri Pertahanan ASEAN
dengan delapan Negara mitra wicara ASEAN, yaitu Amerika Serikat,
Australia, Repuclik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, Korea, Selandia
Baru, India, dan Rusia. Pertemuan ADMM-Plus dialakukan setiap tiga
tahun sekali. Pertemuan pertama ADMM-Plus diselenggarakan pada
tanggal 20 Oktober 2010, di Hanoi, Vietnam. Mekanisme ADMMPlus itu merupakan tindak lanjut kesepakatan pertemuan kedua
ADMM di Singapura tahun 2007. Pertemuan kedua ADMM-Plus
direncanakan diselenggarakan di Brunei Darussalam pada tanggal 9
Oktober 2013.
Mengingat Para Menteri Pertahanan ADMM-Plus hanya bertemu
setiap tiga tahun sekali, pengaturan operasional kerja sama ADMM-

36
Universitas Sumatera Utara

Plus yang konkret diserahkan pada tingkat ASEAN Defence Senior
Officials Meeting Plus (ADSOM-Plus). ADSOM-Plus diberi otoritas
oleh ADMM-Plus untuk membentuk Experts Working Group (EWG).
Cakupan kerja sama dalam ADMM-Plus EWG adalah Maritime
Security, Peacekeeping operations, Humanitarian Assistance and
Disaster Relief, Military Medicine dan Counter Terrorism. Salah satu
tugas

utama

ADM-Plus

EWG

adalah

menyusun

dan

mengimplementsikan program kerja guna mendukung kerja sama
yang telah disepakati di dalam kerangka ADMM-Plus. Selama
pertemua ADSOM-Plus WG tanggal 12 Desember 2010 di Da Lat,
Vietnam, telah disepakati Co-Chair untuk masing-masing EWG;
Counter Terrorism (RI dan AS), Peacekeeping Operations (Filipina
dan Selandia Baru), Military Medicine (SIngapura dan Jepang),
Humanitarian Assistance and Disaster Relief (Vietnam dan RRT), dan
Maritime Security (Malaysia dan Autralia).

4)

Pertemuan Para Menteri bidang Hukum ASEAN
Pertemuan Para Menteri ASEAN Bidang Hukum (ASEAN Law
Minister Meeting/ALAWMM) merupakan pertemuan para Menteri
Hukum dan Jaksa Agung Negara-negara ASEAN yang diadakan 1
kali setiap 36 bulan. ALAWMM dibentuk pada tanggal 12 April 1986
di Bali, Indonesia melalui suatu ASEAN Ministreal Understanding on
the Organizational Arrangement for Cooperation in the Legal Field.
Pertemuan ALAWMM terakhir diadakan pada tanggal 4-5 November

37
Universitas Sumatera Utara

2011 di Phnom Penh, Kamboja. Pembentukan ALAWMM didasarkan
kepada adanya keragaman system hukum yang ada di kawasan Asia
Tenggara dan untuk itu harus dilakukan kerja sama di bidang hukum,
terutama menyangkut permasalahan yang menjadi keprihatinan
bersama. Kerja sama di bidang hukum ini meliputi tiga aspek sebagai
berikut;
a.

pertukaran bahan mengenai masalah hukum (exchange of legal
materials);

b.

kerja sama di bidang peradilan (judicial cooperation);

c.

pendidikan dan riset di bidang hukum (legal education and legal
research)

Adapun beberapa dokumen yang telah dihasilkan oleh ALWMM
adalah sebagi berkut:
a.

ASEAN Legal Information authority (ALIA) merupakan
institusi nasional yang menangani isu hukum dan dapat
dihubungi pada masing-masing Negara anggota ASEAN. ALIA
bertanggung jawab untuk memfasilitasi pertukaran informasi
hukum antarnegara anggota ASEAN.

b.

ASEAN

Legal

Information

Network

System

(LINKS)

merupakan jejaring yang berisi database dokumen-dokumen
hukum masing-masing Negara anggota ASEAN.
c.

