Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Menggunakan Metode Quality Function Deployment pada Gudang Bahan Penolong PT. Growth Sumatra Industry Chapter III VII

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1.

Ergonomi
Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari

kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk
buatan. Batas kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang pada saat
berhadapan dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa perangkat
keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Dengan demikian terlihat jelas
bahwa ergonomi adalah suatu keilmuan yang multidisiplin karena akan
mempelajari pengetahuan-pengetahuan dari ilmu kehayatan, ilmu kejiwaan, dan
kemasyarakatan. Pada prinsipnya disiplin ergonomi akan mempelajari akibatakibat jasmani, kejiwaan, dan sosial dari teknologi dan produk-produknya, maka
pengetahuan

yang

dipelajari


akan

berkaitan

dengan

teknologi

seperti

antropometri.3
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera
dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban fisik dan mental, mengupayakan
promosi dan kepuasan kerja.
2. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, antropologis dan
budaya dari setiap sistem kerja sehingga tercipta kualitas kerja dan hidup.4

3
4


Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu (Surabaya: ITS , 2008), hlm. 54.
Tarwaka, dkk, Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas (Surakarta:
Harapan Press, 2004), hlm 7.

Universitas Sumatera Utara

Masalah-masalah ergonomi dikategorikan ke dalam bermacam-macam
grup, bergantung kepada wilayah spesifik dari efek tubuh seperti:
1. Antropometric
Antropometri berhubungan dengan konflik dimensional antara ruang geometri
fungsional dengan tubuh manusia. Antropometri ini merupakan pengukuran
dari dimensi tubuh secara linear, termasuk berat dan volume. Jarak jangkauan,
tinggi mata saat duduk,dan lainnya. Masalah-masalah antropometri merupakan
manifestasi dari kekurang-cocokannya antara dimensi ini dan desain dari ruang
kerja. Pemecahannya adalah memodifikasi desain dan menyesuaikan
kenyamanan.
2. Musculoskeletal
Ketegangan otot dan sistem kerangka termasuk dalam kategori ini. Hal tersebut
dapat menyebabkan insiden kecil atau trauma efek kumulatif. Pemecahan

masalah ini terletak pada penyediaan bantuan performansi kerja atau
mendesain kembali pekerjaan untuk menjaga agar kebutuhannya sesuai dengan
batas kemampuan manusia.5

3.2.

Keluhan Muskuloskeletal
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian–bagian otot skeletal

yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama,
akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan
5

Pulat, B. Mustafa, Fundamentals of Industrial Ergonomics, (Oklahoma: AT & T Network
Systems, 1996), hlm. 9.

Universitas Sumatera Utara

tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan

Musculoskeletal Disorsders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal.
Secara garis besar keluhan otot yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu:
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila
pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut.
Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan
dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah
otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung,
pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut,
yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back
pain).
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi
apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20%. Peredaran darah ke otot
berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang

diperlukan. Bila suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat

Universitas Sumatera Utara

terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang
menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.
Peter vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal yaitu:
1. Peregangan otot yang berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh para
pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar
seperti aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang
berat. Peregangan otot yang berlebihan terjadi karena pengerahan otot yang
diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering
dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan
dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
2. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya.
Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara

terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
3. Sikap kerja tidak alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian
bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan
terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya.
Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula
resiko terjadinya keluhan otot skeletal.

Universitas Sumatera Utara

4. Faktor penyebab sekunder
Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan
otot yang lunak atau getaran dengan frekwensi tinggi yang menyebabkan
kontraksi otot bertambah. dan penyebab kombinasi.6
Melalui Nordic Body Map dapat diketahui bagian-bagian otot yang
mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak
sakit) sampai sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh maka
dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh
pekerja.7


3.3.

Rapid Entire Body Assesment (REBA)
REBA dirancang oleh Lynn Mc Atemney dan Sue Hignett (2000) sebagai

sebuah metode penilaian postur kerja untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh
secara keseluruhan. Data yang dikumpulkan adalah data mengenai postur tubuh,
kekuatan yang digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan atau pegangan.
Skor akhir REBA dihasilkan untuk memberikan sebuah indikasi tingkat risiko dan
tingkat keutamaan dari sebuah tindakan yang harus diambil. Penilaian faktor
postur tubuh dengan penilaian pada masing-masing grup yang terdiri atas:
1.

Grup A, terdiri atas:
a. Batang tubuh (trunk)
b. Leher (neck)
c. Kaki (legs)

6
7


Tarwaka, dkk, op.cit., hlm 117-120.
Ibid., hlm. 129.

Universitas Sumatera Utara

2.

Grup B, terdiri atas:
a. Lengan atas (upper arm)
b. Lengan bawah (lower arm)
c. Pergelangan tangan (wrist)
Suatu skala skor postur tubuh diberikan pada masing-masing grup dan

suatu pernyataan tambahan. faktor beban atau kekuatan dan coupling juga
diberikan skala skor. REBA dapat digunakan ketika penilaian postur kerja
diperlukan dalam sebuah pekerjaan:
1.

Keseluruhan bagian badan digunakan.


2.

Postur tubuh statis, dinamis, cepat berubah, atau tidak stabil.

3.

Melakukan sebuah pembebanan seperti mengangkat benda baik secara rutin
ataupun sesekali.

4.

Perubahan dari tempat kerja, peralatan, atau pelatihan pekerja sedang
dilakukan dan diawasi sebelum atau sesudah perubahan. 8
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dinilai pada metode REBA:

1. Grup A, terdiri dari:
a. Batang tubuh (trunk)
Pergerakan batang tubuh (trunk) dapat membentuk beberapa derajat seperti
yang ditampilkan pada Gambar 3.1.


Gambar 3.1. Postur Batang Tubuh (Trunk)
8

Naville Stanton, Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods, (New York: CRC
Press LLC, 2005), hlm. 8.1-8.2.

