Pengaruh Metode Perlakuan Awal (Pre-treatment) dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Fisik, Kimia, dan Fungsional Tepung Ubi Jalar Ungu Chapter III V

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2016 – Oktober 2016 di
Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan dan Laboratorium Mikrobiologi
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah ubi jalar ungu dengan tingkat
kematangan yang optimal dengan ciri berwarna ungu pekat. Bahan lain yang
digunakan adalah air. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sodium metabisulfit (Na2S2O5) 0,5 %, heksan, H2SO4, NaOH, K2SO4, etanol 95 %,
akuades, petroleum eter, aseton, kloroform, KOH, Na 2SO4, alkohol, DNS
(Dinitrosalisilat), indikator fenolftalein, eter, asam asetat, CuSO 4, glukosa standar,
dan phenol.

Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan untuk pembuatan tepung ubi jalar adalah
baskom, pisau stainless steel, slicer, peniris, oven pengering, loyang, timbangan,
blender, ayakan 60 mesh, dan plastik. Peralatan yang digunakan untuk analisa

tepung ubi jalar oranye meliputi timbangan analitik Sartorius, gelas ukur, corong,
buret, pH meter, pipet tetes, erlemenyer, labu ukur, vortex tab dancer, corong,
kapas, cawan porselen, tabung reaksi, rak tabung, buret, sentrifuse, waterbath, pipet
skala, labu pisah, penangas air, pemanas listrik Maspion, desikator, Whatman no. 1,

Universitas Sumatera Utara

19

20

no. 2, dan no. 41, kromameter Konica Minolta (tipe CR-400, Jepang),
spektrofotometer UV (Genesys 20), tanur Carbolite Furnaces (tipe EML 11/2), dan
oven Memmert (tipe BMV 30).

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri dari dua faktor, yaitu :
Faktor I : Metode perlakuan awal (pre-treatment) (P). terdiri dari 4 taraf, yaitu :
P1 = Ubi utuh yang tidak dikupas dan diiris

P2

= Ubi utuh yang dikupas dan diiris

P3

= Ubi utuh yang tidak dikupas, diiris + perendaman sodium
metabisulfit 0,5 % selama 30 menit

P4

= Ubi utuh yang dikupas, diiris + perendaman sodium
metabisulfit 0,5% selama 30 menit

Faktor II : Suhu pengeringan (T), terdiri dari 4 taraf, yaitu :
T1 = 50˚ C
T2 = 55˚ C
T3 = 60˚ C
T4 = 65˚ C
Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 4 x

4 = 16, dan setiap perlakuan dibuat dalam 3 ulangan, sehingga jumlah keseluruhan
sampel = 48 sampel.

Universitas Sumatera Utara

21

Model Rancangan
Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
dengan model :
ijk=

µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana :
ijk

: Hasil pengamatan dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j
dengan ulangan ke-k


µ

: Efek nilai tengah

αi

: Efek dari faktor P pada taraf ke-i

βj

: Efek dari faktor T pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor P pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j
εijk

: Efek galat dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j dalam
ulangan ke-k
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range

(LSR).

Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu
Umbi ubi jalar disortasi berdasarkan ada tidaknya cacat, warna, ukuran, dan
keadaan kulit umbi. Umbi yang digunakan adalah umbi utuh yang tidak cacat,
ukuran seragam dengan berat antara 100-200 g, warna ungu cerah dan kulit tidak
keriput. Umbi yang sudah disortasi dibagi menjadi 4 bagian. Pada bagian I umbi
langsung diiris dengan ukuran 2 mm tanpa dikupas. Bagian ke II umbi terlebih
dahulu dikupas lalu diiris dengan ketebalan 2 mm. Bagian ke III umbi diiris tanpa
dikupas kemudian diiris dengan ketebalan 2 mm dan direndam dalam larutan

Universitas Sumatera Utara

22

sodium metabisulfit 0,5% selama 30 menit, setelah itu ditiriskan dan dicuci dengan
air. Bagian ke IV umbi dikupas, diiris dengan ketebalan 2 mm, direndam dalam
larutan sodium metabisulfit 0,5% selama 30 menit kemudian ditiriskan dan dicuci
dengan air.
Masing-masing kelompok umbi jalar dibagi lagi menjadi 4 bagian dan

disusun di atas loyang, untuk selanjutnya dikeringkan dengan suhu pengeringan
sesuai perlakuan yaitu suhu 50˚C, 55˚C, 60˚C dan 65˚C selama 24 jam. Setelah
irisan ubi jalar ungu kering dikeluarkan dari oven dan didinginkan pada suhu ruang.
Setelah dingin dilakukan penggilingan ubi jalar ungu sampai halus, diayak dengan
ayakan 80 mesh, sehingga diperoleh tepung ubi jalar dan dikemas di dalam plastik
dalam keadaan tertutup rapat. Tahap pembuatan tepung ubi jalar ungu dapat dilihat
pada Gambar 3.

