Implementasi Fungsi Pembinaan dan Pengawasan Kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (Studi Kabupaten Deli Serdang)

30

BAB II
KETENTUAN HUKUM DALAM PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
TUGAS PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH OLEH KEMENTERIAN
AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL

A. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Sebagai
Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Kementerian Agararia dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional adalah
organ Pemerintah Pusat yang diberi kewenangan untuk mengelola bidang keagararia
dan Tata Ruang dengan pengaturan kelembagaannya di dasarkan kepada Peraturan
Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan
Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional
(BPN).
Dalam melaksanakan tugasnya didaerah (Propinsi dan Kabupaten/ Kota)
hingga saat ini masih tetap Badan Pertanahan Nasional, yaitu Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota, dan
merupakan instansi vertikel dan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Selanjutnya untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut maka Kementerian

Agraria dan Tata ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional, antara lain:
1. penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan;
2. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survei, pengukuran, dan
pemetaan;
3. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah,
pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat;

30

Universitas Sumatera Utara

31

4. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penataan dan
pengendalian kebijakan pertanahan;
5. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah;
6. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan
penanganan sengketa dan perkara pertanahan;
7. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPN;
8. pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan

administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPN;
9. pelaksanaan pengelolaan data informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan
dan informasi di bidang pertanahan;
10. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; dan
11. pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan.
Kementerian

Agraria

dan

Tata

Rauang/

Badan

pertanahan

dalam


melaksanakan tugas dan fungsinya agar dapat berjalan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku maka untuk mengoptimalkan kinerjanya dalam
pengolahan bidang pertanahan terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), merupakan pejabat umum yang membantu instansi
Badan Pertanahan Nasional guna menguatkan/mengukuhkan setiap perbuatan hukum
atas bidang tanah yang dilakukan oleh subyek hak yang bersangkutan yang
dituangkan dalam suatu akta autentik.44
Oleh karena itu dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai PPAT dalam
perbuatan hukum, maka BPN akan melaksanakan pembinaan dan pengawasan
Pejabat Pembuat Akta Tanah. Menurut ketentuan pembinaan dan pengawasan Pejabat
Pembuat Akta Tanah terdapat dalam pasal 65 ayat (2) Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta

44

Probowo Pribadi, Jurnal Hukum Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah Indonesia,hal. 2

Universitas Sumatera Utara


32

Tanah yang menegaskan bahwa pembina dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas
Pejabat Pembuat Akta Tanah dilakukan Kepala Badan, Kepala Kantor Wilayah dan
Kepala Kantor Pertanahan.
Lebih lanjut ditegaskan dalam Pasal 63 dan Pasal 66 ayat (4) Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Badan Pertanahan.
Dalam Pasal 63 menegaskan bahwa Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah
mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan penetapan hak dalam rangka
Pemberian, Perpanjangan dan Pembaruan Hak Tanah, pengadaan tanah, perizinan,
pendataan dan penertiban bekas tanah hak, pendaftaran, peralihan, pembebanan hak
atas tanah serta pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Selanjutnya dalam Pasal 65 ayat (4) menegaskan bahwa Subseksi Peralihan,
Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah mempunyai tugas menyiapkan
pelaksanaan pendaftaran, peralihan, pembebanan hak atas hak tanah, pembebanan
hak tanggungan dan bimbingan Pejabat Pembuat Akta Tanah serta sarana daftar isian
di bidang pendaftaran tanah.
Kepala Kantor Pertanahan dalam rangka pembinaan dan pengawasan Pejabat

Pembuat Akta Tanah juga bertugas menyampaikan dan menjelaskan kebijaksanaan
dan peraturan pertanahan serta petunjuk teknis pelaksanaan tugas jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang telah ditetapkan oleh kementerian Agararia dan
Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional dan Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku. Selain itu juga membantu melakukan sosialisasi, diseminasi kebijakan

Universitas Sumatera Utara

33

dan peraturan perundang-undangan pertanahan atau petunjuk teknis di lapangan dan
Kepala Kantor Pertanahan secara periodik melakukan pengawasan ke Kantor Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) guna memastikan ketertiban administrasi, pelaksanaan
tugas dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ke
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam rangka pembinaan dan pengawasan
terhadap hal tersebut, serta membantu menyampaikan menjelaskan kebijakan dari
peraturan pertanahan dan petunjuk teknis pelaksanaan tugas Pejabat Pembuat Akta
tanah (PPAT) yang telah ditetapkan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang /Kepala
Badan Pertanahan Nasional. Dan juga memeriksa akta yang dibuat Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT)


yang bersangkutan apabila ditemukan akta yang tidak

memenuhi syarat untuk digunakan dasar pendaftaran haknya.
B. Tinjauan Umum Mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah
1.

Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah
Dalam ketentuan Hukum Pertanahan Nasional yaitu Undang-Undang Pokok

Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
mengatur bahwa semua Peralihan Hak Atas Tanah dan Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dan perbuatan
hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat
didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan Pejabat yang berwenang membuat

Universitas Sumatera Utara


34

akta otentik mengenai segala sesuatu perbuatan hukum berkaitan dengan Peralihan
dan Pembebanan Hak Atas Tanah.
Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan pejabat umum yang ditunjuk oleh
Menteri Agraria dan Tata ruang/ Kaepala Badan Pertanahan Nasional yang
mempunyai tugas dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016.
Secara teoritis, pengertian Pejabat pembuat Akta Tanah, tercantum dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah. Rumusan tentang
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tercantum dalam pasal 1 angka 4
menegaskan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Pejabat umum yang
diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta
pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak
Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Rumusan tentang Pejabat
Pembuat Akta tanah (PPAT) tercatum dalam Pasal 1 angka 5 menegaskan
bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Pejabat Umum yang diberi

kewenagan untuk membuat akta-akta tanah.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Rumusan tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tercantum dalam
Pasal 1 angka 24 menegaskan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah
Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah
tertentu.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah, Rumusan tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Pejabat
umum yang diberi wewenang untuk membuat akta autentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun.
5. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2006 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2016 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Rumusan tentang Pejabat
Pembuat Akta Tanah dalam Peraturan Kepala badan Pertanahan Nasional
tercantum pada Pasal 1 angka 1 menegaskan bahwa Pejabat Pembuat Akta

