Perancangan Fasilitas Kerja Yang Ergonomis Dengan Menggunakan Metode Quality Function Deployment Pada UD. M. Irfan Shoes

(1)

PERANCANGAN FASILITAS KERJA YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

(QFD) PADA UD. M. IRFAN SHOES

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

MARWAN LUBIS NIM. 060403022


(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pertama-tama penulis ucapkan, selain puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta segala nikmat-Nya terutama nikmat kesehatan dan kesempatan untuk berkarya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini. Tugas Sarjana merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Teknik Industri untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.

Penulis melaksanakan Tugas Sarjana di UD. M. Irfan Shoes yang bergerak di bidang pembuatan sepatu. Tugas Sarjana ini berjudul “Perancangan Fasilitas Kerja Yang Ergonomis Dengan Menggunakan Metode Quality Function

Deployment Pada UD. M. Irfan Shoes.”

Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Sarjana ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis selalu terbuka untuk saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan tulisan ini ke depan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Medan, Desember 2010


(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam penulisan Tugas Sarjana ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Aulia Ishak, S.T., M.T. selaku koordinator Tugas Akhir Departemen Teknik Industri USU.

3. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT., selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ir. Anizar, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing II dalam pelaksanaan Tugas Akhir yang telah memberikan banyak pengajaran baru bagi penulis dan memberikan motivasi yang sangat berharga.

4. Bapak Ir. Danci Sukatendel, selaku Kepala Laboratorium Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan atas bimbingan, pengarahan, dan motivasi yang telah diberikan yang sangat berharga kepada penulis.

5. Bapak Ir. Sugih Arto Pujangkoro, M.M, selaku dosen wali penulis, yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penulis mengikuti perkuliahan. 6. Ibunda (Alm) tercinta dan Ayahanda tercinta serta saudara-saudara penulis

yang telah mendukung penulis dalam doa dan semangat.

7. Bapak Zul selaku pemilik UD. M. Irfan Shoes yang telah bersedia mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Perusahaan tersebut.


(7)

8. Bang Mijo, Kak Dina, Kak Ani, Bang Ridho, Bang Nurmansyah, atas bantuan dan tenaga yang telah diberikan dalam memperlancar penyelesaian Tugas Sarjana ini.

9. Ayunda Sabrina, S.PdI, atas semangat, motivasi, serta kesabaran dan pengertiannya menemani penulis dalam keadaan susah dan senang dalam penyusunan Tugas Sarjana ini.

10. Sahabatku (Eko, Joko, Arif, Fandy, Zuhri) atas dukungan dan masukan yang telah diberikan dalam penyusunan Tugas Sarjana ini.

11.Rekan seperjuangan di Laboratorium Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan (Andi Veriko, Astrina Kaban, Hela, Damayanti, Viva, Suwandi, Elise, Mastora, Andrico, Erwin) atas masukan yang membantu penulis dalam menyalesaikan Tugas Sarjana ini.

12.Teman-teman Teknik Industri stambuk 2006, dan seluruh senior dan junior yang mendukung dan memberi semangat kepada penulis.

13.Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,

Semoga segala amal baik mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Semoga Tugas Sarjana ini bermanfaat bagi kita semua.


(8)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

ABSTRAK ... xxiv

I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang Masalah ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-4 1.4. Batasan dan Asumsi Penelitian ... I-4 1.5. Manfaat Penelitian ... I-5 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-6

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-2 2.3.1. Struktur Organisasi ... II-2 2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-3 2.3.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-5 2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas ... II-5 2.4. Proses Produksi ... II-6 2.4.1. Bahan Baku ... II-6 2.4.2. Bahan Tambahan ... II-7 2.4.3. Bahan Penolong ... II-7 2.4.4. Uraian Proses Produksi... II-7 2.5. Mesin dan Peralatan ... II-11

III LANDASAN TEORI

3.1. Ergonomi ... III-1 3.2. Keluhan Muskuloskeletal ... III-2


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.4.1. Tiga Prinsip Dalam Penggunaan Data Anthropometri ... III-14 3.4.2. Penggunaan Distribusi Normal dan Perhitungan

Persentil ... III-18 3.4.3. Alat Ukur Tubuh “Martin” Model YM-1 ... III-20 3.5. Peta Tangan Kiri Dan Tangan Kanan ... III-22 3.6. Pengukuran Waktu dengan Stop Watch ... III-24 3.7. QFD (Quality Function Deployment) ... III-26 3.8. Dasar-dasar Sampling ... III-30 3.8.1. Populasi ... III-30 3.8.2. Unit Sampel ... III-31 3.8.3. Teknik Penarikan Sampel ... III-31 3.8.4. Ukuran Sampel ... III-35 3.9. Pembuatan Kuesioner ... III-36 3.10. Uji Reliabilitas dan Uji Validitas... III-38 3.10.1. Uji Reliabilitas ... III-38 3.10.2. Uji Validitas ... III-39

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Rancangan Penelitian ... IV-1


