Tawuran Antar Pelajar yang Mengakibatkan Hilangnya Nyawa Orang Lain dari Perspektif Kriminologi dan Hukum Pidana (Studi Terhadap 3 (Tiga) Putusan Pengadilan Negeri)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi ini seringkali terdengar terjadinya tindakan kriminalitas
yang menyebabkan banyak orang merasa takut dan hidupnya tidak nyaman.
Kriminalitas merupakan segala macam bentuk tindakan dan perbuatan yang
merugikan secara ekonomis dan psikologis yang melanggar hukum yang berlaku
dalam negara Indonesia serta norma-norma sosial dan agama. Dapat diartikan
bahwa, tindak kriminalitas adalah segala sesuatu perbuatan yang melanggar
hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya.4
Masalah kriminalitas merupakan bagian dari masalah kejahatan juga.
kejahatan di kota-kota besar seperti Jakarta dan kota-kota besar lainnya di
Indonesia tidak hanya meningkat secara kuantitas tetapi juga kualitas. Pelaku
Kejahatan sudah semakin beragam dan meluas, sampai kalangan terdidik,
pelajar/mahasiswa dan bahkan anak-anak di bawah umur. Dari segi kualitasnya,
kejahatan sudah jauh semakin meningkat baik tingkat kekejaman maupun caracara atau teknik dan alat yang digunakan serta keberanian atau kenekatan dalam
melakukan operasi yang tidak jarang sampai menimbulkan korban jiwa, sehingga
aparatur pemerintah atau keamanan tampak dengan serius meningkatkan
“kamtibnas” (keamanan dan ketertiban masyarakat) untuk mengatasi gangguan
kejahatan dirasakan semakin memprihatinkan masyarakat. 5


4

Kartono, Patologi Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hal. 10.
Ninik Widiyanti., Panji Anoraga., Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya , Pradnya
Paramita, Jakarta, 1987, hal. 20.
5

1
Universitas Sumatera Utara

2

Tindak kriminal terjadi dimana-mana misalnya, di tempat umum, di
sekolah, perguruan tinggi, dan banyak lagi tempat-tempat yang tidak dapat
disebutkan satu persatu. Tindak kriminal biasanya dilakukan oleh orang dewasa,
namun sekarang ini tindak kriminal tak pandang bulu, semua kalangan dari segala
umur dari yang kecil, muda, hingga dewasa dapat melakukan tindak kriminal.
Anak-anak adalah sumber potensial dari suatu negara yang besar. Apabila
mereka gagal untuk menyumbangkan dharma baktinya kepada kesejahteraan
umum, atau yang lebih menyedihkan lagi bila mereka hanya menjadi perusak dan

penghalang, maka masyarakat tidak akan mengalami kemajuan bahkan sebaliknya
hanya mendapatkan kehancuran. Kejahatan menyebabkan penderitaan pribadi
maupun penderitaan masyarakat. Peningkatan kenakalan remaja merupakan
ancaman serius bagi masa depan suatu negara.6
Kejahatan yang dilakukan oleh anak umumnya disebut dengan kenakalan
anak atau juvenile delinquency, yang berasal dari juvenile artinya muda, anak-anak,
anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat- sifat khas pada periode remaja,
sedangkan delinquency artinya berperilaku menyimpang, terabaikan/ mengabaikan,
yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggaran
aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana,
dursila, dan lain- lain. Peningkatan kenakalan remaja merupakan ancaman serius

bagi masa depan suatu negara.7
Salah satu bentuk tindak kriminal yang merupakan bagian dari kenakalan
remaja itu di antaranya adalah tawuran pelajar. Fenomena tawuran antar sekolah

6
7

Ibid., hal. 23.

Ibid., hal. 24.

Universitas Sumatera Utara

3

yang akhir-akhir ini sering terjadi dengan melibatkan siswa-siswa antar sekolah
baik di tingkat SMA maupun SMP menunjukkan bahwa ada yang tidak sesuai
dengan cita-cita dari pendidikan nasional di negeri ini. Tawuran antar pelajar
maupun tawuran antar remaja semakin menjadi-jadi semenjak terciptanya genggeng sekelompok anak muda. Mereka sudah tidak merasa bahwa perbuatan
tawuran yang dilakukan sangatlah tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan
dan ketertiban masyarakat. Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu
takut dengan geng/ kelompoknya. Perbuatan mereka dapat mengakibatkan luka
parah bahkan kematian.
Tawuran antar pelajar dilakukan oleh para remaja sehingga perilaku ini
merupakan bagian dari kenakalan anak/remaja. Anak remaja merupakan masa
seorang anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, perubahan tubuh,
perasaan, kecerdasan, sikap sosial dan kepribadian. Masa remaja adalah masa
goncang karena banyaknya perubahan yang terjadi dan tidak stabilnya emosi yang
kadang-kadang menyebabkan timbulnya sikap dan tindakan yang oleh orang

dewasa dinilai perbuatan nakal.8
J. Pikunas dan R.J Havighurts menyatakan bahwa Remaja Dini (anak)
mempunyai karakteristik kejiwaan antara lain : (a) sibuk menguasai tubuhnya,
karena ketidakseimbangan postur tubuhnya, kekurangnyamanan tubuhnya; (b)
mencari identitas dalam keluarga; (c) kepekaan sosial tinggi, solidaritas pada
teman tinggi, dan cenderung mencari popularitas. Dan pada fase ini ia sibuk

