Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi dan Baduta (6– 24 Bulan) di Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masa bayi antara usia 6 – 24 bulan merupakan masa emas untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak. Karena itu, masa ini merupakan
kesempatan yang baik bagi orang tua untuk mengupayakan tumbuh kembang anak
secara optimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan orang tua untuk mencapai
hal tersebut adalah melalui pola asuh makan yang baik dan benar yang diberikan
kepada anak (Mutiara dan Ruslianti, 2013). Usia 6 sampai 24 bulan merupakan
periode kritis pertumbuhan balita, karena pada umur tersebut anak sudah
memerlukan MP-ASI yang memadai baik dari segi jumlah maupun kualitasnya.
Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MPASI yang dibuat di rumah dapat memenuhi lebih dari 50% kebutuhan energi,
cukup protein, rendah zat gizi mikro dan vitamin 30% Zn dan Fe, 50% Vitamin A
(Kemenkes RI, 2012).
Dalam upaya untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global
Strategy for Infant and Young Child Feeding , WHO bersama UNICEF
merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk optimalisasi
derajat kesehatan bayi, yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi
segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu
ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan,
ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi
berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai
anak
berusia
24
bulan
atau
Universitas Sumatera Utara
lebih. Disamping itu juga MP ASI disediakan berdasarkan bahan lokal bila
memungkinkan, MP ASI harus mudah dicerna, harus disesuaikan dengan umur
dan kebutuhan bayi dan harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup
(Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012,
terdapat banyak ibu yang memberikan makanan terlalu dini kepada bayinya,
kemudian sebanyak 32% Ibu memberikan makanan tambahan kepada bayi
berumur 2 – 3 bulan, dan 69% kepada bayi berumur 4 – 5 bulan. Sedangkan
pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2011-2012 hanya mencakup
67% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan
bertambahnya usia bayi, yakni, 54% pada bayi usia 2-3 bulan dan 19% pada bayi
usia 7-9 bulan, sekitar 40% bayi usia kurang dari dua bulan sudah diberi makanan
pendamping ASI. Disebutkan juga bahwa bayi usia nol sampai dua bulan diberi
makanan pendamping cair (21-25%), makanan lunak/lembek (20,1%), dan
makanan padat (13,7%). Pada bayi usia tiga sampai lima bulan yang mulai
diberikan makanan pendamping cair (60,2%), lumat/lembek (66,25%) dan padat
(45,5%). Yang lebih memprihatinkan, 13% bayi di bawah dua bulan telah diberi
susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan
(Sentra Laktasi Indonesia, 2013).
Tubuh anak membutuhkan zat gizi yang sesuai untuk tumbuh dan
berkembang dengan baik. Asupan zat gizi yang baik dapat diupayakan dengan
memberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan (Mutiara & Ruslianti, 2013).
Setelah itu, periode pemberian makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).
Universitas Sumatera Utara
MP-ASI adalah makanan tambahan selain ASI yang diberikan pada bayi sampai
usia 24 bulan, sehingga MP-ASI diberikan tepat waktu pada usia 6-12 bulan,
karena pada usia tersebut merupakan waktu yang sangat rawan terjadi malnutrisi
(Suhardjo, 2013). Namun, di Indonesia masih banyak kebiasaan pemberian makan
bayi yang belum sesuai dengan umurnya. Hasil penelitian yang dilakukan di
Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa 56,8% ibu memberikan makanan
pendamping ASI terlalu dini pada bayi 0-6 bulan dan hanya sebesar 43,2% ibu
tidak memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini (Dinkes Provsu, 2013).
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang
mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
MP-ASI diberikan mulai umur 6 bulan sampai 24 bulan. Semakin meningkat
umur bayi dan anak, kebutuhan akan zat gizi semakin bertambah karena untuk
tumbuh kembang, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan
gizi. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga.
Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk
maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak. Pemberian
MP-ASI yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan
fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini
(Kemenkes RI, 2012).