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Kerangka Konsep ... IV-2 4.5. Identifikasi Variabel Penelitian ... IV-2 4.6. Populasi dan Sampel Penelitian... IV-3 4.6.1. Populasi ... IV-3 4.6.2. Sampel ... IV-3 4.7. Teknik Sampling yang Digunakan ... IV-3 4.8. Sumber Data ... IV-4 4.9. Instrumen Penelitian ... IV-4 4.10. Metode Pengumpulan Data ... IV-5 4.11. Prosedur Penelitian ... IV-6 4.12. Pengolahan Data ... IV-7

4.12.1. Penentuan Modus Keluhan Berdasarkan Kuisioner

SNQ ... IV-8 4.12.2. Penilaian Postur Kerja dengan Metode RULA ... IV-10 4.12.3. Pengukuran Waktu Proses Kerja... IV-10


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

4.11. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-13 4.12. Kesimpulan dan Saran ... IV-15

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Keluhan Musculoskeletal ... V-1 5.1.2. Data Postur Kerja Operator Bagian Perakitan ... V-3 5.1.3. Data Waktu Operasi Aktual Proses Perakitan ... V-7 5.1.4. Data Dimensi Tubuh Operator ... V-11 5.1.5. Data Kuisioner ... V-11 5.1.5.1. Pengumpulan Data Kuesioner Terbuka ... V-11 5.1.5.2. Pengumpulan Data Kuesioner Tertutup ... V-14 5.2. Pengolahan Data ... V-17

5.2.1. Penentuan Modus Keluhan Berdasarkan Kuisioner

SNQ ... V-17 5.2.1.1. Perhitungan Persentase Keluhan Bagian Tubuh V-17 5.2.1.2. Penentuan Modus Kuisioner SNQ ... V-18 5.2.2. Penilaian Postur Kerja dengan Metode RULA ... V-18 5.2.2.1. Pemberian Skor Postur ... V-18 5.2.2.2. Kalkulasi Skor RULA ... V-20


(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.2.2.3. Konfirmasi Level Tindakan ... V-22 5.2.3. Pengukuran Waktu Proses Kerja... V-23

5.2.3.1. Perhitungan Waktu Rata-Rata ... V-23 5.2.3.2. Uji Keseragaman Data ... V-23 5.2.3.3. Uji Kecukupan Data ... V-25 5.2.3.4. Perhitungan Waktu Standar ... V-26 5.2.4. Perhitungan Data Anthropometri ... V-30

5.2.4.1. Penentuan Nilai Rata-rata, Standar Deviasi,

Minimum dan Maksimum ... V-30 5.2.4.2. Uji Keseragaman Data Anthropometri ... V-32 5.2.4.3. Uji Kenormalan Data Anthropometri ... V-34 5.2.4.4. Perhitungan Persentil ... V-41 5.2.4.5. Prinsip Perancangan Data Anthropometri ... V-42 5.2.5. Uji Statistik Kuesioner Tertutup ... V-48

5.2.5.1. Penentuan Hipotesis Awal, Taraf Signifikansi,


(14)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 5.2.6.1. Klarifikasi Tujuan ... V-57 5.2.6.2. Penetapan Fungsi ... V-65 5.2.6.3. Penyusunan Kebutuhan ... V-72 5.2.6.4. Penentuan Karakteristik... V-75

VI ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Tingkat Keluhan Musculoskeletal ... VI-1 6.2. Analisis Postur Kerja Aktual ... VI-2 6.3. Analisis Data Anthropometri... VI-5 6.4. Analisis Metode Perancangan QFD ... VI-6 6.5. Hasil Akhir Rancangan Fasilitas Kerja ... VI-11 6.6. Perbandingan Fasilitas Kerja Aktual Dengan Fasilitas Kerja

Usulan ... VI-14 6.7. Perbandingan Metode Kerja Aktual Dengan Metode Kerja

Usulan ... VI-15 6.8. Perbandingan Elemen Gerakan Aktual Dengan Elemen Gerakan

Usulan ... VI-17 6.9. Analisis Postur Kerja Berdasarkan Metode Kerja Usulan ... VI-20


(15)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 6.10. Perbandingan Postur Kerja Aktual Dengan Postur Kerja

Usulan ... VI-25 6.11. Analisis Ergonomi Terhadap Fasilitas Kerja Usulan ... VI-27 6.12. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan Metode Kerja Usulan ... VI-28 6.13. Estimasi Biaya Perancangan ... VI-31

VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-4

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Mesin dan Peralatan Produksi ... II-11 3.1. Skor Lengan Atas RULA ... III-9 3.2. Skor Lengan Bawah RULA ... III-9 3.3 Skor Pergelangan Tangan RULA ... III-10 3.4. Skor Leher RULA ... III-11 3.5. Skor Punggung RULA ... III-11 3.6. Skor Kaki RULA ... III-12 3.7. Kategori Tindakan RULA ... III-12 3.8. Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal .. III-19 3.9. Pembagian Elemen Gerakan ... III-23 5.1. Data Hasil Rekapitulasi Bobot Standard Nordic Questionnaire ... V-2 5.2. Postur Kerja Aktual Proses Perakitan ... V-4 5.3. Hasil Pengukuran Data Waktu Proses ... V-10 5.4. Dimensi Tubuh Operator pada UD. M. Irfan Shoes ... V-11 5.5. Rekapitulai Kuesioner Terbuka Kursi Kerja ... V-12 5.6. Rekapitulai Kuesioner Terbuka Penjepit Benda Kerja ... V-13 5.7. Rekapitulai Kuesioner Tertutup Untuk Tingkat Kepentingan