Universitas Sumatera Utara


35

Tanah adalah Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat aktaakta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.45
Dari kelima defenisi yang tercantum di dalam peraturan perundang-undangan
di atas, maka ada dua unsur utama yang terkandung dalam jabatan PPAT, yang
meliputi :
1. Kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT); dan
2. Ruang lingkup kewenangannya.
Kedudukan PPAT dalam berbagai peraturan perundang-undangan diatas,
yaitu sebagai pejabat umum, Boedi Harsono menyajikan konsep pejabat umum,
Pejabat umum adalah:46
“Seseorang yang diangkat oleh pemerintah dengan tugas dan kewenagan
memberikan pelayanan kepada umum dibidang tertentu’.
Dalam defenisi ini yang disebutkan diatas bahwa pejabat umum
dikostruksikan sebagai:
1. Seseorang yang diangkat oleh pemerintah; dan
2. Adanya tugas kewenangan.
Tugas dan kewenangan, pejabat umum yaitu memberikan pelayanan kepada

umum. Konsep umum pada defenisi ini, bukan pada semua bidang, namun hanya
bidang-bidang tertentu dan khusus, seperti pembuatan akta tertentu.
Berdasarkan Pengertian PPAT terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Kapala Badan

45

Urip Santoso, Perolehan Hak Atas Tanah, cet. Ke-1,(Jakarta: PT. Kharisma Putra Utama,
2015), hal.141-142
46
H.Salim HS, Teknik Pembuatan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, cet ke-1, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2016), hal. 87-86

Universitas Sumatera Utara

36

Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006, Pengertian diatas mengandung beberapa
unsur sebagai berikut :
1. PPAT sebagai pejabat umum yaitu PPAT yang mempunyai tugas pokok

sebagaimana terdapat dalam Pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24
tahu 2016, yaitu melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan
membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu
mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Rumah Susun yang akan
dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang
diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
2. PPAT sebagai pejabat umum yang membuat akta autentik. Yang dimaksud
dengan akta autentik menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata adalah akta yang dibuat dalam bentuk ditentukan oleh Undangundang, dibuat oleh atau di hadapan Pejabat umum yang berwenang untuk itu
di tempat dimana akta tersebut dibuat. Dalam Pasal 1868 Kitab undangUndang Hukum Perdata terdapat tiga unsur yang harus dipenuhi agar suatu
akta dapat dinyatakan sebagai akta autentik yaitu :
1) Akta dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang;
2) Akta dibuat oleh atau dihadapan Pejabat yang berwenang;
3) Pejabat Umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat harus
mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.47

47
Natalia Chintya Odang (1006789993), Tinjauan yuridis terhadap peranan dan tanggung jawab PPAT
dalam pembuatan APHT, (Jakarta: , Program Studi Kenotariatan Fakultas hukum Universitas Indonesia , 2011),
hal.14

Universitas Sumatera Utara

37

Defenisi lain, tentang pejabat umum, disajikan oleh Sri Winarsi menyatakan
bahwa:
“Pejabat umum mempunyai karakter yuridis, yaitu selalu dalam kerangka
hukum publik. Sifat publiknya tersebut dapat dilihat dari pengangkatan,
pemberhentian, dan kewenangan PPAT.”
Dari berbagai defenisi diatas, dapat disajikan defenisi PPAT. Pejabat Pembuat
Akta Tanah atau PPAT adalah :48
“Seorang yang diangkat dan diberi kekuasaan oleh undang-undang untuk
membuat akta, dimana di dalam akta yang dibuatnya itu, memuat klausula
atau aturan yang mengatur hubungan hukum antara para pihak, yang berkaitan
dengan hak atas tanah dan/atau hak milik atas rumah susun’.
Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam yang
didasarkan pada pasal 1 angka 1, 2 dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2016 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (Biasa) yaitu pejabat umum yang diberikan
wewenang untuk membuat akta-akta autentik. Akta autentik yang dibuatnya,
berkaitan dengan: Hak Atas Tanah, Hak Milik Satuan Rumah Susun dan Surat
Kuasa Memasang Hak Tanggungan
2. Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, yaitu Pejabat pemerintah yang
ditunjuk karena jabatanya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat
akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. Unsur-unsurnya
meliputi ;
1. Pejabat pemerintah (yaitu Camat atau Kepala Desa);
2. Tugasnya; dan
48

H.Salim HS, Op,cit, hal. 88

Universitas Sumatera Utara

38

3. Cakupan wilayah tugasnya
3.

Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus, yaitu Pejabat Badan Pertanahan
Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT
dengan membuat akta PPAT tertentu, khusus dalam rangka pelaksanaan
program atau tugas pemerintah tertentu. Unsur-unsurnya meliputi :49
1. Pejabat BPN;
2. Adanya tugas; dan
3. Cakupan tugasnya

2.

