Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

(1)

LAMPIRAN


(2)

(3)

Lampiran 3. Bunga, simplisia bunga pepaya jantan dan Serbuk simplisia bunga pepaya jantan

a. Bunga Pepaya Jantan


(4)

c. Serbuk simplisia bunga pepaya jantan


(5)

Lampiran 4. Perhitungan Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia 1. Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia Bunga Pepaya Jantan

Persen kadar air = Volume air (ml) Berat sampel (g)

x 100%

a. Berat sampel I = 5,004 g Volume air = 0,3 ml Persen kadar air I = 0,3

5,004

x 100% = 5,99%

b. Berat sampel II = 5,002 g Volume air = 0,3 ml Persen kadar air = 0,3 5,002

x 100% = 5,98%

c. Berat sampel III = 5,002 g Volume air = 0,4ml Persen kadar air III = 0,4

5,002

x 100% = 7,99%

Persen rata-rata kadar air serbuk simplisia =

3

5,99% + 5,98% + 7,99%


(6)

Lampiran 4. (Lanjutan)

2. Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Berat Cawan Berat Cawan + Sari Berat Sampel K1 = 26,572 26,745 5,004 K2 = 46,560 46,758 5,003 K3 = 45,120 45,325 5,007

Persen kadar sari larut air = berat sari (g) x 100 berat sampel(g) 20

x 100%

1.Persen kadar sari larut dalam air I = 26,745 – 26,572 x 100 5,004 20

x 100%

= 17,2%

2.Persen kadar sari larut dalam air II = 46,758 – 46,560 x 100 5,003 20

x 100%

=19,7 %

3.Persen kadar sari larut dalam air III = 45,325 – 45,120 x 100 5,007 20

x 100%

= 20,4 %

Persen rata-rata kadar sari larut air = 1

3

7,2 % + 19,7 % + 20,4 %


(7)

Lampiran 4. (Lanjutan)

3. Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Berat cawan Berat cawan + sari Berat sampel K1 = 47,820 47,735 5,010 K2 = 43,254 43,315 5,009 K3 = 45,137 45,211 5,007

Persen kadar sari larut etanol = berat sari (g) x 100 berat sampel(g) 20

x 100%

1.Persen kadar sari larut dalam etanol = 47,820 – 47,735 x 100 5,010 20

x 100%

= 8,4%

2.Persen kadar sari larut dalam etanol = 43,315 - 43,254 x 100 5,009 20

x 100%

= 6,1%

3.Persen kadar sari larut dalam etanol = 43,211 – 43,137 x 100 5,007 20

x 100%

= 7,3%

Persen rata-rata kadar sari larut etanol =

3

8,4% + 6,1% + 7,3%

= 7,26% 4. Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Abu Total 1. a.Berat kurs porselin setelah dipijar 1 = 26,311 g b.Berat kurs porselin setelah dipijar 2 = 24,605 g c.Berat kurs porselin setelah dipijar 3 = 27,415 g


(8)

Lampiran 4. (Lanjutan) b.Berat sampel 2 = 2,003 g c.Berat sampel 3 = 2,003 g

III.a.Berat kurs porselin + sampel 1 setelah dipijar 1 = 26,458 b.Berat kurs porselin + sampel 2 setelah dipijar 2 = 24,783 c.Berat kurs porselin + sampel 3 setelah dipijar 3 = 27,552

Persen kadar abu total = berat abu (g) berat sampel(g)

x 100%

- Berat Simplisia = 2,005 g Berat Abu = 0,147 g

Persen kadar abu total I = 0,147 2,005

x 100%

= 7,33% - Berat Simplisia = 2,003 g

Berat Abu = 0,178 g Persen kadar abu total II = 0,178 2,003

x 100%

= 8,88%

- Berat Simplisia = 2,003 g Berat sampel = 0,137 g Persen kadar abu total III = 0,137

2,003 x 100%

= 6,83% Persen rata-rata kadar abu total =

3


(9)

5. Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam I.a.Berat kurs porselin setelah dipijar 1 = 27,519 g

b.Berat kurs porselin setelah dipijar 2 = 24,509 g c.Berat kurs porselin setelah dipijar 3 = 27,515 g 2.a.Berat sampel 1 = 2,003 g

b.Berat sampel 2 = 2,003 g

c.Berat sampel 3 = 2,001 g

3.a.Berat kurs porselen + sampel setelah dipijar 1 = 27,545 g b.Berat kurs porselin + sampel setelah dipijar 2= 24,538 g c.Berat kurs porselin + sampel setelah dipijar 3 = 27,543 g

Persen kadar abu tidak larut asam = berat abu tidak larut asam (g) berat simplisia(g)

x 100%

- Berat abu I = 0,026 g Berat sampel = 2,003 g

Persen kadar abu tidak larut asam I = 0,026 2,003

x 100%

= 1.29%

- Berat abu II = 0,029 g Berat sampel = 2,003 g

Persen kadar abu tidak larut asam II = 0,029 2,003

x 100%


(10)

Lampiran 4. (Lanjutan)

- Berat abu III = 0,028 g Berat sampel = 2,001 g

Persen kadar abu tidak larut asam III = 0,028 2,001

x 100%

= 1,39%

Persen rata-rata kadar abu tidak larut asam =

3

1,29% + 1,44% + 1,39%


(11)

Lampiran 5. Tabel Konversi Dosis Hewan dengan Manusia

Konversi dosis antara jenis hewan dengan manusia (Laurence and Bacharach, 1964). Mencit

20 g

Tikus 200 g

Marmut 400 g

Kelinci 1,2 kg

Kera 4 kg

Anjing 12 kg

Manusia 70 kg Mencit

20g 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9 Tikus

200g 0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0 Marmut

400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5 Kelinci

1,2 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2 Kera

4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1 Anjing

12 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1 Manusia


(12)

Lampiran 6. Contoh Perhitungan Dosis

6 .1 Dosis Natrium diklofenak tanpa perlakuan EEBPJ Pembuatan Suspensi Natrium diklofenak :

Ambil 25 mg serbuk Natrium diklofenak dilarutkan dalam 50 ml suspensi CMC 1 % Dosis lazim : 25 mg

Berat hewan : 189,6 g

Konversi pada hewan tikus 200 g = 0,018 Dosis konversi : 25 x 0,018 = 0,45 mg

Dosis dari perkiraan berat per kg bb : x0,45 = 2,25

Dosis : x 2,25 = 0,4 mg

Volume dosis yang diberikan : x 1 ml = 0,8 ml 6.2 Dosis ekstrak etanol bunga pepaya jantan (EEBPJ)

Dosis suspensi ekstrak etanol bunga pepaya jantan yang akan dibuat adalah 20; 40; 80 mg/kgBB

Cara pembuatan suspensi EEBPJ :

Timbang 20 mg, 40 mg, dan 80 mg EEBPJ, masing-masing dilarutkan dalam 10 ml suspensi CMC

Misal berat hewan = 186,1 mg

Dosis untuk EEBPJ 20 mg/kg bb : x 20 = 3,7 mg = 4 mg Lampiran 6. Lanjutan


(13)

Dosis untuk EEBPJ 40 mg/kg bb : x 40 = 7,4 mg = 7 mg

Volume dosis yang diberikan : x 1 ml = 0,7 ml

Dosis untuk EEBPJ 80 mg/kg bb : x 80 = 14,8 mg = 15 mg


(14)

Lampiran 7. Bagan Alur Penelitian

Dipisahkan dari tangkainya Dicuci, ditiskan dan ditimbang Dikeringkan dalam lemari pengering

Ditimbang

Dihaluskan dengan blender

Dikarakterisasi diskrining diperkolasi dengan Fitokimia etanol 96%

Diuji profil

farmakokinetiknya Bunga pepaya jantan

Simplisia

Serbuk Simplisia

1. Pemeriksaan makroskopik 2.Pemeriksaan mikroskopik 3.Penetapan kadar air 4.Penetapan kadar abu total 5.Penetapan kadar abu tidak

larut dalam asam

6.Penetapan kadar sari larut dalam air

7.Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Hasil

Ekstrak etanol bunga pepaya jantan


(15)

Lampiran 8. Bagan Perlakuan Pada Hewan Percobaan dengan Pemberian Natrium Diklofenak Tanpa EEBPJ

Dipuasakan minimal 18 jam sebelum percobaan Ditimbang

Diberikan Natrium diklofenak dengan dosis yang telah dikonversikan terhadap dosis lazim 25 mg secara oral

Diambil darahnyaya dengan interval waktu15; 30; 75; 105; 135; 155; 255; 315; 435; 555; 675 menit setelah pemberian Natrium diklofenak ditambahkan heparin 5000 IU sebanyak 0,5 ml pada tabung reaksi

Ditambahkan TCA 20% sebanyak 1 ml Dihomogenkan dengan vortex

Disentrifuge pada 2000 rpm selama 10 menit

diambil supernatan dan diukur dengan alat Spektrofotometri pada panjang gelo bang 275 nm

Tikus

Cuplikan darah


(16)

Lampiran 9. Bagan Perlakuan Pada Hewan Percobaan dengan Pemberian Natrium Diklofenak Dengan EEBPJ

Ditimbang

Diberikan EEBPJ dosis 20; 40; 80 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut

Pada hari ke tujuh, 4 jam setelah pemberian EEBPJ diberikan Natrium diklofenak dengan dosis yang telah dikonversikan terhadap dosis lazim 25 mg secara oral

Diambil darahnya dengan interval waktu waktu15; 30; 75; 105; 135; 155; 255; 315; 435; 555; 675 menit setelah pemberian Natrium diklofenak

Ditambahkan heparin 500 IU sebanyak 1 ml pada tabung reaksi

Ditambahkan TCA 20% sebanyak 1 ml Dihomogenkan dengan vortex

Disentrifuge pada 2000 rpm selama 10 menit

diambil supernatan dan diukur dengan alat Spektrofotometri pada panjang gelo bang 275 nm

Tikus

Cuplikandarah


(17)

(18)

(19)

Lampiran 11. (Lanjutan)

Data penentuan persamaan regresi Natrium Diklofenak

No Cons (x) Abs (y) x.y x2 y2 1 0,0000 0,000 0,0000 0,000 0,000 2 6,0000 0,244 1,464 36 0,0595 3 8,0000 0,320 2,56 64 0,1024 4 12,0000 0,475 5,7 144 0,2256 5 14,0000 0,525 7,35 196 0,2756 6 16,0000 0,599 9,584 256 0,3588 7 18,0000 0,712 12,816 324 0,5069

∑x = 74 ∑y = 2,875 ∑x.y = ∑x2 = ∑y2 = = 0,4107 39,47 1020 1,5288

a =

=

= =

= 0,0374

b =

= 0,4107-(0,0381.10,57) = 0,4792 - 0,0374 (12,3) = 0,0179

Koefisien Korelasinya: r =


(20)

Lampiran 11 . (Lanjutan)

=

=

=

= 0,997 r2

Persamaan garis regresinya: = 0,9965

y = ax + b


(21)

Ln Cpel = Ln A - kel.t

= 2,4289 –7,7916.10-4.t Cpel = A.e-Kel.t

= 11,3464.e -7,7916.10-4.t r = - 0,9577

Lampiran 12. Contoh Perhitungan Parameter Farmakokinetik Secara Manual (metode residual)

Tikus 1 Dosis kontrol

Kel = 7.7916.10-4 menit Ka = 0,0129 menit

-1

t1/2abs

-1

= = 53,72 menit

• t1/2el= = 889,42 menit

• Tmaks = log

Waktu (menit)