Atribut Kursi Kerja ... V-14 5.8. Rekapitulai Kuesioner Tertutup Untuk Tingkat Kepuasan


(17)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.9. Rekapitulai Kuesioner Tertutup Untuk Tingkat Kepentingan

Atribut Penjepit Benda Kerja ... V-15 5.10. Rekapitulai Kuesioner Tertutup Untuk Tingkat Kepuasan Atribut

Penjepit Benda Kerja ... V-16 5.11. Penentuan Skor Elemen Kerja Mengambil Pooring ... V-19 5.12. Perhitungan Grup A Gerakan Mengambil Pooring ... V-20 5.13. Perhitungan Grup B Gerakan Mengambil Pooring ... V-21 5.14. Perhitungan Total Gerakan Mengambil Pooring ... V-21 5.15. Level Tindakan RULA Gerakan Mengambil Pooring ... V-22 5.16. Rekapitulasi Penilaian Postur Kerja untuk Masing-masing

Elemen Gerakan ... V-22 5.17. Rating Factor Operator ... V-27 5.18. Allowance Operator ... V-29

5.19. Hasil Perhitungan X,σ, Xmin dan Xmax pada Dimensi

Anthropometri ... V-31 5.20. Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data Anthropometri ... V-33


(18)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.23. Hasil Perhitungan Uji Kolmogorof-Smirnov pada Dimensi

Tinggi Popliteal ... V-37 5.24. Hasil Perhitungan Uji Kolmogorof-Smirnov pada Dimensi

Pantat Politeal ... V-37 5.25. Hasil Perhitungan Uji Kolmogorof-Smirnov pada Dimensi

Lebar Panggul ... V-38 5.26. Hasil Perhitungan Uji Kolmogorof-Smirnov pada Lebar Bahu ... V-38 5.27. Hasil Perhitungan Uji Kolmogorof-Smirnov pada Lebar Telapak

Tangan ... V-39 5.28. Hasil Perhitungan Uji Kolmogorof-Smirnov pada Diameter

Genggaman Tangan ... V-39 5.29. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Test ... V-40 5.30. Perhitungan Persentil ke-5, 50, dan 95 untuk Seluruh Dimensi

Anthropometri ... V-42 5.31. Rekapitulasi untuk Atribut “Bentuk Alas Kursi Kerja” ... V-49 5.32. Hasil Perhitungan Uji Validitas untuk Tingkat Kepentingan Atribut

Produk Kursi Kerja... V-50 5.33. Hasil Perhitungan Uji Validitas untuk Tingkat Kepentingan Atribut

Produk Penjepit Benda Kerja ... V-51 5.34. Skor Jawaban untuk Setiap Pertanyaan ... V-53


(19)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.35 Pengelompokan Item Berdasarkan No. Item ganjil dan No. Item

Genap ... V-53 5.36. Skor Jawaban untuk setiap Item/Pertanyaan ... V-55 5.37. Pengelompokan Item Berdasarkan No. Item ganjil dan No. Item

Genap ... V-55 5.38. Spesifikasi Produk Kursi Kerja ... V-75 5.39. Spesifikasi Produk Penjepit Benda Kerja ... V-75 5.40. Modus Atribut Kursi Kerja ... V-77 5.41. Modus Atribut Penjepit Benda Kerja ... V-78 5.42. Evaluasi Harapan Konsumen Produk Kursi Kerja ... V-78 5.43. Evaluasi Harapan Konsumen Produk Penjepit Benda Kerja ... V-79 6.1. Persentase Keluhan Rasa Sakit ... VI-1 6.2. Analisis Penilaian Level Tindakan RULA ... VI-2 6.3. Analisis Penyebab Postur Kerja Yang Tidak Ergonomis ... VI-3 6.4. Dimensi Fasilitas Kursi Kerja Yang Akan Dirancang ... VI-5 6.5. Dimensi Fasilitas Penjepit Benda Kerja Yang Akan Dirancang ... VI-6


(20)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

6.8. Perbandingan Elemen Gerakan Aktual Dengan Elemen Gerakan

Usulan ... VI-17 6.9. Penentuan Skor Elemen Gerakan Menarik Upper Usulan ... VI-21 6.10. Perhitungan Grup A Gerakan Menarik Upper Usulan ... VI-22 6.11. Perhitungan Grup B Gerakan Menarik Upper Usulan ... VI-22 6.12. Perhitungan Total Gerakan Menarik Upper Usulan ... VI-23 6.13. Level Tindakan RULA Gerakan Menarik Upper Usulan ... VI-23 6.14. Rekapitulasi Penilaian Postur Kerja untuk Masing-masing Elemen

Gerakan Usulan ... VI-24 6.15. Perbandingan Postur Kerja Aktual Dengan Postur Kerja Usulan ... VI-25 6.16. Analisis Ergonomi Terhadap Fasilitas Kerja Usulan ... VI-25 6.17. Daftar Biaya Komponen untuk Perancangan Fasilitas Kursi Kerja .. VI-31 6.18. Daftar Biaya Komponen untuk Perancangan Fasilitas Penjepit Benda


