Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Natrium diklofenak

2.1.1 Uraian Bahan
Rumus Struktur

Gambar 2.1. Rumus struktur Natrium diklofenak
Rumus molekul

: C 14 H 10 Cl2 NO 2 Na

Nama Kimia

: (2- (2,6-diklorophenyl) amino benzeneacetic acid)

Berat Molekul


: 318,13

Pemerian

: Serbuk hablur, berwarna putih, tidak berasa
(USP 30, 2007).

Kelarutan

: Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol; praktis tidak
larut dalam kloroform dan eter; bebas larut dalam alkohol
metil. pH larutan 1% b/v dalam air adalah antara 7.0 dan 8
(Sweetman, 2009).

2.1.2 Sifat Farmakologis
Diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenil asetat yang termasuk
obat anti inflamasi nonsteroid yang terkuat daya anti radangnya dengan efek samping
yang lebih ringan dibandingkan dengan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya seperti
indometasin dan piroksikam (Tan, 2007).


6
Universitas Sumatera Utara

Diklofenak mempunyai aktifitas analgetik, antipiretik, dan antiradang.
Senyawa ini merupakan inhibitor siklooksigenase. Selain itu, diklofenak tampak
menurunkan konsentrasi intrasel arakidonat bebas dalam leukosit, dengan mengubah
pelepasan atau pengambilan asam lemak tersebut (Godman dan Gilman, 2012). Obat
ini efektif untuk peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan),
misalnya setelah pembedahan, atau pada memar akibat olahraga. Selain itu natrium
diklofenak digunakan untuk mencegah pembengkakan jika diminum sedini mungkin
dalam dosis yang cukup tinggi (Tan, 2007).
Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang merupakan
penghambat COX yang kuat dengan efek anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik.
Obat ini cepat diabsorpsi setelah pemberian oral dan mempunyai waktu paruh yang
pendek. Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan kronis seperti arthritis
rematoid dan osteoarthritis serta untuk pengobatan nyeri otot rangka akut (Neal,
2006).
Mekanisme kerjanya, bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu
rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk
mengubah fosfolipida menjadi asam arachidonat. Asam lemak poli-tak jenuh ini

kemudian untuk sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida
dan seterusnya menjadi prostaglandin. siklooksigenase terdiri dari dua isoenzim yaitu
COX-1 (tromboxan dan prostacyclin) dan COX-2 (prostaglandin). Kebanyakan
COX-1 terdapat di jaringan, antara lain dikeping darah, ginjal dan saluran cerna.
COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat dijaringan tetapi dibentuk selama
proses peradangan oleh sel-sel radang. Penghambatan COX-2 lah yang memberikan
efek anti radang dari obat NSAIDs. NSAID yang ideal hanya menghambat COX-2
(peradangan) dan tidak COX-1 (perlindungan mukosa lambung) (Tan, 2007).
7
Universitas Sumatera Utara

Diklofenak merupakan obat NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs)
yang bersifat tidak selektif dimana kedua jenis COX dihambat. Dengan penghambatan
COX-1, maka tidak ada lagi yang bertanggung jawab melindungi mukosa lambung-usus
dan ginjal sehingga terjadi iritasi dan (Tan, 2007).

Efek samping terjadi kira-kira 20% penderita dan meliputi distress saluran
cerna, perdarahan saluran cerna dan tukak lambung. Inhibisi sintesis prostaglandin
dalam mukosa saluran cerna sering menyebabkan kerusakan gastrointestinal
(dyspepsia, mual, dan gastritis). Efek samping yang paling utama adalah perdarahan

gastrointestinal dan perforasi (Neal, 2006).
2.1.3 Farmakokinetik
Diklofenak cepat diserap sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavaibilitas
sistemiknya hanya antara 30-70%

karena metabolisme lintas pertama. Obat ini

mempunyai waktu paruh 2-6 jam dalam kompartemen (Katzung, 2010). Hal ini
mungkin menjelaskan durasi efek terapeutik yang jauh lebih lama daripada waktu
paruhnya dalam plasma. Diklofenak dimetabolisme di hati oleh isozim sitokrom
P450 subfamili CYP2C9 menjadi 4-hidroksidiklofenak (Godman dan Gilman, 2012).

2.1.4 Penggunaan terapeutik
Natrium diklofenak digunakan dalam penanganan simptomatik jangka lama
pada arthritis rheumatoid, osteoartritits, dan spondilitis ankilosa. Dosis lazim harian
untuk indikasi tersebut adalah 100 sampai 200 mg, diberikan dalam beberapa dosis
terbagi diberikan dengan dosis 25 mg sampai 50 mg dalam tiga kali pemberian
perharinya. Senyawa ini mungkin juga berguna untuk penanganan jangka pendek
cedera otot rangka akut, nyeri bahu akut, nyeri pasca operasi dan dismenorea.