Universitas Sumatera Utara

Skor setiap pergerakan batang tubuh (trunk) ditampilkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Penilaian Batang Tubuh (Trunk)
Pergerakan
Posisi normal
0 - 200 (ke depan dan belakang)
600

Skor
1
2
3

4

Skor Perubahan
+1 jika batang tubuh
berputar/bengkok/bungkuk

b. Leher (neck)
Pergerakan leher (neck) dapat membentuk beberapa derajat seperti yang
ditampilkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Postur Tubuh Bagian Leher (Neck)

Skor setiap pergerakan leher (neck) ditampilkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Penilaian Leher (Neck)
Pergerakan
0

0 - 20
>200- ekstensi

Skor
1
2

Skor Perubahan
+1 jika leher berputar/bengkok

c. Kaki (legs)
Pergerakan kaki (legs) dapat membentuk beberapa derajat seperti yang
ditampilkan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Postur Tubuh Bagian Kaki (Legs)

Universitas Sumatera Utara

Skor setiap pergerakan kaki (legs) ditampilkan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Penilaian Kaki (Legs)
Pergerakan
Posisi normal/seimbang
(berjalan/duduk)
Bertumpu pada satu kaki lurus

Skor

Skor Perubahan

1

+1 jika lutut antara 30-600
+2 jika lutut >600

2

d. Beban (load)
Berbagai ukuran beban (load) seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.4.

1
2
3
Gambar 3.4. Ukuran Beban (Load)

Skor setiap ukuran beban (load) ditampilkan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Penilaian Beban (Load)
Pergerakan
10 kg

Skor
0
1
2

Skor Pergerakan
+1 jika kekuatan cepat

2. Grup B, terdiri dari:
a. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas (upper arm) dapat membentuk beberapa derajat
seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm)

Universitas Sumatera Utara

Skor setiap pergerakan lengan atas (upper arm) ditampilkan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Penilaian Lengan Atas (Upper Arm)
Pergerakan
200 (ke depan dan belakang)
>200 (ke belakang) atau 20 - 450
45 - 900
>900

Skor
1
2
3
4

Skor Perubahan
+1 jika bahu naik
+1 jika lengan berputar/bengkok
-1 miring, menyangga berat
lengan

b. Lengan bawah (lower arm)
Pergerakan lengan bawah (lower arm) dapat membentuk beberapa derajat
seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Postur Lengan Bawah

Skor setiap pergerakan lengan bawah (lower arm) ditampilkan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Skor Lengan Bawah
Pergerakan
60 - 1000
1000

Skor
1
2

c. Pergelangan tangan (wrist)
Pergerakan pergelangan tangan (wrist) dapat membentuk beberapa derajat
seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Postur Pergelangan Tangan

Universitas Sumatera Utara

Skor setiap pergerakan pergelangan tangan (wrist) ditampilkan pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Skor Pergelangan Tangan
Pergerakan
0-150 (ke atas dan bawah)
>150 (ke atas dan bawah)

Skor
1
2

Skor Perubahan
+1 jika pergelangan tangan
putaran menjauhi sisi tengah

d. Coupling
Skor dan berbagai sifat coupling seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Coupling
Coupling
Baik

Skor
0

Sedang

1

Kurang baik

2

Tidak dapat
diterima

3

Keterangan
Kekuatan pegangan baik
Pegangan bagus tapi tidak ideal atau
kopling cocok dengan bagian tubuh
Pegangan tangan tidak sesuai walaupun
mungkin
Kaku, pegangan tangan tidak nyaman,
tidak ada pegangan atau kopling tidak
sesuai dengan bagian tubuh

Skor dan berbagai sifat aktivitas seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9. Skor Aktivitas
Aktivitas

Skor

Keterangan

Postur statik

+1

1 atau lebih bagian tubuh statis/diam

Pengulangan

+1

Tindakan berulang-ulang

Ketidakstabilan

+1

Tindakan menyebabkan jarak yang besar
dan cepat pada postur (tidak stabil)

Menurut Sutalaksana (2000) bahwa sikap berdiri merupakan sikap siaga
baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat,
kuat dan teliti. Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subyektif

Universitas Sumatera Utara

maka pekerjaan harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau,
membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah.
Pemilihan posisi kerja harus sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan seperti
ditampilkan pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10. Pemilihan Postur Kerja Terhadap Jenis Pekerjaan yang
Berbeda
Jenis Pekerjaan
Mengangkat beban > 5kg
Bekerja di bawah tinggi siku
Menjangkau horizontal di luar daerah
jangkauan optimum
Pekerjaan ringan dengan pergerakan
berulang
Pekerjaan perlu ketelitian
Inspeksi dan monitoring
Sering berpindah-pindah

Postur Kerja yang Dipilih
Pilihan Pertama
Pilihan Kedua
Berdiri
Duduk – Berdiri
Berdiri
Duduk – Berdiri
Berdiri
Duduk – Berdiri
Duduk

Duduk – Berdiri

Duduk
Duduk
Duduk – Berdiri

Duduk – Berdiri
Duduk – Berdiri
Berdiri

Sumber: Martin Helander, 2006, A Guide to Human Factors and Ergonomics, (New York: CRC
Press)

Rekomendasi pada Tabel 3.10 harus digunakan sebagai pendekatan
pertama dalam memahami pilihan utama perancangan. Sebagian besar tugas pada
Tabel 3.10 postur duduk-berdiri adalah pilihan kedua. Tempat kerja duduk-berdiri
telah menjadi umum dalam industri selama sepuluh terakhir tahun. Duduk-berdiri
nyaman untuk banyak tugas, dan ada keuntungan biomekanik karena tekanan pada
tulang belakang dan punggung bawah adalah sekitar 30% lebih rendah untuk
duduk-berdiri dan berdiri dibandingkan dengan duduk.9

9

Martin Helander, A Guide to Human Factors and Ergonomics, (New York: CRC Press, 2006),
hlm. 174.

Universitas Sumatera Utara

3.4.

Penilaian Beban Kerja Fisik Berdasarkan Denyut Nadi Kerja
Sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diteima oleh seseorang

harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif,
maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut.10
Setiap aktivitas pekerjaan memerlukan energi yang dihasilkan dari proses
pembakaran. Berdasarkan hal tersebut maka kebutuhan kalori dapat digunakan
sebagai indikator untuk menentukan besar ringannya beban kerja. Persamaan yang
digunakan dalam menghitung nilai konsumsi energi yaitu:
Y = 1,80411 – 0,0229038x – 4,71711.10-4x2
Menteri Tenaga Kerja melalui Keputusan No. 51 (1999) menurut
kebutuhan kalori untuk menetapkan kategori beban kerja yaitu sebagai berikut
1. Beban kerja ringan : 100-200 Kilo kalori/jam
2. Beban kerja sedang : > 200-350 Kilo kalori/jam
3. Beban kerja berat : > 350 Kilo kalori/jam. 11
Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode utuk
menilai cardiovasculair strain. Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat
ringannya beban kerja mempunyau beberapa keuntungan, yaitu selain mudah,
cepat, sangkil dan mudah serta tidak diperlukan peralatan serta hasilnya cukup
reliabel. Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan
pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan

mekanik, fisika maupun

kimiawi. (Kurniawan, 1995).