(21)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi UD. M Irfan Shoes ... II-3 3.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ) ... III-6 3.2. Postur Lengan Atas RULA ... III-8 3.3. Postur Lengan Bawah RULA ... III-9 3.4. Postur Pergelangan Tangan RULA ... III-10 3.5. Postur Leher RULA... III-10 3.6. Postur Punggung RULA ... III-11 3.7. Anthropometri Tubuh Manusia yang Diukur Dimensinya ... III-11 3.8. Distribusi Normal ... III-11 4.1. Kerangka Konsep ... IV-2 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-7 4.3. Blok Diagram Pengolahan Data ... IV-8 4.4. Blok Diagram Penentuan Modus Keluhan Berdasarkan Kuisioner

SNQ ... IV-10 4.5. Blok Diagram Penilaian Postur Kerja dengan Metode RULA ... IV-10 4.6. Blok Diagram Pengukuran Waktu Proses Kerja ... IV-11


(22)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.2. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan Proses Perakitan ... V-8 5.3. Histogram Keluhan Operator ... V-17 5.4. Peta Kontrol untuk Data Pengamatan Waktu ... V-24 5.5. Peta Kontrol untuk Data Tinggi Bahu Duduk ... V-33 5.6. Kurva Normal untuk Dimensi Tinggi Bahu Duduk ... V-40 5.7. Sub Tujuan Desain Kursi Kerja ... V-58 5.8. Sub Tujuan Bahan Kursi Kerja ... V-59 5.9. Sub Tujuan Kualitas Kursi Kerja ... V-59 5.10. Sub Tujuan Fungsi Kursi Kerja ... V-60 5.11. Pohon Tujuan Kursi Kerja ... V-61 5.12. Sub Tujuan Desain Penjepit Benda Kerja ... V-62 5.13. Sub Tujuan Bahan Penjepit Benda Kerja ... V-63 5.14. Sub Tujuan Kualitas Penjepit Benda Kerja ... V-63 5.15. Sub Tujuan Fungsi Penjepit Benda Kerja ... V-64 5.16. Pohon Tujuan Penjepit Benda Kerja ... V-65 5.17. Sistem Input Output Produk Kursi Kerja ... V-67 5.18. Boundary System Kursi Kerja ... V-68 5.19. Sistem Input Output Produk Penjepit Benda Kerja... V-70 5.20. Boundary System Penjepit Benda Kerja ... V-71


(23)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.21. Matriks Perlawanan Antara Atribut Kursi Kerja dengan Karakteristik Teknik ... V-80 5.22. Matriks Perlawanan antara Atribut Penjepit Benda Kerja dengan

Karakteristik Teknik ... V-80 5.23. Matriks Hubungan antara Atribut Kursi Kerja dengan Karakteristik

Teknik ... V-81 5.24. Matriks Hubungan antara Atribut Penjepit Benda Kerja dengan

Karakteristik Teknik ... V-82 5.25. Hubungan Antar Sesama Karakteristik Teknik Kursi Kerja ... V-83 5.26. Hubungan Antar Sesama Karakteristik Teknik Penjepit Benda

Kerja ... V-83 5.27. Matriks Target Yang Ingin Dicapai untuk Kursi Kerja ... V-93 5.28. Matriks Target Yang Ingin Dicapai untuk Penjepit Benda Kerja ... V-93 5.29. Matriks QFD (Quality Function Deployment) Kursi Kerja ... V-95 5.30. Matriks QFD (Quality Function Deployment) Penjepit Benda


(24)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

6.5. Produk Penjepit Benda Kerja Tampak Tiga Dimensi ... V-13 6.6. Produk Penjepit Benda Kerja Tampak Depan ... V-13 6.7. Produk Penjepit Benda Kerja Tampak Atas ... V-13 6.8. Produk Penjepit Benda Kerja Tampak Samping... V-13 6.9. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan Proses Perakitan Usulan ... V-27


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Form Kuesioner SNQ ... L-1 2. Form Kuesioner Terbuka Kursi Kerja ... L-2 3. Form Kuesioner Terbuka Penjepit Benda Kerja ... L-3 4. Form Kuesioner Tertutup Kursi Kerja ... L-4 5. Form Kuesioner Tertutup Penjepit Benda Kerja ... L-5 6. Peta Kontrol untuk Data Dimensi Anthropometri ... L-6 7. Postur Kerja Elemen Gerakan Proses Perakitan ... L-7 8. Tabel Uji Normal Kolmogorov-Smirnov One Sample Test ... L-8 9. Tabel Distribusi Normal ... L-9 10. Form TA ... L-10

11. Surat Penjajakan ... L-11 12. Surat Balasan ... L-12 13. SK Tugas Sarjana ... L-13 14. SK Perubahan Judul Tugas Sarjana ... L-14 15. Lembar Asistensi ... L-15


(26)

ABSTRAK

Proses produksi pada industri kecil pembuatan sepatu ini sebagian besar dilakukan secara manual karena fasilitas kerja yang ada belum memadai yaitu tidak adanya alat pemegang benda kerja pada saat perakitan antara upper sepatu dengan acuan sepatu sehingga operator harus memanfaatkan kedua paha untuk menjepit benda kerja tersebut. Selain itu, kursi kerja yang digunakan oleh operator hanya terbuat dari kaleng dan bantal bekas sebagai alas dudukannya dan tidak sesuai dengan dimensi tubuh operator. Kemudian, tata letak komponen juga tidak disusun sebagaimana mestinya. Hal ini menunjukkan adanya sikap kerja yang tidak ergonomis yang menyebabkan terjadinya keluhan muskuloskeletal pada operator. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan operator adalah dengan memperbaiki fasilitas keja tersebut. Dalam hal ini, fasilitas kerja yang akan dirancang berupa alat bantu penjepit benda kerja dan kursi kerja yang ergonomis bagi operator.