Pengamatan dan Metode Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap
mutu fisik, kimia, dan fungsional tepung ubi jalar oranye. Mutu fisik tepung ubi
jalar oranye yang diamati yaitu pengujian warna (Hutchings, 1999), densitas kamba
(Okaka dan Potter, 1977), uji organoleptik warna dan aroma (Soekarto, 1985), serta
indeks pencoklatan (Youn dan Choi, 1996). Mutu kimia tepung ubi jalar oranye
yang diamati, yaitu kadar air (AOAC, 1995). Pengujian sifat fungsional tepung
meliputi daya serap air dan minyak (Sathe dan Salunkhe, 1981), swelling power
(Leach, dkk., 1959), kelarutan atau solubility (Anderson, 1982), dan baking
expansion (Demiate, dkk., 2000).
Data yang dihasilkan selanjutnya dianalisis dengan analysis of variant
(ANOVA). Perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata atau sangat nyata


Universitas Sumatera Utara

23

dilanjutkan dengan uji LSR. Pemilihan perlakuan terbaik didapatkan dengan
mempertimbangkan nilai organoleptik aroma, organoleptik warna, indeks
pencoklatan, swelling power, dan baking expansion dengan menggunakan metode
indeks efektivitas (deGarmo, dkk., 1984).
Masing -masing parameter diberikan bobot variabel (BV) dengan angka 0 –
1. Besar bobot ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan parameter. Semakin
tinggi tingkat kepentingan maka semakin tinggi nilai bobot variabel yang diberikan.
Bobot normal (BN) setiap parameter ditentukan dengan cara membagi BV dengan
jumlah semua bobot variabel. Nilai efektivitas (Ne) diperoleh dengan rumus:

Ne =

Nilai Perlakuan (NP) - Nilai Terburuk (NBr)
Nilai Terbaik (NBk) - Nilai Teburuk (NBr)


Nilai hasil dari masing-masing parameter ditentukan dari hasil perkalian antara
nilai efektivitas (Ne) dengan bobot normal (BN). Nilai hasil dari tiap parameter
dijumlahkan untuk mengetahui total nilai hasil. Total Nh yang tertinggi
menunjukkan hasil perlakuan terbaik.
Tepung ubi jalar dengan mutu terbaik selanjutnya dianalisis kadar
β-karoten (Apriyantono, dkk., 1989), kadar abu (Sudarmadji, dkk., 1989), kadar
protein (metode Kjedahl, AOAC, 2005), kadar lemak (AOAC, 1995), kadar serat
kasar

(AOAC,

1995),

kadar

pati

dengan

metode


hidrolisis

asam

(Apriyantono, dkk., 1989), amilosa dan amilopektin (SNI-6128-2008), gula reduksi
(Apriyantono, dkk., 1989), total gula (Apriyantono, dkk., 1989), derajat
polimerisasi

(DP),

dextrose

equivalent

(DE),

dan

Kadar


Vitamin

C

(Metode Kolorimetri, Apriyantono, dkk., 1989).

Universitas Sumatera Utara

69
Ubi jalar
ungu

Pencucian

Faktor
II
Suhu
pengeringan
 T1 = 50˚C

 T2 = 55˚C
 T3 = 60˚C
 T4 = 65˚C

Pengeringan dengan oven sesuai perlakuan
selama 24 jam
Didinginkan pada suhu
ruang

P1= umbi utuh yang tidak
dikupas dan diiris
P2 = umbi
utuh
yang
dikupas dan diiris
P3= umbi utuh yang tidak
dikupas, diiris +
perendaman sodium
metabisulfit 0,5%
P4 = umbi utuh yang
dikupas, diiris +
perendaman sodium
metabisulfit 0,5%

penggilingan

Pengayakan dengan ayakan 80 mesh

pengemasan
Mutu fisik
 Warna
 Densitas kamba
 Organoleptik warna
dan aroma
 Indeks pencoklatan
Mutu kimia
 Kadar air
 Antosianin
Mutu fungsional
 Daya serap air dan
minyak
 Swelling power
 Kelarutan
(Solubility)
 Baking expansion

Tepung ubi jalar

Perlakuan terbaik
 Kadar protein
 Kadar lemak
 Kadar abu
 Kadar serat kasar
 Kadar pati
 Kadar amilosa
 Kadar amilopektin
 Total gula
 Gula pereduksi
 Dextrose
equivalent
 Derajat
polimerisasi
 Kadar vitamin C

Analisis

Perlakuan terbaik

Gambar 3. Skema pembuatan tepung ubi jalar ungu

Universitas Sumatera Utara

69

Mutu Fisik
Warna
Warna diukur menggunakan alat chromameter Minolta (tipe CR 200,
Jepang). Sampel diletakkan pada wadah yang telah tersedia, kemudian ditekan
tombol start dan akan diperoleh nilai L, a, dan b dari sampel dengan kisaran 0
(hitam) sampai ± 100 (putih). Notasi “a “ menyatakan warna kromatik campuran
merah-hijau dengan nilai “+a” (positif) dari 0 sampai + 100 untuk warna merah
dan nilai “–a “ (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna hijau. Notasi “b”
menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai nilai “+b”
(positif) dari 0 sampai + 70 untuk warna kuning dan nilai “–b “ (negatif) dari 0
sampai – 80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan ketajaman warna.
Semakin tinggi ketajaman warna, semakin tinggi nilai L. Selanjutnya dari nilai a
dan b dapat dihitung oHue menggunakan rumus Hutchings (1999), sebagai
berikut:
o

