Perilaku Seks Pranikah di Kalangan Pelajar SMA di Kota Medan (Studi Kasus di SMA Raksana)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Fenomenologi
Fenomenologi merupakan suatu pemikiran yang tidak hanya memandang segala sesuatu dari
luarnya saja tetapi berusaha untuk menggali makna apa yang ada dibalik gejala itu (Campbell
dalam Wirawan, 2012 : 133). Teori fenomenologi berusaha mengkaji lebih dalam lagi akan fakta
yang selama ini muncul di permukaan, dimana biasanya makna tersebut tersembunyi. Serupa
dengan Campbell, Collins mengatakan bahwa fenomenologi sebagai proses penelitian yang
menekankan pada “meaningfulness”, bukan hanya hendak melihat apa yang tampak di
permukaan, namun lebih kepada pemahaman mengapa fakta sosial itu terjadi (Collins dalam
Wirawan, 2012 : 133)
Dalam proses pemahaman terhadap tindakan, Max Weber memperkenalkan konsep
pendekatan verstehen yang menganggap bahwa seseorang dalam bertindak tidak hanya sekedar
melaksanakan tetapi juga menempatkan diri dalam lingkungan berpikir dan perilaku orang lain.
Konsep pendekatan ini lebih mengarah pada suatu tindakan bermotif pada tujuan yang hendak
dicapai atau in order to motive (Waters dalam Wirawan, 2012 : 134)
Pemahaman makna tindakan dengan pendekatan verstehen mendapat koreksi dari Alfred
Schutz. Menurut Schutz, tindakan subjektif para aktor tidak muncul begitu saja, tetapi ia ada
melalui suatu proses panjang untuk di evaluasi dengan mempertimbangkan kondisi sosial,
ekonomi, budaya, dan norma etika agama, atas dasar tingkat kemampuan pemahaman sendiri
sebelum masuk pada tataran in order to motive. Menurut Schutz ada tahapan because motive

yang mendahuluinya (Waters dalam Wirawan, 2012 : 134). Seperti pada pelajar SMA, dimana
peilaku seksual pranikah yang mereka lakukan merupakan suatu proses pertimbangan yang
7

Universitas Sumatera Utara

panjang dengan tingkat kemampuan pemahaman sendiri. Sebagai contoh, biasanya pelajar SMA
mau melakukan hubungan seksual karena desakan dari pasangan mereka atau takut dikatakan
tidak mencintai pasangannya.
Lebih lanjut, Schutz beranggapan bahwa dunia sosial keseharian senantiasa merupakan suatu
yang intesubjektif dan pengalaman penuh dengan makna. Dengan demikian, fenomena yang
ditampakkan oleh individu merupakan refleksi dari pengalaman transdental dan pemahaman
tentang makna atau verstehen tersebut (Collins dalam Wirawan, 2012 : 134). Seperti pelajar
SMA yang pernah mencoba perilaku seks pranikah akan terkonsep di kepalanya bahwa seks itu
nikmat dan seks itu sudah menjadi kebutuhan. Maka olehnya ketika pelajar SMA tersebut
memiliki pasangan, dia akan menerapkan konsep tersebut pada pasangannya.
Menurut Orleans, fenomenologi adalah instrumen untuk memahami lebih jauh hubungan
antara kesadaran individu dan kehidupan sosialnya. Fenomenologi berupaya mengungkap
bagaimana aksi sosial, situasi sosial, dan masyarakat sebagai produk kesadaran manusia.Teknik
fenomenologi dalam sosiologi lebih dikenal dengan pengurungan.Pendekatan ini melakukan

serangkaian investigasi dari makna konteks dalam pandangan dunia umum, yang semuanya
tergantung penafsiran.Dunia kehidupan sosial ditetapkan oleh pengalaman berdasarkan
kesadaran.Melalui kesadaran pelaku berusaha mencapai maksud–maksudnya. Jadi kehidupan
sehari–hari adalah orientasi pragmatis masa depan. Pengandaiannya adalah bahwa manusia
memiliki motif tertentu, dan mereka berusaha mengubah dunia yang mereka tangkap (Dimyati
dalam Wirawan, 2012 : 139 – 140). Sebagai contoh biasanya para pelajar SMA putri ketika
memiliki pasangan maka yang akan memenuhi kebutuhannya saat mereka bersama adalah
pasangannya atau dalam bahasa sehari–hari adalah ditraktir oleh sang pria. Ketika mengalami

8

Universitas Sumatera Utara

kesulitan ekonomi, mereka mau disuruh oleh pasangannya untuk melakukan apapun termasuk
pada melakukan hubungan seksual agar dapat diberi sejumlah uang.