Setelah bayi berumur 6 bulan, makanan pendamping ASI (MP-ASI) mulai
diperkenalkan kepada bayi, namun pemberian ASI harus tetap dilanjutkan
setidaknya sampai bayi berumur 2 tahun. Pada usia 6 bulan, bayi perlu
diperkenalkan dengan makanan pendamping, yaitu makanan tambahan selain ASI
untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang meningkat.. Energi yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
dari bubur, sop, kaldu, dan makanan cair lain yang diberikan kepada bayi
umumnya di bawah batas yang dianjurkan untuk makanan pendamping (0,6
kkal/g) (Yuliarti, 2013).
Semakin meningkatnya umur bayi, kebutuhan akan zat gizi semakin
bertambah karena tumbuh kembang, sedangkan Air Susu Ibu (ASI) yang
dihasilkan ibunya kurang memenuhi kebutuhan gizi. Oleh sebab itu mulai usia 6
bulan selain ASI, bayi mulai diberikan makanan pendamping air susu ibu (MPASI) agar kebutuhan gizinya terpenuhi (Kemenkes RI, 2012). Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan lain yang selain ASI. Makanan
ini dapat berupa makanan yang disiapkan secara khusus atau makanan keluarga
yang dimodifikasi (Lilian Juwono, 2012).
Secara teoritis diketahui bahwa pemberian MP ASI terlalu dini pada anak
dapat menyebabkan gangguan pencernaan pada bayi seperti diare, konstipasi,
muntah, dan alergi. Disamping itu akan memicu terjadinya obesitas, hipertensi,
dan penyakit jantung koroner (Nadesul, 2011). Penelitian yang dilakukan Anies
Irawati dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Kementerian
Kesehatan, diperoleh data bahwa 50% bayi di Indonesia sudah mendapatkan MPASI pada umur kurang dari satu bulan. Bahkan, pada umur 2 – 3 bulan bayi sudah
mendapatkan makanan padat. Dan bayi yang mendapatkan MP ASI dini lebih
banyak terserang diare, batuk- pilek, alergi, dan berbagai penyakit infeksi yang
menyebabkan mereka menderita kurang gizi/malnutrisi (Irawati, 2013).
Anak– anak yang diberikan makanan pendamping ASI setelah berumur 6
bulan umumnya lebih cerdas dan memiliki daya tahan tubuh lebih kuat,
mengurangi risiko terkena alergi akibat makanan. Sedangkan jika makanan
Universitas Sumatera Utara
pendamping ASI diberikan terlalu dini justru dapat meningkatkan angka kematian
bayi, menggangu sistem pencernaan pada bayi, dan apabila terlambat memberikan
juga akan membuat bayi kekurangan gizi (Kodrat, 2010). Dalam menanggulangi
dan mencegah kurang gizi pada balita, maka ibu harus mengetahui dengan benar
tentang MP-ASI dan bagaimana cara pemberian yang tepat pada anak. Menteri
pemberdayaan perempuan mengatakan sekitar 6,7 juta balita atau 27,3% dari
seluruh balita di Indonesia menderita kurang gizi. Salah satu penyebab terjadinya
gangguan tumbuh kembang bayi dan anak usia 0-24 bulan di Indonesia adalah
rendahnya mutu MP-ASI dan tidak sesuainya pola asuh makan yang diberikan
(Kemenkes RI, 2012).
Mengenai pemberian MP-ASI pada bayi, hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pemberian MP ASI meliputi kapan MP-ASI harus diberikan, jenis bentuk
dan jumlahnya. Pada saat bayi tumbuh dan menjadi lebih aktif, akan mencapai
usia tertentu ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.
Seorang ibu memiliki peran vital yang sangat penting terhadap pemberian MP
ASI pada anak, sehingga seorang ibu dituntut untuk memiliki pengetahuan dan
sikap yang baik mengenai pemberian MP ASI pada anak (Sentra Laktasi
Indonesia, 2013).