Hue = tan-1 . Jika hasil yang diperoleh:

18o – 54o maka produk berwarna red (R)
54o – 90o maka produk berwarna yellow red (YR)
90o – 126o maka produk berwarna yellow (Y)
126o – 162o maka produk berwarna yellow green (YG)
162o – 198o maka produk berwarna green (G)
198o – 234o maka produk berwarna blue green (BG)
234o – 270o maka produk berwarna blue (B)
270o – 306o maka produk berwarna blue purple (BP)
306o – 342o maka produk berwarna purple (P)

Universitas Sumatera Utara

69

342o – 18o maka produk berwarna red purple (RP)
Densitas kamba
Densitas kamba ditentukan dengan menggunakan metode seperti yang
dilakukan Okaka dan Potter (1977). Sampel sebanyak 20 g dimasukkan ke dalam
gelas ukur 100 ml sambil ditepuk-tepuk 20-30 kali dengan menggunakan jari agar
memadat, kemudian volume sampel dicatat. Densitas kamba dihitung sebagai
berikut :
Densitas Kamba (g/ml) =

Berat sampel (g)
Volume sampel (ml)

Uji Organoleptik Warna dan Aroma
Penentuan uji organoleptik warna dengan uji hedonik Soekarto (1985).
Sampel tepung ubi jalar yang telah diberi kode secara acak, diuji oleh 20 panelis.
Skala hedonik disajikan pada Tabel 4. Format uji organoleptik di sajik pada
Lampiran 1.
Tabel 4. Skala nilai hedonik warna dan aroma
Skala hedonik
9
8
7
6
5
4
3
2
1

Keterangan
Sangat suka sekali
Sangat suka
Lebih suka
Suka
Netral
Agak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Sangat tidak suka sekali

Universitas Sumatera Utara

69

Indeks pencoklatan
Indeks pencoklatan ditentukan dengan menggunakan metode seperti yang
dilakukan Youn dan Chai (1996). 1 g tepung ubi jalar diekstraksi dengan air 40 ml
air distilata dan 10 ml larutan asam trikloroasetat 10% dalam sebuah beaker glass.
Ekstrak disaring dengan corong Buchner menggunakan kertas Whatman No.2,
kemudian filtrat dibiarkan selama 2 jam pada suhu ruang. Kemudian diukur
larutan indeks pencoklatan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420
nm.

Mutu Kimia
Kadar Air
Kadar air ditentukan dengan menggunakan metode seperti yang dilakukan
AOAC (1995). Sampel sebanyak 5,5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium
yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 105 °C dan telah diketahaui
beratnya. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 105°C selama tiga jam, kemudian
didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan
pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.
Kadar Air ( ) =

Berat sampel awal - berat sampel akhir
x 100
Berat sampel awal

Penentuan Analisis Kadar Antosianin Metode pH Diferensial
Penentuan analisis kadar antosianin metode pH diferensial dengan
menggunakan metode seperti yang dilakukan Ticoalu dkk (2016).


Pembuatan Buffer pH 1

Universitas Sumatera Utara

69

Untuk membuat buffer pH 1 digunakam KCl sebanyak 1.86 g dicampur
dengan 980 mL aquades dan diatur hingga mencapai pH 1 dengan menggunakan
HCl pekat. Selanjutnya larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 1 L dan
ditambahkan akuades sampai tanda batas.


Pembuatan Buffer pH 4.50
Untuk buffer pH 4.50 digunakan CH3CO2Na.3H2O sebanyak 54.43 g

dicampur dengan 950 mL aquades. Kemudian pH diukur dan diatur dengan HCl
pekat hingga diperoleh larutan dengan pH 4.50. Selanjutnya larutan dipindahkan
ke dalam labu ukur 1 L dan diencerkan dengan akuades sampai volume 1 L.


Pengukuran dan Perhitungan Konsentrasi Antosianin Total
Faktor pengenceran yang tepat untuk sampel harus ditentukan terlebih

dahulu dengan cara melarutkan sampel dengan larutan penyangga KCl pH 1
hingga diperoleh absorbansi kurang dari 1.20 pada panjang gelombang 530 nm.
Selanjutnya diukur absorbansi akuades pada panjang gelombang yang akan
digunakan (530 dan 700 nm) untuk mencari titik nol. Panjang gelombang 530
adalah panjang gelombang maksimum untuk sianidin-3-glukosida, sedangkan
panjang gelombang 700 nm untuk mengoreksi endapan yang masih terdapat pada
sampel. Jika sampel benar-benar jernih maka absorbansi pada panjang gelombang
700 nm adalah 0.
Dua larutan sampel disiapkan, pada sampel pertama digunakan buffer KCl
dengan pH 1 dan untuk sampel kedua digunakan buffer Na-asetat dengan pH 4.50.
Masing-masing sampel dilarutkan dengan buffer berdasarkan FP (faktor
pengenceran) yang sudah ditentukan sebelumnya. Sampel dibiarkan selama 15