Konsentrasi

(mcg/ml) 11,3464.e - R

7,7916.10-4.t

18 5.3235 8,9887 -4,3804 35 5.3342 8,8403 -4,0241 48 5.5401 8,7126 -2,9664 78 6.5962 8,4361 -2,0947 108 6.6043 8,1770 -1,3980 148 7.4893 7,9341 0,7070 208 9.2679

270 9.2379 328 8.3850 458 8.3475 570 7.4866 559 6.3930

Ln R = Ln B – Ka.t = 2,3260 - 0,0129.t R = B.e-Ka.t

= 10.2374.e-0,0129.t R = -0,9100


(22)

= log = 232.3777 menit

• AUC 0 → t = + +

... +

= + +

+ +

+ +

+ +

= 5265,667mcg/ml.menit

AUCt→∞ = = = 8281,5171 mcg/ml.menit

AUC0→∞ = AUC 0 → t+ AUCt→∞

= 13547,1841 mcg/ml.menit

= 5265,667mcg/ml.menit + 8281,5171 mcg/ml.menit

• AUMC 0 → t = + + ....+


(23)

+ +

+ +

+ +

= 1854072.285 mcg/ml.menit AUMC

2

t→∞

=

= + = 16442196,91 mcg/ml.menit AUMC

2

0→∞

= AUMC 0 → t+ AUMCt→∞

= 34982969,2 mcg/ml.manit = 1854072.285 + 16442196,91

• MRT =

2

=

= 2582,3055 menit

• Vd =

=

= 47,8112 ml (Asumsi F = 1)


(24)

= 8,7405 mcg/ml

• CL =

=


(25)

Lampiran 13. Data Parameter Farmakokinetika

Data Parameter, dan dosis natrium diklofenak dalam plasma untuk pengambilan kontrol

Tikus Berat (g) Dosis (mg) Ka (Menit -1 Kel (Menit ) -1 T ½ abs (menit) )

T ½ el (menit) AUC (mcg/ml. menit) AUMC (mcg/ml. menit2 MRT (menit) ) Tmax (menit) Cmax (mcg/ml) Vd (ml) Cl (ml/menit)

1 228,7 0,5 0,0129 7,7916.10 53,72

-4 889,42 13547,1841 34982969,2 2582,3055 232,3777 8,7045 47,811 0,0603

2 189,5 0,4 0,0289 4,3415.10 23,979

-4 1596,22 20446,230 47854475,27 2340,5036 147,8084 8,2768 51,01 0,0220

3 195,4 0,45 0,0285 6,9612.10 24,3158

-4 995,52 12696,617 18819102,12 1482,214 133,55 8,056 50,9 0,0354

4 168,6 0,4 0,0122 5,7506.10 56,8

-4 1205,1 16653,91 29902503,83 1795,52 262,86 8,2268 41,8 0,0240

5 215,4 0,5 0,0202 6,1745.10 39,2549

-4 1167,192 15250,803 26150007,03 1714,66 191,42 8,19 54,41 0,0327

Purata ± SD 199.52 ± 20,866 0.45 ± 0,0047 0,02054 ±

7,2289.10

6,2038.10 -3 -4 ± 1,1635.10 39,6139 ± 13,9495 -4 1170,6904 ± 241,6896 15318.9488 ± 2910,812 3154811,49 ± 9711547,607 1983,0505 ± 411,0904 193,6032 ± 49,0066 8,2908 ± 0,2453 49,1862 ± 4,2426 0,0348 ± 0,0136


(26)

Lampiran 13. (Lanjutan)

Data Parameter, dan dosis natrium diklofenak dalam plasma untuk pengambilan dosis 20 mg/kg bb

Tikus Berat (g) Dosis (mg) Ka (Menit-1 Kel (Menit ) -1

T ½ Abs (menit) )

T ½ el (menit) AUC (mcg/ml. menit) AUMC (mcg/ml. menit2 MRT (menit) ) Tmax (menit) Cmax (mcg/ml) Vd (ml) Cl (ml/me nit)

1 161.4 0.35 0,0244 8,3334.10-4 28,4 831,59 1053,5595 13280019,4 1255,965 143,38 7,47 39,72 0,0331 2 210.2 0.45 0,0136 2,9941.10-4 43,31 2314,55 30622,0179 10102891,6 3299,22 626,70 7,6 49,08 0,0146 3 201.5 0.45 0,0130 6,7931.10-4 53,31 1020,15 14522,885 8202638,66 564,8078 240,03 8,4 45,62 0,0309 4 189.5 0.4 0,0129 1,6913.10-4 53,72 4097,44 58182,903 346520772,9 5955,7147 340,54 9,289 40,65 0,0068 5 176.9 0.4 0,0144 1,0692.10-4 60,79 648,15 13077,5897 13174935,5 1007,4473 229,10 10,94 28,61 0,0305 Purata ± SD 187,9 ± 17,3669 0.4125 ± 0.0374 0,015 ± 54,725.10 4,1762.10 -3 -4 ± 2,8759.10 47,906 ± 11,2304 -4 1782,376 ± 1297,2418 25395,7910 ± 17843,595 96441455,61 ± 125894,1 2416,6302 ± 2003,3112 315,95 ± 167,48 8,739 ± 1,2782 40,73 ± 6,9506 0,0231 ± 0,01049


(27)

Lampiran 13. (Lanjutan)

Data Parameter, dan dosis natrium diklofenak dalam plasma untuk pengambilan dosis 40 mg/kg bb

Tikus Berat (g) Dosis (mg) Ka (Menit-1 Kel ) (Menit-1

T ½ abs ) (menit)

T ½ el (menit) AUC (mcg/ml. menit) AUMC (mcg/ml. menit2 MRT ) (menit)

Tmax (menit) Cmax (mcg/m l) Vd (ml) Cl (ml/m enit)

1 175.7 0.4 0,0134 2,8508.10 51,7

-4

2430,89

28517,1355 26073077,23 914,2950 293,72 7,47 49,20 0,0140 2 205.4 0.45 0,0048 8,3838.10 144,4

-4

826,59

24177,7275 1457529,38 680,6897 441,8 13,99 22,200 0,0168 3 158.5 0.35 0,0157 1,0109.10 44,14

-4

685,53

10691,1731 12620853,95 1180,492 186,870 8,948 32,38 0,0327 4 213.4 0.5 0,0285 8,2448.10 24,32

-4

840,53 10694,899 6385414,594 5970,052 128,06 7,934 56,70 0,0467 5 204.7 0.45 0,0093 6,7035.10 74,52

-4

1033,78

19965,3480 31020267,99 1553,705 304,808 10,905 33,823 0,0225 Purata ± SD 191,54 ± 20,90 0.425 ± 0,0509 0,01434 ± 7,9956.10 5,4387.10 -3 ± -4 2,9815.10 67,816 -4 ± 41,5264 1163,46 ± 643,3316 18809,2562 ± 7157,4575 18511428,63 ± 8933878,973 2059,847 ± 1976,538 271,0519 ± 108,0198 9,849 ± 2,3833 38,823 ± 12,425 0,0269 ± 0,0116


(28)

Lampiran 13. (Lanjutan)

Data Parameter, dan dosis natrium diklofenak dalam plasma untuk pengambilan dosis 80 mg/kg bb

Tikus Berat (g) Dosis (mg) Ka (Menit-1 Kel ) (Menit-1

t½ ) Abs (menit)

t ½ el (menit) AUC (mcg/ml. menit) AUMC (mcg/ml. menit2 MRT ) (menit)

Tmax (menit) Cmax (mcg/ml) Vd (ml) Cl (ml/meni t)

1 164.8 0.35 0,0205 1,1012.10-4 33,8 629,3 19129,2085 18677616,37 976,39 150,84 17,83 16,62 0,0183 2 173.4 0.4 0,0151 3,3992.10-4 45,89 2038,7149 19739,0004 130,262586,3 6599,249 257,07 6,148 59,6160 0,02026 3 164.1 0.35 0,0057 6,7707.10-4 121,58 1023,53 24000,7269 36624606,79 1525,979 417,52 12,248 21,538 0,0146 4 163.5 0.35 0,0091 8,9775.10-4 76,15 771,93 20059,1089 23301528,76 1161,643 282,34 13,975 19,435 0,0175 5 193.7 0.45 0,0273 9,1515.10-4 25,38 757,27 22153,9647 101066856 4562,021 128,74 18,02 22,196 0,0203 Purata ± SD 171,9 ± 11,4830 0.36 ± 0.04 0,01554 ± 7,7639.10 5,8800.10 -3 ± -4 3,1648.10 60,56 -4 ± 35,0297 1044,1498 ± 574,0402 21016,40188 ± 1806,0956 61986638,84 ± 45175901,13 2925,056 ± 2237,663 247,30 ± 103,59 13,645 ± 4,3581 27,881 ± 15,986 0,01819 ± 2.1030.10-3


(29)

Lampiran 14. Data dan kurva kadar natrium diklofenak dalam plasma tiap waktu pengambilan

Data kadar natrium diklofenak dalam plasma tiap waktu pengambilan untuk Kontrol

No.

Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Kadar Rata-rata ±

SD Waktu

(menit)

Conc. (mcg/ml)

Waktu (menit

)

Conc. (mcg/ml)

Waktu (menit)

Conc. (mcg/ml)

Waktu (menit)

Conc. (mcg/ml)

Waktu (menit)

Conc. (mcg/ml)

1 18 5.3235 20 6.5802 20 5.5401 19 4.5574 18 3.5935 5.1189 ± 1.1176 2 35 5.3342 34 6.5882 35 5.5428 34 4.6256 33 4.7112 5.3604 ± 0.7910 3 48 5.5401 47 6.7139 49 5.5882 48 4.6497 49 5.8930 5.6769 ± 0.7422 4 78 6.5962 79 6.7941 79 6.5016 78 6.1577 80 5.9010 6.5124 ± 0.2660 5 108 6.6043 108 7.4251 108 7.7139 110 6.3529 108 6.8850 7.0240 ± 0.6489 6 148 7.4893 140 8.3823 138 8.3422 140 6.7834 139 8.9679 7.7493 ± 0.7643 7 208 9.2679 158 8.1542 199 8.0294 199 8.7352 199 8.4331 8.5466 ± 0.5707 8 270 9.2379 261 8.1123 260 7.7379 260 8.6497 260 7.8796 8.4344 ± 0.6534 9 328 8.3850 320 7.9919 320 6.7995 318 8.5374 320 7.4224 7.9285 ± 0.7869 10 458 8.3475 440 7.3770 441 6.4412 439 7.8368 441 7.4064 7.5006 ± 0.8099 11 570 7.4866 561 6.8422 561 6.1283 561 7.8074 561 6.3181 7.0661 ±0.7429 12 690 6.3930 678 6.7245 683 5.6845 680 6.6844 683 6.3101 6.3716 ± 0.4812


(30)

(31)

Lampiran 14. Lanjutan


(32)

Lampiran 14. Lanjutan

Data kadar dan kurva natrium diklofenak dalam plasma tiap waktu pengambilan dengan perlakuan ekstrak Bunga Pepaya Jantan 20 mg / kg BB

No.

Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Kadar Rata-rata ±

SD Waktu

(menit)

Conc. (mcg/ml)

Waktu (menit)

Conc. (mcg/ml)

Waktu (menit)

Conc. (mcg/ml)

Waktu (menit)

Conc. (mcg/ml)

Waktu (menit)

Conc. (mcg/ml)

1 20 4.1497 19 5.4519 20 4.9946 20 4.7513 18 6.1149 5.09248 ± 0.7398 2 34 5.4358 34 5.5882 35 5.2995 35 4.9492 35 7.5829 5.7711 ± 1.0400 3 48 7.0882 49 5.4946 50 5.9679 49 4.9733 48 8.2513 5.8810 ± 0.9015 4 79 5.4332 78 7.6123 79 6.0829 80 7.3449 79 7.9545 6.6183 ± 1.0339 5 108 6.1417 108 8.0107 110 6.2700 109 8.7700 100 9.9438 7.2981 ± 1.2998 6 139 8.2488 139 8.2299 138 8.1925 139 9.3984 140 14.1764 8.5174 ± 0.5877 7 198 7.7647 199 9.0508 199 9.3075 199 10.3476 201 12.9011 9.1174 ± 1.0623 8 260 7.5775 261 8.9358 258 8.6898 260 7.5508 270 12.7219 8.1878 ± 0.7286 9 331 7.3128 321 7.6310 321 8.6765 320 6.7834 328 9.6336 7.6009 ± 0.7977 10 442 6.8582 440 7.4438 442 7.3181 441 6.5588 458 9.1952 7.0447 ± 0.4102 11 562 6.8503 560 7.1524 562 6.2005 561 5.6149 570 9.1176 6.9941 ± 1.3302 12 684 6.7245 672 5.8529 682 5.6443 683 5.2593 690 8.8181 5.8703 ± 0.6203


(33)

Lampiran 14. lanjutan

kurva kadar natrium diklofenak dalam plasma tiap waktu pengambilan dengan perlakuan ekstrak Bunga Pepaya Jantan 20 mg / kg BB


(34)

Lampiran 14. Lanjutan

Data kadar natrium diklofenak dalam plasma tiap waktu pengambilan dengan perlakuan ekstrak Bunga Pepaya Jantan 40 mg / kg BB

No.

Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Kadar Rata-rata ± SD Waktu (menit ) Conc. (mcg/ml) Waktu (menit ) Conc. (mcg/ml) Waktu (menit) Conc. (mcg/ml) Waktu (menit) Conc. (mcg/ml) Waktu (menit) Conc. (mcg/ml)

1 18 4.7513 18 6.8689 18 5.2834 20 6.0419 20 6.4572 5.6345 ± 1.1016 2 33 4.9492 34 6.9598 33 5.3529 36 6.3850 34 7.2219 6.1737 ± 0.9917 3 49 4.9733 48 7.3128 50 6.0294 50 6.5481 50 7.3583 6.2159 ± 0.9819 4 79 7.4652 78 6.2058 79 8.4358 79 5.4332 78 8.6550 6.8850 ± 1.3304 5 109 8.0000 109 9.0722 109 8.5241 108 6.1417 108 10.6149 7.9345 ± 1.2728 6 139 10.2032 140 10.3904 139 10.8663 138 8.2486 148 11.3877 9.9271 ± 1.1533 7 200 7.6363 200 13.9598 200 8.8181 199 7.7647 208 13.6176 9.5447 ± 2.9906 8 258 7.5508 258 8.6658 259 8.2754 259 9.4144 260 11.1283 8.4766 ± 0.7773 9 319 6.7834 318 8.4332 320 8.1925 320 9.4038 320 8.5481 8.2722 ± 0.9493 10 440 6.2914 438 8.4118 439 8.0642 441 9.2139 441 8.1631 7.9953 ± 1.2337 11 558 5.6149 559 8.1016 558 6.4919 561 8.9278 561 7.6363 7.2840 ± 1.5037 12 679 5.2594 679 7.5267 680 6.4813 682 8.8235 681 7.4010 7.0227 ± 1.5165


(35)

Lampiran 14. Lanjutan

Kurva Kadar natrium diklofenak dalam plasma tiap waktu pengambilan dengan perlakuan ekstrak Bunga Pepaya Jantan 40 mg / kg BB


(36)

Lampiran 14. Lanjutan

Data kadar natrium diklofenak dalam plasma tiap waktu pengambilan dengan perlakuan ekstrak Bunga Pepaya Jantan 80 mg / kg BB

No.

Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Kadar Rata-rata ± SD Waktu (menit ) Conc. (mcg/ml ) Waktu (menit) Conc. (mcg/ml) Waktu (menit ) Conc. (mcg/ml) Waktu (menit) Conc. (mcg/ml) Waktu (menit) Conc. (mcg/ml)

1 20 9.2486 18 7.5540 20 8.6898 19 9.3395 20 9.2673 8.7077 ± 0.8211 2 34 9.5775 34 10.3903 33 9.5588 33 9.8048 34 9.4625 9.8328 ± 0.3880 3 49 10.4733 49 10.4304 48 10.3262 50 10.4385 49 10.0026 10.4171 ± 0.0633 4 79 12.8021 79 11.2326 78 10.6524 78 13.1550 78 13.6717 11.9605 ± 1.2077 5 108 16.1577 110 13.5802 109 11.7673 110 14.1229 108 13.1122 13.9070 ± 1.8071 6 138 19.6283 138 15.8235 139 13.5347 139 20.5240 139 18.8155 17.3776 ± 3.2735 7 199 16.9919 198 14.2513 198 18.3529 199 16.7486 199 18.5267 16.5861 ± 1.7091 8 259 16.9385 258 13.8101 258 14.2620 260 14.5000 258 16.7299 14.8776 ± 1.4033 9 320 15.9278 319 12.4358 319 12.7406 320 12.3770 318 15.7139 13.3703 ± 1.7124 10 440 12.6256 439 12.4171 439 12.0294 438 11.3930 440 14.5775 12.1163 ± 1.5417 11 559 11.0000 560 12.1684 560 10.7941 558 11.3475 560 13.4973 11.3275 ± 0.6053 12 679 10.8796 679 11.9572 680 10.6256 679 10.2727 680 11.3368 10.9337 ± 0.7262


(37)

Lampiran 14. Lanjutan

Kurva kadar natrium diklofenak dalam plasma tiap waktu pengambilan dengan perlakuan ekstrak Bunga Pepaya Jantan 80 mg / kg BB


(38)

Lampiran 15. Data parameter farmakokinetik untuk setiap perlakuan

Keterangan :

(*) = Kesimpulan hasil uji statistika, beda antara empat rata-rata P <0,05 artinya bermakna

P >0,05 artinya tidak bermakna Parameter PERLAKUAN Kesimpulan (*) Tanpa Pemberian EEBPJ Dengan Pemberian EEBPJ dosis 20 mg/

kgBB

Dengan Pemberian EEBPJ dosis 40 mg/

kgBB

Dengan Pemberian EEBPJ dosis 80 mg/

kgBB

t ½ el (menit) 1170,6904 ± 241,6896 1782,376 ± 1297,2418 1163,46 ± 643,3316 1044,1498 ± 513,4372 P >0,05 Ke 6,2038.10-4 ± 1,1635.10-4 4,1762.10-4

± 2,8759.10-4 5,4387.10-4 ± 2,9815.10-4 5,8800.10-4 ± 3,1648.10-4 P >0,05 t ½ abs (menit) 39,6139 ± 13,9495 47,906 ± 11,2304 67,816 ± 41,5264 60,56 ± 35,0297 P >0,05

Ka 0,02054 ± 7,2289.10-3 0,015 ± 54,725.10

0,01434 ± 7,9956.10

-3

0,01554 ± 7,7639.10

-3

P >0,05

-3

AUC

(mcg/ml).menit 15318.9488 ± 2910,812 25395,7910 ± 17843,595 18809,2562 ± 7157,4575 21016,40188 ± 1806,0956 P >0,05 AUMC

(mcg/ml).meni t

3154811,49 ± 9711547,607

2 96441455,61 ± 125894,1 18511428,63 ± 8933878,973 61986638,84 ± 45175901,13 P >0,05

MRT(menit) 1983,0505 ± 411,0904 2416,6302 ± 2003,3112 2059,847 ± 1976,538 2925,056 ± 2237,663 P >0,05

tmaks(menit) 193,6032 ± 49,0066 315,95 ± 167,48 271,0519 ± 108,0198 247,30 ± 103,59 P >0,05

Vd(ml) 49,1862 ± 4,2426 40,73 ± 6,9506 38,823 ± 12,425 27,881 ± 15,986 P >0,05 Cmaks(mcg/m

l) 8,2908 ± 0,2453 8,739 ± 1,2782 9,849 ± 2,3833 13,645 ± 4,3581 P >0,05


(39)

Lampiran 16. Gambar Alat dan Hewan Percobaan

a. Hewan Percobaan


(40)

Lampiran 16. Lanjutan

c. Alat Sentrifuge (Velocity- 18)


(41)

Lampiran 17. Data Statistik

Descriptives

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound waktupar uhabs

KONTROL 5 3.961394E1 15.5961128 6.9747937E0 20.248808 58.979072 23.9790 56.8000 DENGAN EEBPJ

DOSIS 20 mg/kg bb 5 4.790600E1 12.5559799 5.6152049E0 32.315692 63.496308 28.4000 60.7900 DENGAN EEBPJ

DOSIS 40 mg/kg bb 5 6.781600E1 46.4279903 2.0763228E1 10.168036 125.463964 24.3200 144.4000 DENGAN EEBPJ

DOSIS 80 mg/kg bb 5 6.056000E1 39.1644845 1.7514890E1 11.930870 109.189130 25.3800 121.5800 Total 20 5.397398E1 31.4151049 7.0246310E0 39.271263 68.676707 23.9790 144.4000 waktupar

uhel

KONTROL

5 1.170690E3 270.2172306 1.2084482E2 835.171393 1506.20940

7 889.4200 1.5962E3 DENGAN EEBPJ

DOSIS 20 mg/kg bb 5 1.782376E3 1.4503604E3 6.4862091E2 -18.484340

3583.23634

0 648.1500 4.0974E3 DENGAN EEBPJ

DOSIS 40 mg/kg bb 5 1.163464E3 719.2666359 3.2166582E2 270.376513

2056.55148

7 685.5300 2.4309E3 DENGAN EEBPJ

DOSIS 80 mg/kg bb 5 1.044149E3 574.0402664 2.5671861E2 331.383848

1756.91411

2 629.3000 2.0387E3 Total

20 1.290170E3 850.9849483 1.9028602E2 891.896630 1688.44306

0 629.3000 4.0974E3

Ka KONTROL 5 .020540 .0080823 .0036145 .010505 .030575 .0122 .0289

DENGAN EEBPJ

DOSIS 20 mg/kg bb 5 .015660 .0049222 .0022013 .009548 .021772 .0129 .0244 DENGAN EEBPJ

DOSIS 40 mg/kg bb 5 .014340 .0089394 .0039978 .003240 .025440 .0048 .0285 DENGAN EEBPJ

DOSIS 80 mg/kg bb 5 .015540 .0086803 .0038820 .004762 .026318 .0057 .0273

Total 20 .016520 .0075822 .0016954 .012971 .020069 .0048 .0289

KeL

KONTROL 5 6.203880E0 1.3008818 .5817720 4.588622 7.819138 4.3415 7.7916 DENGAN EEBPJ

DOSIS 20 mg/kg bb

5 4.176220E0 3.2154321 1.4379850E0 .183734 8.168706 1.0692 8.3334

DENGAN EEBPJ DOSIS 40 mg/kg bb

5 5.438760E0 3.3335480 1.4908080E0 1.299613 9.577907 1.0109 8.3838

DENGAN EEBPJ DOSIS 80 mg/kg bb

5 5.880020E0 3.5384270 1.5824327E0 1.486483 10.273557 1.1012 9.1515


(42)

DENGAN EEBPJ

DOSIS 20 mg/kg bb 5 2.349179E4 2.2060624E4 9.8658109E3 -3900.091289 5.088367E4 1.0536E3 5.8183E4 DENGAN EEBPJ