10
11

Tarwaka, dkk, op. cit., hlm. 95.
Ibid., hlm. 98.

Universitas Sumatera Utara

Denyut nadi lebih mudah dan dapat digunakan untuk menghitung indeks
beban kerja. Salah satu cara sederhana untuk menghitung denyut nadi adalah
merasakan denyutan pada arteri radialis di pergelanggan tangan.
Denyut nadi mengestimasi indeks beban kerja fisik terdiri dari beberapa
jenis yang didefenisikan oleh Grandjean (1993) sebagai berikut:
1. Denyut nadi istirahat adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai.
2. Denyut nadi kerja adalah rerata denyut nadi selama bekerja.
3. Nadi kerja adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja.
Manuaba dan Vanwonterghem (1996) menentukan klasifikasi beban
kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan
denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load = %
CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Denyut nadi maksimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200umur) untuk wanita.
Hasil perhitungan % CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan
klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut.
1.

< 30 %

= tidak terjadi kelelahan

2.

30 s.d. < 60%

= diperlukan perbaikan

3.

60 s.d. < 80%

= kerja dalam waktu singkat

4.

80 s.d. < 100%

= diperlukan segera perbaikan

5.

> 100%

= tidak diperbolehkan beraktivitas

Universitas Sumatera Utara

Kilbon (1992) mengusulkan bahwa cardiovasculair strain dapat
diestimasi dengan menggunakan denyut nadi pemulihan (heart rate recovery) atau
dikenal dengan metode Brouha. Keuntungan dari metode ini adalah sama sekali
tidak menggangu atau menghentikan pekerjaan karena pengukuran dilakukan
tepat setelah subyek berhenti bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada
akhir 30 detik pada menit pertama, kedua dan ketiga. P1, 2, 3 adalah rerata dari
ketiga nilai tersebut dan dihubungkan dengan total cardiac cost dengan
keuntungan sebagai berikut.
1.

Jika P1-P3 ≥ 10, atau P1, P2 dan P3 < 90, nadi pemulihan normal,

2.

Jika rata-rata P1 ≤ 110, dan P1-P3 ≥ 10, maka beban kerja tidak berlebihan
(not excessive), dan
Jika P1-P3 < 10, dan jika P3 > 90, perlu redesain pekerjaan. 12

3.

3.5.

Quality Function Deployment (QFD)
QFD adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang atau jasa

dengan memahami kebutuhan konsumen kemudian menghubungkannya dengan
karakteristik teknis untuk menghasilkan suatu barang atau jasa pada setiap tahap
pembuatan barang atau jasa yang dihasilkan. Penyebaran fungsi mutu (quality
function deployment) adalah perencanaan yang digunakan untuk membantu bisnis
memusatkan perhatian pada kebutuhan para pelanggan mereka ketika menyusun
spesifikasi desain dan pabrikasi. Manfaat-manfaat utama QFD sebagai berikut:

12

Ibid., hlm. 100-102.

Universitas Sumatera Utara

1. Memusatkan rancangan produk dan jasa baru pada kebutuhan pelanggan.
Memastikan bahwa kebutuhan pelanggan dipahami dan proses desain didorong
oleh kebutuhan pelanggan yang objektif dan teknologi.
2. Mengutamakan kegiatan-kegiatan desain. Hal ini memastikan bahwa proses
desain dipusatkan pada kebutuhan pelanggan yang paling berarti.
3. Menganalisis kinerja produk perusahaan yang utama untuk memenuhi
kebutuhan para pelanggan utama.
4. Dengan memfokuskan pada upaya perancangan, hal tersebut akan mengurangi
lamanya waktu yang diperlukan untuk daur ulang rancangan secara
keseluruhan sehingga dapat mengurangi waktu untuk memasarkan produkproduk baru.
5. Mengurangi banyaknya perubahan desain setelah dikeluarkan dengan
memastikan upaya yang difokuskan pada tahap perancangan.
6. Mendorong terselenggarakannya tim kerja dan menghancurkan rintangan antar
bagian dengan melibatkan pemasaran, rencana teknik, dan fabrikasi sejak awal
proyek.
7. Menyediakan suatu cara untuk membuat dokumentasi proses dan menyediakan
suatu dasar yang kukuh untuk mengambil keputusan rancangan.13
Gambar house of quality yang ditampilkan pada Gambar 3.8.

13

Rosnani Ginting, Perancangan Produk, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 135-137.

Universitas Sumatera Utara

E
Technical Correlations

C
Technical Response
(Technical Requirement)

B
Planning Matrix
A

Customer Needs and Benefits

D

Relationships
- What do the customer requirement mean to the
manufaktur
- Where are the interactions between relationships

- Importance to Customer
- Current Satisfaction Performance
- Competitive Satisfaction Performance
- Goal
- Improvement Ratio
- Sales Point
- Raw Weight
- Normalized Raw Weight

F
Technical Matrix
- Technical Response Priorities
- Competitive Technical Benchmarks
- Technical Targets

Sumber: Lou Cohen, 1995, Quality Function Deployment:How to Make QFD Work for You (USA:
Addison-Wesley Publishing Company)

Gambar 3.8. House of Quality

Tahapan membuat matriks quality function deployment sebagai berikut:
a. Kebutuhan dan keinginan konsumen (customer needs and benefits)
Kebutuhan dan keinginan konsumen dikembangkan menjadi suatu hirarki,
kemudian disusun secara hirarki kebutuhan yang rinci pada tingkat terendah
hingga tingkat yang lebih tinggi. Cara mengetahui kebutuhan dan keinginan
konsumen dapat dilakukan dengan wawancara langsung atau pembagian
kuesioner kepada konsumen (pengguna).