Universitas Sumatera Utara

69

menit sebelum diukur. Absorbansi dari setiap larutan pada panjang gelombang
530 dan 700 nm diukur dengan akuades sebagai blanko.
Absorbansi (A) dari sampel yang telah di larutkan ditentukan dengan rumus
Kandungan pigmen antosianin pada sampel dihitung dengan rumus :
A = [(A530-A700) Ph 1,0 – (A530-A700)Ph 4,5].
Kandungan pigmen antosianin pada sampel dihitung dengan rumus:
Kadar antosianin ( ) =

A x Faktor Pengencer x BM x 1000
x berat sampel

Keterangan :
A

= pH 1(OD Panjang gelombang maks.- OD panjang gelombang 700 nm) –
pH 4,5 (OD Panjang gelombang maks.- OD panjang gelombang 700 nm)

BM = Berat molekul Antosianin yang dinyatakan dalam cyanidin 3 glukosidase
(449,2 gr/mol)
= Koefisien absorbsivitas ( 26900 L/mol ) yang dinyatakan sebagai cyanidin
3 glukoside
Panjang gelombang maks= serapan warna paling tinggi pada sampel ( 520 nm )
Panjang gelombang 700 nm = serapan warna antosianin yg dinyatakan sebagai
cyanidin 3 glukoside

Mutu Fungsional
Daya serap air dan minyak
Daya serap air dan minyak ditentukan dengan menggunakan metode
seperti yang dilakukan Sathe dan Salunkhe (1981). 1 g pati dilarutkan dalam 10
ml air selama 30 detik dan dibiarkan pada suhu kamar (21 °C). setelah itu
dilakukan sentrifugasi pada 3000 RPM selama 30 menit. Volume dari supernatan

Universitas Sumatera Utara

69

dicatat dan volume air dapat dihitung dengan asumsi berat jenis air 1 g/ml
sedangkan minyak 0,8888 g/ml.
Sampel+Air/Minyak (g)
DSA/DSM (g/g) =
Berat sampel (g)
Keterangan : DSA : daya serap air
DSM : daya serap minyak

Swelling power
Swelling power ditentukan dengan menggunakan metode seperti yang
dilakukan Leach dkk (1959). Ditimbang sampel sebanyak 1 g lalu ditambahkan
10 ml akuades dan dipanaskan pada suhu 90 oC selama 30 menit sambil diaduk.
Selanjutnya campuran disentrifugasiselama 30 menit dengan kecepatan 2200 rpm
untuk memisahkan antara padatan dengan cairannya. Selanjutnya dibuang airnya
lalu ditimbang berat supernatan. Swelling power dihitung dengan rumus :
( ) =

Berat pasta
Berat sampel kering

Kelarutan (Solubility)
Kelarutan air ditentukan dengan menggunakan metode seperti yang
dilakukan Anderson (1982). 1 g tepung ubi jalar dimasukkan ke dalam tabung
sentrifus dan ditambahkan 10 ml akuadest, kemudian dikocok hingga tercampur
merata. Campuran dipanaskan dalam waterbath suhu 90 °C selama 30 menit dan
disentrifus dengan kecepatan 2200 rpm selama 30 menit. Supernatan dikumpulkan
dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya,

Universitas Sumatera Utara

69

kemudian dikeringkn pada oven suhu 105 °C hingga beratnya konstan lalu berat
padatan supernatan kering ditimbang.
Kelarutan air( ) =

Berat padatan supernatan kering
Berat sampel awal

Baking expansion
Pengujian baking expansionmengacu pada prosedur Demiate, dkk., (2000).
Sebanyak 8 g pati ditambah 13,3 ml aquades, lalu digelatinisasikan. Adonan lalu
dioven pada suhu 200 °C selama 25 menit. Hasil panggangan kemudian
didinginkan, ditimbang, kemudian dilapisi permukaannya dengan pencelupan
dalam parafin. Volume hasil panggangan ditentukan dengan mencelupkan sampel
dalam gelas ukur 250 ml yang berisi air, hingga seluruh bagian terendam dan
peningkatan volume tercatat.
(ml/g) =

Peningkatan volume
massa hasil panggangan

Pengujian Perlakuan Terbaik
Kadar protein
Pengujian kadar protein dengan menggunakan metode KjeIdahl mengacu
pada prosedur AOAC, (2005). Sampel sebanyak 0,1-0,5 g yang telah yang telah
dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjedhal selanjutnya ditambahkan dengan 2
ml H2SO4 pekat, 40 mg HgO dan 1,9 mg K2SO4sample dididihkan selama 1-1,5
jam

atau hingga cairan berubah warna menjadi jernih. Labu beserta isinya

didinginkan dan diencerkan dengan 20 ml aquades secara perlahan kemudian
isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml larutan NaOHNa2S2O3 (natrium tiosulfat). labu erlenmeyer berisi HBO3 diletakan di bawah