ASEAN Government Law Directory merupakan dokumen yang
berisi struktur pemerintahan Negara-negara anggota ASEAN,
institusi-institusi yang menangani isu hukum di masing-masing

38
Universitas Sumatera Utara

Negara anggota ASEAN, dan paparan singkat mengenai perand
an tanggung jawab masing-masing institusi tersebut.
5)

Pertemuan Para Menteri mengenai Kejahatan Lintas-Negara
ASEAN
Pertemuan Para Menteri yang menagani Kejahatan LintasNegara ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational
Crime/AMMTC) merupakan mekanisme kerja sama ASEAN dalam
penanggulangan kejahatan lintas Negara. AMMTC pertama kali
diselenggarakan pada tahun 1997 dan selanjutnya diselenggarakan
setiap dua tahun sekali. Dalam mekanisme AMMTC, setiap Negara
anggota ASEAN diwakili oleh menteri atau pejabat yang bertanggung
jawab di bidang kejahatan lintas Negara. Pertemuan AMMTC yang
kedelapan dilaksanakan di Bali, 9-13 Oktober 2011, sedangkan
AMMTC kesembilan akan dilaksanakan di Laos tahun 2013. Untuk
mengimplementasikan keputusan-keputusan di tingkat AMMTC,
terdapat mekanisme Senior Officials Meeting on Transnational Crime
(SOMTC) yang diselenggarakan setiap tahun sekali.
Dalam AMMTC, Indonesia diwakili oleh Kepala Kepolisian RI
(Kapolri), sementara pada SOMTC, Indonesia diwakili oleh Kepala
Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim), Polri. Pertemuan
SOMTC kesebelas dilaksanakan di Singapura pada Bulan Juli 2011,
sedangkan SOMTC keduabelas diselenggarakan di Thailand pada
bulan 16-21 September 2012. Sebagai acuan bagi kerja sama
penanggulangan kejahatan lintas Negara, ASEAN telah memiliki Plan

39
Universitas Sumatera Utara

of Action to Combat Transnational Crime (1999) dan Work Program
to Implement the ASEAN Plan of Action to Combat Transnational
Crime (2010-2012). Program-Program dalam PoA tersebut antara lain
mencakup kerja sama dalam hal pertukaran informasi, penegakan
hukum, pelatihan, penguatan kapasitas kelembagaan, dan kerja sama
dengan Negara-negara di luar kawasan.

6)

Forum Regional ASEAN
Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF) merupakan
forum utama bagi dialog isu-isu politik dan keamanan di kawasan
Asia Pasifik. Pembentukan ARF disepakati pada 26th ASEAN
Minitreal Meeting and Post Ministreal Conference/AMM-PMC,
tanggal 23-25 Juli 1993 di Singapura. Pertemuan pertama ARF
diadakan dalam rangkaian 27th AMM/PMC/1st ARF di Bangkok,
Thailand pada tahun 1994 ARF diikuti oleh 26 negara dan 1 entitas
Uni Eropa terdiri atas sepuluh Negara anggota ASEAN, sepuluh mitra
wicara ASEAN (Australia, Kanada, RRT, India, Jepang, Selandia
Baru, Rusia, Republik Korea, Amerika Serikat, Uni Eropa), dan tujuh
Negara lain di kawasan (Bangladesh, Republik Rakyat Demokratik
Kkorea/Korea Utara, Mongolia, Pakistan, Papua Nugini, Sri Lanka,
Timur Leste). Penyebutan keanggotaan dalam pertemuan ARF bukan
Negara anggota (member state) meleainkan peserta.
Pembahasan isu-isu di ARF menggunakan tiga tahapan, yaitu
(1) Promotion of Confidence Building Measure (CBM), (2)