Tugas dan Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun1997 tentang
Pendaftaran Tanah, ditegaskan bahwa:
“Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu
oleh PPAT dam pejabat lain ditugaskan untuk melaksanakan kegiatankegiatan tertentu menurut peraturan pemerintah ini dan peraturan perundangundangan yang bersangkutan’.
Tugas pokok PPAT menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, ialah bertugas
melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai
bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak
milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan
data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Perbuatan hukum
yang dimaksud yaitu
(1). Jual beli;
49

H.Salim HS, op. cit hal .92

Universitas Sumatera Utara

39

(2).
(3).
(4).
(5).
(6).
(7).
(8).

Tukar menukar;
Hibah;
Pemasukan ke dalam Perusahaan (inbreng);
Pembagian Hak bersama;
Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik;
Pemberian Hak Tanggunga; dan
Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.
Lebih lanjut ditegaskan dalam Peraturan kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Nomor 1 tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah pada
pasal 2 berbunyi :
“PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah
dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah
yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.”
Sementara itu, kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah diatur dalam Pasal 3
Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu:
(1). PPAT mempunyai kewenangan membuat akta tanah yang merupakan akta
autentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun yang terletak di daerah kerjanya.
(2). PPAT Sementara mempunyai wewenang membuat akta tanah yang
merupakan akta autentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana
dimaksud Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun dengan daerah Wilayah kerja jabatannya.
(3). PPAT Khusus hanya berwenang membuat akta mengenai Perbuatan hukum
yang disebut secara khusus dalam penunjukannya
Selanjutnya dalam pasal 4 ditentukan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah
hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.

Universitas Sumatera Utara

40

Oleh karena itu dalam kewenangan PPAT merupakan kekuasaan untuk
membuat akta yang berkaitan dengan :
1. Pemindahan hak atas tanah;
2. Pemindahan hak milik atas satuan rumah susun;
3. Pembebanan hak atas tanah; dan
4. Surat kuasa membebankan hak tanggungan.
Sehubungan dengan tugas dan wewenang PPAT membantu Kepala Kantor
Pertanahan dalam melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan
membuat akta-akta yang akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data tanah, dan
sesuai dengan jabatan PPAT sebagai Pejabat Umum, maka akta yang dibuatnya diberi
kedudukan sebagai akta otentik.
Di samping itu, PPAT di dalam membuat akta, harus dilakukan didalam
daerah kerjanya. Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya. Artinya bahwa PPAT
dapat membuat akta yang tidak semuanya terletak dalam satu daerah kerjanya.
Dengan syarat, salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang menjadi objek
perbuatan hukum tersebut terletak di dalam daerah kerjanya.50 Akta itu, seperti :
1) Akta tukar menukar
2) Akta pemasukan ke dalam perusanaan; atau
3) Akta pembagian hak bersama
3.

Hak dan Kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah

50

Pasal 4 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertnahan Nasional Pemerintah Nomor 1 Tahun 2006
tentang Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah.

Universitas Sumatera Utara

41

Berdasarkan Pasal 36 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1
Tahun 2006 Pejabat Pembuat Akta Tanah Mempunyai Hak yaitu:
a.
b.
c.
d.

Cuti;
Memperoleh uang jasa (honorarium) dari pembuatan akta sesuai pasal 32 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998;
Memperoleh informasi serta perkembangan peraturan perundang-undangan
pertanahan dan;
Memperoleh kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri sebelum
ditetapkannya keputusan pemberhentian sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT).
Sedangakan mengenai kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah diatur dalam

Pasal 16 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan (2), Pasal 22, Pasal 26 ayat
(1) dan (3), Pasal 29 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Kemudian Kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah di pertegas dalam Pasal
45 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 dalam rangka
melaksanakan tugasnya PPAT mempunyai kewajiban yaitu:
1) Menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
2) Mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT;
3) Menyampaikan laporan bulanan mengenai akta dibuatnya kepada Kepala
Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten dan Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi Bangunan setempat paling lambat 10 bulan berikutnya;
4) Menyerahkan protokol PPAT dalam hal :
1. PPAT yang berhenti menjabat sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat
(1) dan ayat (2) kepada PPAT di daerah kerjanya atau kepada Kepala
Kantor Pertanahan;
2. PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara kepada PPAT
Sementara yang mengantikannya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan;
3. PPAT Khusus yang berhenti sebagai PPAT khusus kepada PPAT Khusus
yang mengantikannya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Universitas Sumatera Utara

42

5) Membebaskan uang jasa kepada orang yang tidak mampu, yang dibuktikan
secara sah;
6) Membuka kantornya setiap hari kerja kecuali sedang melaksanakan cuti atau
hari libur resmi dengan jam kerja paling kurang sama dengan jam Kantor
Pertnahan setempat;
7) Berkantor hanya di 1 (satu) kantor dalam daerah kerja sebagaimana ditetapkan
dalam keputusan pengangkatan PPAT.
8) Melaksanakan jabatan secara nyata setelah pengambilan sumpah jabatan.
Menurut Notaris/PPAT Irwansyah sesuai dengan hasil wawancara dengan
penulis bahwa kewajiban PPAT :
1. Mengangkat sumpah jabatan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kab/Kota
Setempat;
2. Berkantor dalam daerah kerjanya dengan memasang papan nama;
3. Membuat, menjilid dan memelihara daftar-daftar akta, akta-akta asli warkah
pendukung, arsip laporan dan surat-surat lainnya yang menjadi protokol
PPAT;
4. Hanya dapat menandatangani akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan
setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran BPHTB;
5. Menyampaikan laporan bulanan mengenai semua akta yang dibuatnya
selambat- lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi Bangunan, Kepala Kantor Pajak, Kepala Kantor Badan
Pertanahan Nasional kabupaten.51
Lebih lanjut di tegaskan dalam Pasal 3 Ikatan Kode Etik PPAT dinyatakan
bahwa baik dalam rangka melaksanakan tugas jabatan (bagi para PPAT serta PPAT
Pengganti) ataupun dalam kehidupan sehari-hari, setiap PPAT diwajibkan untuk :
a. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan PPAT;
b. Senantiasa menjunjung tinggi dasar negara dan hukum yang berlaku serta
bertindak sesuai dengan makna sumpah jabatan, kode etik dan berbahasa
Indonesia secara baik dan benar;
c. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara;