Universitas Sumatera Utara

b. Matriks perencanaan (planning matrix)
Penentuan sasaran atau tujuan produk didasarkan pada interpretasi perancang.
Penetapan tujuan merupakan gabungan antara prioritas-prioritas kebutuhan
konsumen.14
a. Titik jual adalah kontribusi suatu customer need terhadap daya jual
produk/jasa. Untuk penilaian terhadap titik jual terdiri dari:
1

= Titik jual Rendah

1,2 = Titik jual Menengah
1,5 = Titik jual Tinggi
b. Perhitungan bobot

perencanaan

absolut

(raw

wieght) keseluruhan

kepentingan pengembangan setiap kebutuhan konsumen setiap kebutuhan
terhadap suatu atribut fasilitas kerja yang dihitung dengan rumus:
Raw Wieght = Importance to Customer × Improvement Ratio × Sales Point
c. Perhitungan bobot perencanaan relatif (normalized raw wieght) setiap
kebutuhan konsumen terhadap suatu atribut fasilitas kerja yang dihitung
dengan rumus:15
x100%
c. Karakteristik teknis (technical response)
Karakteristik teknis merupakan suatu persyaratan produk atau proses yang
akan dikembangkan.

14

15

Lou Cohen, Quality Function Deployment: How to Make QFD Work for You, (USA: AddisonWesley Publishing Company, 1995), Hlm. 69-71.
Ibid., hlm. 112-117.

Universitas Sumatera Utara

d. Tingkat hubungan antara kebutuhan konsumen dengan karakteristik teknis
Bagian terbesar dari matriks dan menjadi bagian terbesar dari pekerjaan.
Relationship menunjukkan hubungan antara parameter teknik dengan
kebutuhan dan keinginan konsumen yang telah dimodelkan dalam QFD.
e. Tingkat hubungan antar karakteristik teknis Karakteristik teknis (technical
correlations)
Matriks yang bentuknya menyerupai atap (roof) yang digunakan untuk
membantu dalam menentukan desain.
f. Target setting
Informasi hasil perbandingan kinerja persyaratan teknis produk dan target
kinerja persyaratan teknis untuk memberikan prioritas tentang perencanaan
produk lebih lanjut.16
Ukuran kinerja dari house of quality (HoQ) diperoleh berdasarkan tiga aspek
yaitu tingkat kesulitan, tingkat kepentingan dan perkiraan biaya.
a. Penentuan tingkat kesulitan
Tingkat kesulitan ditentukan dari hubungan karakteristik teknis. Perhitungan
dibuat dengan mengartikan semua bobot nilai hubungan kemudian membagi
bobot dari tiap-tiap karaktertistik teknik dengan jumlah bobot tadi.
Selanjutnya, tingkat kesulitan diberikan berdasarkan rentang persentase
yang diperoleh. Tingkat kesulitan dihitung dengan rumusan:
Tingkat Kesulitan =

16

Ibid., hlm. 71-73.

Universitas Sumatera Utara

b. Penentuan derajat kepentingan
Nilai derajat kepentingan dihitung dengan menghitung terlebih dahulu total
bobot untuk masing-masing hubungan antara atribut produk dengan
karakteristik teknis. Selanjutnya, derajat kepentingan dihitung dengan
rumusan:
Derajat Kepentingan =

c. Perkiraan biaya
Dasar dalam penentuan nilai perkiraan biaya adalah faktor tingkat kesulitan.
Kedua variabel ini memiliki hubungan yakni semakin sulit suatu
karakteristik teknik dibuat, akan semakin tinggi pula biaya yang dibutuhkan.
Perkiraan biaya dinyatakan dalam persentase dan dipengaruhi berbagai
pertimbangan dari si perancang sendiri. Perkiraan biaya dihitung dengan
rumusan:
Perkiraan biaya =

3.6.

Antropometri
Secara definitif, antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang

berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya
akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan sebagainya) berat dan lain-lain
yang berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan

Universitas Sumatera Utara

sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi
manusia.17

3.6.1. Aplikasi Data Antropometri dalam Perancangan Produk/Fasilitas
Kerja
Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam
anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya
pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar
rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang
akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam
aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti
diuraikan berikut ini:
1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim
Di sini rancangan produk dibuat agar memenuhi 2 sasaran produk, yaitu:
a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim
dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.
b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas
dari populasi yang ada).
Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan
ditetapkan dengan cara:
a. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk
umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th

17

Sritomo Wignjosoebroto, op. cit., hlm. 60.

Universitas Sumatera Utara

atau 99-th persentil. Contoh konkrit pada kasus ini bisa dilihat pada
penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.
b. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai
persentil yang paling rendah yaitu 1-th, 5-th, 10-th persentil) dari distribusi
data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan dalam penetapan jarak
jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikanoleh seorang
pekerja.
2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan di antar rentang ukuran
tertentu.
Di sini rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel
dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.
Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang
mana dalam hal ini letaknya dapat digeser maju/mundur dari sudut
sandarannya pun dapat berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam
kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka
data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th
sampai 95-th persentil.
3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.
Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia.
Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini juga sedikit sekali mereka yang
berbeda dalam ukuran rata-rata.
Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses
perancangan

produk

ataupun

fasilitas

kerja,

maka

ada

beberapa

Universitas Sumatera Utara

saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah seperti
berikut:
a. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana
yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.
b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut,
dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data
struktural body dimension ataukah functional body dimension.
c. Selanjutnya

tentukan

populasi

terbesar

yang

harus

diantisipasi,

diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk
tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai "market segmentation", seperti
produk mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dll.
d. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan
tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang
fleksibel (adjustable) ataukah ukuran rata-rata.
e. Pilih prosentase populasi yang harus diikuti, 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai
percentile yang lain yang dikehendaki.
f. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya
pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai.
Aplikasi data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila
diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian
yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (glowes), dan
lain-lain.18

18

Ibid, hlm. 67-69.

Universitas Sumatera Utara

3.6.2. Aplikasi Distribusi Normal dalam Penetapan Data Antropometri
Data antropometri jelas diperlukan agar rancangan suatu produk dapat
sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Situasi menjadi berubah jika
lebih banyak lagi produk standar yang harus dibuat untuk dioperasikan oleh
banyak orang. Permasalahan yang timbul adalah ukuran siapakah yang digunakan
sebagai acuan untuk mewakili populasi yang ada, mengingat ukuran individu akan
bervariasi satu dengan populasi yang menjadi target sasaran produk.
Permasalahan adanya variasi ukuran sebenarnya akan lebih mudah diatasi
jika dapat merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan adjustabel dengan
suatu rentang ukuran tertentu. Pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan
untuk prinsip antropometri. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan
mean dan standard deviation dari data yang ada. Gambar 3.9 menjelaskan 95%
dari populasi diambil rentang 2,5 th sampai 97,5 th persentil sebagai batasannya.19

Sumber: Sritomo Wignjosoebroto, 2008, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu (Surabaya: ITS)

Gambar 3.9. Kurva Distribusi Normal dengan Persentil 95-th

Tabel

3.11

menunjukkan

pemakaian

nilai-nilai

persentil

yang

diaplikasikan dalam perhitungan data antropometri.