40
Universitas Sumatera Utara

Development of Preventive Diplomacy mechanisms (PD) dan (3)
Development of Conflict Resolution mechanisms. Tahapan-tahapan itu
memungkinkan para peserta ARF membahas berbagai isu politik dan
keamanan secara konstruktif, at peace comfortable to all. ARF
memiliki 4 prioritas cakupan kerja sama yaitu penanggulangan
bencana, kontra terorisme dan kejahatan lintas Negara, keamanan
maritim, serta nonproliferasi dan pelucutan senjata. ARF tidak hanya
melibatkan Track 1 (pemerintah) dalam setiap kegiatannya. Peran
Track 2 nonpemerintah dimanfaatkan ARF dalam menidentifikasi dan
mengkaji permasalahan politik dan keamanan di kawasan sangat
penting.
Pada 23 Juli 2009 dipertemuan keenam belas ARF, Phuket,
Thailand, para menlu ARF menyetujui ARF Vision Statement 2020
yang merupakan komitmen ARF untuk meningkatkan keamanan,
perdamaian dan harmoni di kawasan. Langkah-langkah implementasi
Vision Statement tersebut kemudian dijabarkan di dalam Hanoi Plan
of Action yang telah disahkan dalam pertemuan ketujuh belas ARF
pada tanggal 23 Juli 2010 di Hanoi, Vietnam. Masa keketuaan
Indonesia untuk ASEAN tahun 2011 menandai perkembangan ARF
dari tahapan Confidence Building Measure (CBM) ke Preventive
Diplomacy (PD). ARF Work Plan on Preventive Diplomacy menjadi
pedoman bagi ARF dalam tahapan baru ini. Saat ini ARF telah
menuntaskan seluruh work plan dalam empat cakupan kerja sama.

41
Universitas Sumatera Utara

Berbagai kegiatan ARF dalam empat cakupan kerja sama
tersenut telah memberikan dampak nyata bagi pengembangan rasa
saling percaya di antara Negara-negara di kawasan. Salah satu
kegiatan besar ARF yang menunjukkan keberhasilan itu adalah
penyelenggaraan ARF Disaster Relief Exercise (ARF Direx) di
Manado, 14-19 Maret 2011. Kegiatan itu melibatkan 4.334 orang dari
25 negara dan 6 International Non-Governmental Organizatition
(NGO). Latihsn tersebut menguji prosedur penanggulangan bencana
yang melibatkan bantuan asing, termasuk pengerahan personel dan
asset militer. Signifikasi isu-isu non-tradisional sebagai area kerja
sama yang potensial di kawasan, seperti penanggulangan bencana,
kejahatan lintas Negara, misi pemiliharaan perdamaian amkin
mendapatkan perhatian dalam pembahasan di ARF. Keunikan yang
dimiliki ARF dengan 27 peserta yang berpengaruh di dunia
internasional saat ini diarahkan untuk memberikan kontribusi bagi
penyelesaian berbagai isu-isu seperti tersebut diatas.

2.3.2 Perkembangan isu-isu dalam Pilar Komunitas Politik Keamanan
Komunitas Politik-Keamanan ASEAN mengacu pada berbagai instrumen
politik ASEAN yang telah ada seperti Piagam ASEAN, Zona Bebas Senjata
Nuklir Asia Tenggara (Zone of Peace, Freedom and Neutrality/ZOPFAN),
Traktat Persahabatan dan Kerja sama Negara-negara ASEAN (Treaty of Amity
and Cooperation in Southeast Asia/TAC), dan Zona Bebas Senjata Nuklir Asia
Tenggara (Treaty on Southest Asia Nuclear Weapon-Free Zone/SEANWFZ)

42
Universitas Sumatera Utara

termasuk juga Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional yang terkait
lainnya.
1)

Zona Bebas Sejata Nuklir Asia Tengggara
Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ)
merupakan sebuah traktat yang bertujuan untuk mewujudkan kawasan
Asia Tenggara yang bebas dari nuklir. Traktat itu ditandatangani pada
KTT ASEAN di Bangkok, 15 Desember 1995. Penandatangan Traktat
tersebut juga merupakan kontribusi terhadap upaya menuju pelucutan
senjata nuklir secara menyeluruh dan mendorong perdamaian serta
keamanan internasional. Selain itu, Traktat itu juga bertujuan untuk
melindungi Kawasan Asia Tenggara dari pencemaran lingkungan dan
bahaya yang disebabkan oleh sampah radio aktif dan bahan-bahan
berbahaya lainnya.
Dakam rangka mendorong unversalisasi Comprehensive Nuclear
Test Ban Treaty (CTBT) di kawasan Asia Tenggara, Protokol
SEANWFZ merupakan starategi yang sistematis dan terarah untuk
mewujudkan Asia Tenggara sebagai kawasan Bebas Nuklir dan
terbebas dari segala senjata pemusnah massal lainnya. Traktat
SEANWFZ mulai berlaku sejak 27 Maret 1997, ASEAN berupaya
mendorong Negara-negara pemilik senjata nuklir, yaitu Amerika
Serikat, Inggris, RRT, Rusia, dan Prancis untuk menyelesaikan
aksesinya terhadap Protokol dari Traktat SEANWFZ. Diaksesinya
protocol SEANWFZ oleh Negara pemilik senjata nuklir akan