51
Hasil wawancara dengan Notaris/PPAT Kabupaten Deli Serdang Irwansyah Nasution, Tanjung
Morawa, tanggal 9 Nopember 2016

Universitas Sumatera Utara

43

d. Memiliki perilaku profesional dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan
nasional, khususnya di bidang hukum;
e. Bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab, mandiri, jujur, dan tidak berpihak
f. Memberi pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat yang
memerlukan jasanya;
g. Memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat yang memerlukan
jasanya dengan maksud agar masyarakat menyadari dan menghayati hak dan
kewajibannya sebagai warga negara dan anggota masyarakat;
h. Memberikan jasanya kepada anggota masyarakat yang tidak atau kurang
mampu secara cuma-cuma;
i. Bersikap saling menghormati, menghargai serta mempercayai dalam suasana
kekeluargaan dengan sesama rekan sejawat;
j. Menjaga dan membela kehormatan serta nama baik PPAT atas dasar rasa
solidaritas dan sikap tolong menolong secara konstruktif;
k. Bersikap ramah terhadap setiap pejabat dan mereka yang ada hubungannya
dengan pelaksanaan tugas jabatannya;
l. Menetapkan suatu kantor, dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor
bagi PPAT yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari;
m. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai
kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas
pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam :
1) Peraturan Perundangan yang mengatur Jabatan PPAT;
2) Isi Sumpah Jabatan;
3) Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga ataupun keputusan-keputusan
lain yang telah ditetapkan oleh Perkumpulan IPPAT, misalnya :
- Membayar iuran, membayar uang duka manakala ada seorang PPAT
atau mantan PPAT meninggal dunia;
- Mentaati ketentuan tentang tarif serta kesepakatan yang dibuat oleh
dan mengikat setiap anggota perkumpulan.
4.

Pengangkatan dan syarat diangkat menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT).
Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri yang
bertanggung jawab dalam bidang agraria/pertanahan, untuk suatu daerah kerja
tertentu. Lebih lanjut dalam Pasal 11 ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Universitas Sumatera Utara

44

Nasional Nomor 1 tahun 2006 PPAT diangkat oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
Adapun syarat untuk diangkat menjadi PPAT berdasarkan Pasal 6 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 adalah :
1) Warga Negara Indonesia;
2) Berusia paling rendah 22 (dua puluh dua) tahun;
3) Berkelakuan baik dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuatr oleh instansi
kepolisian setempat;
4) Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakuakan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
5) Sehat jasmani dan rohani;
6) Berijazah serjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan atau lulusan
program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang agraria/pertanahan;
7) Lulusan ujian yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerinatah di bidang agraria/pertanahan; dan
8) Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan pada
kantor PPAT paling sedikit 1 (satu) tahun, setelah lulus pendidikan kenotariatan.
5.

Larangan Bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam hal merangkap jabatan sebagai Notaris,

maka kantor tempatnya melaksanakan tugas jabatan Notaris menjadi Kantor PPAT.
PPAT dilarang mempunyai kantor cabang atau perwakilan atau bentuk lainnya
dengan menawarkan jasa kepada masyarakat.52
Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam membuat akta harus di hadiri oleh 2 (dua)
orang saksi. Jika salah satu pihak dan para saksi tidak ada, maka PPAT dilarang

52
Wawancara dengan Notaris/PPAT Kabupaten Deli Serdang Johanes Ginting, Medan, tanggal 9
November 2016

Universitas Sumatera Utara

45

untuk membuat akta, untuk pemenuhan sifat akta autentik dari akta, pembacaan akta
dilakukan sendiri oleh PPAT, dilakuakan segara setelah pembacaan akta dimaksud.53
Pejabat Pembuat Akta Tanah juga dilarang untuk membuat akta diluar daerah
kerjanya dan membuat akta PPAT terhadap tanah dalam sengketa.
Selain itu, Pejabat Pembuat Akta Tanah dilarang membuat akta, apabila PPAT
sendiri, suami atau istrinya, keluarganya sedarah atau semnda, dalam garis lurus
tanpa pembatasan derajat dan dalam garis kesamping sampai derajat kedua, menjadi
pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan, baik dengan cara bertindak sendiri
maupun melalui kuasa, atau menjadi dari pihak lain.54
Pejabat Pembuat Akta Tanah dilarang meninggalkan kantornya lebih dari 6
(enam) hari kerja bertutut-turut kecuali dalam rangka menjalankan cuti.55
6.

Pelanggaran dan Sanksi Pejabat Pembuat Akta Tanah
Pelanggaran merupakan perilaku yang menyimpang untuk melakukan

tindakan menurut kehendak sendiri tanpa memperhatikan peraturan yang telah
dibuat. Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam melaksanakan tugasnya wajib
mengikuti aturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku menurut peraturan
perundang-undangan, serta ketentuan dan petunjuk yang diberikan Menteri atau
pejabat yang di tunjuk. Jenis pelanggaran dilakukan PPAT, yaitu:

53

Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta

54

Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perturan Pejabat Pembuat Akta

Tanah.
Tanah
55
Pasal 28 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Universitas Sumatera Utara