8
Universitas Sumatera Utara

Sediaan bentuk larutan pada terapi mata diklofenak tersedia untuk penanganan
radang pasca operasi setelah pengangkatan katarak (Godman dan Gilman, 2012).
2.1.5 Efek toksik
Peradangan umumnya dibagi dalam tiga tipe yaitu peradangan akut, respon
imun, dan peradangan kronis. Peradangan akut adalah respon awal dari luka jaringan
yang disebabkan oleh pelepasan autokoid dan biasanya mendahului perkembangan
respons imun (Katzung, 2002).
Radang akut ini tidak spesifik dan dapat disebabkan oleh cedera yang terjadi
dalam waktu singkat. Peradangan akut dianggap sebagai awal pertahanan terhadap
cedera dan ditandai dengan perubahan-perubahan mikro sirkulasi, dengan eksudasi
cairan dan migrasi leukosit dari pembuluh darah ke daerah cedera. Peradangan akut
biasanya berlangsung singkat, terjadi sebelum respon imun berfungsi baik, dan
terutama dimaksudkan untuk menghilangkan penyebab yang membuat cedera
(Candrasoma dan Taylor, 2006).
2.2

Hubungan Farmakokinetika dan Farmakodinamika

Farmakokinetika berhubungan erat dengan farmakodinamika yang dapat

menjelaskan tentang hubungan dosis dan efek. Farmakodinamika digunakan untuk
memperkirakan konsentrasi obat yang diperlukan dalam mencapai efek terapeutik.
Konsentrasi obat dalam tubuh dapat diketahui dengan menentukan kinetika obat
yang meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.
Pengaruh terapeutik suatu obat pada seorang pasien sebenarnya merupakan
respon obat tersebut. Hal ini tergantung pada konsentrasi yang bisa dicapai pada
tempat kerja obat (reseptor). Setiap perubahan konsentrasi obat yang terukur
mencerminkan perubahan pada reseptor, dimana pengukuran konsentrasi obat dalam
9
Universitas Sumatera Utara

darah bisa diperhitungkan atau diramalkan tingkat aktivitas farmakologik yang
tercapai.
Nasib obat di dalam tubuh agar dapat menimbulkan efek yang diharapkan
harus melalui tiga tahap: farmasetika, farmakokinetika dan farmakodinamika, seperti
yang tertera pada Gambar 2.2.

10

Universitas Sumatera Utara

1. Tahap Farmasetika
- Disintegrasi
Dosis

sediaan obat

obat tersedia
untuk diabsorpsi

- Disolusi
Senyawa aktif

2. Tahap Farmakokinetika
- Absorpsi

obat tersedia

- Distribusi


untuk beraksi

- Metabolisme
- Ekskresi

ketersediaan hayati

3. Tahap Farmakodinamika
- Interaksi obatReseptor
- Dalam jaringan

Efek

sasaran

Gambar 2.2

Hubungan Antara Tahap Farmakokinetika dan
Farmakodinamika (Donatus, 1985).


11
Universitas Sumatera Utara

2.3

Sistem Absorpsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi
Pemberian obat secara ekstravaskular seperti peroral lebih banyak dilakukan

dibanding secara intravaskular, dimana pada pemberian peroral semua bahan obat
akan diserap oleh organ tubuh. Perjalanan obat dalam tubuh terdiri dari empat tahap
yaitu: absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi yang keseluruhannya
membentuk sistem A.D.M.E. (Aiache, 1993).
2.3.1 Absorpsi (Penyerapan)
Obat-obat yang diberikan peroral akan diabsorpsi bila molekul obat berada
dalam bentuk terlarut. Molekul obat mula-mula berikatan dengan mukosa lambung
atau usus, kemudian obat mencapai lapisan yang lebih dalam dari membran sel tapi
belum sampai ke pembuluh darah. Penyerapan obat dapat terjadi di lambung atau
usus halus. Penyerapan obat di lambung tergantung pada keadaan lambung yang
penuh atau


kosong. Saat saluran pencernaan berada dalam keadaan istirahat,

spincter pylorus agak membuka dan obat yang diberikan peroral dapat melintas
dengan mudah dan akan diserap di usus halus. Selanjutnya obat akan menembus
dinding pembuluh darah dan masuk kedalam sirkulasi darah (Aiache, 1993).
Suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ harus
melewati berbagai membran sel. Pada umumnya, membran sel mempunyai struktur
lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel (Shargel dan Yu,
1988). Mekanisme absorpsi obat melewati membran sel dapat berlangsung dengan
beberapa cara yaitu: difusi pasif, filtrasi, transport aktif, transport dengan fasilitas,
transport pasangan ion dan pinositosis (Ritschel, 1980).