43
Universitas Sumatera Utara

menunjukkan komitmen ketertarikan secara hukum di dalam protocol
tersebut untuk mewujudkan dunia yang bebas dari senjata nuklir.
2)

Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral
Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace,
Freedom and Neutrality Declaration/ZOPFAN) merupakan kerangka
perdamaian dan kerja sama yang tidak hanya terbatas di kawasan Asia
Tenggara tetapi juga mencakup kawasan Asia Pasifik yang lebih luas,
termasuk dengan Negara-negara besar (major powers) dalam bentuk
serangkaian tindak pengekangan diri secara sukarela (voluntary selfrestraint). Dengan demikian, ZOPFAN tidak mengesampingkan
peranan Negara besar di kawasan, tetapi justru memungkinkan
keterlibatan

Negara-negara

tersebut

secara

konstruktif

dalam

penanganan masalah-masalah keamanan kawasan.

3)

Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia
Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) atau
Traktat Persahabatan dan Kerja sama merupakan sebuah Traktat yang
bertujuan untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan di
Kawasan Asia Tenggara. Traktat itu pada intinya mengatur
mekanisme

penyelesaian

konflik

di

antara

Negara-negara

penandatanganan TAC secara damai melalui prinsip-prinsip sebagai
berikut :
a. saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan,
integritas territorial, dan identitas nasional semua bangsa,

44
Universitas Sumatera Utara

b. hak setiap Negara untuk mempertahankan eksistensi
nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi,
atau paksaan,
c. bebas campur tangan dalam urusan internal Negara lain,
d. penyelesaian perbedaan atau sengketa dengan cara damai,
e. tidak menggunakan ancaman atau penggunaan kekuatan,
dan
f.

kerja sama yang efektif

TAC ditandatangani pada tahun 1979 oleh Para Kepala Negara
lima Negara pendiri ASEAN. Traktat ini diamandemen pada tahun
1987 untuk membuka aksesi Negara-negara di kawasan lain ke dalam
TAC. Sampai dengan saat ini, 28 negara, termasuk 10 negara ASEAN,
telah mengaksesi TAC. Negara/pihak terakhir yang mengaksesi TAC
adlah Inggris dan Uni Eropa yang mengaksesi TAC pada bulan Juli
2012.

4)

Perlindungan Hak Azasi Manusia
Dalam rangka pemajuan dan perlindungan Hak Azasi Manusia
(HAM) ASEAN telah membentuk Komisi Hak Azasi Manusia Antar
Pemerintah ASEAN (ASEAN Intergovernmental Commission on
Human Rights/AICHR) pada KTT ke-15 ASEAN, di Cha Am Hua
Hin, Thailand, 23 OKTOBER 2009. AICHR merupakan sebuah badan
konsultatif antar-Pemerintah ASEAN, dan menjadi bagian internal
dalam struktur Organisasi ASEAN. AICHR merupakan lembaga

45
Universitas Sumatera Utara

HAM di ASEAN yang bersifat menyeluruh dan bertanggung jawab
untuk pemajuan serta perlindungan HAM di ASEAN. AICHR
memiliki kewajiban untuk bekerja sama dengan badan ASEAN
lainnya yang terkait dengan HAM dalam rangka melakukan
koordinasi dan sinergi di bidang HAM.
Untuk memnuhi fungsinya dalam rangka memajukan dan
melindungi HAM, AICHR memiliki mandate untuk (1) membentuk
ASEAN Human Rights Declaration dan instrumen hukum mengenai
HAM, (2) meningkatkan kesadaran masyarakat akan HAM, (3)
mendorong peningkatan kapasitas Negara anggota ASEAN untuk
mengimplementasikan