46

1) Pada saat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan
tidak meminta kepada wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa
Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Ini
berarti bahwa PPAT, sebelum menandatangani akta , maka wajib pajak harus
menyerahkan bukti setoran pajak. Besarnya denda dijatuhakan kepada PPAT,
yaitu sebesar Rp.7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap
pelanggaran.
2) Tidak melaporkan pembuatan akta perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan
kepada Direktorat Jendral Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh)
bulan berikutnya.
3) Pelanggaran ringan dan pelanggaran Berat
Pelanggaran ringan yang dilakukan Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai
ketentuan Pasal 28 ayat (3) peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
1 Tahun 2006 antara lain:
1) Memungut uang jasa melebihi ketentuan peraturan perundangundangan;
2) Dalam waktu 2 (dua) bulan setelah berakhirnya cuti tidak melaksanakan
tugasnya kembali;
3) Tidak menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya; dan
4) Merangkap jabatan.
Sedangkan pelanggaran berat terdiri atas:
1) Membantu melakukan permufakatan jahat yang mengakibatkan sengketa atau
konflik pertanahan;
2) Melakukan pembuatan akta sebagai permufakatan jahat yang mengakibatkan
sengketa atau konflik pertanahan;
3) Melakukan pembuatan akta di luar daerah kerjanya kecuali;
(1). Akta Tukar-Menukar, Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan dan Akta
Pembagian Hak Bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan hak
milik atas satuan rumah susun yang tidak semua terletak di dalam daerah

Universitas Sumatera Utara

47

(2).

(3).
(4).
(5).
(6).

(7).

(8).

(9).

kerjanya, apabila salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang
haknya menjadi obyek perbuatan hukum tersebut terletak di dalam daerah
kerjanya; dan
Apabila badan pertanahan untuk wilayah pemekaran masih merupakan
kantor perwakilan, terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah yang memilih
daerah kerja asal atau daerah kerja pemekaran masih dapat melaksanakan
pembuatan akta meliputi wilayah badan pertanahan induk dalam waktu
paling lama 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-udang
pembentukan kabupaten/ kota yang bersangkutan.
Memberikan keterangan yang tidak benar di dalam akta yang
mengakibatkan sengketa atau konflik pertanahan;
Membuka kantor cabang atau perwakilan atau bentuk lainnya yang
terletak di luar dan atau di dalam daerah kerjanya;
Melanggar sumpah jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah;
Pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dilakukan, sedangkan
diketahui oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan bahwa
para pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum atau kuasanya
sesuai peraturan perundangundangan tidak hadir di hadapannya;
Pembuatan akta mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun yang oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan
diketahui masih dalam sengketa yang mengakibatkan penghadap yang
bersangkutan tidak berhak untuk melakukan perbuatan hukum yang
dibuktikan dengan akta; Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak membacakan
aktanya di hadapan para pihak maupun pihak yang belum atau tidak
berwenang melakukan perbuatan hukum sesuai akta yang dibuatnya;
Pejabat Pembuat Akta Tanah membuat akta di hadapan para pihak yang
tidak berwenang melakukan perbuatan hukum sesuai akta yang
dibuatnya;
Pejabat Pembuat Akta Tanah membuat akta dalam masa dikenakan sanksi
pemberhentian sementara atau dalam keadaan cuti danLain-lain yang
ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan

Sanksi merupakan hukuman yang dijatuhkan kepada PPAT yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada hakekatnya
sanksi sebagai suatu paksaan berdasarkan hukum, juga untuk memberikan
penyadaran kepada pihak yang melanggarnya, bahwa suatu tindakan yang
dilakukannya telah tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, dan untuk

Universitas Sumatera Utara

48

mengembalikan yang bersangkutan agar bertindak sesuai dengan aturan hukum yang
berlaku, juga untuk menjaga keseimbangan berjalannya suatu aturan hukum.56
Oleh karena itu, sanksi terhadap PPAT dapat dikatagorikan menjadi dua
macam, yaitu:
1. Sanksi Administratif; dan
2. Sanksi denda.
Sanksi administrasi merupakan sanksi yang dikenakan kepada PPAT yang
berupa:
1. Teguran lisan;
2. Teguran tertulis;
3. Pemberhentian jabatan. 57
Oleh karena itu sanksi administrasi dalam pelaksanan tugas dan jabatan
termuat dalam peraturan perundang-undangan antara lain:
a.

Peraturan perundang-undangan Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
atas Tanah beserta yang berkaitan dengan Tanah tercantum pada pasal 23 ayat
(1) menyatakan bahwa Pejabat yang melanggar atau lalai dalam memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (2) dan
Pasal 15 ayat (1) undang-undang ini dan/ atau peraturan pelaksanaannya dapat
dikenakan sanksi administratif berupa: teguran lisan, teguran tertulis dan
pemberhentian sementara dari jabatan.”

b.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dalam
fungsi dan tugas PPAT termuat pada pasal 62 menyatakan Pejabat Pembuat Akta
Tanah yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan-ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 serta ketentuan
petunjuk yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk dikenakan

56
Adjie Habib, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik, (Bandung:
PT.Refika Aditama, 2008), hal.90 , (selanjutnya Adjie habib 1)
57
H.Salim HS, op. cit hal. 110

Universitas Sumatera Utara

49

sanksi administratif berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari
jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah.”
Pelanggaran berat diantaranya:
Sanksi denda merupakan sanksi yang dikenakan kepada PPAT yang telah
melakukan pelanggaran Pejabat Pembuat Akta Tanah/ Notaris dan Pejabat Lelang
Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1)
dan (2), dikenakan sanksi administratif dan denda sebesar Rp. 7.500.000,00 (tujuh
juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran. Pejabat Pembuat Akta Tanah/
Notaris dan Pejabat Lelang Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 92 ayat (2), dikenakan sanksi administratif dan denda sebesar Rp.
250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.58
C. Ruang Lingkup Mengenai Ketentuan Hukum Dalam Pembinaan dan
Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah
1.