Berdasarka profil kesehatan provinsi Sumatera Utara (2015) diketahui
bahwa cakupan ASI eksklusif pada tahun 2015 di Sumut sebesar 56,6% masih
belum mencapai target nasional yang ditetapkan yakni sebesar 80%. Menurut
data profil Kesehatan Kabupaten Karo tahun 2015 dari total jumlah bayi
sebanyak 6029, yang mendapat ASI eksklusif hanya 2167 bayi (36%), sangat jauh
dari target cakupan pemberian ASI Ekslusif secara nasional yakni sebesar 80%.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hal tersebut juga diketahui bahwa 3.862 bayi (64%) sudah diberikan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada usia kurang dari 6 bulan. Harusnya
penurunan ini tidak terjadi mengingat pentingnya ASI bagi bayi dan sangat
bermanfaat untuk proses pertumbuhan dan perkembangan bayi serta program
pemerintah yang ingin menggalakkan pemberian ASI kepada bayi dan
pemberian MP ASI dalam jangka waktu yang tepat kepada bayi.
Dengan
demikian, dari data diatas pencapaian pemberian ASI Eksklusif masih jauh
dari target pemerintah Indonesia yang menetapkan sekurangnya 80%.
Hasil penelitian Damayani (2015) yang menganalisis faktor pengetahuan
dan sikap ibu terhadap ketepatan pemberian MP-ASI di Kelurahan Tiga Balata
Kabupten Simalungun menunjukkan bahwa dari 38 orang responden yang diteliti
hanya 7 orang responden (12,3%) yang memiliki pengetahuan yang baik dan
memberikan MP-ASI dengan tepat setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan,
sedangkan sebagian besar responden yakni sebanyak 38 orang (66,7%) yang
memiliki kategori pengetahuan yang kurang baik sudah memberikan MP-ASI
secara tidak tepat yakni sudah diberikan MP-ASI sebelum bayi berusia 6 bulan.
Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p value = 0,002 (p
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masa bayi antara usia 6 – 24 bulan merupakan masa emas untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak. Karena itu, masa ini merupakan
kesempatan yang baik bagi orang tua untuk mengupayakan tumbuh kembang anak
secara optimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan orang tua untuk mencapai
hal tersebut adalah melalui pola asuh makan yang baik dan benar yang diberikan
kepada anak (Mutiara dan Ruslianti, 2013). Usia 6 sampai 24 bulan merupakan
periode kritis pertumbuhan balita, karena pada umur tersebut anak sudah
memerlukan MP-ASI yang memadai baik dari segi jumlah maupun kualitasnya.
Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MPASI yang dibuat di rumah dapat memenuhi lebih dari 50% kebutuhan energi,
cukup protein, rendah zat gizi mikro dan vitamin 30% Zn dan Fe, 50% Vitamin A
(Kemenkes RI, 2012).
Dalam upaya untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global
Strategy for Infant and Young Child Feeding , WHO bersama UNICEF
merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk optimalisasi
derajat kesehatan bayi, yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi
segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu
ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan,
ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi
berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai
anak
berusia
24
bulan
atau
Universitas Sumatera Utara
lebih. Disamping itu juga MP ASI disediakan berdasarkan bahan lokal bila
memungkinkan, MP ASI harus mudah dicerna, harus disesuaikan dengan umur
dan kebutuhan bayi dan harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup
(Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012,
terdapat banyak ibu yang memberikan makanan terlalu dini kepada bayinya,
kemudian sebanyak 32% Ibu memberikan makanan tambahan kepada bayi
berumur 2 – 3 bulan, dan 69% kepada bayi berumur 4 – 5 bulan. Sedangkan
pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2011-2012 hanya mencakup
67% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan
bertambahnya usia bayi, yakni, 54% pada bayi usia 2-3 bulan dan 19% pada bayi
usia 7-9 bulan, sekitar 40% bayi usia kurang dari dua bulan sudah diberi makanan
pendamping ASI. Disebutkan juga bahwa bayi usia nol sampai dua bulan diberi
makanan pendamping cair (21-25%), makanan lunak/lembek (20,1%), dan
makanan padat (13,7%). Pada bayi usia tiga sampai lima bulan yang mulai
diberikan makanan pendamping cair (60,2%), lumat/lembek (66,25%) dan padat
(45,5%). Yang lebih memprihatinkan, 13% bayi di bawah dua bulan telah diberi
susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan
(Sentra Laktasi Indonesia, 2013).