19

Ibid, hlm. 65-67.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.11. Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal
Persentil
1 st
2,5 th
5 th
10 th
50 th
90 th
95 th
97,5 th
99 th

Perhitungan
- 2,325 σx
- 1,960 σx
- 1,645 σx
- 1,280 σx
+ 1,280 σx
+ 1,645 σx
+ 1,960 σx
+ 2,325 σx

Sumber: Sritomo Wignjosoebroto, 2008, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu (Surabaya: ITS)

3.7.

Metode Sampling
Sampling adalah metode pengumpulan data yang sangat populer karena

manfaat yang besar dalam penghematan sumber daya waktu dan biaya dalam
kegiatan pengumpulan data. Berikut berbagai metode sampling yang umum
digunakan dalam penelitian:
1. Probability Sampling
a. Simple Random Sampling
b. Systematic Sampling
c. Stratified Random Sampling
d. Cluster Sampling
e. Area Sampling
2. Nonprobability Sampling
a. Convenience Sampling
b. Purposive Sampling
Individu atau kelompok yang karena pengetahuan, pengalaman, jabatan, dan
lainnya yang dimiliki perlu dijadikan sumber informasi sebagai responden

Universitas Sumatera Utara

tanpa melalui proses seleksi secara random, biasanya jumlah responden
sangat terbatas.
c. Judgment Sampling
d. Quota Sampling
e. Snowball Sampling
f. Acceptance Sampling20
g. Total Sampling21
Tidak semua penelitian menggunakan sampel sebagai sasaran penelitian
pada penelitian tertentu (skala kecil) yang memerlukan beberapa orang
sebagai objek penelitian, ataupun beberapa penelitian kuantitatif yang
dilakukan terhadap objek atau populasi kecil, biasanya penggunaan sampel
penelitian tidak perlu. Hal terebut karena keseluruhan objek dalam
penelitian dapat dijangkau oleh peneliti. Dalam istilah penelitian kuantitatif,
objek penelitian yang kecil ini disebut sebagai sampel total, yaitu
keseluruhan populasi merangkap sebagai sampel penelitian.

3.8.

Kuesioner
Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis untuk memperoleh

informasi dari responden. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah memperoleh
informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Syarat utama pengisian
kuesioner adalah pertanyaan yang jelas dan mengarah ke tujuan.
Komponen inti dari sebuah kuesioner, yaitu:

20
21

Sukaria Sinulingga, Metode Penelitian (Medan: USU Press, 2014), hlm. 189,193-204.
Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kuatitatif (Jakarta: 2005), hlm. 101.

Universitas Sumatera Utara

1. Subjek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian.
2. Ajakan, yaitu permohonan dari peneliti untuk turut serta mengisi secara aktif
dan objektif pertayaan maupun pernyataan yang tersedia.
3. Petunjuk pengiisian kuisioner, dimana petunjuk yang tersedia harus mudah
dimengerti.
4. Pertanyaan maupun pernyataan beserta tempat pengisian jawaban, baik secara
tertutup, semi tertutup, maupun terbuka.22
Perancangan kuesioner yang baik perlu dipahami prinsip-prinsip yang
terkait dengan cara penulisan pertanyaan (wording of quetions), cara pengukuran
yaitu mengkatagorikan, membuat skala dan mengkodekan (catagorized, scaled
and coded) jawaban dari responden dan kerapian (general appearance) kuesioner
tersebut.23

3.9.

Pengujian Validitas
Cara-cara yang umum digunakan untuk menguji validitas instrumen ialah

melalui analisis korelasi (correlational analysis), analisis faktor (factor analysis),
dan multitrait. Analisis korelasi sangat sesuai digunakan untuk menguji validitas
serempak dan prediktif ataupun validitas konvergen dan diskriminan. Analisis
korelasi dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment yang
dikembangkan oleh pearson, yaitu:
rxy 

22
23

N  XY  ( X )( Y )

N  X

2



 ( X ) 2 N  Y 2  ( Y ) 2



Rosnani Ginting, op. cit., hlm. 67-68.
Sukaria Sinulingga, op. cit., hlm. 179.

Universitas Sumatera Utara

Dimana: rxy = koefisien korelasi antara x dan y
xi = skor variabel x
yi = skor variabel y
Peneliti perlu membuktikan bahwa setiap butir pertanyaan yang
ditampilkan dalam kuesioner adalah valid sehingga tidak menimbulkan
disturbance antara sesama pertanyaan. Hasil perhitungan koefisien korelasi skor
antar masing-masing butir dan skor total kemudian dibandingkan dengan r kritis.
Jika r hitung > r kritis maka butir pertanyaan bersangkutan dapat dinyatakan valid.
Jika validitas instrumen telah diuji maka dilanjutkan dengan pengujian
reliabilitas.24

3.10.

Pengujian Reliabilitas
Koefisien alpha cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas

instrumen yang pertanyaannya menggunakan skor dalam rentangan tertentu.
Rumus yang digunakan dalam menghitung koefisien alpha cronbach yaitu:

Dimana:

r11 = reliabilitas instrumen (Koefisien Alpha Cronbach)
k = jumlah butir pertanyaan dalam instrumen
= jumlah varians butir-butir pertanyaan
= varians total

24

Ibid., hlm. 229 & 239.

Universitas Sumatera Utara

Instrumen pengumpulan data dikatakan reliabel atau diindikasikan
memiliki reliabilitas tinggi apabila uji tersebut memberikan koefisien lebih besar
dari r kritis.25

3.11.