kewajiban

HAM

secara

efektif,

(4)

memperkuat norma-norma HAM di ASEAN, (5) mendorong
keikutsertaan Negara anggota ASEAN pada berbagai instrumen HAM
internasional, (6) mendorong dialog dan konsultasi serta kerja sama di
antara Negara anggota ASEAN yang melibatkan institusi nasional,
internasional, dan pemangku kepentingan lainnya, (7) memberikan
masukan dan bantuan teknis untuk Badan Sektoral ASEAN, dan (8)
melaporkan semua kegiatan kepada ASEAN Foreign Ministers
Meeting.
Tiap-tiap

Negara

anggota

ASEAN

menunjuk

seorang

perwakilan yang dianggap cakap di bidang HAM, dan bertugas untuk
masa waktu tiga tahun, dapat ditunjuk kembali dalam satu kali periode
masa tugas. Dalam melaksanakan tugasnya, AICHR sebagai institusi
yang dibentuk oleh Piagam ASEAN memiliki ikatan dengan badan

46
Universitas Sumatera Utara

ASEAN terkait. Secara kelembagaan, AICHR merupakan subordinat
dari ASEAN Foreign Ministers Meeting. Sebagaimana diatur di dalam
Terms of Refrence of AICHR, ASEAN Foreign Ministers Meeting
berwenang menugasi AICHR untuk melakukan kegiatan khusus dan
berwenang memrintah AICHR untuk mengadakan pertemuan
tambahan, apabila diperlukan. Selain itu, AICHR diwajibkan untuk
menyampaikan laporan tahunan dan laporan aktivitas AICHR lainnya
kepada ASEAN Foreign Ministers Meeting.
Salah satu capaian penting di tahun 2012 dalam bidang
perlindungan HAM adalah diadopsinya ASEAN Human Rights
Declaration (AHRD) pada KTT ASEAN ke-21 melalui Phnom Penh
Statement on the Adoption of the ASEAN Human Rights Declaration.
Pengesahan AHRD merupakan tonggak bersejarah dalam upaya
pemajuan dan perlindungan HAM di kawasan. Di dalam Phnom Penh
Statement on the Adoption of the ASEAN Human Rights Declaration
ditegaskan bahwa implementasi dari AHRD akan dilaksanakan sesuai
dengan prinsip-prinsip HAM universal. Sebagai suatu dokumen
politis, AHRD akan dijadikan sebagai dasar atau sumber inspirasi bagi
berbagai dokumen/perjanjian HAM ASEAN yang akan disiapkan di
masa yang akan dating.

5)

Laut China Selatan
Laut China Selatan merupakan wilayah strategis yang
berbatasan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia,

47
Universitas Sumatera Utara

Singapura, Vietnam, dan RRT. Di beberapa bagian terjadi tumpang
tindih yuridiksi antara claimant states (Brunei Darussalam, Filipina,
Malaysia, Singapura, Vietnam, dan RRT) yang menjadikan potensi
konflik di wilayah ini cukup tinggi. Dalam upaya menjaga perdamaian
dan stabilitas di Laut China Selatan, para Menteri Luar Negeri Negara
anggota ASEAN mengeluarkan ASEAN Declaration on the South
China Sea yang ditandatangani di Manila tanggal 22 Juli 1992.
Adapun prinsip-prinsip yang dimuat dalam deklarasi ini, antara lain,
menekankan perlunya penyelesaian sengketa secara damai, dan
mendorong dilakukannya eksplorasi kerja sama terkait dengan safety
of maritime navigation and communication; perlindungan atas
lingkungan laut; koordinasi search and rescue; upaya memerangi
pembajakan di laut dan perampokan bersenjata serta perdagangan
obat-obatan.
Sepuluh tahun kemudian, bersama RRT, ASEAN mengeluarkan
Declaration on Conduct of the Parties in the South China Sea (DOC)
yang ditandatangani di Phnom Penh, Kamboja, pada 4 November
2002. Deklarasi ini berisikan komitmen dari Negara anggota ASEAN
dan Tiongkok pada tahun 2011 RRT dan ASEAN berhasil
menyepakati Guidelines for the implementation of the DOC
(Declaration on Conduct of the parties in the South China Sea).
Kesepakatan itu membuka kesempatan bagi upaya implementasi DOC
melalui pelaksanaan kegiatan atau proyek kerja sama antara ASEAN
dan RRT di kawasan Laut China Selatan dan bagi dimulainya