Tubuh anak membutuhkan zat gizi yang sesuai untuk tumbuh dan
berkembang dengan baik. Asupan zat gizi yang baik dapat diupayakan dengan
memberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan (Mutiara & Ruslianti, 2013).
Setelah itu, periode pemberian makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).
Universitas Sumatera Utara
MP-ASI adalah makanan tambahan selain ASI yang diberikan pada bayi sampai
usia 24 bulan, sehingga MP-ASI diberikan tepat waktu pada usia 6-12 bulan,
karena pada usia tersebut merupakan waktu yang sangat rawan terjadi malnutrisi
(Suhardjo, 2013). Namun, di Indonesia masih banyak kebiasaan pemberian makan
bayi yang belum sesuai dengan umurnya. Hasil penelitian yang dilakukan di
Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa 56,8% ibu memberikan makanan
pendamping ASI terlalu dini pada bayi 0-6 bulan dan hanya sebesar 43,2% ibu
tidak memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini (Dinkes Provsu, 2013).
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang
mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
MP-ASI diberikan mulai umur 6 bulan sampai 24 bulan. Semakin meningkat
umur bayi dan anak, kebutuhan akan zat gizi semakin bertambah karena untuk
tumbuh kembang, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan
gizi. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga.
Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk
maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak. Pemberian
MP-ASI yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan
fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini
(Kemenkes RI, 2012).
Setelah bayi berumur 6 bulan, makanan pendamping ASI (MP-ASI) mulai
diperkenalkan kepada bayi, namun pemberian ASI harus tetap dilanjutkan
setidaknya sampai bayi berumur 2 tahun. Pada usia 6 bulan, bayi perlu
diperkenalkan dengan makanan pendamping, yaitu makanan tambahan selain ASI
untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang meningkat.. Energi yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
dari bubur, sop, kaldu, dan makanan cair lain yang diberikan kepada bayi
umumnya di bawah batas yang dianjurkan untuk makanan pendamping (0,6
kkal/g) (Yuliarti, 2013).
Semakin meningkatnya umur bayi, kebutuhan akan zat gizi semakin
bertambah karena tumbuh kembang, sedangkan Air Susu Ibu (ASI) yang
dihasilkan ibunya kurang memenuhi kebutuhan gizi. Oleh sebab itu mulai usia 6
bulan selain ASI, bayi mulai diberikan makanan pendamping air susu ibu (MPASI) agar kebutuhan gizinya terpenuhi (Kemenkes RI, 2012). Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan lain yang selain ASI. Makanan
ini dapat berupa makanan yang disiapkan secara khusus atau makanan keluarga
yang dimodifikasi (Lilian Juwono, 2012).
Secara teoritis diketahui bahwa pemberian MP ASI terlalu dini pada anak
dapat menyebabkan gangguan pencernaan pada bayi seperti diare, konstipasi,
muntah, dan alergi. Disamping itu akan memicu terjadinya obesitas, hipertensi,
dan penyakit jantung koroner (Nadesul, 2011). Penelitian yang dilakukan Anies
Irawati dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Kementerian
Kesehatan, diperoleh data bahwa 50% bayi di Indonesia sudah mendapatkan MPASI pada umur kurang dari satu bulan. Bahkan, pada umur 2 – 3 bulan bayi sudah
mendapatkan makanan padat. Dan bayi yang mendapatkan MP ASI dini lebih
banyak terserang diare, batuk- pilek, alergi, dan berbagai penyakit infeksi yang
menyebabkan mereka menderita kurang gizi/malnutrisi (Irawati, 2013).