Penelitian ini bertujuan untuk merancang fasilitas kerja yang ergonomis dengan menerapkan metode Quality Function Deployment (QFD). Sikap kerja yang tidak ergonomis pada proses perakitan dibuktikan dengan hasil pengolahan Standard Nordic Questionnaire (SNQ) yang mengidentifikasi terjadinya keluhan muskuloskeletal pada anggota tubuh tertentu pada operator. Penilaian postur kerja dengan Rapid Upper Limb Assessment (RULA) menunjukkan bahwa terdapat beberapa elemen gerakan dengan postur kerja yang tidak ergonomis. Peta tangan kiri dan tangan kanan aktual menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses perakitan adalah 315 detik.

Dengan menerapkan data anthropometri dan menggunakan metode perancangan QFD diketahui dimensi dan keinginan operator terhadap atribut produk kursi kerja dan penjepit benda kerja yang akan dirancang. Postur kerja usulan menunjukkan hampir semua elemen gerakan berada pada level aman dan hanya dua elemen gerakan yang memerlukan perbaikan dalam waktu ke depan, dan berdasarkan peta tangan kiri dan tangan kanan usulan waktu yang diperlukan untuk perakitan adalah 228 detik. Hal ini menunjukkan terjadinya pengurangan waktu sebesar 87 detik atau penurunan sebesar 28,61 %.

Keyword : Perancangan, Keluhan Musculoskeletal, RULA, Anthropometri, dan QFD


(27)

ABSTRAK

Proses produksi pada industri kecil pembuatan sepatu ini sebagian besar dilakukan secara manual karena fasilitas kerja yang ada belum memadai yaitu tidak adanya alat pemegang benda kerja pada saat perakitan antara upper sepatu dengan acuan sepatu sehingga operator harus memanfaatkan kedua paha untuk menjepit benda kerja tersebut. Selain itu, kursi kerja yang digunakan oleh operator hanya terbuat dari kaleng dan bantal bekas sebagai alas dudukannya dan tidak sesuai dengan dimensi tubuh operator. Kemudian, tata letak komponen juga tidak disusun sebagaimana mestinya. Hal ini menunjukkan adanya sikap kerja yang tidak ergonomis yang menyebabkan terjadinya keluhan muskuloskeletal pada operator. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan operator adalah dengan memperbaiki fasilitas keja tersebut. Dalam hal ini, fasilitas kerja yang akan dirancang berupa alat bantu penjepit benda kerja dan kursi kerja yang ergonomis bagi operator.

Penelitian ini bertujuan untuk merancang fasilitas kerja yang ergonomis dengan menerapkan metode Quality Function Deployment (QFD). Sikap kerja yang tidak ergonomis pada proses perakitan dibuktikan dengan hasil pengolahan Standard Nordic Questionnaire (SNQ) yang mengidentifikasi terjadinya keluhan muskuloskeletal pada anggota tubuh tertentu pada operator. Penilaian postur kerja dengan Rapid Upper Limb Assessment (RULA) menunjukkan bahwa terdapat beberapa elemen gerakan dengan postur kerja yang tidak ergonomis. Peta tangan kiri dan tangan kanan aktual menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses perakitan adalah 315 detik.

Dengan menerapkan data anthropometri dan menggunakan metode perancangan QFD diketahui dimensi dan keinginan operator terhadap atribut produk kursi kerja dan penjepit benda kerja yang akan dirancang. Postur kerja usulan menunjukkan hampir semua elemen gerakan berada pada level aman dan hanya dua elemen gerakan yang memerlukan perbaikan dalam waktu ke depan, dan berdasarkan peta tangan kiri dan tangan kanan usulan waktu yang diperlukan untuk perakitan adalah 228 detik. Hal ini menunjukkan terjadinya pengurangan waktu sebesar 87 detik atau penurunan sebesar 28,61 %.

Keyword : Perancangan, Keluhan Musculoskeletal, RULA, Anthropometri, dan QFD


(28)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Ilmu ergonomi merupakan salah satu acuan yang digunakan untuk mengatasi ketidaksesuaian antara sarana dengan manusia. Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas design ataupun redesign. Perancangan ini dapat meliputi perangkat keras (tool), platform, bangku kerja (benches), pegangan alat kerja (workholder), sistem kendali (control), alat peraga (display), pintu (doors), jendela (windows), dan lain-lain. Salah satu bidang kajian ergonomi yaitu antropometri, mempelajari tentang dimensi ukuran tubuh manusia di dalam melakukan aktivitas, baik secara statis (ukuran sebenarnya) maupun secara dinamis (disesuaikan dengan pekerjaan) (Nurmianto,2001).