48
Universitas Sumatera Utara

pembahasan awal mengenai pembentukan suatu regional Code of
Conduct in the South China Sea (CoC) yang akan berfungsi sebagai
sebuah mekanisme operasional pencegahan konflik dan bertujuan
untuk mengatur tata prilaku Negara secara efektif (effectively regulate
the behavior).

2.4 Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme
Negara-negara anggota ASEAN yakni Brunei Darussalam, Kerajaan
Kamboja, Republik Indonesia, Republik Rakyat Laos, Malaysia, Myanmar,
Republik Filipina, Repunblik Singapura, Kerajaan Thailand, dan Viet Nam adalah
pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan konvensi ASEAN Convention on
counter terorrism dalam konvensi pemberantasan terorisme oleh Negara-negara di
ASEAN ini telah disepakati 23 (dua puluh tiga) pasal yakni pasal pertama yaitu
berisikan tujuan dari konvensi ini dimana konvensi ini akan memberikan kerangka
kerja sama kawasan untuk memberantas, mencegah, dan menghentikan terorisme
dalam segala bentuk dan manifestasinya, serta untuk mempererat kerja sama antar
lembaga penegak hukum dan otoritas yang relevan dari para pihak dalam
memberantas terorisme.
Pasal kedua berisi tentang tindak pidana terorisme dimana ada empat belas
perjanjian tentang kejahatam, dimana seluruh perjanjian itu telah disepakati di
berbagai belahan dunia, kemudian pasal ketiga berisi tentang kesetaraan
berdaulat, integritas wilayah dan non-interferensi, dalam pasal ini para pihak
(Negara anggota) wajib melaksanakan kewajibannya dalam konvensi ini dengan
cara konsisten sesuai dengan prinsip-prinsip kesetaraan berdaulat dan integritas

49
Universitas Sumatera Utara

wilayah negara-negara serta non-interferensi dalam urusan internal pihak-pihak
lain. Pasal keempat tentang penghormatan Kedaulatan, dalam pasal ini tidak
satupun dalm konvensi ini memberikan hak kepada suatu pihak untuk melakukan,
di dalam wilayah pihak lain, penerapan yuridiksi atau pelaksanaan fungsi-fungsi
yang secara ekslusif diperuntukkan bagi otoritas-otoritas dari pihak lain yang
dimaksud oleh hukum-hukum domestiknya. Pasal kelima berisi tentang NonAplikasi dimana konvensi ini tidak akan berlaku apabila kejahatan dilakukan di
dalam wilayah satu pihak, tersangka pelaku kejahatan dan korban-korbannya
adalah warga Negara dari pihak dimaksud, tersangka pelaku kejahatan ditemukan
di dalam wilayah pihak dimaksud dan tidak ada pihak lain yang memiliki
landasan dalam konvensi ini untuk menerapkan yuridiksi.
Pasal keenam tentang bidang kerja sama, bidang-bidang kerja sama
dalam konvensi ini dapat selaras dengan hukum nasional dari pihak masingmasing mencakupi upaya-upaya tepat yakni:
a. mengambil langkah-langkang yang diperlukan termasuk pemberian
peringatan dini kepada pihak-pihak lain melalui pertukaran informasi
b. mencegah dan menindak pendanaan tindakan teroris
c. pengawasan perbatasan yang efektif, dan pengawasan penertiban suratsurat identitas dan dokumen-dokumen perjalanan unuk mencegah
pemalsuan dan penyalahgunaan
d. memajukan pengembangan kapasitas termasuk pelatihan dan kerja sam
teknis dan penyelenggaraan pertemuan-pertemuan regional
e. meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat
f. meningkatkan kerjas sama lintas batas