2.2 Teori Interaksionisme Simbolik
Karakteristik dasar teori ini adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami antara manusia
dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu.Interaksi yang terjadi antar
individu berkembang melalui simbol–simbol yang mereka ciptakan.Realitas sosial merupakan

serangkaian peristiwa yang terjadi pada beberapa individu dalam masyarakat.Interaksi yang
dilakukan antar individu itu berlangsung secara sadar. Interaksi simbolik juga berkaitan dengan
gerak tubuh, antara lain suara atau vokal, gerakan fisik, ekspresi tubuh yang semuanya itu
mempunyai maksud dan disebut dengan simbol (Wirawan, 2012 : 109).
George Herbert Mead yang merupakan pelopor dari konsep interaksi simbolik sangat
dipengaruhi oleh Teori Evolusi Darwin, yang pada intinya menyatakan bahwa organisme hidup
secara berkelanjutan terlibat dalam usaha penyesuaian diri dengan lingkungannya, sehingga
organisme itu mengalami perubahan yang terus–menerus. Dari dasar pemikiran semacam ini
Mead melihat pikiran manusia, sebagai sesuatu yang muncul dalam proses evolusi alamiah.
Pemunculannya ini memungkinkan manusia untuk menyesuaikan diri secara lebih efektif dengan
lingkungan alam dimana ia hidup (Wirawan, 2012 : 111).
Mead juga mengatakan bahwa keseluruhan sosial mendahului pemikiran individual baik
secara logika maupun secara temporer.Individu yang berpikir dengan sadar diri adalah mustahil
secara logika tanpa didahului adanya kelompok sosial.Kelompok sosial muncul lebih dulu, dan
kelompok sosial menghasilkan perkembangan keadaan mental kesadaran diri.Mead juga
memandang tindakan sebagai unit primitif, dimana tindakan tersebut didasarkan pada

9

Universitas Sumatera Utara


rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response). Seperti dikatakan Mead “kita membayangkan
stimulus sebagai sebuah kesempatan atau peluang untuk bertindak bukan sebagai paksaan atau
perintah” (Ritzer, 2004 : 274).
Sementara tindakan hanya melibatkan satu orang, tindakan sosial melibatkan dua orang atau
lebih. Menurut Mead, gerak atau sikap isyarat adalah mekanisme dasar dalam tindakan sosial
dan dalam proses sosial yang lebih umum. Menurut definisi Mead, gesture adalah gerakan
organisme pertama yang bertindak sebagai rangsangan khusus yang menimbulkan tanggapan
(secara sosial) yang tepat dari organisme kedua. Baik hewan maupun manusia, mampu membuat
isyarat dalam arti bahwa tindakan seorang individu tanpa pikir dan secara otomatis mendapatkan
reaksi dari individu lain (Mead dalam Ritzer, 2004 : 276)
Simbol signifikan adalah sejenis gerak isyarat yang hanya dapat diciptakan manusia. Isyarat
menjadi simbol signifikan bila muncul dari individu yang membuat simbol–simbol itu sama
dengan jenis tanggapan (tetapi tak selalu sama) yang diperoleh dari orang yang menjadi sasaran
isyarat. Fungsi bahasa atau simbol yang signifikan pada umumnya adalah menggerakkan
tanggapan yang sama di pihak individu yang berbicara dan juga dipihak lainnya. Simbol
signifikan juga memungkinkan interaksi simbolik.Artinya orang dapat saling berinteraksi tidak
hanya melalui isyarat tetapi juga melalui simbol signifikan. Kemampuan ini jelas mempengaruhi
kehidupan dan memungkinkan terwujudnya pola interaksi dan bentuk organisasi sosial yang jauh
lebih rumit ketimbang melalui isyarat saja (Ritzer, 2004 : 278 – 280).

Pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari
proses sosial. Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk
memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga respon komunitas
secara keseluruhan.Itulah yang dinamakan pikiran. Mead juga melihat pikiran secara pragmatis

10

Universitas Sumatera Utara

yakni, pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian masalah. Dunia
nyata penuh dengan masalah dan fungsi pikiranlah untuk mencoba menyelesaikan masalah dan
memungkinkan orang beroperasi lebih efektif dalam kehidupan (Ritzer, 2004 : 280).
Pada dasarnya diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek.Diri
adalah kemampuan khusus untuk menjadi subjek maupun objek. Diri mensyaratkan proses sosial
komunikasi antarmanusia. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas dan antara hubungan
sosial.Diri berhubungan secara dialektis dengan pikiran.Artinya di satu pihak Mead menyatakan
bahwa tubuh bukanlah diri dan baru menjadi diri bila pikiran telah berkembang. Di lain pihak,
diri dan refleksitas adalah penting bagi perkembangan pikiran. Mekanisme umum untuk
mengembangkan diri adalah refleksifitas atau kemampuan menempatkan diri secara tak sadar ke
dalam tempat orang lain dan bertindak seperti mereka bertindak. Akibatnya orang mampu

memeriksa diri sendiri sebagaimana orang lain memeriksa diri mereka sendiri (Ritzer, 2004 : 280
– 281).