DOSIS 40 mg/kg bb 5 1.880926E4 8.0022812E3 3.5787290E3 8873.112127 2.874540E4 1.0691E4 2.8517E4 DENGAN EEBPJ

DOSIS 80 mg/kg bb 5 2.101640E4 2.0192764E3 9.0304785E2 1.850914E4 2.352366E4 1.9129E4 2.4001E4 Total 20 1.975910E4 1.1286056E4 2.5236388E3 1.447706E4 2.504114E4 1.0536E3 5.8183E4 AUMC KONTROL 5 3.154181E7 1.0857840E7 4.8557738E6 1.806002E7 4.502360E7 1.8819E7 4.7854E7

DENGAN EEBPJ

DOSIS 20 mg/kg bb 5 7.825625E7 1.4997977E8 6.7072994E7 -1.079682E8 2.644807E8 8.2026E6 3.4652E8 DENGAN EEBPJ

DOSIS 40 mg/kg bb 5 1.551143E7 1.2661202E7 5.6622617E6 -2.095302E5 3.123239E7 1.4575E6 3.1020E7 DENGAN EEBPJ

DOSIS 80 mg/kg bb 5 6.198664E7 5.0508193E7 2.2587951E7 -7.275659E5 1.247008E8 1.8678E7 1.3026E8 Total 20 4.682403E7 7.7273407E7 1.7278859E7 1.065897E7 8.298910E7 1.4575E6 3.4652E8 MRT KONTROL

5 1.983041E3 459.5970033 2.0553803E2 1412.375567 2553.70567

3 1.4822E3 2.5823E3 DENGAN EEBPJ

DOSIS 20 mg/kg bb 5 2.416631E3 2.2397695E3 1.0016554E3 -364.410231

5197.67215

1 564.8078 5.9557E3 DENGAN EEBPJ

DOSIS 40 mg/kg bb 5 2.059847E3 2.2098367E3 9.8826900E2 -684.027888

4803.72136

8 680.6897 5.9701E3 DENGAN EEBPJ

DOSIS 80 mg/kg bb 5 2.965056E3 2.5017838E3 1.1188317E3 -141.318523

6071.43132

3 976.3900 6.5992E3 Total

20 2.356144E3 1.8985804E3 4.2453549E2 1467.580686 3244.70667

4 564.8078 6.5992E3 Tmax KONTROL 5 1.936032E2 54.7911560 2.4503350E1 125.571014 261.635426 133.5500 262.8600

DENGAN EEBPJ

DOSIS 20 mg/kg bb 5 3.159500E2 187.2547759 8.3742882E1 83.442486 548.457514 143.3800 626.7000 DENGAN EEBPJ

DOSIS 40 mg/kg bb 5 2.710516E2 120.7699326 5.4009956E1 121.095923 421.007277 128.0600 441.8000 DENGAN EEBPJ

DOSIS 80 mg/kg bb 5 2.473020E2 115.8221784 5.1797253E1 103.489771 391.114229 128.7400 417.5200 Total 20 2.569767E2 126.3235311 2.8246800E1 197.855473 316.097937 128.0600 626.7000

Cmax KONTROL 5 8.290820E0 .2453219 .1097113 7.986213 8.595427 8.0560 8.7045

DENGAN EEBPJ DOSIS 20 mg/kg bb

5 8.739800E0 1.4291169 .6391205 6.965317 10.514283 7.4700 10.9400

DENGAN EEBPJ DOSIS 40 mg/kg bb

5 9.849400E0 2.6646615 1.1916728E0 6.540786 13.158014 7.4700 13.9900

DENGAN EEBPJ DOSIS 80 mg/kg bb

5 1.364420E1 4.8713541 2.1785358E0 7.595615 19.692785 6.1480 18.0200

Total

20 1.013106E1 3.4062647 .7616639 8.536874 11.725236 6.1480 18.0200

Vd KONTROL 5 4.918620E1 4.7433788 2.1213035E0 43.296517 55.075883 41.8000 54.4100 DENGAN EEBPJ

DOSIS 20 mg/kg bb 5 4.073600E1 7.7710250 3.4753080E0 31.086998 50.385002 28.6100 49.0800 DENGAN EEBPJ

DOSIS 40 mg/kg bb 5 3.886060E1 13.8753249 6.2052339E0 21.632109 56.089091 22.2000 56.7000 DENGAN EEBPJ


(43)

CL KONTROL 5 .034880 .0152927 .0068391 .015892 .053868 .0220 .0603 DENGAN EEBPJ

DOSIS 20 mg/kg bb 5 .023180 .0117634 .0052607 .008574 .037786 .0068 .0331 DENGAN EEBPJ

DOSIS 40 mg/kg bb 5 .026540 .0133493 .0059700 .009965 .043115 .0140 .0467 DENGAN EEBPJ

DOSIS 80 mg/kg bb 5 .018192 .0023512 .0010515 .015273 .021111 .0146 .0203


(44)

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

waktuparuhabs Between Groups 2390.042 3 796.681 .779 .523

Within Groups 16361.226 16 1022.577

Total 18751.268 19

waktuparuhel Between Groups 1665614.370 3 555204.790 .735 .547

Within Groups 1.209E7 16 755857.368

Total 1.376E7 19

Ka Between Groups .000 3 .000 .616 .615

Within Groups .001 16 .000

Total .001 19

KeL Between Groups 11.867 3 3.956 .444 .725

Within Groups 142.657 16 8.916

Total 154.524 19

AUC Between Groups 1.637E8 3 5.456E7 .387 .764

Within Groups 2.256E9 16 1.410E8

Total 2.420E9 19

AUMC Between Groups 1.216E16 3 4.053E15 .640 .600

Within Groups 1.013E17 16 6.331E15

Total 1.135E17 19

MRT Between Groups 3007155.908 3 1002385.303 .245 .864

Within Groups 6.548E7 16 4092524.353

Total 6.849E7 19

Tmax Between Groups 38928.754 3 12976.251 .786 .519

Within Groups 264266.302 16 16516.644

Total 303195.056 19

Cmax Between Groups 88.718 3 29.573 3.592 .037

Within Groups 131.732 16 8.233

Total 220.450 19

Vd Between Groups 1151.569 3 383.856 2.581 .090

Within Groups 2379.461 16 148.716

Total 3531.030 19

CL Between Groups .001 3 .000 1.771 .193

Within Groups .002 16 .000


(45)

AUC Tukey HSD

PERLAKUAN N

Subset for alpha = 0.05

1

KONTROL 5 1.571895E4

DENGAN EEBPJ DOSIS 40

mg/kg bb 5 1.880926E4

DENGAN EEBPJ DOSIS 80

mg/kg bb 5 2.101640E4

DENGAN EEBPJ DOSIS 20

mg/kg bb 5 2.349179E4

Sig. .732

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Cmax Tukey HSD

PERLAKUAN N

Subset for alpha = 0.05

1 2

KONTROL 5 8.290820

DENGAN EEBPJ DOSIS 20

mg/kg bb 5 8.739800 8.739800

DENGAN EEBPJ DOSIS 40

mg/kg bb 5 9.849400 9.849400

DENGAN EEBPJ DOSIS 80

mg/kg bb 5 1.364420E1

Sig. .826 .068


(46)

Vd Tukey HSD

PERLAKUAN N

Subset for alpha = 0.05

1 DENGAN EEBPJ DOSIS 80

mg/kg bb 5 27.881000

DENGAN EEBPJ DOSIS 40

mg/kg bb 5 38.860600

DENGAN EEBPJ DOSIS 20

mg/kg bb 5 40.736000

KONTROL 5 49.186200

Sig. .060

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

CL Tukey HSD

PERLAKUAN N

Subset for alpha = 0.05

1 DENGAN EEBPJ DOSIS 80

mg/kg bb 5 .018192

DENGAN EEBPJ DOSIS 20

mg/kg bb 5 .023180

DENGAN EEBPJ DOSIS 40

mg/kg bb 5 .026540

KONTROL 5 .034880

Sig. .155


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Aiache, M. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya. Hal. 7-11, 39.

Anief, Moh., (2007). Farmasetika. Yogyakarta: Gajah Mada University press. Hal. 52.

Anonim (2012). Membedah Khasiat Bunga Pepaya. http:// khasiat bunga pepaya.blogspot.com/2012/10/membedah-khasiat-bunga-pepaya.html.

diakses 25 Mei 2013.

Chandrasoma, P. dan Taylor, C.R (2006). Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Hal. 34, 67, 145.

Dayong Si, Ying Wang, Yi-Han Zhou, Yingjie Guo, Juan Wang, Hui Zhou, Ze-Sheng Li, and J. Paul Fawcett, (2008). Mechanism of CYP2C9 Inhibition by Flavones and Flavonols. New Zealand; Changchun, China; Institute of Theoretical Chemistry, Jilin University, and School of Pharmacy, University of Otago.

Ditjen POM. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal 300-304, 306.

Ditjen POM, (1979). Farmakope Indonesia. Edisi ke III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 512

Goodman, L.S., dan Gilman, A. (2012). Dasar Farmakologi Terapi. Penerjemah: Widjajakusumah, Dewi Irawati, Minarma Siagian, Dangsina Moeloek, dan Brahm U. Edisi XXVII. Jakarta: Penerbit ECGC. Hal. 485.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi II. Bandung: ITB Press. Hal. 152.

Hinz, B. (2005). Bioavailability of Diclofenac Pottassium at Low Doses. Erlangen : Department of Experimental and Clinical Pharmacology and Toxicology, Friedrich Alexander University Erlangen-Nurnberg, Fahrstrasse 17, D-91054.Hal. 80-81.

Hollenberg, P.F. (2002). Characteristic and Common properties of inhibitors, Inducers, and Activators of CYP Enzymes. Michigan: The University of Michigan. Hal. 19-25.

Insel, P.A. (1996). Analgesic-Antipiretic and Antiinflammatory Agent and Drugs Employed In The Treatment of Gout. Dalam: Goodman and Gilman’s The


(48)

Molinoff dan Raymond Ruddon. New York: Mc Graw-Hill Company. Hal. 617-635.

Indrawati, Y., Kosasih, Soetarno, S., dan Gana S.A. (2002). Telaah Fitokimia Bunga Pepaya Gantung (Carica papaya L) dan Uji Aktivitas Antioksidannya. http://bahan-alam.fa.itb.ac.id/detail.php?id=69. Diakses tanggal 25 April 2013. Kalie, M.B. (2008). Bertanam Pepaya. Jakarta.Penebar Swadaya. Hal.10-16

Katzung, B. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi ke VIII. Penerjemah: Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Hal. 36.

Kitamura, S. (200). The science of Flavonoid. Ohio: The Ohio States University Columbia. Springer. Hal. 123.

Lazuardi, M. (2010). Biofarmasetik dan Farmakokinetik Klinik Medis Veteriner. Cetakan I. Bogor: Ghalia Indonesia. Hal. 16-17.

Liu, J.W., Jayalakshmi S., and Maryam F. (2013). Cytochrome P450 Family Inhibitors and structure of Chemistry Relationship. New Orleans Los Angeles: departement of chemistry Xavier University of Lousiana. Hal. 14479, 14484-14486.

Neal, M.J. (2006). Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga Hal. 70-71.

Ritschel, W.A. (1980). Handbook of Basic Pharmacokinetic. Edisi 2. Hamilton: Drug Intelligence Publication. Inc. Hal. 125-241

Riva, I. (2010). Pengaruh Vitamin C Pada Profil Farmakokinetika Natrium Diklofenak Terhadap Hewan Uji Kelinci. Medan: Fakultas Farmasi USU. Hal. 21.