8

Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, 2007, hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

4

mengorganisasikan dirinya, mulai mengalami perubahan dalam sikap; (d) minat
keluar rumah tinggi, kecenderungan untuk “trial and error ” tinggi.9
Data KPAI menunjukkan bahwa jumlah kekerasan antar siswa yang
meningkat tiap tahunnya. Sepanjang tahun 2013 total telah terjadi 255 kasus
kekerasan yang menewaskan 20 siswa di seluruh Indonesia. Jumlah ini hampir

dua kali lipat lebih banyak dari tahun 2012 yang mencapai 147 kasus dengan
jumlah tewas mencapai 17 siswa. Tahun 2014 lalu, Komisi Nasional Perlindungan
Anak sudah menerima 2.737 kasus atau 210 setiap bulannya termasuk kasus
kekerasan dengan pelaku anak-anak yang ternyata naik hingga 10 persen. Komisi
Nasional Perlindungan Anak bahkan memprediksi tahun 2015 angka kekerasan
dengan pelaku anak-anak, termasuk tawuran antar siswa akan meningkat sekitar
12-18 persen.10
Dari pemberitaan surat kabar nasional yang dikompilasi KPAI selama
tahun 2007, dari 555 kekerasan terhadap anak yang muncul surat kabar, 11,8%
terjadi di sekolah. Ketika dengan metode yang sama dilakukan pada tahun 2008,
angkanya tidak menurun, tetapi malahan meningkat menjadi 39%. Angka-angka
ini senada dengan pengaduan yang diterima KPAI, bahwa kekerasan terhadap
anak di sekolah masih saja berlangsung, dari sekadar pelecehan kata-kata,
kekerasan fisik, sampai pelecehan seksual, bahkan beberapa di antaranya
menyebabkan kematian.11

9

Paulus Hadisuprapto, Juvenile Deliquency, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 10.
Wira Anoraga, Pendidikan Kian Loyo, diakses dari http://indonesianreview.com/wiraanoraga/pendidikan-kian-loyo pada tanggal 18 Mei 2016 pada pukul 15.40WIB.

11
Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, hal. 95.
10

Universitas Sumatera Utara

5

Beberapa praktik tawuran antar pelajar di Indonesia seperti di Kabupaten
Bogor, Jawa Barat antara SMA Wiyata Karisma dengan SMK Mensin di
Kecamatan Kemang yang menewaskan satu orang. Korban meninggal dunia
bernama Ade Sudrajat Al Ade merupakan pelajar dari SMA Wiyata Karisma yang
berusia 16 (enam belas) tahun. Korban tewas akibat bacokan senjata tajam pada
pelipis sebelah kanan. Saat ditemukan kondisi korban tersungkur di jalanan
dengan celurit masih menempel di pelipis korban. Tawuran ini terjadi saat pelajar
SMA Wiyata Karisma yang berjumlah 15 (lima belas) orang dihadang di depan
Gang Masjid Jampang oleh siswa SMK Mensin. Pertemuan antara dua sekolah
tersebut akhirnya memicu terjadinya tawuran dengan menggunakan senjata tajam,
hingga mengakibatkan korban meninggal dunia. Selain itu, pada tahun 2013,
tepatnya bulan November, seorang pelajar SMP Telaga Kautsa Kecamatan

Cibungbulang bernama Muhammad Mahdor tewas setelah ditikam oleh pelajar
dari SMP Pandu. Akibatnya, tiga pelajar SMP Pandu Cibungbulang menjadi
tersangka dalam kasus tawuran ini.12
Aksi tawuran antar pelajar juga pernah terjadi di Desa Tambun,
Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, tepatnya pada Juni 2016. Akibat
aksi ini, seorang pelajar kelas 1 SMP ditemukan tewas mengenaskan di pinggir rel
kereta api. Korban tewas bernama Mohamad Rafi tersebut menderita luka tusuk di
bagian dada kanan dan luka sabet di siku tangan kanannya. Setelah tawuran antar

12

Laily Rahmawati, Tawuran Pelajar di Bogor, Satu Orang Tewas, Diakses dari
http://www.antaranews.com/berita/418655/tawuran-pelajar-di-bogor-satu-orang-tewas
pada
tanggal 26 Juni 2016 pada pukul 16.44WIB.