12
Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Distribusi (Penyebaran)
Obat setelah masuk ke dalam peredaran darah akan disebarkan keseluruh
tubuh melalui aliran darah. Pada tahap ini sebagai obat dapat berikatan dengan
protein darah dan membentuk kompleks obat protein yang reversibel dan umumnya

melibatkan albumin. Obat yang terikat dengan protein merupakan suatu kompleks
besar yang tidak dapat melewati membran sel dengan mudah sehingga tidak aktif
secara farmakologik. Sebaliknya obat bentuk bebas atau tidak terikat dapat melewati
membran sel dan didistribusikan ke semua jaringan, dan obat dapat berinteraksi
dengan reseptor untuk menghasilkan efek farmakologik. Pada keadaan ini terjadi
reaksi kesetimbangan bolak balik antara kompleks obat-protein dengan obat bebas
(Aiache, 1993).
2.3.3 Metabolisme
Metabolisme obat terbesar adalah pada hati, juga terjadi di ginjal, jaringan
otot, dinding usus dan saluran darah. Obat yang mengalami metabolisme pada epitel
saluran pencernaan dan hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik dikenal dengan
metabolisme lintas pertama. Obat-obat dapat mengalami metabolisme sebagian
sebelum diekskresi (Ritschel, 1980).
Tujuan metabolisme obat adalah untuk:
a. menghasilkan energi dan pertahanan tubuh.
b. peruraian menjadi bentuk yang lebih sederhana (katabolisme).
c. membentuk molekul kompleks (biosintesis).
d. konversi senyawa lebih polar, larut dalam air dan menjadi bentuk terionisasi
sehingga mudah dieliminasi.
13
Universitas Sumatera Utara

Empat reaksi kimia yang terlibat dalam metabolisme obat yaitu: oksidasi,
reduksi, hidrolisis dan konjugasi (Aiache, 1993). Faktor yang mempengaruhi
metabolisme obat yaitu induksi enzim yang dapat meningkatkan kecepatan
biotransformasi. Selain itu inhibisi enzim yang merupakan kebalikan dari induksi
enzim,

biotranformasi

obat

diperlambat,

menyebabkan

bioavailabilitasnya

meningkat, menimbulkan efek menjadi lebih besar dan lebih lama. Kompetisi
(interaksi obat) juga berpengaruh terhadap metabolisme dimana terjadi oleh obat
yang dimetabolisir oleh sistem enzim yang sama (contoh alkohol dan barbiturat).
Perbedaan individu juga berpengaruh terhadap metabolisme karena adanya genetic
polymorphism, dimana seseorang mungkin memiliki kecepatan metabolisme berbeda
untuk obat yang sama (Hinz, 2005).
2.3.4 Ekskresi
Ekskresi obat merupakan proses eliminasi akhir suatu obat dari dalam tubuh.
Molekul-molekul obat dikeluarkan dari tubuh tanpa atau setelah mengalami
perubahan hayati (biotransformasi).
Obat dapat diekskresikan melalui berbagai rute (Aiache, 1993) yaitu:
a.
b.

ginjal, organ utama untuk mengeliminasi obat dari tubuh melalui urine.
feses, khususnya untuk obat-obat yang sukar diabsorpsi dan tinggal dalam
saluran lambung-usus.

c.
d.

empedu, bila reabsorpsi obat dari saluran lambung-usus kecil.
paru-paru, tempat keluar obat-obat yang mudah menguap melalui ekspirasi
pernafasan.

14
Universitas Sumatera Utara

2.4

Uraian Tumbuhan

2.4.1 Sistematika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan pepaya adalah sebagai berikut (MEDA, 2013).
Kingdom/ Kerajaan

: Plantae (tumbuh-tumbuhan).

Divisi

: Spermatophyta (tumbuhan berbunga).

Kelas

: Dicotyledonae (biji berkeping dua).

Ordo

: Cistales

Famili

: Caricaceae

Genus

: Carica

Spesies

: Carica papaya L.