Pengertian Pembinaan dan Pengawasan

a.

Pembinaan
Pembinaan secara etimologi berasal dari kata bina59. Pembinaan adalah

proses, pembuatan, cara pembinaan, pembaharuan, usaha dan tindakan atau kegiatan
yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan baik.
Pembinaan adalah proses, pembuatan, cara pembinaan, pembaharuan, usaha
dan tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna
dengan baik.
58

Pasal 93 ayat 1 dan 2, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

59

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001),

Daerah
hal. 86

Universitas Sumatera Utara

50

Selanjutnya Pembinaan adalah Suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan
yang lebih baik. Dalam hal ini menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan
pertumbuhan, evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang atau peningkatan atas
sesuatu. Oleh karena itu Pembinaan juga dapat diartikan: “ bantuan dari seseorang
atau sekelompok orang yang ditujukan kepada orang atau sekelompok orang lain
melalui materi pembinaan dengan tujuan dapat mengembangkan kemampuan,
sehingga tercapai apa yang diharapkan60
Dari beberapa definisi pembinaan diatas, jelas bagi kita maksud dari
pembinaan itu sendiri dan pembinaan tersebut bermuara pada adanya perubahan
kearah yang lebih baik dari sebelumnya, yang diawali dengan kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pembiayaan, koordinasi, pelaksanaan, dan pengawasan suatu
pekerjaan untuk mencapai tujuan dengan hasil yang lebih baik.
Dalam penelitian ini, pengertian pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah oleh
badan pertanahan adalah pembinaan mengenai fungsi dari Pejabat Pembuat Akta
Tanah itu sendiri yaitu berkenaan dengan prosedur pembuatan akta menganai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah.
Dari hasil wawancara dengan Aisyah adapun yang menjadi tujuan pembinaan
Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah sebagai berikut:61
1) Agar terlaksananya tugas dan kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku;

60

Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta : Teras, 2009), hal. 144
Wawancara Aisyah, Staff Peralihan, pembebanan Hak dan PPAT Kantor Pertanahan Nasional
Kabupaten Deli Serdang, tanggal, 5 November 2016
61

Universitas Sumatera Utara

51

2) Untuk menghindari pembuatan akta yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
3) Agar terpenuhi perintah dan larangan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku
4) Untuk meningkatan mutu dan keterampilan dalam peralihan hak atas tanah;
5) Untuk menghindari sengketa dalam pembuatan akta.

b. Pengawasan
Pengawasan adalah proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar upaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.62 Karena
pengawasan disini dimaksudkan sebagai suatu hal yang dipakai untuk memperbaiki
kesalahan atau penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Pengertian Pengawasan menurut bebearapa para ahli adalah:
1) Menurut Henri Fayol, Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua
terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan
prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelamahan dan
kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya di kemudian hari.63
2) Menurut Sondang P. Siagian, Pengawasan adalah upaya yang sistematik untuk
mengamati dan memantau apakah berbagai fungsi, aktivitas dan kegiatan yang
terjadi dalam organisasi sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya
atau tidak.64
3) Menurut George R. Terry, pengawasan adalah Untuk menentukan apa yang telah
dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan untuk menjamin agar hasilnya sesuai
dengan rencana;
4) Menurut M. Manullang, Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan
pekerjakan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya, dan mengoreksi bila perlu
dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai denagn rencana semula.

62

Sujamto, Op cit, hal. 53
Winardi., Manajer dan Manajemen, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000) hal 585.
64
Sondang P. Siagian, , Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. (Jakarta : Rineka Cipta. 2002), hal.72

63

Universitas Sumatera Utara

52

Berbagai defenisi pengawasan yang dikemukakan oleh para ahli, pada
dasarnya bermaksud sama yaitu pengawasan dilakukan untuk mencapai sasaran atau
tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam rencana organisasi. Penekanan dari
suatu pengawasan adalah efektivitas kegiatan atau pekerjaan sesuai rencana yang
telah ditetapkan berdasarkan standar yang berlaku sebagai dasar tingkah laku atau
perbuatan.
Pengertian pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah oleh badan pertanahan
adalah mengawasi Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan cara melakukan pemeriksaan
secara berkala mengenai pembuatan akta yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
Oleh karena itu Jadi mengawasi bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan,
akan tetapi suatu pekerjaan yang memerlukan kecakapan, ketelitian, kepandaian,
pengalaman bahkan harus disertai dengan wibawa yang tinggi, hal ini mengukur
tingkat efektivitas kerja dari pada aparatur pemerintah dan tingkat efesiensinya dalam
penggunaan metode serta alat-alat tertentu dalam mencapai tujuan. Pengawasan dapat
diklasifikasikan atas beberapa jenis,. Antara lain:
1) Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung
(1). Pengawasan langsung
Pengawasan langsung adalah pangawasan yang dilakukan dengan cara
mendatangi atau melakukan pemeriksaan di tempat terhadap objek yang
diawasi. Pemeriksaan setempat ini dapat berupa pemeriksaan
administratif atau pemeriksaan fisik di lapangan. Kegiatan secara
langsung melihat pelaksanaan kegiatan ini bukan saja dilakukan oleh
perangkat pengawas akan tetapi perlu lagi dilakukan oleh pimpinan yang
bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Dengan demikian dapat