Universitas Sumatera Utara

6


pelajar itu dibubarkan, warga dan rekan korban mendapati Rafi telah tergeletak di
lokasi dengan luka tusuk hingga akhirnya meninggal dunia. 13
Berbagai kasus tawuran antar pelajar yang menyebabkan hilangnya nyawa
orang lain ini menunjukkan tingginya angka kekerasan di dunia pelajar.
Kekerasan yang terjadi ini telah melibatkan pelajar, bukan hanya sebagai pelaku
melainkan juga sebagai korban. Berbagai kasus tawuran ini menimbulkan
pertanyaan tentang apa yang menjadi pemicu atau penyebab terjadinya tawuran
atau perkelahian antar kelompok tersebut.
Dengan menyadari bahwa anak melakukan perbuatan salah tidak
sepenuhnya dengan kesadarannya, tetapi sesungguhnya merupakan korban dari
orang-orang sekitarnya dan lingkungan sosialnya, semestinya pemenjaraan hanya
dilakukan sebagai upaya terakhir. Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui
bagaimana kebijakan penanggulan terhadap tawuran antar pelajar, dimana selain
diadili, anak juga harus dilindungi agar tidak semakin jauh terjebak dalam
vandalisme.
Oleh sebab itu, maka penulis tertarik untuk mengetahui secara lebih
mendalam tentang faktor penyebab terjadinya antar pelajar, kebijakan
penanggulangan terhadap tawuran antar pelajar dan penerapan hukum pidana
terhadap tawuran antar pelajar yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain,
yang secara khusus mengambil judul : “TAWURAN ANTAR PELAJAR

YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN DARI

13

Abdullah M Surjaya, Tawuran, Pelajar SMP di Bekasi Tewas Ditusuk, diakses dari
http://metro.sindonews.com/read/1113784/170/tawuran-pelajar-smp-di-bekasi-tewas-ditusuk1464946987 pada tanggal 26 Juni 2016 pada pukul 16.50WIB.

Universitas Sumatera Utara

7

PERSPEKTIF

KRIMINOLOGI

DAN

HUKUM

PIDANA


(STUDI

PUTUSAN 3 (TIGA) PUTUSAN PENGADILAN NEGERI)”
B. Perumusan Masalah
1. Apa yang menjadi Faktor Penyebab Terjadinya Tawuran Antar Pelajar?
2. Bagaimana Kebijakan Penanggulangan Terhadap Tawuran Antar Pelajar?
3. Bagaimana Penerapan Hukum Pidana terhadap Tawuran Antar Pelajar
yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa-apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya
tawuran antar pelajar yang terjadi di Indonesia.
2. Untuk memahami bagaimana kebijakan penanggulangan terhadap tawuran
antar pelajar baik kebijakan penal maupun kebijakan non penal.
3. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap tawuran antar
pelajar yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
D. Maanfaat Penelitian
Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk

melahirkan konsep ilmiah yang diharapkan dapat memberikan sumbangan
bagi perkembangan hukum pidana di Indonesia.
2. Secara praktis, penulisan ini dapat menjadikan sumber pemikiran dan
masukan bagi para pihak yang berkepentingan khususnya masyarakat agar

Universitas Sumatera Utara

8

dapat mengetahui permasalahan tentang kenakalan anak yang merebak
dimasyarakat ini.
E. Keaslian Penulisan
Sebelum melakukan penelitian ini telah ada peninjauan terhadap
perpustakaan fakultas hukum Universitas Sumatera Utara, apakah ada sebelumnya
yang telah melakukan penelitian dengan objek yang sama dan setelah ditinjau
tidak ada penelitian yang sama tentang tawuran antar pelajar yang menyebabkan
hilangnya nyawa orang lain. Oleh karena itu penelitian ini asli tanpa ada meniru
dari skripsi lain.
F. Tinjauan Pustaka
1. Kriminologi dan Hukum Pidana
1.1. Pengertian Kriminologi
Secara etimologis, kriminologi (criminology) berasal dari kata crimen dan
logos artinya sebagai ilmu pengetahuan tentang kejahatan. Kriminologi sebagai

bidang pengetahuan ilmiah telah mencapai usia lebih dari 1 (satu) abad, dan
selama itu pula mengalami perkembangan perspektif, paradigma, aliran dan
mazhab yang sebagai keseluruhan membawa warna tersendiri bagi pembentukan
konsep, teori serta metode dalam kriminologi. 14
Menurut Bonger, kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan
menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis atau murni).
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan dari padanya di samping itu disusun
kriminologi praktis. Kriminologi teoritis adalah ilmu pengetahuan yang
14

Soerjono Soekanto, Hengkie Liklikuwata, Mulyana W. Kusumah, Kriminologi, Suatu
Pengantar , Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hal. 7.

Universitas Sumatera Utara

9

berdasarkan pengalaman yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis,
memperhatikan gejala-gejala dan berusaha menyelidiki sebab-sebab dari gejala
tersebut (etiologi) dengan cara-cara yang ada padanya. Contoh patologi sosial
(penyakit masyarakat), kemiskinan, anak jadah, pelacuran, geandangan, perjudian,
alkoholisme, narkotika dan bunuh diri.15
Bonger membagi kriminologi menjadi kriminologi murni dan terapan.16
Kriminologi murni, yaitu:
1. antropologi kriminal
2. sosiologi kriminal
3. psikologi kriminal
4. psikopatologi
5. penologi
Kriminologi terapan, yaitu:
1. Criminal hygienel
2. politik kriminal
3. kriminalistik
Noach

mengatakan

kriminologi

adalah

ilmu

pengetahuan

yang

menyelidiki gejala-gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh, sebabmusabab serta akibatnya. 17
Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh J. Constant. J.
Constant melihat kriminologi sebagai suatu pengetahuan pengalaman yang
bertujuan menentukan faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan dan
penjahat. Dalam hal ini, diperhatikan baik faktor-faktor sosiologis dan ekonomis,
maupun faktor-faktor psikologis individu.18

15

Abintoro Prakoso, Kriminologi dan Hukum Pidana , Laksbang Grafika, Yogyakarta,
2013, hal. 11.
16
Ibid., hal. 12.
17
Ibid.
18
Indah Sri Utari, Aliran dan Teori dalam Kriminologi, Thafa Media, Yogyakarta, 2012,
hal. 5.