50
Universitas Sumatera Utara

g. pertukaran data intelijen dan tukar menukar informasi
h. meningketkan kerja sama yang telah ada untuk pengembangan bank data
kawasan
i. meningkatkan kapabilitas dan kesiapsiagaan untuk menangani terorisme
dengan bahan kimia, biologi, nuklir, teorirsme dunia maya, dan setiap
bentuk terorisme baru
j. melakukan

penelitian’mendorong

menggunakan

fasilitas

video-

konferensi atau telekonferensi
k. memastikan siapa pun yang terlibat dalam pendanaaan tindakan
terorisme akan diajukan ke persidangan
Pasal ketujuh menjelaskan empat poin, yang pertama suatu pihak wajib
mengambil langkah yang diperlukan untuk menetapkan yuridiksinya terhadap
kejahatan-kejahatan yang tercakupi dalam pasal kedua konvensi ini apabila
kejahatan dilakukan di wilayah pihak dimaksud atau kejahatan dilakukan di atas
kapal berbendara pihak dikasud atau pesawat terdaftar menurut peraturan
perundang-undangan pihak dimaksud pada jahata kejahatan dilakukan atau
kejahatan dilakukan oleh warga Negara pihak dimaksud. Poin kedua, suatu pihak
dapat juga menetapkan yuridiksinya atas setiap kejahatan apabila kejahatan
dilakukan terhadap warga Negara pihak dimaksud atau kejahatan dilakukan
terhadap fasilitas Negara dari pihak dimaksud di luar negeri, termasuk Kedutaan
Besar atau wilayah diplomatik dan konsuler lainnya, kejahatan dilakukan sebagai
upaya memaksa pihak dimaksud agar melakukan atau tidak melakukan tindakan
apa pun atau kejahatan dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki
kewarganegaraan yang berdomisili tetap di wilayah pihak dimaksud.

51
Universitas Sumatera Utara

Pasal kedelapan tentang perlakuan adil, siapapun yang ditahan atau yang
dikenai tindakan-tindakan atau proses sesuai dengan konvensi ini wajib diberikan
jaminan perlakuan adil, termasuk pemenuhan hak. Pada saat menerima informasi
bahwa seseorang yang telah melakukan atau disangka telah melakukan suatu
kejahatan yang tercakupi dalam pasal kedua konvensi ini berada di wilayahnya,
pihak yang berkepentingan wajib mengambil langkah yang diperlukan. Kemudian
pada saat keadaan memang menghendaki demikian, pihak yang di wilayahnya
pelaku atau tersangka dimaksud berada wajib mengambil langkah-langkah yang
tepat

berdasarkan

perundang-undangan

domestic.

Apabila

suatu

pihak,

bersadarkan pasal ini, telah menahan seseorang, pihak tersebut wajib segera
memberitahukan, secara langsung atau melalui Sekjen ASEAN.
Pasal kesembilan tentang ketentuan umum, bahwa para pihak wajib
menerapkan langkah-langkah yang dianggap perlu berdasarkan pasal enam
konvensi ini, para pihak wajib jika memungkinkan membentuk saluran-saluran
komunikasi antar instansi yang berwenang untuk memfasilitasinpertukaran
informasi guna mencehagah terjadinya kejahatan yang tercakupi pada pasal kedua
dalam konvensi ini. Pasal kesepuluh tentang status pengungsi, bahwa para pihak
wajib mengambil langkah-langkah yang tepat, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang relevan dari peraturan perundang-undangan domestic masing-masing dan
hukum internasional yang sesuai, termasuk standar-standar internasional
mengenai HAM sebelum memberikan status pengungsi.
Pasal kesebelas tentang program rehabilitasi Para Pihak wajib brupaya
untuk memajukan tukar-menukar pengalaman-pengalaman terbaik mengenai
program-program rebilitasi termasuk, apabila tepat, reintegrasi sosial orang orang

52
Universitas Sumatera Utara

yang terlibat dalam melakukan setiap tindak kejahatan yang tercakupi dalam Pasal
II Konvensi ini dengan tujuan mencegah terjadinya tindak kejahatan teroris. Pasal
keduabelas tentang bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana yakni Para
Pihak wajib, selaras dengan peraturan perundang-undangan domestic masingmasing, memberikan bantuan seluas-luasnya sehubungan dengan penyelidik