UD. M. Irfan Shoes adalah salah satu industri kecil yang berada di Pusat Industri Kecil Medan yang bergerak dalam bidang pembuatan sepatu. Proses produksi pada industri kecil ini sebagian besar dilakukan secara manual karena fasilitas kerja yang ada belum memadai seperti tidak adanya alat pemegang benda kerja pada saat perakitan antara upper sepatu dengan acuan sepatu sehingga operator harus memanfaatkan kedua paha untuk menjepit benda kerja tersebut. Selain itu, kursi kerja yang digunakan oleh operator hanya terbuat dari kaleng yang tingginya 35 cm dan bantal bekas sebagai alas dudukannya dan tidak sesuai dengan dimensi tubuh operator yang menyebabkan kaki operator harus ditekuk pada saat melakukan pekerjaannya. Kemudian, tata letak komponen juga tidak


(29)

disusun sebagaimana mestinya, seperti komponen berupa upper sepatu berada disebelah kiri operator serta peralatan lainnya berupa tang dan pisau diletakkan sembarangan pada rak yang telah disediakan sehingga operator membutuhkan waktu yang cukup lama dalam melakukan proses perakitan ini yaitu selama ± 315 detik. Uraian tersebut diatas menunjukkan adanya sikap kerja yang tidak ergonomis yang menyebabkan terjadinya keluhan musculoskeletal dan kecelakaan kerja pada operator karena pada proses perakitan ini juga dilakukan perataan tehadap hasil rakitan dengan menggunakan pisau sehingga akan menimbulkan risiko tangan atau paha operator tergores.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan operator adalah dengan memperbaiki fasilitas keja yang tidak ergonomis tersebut. Dalam hal ini, fasilitas kerja yang akan dirancang berupa alat bantu penjepit benda kerja dan kursi kerja yang ergonomis bagi operator. Dalam perancangan fasilitas kerja ini akan memepertimbangkan prinsip-prinsip ergonomi, yaitu fasilitas kerja yang akan dirancang disesuaikan dengan dimensi tubuh operator yang lebih dikenal dengan anthropometri. Selain pengukuran dimensi tubuh, perancangan fasilitas kerja ini juga harus mempertimbangkan atribut yang menjadi keinginan dari pemakainya, dalam hal ini akan digunakan pendekatan Quality Function


(30)

Penelitian ini merujuk pada penelitian yang berjudul ”Perancangan dan Pembuatan Alat Pemotong Krupuk Rambak Dengan Pendekatan Quality Function

Deployment (QFD)1

1

Gregorius.H.Sri.W Perancangan dan Pembuatan Alat Pemotong Krupuk Rambak Dengan Pendekatan Quality Function Deployment (QFD). URL:http://www.Kayak.Postech.ac.kr >

”. Dengan kondisi kerja yang sekarang ini, yaitu pada proses

pemotongan yang masih memanfaatkan pisau yang digerakan dengan tangan atau konvensional. Sehingga menimbulkan beberapa -beberapa keluhan, diantaranya lamanya proses pemotongan, pekerja sering merasakan tidak nyaman (pegal-pegal, nyeri pada punggung, mudah kelelahan), dan membutuhkan tingkat kosentrasi guna menghindari resiko kecelakaan. Berdasarkan faktor -faktor tersebut, maka diperlukan sebuah perancangan ulang alat pemotong krupuk rambak yang ergonomis dan sesuai dengan harapan konsumen untuk memberikan kepuasan dan kenyamanan dalam bekerja. Dengan pendekatan metode QFD, yaitu praktik untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan dan memperbaiki proses. Maka akan diperoleh parameter-parameter teknik yang diharapkan oleh konsumen.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan permasalahan yang dapat ditentukan adalah :

a. Adanya keluhan musculoskeletal yang dialami oleh operator akibat ketidaksesuaian antara fasilitas kerja yang digunakan oleh operator dengan antropometri operator.


(31)

b. Bagaimana Merancang fasilitas kerja yang ergonomis dan sesuai dengan keinginan operator sehingga dapat mengurangi keluhan musculoskeletal yang dirasakan oleh operator.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian yang akan dilakukan adalah merancang fasilitas kerja yang sesuai dengan dimensi tubuh dan keinginan operator sehingga dapat mengurangi keluhan musculoskeletal yang dirasakan oleh operator pada UD. M. Irfan Shoes.

Tujuan khusus penelitian ini, yaitu:

1. Mengidentifikasi keluhan musculoskeletal yang dirasakan oleh operator pada saat bekerja.

2. Mengidentifikasi postur kerja kerja operator pada saat bekerja.

3. Mengidentifikasi dimensi fasilitas kerja yang akan dirancang sesuai dengan dimensi tubuh operator.

4. Mengidentifikasi karakteristik atau atribut-atribut fasilitas kerja yang akan dirancang sesuai dengan keinginan operator.

5. Merancang fasilitas kerja yang sesuai dengan dimensi tubuh dan keinginan operator dengan menggunakan metode QFD.


(32)

1.4. Batasan dan Asumsi Penelitian

Agar penulisan masalah ini tidak melebar serta tidak menyimpang dari ruang lingkup pembahasan, maka diperlukan batasan masalah. Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Penelitian dilakukan di UD. M. Irfan Shoes pada proses perakitan. 2. Operator yang diteliti adalah operator bagian perakitan.