Universitas Sumatera Utara

10

A. E. Wood mengatakan bahwa istilah kriminologi meliputi keseluruhan
pengetahuan yang diperoleh dari teori atau pengalaman yang berhubungan dengan
kejahatan dan penjahat, didalamnya termasuk reaksi-reaksi dari kehidupan
bersama atas kejahatan dan penjahat.19
Kriminologi itu suatu gabungan (complex) ilmu-ilmu lain, yang dapat
disebut ilmu bagian (deelwetenschap) dari kriminologi. Kriminologi adalah ilmu
yang menyelidiki dan membahas asal-usul kejahatan (etiologi kriminal, criminele
aetiologie ), kriminologi lahir pada pertengahan abad XIX. Pada masa itu ada

beberapa ahli yang menaruh perhatian khusus pada manusia yang melanggar
norma-norma sosial tertentu dan tempat manusia yang melanggar norma-norma
sosial itu di dalam masyarakat. Juga diselidiki tindakan-tindakan apa yang harus
dimbil untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kejahatan.20
1.2. Pengertian Hukum Pidana
Beberapa pendapat pakar hukum mengenai Hukum Pidana, antara lain
sebagai berikut :
a. Pompe, menyatakan bahwa Hukum Pidana adalah keseluruhan aturan
ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan
aturan pidananya.21
b. Apeldoorn, menyatakan bahwa Hukum Pidana dibedakan dan diberikan
arti:

19

Ibid., hal. 4.
Abintoro Prakoso, Op. cit., hal. 15.
21
Teguh Prasteyo, Hukum Pidana Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hal. 4.
20

Universitas Sumatera Utara

11

Hukum Pidana materiil yang menunjuk pada perbuatan pidana dan yang
oleh sebab perbuatan itu dapat dipidana, dimana perbuatan pidana itu
mempunyai dua bagian. Yaitu:
i.

Bagian objektif merupakan suatu perbuatan atau sikap yang
bertentangan dengan hukum pidana positif, sehingga bersifat melawan
hukum yang menyebabkan tuntutan hukum dengan ancaman pidana
atas pelanggarannya.

ii.

Bagian subjektif merupakan kesalahan yang menunjuk kepada pelaku
untuk dipertanggungjawabkan menurut hukum. Hukum pidana formal
yang mengatur cara bagaimana hukum pidana materiil dapat
ditegakkan.22

c. W.L.G Lemaire
Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusankeharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang)
telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu
penderitaan yang bersifat khusus. Hukum pidana itu merupakan suatu
sistem norma-norma yang menentukanterhadap tindakan-tindakan yang
mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana
terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaankeadaan bagaimana hukum itu dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan
tersebut.23
d. W.F.C. van Hattum
22
23

Ibid., hal.5.
Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana Edisi 2, USU press, Medan, 2013,

hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

12

Hukum Pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturanperaturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum
lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum
umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat
melanggar huku dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturanperaturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa
hukuman.24
1.3. Hubungan Kriminologi dan Hukum Pidana
Hubungan antara Kriminologi dan Hukum Pidana yang saat ini masingmasing sudah merupakan suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Hukum Pidana
adalah teori mengenai aturan-aturan atau norma-norma, sedangkan kriminologi
adalah teori tentang gejala hukum.25
Kriminologi lebih mengutamakan tindakan preventif oleh karena itu selalu
mencari sebab-sebab timbulnya suatu kejahatan baik dibidang ekonomi, sosial,
budaya, hukum serta faktor alamiah seseorang, dengan demikian dapat
memberikan break through yang tepat serta hasil yang memuaskan. Kriminologi
lebih banyak menyangkut masalah teori yang dapat mempengaruhi badan
pembentuk undang-undang untuk menciptakan suatu undang-undang yang sesuai
dengan rasa keadilan masyarakat serta mempengaruhi pula hakim di dalam
menjatuhkan vonis kepada tertuduh.26
Hukum pidana (criminal law) sebagai disiplin ilmu normatif atau
normative dicipline yang mempelajari kejahatan dari segi hukum, atau

mempelajari aturan tentang kejahatan. Dengan perkataan lain mempelajari tentag
tindakan yang dengan tegas disebut oleh peraturan perundang-undangan sebagai
kejahatan atau pelanggaran, yang dapat dikenai hukuman (pidana). Apabila belum
24

Ibid., hal. 2.
Indah Sri Utari, Op. cit., hal. 20.
26
Abintoro Prakoso, Op. cit., hal. 2.
25