Universitas Sumatera Utara

53

melihat bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan dan bila dianggap perlu
dapat memberikan petunjuk-petunjuk dan instruksi maupun keputusankeputusan yang secara langsung menyangkut dan mempengaruhi jalannya
pekerjaan.
(2). Pengawasan tidak langsung
Pengawasan tidak langsung adalah kebalikan dari pengawasan
langsung, yang dilakukan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan
pekerjaan atau objek yang diawasi. Pengawasan ini dilakukan dengan
mempelajari dan menganalisa dokumen yang menyangkut objek yang
diawasi yang disampaikan oleh pelaksana atau pun sumber lain.
Dokumen-dokumen tersebut bisa berupa:
 Laporan pelaksanaan pekerjaan, baik laporan berkala maupun
laporan insidentil.
 Laporan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari perangkat pengawas
lainnya.
 Surat pengaduan dari masyarakat.
 Berita atau artikel dari media massa.
 Dokumen-dokumen lainnya.
 Disamping melalui laporan tertulis tersebut pengawasan ini juga
dapat dilakukan dengan mempergunakan bahan yang berupa laporan
lisan

2) Pengawasan Interen
Merupakan pengawasan yang dilakukan oleh satu badan yang secara
organisasi/struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintah sendiri,
yang terdiri atas :
(1) Pengawasan yang dilakukan pemimpin/atasan langsung, baik di tingkat
pusat maupun daerah, sebagai satuan organisasi pemerintah, termasuk
proyek pembangunan dilingkungan departemen/lembaga instasi lainnya,
untuk meningkatkan mutu dalam lingkungan tugasnya masing-masing;

Universitas Sumatera Utara

54

(2) Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat baik intren
pemerintah maupun ekstren pemerintah yang dilaksanakan terhadap
pelaksanaan tugas umum pemerintah dan pembangunan agar sesuai
dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.65
3) Pengawasan Eksteren
Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar
organisasi sendiri, artinya bahan subjek pengawas berasal dari luar susunan
organisasi yang diawasi dan mempunyai sistim tanggung jawab tersendiri.
4) Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan

preventif

adalah

pengawasan

yang

dilakukan

sebelum

dikeluarkan keputusan/ketetapan pemerintah, sedangkan pengawasan represif
adalah

pengawasan

yang

dilakukan

sesudah

dikeluarkannya

keputusan/ketetapan pemerintah, sehingga bersifat korektif dan mengalihkan
suatu tindakan yang keliru.66
5) Pengawasan Dari Segi Hukum
Merupakan suatu penilaian tentang sah atau tidaknya suatu perbuatan
pemerintah yang menimbulkan akibat hukum.67
2.

Tujuan, Fungsi dan Syarat Pengawasan
Dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi maka pengawasan perlu

dilakukan agar segala sesuatu yang telah direncanakan dapat berjalan sesuai dengan
65

Bayu Nirwana Sari, Pelaksanaan Pembinaan, (Jakarta: FH UI, 2012), hal.34
Koenttjoro, Diana Hakim, hukum administrasi Negara (Bogor: Ghalia indonesia,2004), hal.73-74
67
Ibid. hal. 74

66

Universitas Sumatera Utara

55

yang diharapkan, dan ketika terjadi penyimpangan dapat langsung mengambil
tindakan sebagai suatu koreksi. Karena pengawasan sangat penting untuk mencapai
tujuan organisasi maka ada beberapa tujuan pengawasan yang berguna bagi pihakpihak yang melaksanakan kegiatan pengawasan seperti yang dikatakan Soekarno
tujuan pengawasan adalah :68
a. Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah sesuai dengan instruksi;
b. Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah berjalan sesuai dengan
rencana;
c. untuk mengetahui apakah kegiatan telah berjalan efisien;
d. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan dalam
kegiatan;
e. Untuk mencari jalan keluar bila ada kesulitan, kelemahan atau kegagalan
kearah perbaikan.
Adapun tujuan pengawasan menurut I.G. Wursanto adalah sebagai berikut: 69
a. Menentukan dan menghilangkan sebab-sebab yang menimbulkan kemacetan
sebelum kemacetan itu timbul.
b. Mengadakan pencegahan dan perbaikan terhadap kesalahan- kesalahan yang
timbul.
c. Mencegah penyimpangan-penyimpangan.
d. Mendidik pegawai untuk mempertebal tanggung jawab.
e. Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahankelemahan yang timbul.
f. Mendapat efisiensi dan efektivitas
Berkaitan dengan maksud pengawasan, menurut Soewarno Handayaningrat
pengawasan dimaksudkan untuk mencegah atau untuk memperbaiki kesalahan,
penyimpangan, ketidaksesuaian, penyelewengan dan lainnya yang tidak sesuai
dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan.70
68
Ghouzaly, Saydam, , Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Makro, (Jakarta:
Djambatan, 2000), hal.197
69
I.G.Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi, (Yogyakarta: Andi Publisher, 2005) , hal.158
70
Handayaningrat, Soewarno, Pengetahuan Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. (Jakarta: PT.
Gunung Agung, 1996), hal.143

Universitas Sumatera Utara

56

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan adalah
untuk mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya apakah sesuai
dengan yang direncanakan atau tidak, serta mengukur tingkat kesalahan yang terjadi
sehingga mampu diperbaiki ke arah yang lebih baik, maksud pengawasan bukan
untuk mencari kesalahan terhadap orangnya, tetapi. mencari kebenaran terhadap hasil
pelaksanaan pekerjaannya sehingga para pegawai akan termotivasi untuk lebih teliti
dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga mampu mengurangi kesalahan yang
lebih kritis.
Pengawasan berfungsi sebagai Early warning system atau sistem peringatan
dini yang sanggup memberikan informasi awal mengenai persiapan program,
keterlaksanaan