2.3 Seks Pranikah
Pada masa remaja perkembangan seksualitas diawali ketika terjalinnya interaksi antar lawan
jenis, baik itu interaksi antarteman maupun interaksi ketika berkencan. Dalam berkencan dengan
pasangannya, remaja melibatkan aspek emosi yang diekspresikan dengan berbagai cara, seperti
memberikan bunga, tanda mata, bergandengan tangan, kissing, dan sebagainya. Atas dasar
dorongan-dorongan seksual dan rasa ketertarikan terhadap lawan jenisnya, perilaku remaja mulai
diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenis.Dalam rangka mencari pengetahuan tentang seks,
ada remaja yang melakukan secara terbuka mengadakan eksperimen dalam kehidupan
seksual.Misalnya dalam berpacaran, mereka mengekspresikan perasaannya dalam bentuk-bentuk

11

Universitas Sumatera Utara

perilaku yang menuntut keintiman secara fisik dengan pasangannya, seperti berciuman hingga
melakukan hubungan seksual (www.academia.edu/3788869).
Pengertian seks bebas menurut Kartono merupakan perilaku yang didorong oleh hasrat

seksual, dimana kebutuhan tersebut menjadi lebih bebas jika dibandingkan dengan sistem
regulasi

tradisional

masyarakat.Sedangkan

dan

bertentangan

menurut

Desmita

dengan

sistem

pengertian


norma

seks

bebas

yang

berlaku

adalah

segala

dalam
cara

mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual yang berasal dari kematangan organ seksual,
seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual, tetapi perilaku tersebut

dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum memiliki pengalaman tentang seksual
(nopanova1.blogspot.co.id).
Penyebab perilaku seks bebas sangat beragam.Pemicunya bisa karena pengaruh lingkungan,
sosial budaya, penghayatan keagamaan, penerapan nilai-nilai, faktor psikologis hingga faktor
ekonomi. Berikut faktor–faktor yang mempengaruhi remaja melakukan hubungan seksual
pranikah adalah:
1. Adanya dorongan biologis
Dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual merupakan insting alamiah dari
berfungsinya organ sistem reproduksi dan kerja hormon.Dorongan dapat meningkat
karena ada pengaruh dari luar.Misalnya dengan membaca buku atau melihat film atau
majalah yang menampilkan gambar-gambar yang membangkitkan erotisme.Di era
teknologi informasi yang tinggi sekarang ini. Remaja sangat mudah mengakses gambargambar tersebut melalui telepon genggam dan akan selalu dibawa dalam setiap langkah
remaja.

12

Universitas Sumatera Utara

2. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis
Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh nilai-nilai moral dan

keimanan seseorang. Remaja yang memiliki keimanan kuat tidak akan melakukan seks
pranikah

karena

mengingat

ini

merupakan

dosa

besar

yang

harus

dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Namun keimanan ini dapat

sirna dan tidak tersisa bila remaja dipengaruhi oleh obat-obat misalnya psikotropika.
Obat ini akan mempengaruhi pikiran remaja sehingga pelanggaran terhadap nilai-nilai
agama dan moral dinikmati dengan tanpa rasa bersalah.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang kesehatan tentang
reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena masyarakat tempat remaja tumbuh
memberi gambaran sempit tentang kesehatan reproduksi sebagai hubungan seksual.
Biasanya topik terkait reproduksi tabu dibicarakan dengan anak (remaja). Sehingga
saluran informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi menjadi sangan kurang.
4. Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah
Faktor kesempatan melakukan hubungan seksual pra nikah sangat penting untuk
dipertimbangkan karena bila tidak ada kesempatan baik ruang maupun waktu, maka
hubungan seks pranikah tidak akan terjadi.
5. Kesibukan orang tua yang menyebabkan kurangnya perhatian pada remaja.
Tuntutankebutuhan orang hidup sering menjadi alasan suami istri bekerja diluar rumah
dan menghabiskan hari-harinya dengan kesibukan masing-masing, sehingga perhatian
terhadap anak remajanya terabaikan.