Sandhar, K.K., Bimlesh K., Sunil P., Prasant T., Manoj, S., Pardeep S. (2011). A review of Pytochemistry and Pharmacology of Flavonoids. Phagwara Punjab India: University Jalandhar Deli G-T Road. Hal. 28-30.

Sarker, S.D., Latif, Z., dan Gray, A.I. (2006). Natural Products Isolation. Edisi 2. New Jersey: Humana Press Inc. Hal. 5.

Shargel, L. dan Yu, A.B (1988). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Penerjemah: Fasich. edisi 2. Surabaya: Airlangga. Hal. 137-189.

Sweetman, S.C. (2005). Martindale The complete Drug Reference. Thirty-Edisi 4. London : Pharmaceutical Press: Hal. 1460.

Tobyn, G., Denham, A., dan Whitelegg, M. (2011). The Western Herbal Tradition. Elsevier Ltd. Hal. 36


(49)

Tan, H.T., dan Raharja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi ke V. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo. Hal 295, 313.

USP Pharmacopiea. (2007). The National Formulary. Edisi 30. USA: The United States Pharmacopeial Convention. Hal. 541, 1765-1766.

Wahyudin, S. (2012). Uji Antimutagenik Ekstrak Etanol Bunga Jantan Tumbuhan Pepaya (Carica Papaya L) Pada Mencit Jantan yang Diinduksi Siklofosfamid. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu pengumpulan dan pengolahan sampel, identifikasi sampel, pembuatan simplisia, pembuatan pereaksi, pemeriksaan karakteristik simplisia, pemeriksaan skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak, pemeriksaan skrining fitokimia ekstrak, penyiapan hewan percobaan, perlakuan pemberian obat kepada hewan percobaan, pengambilan darah, darah yang didapat divortex dan disentrifus sehingga di dapat supernatan. Diukur absorbansi dengan spektrofotometer ultra violet.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, blender (National), lemari pengering, seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, perkolator, desikator, jam, oven, rotary evaporator (Heidolph VV-300), mikroskop (Boeco), oral sonde, spuit, pisau cukur, Spektofotometer UV (shimadzu), alat sentrifus (Velocity 18R), vortex.

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium diklofenak (PT. DEXA MEDICA), ekstrak bunga papaya jantan, etanol 96%, TCA, heparin 5000 IU, NaCl, natrium hidroksida dan aquabidestilata.


(51)

3.3 Penyiapan Sampel

Penyiapan sampel meliputi pengambilan sampel, identifikasi tumbuhan dan pengolahan simplisia.

3.3.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga pepaya jantan yang diperoleh dari pasar pagi Tanjung Sari, Medan, Propinsi Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanense Laboratorium Penelitian Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Medan. 3.3.3 Pengolahan Sampel

Bunga pepaya jantan yang masih segar dibersihkan dari kotoran atau bahan asing lainnya kemudian dicuci dengan air bersih lalu ditiriskan dan ditimbang sebagai berat basah. Lalu dikeringkan pada temperatur ruangan hingga kering ditandai dengan bunga mudah dipatahkan, kemudian diblender dan ditimbang sebagai berat kering. Bunga pepaya yang telah kering diblender hingga menjadi serbuk dan ditimbang sebagai berat serbuk simplisia. Lalu disimpan dalam wadah plastik, diberi etiket dan disimpan di tempat kering.

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia


(52)

kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik

Pemeriksaan Makroskopik dan organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk, bau dan rasa dari bunga papaya jantan segar dan serbuk simplisia bunga papaya jantan.

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan Mikroskopik dilakukan terhadap bunga papaya jantan segar dan serbuk simplisia bunga papaya jantan. Bunga pepaya jantan dipotong melintang lalu diletakkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, selanjutnya diamati di bawah mikroskop. Begitu juga halnya pemeriksaan pada serbuk simplisia.

3.4.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 mL berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik. Cara kerja: dimasukkan 200 ml toluen dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluen dibiarkan mendingin selama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi,


(53)

terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml air-kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105º

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105º C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).


(54)

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan dalam kurs porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Kurs dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).

3.4.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).

3.5 Skrining Fitokimia

Skrining Fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, glikosida dan steroid/triterpenoid.

3.5.1 Pemeriksaan Flavanoid

Serbuk simplisia ditimbang 0,5 g, lalu ditambahkan 10 ml methanol, direfluks selama 10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling, setelah dingin ditambahkan 5 mL petroleum eter, dikocok hati-hati, lalu didiamkan sebentar. Lapisan methanol diambil, diuapkan


(55)

pada temperature 40º

a. Sebanyak 1 ml diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 2 mL etanol 96%, lalu ditambah 0,5 g serbuk Zn dan 2 ml asam klorida 2N. didiamkan selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat. Jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan adanya flavanoid (glikosida-3-flavonol).

C, sisanya dilarutkan dalam 5 ml etilasetat, disaring. Filtratnya digunakan untuk uji flavonoid dengan cara berikut:

b. Sebanyak 1 mL diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 1-2 ml etanol 96%, lalu ditambah 0,1 g serbuk Mg dan 10 tetes asam klorida pekat. Jika terjadi warna merah jingga sampai warna merah ungu menunjukkan adanya flavon, kalkon dan auron (Ditjen POM, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan Alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang 0,5 g, lalu ditambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi:

a. ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer b. ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat c. ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan diatas (Ditjen POM, 1995).

3.5.3 pemeriksaan Saponin

Serbuk simplisia ditimbang 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit


(56)

dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N menunjukkan adanya Saponin (Ditjen POM, 1995).

3.5.4 Pemeriksaan Tanin

Serbuk simplisia ditimbang 0,5 g disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan dan ditambahkan 1 - 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Ditjen POM, 1995). 3.5.5 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk simplisia ditimbang 3 g. lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 96%-air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran kloroform-isopropanol (3:2) sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari lapisan isopropanol diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50º

3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

C. Sisanya dilarutkan dengan 2 ml methanol untuk larutan percobaan. 0,1 ml larutan percobaan diuapkan di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molish, kemudian ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat, terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (Ditjen POM, 1995).

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard melalui dinding cawan. Apabila


(57)

terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya triterpenoid/steroid (Harborne, 1987).

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Bunga Pepaya Jantan Metode: Perkolasi

Caranya: 400 gram serbuk simplisia direndam dengan etanol 96% selama 3 jam. Selanjutnya dipindahkan massa tersebut sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan etanol 96% secukupnya hingga simplisia terendam dan terdapat cairan penyari diatasnya, perkolator ditutup dengan alumunium foil dan dibiarkan 24 jam. Kemudian kran perkolator dibuka dan dibiarkan cairan ekstrak menetes dengan kecepatan 20 tetes per menit dan ditambahkan etanol 96% berulang-ulang secukupnya dan diatur kecepatan penetesan cairan penyari sama dengan kecepatan tetesan perkolat, sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan jika perkolat yang terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa. Perkolat kemudian disuling dan diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50º

3.7 Pembuatan Pereaksi

C menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 55 gram (Ditjen POM, 1995).

3.7.1 Pembuatan Aquadest bebas CO2

Dididihkan aquadest dalam beaker glass selama 5 menit atau lebih dan diamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbondioksida dari udara (Depkes RI, 1979).


(58)

3.7.2 Pembuatan Asam

Sebanyak 10 gram asam trikloroasetat dilarutkan dalam 100 ml air (Depkes RI,1979).

Trikloroasetat (TCA) 10%

3.7.3 Pembuatan Heparin 100 IU (v/v)

Sebanyak 0,2 heparin 5000 IU itambahkan NaCl 0,9% hingga 100 ml (Depkes RI, 1979).

3.7.4 Pembuatan Natrium Hidroksida 1 N

Sebanyak 4,4 g natrium hidroksida, dilarutkan dengan aquadest bebas CO2

3.8. Pembuatan Diflofenak Baku hingga 1000 ml.

3.8.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I Natrium Diklofenak

Timbang seksama sejumlah 50 mg natrium diklofenak baku, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, dicukupkan dengan natrium hidroksida hingga garis tanda, dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 mcg/ml.

3.8.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II Natriun Diflofenak

Pipet dari LIB I sebanyak 10 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, dicukupkan dengan larutan natrium hidroksida hingga garis tanda. Dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 100 mcg/ml.

3.8.3 Pengukuran panjang gelombang absorpsi maksimum di dalam larutan natrium hidroksida 1 N

Larutan natrium diflofenak dibuat dengan konsentrasi 13 mcg/ml dengan memipet 6,5 ml dari LIB II dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, lalu


(59)

ditambahkan larutan natrium hidroksida, serapan larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 200-400 nm dengan alat spektrofotometer ultra violet.

3.8.4 Pembuatan Kurva Baku Natrium diflofenak pada panjang gelombang maksimum

Pembuatan kurva baku natrium diklofenak pada panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara: dipipet berturut–turut 0,6 ml; 0,8 ml;4 ml; 1,2 ml; 1,4; 1,6; dan 1,8 ml larutan kemudian dimasukkan kedalam labu takar 10 ml dan diadakan hingga 10 ml natrium hidroksida. Diperoleh larutan dengan konsentrasi 6, 8 , 12 , 14 , 16 dan 18 mcg/ml. Larutan diukur serapannya pada panjang gelombang yang sesuai dengan hasil pengukuran panjang gelombang maksimum.

3.9 Pembuatan Suspensi dan Larutan

3.9.1 Pembuatan Suspensi CMC 1%

Sebanyak 1 gram CMC yang telah ditimbang seksama ditaburkan dalam lumpang yang berisi 20 ml akuades panas. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan akuades dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian dicukupkan volumenya dengan akuades hingga 100 ml.

3.9.2 Pembuatan Suspensi Natrium Diklofenak 0,05%

Sebanyak 50 mg natrium diklofenak baku, digerus di dalam lumpang. Kemudian ditambahkan CMC 1% digerus sampai homogen. Dituang kedalam labu tentukur 100 ml, ditambah CMC 1% sampai batas tanda, kocok hingga homogen.

3.9.3 Pembuatan Suspensi Ekstrak

Sebanyak 250 mg ekstrak etanol bunga pepaya jantan, dimasukkan ke dalam lumpang, digerus. Ditambahkan sedikit suspensi CMC 1% kemudian dihomogenkan. Dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah CMC 1% sampai batas tanda.


(60)

3.10 Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan

Tikus jantan sebanyak 20 ekor dengan berat badan 150-200 g dikelompokkan secara acak menjadi 4 kelompok, yang masing–masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus dan diberi perlakuan secara per oral.

3.10.1 Perlakuan Pada Hewan Percobaan dengan Pemberian Natrium Diklofenak tanpa Ekstrak Etanol Bunga Pepaya Jantan (EEBPJ)

Perlakuan Pada Hewan Percobaan dengan Pemberian natrium diklofenak tanpa EEBPJ adalah sebagai berikut:

a. rambut pada ekor tikus dicukur terlebih dahulu.

b. pengambilan darah dilakukan pada masing-masing hewan percobaan sebanyak 0,5 ml dari vena bagian ekor dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi heparin, tambahkan TCA 20% sebanyak 1 ml kemudian dihomogenkan dengan vortex dan disentrifus untuk diambil supernatan sebagai blanko.

c. kemudian hewan di uji diberikan larutan natrium diflofenak dengan dosis yang telah dikonversikan (dosis manusia ke dosis tikus) terhadap dosis lazim 25 mg.

d. masing-masing hewan uji diambil darahnya sebanyak 0,5 ml dari vena bagian ekor dengan interval waktu 15 menit; 30 menit; 45 menit; 75 menit; 105 menit; 135 menit; 195 menit; 255 menit; 315 menit; 435 menit; 675 menit; 795 menit. Kemudian tambahkan TCA 20% sebanyak 1ml lalu divorteks dan disentrifus pada 2000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan plasmanya dan diambil supernatan kemudian ukur absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang yang telah didapatkan pada panjang gelombang maksimum.