Universitas Sumatera Utara

13

ada peraturan perundang-undangan yang memuat tentang hukuman yang dapat
dijatuhkan pada penjahat atau pelanggar atas tindakannya, maka tindakan yang
bersangkutan bukan tindakan yang dapat dikenai hukuman (bukan tindakan jahat
atau bukan pelanggaran). Pandangan ini bersumber pada asas Nullum delictum,
nulla poena sine praevia lege poenali.27

Keduanya bertemu dalam kejahatan yaitu tingkah laku atau perbuatan
yang diancam pidana. Perbedaan hukum pidana dan kriminologi terletak pada
obyeknya, yaitu obyek utama hukum pidana ialah menunjuk kepada apa yang
dapat dipidana menurut norma-norma hukum yang berlaku, sedangkan perhatian
kriminologi tertuju kepada manusia yang melanggar hukum pidana dan
lingkungan manusia-manusia.28
Adapun perbedaan tersebut, terdapat hubungan saling bergantung atau ada
interaksi antara hukum pidana dan kriminologi. Beberapa Hubungan antara
hukum pidana dan kriminologi adalah sebagai berikut:
a. Hukum pidana menganut sistem yang memberi kedudukan penting bagi
kepribadian penjahat dan menghubungkannya dengan sifat dan beratringannya (ukuran) pemidanaannya.29
b. Hukum pidana dan kriminologi memiliki persamaan persepsi bahwa
masyarakat luas adalah bagian dari obyek pengaturan oleh kekuasaan
negara bukan subyek (hukum) yang memiliki kedudukan yang sama
dengan negara.30

27

Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia , Ichtiar Baru, Jakarta, 1983, hal. 388.
Indah Sri Utari, Op. cit., hal 20.
29
Ibid., hal. 21.
30
Abintoro Prakoso, Op. cit., hal. 4.
28

Universitas Sumatera Utara

14

c. Hukum pidana dan kriminologi masih menempatkan peranan negara
lebih dominan daripada peranan individu dalam menciptakan ketertiban
dan keamanan sekaligus sebagai perusak ketertiban dan keamanan itu
sendiri.31
Walaupun hubungan antara hukum pidana dan kriminologi era sekali,
namun sebagai suatu ilmu pengetahuan yang mandiri, kriminologi tidak begitu
tergantung pada nilai-nilai hukum pidana. Hubungan yang erat dengan
kriminalitas merupakan syarat utama sehingga berlakunya norma-norma hukum
pidana dapat diawasi oleh kriminologi.32
2. Tindak Pidana dan Unsur-unsur Tindak Pidana
2.1 Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum
pidana Belanda yaitu “strafbaar feit”. Para ahli hukum mengemukakan istilah
yang berbeda-beda dalam upayanya memberikan arti dari strafbaar feit.33
Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa
Latin yakni kata delictum. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa34
Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan
pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.
Berdasarkan rumusan yang ada maka delik ( strafbaar feit) memuat
beberapa unsur yakni:35
a. Suatu perbuatan manusia;
31

Ibid.
Ibid.
33
Mohammad Ekaputra, Op. cit., hal. 73.
34
Teguh Prasteyo, Op. cit., hal. 47.
35
Ibid., Hal. 48.
32

Universitas Sumatera Utara

15

b. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undangundang
c. Perbuatan

itu

dilakukan

oleh

seseorang

yang

dapat

dipertanggungjawabkan
Pengertian Tindak Pidana penting dipahami untuk mengetahui unsur-unsur
yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur tindak pidana ini dapat menjadi
patokan dalam upaya menentukan apakah perbuatan seseorang itu merupakan
tindakan pidana atau tidak.36
Barda Nawawi Arief menyebutkan, bahwa di dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (Penulisan selanjutnya Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana disingkat menjadi KUHP) (WvS) hanya ada asas legalitas (Pasal 1 KUHP)
yang merupakan “landasan yuridis” untuk menyatakan suatu perbuatan ( feit)
sebagai perbuatan yang dipidana (Strafbaarfeit). Namun apa yang dimaksud
dengan “Strafbaarfeit” tidak dijelaskan. Jadi tidak ada pengertian/batasan yuridis
tentang tindak pidana.37
Tidak

adanya

pengertian/batasan

yuridis

tentang

tindak

pidana

menimbulkan beberapa pengertian dari tindak pidana ( strafbaarfeit), berikut
beberapa pengertian menurut para ahli mengenai tindak pidana (strafbaarfeit):
a. Mulyatno, menerjemahkan istilah strafbaar feit dengan perbuatan pidana.
Menurut beliau istilah “perbuatan pidana” menunjuk kepada makna
adanya suatu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang
dilarang hukum di mana pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana dan
36
37

Mohammad Ekaputra, Op. cit., hal. 74.
Ibid., hal. 75.