13

Universitas Sumatera Utara

6. Pemberian fasilitas (termasuk uang) pada remaja secara berlebihan.
Adanya ruang yang berlebihan membuka peluang bagi remaja untuk membeli fasilitas,
misalnya menginap di hotel atau motel atau ke night club sampai larut malam. Situasi ini
sangat mendukung terjadinya hubungan seksual pranikah.
7. Pergesaran nilai-nilai moral dan etika dimasyarakat dapat membuka peluang yang
mendukung hubungan seksual pranikah pada remaja. Misalnya, dewasa ini pasangan
remaja yang menginap di hotel atau motel adalah hal biasa. Sehingga tidak ditanyakan
atau dipersyaratkan untuk menunjukkan akte nikah.
8. Kemiskinan.
Kemiskinan mendorong terbukanya kesempatan bagi remaja khususnya wanita untuk
melakukan hubungan seks pranikah.Karena kemiskinan ini remaja putri terpaksa
bekerja.Namun sering kali mereka tereksploitasi. Bekerja lebih dari 12 jam sehari atau
bekerja diperumahan tanpa dibayar hanya diberi makan dan pakaian bahkan beberapa
mengalami kekerasan seksual (dr-sparyanto.blogspot.com).
9. Teman sebaya (peers group)
Remaja cenderung untuk membuat standar seksual sesuai dengan standar teman sebaya
secara umum, remaja cenderung untuk menjadi lebih aktif secara seksual apabila
memiliki kelompok teman sebaya yang demikian, serta apabila mereka mempercayai
bahwa teman sebayanya aktif secara seksual (disamping kenyataan bahwa teman
sebayanya sebenarnya memang aktif atau tidak secara seksual) pengaruh kelompok
teman sebaya pada aktivitas seksual remaja terjadi melalui dua cara yang berbeda,
namun saling mendukung, pertama, ketika kelompok teman sebaya aktif secara seksual,
mereka menciptakan suatu standar normatif bahwa hubungan seks bebas adalah suatu

14

Universitas Sumatera Utara

yang dapat diterima, kedua, teman sebaya menyebabkan perilaku seksual satu sama
lainnya secara langsung, baik melalui komunikasi diantara teman ataupun dengan
pasangan seksualnya
10. Kencan yang lebih awal
Remaja yang memiliki kencan lebih awal atau cepat dari remaja yang seumurannya
memiliki kemungkinan untuk bersikap permisif dalam hubungan seks bebas. Untuk
menjadi lebih aktif secara seksual dan untuk memiliki hubungan dengan lebih banyak
pasangan daripada mereka yang mulai pacaran pada usia yang lebih lanjut.
11. Usia saat menstruasi pertama
Makin muda saat usia menstruasi pertama, makin mungkin terjadinya hubungan seks
pada remaja. Perubahan pada hormon yang terjadi seiring dengan menstruasi
berkontribusi pada meningkatkatnya keterlibatan seksual pada sikap dan hubungan
dengan lawan jenis.
12. Pacar
Remaja yang memiliki pacar lebih mungkin untuk melakukan seks bebas daripada
remaja yang belum memiliki pacar
13. Daya tarik seksual
Mereka yang merasa paling menarik secara seksual dan sosial ternyata memiliki tingkat
yang paling tinggi dalam sikap permisif dalam melakukan seks bebas.
14. Standar orang tua vs standar teman
Remaja yang orangtuanya konservatif dan menjadikan orangtua sebagai acuan yang
utama lebih kurang kemungkinannya untuk melakukan seks bebas daripada mereka yang
menjadikan teman sebaya sebagai acuan utama.

15

Universitas Sumatera Utara

15. Kecenderungan pergaulan yang makin bebas
Di pihak lain, tidak dapat dipungkiri adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas
antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan
pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.
16. Penyebaran informasi melalui media massa
Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi
dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya tekhnologi yang
semakin berkembang (video kaset, foto kopi, vcd, hp, internet) menjadi tidak terbendung
lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa
yang dilihat atau didengarnya dari media massa (http://kesehatan.kompasiana.com)
Bentuk perilaku seksual adalah tingkat perilaku yang dilakukan pasangan dengan lawan
jenis dan bentuk perilaku disusun berdasarkan adanya ukuran kepuasan seksual. Bentukbentuk perilaku seksual menurut Sarwono, yang biasa dilakukan oleh pelajar adalah sebagai
berikut:

a. Kissing
Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti di bibir disertai
dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat menimbulkan rangsangan
seksual.Berciuman dengan bibir tertutup merupakan ciuman yang umum dilakukan.
Berciuman dengan mulut dan bibir terbuka, serta menggunakan lidah itulah yang disebut
french kiss. Kadang ciuman ini juga dinamakan ciuman mendalam/soul kiss

b. Necking
Berciuman di sekitar leher ke bawah.Neckingmerupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan ciuman disekitar leher dan pelukan yang lebih mendalam.