Pengujian Keseragaman dan Kecukupan Data
Uji keseragaman data dilakukan berdasarkan hasil dari perhitungan Batas

Kelas Atas dan Batas Kelas Bawah. Apabila terdapat data ekstrim atau data yang
keluar dari batas kontrol, maka data tersebut tidak dipergunakan dalam
perhitungan. Setelah itu dihitung lagi kecukupan datanya dan dibuat BKA dan
BKB sampai tidak ada data yang keluar dari batas yang telah ditetapkan. Analisis
ini bertujuan untuk mengetahui cukup atau tidaknya data observasi yang telah
dikumpulkan.26
Pengujian keseragaman data ini dilakukan untuk tingkat keyakinan
menunjukan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi
syarat

dalam

penelitian.

Langkah-langkah

dalam

melakukan

pengujian

keseragaman data yaitu menghiitung harga rata-rata, hitung standard deviasi,
menentukan batas kontrol atas dan kontrol batas bawah dengan:
BKA  X  k s
BKB  X  k s

Dimana: BKA = Batas Kontrol Atas
BKB = Batas Kontrol Bawah
k
25
26

x = Rata-rata pengukuran
s = Standar deviasi

= Tingkat kepercayaan

Ibid., hlm. 251.
Agung Kristanto dan Adityana Noor Prabowo, Perancangan Mesin Pilin Besi Profil Kotak
yang Ergonomis untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja (Studi Kasus UKM Restu)
(Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan, 2015).

Universitas Sumatera Utara

Uji kecukupan data digunakan untuk menentukan bahwa jumlah sampel
data yang diambil telah cukup untuk proses inverensi ataupun pengolahan data
pada proses selanjutnya. Rumus yang digunakan sebagai berikut:27

k

N'  d



N  X   X 
2

X

2







2

Dimana : N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang diperlukan
N

= Jumlah pengamatan aktual yang dilakukan

Xi = Data pengamatan (hasil pengukuran)
k

= Tingkat kepercayaan

d

= Tingkat ketelitian dalam bentuk persen (%)

Jika N (jumlah data yang telah diperoleh) lebih kecil jumlahnya
dibandingkan dengan jumlah data yang dibutuhkan (N’) berarti data tidak cukup
sehingga diperlukan penambahan data sebanyak N’-N buah. Sebaliknya apabila N
lebih besar daripada N’ berarti data telah cukup.

3.12. Frekuensi Getaran
Suatu prosedur desain yang disediakan untuk menentukan kriteria
penerimaan manusia akibat getaran, bervariasi sesuai dengan bahan yang
digunakan dalam konstruksi. Murray, et al (1997), mengusulkan batas kriteria
sesuai dengan strandar ISO 2361-1/2. Batasan ini menunjukkan bahwa toleransi
manusia untuk getaran sangat tergantung pada lingkungan.
27

Lendy Yefta Moata, dkk, Analisis Beban Kerja Tenaga Bangunan dalam Pembangunan Rumah
Tipe “X” Perumahan Alam Sutra Tangerang (Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik
Mesin XIV (SNTTM XIV), 2015).

Universitas Sumatera Utara

Istilah yang digunakan dalam konsep getaran salah satunya adalah periode.
Periode adalah waktu yang diperlukan untuk bergetar selama satu kali sedangkan
frekuensi adalah kebalikan dari periode yaitu jumlah getaran dalam satu unit
waktu. Rumus yang digunakan untuk mengetahui frekuensi getaran adalah
f = n/t 28

28

Firnimus Konstantinus Bhara, Analisis Respons Getaran Lantai Fleksibel Akibat Aktivitas
Manusia (UAJY, 2014).

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1.

Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan pada PT. Growth Sumatra Industry yang

berlokasi di Jalan K. L. Yos Sudarso Km.10 Kawasan Industri Medan, Mabar,
Medan Deli, 20242, Sumatera Utara, Indonesia. Waktu penelitian dilakukan pada
bulan Juli 2016 sampai selesai.

4.2.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif (description

research) yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan
akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek. Penelitian ini juga disebut
penelitian survei karena data-data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara
yang didukung kuesioner dan diisi oleh para responden dari objek penelitian.29

4.3.

Objek Penelitian
Objek yang diteliti adalah pekerja dengan aktivitas penakaran pada gudang

bahan penolong PT. Growth Sumatra Industry.

4.4.

Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

29

Sukaria Sinulingga, Metode Penelitian (Medan: USU Press, 2014), hlm. 31.

Universitas Sumatera Utara

1. Keluhan bagian tubuh pekerja
Pembobotan

keluhan

tubuh

pekerja

menggunakan

standard

nordic

questionnaire.
2. Beban kerja
Kategori beban kerja diidentifikasi melalui denyut nadi.
3. Level tindakan postur kerja dengan rapid entire body assesment
Penilaian level risiko kerja terhadap aktivitas pekerja sebagai pertimbangan
postur kerja dalam perancangan fasilitas kerja.
4. Atribut perancangan fasilitas kerja
Penentuan atribut (kebutuhan) perancangan fasilitas melalui kuesioner yang
diisi pekerja yang akan menggunakan fasilitas kerja berdasarkan quality
function deployment.
5. Dimensi tubuh pekerja
Pengukuran tubuh pekerja yang dijadikan dasar ukuran perancangan fasilitas
kerja agar terjadi kesesuaian dimensi fasilitas kerja dengan pekerja.

4.5.

Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan jaringan asosiasi yang disusun, dijelaskan

secara logis antarvariabel yang dianggap relevan pada situasi masalah dan
diidentifikasi melalui proses seperti wawancara, pengamatan, dan studi literatur.
Kerangka berpikir penelitian ini yang ditampilkan pada Gambar 4.1.

Universitas Sumatera Utara

Keluhan bagian
tubuh
Beban kerja
Perancangan Fasilitas Kerja
yang Ergonomis

Postur kerja
Atribut
perancangan
fasilitas kerja
Dimensi tubuh

- Penilaian keluhan bagian tubuh dengan
standard nordic questionaire
- Beban kerja melalui denyut nadi
- Postur kerja dengan REBA
- Perancangan fasilitas kerja dengan
metode quality function deployment
- Pengukuran dimensi tubuh dengan
prinsip antropometri

Gambar 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian

4.6.

Instrumen Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Standard nordic questionaire untuk mengumpulkan informasi awal mengenai
keluhan bagian tubuh yang dialami oleh pekerja.
2. Kuisioner terbuka dan tertutup untuk mengidentifikasi atribut fasilitas kerja yang
akan dirancang, dimana variabel untuk kuesioner tertutup diperoleh dari hasil
kuesioner terbuka.
3. Human Body Martin untuk mengukur tubuh pekerja data antropometri.
4. Stopwatch untuk mengukur waktu terhadap denyut nadi sebelum dan sesudah
bekerja.