Universitas Sumatera Utara

69

kondensor , sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2-4 tetes indikator (campuran
metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan
perbandingan 2:1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan
HBO3, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 125 ml destilat dalam labu
erlenmeyer . ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan
ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan HCl 0,02 N hingga terjadi
perubahan warna. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.
Kadar Protein ( ) =

(A - B) x N Cl x 14 x 6,25
x 100
Berat sampel

A = ml titrasi sampel
B

= ml titrasi blanko

N = Normalitas
14

= Berat atom nitrogen

6,25

= Faktor konversi

Kadar Lemak (AOAC, 1995)
Pengujian kadar lemak mengacu pada prosedur AOAC, (1995). Analisis
lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan
kertas saring, kemudian diletakan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat kondensor
dipasang di atasnya dan labu lemak yang telah diketahui beratnya di bawahnya.
Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan
reflux selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna
jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali.
Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven
pada suhu 70°C hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam

Universitas Sumatera Utara

69

desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang dengan berat labu yang telah
diketahui sebelumnya.
Kadar Lemak ( ) =

Berat lemak
x 100
Berat sampel

Kadar Abu
Pengujian kadar abu mengacu pada prosedur Sudarmadji, dkk., (1989).
Sampel

yang telah dikeringkan hingga berat konstan selanjutnya sampel

ditimbang sebanyak 5 g. Sampel dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah
diketahui berat awalnya dan dibakar selama 1 jam dalam tanur dengan suhu 100
°C, 2 jam dengan suhu 300 °C kemudian dengan suhu 500 °C selama 2 jam.
Cawan porselen didinginkan kemudian dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan ke
dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Dihitung cawan dengan
sample yang telah diabukan. Kadar abu diperoleh dengan rumus sebagai berikut.
Kadar Abu ( ) =

Bobot abu (g)
x 100
Bobot sampel awal (g)

Kadar Serat Kasar
Kadar serat ditentukan dengan menggunakan metode AOAC (1995).
Sampel sebanyak 2 g dimasukan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian
ditambahkan 50 ml H2SO4 0,325 N, dihidrolisis selama 30 menit pada suhu
100oC. Setelah itu didinginkan dan ditambahkan kembali NaOH 1,25 N sebanyak
50 ml dan dihidrolisis kembali selama 30 menit. Sampel disaring menggunakan
kertas saring Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya.
Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan akuades mendidih, 25 ml

Universitas Sumatera Utara

69

H2SO4 0,325 N, kemudian akuades mendidih dan yang terakhir dicuci dengan
alkohol 95%. Kertas saring yang telah dicuci selanjutnya dikeringkan dalam oven
bersuhu 105 oC selama satu jam, pengeringan dilakukan hingga berat konstan.
Berat kertas saring akhir (g) – berat kertas awal (g)
Kadar serat kasar (%) =

x100
berat sampel awal (g)

Kadar Pati
Pengujian kadar pati dengan menggunakan metode hidrolisis asam yang
mengacu pada prosedur Apriyantono, dkk., (1989). Pereaksi DNS dibuat dengan
cara melarutkan 10,6 g asam 3,5-dinitrosalisilat dan 19,8 g NaOH ke dalam 1416
ml air dan ditambahkan ke dalam larutan tersebut 106 g NaK-tartarat, 7,6 ml fenol
(cairkan pada suhu 50°C) dan 8,3 g Na-metabisulfit, dicampur merata. Pereaksi
DNS distandarisasi dengan cara dititrasi 3 ml pereaksi DNS dengan HCl 0,1 N
dan indikator fenolftalein. HCl 0,1 N yang dibutuhkan 5-6 ml, jika kurang dari itu
ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap kekurangan 0,1 ml HCL 0,1 N.
Setelah itu dilakukan persiapan sampel dengan cara ditimbang pati
sebanyak 2 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml,
selanjutnya ditambahkan 50 ml alkohol 80 % dan diaduk selama 1 jam. Suspensi
tersebut disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air sampai volume filtrat
250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang.
Residu pati yang terdapat pada kertas saring dicuci sebanyak 5 kali dengan
10 ml ether. Ether dibiarkan menguap dari residu, kemudian cuci kembali dengan
150 ml alkohol 10% untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut.
Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer
dengan cara pencucian dengan 200 ml air dan ditambahkan 20 ml HCl 25%.