16

Universitas Sumatera Utara

c. Petting
Petting merujuk pada ciuman, pelukan, belaian, dan meraba–raba tubuh yang terjadi
antara pasangan.Petting juga merupakan pemanasan atau kegiatan yang mempersiapkan
sepasang suami istri untuk melakukan hubungan seks. Selama petting, anak laki – laki
akan meremas–remas buah dada dan genitalia anak perempuan, dan anak perempuan
akan menggosok–gosok organ seks milik anak laki–laki (Wuryani, 2008: 257).

d. Intercrouse
Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan wanita yang
ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk ke dalam vagina untuk mendapatkan
kepuasan seksual
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39734/4/Chapter%20II.pdf)

Perilaku seks bebas pada remaja akan menimbulkan beberapa manifestasi khususnya di
kalangan remaja itu sendiri. Dampak yang berkaitan dengan perilaku seks bebas ini menurut
BKKBN meliputi :
1. Masalah penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS
Masalah Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS dapat menyebabkan masalah
kesehatan seumur hidup,termasuk kemandulan dan rasa sakit kronis, serta meningkatkan
resiko penularan HIV.Kasus HIV/AIDS yang ditemukan dari tahun ke tahun kian
meningkat. Menurut WHO (2007) jumlah penderita AIDS di dunia ada sebanyak
33.300.000 dan di asia ada sebanyak 4.900.000 kasus. Di Indonesia sendiri
menurutperkiraan DepkesRI pada tahun 2002penderita HIV/AIDS ada sebanyak 110.000

17

Universitas Sumatera Utara

dan pada 2006 naik menjadi 193.000 dan pada tahun 2007-2008 jumlah kasus ini ditafsir
menjadi 270.000 orang.
HIV adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh. Ketika virus ini masuk ke
dalam tubuh, tidak timbul gejala sakit apa–apa sehingga orang yang terinfeksi tampak
segar dan sehat, walaupun virus tersebut telah berpotensi menular kepada orang lain.
Selama 5–10 tahun sejak terinfeksi, orang bersangkutan tampak sehat, tergantung
dengan perilaku hidupnya. Ketika daya tahan tubuh mulai berkurang jumlahnya maka
muncul gejala–gejala penyakit biasa seperti batuk, flu, diare, yang susah disembuhkan.
Ketika daya tahan tubuh semakin merosot, banyak penyakit muncul yang pada akhirnya
masukke dalam fase AIDS, yaitu munculnya beberapa gejala penyakit (sindrom) yang
akan membawa kematian (Endah Lasmadiwa, 2005 : 14 – 15)
Penularan utama HIV adalah melalui 3 jalur yang melibatkan cairan tubuh tersebut,
yaitu: jalur hubungan seksual (homoseksual/ heteroseksual), jalur pemindahan darah atau
produk darah seperti jalur transplantasi alat tubuh, jalur transplasental (jalur dalam
kandungan ibu hamil dengan infeksi HIV dan infeksi perinatal). Cara penularan yang
paling nyata adalah melalui hubungan seksual.AIDS saat ini bisa memasuki kehidupan
siapa saja, tanpa memandang umur, jenis kelamin, orientasi seksual, pekerjaan, atau gaya
hidup. Yang membuat orang mempunyai resiko tinggi adalah perilakunya.Apa yang
dilakukannya itu yang menentukan resiko tinggi terhadap penularan HIV, tidak peduli
apapun kelompoknya (Dr. Soetomo, 2008: 234).
Menurut Muma dan Borucki, kegiatan dan/atau perilaku yang dianggap mempunyai
resiko tinggi dan seringkali ada hubungannya dengan infeksi HIV antara lain hubungan
seksual melalui anal serta kegiatan seksual lainnya yang potensial dapat menyebabkan

18

Universitas Sumatera Utara

seseorang terinfeksi oleh HIV. Kegiatan seksual lain yang mungkin dapat menyebabkan
terjadinya infeksi HIV antara lain :
a. Anilungus: menginduksi hubungan intim di daerah anal dengan menggunakan lidah.
b. Cunnilingus : menginduksi hubungan intim di daerah vagina/klitoris dengan menggu
nakan lidah (resiko lebih tinggi terutama saat menstruasi).
c. Fellatio: menginduksi hubungan intim di daerah genital pria dengan menggunakan
lidah dan penghisapan (resiko lebih tinggi bila terjadi ejakulasi di dalam mulut ).
d. Fisting: memasukkan atau meletakkan tangan, kepalan tangan, ataupun lengan
bawah kedalam rektum atau vagina.
e. Urolagnia: menginduk si hubungan intim dengan cara mengeluarkan urin ke kulit
(lebih beresiko bila terdapat luka terbuka pada kulit, oral, vagina, atau rektum).
f. Memakai benda-benda seks pada rektum dan/atau vagina: memasukkan sex toyspada
rektum/vagina dapat menyebabkan perobekan pada mukosa, dimana luka yang
terjadi dapat merupakan jalan masuk bagi virus.
2. Kehamilan yang Tidak Diinginkan
Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah.Yang paling
menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak
diinginkan.Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja sering kali berakhir dengan
aborsi.Menurut para medis aborsi menunjuk pada akhir suatu kehamilan.Ada dua jenis
aborsi yaitu “aborsi spontan” atau keguguran dan “aborsi yang disengaja” (ketika janin
sengaja dihilangkan).Aborsi spontan dapat terjadi jika ada sesuatu yang salah pada
kehamilan dan embrio keluar dari dalam rahim.Penyebab aborsi spontan tidak selalu
diketahui.Aborsi yang disengaja dilakukan secara paksa dengan mencabut janin dari