Universitas Sumatera Utara

16

yang dapat berbuat dan hasilnya disebut perbuatan itu adalah hanya
manusia.38
b. Menurut W.P.J Pompe, suatu strafbaar feit (defenisi menurut hukum
positif) itu sebenarnya adalah tidak lain dari pada suatu “tindakan yang
menurut sesuatu rumusan Undang-undang telah dinyatakan sebagai
tindakan yang dapat dihukum”. Pompe mengatakan, bahwa menurut teori
(defenisi menurut teori) strafbaar feit itu adalah perbuatan, yang bersifat
melawan hukum, yang dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.
Untuk penjatuhan pidana tidak cukup, dengan adanya tindak pidana, akan
tetapi selain itu harus ada orang yang dapat dipidana.39
c. Menurut H.B. Vos, strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang
diancam pidana oleh undang-undang.40
d. Menurut R. Tresna, peristiwa pidana itu adalah sesuatu perbuatan atau
rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan Undang-undang
atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan
tindakan penghukuman. R. Tresna menyatakan, dapat diambil sebagai
patokan bahwa peristiwa pidana itu harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1) Harus ada suatu perbuatan manusia;
2) Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam
ketentuan hukum;
3) Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat yaitu orangnya
dapat dipertanggungjawabkan;
38

Teguh Prasteyo, Op. cit., hal. 48.
Mohammad Ekaputra, Op. cit., hal. 81.
40
Ibid.
39

Universitas Sumatera Utara

17

4) Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum;
5) Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumnya dalam
Undang-undang.41
e. Wirjono Prodjodikoro, menyatakan tindak pidana berarti suatu perbuatan
yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana.42
f. J. Baumann dalam Sudarto merumuskan, bahwa tindak pidana merupakan
perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan
dilakukan dengan kesalahan.43
2.2 Unsur-unsur Tindak Pidana
Setelah mengetahui defenisi dan pengertian yang lebih mendalam dari
tindak pidana itu sendiri, maka di dalam tindak pidana tersebut terdapat unsurunsur tindak pidana, yaitu:44
a. Unsur objektif
Unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada
hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan di mana
tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan. Terdiri dari :
1) Sifat melanggar hukum
2) Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai pegawai negeri di
dalam kejahatan menurut pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai
pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas didalam
kejahatan menurut pasal 398 KUHP.
3) Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab
suatu kenyataan sebagai akibat.
b. Unsur Subjektif
Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang
dihubungkan dengan diri si pelaku dan termaksuk di dalamnya segala
sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.
Unsur ini terdiri dari:
1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa ).

41

Ibid.
Ibid., hal. 85.
43
Ibid.
44
Teguh Prasteyo, Op. cit., hal. 50.
42

Universitas Sumatera Utara

18

2) Maksud pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam Pasal 53
ayat (1) KUHP.
3) Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan-kejahatan
pencurian, penipuan, pemerasan, dan sebagainya.
4) Merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam Pasal 340
KUHP, yaitu pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu.
5) Perasaan takut seperti terdapat di dalam Pasal 308 KUHP
Menurut Moelyatno, unsur atau elemen perbuatan pidana terdiri dari:45
a. Kelakuan dan akibat (perbuatan)
Misalnya pada Pasal 418 KUHP, jika syarat seorang PNS tidak
terpenuhi maka secara otomatis perbuatan pidana seperti yang dimaksud
pada pasal tersebut tidak mungkin ada, jadi dapat dikatakan bahwa
perbuatan pidana pada pasal 418 KUHP ini ada jika pelakunya adalah
seorang PNS.
b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
Misal pada Pasal 160 KUHP, ditentukan bahwa penghasutan itu
harus dilakukan di muka umum, jadi hal ini menentukan bahwa keadaan
yang harus menyertai perbuatan penghasutan tadi adalah dengan dilakukan
di muka umum.
c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana
Maksudnya adalah tanpa suatu keadaan tambahan tertentu seorang
terdakwa telah dianggap melakukan perbuatan pidana yang dapat dijatuhi
pidana, tetapi dengan keadaan tambahan tadi ancaman pidananya lalu
diberatkan. Misalnya pada pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan,
tetapi jika penganiayaan tersebut menimbulkan luka berat ancaman
45

Ibid., hal. 52.

Universitas Sumatera Utara

19

pidananya diberatkan menjadi lima tahun dan jika menyebabkan kematian
menjadi tujuh tahun.
d. Unsur melawan hukum yang objektif
Unsur melawan hukum yang menunjuk kepada keadaan lahir atau
objektif yang menyertai perbuatan.
e. Unsur melawan hukum yang subjektif
Unsur melawan hukum terletak di dalam hati seseorang pelaku
kejahatan itu sendiri. Misalnya pada pasal 362 KUHP, terdapat kalimat
“dengan maksud” kalimat ini menyatakan bahwa sifat melawan hukumnya
perbuatan tidak dinyatakan dari hal-hal lahir, tetapi tergantung pada niat
seseorang mengambil barang. Apabila niat hatinya baik, contohnya
mengambil barang untuk kemudian dikembalikan pada pemiliknya, maka
perbuatan tersebut tidak dilarang. Sebaliknya jika niat hatinya jelek, yaitu
mengambil barang utk dimiliki sendiri dengan tidak mengacuhkan
pemiliknya menurut hukum, maka hal itu dilarang dan masuk rumusan
pencurian.
3. Pelajar dan Tawuran Pelajar
3.1. Pelajar
Setiap kegiatan pendidikan sudah pasti memerlukan unsur anak didik
sebagai sasaran dari kegiatan tersebut. Yang di maksud anak didik di sini adalah
anak yang belum dewasa yang memerlukan bimbingan dan pertolongan dan orang
lain yang sudah dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk
Tuhan sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat , dan sebagai suatu