5. Kamera digital untuk dokumentasi aktivitas penakaran bahan penolong.
6. Lembaran dan alat tulis pengamatan untuk mencatat setiap pengamatan.

Universitas Sumatera Utara

4.7.

Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan anggota atau kelompok yang membentuk

objek yang dikenakan investigasi oleh peneliti. Populasi penelitian ini adalah
keseluruhan pekerja dengan aktivitas penakaran pada gudang bahan penolong
PT. Growth Sumatra Industry.
Sampel adalah subset (sebagian) dari populasi yang terdiri dari sejumlah
elemen dari populasi ditarik (diambil) dari keseluruhan objek yang diteliti. Teknik
sampling penelitian ini untuk kuesioner SNQ, kuesioner terbuka dan tertutup,
serta data antropometri adalah total sampling. Sampel yang diambil adalah
seluruh populasi pekerja dengan aktivitas penakaran pada gudang bahan
penolong. Jumlah objek penelitian yang kecil sehingga dilakukan pengambilan
sampel dengan cara total.

4.8.

Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yang diawali dengan

melakukan identifikasi masalah hingga menghasilkan kesimpulan. Tahapantahapan tersebut meliputi:
1. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah pertama untuk mengetahui kondisi
awal perusahaan, proses produksi, dan studi literatur tentang metode
pemecahan masalah dari jurnal internet dan teori pendukung lainnya.

Universitas Sumatera Utara

2. Perumusan masalah
Perumusan masalah menjelaskan secara singkat dan detail tentang masalah
yang akan dicari pemecahan masalahnya. Masalah yang terjadi adalah keluhan
sakit dari pekerja, beban kerja, penggunaan fasilitas kerja yang masih
sederhana dan tidak ergonomis, pengerjaan secara manual yang dominan
menggunakan otot tubuh secara berulang-ulang.
3. Penetapan tujuan
Penetapan tujuan penelitian sebagai acuan mengarahkan dan menentukan
tujuan penelitian, yaitu mengidentifikasi keluhan dari pekerja, beban kerja,
level risiko postur dalam melakukan aktivitas, mengidentifikasi atribut
kebutuhan pengguna fasilitas kerja yang dirancang menggunakan quality
function deployment, mengidentifikasi dimensi tubuh pengguna dan ukuran
fasilitas kerja yang sesuai prinsip antropometri untuk mendapatkan rancangan
fasilitas kerja yang ergonomis.
4. Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data
sekunder.
5. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan setelah data primer dan sekunder dikumpulkan
kemudian diolah mengikuti tahapan-tahapan berdasarkan studi literatur.
6. Analisa terhadap hasil pengolahan data.
7. Kesimpulan dan saran diberikan untuk penelitian.
Block diagram tahapan penelitian yang ditampilkan pada Gambar 4.2.

Universitas Sumatera Utara

Mulai

Studi Lapangan
Proses Produksi
Kondisi Gudang Bahan Penolong

Studi Kepustakaan
Jurnal Internet
Teori Pendukung

Perumusan Masalah
Keluhan sakit dari pekerja, beban kerja, penggunaan fasilitas
kerja yang masih sederhana dan tidak ergonomis saat
melaksanakan aktivitas penakaran bahan penolong

Penetapan Tujuan
1. Mengidentifikasi keluhan dari pekerja.
2. Mengidentifikasi kategori beban kerja berdasarkan denyut nadi.
3. Mengidentifikasi level risiko sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan.
4. Mengidentifikasi atribut kebutuhan pengguna fasilitas kerja yang
dirancang menggunakan quality function deployment.
5. Mengidentifikasi dimensi tubuh pengguna dan ukuran fasilitas kerja
yang sesuai prinsip antropometri.

Pengumpulan Data Primer
Keluhan pekerja
Denyut nadi pekerja
Postur kerja
Atribut perancangan fasilitas kerja
Data antropometri

Pengumpulan Data Sekunder
Data umum perusahaan
Data uraian proses produksi
Data struktur organisasi perusahaan
Data antropometri Lab E&PSK FT USU

Pengolahan Data
1. Modus keluhan
2. Penilaian beban kerja
3. Penentuan level risiko sikap tubuh kerja
4. Uji validitas dan realibilitas kuesioner dan house of quality fasilitas kerja
5. Penentuan perancangan dengan prinsip antropometri
Analisa Pemecahan Masalah
Analisa terhadap Hasil Perancangan Fasilitas Kerja

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 4.2. Block Diagram Tahapan Penelitian

Universitas Sumatera Utara

4.9.

Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran
secara langsung di lapangan, yaitu:
a. Data keluhan diperoleh dengan standard nordic questionaire. Tahapan
mengidentifikasi keluhan bagian tubuh pekerja sebagai berikut:
i. Mengisi data diri pekerja: nama, usia, jenis kelamin, lama jam kerja.
ii. Menandai bagian-bagian tubuh yang dikeluhkan pekerja: mulai dari leher

hingga kaki.
b. Data denyut nadi pekerja. Denyut nadi yang diukur adalah denyut nadi
istirahat dan denyut nadi setelah bekerja. Denyut nadi pekerja diukur dengan
bantuan stopwatch.
c. Data postur tubuh kerja. Pengamatan postur kerja aktual dilakukan dengan
pengamatan langsung dan bantuan foto maupun video.
d. Data atribut perancangan fasilitas kerja yang diinginkan pekerja, diperoleh
melalui:
i. Kuesioner terbuka

Kuesioner yang memberi kesempatan luas kepada responden untuk
memberikan jawaban yang diinginkan dan diisi oleh pekerja gudang
bahan penolong untuk penggunaan fasilitas kerja.

Universitas Sumatera Utara

ii. Kuesioner tertutup
Kuesioner yang menyediakan alternatif tingkat kepentingan jawaban
terhadap setiap pertanyaan yang diajukan. Responden diberi kebebasan
untuk memilih alternatif yang dianggap sesuai dengan pengetahuan oleh
pekerja gudang bahan penolong untuk penggunaan fasilitas kerja.
e. Data antropometri diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap tubuh
pekerja gudang bahan penolong dengan alat human body martin.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur dan refrensi
yang berhubungan dengan masalah yang dibahas yakni dari dokumentasi
perusahaan yaitu:
a. Data umum perusahaan
b. Uraian proses produksi
c. Struktur organisasi perusahaan
d. Data antropometri Lab Ergonomi & Perancangan Sistem Kerja USU

4.10. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari pengumpulan data, selanjutnya diolah untuk
mendapatkan perancangan fasilitas kerja yang ergonomis. Alur pengolahan data
pada penelitian ini ditampilkan pada Gambar 4.3.