19

Universitas Sumatera Utara

rahimibu. Dalam beberapa kasus, aborsi ini dilakukan dengan cara menyedot, dan cara
lainnya dengan menggunakan tang (Sri Esti, 2008: 239)
Menurut BKKBN (2006), 21 persen dari 63 persen remaja yang telah pernah
berhubungan seksual melakukan aborsi. Menurut WHO (2009)sekitar 16 juta perempuan
berusia 15 - 19 tahun melahirkan tiap tahun, 95% kelahiran tersebut terjadi pada negara
dengan pendapatan yang rendah dan menengah. Memiliki anak di luar nikah merupakan
hal yang tidak biasa di banyak negara, sehingga bila terjadi kehamilan di luar nikah
biasanya akan berakhir dengan tindakan aborsi. Sekitar 14% dari kejadian aborsi yang
tidak aman pada negara dengan pendapatan yang rendah dan menengah dilakukan oleh
remaja berusia 15-19 tahun, sekitar 2,5 juta remaja dilaporkan melakukan aborsi tiap
tahun.
Kehamilan yang terjadi pada remaja berdampak berat pada remaja seperti dikucilkan
oleh masyarakat, diberhentikan dari sekolah dan menjadi bahan pembicaraan yang tidak
enak dalam masyarakat.Kehamilan yang tidak diinginkan dapat mendatangkan upaya
aborsi yang tidak aman oleh tenaga non profesional.Aborsi yang disengaja (induced
abortion) seringkali beresiko lebih besar pada remaja putri dibandingkan pada wanita
yang lebih tua.Remaja cenderung menunggu lebih lama sebelum mencari bantuan karena
tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan, atau bahkan mungkin mereka tidak sadar
atau tahu bahwa mereka hamil.
Menurut BKKBN (2008), lebih dari 200 wanita mati setiap hari disebabkan
komplikasi pengguguran (aborsi) bayi secara tidak aman. Meskipun tindakan aborsi
dilakukan oleh tenaga ahlipun masih menyisakan dampak yang membahayakan terhadap
keselamatan jiwa ibu, apalagi jika dilakukan oleh tenaga tidak profesional (unsafe

20

Universitas Sumatera Utara

abortion).Secara fisik tindakan aborsi ini memberikan dampak jangka pendek secara
langsung berupa perdarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis sampai kematian.Dampak
jangka panjang berupa mengganggu kesuburan sampai terjadinya infertilitas.Secara
psikologis seks pranikah memberikan dampak hilangnya harga diri, perasaan dihantui
dosa, perasaan takut hamil, lemahnya ikatan kedua belah pihak yang menyebabkan
kegagalan setelah menikah, sertapenghinaan terhadap masyarakat. Menurut WHO
(2003), kehamilan pada remaja memiliki resiko kematian lebih tinggi 2-4 kali
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16726/4/Chapter%20II.pdf).

2.4 Penyimpangan Sosial
Penyimpangan sosial atau perilaku menyimpang, sadar atau tidak sadar pernah kita alami
atau kita lakukan.Penyimpangan sosial dapat terjadi dimanapun dan dilakukan oleh siapapun.
Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala luas atau sempit tentu akan
berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan dalam masyarakat. Suatu perilaku dianggap
menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat atau dengan kata lain penyimpangan (deviation)adalah segala macam pola perilaku
yang tidak berhasil menyesuaikan diri (conformity)terhadap kehendak masyarakat. Definisidefinisi penyimpangan sosial:
a. James W. Van Der Zanden:
Penyimpangan perilaku merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap
sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi.

21

Universitas Sumatera Utara

b. Robert M. Z. Lawang:
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku
dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu
untuk memperbaiki perilaku menyimpang.
c. Lemert:
Penyimpangan dibagi menjadi dua bentuk:
1. Penyimpangan Primer (Primary Deviation)
Penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku masih dapat diterima
masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara, tidak dilakukan
secara berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat.Contohnya:
Menunggak iuran listrik dan telepon, melanggar rambu-rambu lalu lintas dan ngebut
di jalanan.
2. Penyimpangan Sekunder (secondary deviation)
Penyimpangan yang berupa perbuatan yang dilakukan seseorang yang secara umum
dikenal sebagai perilaku menyimpang.Pelaku didominasi oleh tindakan menyimpang
tersebut,

karena

merupakan

tindakan

pengulangan

dari

penyimpangan

sebelumnya.Penyimpangan ini tidak bisa ditolerir oleh masyarakat.Contohnya:
Pemabuk, pengguna obat-obatan terlarang, pemerkosa, pelacuran, pembunuh,
perampok dan penjudi.
Faktor-faktor penyimpangan sosial:
1. Longgar/tidaknya nilai dan norma.
Ukuran perilaku menyimpang bukan pada ukuran baik buruk atau benar salah
menurut pengertian umum, melainkan berdasarkan ukuran longgar tidaknya