Universitas Sumatera Utara

20

pribadi atau individu yang mandiri.46 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pelajar berasal dari kata pelajar47 yaitu anak sekolah (terutama pada sekolah dasar
dan sekolah lanjutan) atau anak didik, atau murid atau siswa. Berdasarkan
pengertian yang telah diuraikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka
penulis menggunakan kata anak didik (peserta didik) sebagai pengganti kata
pelajar.
Prayitno, memberikan pengertian tentang perserta didik yaitu manusia
yang sepenuhnya memiliki harkat dan martabat manusia dengan segenap
kandungannya. Peserta didik dengan harkat dan martabat manusia nya ini berhak
hidup sesuai dengan harkat dan martabat nya yang perlu diperkembangkan
melalui pendidikan. Dengan kata lain, pendidikanlah yang akan mengembangkan
harkat dan martabat manusia peserta didik sehingga perserta didik menjadi apa
yang disebut sebagai manusia seutuhnya. 48
Selain itu Sutari Imam Barnadib memberikan pendapatnya mengenai anak
didik, yaitu seseorang anak yang selalu mengalami perkembangan sejak
terciptanya sampai meninggal dan perubahan-perubahan itu terjadi secara wajar.49
Selanjutnya, Pasal 1 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses

46

Suryosubroto, Beberapa Aspek Dasar-Dasar Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010,

hal. 20.
47

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Balai
Pustaka: Jakarta, 1989, hal. 34.
48
Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, Kompas Gramedia, Jakarta, 2009, hal.
35.
49
Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Penerbit Ombak,
Yogyakarta, 2013, hal. 67.

Universitas Sumatera Utara

21

pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Sedangkan peserta didik menurut tahap perkembangan dan umur dapat dibagi
menjadi beberapa tahapan yaitu:
a. 0 – 7 tahun = Masa kanak-kanak
b. 7 – 14 tahun = Masa sekolah
c. 14 – 21 tahun = Puberitas
R.Soesilo berpendapat dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan
bahwa yang dimaksudkan belum dewasa ialah mereka yang belum berumur 21
tahun dan belum kawin. Jika orang kawin dan bercerai sebelum umur 21 tahun, ia
tetap dipandang dengan dewasa. Hal ini ternyata sejalan dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai tahap
perkembangan dan umur peserta didik.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa batasan usia
pelajar sama dengan batasan usia anak yaitu belum mencapai usia 21 (dua puluh
satu) tahun atau belum genap usia 21 (dua puluh satu) tahun.
3.2 Tawuran Pelajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tawuran adalah perkelahian
massal atau perkelahian yang dilakukan beramai-ramai atau banyak orang. 50
Menurut Mansoer, tawuran pelajar adalah perkelahian massal yang merupakan

50

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. cit., hal. 545.

Universitas Sumatera Utara

22

perilaku kekerasan antar kelompok pelajar laki-laki yang ditujukan pada
kelompok pelajar dari sekolah lain.51
Tawuran didefenisikan sebagai perkelahian massal yang dilakukan oleh
sekelompok orang terhadap kelompok lainnya, yang disebabkan karena adanya
perbedaan sudut pandang, dendam, ketidaksetujuan tentang suatu hal, dan
sebagainya. Jadi dapat disimpulkan tawuran adalah tindakan agresi (perkelahian)
yang dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lainnya yang
dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain bahkan
merusak. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelajar adalah
orang yang belajar. Sehingga tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan
oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang
yang sedang belajar, yang apabila merujuk ke pendapat R. Soesilo dalam bukunya
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan batasan umur belum mencapai 21
(dua puluh satu) tahun. Tawuran ada tiga bentuk:52
a) Tawuran antar kelompok yang telah memiliki rasa permusuhan secara
turun temurun;
b) Tawuran suatu kelompok melawan kelompok lainnya yang di dalamnya
terdapat beberapa jenis kelompok (terdiri dari kelompok-kelompok yang
berbeda);
c) Tawuran antar kelompok yang bersifat insidental yang dipicu oleh situasi
dan kondisi tertentu.

51

Dwi Maulidyani, Faktor dan Dampak Akibat dari Tawuran di Kalangan Pelajar ,
diakses dari http://dmaulidyani.blogspot.co.id pada tanggal 19 Juni 2016 pada pukul 22.14WIB
52
Hanna Karlina Ridwan, Agresi pada Siswa-siswa SLTA yang Melakukan dan Tidak
Melakukan Tawuran Pelajar , Pustaka Belajar, Yogaykarta, 2006, hal. 65.