Universitas Sumatera Utara

Mulai
- Keluhan bagian tubuh
- Denyut nadi
- Postur kerja
- Atribut perancangan
- Dimensi tubuh
Persentase keluhan muskuluskeletal
duduk dan berdiri
Denyut nadi

Postur kerja

Duduk
Secepatnya perubahan
beban kerja Berat

Berdiri
Mungkin perubahan
beban kerja Sedang

beban kerja
Berat
No
Yes
Dihilangkan (eliminated)
- Perancangan fasilitas kerja dengan metode
quality function deployment
- Penentuan dimensi tubuh dengan prinsip antropometri
Perancangan Fasilitas Kerja yang Ergonomis
Selesai

Gambar 4.3. Alur Pengolahan Data

Pengolahan data tersebut dilakukan dengan tahapan berikut:
1. Penentuan persentase keluhan
Tahapan pemberian bobot nilai, yaitu tidak ada keluhan (tidak sakit) diberikan
nilai 0, keluhan agak sakit diberikan nilai 1, keluhan sakit diberikan nilai 2,
keluhan sangat sakit diberikan nilai 3.
Perhitungan persentase keluhan pekerja pada masing-masing bagian otot tubuh
pekerja tersebut. Persentase keluhan dapat dihitung sebagai berikut:
% Keluhan =

x 100%

Universitas Sumatera Utara

2. Penilaian beban kerja berdasarkan denyut nadi pekerja
Beban kerja dinilai untuk menentukan berat, sedang atau ringan suatu
pekerjaan yang dilakukan. Oleh karena itu, dapat diketahui beban kerja yang
dapat dipertahankan pekerja terhadap rancangan fasilitas kerja ergonomis.
Tahapan pengkategorian beban kerja dengan cara:
a. Menekan denyut nadi pekerja yang dihasilkan selama 1 menit.
b. Denyut nadi pekerja dihitung saat sebelum bekerja (Denyut Nadi Istirahat)
dilanjutkan mengukur denyut nadi sesudah kerja (Denyut Nadi Kerja).
c. Pengkategorian beban kerja dengan menghitung konsumsi energi dan
cardiovasculerload (%CVL).
3. Penentuan level tindakan postur kerja
Penilaian akhir (skor) REBA dihasilkan untuk mengetahui level tindakan
perbaikan postur kerja. Tingkat risiko kerja terhadap suatu pekerjaan diketahui
sebagai analisa pertimbangan postur kerja dalam rancangan fasilitas kerja
ergonomis.
Tahapan penentuan level tindakan postur kerja, yaitu:
a. Pengamatan langsung di lapangan dan dokumentasi berupa gambar postur.
b. Penilaian terhadap tubuh bagian kanan dan kiri menggunakan lembar
penilaian REBA Employee Assessment Worksheet.
4. Membuat house of quality fasilitas kerja
Tahapan pertama dilakukan pengujian validitas dan realibilitas kuesioner.
Tahapan kedua menggambar house of quality fasilitas kerja.
Pengujian validitas dan realibilitas kuesioner dengan cara:

Universitas Sumatera Utara

a. Uji analisis korelasi, sangat sesuai digunakan untuk menguji validitas
dengan menggunakan rumus korelasi product moment yang dikembangkan
oleh pearson, yaitu:

Dimana: rxy = koefisien korelasi antara x dan y
xi = skor variabel independen x
yi = skor variabel independen y
Uji koefisien alpha cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas
instrumen yang pertanyaannya menggunakan skor dalam rentangan tertentu.
Rumus yang digunakan dalam menghitung koefisien alpha cronbach yaitu:

Dimana: r11 = reliabilitas instrumen (Koefisien Alpha Cronbach)
k = jumlah butir pertanyaan dalam instrumen

= jumlah varians butir-butir pertanyaan
= varians total
b. Hasil perhitungan analisa korelasi dan koefisien alpha cronbach ditabulasi.
c. Dibandingkan antara r hitung dan r kritis. Nilai r hitung yang dihasilkan > r
kritis, maka data dinyatakan valid dan reliabel.
Tahapan perhitungan uji validitas dan realibilitas kuesioner yang ditampilkan
pada Gambar 4.4.

Universitas Sumatera Utara

Uji analisis korelasi dan uji koefisien
alpha cronbach

Hasil perhitungan korelasi dan
koefisien alpha cronbach ditabulasi

Dibandingkan antara r hitung dan r
kritis

Gambar 4.4. Block Diag

Dokumen yang terkait

Perancangan Fasilitas Kerja Menggunakan Metode QFD (Quality Function Deployment) Dengan Pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) Dan Memperhatikan Prinsip Ergonomi Di PT. Carsurindo

7 83 212

Perancangan Fasilitas Kerja yang Ergonomis Dengan Menggunakan Metode Fuzzy Quality Function Deployment (QFD) pada Industri Keripik Ubi

6 104 284

Perancangan Fasilitas Kerja Yang Ergonomis Dengan Menggunakan Metode Quality Function Deployment Pada UD. M. Irfan Shoes

2 66 274

Perancangan Fasilitas Kerja Yang Ergonomis Dengan Menggunakan Metode Fuzzy Quality Function Deployment (QFD) Pada Industri Keripik Ubi

5 51 284

Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Menggunakan Metode Quality Function Deployment pada Gudang Bahan Penolong PT. Growth Sumatra Industry

0 0 24

Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Menggunakan Metode Quality Function Deployment pada Gudang Bahan Penolong PT. Growth Sumatra Industry

0 0 1

Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Menggunakan Metode Quality Function Deployment pada Gudang Bahan Penolong PT. Growth Sumatra Industry

0 0 7

Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Menggunakan Metode Quality Function Deployment pada Gudang Bahan Penolong PT. Growth Sumatra Industry

0 0 20

Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Menggunakan Metode Quality Function Deployment pada Gudang Bahan Penolong PT. Growth Sumatra Industry

0 0 2

Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Menggunakan Metode Quality Function Deployment pada Gudang Bahan Penolong PT. Growth Sumatra Industry

1 1 14