Universitas Sumatera Utara

69

Kemudian erlenmeyer ditutup dengan penangas balik dan dipanaskan di
atas penangas air sampai mendidih selama 2,5 jam pada suhu 100°C. Residu
dibiarkan dingin dan dinetralkan dengan larutan NaOH 45% hingga ± pH 7 dan
diencerkan sampai volume 500 ml. Campuran disaring kembali dengan kertas
saring, setelah itu ditentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari
filtrat yang diperoleh.
Penetapan kurva standar menggunakan larutan glukosa standar dengan
konsentrasi 0,05-0,25 mg/ml dilakukan dengan cara menimbang 0,05 g glukosa,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan akuades
sampai tanda tera lalu diaduk menggunakan magnetik stirer selma 15 menit.
Selanjutnya larutan induk glukosa dibuat dengan konsentrasi 0,05 mg, 0,1 mg,
0,15 mg, 0,2 mg dan 0,25 mg. Lalu dibaca absorbansinya di spektrofotometer
pada panjang gelombang 550. Kurva standar glukosa di sajik pada Lampiran 2.
Setelah itu campuran tersebut dikocok atau dihomogenkan. Masingmasing dari campuran tersebut diambil 1 ml dan ditambahkan 3 ml DNS
kemudian dikocok dan dipanaskan selama 5 menit dan didiamkan selama 30
menit. Selanjutnya intensitas warna yang terbentuk diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Kurva standar
dibuat dengan memplot konsentrasi glukosa terhadap absorbansinya. Kadar pati
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Kadar Pati ( ) =

FP x Kadar gula reduksi (mg/ml) x 100
Berat sampel (g)

Universitas Sumatera Utara

69

Kadar Amilosa dan Amilopektin
Kadar amilosa dan amilopektin ditentukan dengan menggunakan metode
seperti yang dilakukan Apriyantono dkk (1989). Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g
lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya sampel ditambahkan 1 ml
etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran tersebut dipanaskan dalam air
mendidih selama 10 menit hingga semua terlarut kemudian didinginkan.
Selanjutnya campuran tersebut dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan
ditambahkan akuades sampai tanda tera.
Kemudian campuran tersebut dipipet 5 ml larutan ke dalam labu takar 100
ml dan tambahkan 1 ml asam asetat 1 N, 2 ml larutan iod dan akuades hingga
tanda tera. Lalu dikocok dan didiamkan selama 20 menit. Kemudian diukur
absorbansinya dengan menggunakan panjang gelombang 625 nm. Konsentrasi
kandungan amilosa ditentukan dengan menggunakan kurva standar, melalui
persamaan linier yang diperoleh.
Penetapan kurva standar amilosa dilakukan dengan cara menimbang 40
mg amilosa murni (amilosa kentang), kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi lalu ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran tersebut
dipanaskan ke dalam air mendidih selama 10 menit sampai semua bahan terlarut,
kemudian didinginkan.
Campuran tersebut dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan
ditambahkan akuades hingga tanda tera. Larutan campuran dipipet dalam labu
takar 100 ml masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml. Lalu ke dalam labu
takar tersebut ditambahkan asam asetat 1 N berturut-turut 0,2 ml, 0,4 ml, 0,6 ml,

Universitas Sumatera Utara

69

0,8 ml, 1 ml serta masing-masing 2 ml larutan iod. Kemudian ditambahkan
akuades sampai tanda tera.
Larutan campuran dihomogenkan dengan menggunakan magnetik stirer
lalu dibiarkan selama 20 menit, diukur absorbansinya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 625 nm yaitu hubungan panjang gelombang yang
memberikan absorbansi maksimum untuk warna biru.
Konsentrasi amilosa (mg/ml) x FP x 0,001
x 100
Berat sampel (g)
Kadar amilopektin ( ) = 100 - Kadar amilosa

Kadar amilosa ( ) =

Total gula
Pengujian total gula mengacu pada prosedur Apriyantono, dkk., (1989).
Terlebih dahulu dilakukan persiapan sampel dengan cara bahan ditimbang
sebanyak 5 g, ditambahkan 20 ml alkohol 80% dan aduk 1 jam. Larutan disaring
dengan kertas saring dan dicuci dengan aquades sampai volume filtrat 200 ml.
Larutan dipanaskan di waterbath hingga tidak berbau etanol lagi (volume air
berkurang ±50 ml). Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan
ditambahkan akuades hingga tanda tera. Selanjutnya dilakukan pengenceran
dengan mengambil 1 ml sampel lalu diencerkan dengan 9 ml akuades lalu diambil
lagi 1 ml dan diencerkan kembali dengan 14 ml akuades kemudian diaduk.
Penetapan kurva standar menggunakan larutan glukosa standar dengan
konsentrasi 10-60 mg/ml dilakukan dengan cara menimbang 0,1 g glukosa,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan akuades
sampai tanda tera lalu diaduk menggunakan magnetik stirer selma 15 menit.
Selanjutnya larutan induk glukosa dibuat dengan konsentrasi 10 mg, 20 mg, 30

Universitas Sumatera Utara

69

mg, 40 mg, 50 mg dan 60 mg. Lalu dibaca absorbansinya di spektrofotometer
pada panjang gelombang 490. Kurva satndar glukosa di sajik pada Lampiran 2.
Setelah persiapan sampel selesai, diukur total gula dengan cara diambil 1
ml sampel, ditambahkan 0,5 ml larutan fenol 5 %, dikocok kemudian
ditambahkan dengan cepat 2,5 ml larutan asam sulfat pekat dengan cara
menuangkan secara tegak lurus ke permukaan larutan. Dibiarkan selama 10 menit,
dikocok. Diukur absorbansinya pada 490 nm. Dibuat kurva standar. Kemudian
ditentukan total gula sampel (dinyatakan sebagai % glukosa) dengan perhitungan
sebagai berikut :
Total ula ( ) =