(61)

3.10.2 Perlakuan Pada Hewan Percobaan dengan Pemberian Natrium Diklofenak dengan Pemberian EEBPJ selama 7 Hari Berturut-turut

Perlakuan pada hewan percoban dengan pemberian Natrium Diklofenak dengan pemberian EEBPJ selama 7 hari berturut-turut adalah sebagai berikut:

a. pada kelompok perlakuan masing-masing hewan diberi EEBPJ dengan dosis 20 mg/kg bb, 400 mg/kg bb dan 80 mg/kg bb selama 7 hari berturut-turut. Pengambilan sampel darah dilakukan pada masing-masing kelompok hewan percobaan sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan TCA 20% sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan heparin dihomogenkan dengan vortex dan disentrifus untuk diambil supernatan sebagai blanko.

b. kemudian hewan uji diatas pada hari ke-7 setelah 4 jam pemberian EEBPJ diberi larutan obat natrium diklofenak secara oral.

c. masing-masing hewan uji diambil darahnyanya sebanyak 0,5 ml dengan interval waktu 15 menit; 30 menit; 45 menit; 75 menit; 105 menit; 135 menit; 195 menit; 255 menit; 315 menit; 435 menit; 675 menit; 795 menit.

d. kemudian ditambah 1 ml TCA 20% dan heparin lalu divorteks dan disentrifus pada 2000 rpm selama 10 menit dan dipipet supernatannya 0,5 ml kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang yang telah diperoleh pada panjang gelombang maksimum.


(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Simplisia dan Ekstrak

Tumbuhan yang diteliti telah diidentifikasi di Herbarium Medanese (MEDA), Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi tumbuhan yaitu Carica papaya L. (Caricaceae). Surat hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 2, halaman 50.

Pemeriksaan makroskopik, skrinning fitokimia simpilisa bunga pepaya jantan telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Sitorus, 2012), dengan cara dan metode yang sama dilakukan kembali terhadap bunga pepaya jantan. Hasil pemeriksaan makroskopik bunga pepaya jantan berwarna putih agak kekuningan dan panjang kira-kira 2 - 3 cm dan rasanya pahit. Simplisia bunga pepaya jantan pepaya berwarna coklat dan berbau khas. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia bunga pepaya jantan terlihat adanya fragmen berkas pembuluh yang berbentuk tangga, serbuk sari, dan papila. Pengamatan serbuk simplisia menggunakan mikroskop cahaya dapat dilihat Gambar 4.1. berikut.


(63)

Gambar 4.1 Mikroskopik serbuk bunga pepaya jantan Keterangan Gambar:

1. Xylem dengan bentuk spiral 2. Serbuk sari

3. Papila

Pada penelitian ini penyarian bunga pepaya jantan dilakukan secara perkolasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Setelah dilakukan perkolasi maka senyawa-senyawa kimia yang terkandung didalam bunga pepaya jantan dapat tersari sempurna di dalam cairan penyari, dimana dari 400 gram serbuk bunga pepaya jantan diperoleh ekstrak kental sebanyak 55 gram.

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan dapat dilihat pada Tabel 4.1.


(64)

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan

No Parameter Hasil (%)

1. 2. 3. 4. 5.

Kadar air

Kadar sari larut air

Kadar sari larut dalam etanol Kadar abu total

Kadar abu tidak larut asam

6,65 19,1 7,26 7,68 1,3

Berdasarkan Tabel 4.1 ditunjukkan bahwa kadar air simplisia 6,65%, berarti simplisia sudah memenuhi persyaratan secara umum yaitu sebaiknya kadar air simplisia tidak lebih dari 10,00%. Kadar sari larut dalam air (19,1%) lebih tinggi daripada kadar sari larut dalam etanol (7,26%). Kadar abu total simplisia adalah 7,68%. Kadar abu tidak larut asam adalah 1,3%, dalam Materia Medika Indonesia belum tercantum mengenai karakteristik simplisia bunga pepaya jantan dengan demikian, perlu dilakukan pembakuan secara nasional mengenai parameter karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan supaya ada sebuah acuan baku bagi peneliti dalam melakukan karakterisasi terhadap simplisia maupun ekstrak dari bunga pepaya jantan.

Hasil pemeriksaan skrining fitokimia pada simplisia bunga pepaya jantan dapat dilihat pada Tabel 4.2.


(65)

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia serbuk simplisia bunga pepaya jantan

No Golongan Senyawa Hasil 1.

2. 3. 4. 5. 6.

Alkaloida Flavonoida Tanin

Steroida-Triterpen Saponin

Glikosida

- + + + + + Keterangan: (+) = Positif ; (-) = Negatif

4.2 Analisis Parameter Farmakokinetik.

Pengukuran panjang gelombang serapan maksimum natrium diklofenak dilakukan menggunakan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 200– 400 nm. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang gelombang maksimum natrium diklofenak dengan serapan maksimum. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang gelombang maksimum natrium diklofenak pada 276 nm dengan serapan maksimum 0,4171.

Pembuatan kurva kalibrasi natrium diklofenak dilakukan dengan membuat konsentrasi natrium diklofenak sebesar 6, 8, 12, 14, 16, 18 mcg/ml, dari hasil pengukuran diperoleh persamaan regresi Y= 0,0374x + 0,0179 dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,997. Penentuan kadar natrium diklofenak dilakukan dengan menggunakan darah tikus. Dari hasil pengukuran kadar rata-rata untuk perlakuan natrium diklofenak dalam plasma tanpa EEBPJ dan perlakuan natrium diklofenak dengan pemberian EEBPJ dosis 20 mg/kg bb, 40 mg/kg bb, 80 mg/kg bb selama 7 hari berturut-turut yang menggunakan spektrofotometri ultraviolet pada panjang


(66)

peroral diperoleh konsentrasi rata-rata dari natrium diklofenak dalam plasma terhadap waktu untuk setiap perlakuan, dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data kadar rata-rata natrium diklofenak dalam plasma tikus tiap waktu pengambilan untuk setiap perlakuan dengan EEBPJ

t (menit)

Kontrol (mcg/ml)

Perlakuan dengan ekstrak bunga pepaya jantan (mcg/ml) ± S.D

EEBPJ 20 mg/kg bb

EEBPJ 40 mg/kg bb

EEBPJ 80 mg/kg bb 15 5,1189 ± 1,1176 5,0924 ± 0,7398 5,6345 ± 1,1016 8,7077 ± 0,8211 30 5,3604 ± 0,7910 5,7711 ± 1,0400 6,1737 ± 0,9917 9,8328 ± 0,3880 45 5,6769 ± 0,7422 5,8810 ± 0,9015 6,2159 ± 0,9819 10,4171 ± 0,0633 75 6,5124 ± 0,2660 6,6183 ± 1,0339 6,8850 ± 1,3304 11,9605 ± 1,2077 105 7,0240 ± 0,6489 7,2981 ± 1,2998 7,9345 ± 1,2728 13,9070 ± 1,8071 135 7,7493 ± 0,7643 8,5174 ± 0,5877 9,9271 ± 1,1533 17,3776 ± 3,2735 195 8,5466 ± 0,5707 9,1174 ± 1,0623 9,5447 ± 2,9906 16,5861 ± 1,7091 255 8,4344 ± 0,6534 8,1878 ± 0,7286 8,4766 ± 0,7773 14,8776 ± 1,4033 315 7,9285 ± 0,7869 7,6009 ± 0,7977 8,2722 ± 0,9493 13,3703 ± 1,7124 435 7,5006 ± 0,8099 7,0447 ± 0,4102 7,9953 ± 1,2337 12,1163 ± 1,5417 555 7,0661 ±0,7429 6,9941 ± 1,3302 7,2840 ± 1,5037 11,3275 ± 0,6053 675 6,3716 ± 0,4812 5,8703 ± 0,6203 7,0227 ± 1,5165 10,9337 ± 0,7262

Dari Tabel 4.3 dapat digambarkan kadar rata-rata (Log C) vs Waktu (t) natrium diklofenak dalam plasma tanpa EEBPJ dan perlakuan natrium diklofenak dengan pemberian EEBPJ dosis 20 mg/kg bb, 40 mg/kgbb, 80 mg/kg bb selama 7 hari berturut-turut seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.


(67)

Gambar 4.2 Nilai kadar rata-rata log konsentrasi vs waktu natrium diklofenak dalam plasma tikus untuk perlakuan dengan EEBPJ

Hasil dari rata-rata kadar natrium diklofenak kemudian digunakan untuk menghitung nilai parameter farmakokinetika natrium diklofenak dalam plasma tanpa EEBPJ dan perlakuan natrium diklofenak dengan pemberian EEBPJ dosis 20 mg/kg bb, 40 mg/kg bb, 80 mg/kg bb selama 7 hari berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut.


(68)

Tabel 4.4. Data rata-rata parameter farmakokinetika natrium diklofenak dalam plasma untuk setiap perlakuan dengan EEBPJ.

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat adanya perbedaan dari masing-masing perlakuan. Konsentrasi obat maksimum dalam plasma (Cmaks

Parameter

) merupakan petunjuk bahwa obat Perlakuan dengan ekstrak bunga pepaya jantan (mcg/ml) ±

S.D Tanpa Pemberian EEBPJ EEBPJ dosis 20 mg/ kg bb

EEBPJ dosis 40 mg/ kg bb

EEBPJ dosis 80 mg/ kgbb t el(menit) 1170,6904 ±

241,6896 1782,376 ± 1297,2418 1163,46 ± 643,3316 1044,1498 ± 513,4372

t abs(menit) 39,6139 ± 13,2945 47,906 ± 11,2304 67,816 ± 41,5264 60,56 ± 35,0297 AUC (mcg/ml).meni t 15318,9488 ± 2910,82 25395,79102 ± 17843,56 18809,2562 ± 7157,4575 21016,4018 ± 1806,0956 AUMC (mcg/ml).meni t 31541811,49 2 ± 9711457,607 96441455,61 ± 125765894,1 18511428,63 ± 8933878,973 61986638,84 ± 4517501,13

MRT(menit) 1983,0406 ±

41,0904 2416,63024 ± 2003,31127 2059,847 ± 1976,538 2925,05654 ± 22737,6636

t

maks(menit) 193,6032 ±

49,0066 315,95152 ± 167,4849 271,0159 ± 108,0198 247,30268 ± 103,5951

Vd(ml) 49,1862 ±

4,2426 40,736 ± 6,9506 38,8236 ± 12,4256 27,8812 ± 15,9861 Cmaks (mcg/ml) 8,29082 ± 0,2194 8,7398 ± 1,2782 9,489 ± 2,3833 13,64574 ± 4,3581 Cl (ml/menit) 0,0348 ± 0,0136 0,023194 ± 0,01049 0,0269 ± 0,0116 0,01892 ± 0,0021030 Ka (Menit-1 0,03054.10 ) ± -3 7,2289.10 0,0156 -3 ± 4,7259. 10 0,01434 -3 ± 7,9956.10 0,01554 -3 ± 7,7639.10-3 Kel (Menit-1 6,2038.10 ) ± -4 1,635.10 4,1762.10 -4 ± -4 2,8759.10 5,4387. 10 -4 ± -4 2,9815.10 5,8800. 10 -4 ± -4 3,1648.10-4


(69)

diabsorpsi secara sistemik untuk memberikan suatu respon terapeutik dan menunjukkan kemungkinan adanya kadar toksik obat dalam tubuh. Nilai Cmaks

tergantung oleh dosis (D0), Volume distribusi (Vd), tetapan laju eliminasi obat (Kel)

dan Tmaks. Nilai Cmaks dari natrium diklofenak dalam plasma mengalami peningkatan

namun tidak bermakna (P>0,05) pada perlakuan dengan EEBPJ. Peningkatan nilai Cmaks dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Peningkatan nilai Cmaks (mcg/ml) terhadap rata-rata tiap

perlakuan pada tikus putih jantan.