3. Penelitian ini tidak membahas mengenai faktor kondisi lingkungan kerja seperti kebisingan, pencahayaan, getaran, ventilasi udara, suhu dan lainnya. 4. Data anthropometri yang digunakan adalah data dimensi tubuh operator pada

UD. M Irfan Shoes.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Operator yang akan diamati dalam penelitian sudah berpengalaman dalam pekerjaannya dan jumlahnya mencukupi.

2. Operator yang diamati bekerja sesuai dengan waktu proses dan prosedur kerja yang tidak berubah selama penelitian.

3. Operator yang menjadi responden dalam penyebaran kuesioner mengerti terhadap cara pengisian dan maksud dari pertanyaan yang diajukan.

4. Semua peralatan yang digunakan dalam proses produksi berada dalam kondisi baik.


(33)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Bagi Mahasiswa

Meningkatkan kemampuan bagi mahasiswa dalam menerapkan teori dan metode ilmiah yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan dengan mengaplikasikannya di lapangan.

b. Bagi Perusahaan

Sebagai bahan masukan bagi pihak perusahaan untuk dapat merancang metode dan fasilitas kerja yang benar, sehingga dapat meningkatkan output produksi perusahaan.

c. Bagi Departemen Teknik Industri

Mempererat kerjasama antara perusahaan dengan Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik USU dan sebagai tambahan informasi yang dapat digunakan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:


(34)

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Memaparkan sejarah dan gambaran umum perusahaan, organisasi dan manajemen serta proses produksi.

BAB III LANDASAN TEORI

Menampilkan teori-teori yang digunakan dalam analisis pemecahan masalah.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Menjelaskan tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penyusunan laporan tugas sarjana.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Mengumpulkan data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian serta melakukan pengolahan data yang membantu dalam pemecahan masalah.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Menganalisis hasil pengolahan data dan pemecahan masalah.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Memberikan kesimpulan yang didapat dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang bermanfaat bagi perusahaan yang bersangkutan.


(35)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

UD. M Irfan Shoes ini merupakan milik Bapak Zul, sebelum membangun usaha ini pak Zul bekerja sebagai karyawan biasa di perusahaan orang lain. Pada mulanya bapak Zul hanyalah seorang karyawan biasa yang bekerja membuat sepatu di perusahaan orang lain. Sejak tahun 1996 bapak Zul telah menjadi pengrajin sepatu, dan selama kurang lebih 2 tahun bekerja menjadi pengrajin sepatu di perusahaan orang lain. Namun atas dasar keinginan yang kuat untuk mengolah perusahaan sendiri bapak zul mencoba untuk memulai bisnis ini sendiri pada tahun 1998 hingga saat ini. Bapak zul merintis usaha pembuatan sepatu ini melalui modal sendiri kurang lebih sekitar Rp 6.000.000,- dan mengambil bahan-bahan untuk pembuatan sepatu di grosir bahan-bahan sepatu.

Awalnya UD M Irfan Shoes terletak di Jalan Besar Bromo kemudian berpindah tempat di Pusat Industri Kecil (PIK) Jalan Menteng mengingat tempat baru ini merupakan wilayah para pengarajin kecil berkumpul. Saat ini UD M Irfan


(36)

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

UD M Irfan Shoes merupakan usaha yang bergerak dalam bidang pembuatan sepatu. Sepatu yang diproduksi ada dua jenis yaitu sepatu pansus dan

apache dengan berbagai ukuran sepatu dan berbagai jenis model. Sistem

produksinya adalah make-to-stock. Perusahaan ini memperoleh pesanaan dari seorang penjual sepatu (sales).

UD M Irfan Shoes dapat menghasilkan 6 – 12 lusin sepatu yang siap pakai dan dapat diambil oleh seorang sales untuk didistribusikan ke berbagai daerah di Sumatera antara lain Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Pekan Baru, hingga Batam. Bahan-bahan untuk pembuatan sepatu semua dibeli di pusat grosir bahan dan peralatan pembuatan sepatu yang berada di kota Medan.

2.3. Organisasi dan Manajemen 2.3.1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan gambaran skematis tentang hubungan-hubungan dan kerjasama diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian yang menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuan. Struktur ditentukan atau dipengaruhi oleh badan usaha, jenis usaha, besarnya usaha dan sistem produksi perusahaan tersebut.

UD. M Irfan Shoes merupakan industri berskala kecil dan menengah tak jarang bentuk struktur organisasi yang ada kurang jelas kita lihat pada jenis usaha seperti ini, namun perintah tugas dan deskripsi pekerjaan dapat kita lihat dengan baik. UD. M Irfan Shoes memiliki struktur organisasi berbentuk fungsional yaitu


(37)

bentuk strktur organiasasi yang ditunjukkan dengan adanya pembagaian tugas dan wewenang yang jelas pada masing-masing bagian kerja. Struktur organisasi UD. M. Irfan Shoes dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur Organisasi UD. M Irfan Shoes

2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian tugas pada UD. M Irfan Shoes dibagi menurut fungsi yang telah ditetapkan. Uraian tugas dan tanggung jawab di UD. M Irfan Shoes adalah sebagai berikut :

1. Pimpinan (Pemilik)

Pimpinan di UD. M Irfan Shoes merupakan pemilik usaha tersebut yang merupakan pimpinan tertinggi dalam perusahaan yang diberikan wewenang atau kekuasaan melakukan tindakan untuk dan atas perusahaan.