Universitas Sumatera Utara

23

Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja
digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja ( juvenile deliquency).
Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis
delikuensi yaitu:53
1. Delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang
“mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul
akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.
2. Delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di
dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan
kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi.
Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang
diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa
remaja seorang remaja akan cenderung membuat sebuah genk yang mana
dari pembentukan genk inilah para remaja bebas melakukan apa saja
tanpa adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia berada
dilingkup kelompok teman sebayanya.
G. Metode Penelitian
Suatu penelitian harus menggunakan metode yang tepat agar orang yang
membaca dapat memahami tentang jenis penelitian, sumber penelitian, dan
manfaat penelitiannya sehingga mengerti apa yang menjadi objek ilmu
pengetahuan yang di teliti. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis
adalah sebagai berikut :
53

Hary Prasetyo, Tawuran Antar Pelajar Masalah dan Penyebabnya , Diakses dari
http://den-haryprasetyo.blogspot.co.id/2013/11/tawuran-antar-pelajar-masalah-dan_7044.html,
pada tanggal 18 Mei 2016 pada pukul 15.12WIB.

Universitas Sumatera Utara

24

1. Jenis Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini, penelitian yang digunakan adalah penelitian
yuridis normatif.Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dan
ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan lainnya.
2. Data dan Sumber Data
Dalam menyusun skripsi ini, data yang digunakan adalah data sekunder,
yang diperoleh dari :
a) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah bahan hukum yang
berasal dari peraturan perundang-undangan di bidang materi yang diteliti, seperti
Kitab Undang-Undang Pidana Pasal 170 tentang kekerasan, Pasal 351-358
mengenai penganiayaan, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak Pasal 80 tentang kekerasan terhadap anak.
b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah pendapat para sarjana,
buku-buku dari para ahli yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer yang berkaitan tentang objek penelitian ini serta putusan
hakim pengadilan yang berkaitan dengan kasus-kasus dalam penelitian ini.
c) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, yaitu kamus hukum dan lain-lain.
3. Teknik Pengumpulan Data

Universitas Sumatera Utara

25

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif yang
pengumpulan datanya berdasarkan penelitian kepustakaan (library research).
Pengumpulan data kepustakaan adalah mengumpulkan berbagai sumber bacaan
seperti buku-buku, majalah, internet, pendapat sarjana maupun literatur dan hasil
putusan untuk dikaitkan dengan objek penelitian ini.
4. Analisis Data
Metode analisis data ada 2 (dua) yaitu metode kualitatif dan metode
kuantitatif.Dalam penulisan skripsi ini yang digunakan adalah metode analisis
kualitatif, dimana data yang berupa asas, konsepsi, doktrin hukum serta isi kaedah
hukum dianalisis secaara kualitatif.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang akan merupakan isi pembahasan dari
skripsi ini dan mempermudah penguraiannya maka penulisan membagi skripsi ini
menjadi 5 bab.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I

: Pendahuluan, Pada Bab ini penulis menjelaskan tentang latar
belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, serta
sistematika penulisan juga diuraikan dalam bab ini.

Bab II

: Dalam bab ini penulis menguraikan tentang teori-teori kriminologi
tentang kejahatan dan kenakalan remaja serta faktor-faktor penyebab
terjadinya tawuran antar pelajar.

Universitas Sumatera Utara

26

Bab III

: Disini Penulis menjelaskan dan menguraikan kebijakan dalam
penanggulangan terhadap tawuran antar pelajar baik kebijakan penal
mapun kebijakan non penal dalam menanggulangi tawuran antar
pelajar.

Bab IV

: Pada bab ini penulis menjelaskan dan menguraikan tentang
penerapan hukum pidana terhadap tawuran antar pelajar yang
menyebabkan hilangnya nyawa orang lain serta memberikan hasil
analisis terhadap putusan pengadilan negeri mengenai kasus tawuran
antar pelajar yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tawuran Antar Pelajar yang Mengakibatkan Hilangnya Nyawa Orang Lain dari Perspektif Kriminologi dan Hukum Pidana (Studi Terhadap 3 (Tiga) Putusan Pengadilan Negeri)

1 40 145

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA KEALPAAN YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR NOMOR 249/PID.B/2009/PN.KRAY).

0 0 13

Tawuran Antar Pelajar yang Mengakibatkan Hilangnya Nyawa Orang Lain dari Perspektif Kriminologi dan Hukum Pidana (Studi Terhadap 3 (Tiga) Putusan Pengadilan Negeri)

0 0 11

Tawuran Antar Pelajar yang Mengakibatkan Hilangnya Nyawa Orang Lain dari Perspektif Kriminologi dan Hukum Pidana (Studi Terhadap 3 (Tiga) Putusan Pengadilan Negeri)

1 1 1

Tawuran Antar Pelajar yang Mengakibatkan Hilangnya Nyawa Orang Lain dari Perspektif Kriminologi dan Hukum Pidana (Studi Terhadap 3 (Tiga) Putusan Pengadilan Negeri)

0 0 30

Tawuran Antar Pelajar yang Mengakibatkan Hilangnya Nyawa Orang Lain dari Perspektif Kriminologi dan Hukum Pidana (Studi Terhadap 3 (Tiga) Putusan Pengadilan Negeri)

0 1 4

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

1 1 8

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

0 0 1

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

0 0 15

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PEMBELAAN DIRI YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN DITINJAU DARI PASAL 49 KUHP

0 2 18