Nilai Cmaks pada kontrol adalah 8,2908 ± 0,2194 mcg/ml, perlakuan dengan

pemberian EEBPJ dosis 20 mg/kg bb sebesar 8,7398 ± 1,2782 mcg/ml, meningkat menjadi dosis 40 mg/kg bb sebesar 9,489 ± 2,3833 mcg/ml, dan dosis 80 mg/kb bb sebesar 13,6457 ± 4,3581 mcg/ml. Hasil menunjukkan jumlah Cmaks

Luas area dibawah kurva (AUC) merupakan salah satu parameter bioavaibilitas obat, dimana AUC

meningkat diakibatkan jumlah absorpsi yang meningkat.

0-∞

menunjukkan jumlah obat aktif yang berada pada sirkulasi sistemik. Nilai AUC 0-∞ dipengaruhi oleh jumlah total obat yang


(70)

menurun. Nilai AUC mengalami ketidakstabilan pada dosis 20 mg/kg bb mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan dosis lainnya, dibanding antara kontrol dengan dosis 40 mg/kg bb dan dosis 80 mg/kg bb, hal ini disebabkan obat yang tertimbun di dalam jaringan sehingga kadar dalam plasma menjadi rendah sedangkan obat yang terikat kuat pada protein plasma (90%) sehingga kadar plasma cukup tinggi dan mempunyai nilai Vd (volume distribusi) yang kecil (Setiawati, 2005). Nilai AUC juga mempengaruhi nilai AUMC dan MRT yang juga mengalami ketidakstabilan.

Nilai MRT mengalami perbedaan antara kontrol dan perlakuan dengan EEBPJ. Nilai MRT pada kontrol adalah 1983,0406 ± 411,0904 menit, sedangkan dengan perlakuan EEBPJ dosis 20 mg/kg bb meningkat 2416,63024 ± 2003,3112 menit, sedangkan pada dosis 40 mg/kg bb mengalami penurunan sekitar 2059,847 ± 1976,538 menit dan meningkat kembali pada dosis 80 mg/kg bb. Nilai MRT menggambarkan waktu rata-rata obat berada dalam tubuh, nilai MRT yang meningkat terhadap perlakuan ekstrak bunga pepaya jantan menyebabkan obat tidak berubah dan lebih lama berada didalam tubuh sehingga nilai Cmaks dan laju eliminasi

meningkat sedangkan klirens menurun (Shargel dan Yu, 1988). Penurunan nilai MRT dari dosis 20 mg/kg bb terhadap dosis 40 mg/kb bb disebabkan kejenuhan enzym dalam menginhibisi karena tingginya dosis yang diberikan. Akibatnya, proses penghambatan enzym pemetabolisme akan berhenti dan bahkan memacu metabolisme dalam hal ini enzym yang dihambat metabolisme nya adalah enzym CYPC2C9. Peningkatan nilai Kel dari 6,2038.10-4 ± 1,1635.10 menit-1 untuk kontrol

sedangkan untuk dosis 20 mg/kg bb sebesar 4,1762.10-4 sampai 5,8800.10-4 ± 3,1648.10-4 menit-1 pada perlakuan dengan EEBPJ dosis 80 mg/kg bb.


(71)

Klirens adalah ukuran kemampuan tubuh untuk mengeliminasi obat yang dipengaruhi oleh laju eliminasi dan kadar obat didalam plasma. Perlakuan dengan EEBPJ dosis 20 mg/kg bb sebesar 0,0348 ± 0,0136 ml/menit, dosis 40 mg/kg bb sebesar 0,023194 ± 0,01049 ml/menit, dosis 40 mg/kg bb 0,0269 ± 0,0116 ml/menit dan dosis 80 mg/kg bb sebesar 0,018912 ± 0,002103 ml/menit. Nilai CL tidak stabil disebabkan tidak stabilnya nilai AUC0-∞ yang diperoleh, dimana pada dosis 40 mg/kg bb mengalami peningkatan dibanding dengan dosis 20 mg/kg bb, hal ini sebagai implikasi dari nilai AUC0-∞ pada dosis 40 mg/kg bb yang menurun dibanding dosis 20 mg/kg bb, dimana apabila nilai AUC0-∞mengalami peningkatan maka nilai CL akan menurun begitu juga sebaliknya, namun apabila dibanding terhadap kontrol nilai AUC0-∞

Eliminasi obat meliputi proses metabolisme dan ekskresi. Penurunan parameter ini menyebabkan proses metabolisme dan ekskresi obat menjadi terhambat sehingga obat bebas akan berada lebih lama di dalam tubuh dan dalam jumlah yang tinggi (Shargel dan Yu, 1988). Perubahan ekskresi urin atau klirens kreatinin, perubahan klirens hepatik karena adanya saturasi/kejenuhan pada sistem metabolisme di hati, inhibisi/induksi enzim metabolisme dapat menyebabkan kadar obat dalam darah tidak sesuai dengan yang diperhitungkan (Shargel, 2004).

mengalami peningkatan, dan nilai CL mengalami penurunan.

Perubahan ini lebih kepada mengubah metabolisme substrat obat terhadap enzym yang dengan demikian mengubah aktivitas biologis. Penghambatan enzym CYP mungkin yang paling umum menyebabkan sebagian besar interaksi obat. Penghambatan metabolisme suatu obat, sebagai akibat dari kompetensi antara dua obat yang berbeda untuk metabolisme oleh CYP yang dapat mengakibatkan peningkatan tak terduga dalam konsentrasi plasma dari salah satu atau kedua obat


(72)

Volume distribusi adalah volume yang dibutuhkan untuk memuat jumlah obat secara homogen pada konsentrasi yang ditemukan dalam darah atau plasma. Volume distrbusi dipengaruhi oleh klirens (CL). Semakin kecil nilai CL (klirens) maka nilai Vd juga semakin kecil. Nilai Vd dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Penurunan nilai Vd (ml) terhadap rata-rata tiap perlakuan pada tikus putih jantan.

Nilai Vd menurun antara kontrol dan EEBPJ dosis 20 mg/kg bb 40 mg/kg bb dan dosis 80 mg/kg bb. Hal ini menyebabkan terjadi penurunan distribusi obat bebas ke jaringan karena obat terikat oleh protein dalam jumlah yang sangat besar atau tinggal dalam jaringan perifer sehingga nilai Cmaks

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Fani Henovia adanya kandungan flavonoid pada ekstrak etanol bunga papaya jantan, menunjukkan kemampuan antioksidan yang bekerja sebagai inhibitor (penghambat) reaksi reduksi oksidasi oleh radikal bebas yang reaktif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wahyudin Sitorus menyatakan bahwa EEBPJ tersebut memiliki kandungan flavonoid yang dapat mencegah karsinogenesis/mutagenesis dapat terjadi melalui penghambatan pada fase inisiasi atau pada promosi sampai fase progesi. Sedangkan pada penelitian ini adanya menjadi lebih tinggi (Shargel dan Yu, 1988).


(73)

kandungan flavanoid pada EEBPJ berperan sebagai antiinflamasi dengan kemampuannya dalam menghambat pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membrane dengan jalan memblok jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan leukotriena (mediator inflamasi).

Flavonoid berperan dalam penghambatan enzym CYP 450 dimana enzym CYP 450 adalah salah satu enzym pemetabolisme utama yang mempengaruhi penghambatan obat (Liu, et al., 2013), enzym CYP 450 tersebut telah teroksidasi dengan adanya flavonoid yang terkandung dalam ekstrak bunga pepaya jantan sehingga membuat laju metabolisme menjadi menurun. Sebagian besar flavonoid cepat dimetabolisme di mukosa usus dan hati, dan bioavailabilitas flavonoid dan metabolit umumnya rendah, dengan nilai-nilai puncak konsentrasi plasma dalam kisaran mikromolar rendah, penelitian klinis telah menunjukkan bahwa flavonoid terbukti dapat menghambat metabolism obat lain (Si, et al., 2008). Senyawa P450 memberikan kontribusi paling luas untuk biotransformasi menjadi metabolit yang lebih polar dan mudah untuk diekskresikan (Liu, et al., 2013).

Secara teoritis hasil dari penelitian parameter farmakokinetik dengan menggunakan data darah dan data urin harus sesuai, namun pada penelitian ini hasil yang didapat berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fusfita Arika Ningsih dengan menggunakan data urin yang menggambarkan adanya proses induksi enzim pemetabolisme.

Kesalahan pada hasil percobaan ini bisa dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain: kesalahan pada alat/instrument yang digunakan, penetapan kadar yang kurang tepat dengan penggunaan alat spektrofotometri uv, mekanisme dan cara


(74)

jaringan yang salah sehingga absorbs dan distribusi obat menjadi berbeda dari yang seharusnya, juga bias mengakiibatkan dosis obat yang masuk tidak sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan obat tidak masuk ke sirkulasi sistemik (Aiache, 1993).

Faktor-faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi hasil percobaan, misalnya factor internal yang meliputi variasi biologik (usia, jenis kelamin,) ras, dan sifat genetik, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh, luas permukaan tubuh dan factor eksternal yang meliputi suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik seperti keadaan kandang, pengalaman hewan dalam penerimaan obat, keadaan ruangan tempat hidup seperti suhu, kelembapan, ventilasi, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan (Sulaksono, 1992).

Pada penelitian ini adanya peningkatan atau penurunan dari setiap parameter menunjukkan hasil yang tidak signifikan secara statistik, oleh karena itu diperlukan adanya klarifikasi untuk peneliti selanjutnya dengan metode atau alat/instrument dengan selektivitas dan sensitivitas yang lebih tinggi dalam menganalisis sampel yang digunakan sehingga hasil yang diperoleh pada penelitian lebih akurat.


(75)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:

a. pemberian EEBPJ dosis 20 mg/kg bb; 40 mg/kg bb; 80 mg/kg bb dapat mempengaruhi parameter farmakokinetika natrium diklofenak yaitu dengan meningkatnya nilai Cmaks, AUC, MRT dan parameter lainnya, serta penurunan nilai Vd dan Cl.

b. peningkatan nilai Cmaks dan penurunan nilai Vd menggambarkan kemampuan

ekstrak etanol bunga pepaya jantan kemungkinan sebagai penghambat enzim pemetabolisme dalam tubuh, ditunjukkan oleh dosis 20 mg/kg bb terhadap kontrol.

4.2 Saran

Disarankan agar penelitian dengan perlakuan EEBPJ terhadap uji parameter farmakokinetika ini dilanjutkan dengan pemilihhan dosis yang lebih sesuai serta dengan menggunakan metode pengukuran yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan adanya klarifikasi untuk peneliti selanjutnya dengan metode atau alat/instrument dengan selektivitas dan sensitivitas yang lebih tinggi dalam menganalisis sampel yang digunakan.