program dan keberhasialan program. Agar terlaksananya mencapai

hasil harapan, maka fungsi dapat dibagi menjadi 4 (empat) antara lain:
a. Fungsi eksplansi
merupakan penjelasan bagaimana kegiatan dilakukan. Termasuk didalamnya
hambatan dan kesulitan,serta alasan terdapatnya perbedaan hasil-hasil dari
suatu kegiatan.
b. Fungsi akutansi
artinya melalui pengawasan dapat dilakukan auditing terhadap penggunaan
sumbernya dan tingkat output yang dicapai. Hal tersebut menjadai informasi
yang bermanfaat untuk melakukan perhitungan program lanjutan atau
program baru memiliki relevansi tinggi terhadap efektifitas program atau
bahkan untuk pengembanganprogram.
c. Fungsi pemeriksaan
Artinaya melihat kesesuaian pelaksanaan kerja nyata dengan rencana.
d. Fungsi kepatuhan
Artinya menilaisejauhmana para pelaksana taat dengan aturan sehingga dapat
diketahui tingkat disiplin kerja pegawai dinilai dari kepatuhan (compliance).
Menurut Ulbert Silalahi fungsi Pengawasan adalah:

Universitas Sumatera Utara

57

a. Memperoleh data yang telah diolah dapat dijadikan dasar bagi usaha
perbaikan dimasa yang akan datang;
b. Memperoleh cara bekerja yang paling efesien dan efektif yang paling tepat
dan paling berhasil sebagai cara yang terbaik untuk mencapai tujuan;
c. Memperoleh data tentang hambatan-hambatan dan kesukaran-kesularan yang
dihadapi agar dapat dikurangi atau dihindari;
d. Memperoleh data yang dipergunakan untuk meningkatkan usaha
pengembangan organisasi dan personil dalam berbagai bidang;
e. Mengetahui seberapa tujauan telah dicapai
Untuk menciptakan pengawasan yang berjalan sesuai dengan fungsinya, maka
diperlukan syarat-syarat pengawasan itu merupakan suatu hal bagi seorang pimpinan
organisasi untuk mendapatkan system pengawasan yang memadai dan efektif dalam
membatu kelancaran perencanaan organisasi, agar sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Menurut H. Kontz & C.O. Donnell syarat-syarat pengawasan ialah:71
a. Pengawasan harus dihubungkan dengan rencana dan kedudukan seseorang
Semua sistem dan teknik pengawasan harus menggambarkan/ menyesuaikan
rencana sebagai pedoman. Maksud daripada pengawasan ialah untuk
meyakinkan bahwa apa yang diselesaikan itu sesuai dengan rencana. Di
samping itu pengawasan harus dikaitkan pula dengan kedudukan/jabatan
seseorang yang menjadi tanggung jawabnya. Pengawasan ini harus dibeda
bedakan sesuai dengan kedudukan orangnya. Pengawasan harus
menyesuaikan dengan pola organisasi, susunan organisasi, yang merupakan
asas untuk menjelaskan peranan peranan seseorang di dalam organisasi, di
mana mereka bertanggung jawab dalam pelaksanaan rencana, dan mungkin
adanya penyimpangan yang terdapat padanya;
b. Pengawasan harus dihubungkan dengan individu pimpinan dan pribadinya
Sistem pengawasan dan informasi dimaksudkan untuk membantu individu
manager dalam melaksanakan fungsi pengawasannya. Di samping itu yang
sangat penting ialah pengawasan harus dikaitkan dengan pribadi individu
untuk memperoleh informasinya. Informasi ini diperoleh dengan cara yang
bermacam-macam, sesuai dengan pribadi orangnya, apakah sebagai
Bendahara, sebagai Kepala Gudang, Kepala Proyek, dan lain sebagainya;
71
Handayaningrat, Soewarno, Pengetahuan Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, (Jakarta: PT.
Gunung Agung, 1996), hal. 151

Universitas Sumatera Utara

58

c. Pengawasan harus dihubungkan dengan individu pimpinan dan pribadinya
Sistem pengawasan dan informasi dimaksudkan untuk membantu individu
manager dalam melaksanakan fungsi pengawasannya. Di samping itu yang
sangat penting ialah pengawasan harus dikaitkan dengan pribadi individu
untuk memperoleh informasinya. Informasi ini diperoleh dengan cara yang
bermacam-macam, sesuai dengan pribadi orangnya, apakah sebagai
Bendahara, sebagai Kepala Gudang, Kepala Proyek, dan lain sebagainya;
d. Pengawasan harus objektif
Manajemen sebenarnya banyak terdiri dari unsur-unsur subjektif. Akan tetapi
seorang karyawan yang melakukan pekerjaan dengan baik, tidak berarti
ditentukan oleh hal-hal yang bersifat subjektif, tetapi adalah bersifat objektif
karena ia melakukan pekerjaan ditentukan bagi kepentingan
organisasi/instansinya. Pengawasan yang bersifat subjektif ialah apabila
Pengawas/Pemeriksa dalam melakukan tugasnya tidak berdasarkan atas
ukuran-ukuran atau standar yang telah ditentukan, akan tetapi didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan yang subjektif. Sedangkan pengawasan yang
objektif ialah pengawasan yang berdasarkan atas ukuran-ukuran atau standar
yang objektif yang telah ditentukan sebelumnya;
e. Pengawasan harus luwes (fleksibel)
Apabila pengawasan selalu ingin dapat efektif, di samping menghindarkan
kegagalan dalam pelaksanaan rencana, maka rencana itu sendiri pula
fleksibel, agar dimungkinkan adanya perubahan rencana terhadap hal-hal
yang tidak diduga-duga sebelumnya. Fleksibilitas dalam pengawasan dapat
dilakukan dengan berbagai-bagai pelaksanaan rencana alternative sesuai
dengan berbagai-bagai kemun