Konsentrasi sampel x FP
Berat sampel (g) x 1000

100

Gula pereduksi
Pengujian gula pereduksi mengacu pada prosedurApriyantono, dkk.,
(1989). Terlebih dahulu pereaksi DNS dibuat dengan cara melarutkan 10,6 g asam
3,5-dinitrosalisilat dan 19,8 g NaOH ke dalam 1416 ml air. Selanjutnya ke dalam
larutan tersebut ditambahkan 106 g NaK-tartarat. 7,6 ml fenol (cairkan pada suhu
50 °C) dan 8,3 g Na-metabisulfit, dicampur merata. Larutan distandarisasi dengan
cara dititrasi 3 ml pereaksi DNS dengan HCL 0,1 N dan indikator fenolftalein.
Dibutuhkan 5-6 ml HCL 0,1 N, jika kurang dari itu ditambahkan 2 g NaOH untuk
setiap kekurangan 0,1 ml HCL 0,1 N.
Setelah itu dilakukan persiapan sampel dengan cara ditimbang pati 20 g,
ditambahkan 40 ml alkohol 80% dan diaduk 1 jam. Disaring dengan kertas saring
dan dicuci dengan akuades sampai volume filtrat 100 ml. Dipanaskan di
waterbath hingga tidak berbau etanol lagi (volume air berkurang ±50 ml).

Universitas Sumatera Utara

69

Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan ditambahkan akuades hingga tanda
tera. Setelah persiapan sampel selesai diukur gula pereduksi dengan cara diambil
1 ml sampel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, ditambahkan 3 ml
pereaksi DNS. Ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Dibiarkan dingin
sampai suhu ruang. Diencerkan sampel bila perlu sampai dapat terukur pada
kisaran 20- 80% pada panjang gelombang 550 nm. Digunakan air sebagai blanko.
Dibuat kurva standar.
Penetapan kurva standar menggunakan larutan glukosa standar dengan
konsentrasi 0,01-0,25 mg/ml dilakukan dengan cara menimbang 0,05 g glukosa,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Ditambahkan akuades sampai
tanda tera dan diaduk dengan menggunakan magnetik stirer. Selanjutnya masingmasing dibuat konsentasi sampel 10 µg, 20 µg, 30 µg, 40 µg, 50 µg dan 60 µgke
dalam tabung reaksi. Setelah itu campuran tersebut dikocok atau dihomogenkan.
Masing-masing dari campuran tersebut diambil 1 ml dan ditambahkan 3 ml DNS
kemudian dikocok dan dipanaskan selama 5 menit. Didiamkan selama 30 menit.
Selanjutnya intensitas warna yang terbentuk diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Kurva standar dibuat dengan
memplot konsentrasi glukosa terhadap absorbansinya.
ula

reduksi( ) =

Konsentrasi sampel x FP
Berat sampel (g) x 1000

Kadar vitamin C
Pengujian derajat polimerisasi menggunakan metode kolorimetri yang
mengacu pada prosedurApriyantono, dkk., (1989).
Pembuatan larutan Dye

Universitas Sumatera Utara

69

Larutan Dye dibuat dengan menimbang 100 mg 2,6-diklorofenol indofenol
dan84 mg Sodium Bikarbonat, dilarutkan dalam aquadesdan diterakan hingga 100
ml. Larutan dipipet 25 ml dan ditera pada labu ukur 500 ml.
Pembuatan kurva standar vitamin C
Vitamin C ditimbang 100 mg dan ditambahkan dengan H2C2O4 6% hingga
tera pada labu 100 ml lalu diencerkan 4 ml larutan tersebut hingga volume 100 ml
dengan H2C2O4 6%. Dipipet masing-masing 1 ml, 2 ml, 2,5 ml, 3ml, dan 4 ml
lalu larutan standar ditera dengan H2C2O4 6% hingga 5 ml. Larutan dye
ditambahkan dengan cepat sebanyak 10 ml ke dalam larutan standar, dikocok
lebih kurang 10 detik lalu dibaca absorbansinya pada λ = 518 nm. Data
konsentrasi standar diinterpretasikan dengan absorbansi dan diperoleh persamaan
dengan nilai regresi 0,9≤R2≤1. Kurva standar asam askorbat untuk penetuan
vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 3.
Penentuan kadar vitamin C tepung ubi jalar ungu
Sampel sebanyak 5 g, ditambahakan H2C2O4 6% dan disaring hingga
volume 100 ml. Filtrat diambil 5 ml, dimasukan dalam tabung reaksi,
ditambahkan 10 ml larutan dye dengan cepat, dikocok sekitar 10 detik dan dibaca
absorbansinya pada λ = 518 nm menggunakan spektrofotometer. Nilai absorbansi
dimasukan ke dalam persamaan kurva standar sehingga diperoleh konsentrasi
asam askorbat yang kemudian dihitung melalui persamaan sebagai berikut.
Vitamin C ( ) =