(76)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Natrium diklofenak 2.1.1 Uraian Bahan

Rumus Struktur

Gambar 2.1. Rumus strukt ur Natrium diklofenak Rumus molekul : C14H10Cl2NO2

Nama Kimia : (2- (2,6-diklorophenyl) amino benzeneacetic acid) Na

Berat Molekul : 318,13

Pemerian : Serbuk hablur, berwarna putih, tidak berasa (USP 30, 2007).

Kelarutan : Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol; praktis tidak larut dalam kloroform dan eter; bebas larut dalam alkohol metil. pH larutan 1% b/v dalam air adalah antara 7.0 dan 8 (Sweetman, 2009).

2.1.2 Sifat Farmakologis

Diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenil asetat yang termasuk obat anti inflamasi nonsteroid yang terkuat daya anti radangnya dengan efek samping yang lebih ringan dibandingkan dengan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya seperti indometasin dan piroksikam (Tan, 2007).


(77)

Diklofenak mempunyai aktifitas analgetik, antipiretik, dan antiradang. Senyawa ini merupakan inhibitor siklooksigenase. Selain itu, diklofenak tampak menurunkan konsentrasi intrasel arakidonat bebas dalam leukosit, dengan mengubah pelepasan atau pengambilan asam lemak tersebut (Godman dan Gilman, 2012). Obat ini efektif untuk peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan), misalnya setelah pembedahan, atau pada memar akibat olahraga. Selain itu natrium diklofenak digunakan untuk mencegah pembengkakan jika diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi (Tan, 2007).

Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang merupakan penghambat COX yang kuat dengan efek anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik. Obat ini cepat diabsorpsi setelah pemberian oral dan mempunyai waktu paruh yang pendek. Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan kronis seperti arthritis rematoid dan osteoarthritis serta untuk pengobatan nyeri otot rangka akut (Neal, 2006).

Mekanisme kerjanya, bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arachidonat. Asam lemak poli-tak jenuh ini kemudian untuk sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida dan seterusnya menjadi prostaglandin. siklooksigenase terdiri dari dua isoenzim yaitu COX-1 (tromboxan dan prostacyclin) dan COX-2 (prostaglandin). Kebanyakan COX-1 terdapat di jaringan, antara lain dikeping darah, ginjal dan saluran cerna. COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat dijaringan tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang. Penghambatan COX-2 lah yang memberikan efek anti radang dari obat NSAIDs. NSAID yang ideal hanya menghambat COX-2


(78)

Diklofenak merupakan obat NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) yang bersifat tidak selektif dimana kedua jenis COX dihambat. Dengan penghambatan COX-1, maka tidak ada lagi yang bertanggung jawab melindungi mukosa lambung-usus dan ginjal sehingga terjadi iritasi dan (Tan, 2007).

Efek samping terjadi kira-kira 20% penderita dan meliputi distress saluran cerna, perdarahan saluran cerna dan tukak lambung. Inhibisi sintesis prostaglandin dalam mukosa saluran cerna sering menyebabkan kerusakan gastrointestinal (dyspepsia, mual, dan gastritis). Efek samping yang paling utama adalah perdarahan gastrointestinal dan perforasi (Neal, 2006).

2.1.3 Farmakokinetik

Diklofenak cepat diserap sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavaibilitas sistemiknya hanya antara 30-70% karena metabolisme lintas pertama. Obat ini mempunyai waktu paruh 2-6 jam dalam kompartemen (Katzung, 2010). Hal ini mungkin menjelaskan durasi efek terapeutik yang jauh lebih lama daripada waktu paruhnya dalam plasma. Diklofenak dimetabolisme di hati oleh isozim sitokrom P450 subfamili CYP2C9 menjadi 4-hidroksidiklofenak (Godman dan Gilman, 2012).

2.1.4 Penggunaan terapeutik

Natrium diklofenak digunakan dalam penanganan simptomatik jangka lama pada arthritis rheumatoid, osteoartritits, dan spondilitis ankilosa. Dosis lazim harian untuk indikasi tersebut adalah 100 sampai 200 mg, diberikan dalam beberapa dosis terbagi diberikan dengan dosis 25 mg sampai 50 mg dalam tiga kali pemberian perharinya. Senyawa ini mungkin juga berguna untuk penanganan jangka pendek cedera otot rangka akut, nyeri bahu akut, nyeri pasca operasi dan dismenorea.


(79)

Sediaan bentuk larutan pada terapi mata diklofenak tersedia untuk penanganan radang pasca operasi setelah pengangkatan katarak (Godman dan Gilman, 2012). 2.1.5 Efek toksik

Peradangan umumnya dibagi dalam tiga tipe yaitu peradangan akut, respon imun, dan peradangan kronis. Peradangan akut adalah respon awal dari luka jaringan yang disebabkan oleh pelepasan autokoid dan biasanya mendahului perkembangan respons imun (Katzung, 2002).

Radang akut ini tidak spesifik dan dapat disebabkan oleh cedera yang terjadi dalam waktu singkat. Peradangan akut dianggap sebagai awal pertahanan terhadap cedera dan ditandai dengan perubahan-perubahan mikro sirkulasi, dengan eksudasi cairan dan migrasi leukosit dari pembuluh darah ke daerah cedera. Peradangan akut biasanya berlangsung singkat, terjadi sebelum respon imun berfungsi baik, dan terutama dimaksudkan untuk menghilangkan penyebab yang membuat cedera (Candrasoma dan Taylor, 2006).

2.2 Hubungan Farmakokinetika dan Farmakodinamika

Farmakokinetika berhubungan erat dengan farmakodinamika yang dapat menjelaskan tentang hubungan dosis dan efek. Farmakodinamika digunakan untuk memperkirakan konsentrasi obat yang diperlukan dalam mencapai efek terapeutik. Konsentrasi obat dalam tubuh dapat diketahui dengan menentukan kinetika obat yang meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.

Pengaruh terapeutik suatu obat pada seorang pasien sebenarnya merupakan respon obat tersebut. Hal ini tergantung pada konsentrasi yang bisa dicapai pada tempat kerja obat (reseptor). Setiap perubahan konsentrasi obat yang terukur


(80)

darah bisa diperhitungkan atau diramalkan tingkat aktivitas farmakologik yang tercapai.

Nasib obat di dalam tubuh agar dapat menimbulkan efek yang diharapkan harus melalui tiga tahap: farmasetika, farmakokinetika dan farmakodinamika, seperti yang tertera pada Gambar 2.2.


(81)

1. Tahap Farmasetika

- Disintegrasi obat tersedia Dosis sediaan obat untuk diabsorpsi

-Disolusi Senyawa aktif

2. Tahap Farmakokinetika

-Absorpsi obat tersedia -Distribusi untuk beraksi -Metabolisme

-Ekskresi ketersediaan hayati

3. Tahap Farmakodinamika

-Interaksi obat- Reseptor

-Dalam jaringan Efek sasaran

Gambar 2.2 Hubungan Antara Tahap Farmakokinetika dan Farmakodinamika (Donatus, 1985).


(82)

2.3 Sistem Absorpsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi

Pemberian obat secara ekstravaskular seperti peroral lebih banyak dilakukan dibanding secara intravaskular, dimana pada pemberian peroral semua bahan obat akan diserap oleh organ tubuh. Perjalanan obat dalam tubuh terdiri dari empat tahap yaitu: absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi yang keseluruhannya membentuk sistem A.D.M.E. (Aiache, 1993).

2.3.1 Absorpsi (Penyerapan)

Obat-obat yang diberikan peroral akan diabsorpsi bila molekul obat berada dalam bentuk terlarut. Molekul obat mula-mula berikatan dengan mukosa lambung atau usus, kemudian obat mencapai lapisan yang lebih dalam dari membran sel tapi belum sampai ke pembuluh darah. Penyerapan obat dapat terjadi di lambung atau usus halus. Penyerapan obat di lambung tergantung pada keadaan lambung yang penuh atau kosong. Saat saluran pencernaan berada dalam keadaan istirahat, spincter pylorus agak membuka dan obat yang diberikan peroral dapat melintas dengan mudah dan akan diserap di usus halus. Selanjutnya obat akan menembus dinding pembuluh darah dan masuk kedalam sirkulasi darah (Aiache, 1993).

Suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ harus melewati berbagai membran sel. Pada umumnya, membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel (Shargel dan Yu, 1988). Mekanisme absorpsi obat melewati membran sel dapat berlangsung dengan beberapa cara yaitu: difusi pasif, filtrasi, transport aktif, transport dengan fasilitas, transport pasangan ion dan pinositosis (Ritschel, 1980).


(1)

ix

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Natrium Diklofenak ... 6

2.2 Hubungan Farmakokinetika dan Farmakokinetika ... 9

2.3 Sistem Absorbsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi ... 12

2.4 Uraian Tumbuhan ... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 18

3.1 Alat-alat ... 18

3.2 Bahan-bahan ... 18

3.3 Penyiapan Sampel ... 19

3.4 Pemeriksaan Karekteristik Simplisia ... 20

3.5 Skrinning Fitokimia ... 22

3.6 Pembuatan Ekstrak ... 25

3.7 Pembuatan Pereaksi ... 26

3.8 Pembuatan Natrium Diklofenak Baku ... 26

3.9 Pembuatan Suspensi dan Larutan ... 27

3.10 Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Hasil Simplisia dan ekstrak ... 31

4.2 Analisis Parameter Farmakokinetika ... 34


(2)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Kesimpulan ... 45

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN


(3)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil Pemeriksaan karakterisasis bunga pepaya jantan ... 33 4.2 Hasil pemeriksaan skrinning fitokimia Simplisia Bunga

pepaya jantan ... 34 4.3 Data kadar rata-rata natrium diklofenak dalam plasma

tiap waktu pengambilan untuk setiap perlakuan... 35 4.4 Data rata-rata parameter farmakokinetika natrium diklofenak

dalam plasma untuk setiap perlakuan ... 37


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 5

2.1 Rumus struktur natrium diklofenak ... 6

2.2 Hubungan antara tahap farmakokinetika dan farmakodinamika ... 11

4.1 Mikroskopik serbuk bunga pepaya jantan ... 32

4.2 Nilai rata-rata konsentrasi versus waktu natrium Diklofenak dalam plasma ... 36

4.3 Diagram peningkatan Nilai Cmaks 4.4 Diagram penurunan nilai Vd ... 41


(5)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Sertifikat analisis natrium diklofenak (PT. Dexa Medica) ... 49

2. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 50

3. Gambar Bunga, Simplisia, dan Serbuk simplisia bunga pepaya Jantan ... 51

4. Perhitungan Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 53

5. Tabel konversi dosis hewan dengan manusia ... 59

6. Contoh perhitungan dosis ... 60

7. Bagan alur penelitian ... 62

8. Bagan perlakuan pada hewan percobaan dengan pemberian natrium diklofenak tanpa EEBPJ ... 63

9. Bagan perlakuan pada hewan percobaan dengan pemberian natrium diklofenak dan EEBPJ ... 64

10. Kurva panjang gelombang natrium dikolfenak ... 65

11. Kurva baku natrium diklofenak ... 66

12. Contoh perhitungan parameter farmakokinetik Secara manual ... 69

13. Data parameter farmakokinetika ... 73


(6)

14. Data dan kurva kadar natrium diklofenak dalam plasma

tiap waktu pengambilan ... 77 15. Data rata-rata parameter farmakokinetik untuk setiap perlakuan .... 85 16. Gambar alat dan bahan ... 86 17. Data analisis statistik ... 88


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Urin

2 20 96

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

0 1 14

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

0 0 2

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

0 0 5

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

0 0 12

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

0 6 3

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Darah

0 0 46

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Urin

0 0 14

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Urin

0 1 2

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Urin

0 0 5