Anak– anak yang diberikan makanan pendamping ASI setelah berumur 6
bulan umumnya lebih cerdas dan memiliki daya tahan tubuh lebih kuat,
mengurangi risiko terkena alergi akibat makanan. Sedangkan jika makanan
Universitas Sumatera Utara
pendamping ASI diberikan terlalu dini justru dapat meningkatkan angka kematian
bayi, menggangu sistem pencernaan pada bayi, dan apabila terlambat memberikan
juga akan membuat bayi kekurangan gizi (Kodrat, 2010). Dalam menanggulangi
dan mencegah kurang gizi pada balita, maka ibu harus mengetahui dengan benar
tentang MP-ASI dan bagaimana cara pemberian yang tepat pada anak. Menteri
pemberdayaan perempuan mengatakan sekitar 6,7 juta balita atau 27,3% dari
seluruh balita di Indonesia menderita kurang gizi. Salah satu penyebab terjadinya
gangguan tumbuh kembang bayi dan anak usia 0-24 bulan di Indonesia adalah
rendahnya mutu MP-ASI dan tidak sesuainya pola asuh makan yang diberikan
(Kemenkes RI, 2012).
Mengenai pemberian MP-ASI pada bayi, hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pemberian MP ASI meliputi kapan MP-ASI harus diberikan, jenis bentuk
dan jumlahnya. Pada saat bayi tumbuh dan menjadi lebih aktif, akan mencapai
usia tertentu ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.
Seorang ibu memiliki peran vital yang sangat penting terhadap pemberian MP
ASI pada anak, sehingga seorang ibu dituntut untuk memiliki pengetahuan dan
sikap yang baik mengenai pemberian MP ASI pada anak (Sentra Laktasi
Indonesia, 2013).
Berdasarka profil kesehatan provinsi Sumatera Utara (2015) diketahui
bahwa cakupan ASI eksklusif pada tahun 2015 di Sumut sebesar 56,6% masih
belum mencapai target nasional yang ditetapkan yakni sebesar 80%. Menurut
data profil Kesehatan Kabupaten Karo tahun 2015 dari total jumlah bayi
sebanyak 6029, yang mendapat ASI eksklusif hanya 2167 bayi (36%), sangat jauh
dari target cakupan pemberian ASI Ekslusif secara nasional yakni sebesar 80%.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hal tersebut juga diketahui bahwa 3.862 bayi (64%) sudah diberikan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada usia kurang dari 6 bulan. Harusnya
penurunan ini tidak terjadi mengingat pentingnya ASI bagi bayi dan sangat
bermanfaat untuk proses pertumbuhan dan perkembangan bayi serta program
pemerintah yang ingin menggalakkan pemberian ASI kepada bayi dan
pemberian MP ASI dalam jangka waktu yang tepat kepada bayi.
Dengan
demikian, dari data diatas pencapaian pemberian ASI Eksklusif masih jauh
dari target pemerintah Indonesia yang menetapkan sekurangnya 80%.
Hasil penelitian Damayani (2015) yang menganalisis faktor pengetahuan
dan sikap ibu terhadap ketepatan pemberian MP-ASI di Kelurahan Tiga Balata
Kabupten Simalungun menunjukkan bahwa dari 38 orang responden yang diteliti
hanya 7 orang responden (12,3%) yang memiliki pengetahuan yang baik dan
memberikan MP-ASI dengan tepat setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan,
sedangkan sebagian besar responden yakni sebanyak 38 orang (66,7%) yang
memiliki kategori pengetahuan yang kurang baik sudah memberikan MP-ASI
secara tidak tepat yakni sudah diberikan MP-ASI sebelum bayi berusia 6 bulan.
Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p value = 0,002 (p