2.4.2 Habitat Tumbuhan
Pepaya (Carica papaya L) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika
yang berada pada daerah tropis dan pusat penyebarannya diduga di daerah sekitar
Meksiko bagian selatan dan Nikaragua (Kalie, 2008). Pada pertengahan abad ke-16
pepaya mulai banyak ditanam serta dibudidayakan di Cina dan Malaysia,
diperkirakan mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-17 dibawa oleh bangsa
Portugis (Suprapti, 2005).
Di Indonesia tanaman pepaya tersebar dimana-mana bahkan telah menjadi
tanaman pekarangan. Sentra penanaman pepaya di Indonesia ada di daerah Jawa
Barat (kabupaten Sukabumi), Jawa Timur (Kabupaten Malang), Yogyakarta
(Sleman), Lampung Tengah, Sulawesi Selatan (Toraja), Sulawesi Utara (Manado).
Di Indonesia tanaman pepaya dikenal dengan berbagai nama diantaranya,
Kabaleo, peute, pastel, embetik, botik, kates, pepaya, pisang patuka, gedang, penti

15
Universitas Sumatera Utara

kayu (Sumatera). Gedang, ketela gantung, kates, gedhang (Jawa). Bua medung,
pisang malaka, buah dong, majan, pisang mentela, bandas (Kalimantan), pepaya,
papaya, keliki, sumoyori, umi jawa, tangan-tangan nikare (Sulawesi). Tele, palaki,
papae, papaino, papau, menam, siberiani, tapaya (Papua).
2.4.3 Morfologi Tumbuhan
Pepaya merupakan tanaman herba, batangnya tegak, berongga di bagian
tengah, berbuku-buku dan basah, biasanya tidak bercabang, dan tingginya dapat
mencapai 10 m (Kalie, 2008; Anonim, 2006; Suprapti, 2005). Daunnya merupakan
daun tunggal, berukuran besar dan helaiannya menyerupai telapak tangan manusia,
apabila daun pepaya tersebut dilipat menjadi dua bagian persis di tengah, akan
tampak bahwa daunnya tersebut simetris. Tangkai daunnya berongga dan panjang
(Kalie, 2008; Anonim, 2006). Sistem perakaran tanaman pepaya berupa akar
tunggang dan akar cabang yang tumbuh mendatar kesemua arah pada kedalaman 1 m
atau lebih dan menyebar sekitar 60 - 150 cm atau lebih dari pusta batang.
Tanaman pepaya memiliki tiga jenis bunga yaitu bunga jantan (masculus),
bunga betina (femineus) dan bunga sempurna (hermaprodit). Tumbuhan jantan
dikenal sebagai pepaya gantung, walaupun jantan kadang-kadang tumbuhan ini dapat
menghasilkan buah pula secara partogenesis. Bunga pepaya memiliki mahkota bunga
berwarna kuning pucat dengan tangkai atau duduk pada batang. Bunga biasanya
ditemukan pada daerah sekitar pucuk, tanaman pepaya biasanya berbunga pada
rentang usia dari 3 sampai 6 bulan, diusia tersebut bunga pepaya dapat dipanen
antara usia 4-6 bulan (Anonim, 2011).
2.4.4 Kandungan Kimia

16
Universitas Sumatera Utara

Hampir semua seluruh bagian tanaman pepaya memiliki kandungan kimia
yang berkhasiat bagi kesehatan. Daun pepaya mengandung enzim papain, alkaloida,
karpaina, pseudokarpaina, glikosida, karposida, dan saponin. Buah pepaya
mengandung beta karoten, pektin, d-galaktosa, 1-arabinosa, papain, papayotimin, dan
vitojinose. Buah pepaya yang matang kaya akan kandungan vitamin dan mineral.
Sementara itu, getah pepaya mengandung papain, kemopapain, lisosim, lipase,
glutamin, dan siklotransferase (Mangan, 2008).
2.4.5 Khasiat Tumbuhan
Hampir seluruh bagian tumbuhan pepaya memiliki khasiat. Daun pepaya
berkhasiat untuk mengobati batu ginjal, hipertensi, malaria, keputihan, malnutrisi
pada anak-anak, mengobati nyeri haid dan dapat menurunkan panas (Anonim 2006;
Santoso, 1998). Buah pepaya yang mengkal masih memiliki efek mengugurkan
kandungan, sedangkan buah pepaya yang sudah matang berkhasiat untuk
melancarkan gangguan sistem pencernaan dan juga untuk mata karena mengandung
vitamin A. Biji pepaya berkhasiat sebagai obat cacing (Anonim, 2009; Santoso,
1998). Akar tanaman pepaya berkhasiat untuk mengobati rematik, gangguan saluran
kencing dan berkhasiat menguatkan lambung (Anonim, 2006; Santoso, 1998).

17
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Urin

2 20 96

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

1 8 108

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

0 1 14

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

0 0 2

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

0 0 5

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

0 6 3

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

0 0 46

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Urin

0 0 14

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Urin

0 1 2

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Urin

0 0 5