22

Universitas Sumatera Utara

normadan nilaisosial suatu masyarakat. Norma dan nilai sosial masyarakat yang satu
berbeda dengan norma dan nilai sosial masyarakat yang lain. Misalnya: kumpul kebo
di Indonesia dianggap penyimpangan, di masyarakat barat merupakan hal yang biasa
dan wajar.
2. Sosialisasi yang tidak sempurna.
Di masyarakat sering terjadi proses sosialisasi yang tidak sempurna, sehingga
menimbulkan perilaku menyimpang. Contoh: di masyarakat seorang pemimpin
idealnya bertindak sebagai panutan atau pedoman, menjadi teladan namun kadangkala
terjadi pemimpin justru memberi contoh yang salah, seperti melakukan KKN. Karena
masyarakat mentolerir tindakan tersebut maka terjadilah tindak perilaku menyimpang.
3. Sosialisasi sub kebudayaan yang menyimpang.
Perilaku menyimpang terjadi pada masyarakat yang memiliki nilai-nilai sub
kebudayaan yang menyimpang, yaitu suatu kebudayaan khusus yang normanya
bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan pada umumnya. Contoh:
Masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh, masalah etika dan estetika kurang
diperhatikan, karena umumnya mereka sibuk dengan usaha memenuhi kebutuhan
hidup yang pokok (makan), sering cekcok, mengeluarkan kata-kata kotor, buang
sampah sembarangan dan sebagainya. Hal itu oleh masyarakat umum dianggap
perilaku menyimpang.
Jenis- jenis penyimpangan
a. Penyimpangan Individual (Individual Deviation)
Penyimpangan individual merupakan penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang
yang berupa pelanggaran terhadap norma-norma suatu kebudayaan yang telah

23

Universitas Sumatera Utara

mapan.Penyimpangan ini disebabkan oleh kelainan jiwa seseorang atau karena
perilaku yang jahat/tindak kriminalitas. Yang termasuk kategoritindak penyimpangan
individual antara lainsebagai berikut :
1. Penyalahgunaan narkoba
Merupakan bentuk penyelewengan terhadap nilai,normasosial, dan agama.
Contoh: pemakaian obat terlarang/narkoba, alkoholisme
2. Proses sosialisasi yang tidak sempurna.
Apabila seseorang dalam kehidupannya mengalami sosialisasi yang tidak
sempurna, maka akan muncul penyimpangan pada perilakunya. Contohnya:
seseorang menjadi pencuri karena terbentuk oleh lingkungannya yang banyak
melakukan tindak ketidakjujuran, pelanggaran, pencurian dan sebagainya.
3. Pelacuran
Pelacuran dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan menyerahkan diri kepada
umum untuk dapat melakukan perbuatan seksual dengan mendapatkan
upah.Pelacuran lebih disebabkan oleh tidak matangnya jiwa seseorang atau pola
kepribadiannya yang tidak seimbang. Contoh: seseorang menjadi pelacur karena
mengalami masalah (ekonomi, dan keluarga.)
4. Penyimpangan seksual
Adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan seseorang. Beberapajenis
penyimpangan seksual:lesbianisme dan homosexual, sodomi, transvestitisme,
sadisme, pedophilia, perzinahan, kumpul kebo,Stindak kejahatan/kriminal
(pencurian,

penipuan,

penganiayaan,

pembunuhan,

perampokan

dan

pemerkosaan), gaya hidup (sikap arogansi, kesombongan terhadap sesuatu yang

24

Universitas Sumatera Utara

dimilikinya seperti kepandaian, kekuasaan, kekayaan, sikap eksentrik seperti lakilaki beranting di telinga, rambut gondrong)
b. Penyimpangan Kolektif(Group Deviation)
Penyimpangan kolektif yaitu: penyimpangan yang dilakukan secara bersama-sama
atau secara berkelompok. Penyimpangan ini dilakukan oleh sekelompok orang yang
beraksi secara bersama-sama (kolektif). Mereka patuh pada norma kelompoknya yang
kuat dan biasanya bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku.
Penyimpangan yang dilakukan kelompok, umumnya sebagai akibat pengaruh
pergaulan/teman.Kesatuan dan persatuan dalam kelompok dapat memaksa seseorang
ikut

dalam

kejahatan

kelompok,

supaya

jangan

disingkirkan

dari

kelompoknya.Penyimpangan yang dilakukan secara kelompok/kolektif antara lain:
a. Kenakalan remaja
Remaja memiliki keinginan membuktikan keberanian dalam melakukan hal -hal
yang dianggap bergengsi, sekelompok orang melakukan tindakan-tindakan
menyerempet bahaya, misalnya kebut–kebutandan membentuk geng-geng yang
membuat onar
b. Tawuran/perkelahian pelajar
Perkelahian antar pelajar termasuk jenis kenakalan remaja yang pada umumnya
terjadi di kota-kota besar sebagai akibat kompleknya kehidupan di kota besar.
Demikian juga tawuran yang terjadi antar kelompok/etnis/warga yang akhir-akhir
ini sering muncul.Tujuan perkelahian bukan untuk mencapai nilai yang positif,
melainkan sekedar untuk balas dendam atau pamer kekuatan/unjuk kemampuan.