Konsentrasi asam askorbat x volume ekstrak total x 100

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Metode Perlakuan Awal dan Suhu Pengeringan Terhadap
Karakteristik Fisik Tepung Ubi Jalar Ungu
Karakteristik fisik tepung ubi ungu yang diamati meliputi pengujian warna
(°Hue), densitas kamba, organoleptik warna, aroma dan indeks pencoklatan.
Pengaruh metode perlakuan awal dan suhu pengeringan terhadap mutu fisik dapat
dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5. Pengaruh metode perlakuan awal terhadap karakteristik fisik tepung ubi
jalar ungu yang diamati
Perlakuan awal
P1
P2
P3
P4
Prameter
Umbi tidak
Umbi dikupas
Umbi tidak
Umbi
dikupas dan
dan diiris
dikupas, diiris
dikupas,diiris
diiris
+ direndam
+ direndam
Na2S2O5
Na2S2O5
Warna (°Hue) 15,34±0,84b,B 15,44±0,96ab,B 16,68±01,93b,AB 16,82±0,73a,A
Densitas
kamba (g/ml) 0,59 ± 0,03
0,61 ± 0,04
0,60 ± 0,02
0,61 ± 0,04
Organoleptik
aroma
4,33 ± 0,12
4,38 ± 0,33
4,52 ± 0,26
4,63 ± 0,52
Organoleptik
warna
4,22 ± 0,37
4,23 ± 0,12
4,21 ± 0,22
4,05 ± 0,43
Indeks
pencoklatan
1,07 ± 0,03
1,07 ± 0,04
1,06 ± 0,06
1,06 ± 0,07
Keterangan : Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi. Angka yang
diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata
(P0,05) terhadap nilai organoleptik warna tepung.
Tabel 6 menunjukkan bahwa suhu pengeringan memberikan pengaruh yang
berbeda sangat nyata (P0,05) terhadap nilai organoleptik aroma tepung. Hubungan suhu
pengeringan dengan nilai organoleptik warna tepung ubi ungu dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar

7

menunjukkan

bahwa

peningkatan

suhu

pengeringan

memberikan pengaruh terhadap nilai organoleptik warna tepung ubi ungu, di
mana suhu yang paling tinggi memberikan nilai yang paling tinggi. Pada proses
pembuatan ubi jalar ini, suhu pengeringan dan perlakuan awal berpengaruh pada
warna tepung yang dihasilkan. Tepung yang menggunakan suhu paling rendah
menghasilkan tepung warna merah keunguan, sedangkan tepung yang
menggunakan suhu tinggi menghasilkan warna ungu. Hal ini karena ekstrak zat
warna merah yang diperoleh dari ubi jalar ungu bersifat tidak stabil terhadap
pemanasan. Menurut Wijaya dkk (2001), menurunnya stabilitas warna karena

Universitas Sumatera Utara

72

suhu yang tinggi disebabkan terjadinya dekomposisi antosianin dari bentuk
aglikon menjadi kalkon (tidak berwarna).
4.75
ŷ = 0,041T + 1,805
r = 0,8262

Organoleptik warna

4.60

4.53

4.45
4.30

4.29

4.15
4.00

3.96
3.95

3.85
3.70
45

50

55
60
Suhu pengeringan (°C)

65

70

Gambar 7. Hubungan suhu pengeringan dengan nilai organoleptik warna
tepung ubi ungu

Indeks pencoklatan
Tabel 5 dan Tabel 6 menunjukkan bahwa metode perlakuan awal dan suhu
pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap
tepung. Hasil analisis ragam pada Lampiran 12 menunjukkan interaksi antara
metode perlakuan awal dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang
berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap indeks pencoklatan tepung ubi jalar ungu.

Pengaruh Metode Perlakuan Awal dan Suhu Pengeringan Terhadap
Karakteristik Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu
Karakteristik kimia tepung ubi ungu yang diamati meliputi kadar air (%),
dan antosianin. Pengaruh metode perlakuan awal dan suhu pengeringan terhadap
karateristik kimia tepung ubi ungu dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Universitas Sumatera Utara

73

Tabel 7. Pengaruh metode perlakuan awal terhadap karakteristik kimia tepung ubi
jalar ungu yang diamati
Perlakuan awal
P1
P2
P3
P4
Parameter
Umbi tidak
Umbi dikupas
Umbi tidak
Umbi dikupas,
dikupas dan
dan diiris
dikupas,diiris + diiris+ direndam
diiris
direndam
Na2S2O5
Na2S2 O5
Kadar air
10,24±2,09a,A
9,68±1,52ab,AB
9,66±1,49ab,B
8,68±1,97b,B
(%)
Antosianin 196,21±18,84c,C 199,54±12,86c,C 246,63±10,15b,B 278,31±10,15a,A
(ppm)
Keterangan : Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi. Angka yang
diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata
(P0,05) terhadap swelling power tepung.

Universitas Sumatera Utara

79

Kelarutan
Nilai kelarutan tepung ubi ungu dengan metode perlakuan awal dan suhu
pengeringan dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa metode p