25

Universitas Sumatera Utara

c. Penyimpangan kebudayaan
Ketidakmampuan menyerap norma-norma kebudayaan kedalam kepribadian
masing-masing individu dalam kelompok maka dapat terjadi pelanggaran
terhadap norma-norma budayanya. Contoh: tradisi yang mewajibkan mas kawin
yang tinggi dalam masyarakat tradisional banyak ditentang karena tidak lagi
sesuai

dengan

tuntutan

zaman(http://blog.unnes.ac.id/zakiyatur/wp-

content/uploads/sites/98/2015/11/perilaku-menyimpang.pdf).

2.5 Remaja
Masa remaja adalah masa transisidalam rentang kehidupan manusia, menghubungkan masa
kanak-kanak dan masa dewasa.Masa remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau masa
peralihan antara masa kanak-kanak dengan masadewasa.Pada periode ini terjadi perubahanperubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah,
terutamafungsi seksual.Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari
bahasa Latin adolescareyang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”.
Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak
berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila
sudah mampu mengadakan reproduksi.Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh
adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakniantara usia 10-19 tahun, adalah
suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas.
Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa.Pubertas (puberty) ialah
suatu periode di mana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal
masa remaja.Akan tetapi, pubertas bukanlah suatu peristiwa tunggal yang tiba-tiba
26

Universitas Sumatera Utara

terjadi.Pubertas

adalah

bagian

dari

suatu

proses

yang

terjadi

berangsur-angsur

(http://digilib.uinsby.ac.id/1883/5/Bab%202.pdf).
Perkembangan remaja dalam perjalananya dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase remaja
awal,fase pertengahan, dan fase akhir:
1. Remaja awal (10-14 tahun)
Remaja pada masa ini mengalami pertumbuhan fisik dan seksual dengan cepat.Pikiran
difokuskan pada keberadaanya dan pada kelompok sebaya.Identitas terutama difokuskan
pada perubahan fisik dan perhatian pada keadaan normal.Perilaku seksual remaja pada
masa ini lebih bersifat menyelidiki, dan tidak membedakan.Sehingga kontak fisik dengan
teman sebaya adalah normal. Remaja pada masa ini berusaha untuk tidak bergantung
pada orang lain. Rasa penasaran yang tinggi atas diri sendiri menyebabkan remaja
membutuhkan privasi.
2. Remaja pertengahan (15-17 tahun)
Remaja pada fase ini mengalami masa sukar baik untuk dirinya sendiri maupun orang
dewasa yang berinteraksi dengan dirinya. Proses kognitif remaja pada masa ini lebih
rumit. Melalui pemikiran operasional formal, remaja pertengahan mulai bereksperimen
dengan ide, memikirkan apa yang dapat dibuat dengan barang barang yang ada,
mengembangkan wawasan, dan merefleksikan perasaan kepada orang lain. Remaja pada
fase ini berfokus pada masalah identitas yang tidak terbatas pada aspek fisik
tubuh.Remaja pada fase ini mulai bereksperimen secara seksual, ikut serta dalamperilaku
beresiko, dan mulai mengembangkan pekerjaan diluar rumah.Sebagai akibat dari
eksperimen beresiko, remaja pada fase ini dapat mengalami kehamilan yang tidak
diinginkan, kecanduan obat, dan kecelakaan kendaraan bermotor. Usaha remaja fase

27

Universitas Sumatera Utara

pertengahan untuk tidak bergantung, menguji batas kemampuan, dan keperluan otonomi
mencapai maksimal mengakibatkan berbagai permasalahan yang dengan orang tua, guru,
maupun figur yang lain.
3. Remaja akhir (18-21 tahun )
Remaja pada fase ini ditandai dengan pemikiranoperasional formal penuh, termasuk
pemikiran mengenai masa depan baik itu pendidikan, kejuruan, dan seksual. Remaja
akhir biasanya lebih

berkomitmen

pada

pasangan seksualnyadaripada

remaja

pertengahan.Kecemasan karena perpisahan yang tidak tuntas dari fase sebelumnya dapat
muncul pada fase ini ketika mengalami perpisahan fisik dengan keluarganya
(http://eprints.undip.ac.id/44890/3/Tirta_Kusuma_22010110130173_Bab2KTI.pdf).

28

Universitas Sumatera Utara