Tugas :

Pimpinan/pemilik

Karyawan Bagian Upper

Karyawan Bagian Layer


(38)

Tanggung jawab :

- Memimpin dan mengendalikan semua usaha, kegiatan pekerjaan untuk mencapai tujuan.

- Memperhatikan, memelihara dan mengawasi kelancaran administrasi, pengamanan dan pelaksanaan tugas secara seimbang dan berhasil.

- Mengatur pembelian dan penjualan produk. - Memberi tugas, membayar upah atau gaji.

2. Karyawan Bagian Upper

Uraian tugas dan tanggung jawab karyawan bagian Upper adalah sebagai berikut :

a. Membuat/menggambar pola dasar model sepatu menjadi mal pola b. Mencetak pola dan menggunting pola

c. Merekatkan bahan pola ke lupin sepatu

d. Menjahit/menyatukan model yang telah digunting

3. Karyawan Bagian Layer

Uraian tugas dan tanggung jawab karyawan bagian Layer adalah sebagai berikut :

a. Mencetak pola texon

b. Memotong dan menggunting pola yang terbentuk c. Mengelem pooring


(39)

e. Merakit Upper sepatu dengan acuan sepatu f. Memasang sol sepatu

g. Mengoleskan cairan pengkilat sepatu

2.3.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Jumlah tenaga kerja pada UD. M Irfan Shoes saat ini adalah 8 orang dan semuanya merupakan karyawan tetap. Perincian jumlah tenaga kerja dibagi atas dua bagian pekerjaan yaitu 4 orang pekerja Upper dan 4 orang pekerja Layer.

Hari kerja di UD. M Irfan Shoes dimulai sejak hari Senin – Sabtu dengan jam kerja perhari adalah 12 jam yaitu mulai dari pukul 10.00 WIB – 22.00 WIB dengan waktu istirahat selama 2 jam yaitu pada pukul 13.30 WIB – 14.30 WIB dan pada pukul 18.00 WIB – 19.00 WIB. Penambahan jam kerja juga dilakukan jika jumlah pesanan tinggi dan terdapat pesanan yang belum selesai dikerjakan.

2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas

Pengupahan karyawan dibayar dengan sistem mingguan berupa upah pokok dan dilakukan penambahan upah jika ada lembur kerja. Jumlah upah yang diterima akan disesuaikan dengan jumlah output yang dapat dikerjakan operator dimana dalam 1 lusin sepatu seorang pekerja diupah sebesar Rp 50.000,-.


(40)

2.4. Proses Produksi

Proses produksi merupakan suatu proses transformasi (mengalami perubahan bentuk secara fisik dan kimia) yang mengubah input yang berupa bahan baku, mesin, peralatan, modal, energi, tenaga kerja menjadi output sehingga memiliki nilai tambah.

UD. M Irfan Shoes menggunakan teknologi produksi yang manual dan semi otomatis hal dapat terlihat dari cara kerja sertapealatan yang digunakan untuk melakukan proses produksi hampir semuanya dilakukan secara manual.

2.4.1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan yang digunakan sebagai bahan utama dalam suatu proses produksi, dimana sifat dan bentuknya akan mengalami perubahan fisik maupun kimia yang langsung ikut di dalam proses produksi sampai dihasilkannya barang jadi.

Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi pembuatan sepatu di UD. M Irfan Shoes adalah sebagai berikut :

1. Andalas, yaitu bahan sintesis untuk lapisan luar sepatu 2. Lupin, yaitu bahan pelapis andalas yang bersifat lebih lentur

3. Texon, yaitu bahan yang bersifat keras seperti kardus digunakan sebagai

pembentuk pola layer sepatu

4. Sol sepatu, yaitu bahan dari terbuat dari karet dan campuran sintesis digunakan sebagai tapak sepatu.


(41)

2.4.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam produk jadi sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas secara lebih baik. Bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Pengkilat sepatu, yaitu cairan yang diberikan pada finishing untuk menambah kesan yang lebih bagus pada produk akhir.

2. Merek/label sepatu 3. Kemasan atau kotak sepat

2.4.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan-bahan yang dapat menunjang proses produksi yang tidak nampak pada produk akhir. Bahan penolong yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Lem sepatu, yaitu cairan untuk merekatkan bahan-bahan sepatu

2. Benang nilon, digunakan untuk menjahit bagian sepatu yang akan disatukan

2.4.4. Uraian Proses Produksi

Uraian proses produksi pembuatan sepatu terbagi atas dua bagian besar yaitu pembuatan upper dan layer, berikut adalah uraian proses produksi :


(42)

Pada tahap ini pola sepatu yang telah ada dijadikan sebagai mal cetakan yang digambarkan sesuai pola ke bahan andalas dan lupin menggunakan pena secara manual.

b. Pengguntingan Pola

Setelah pola digambar pada bahan dasar maka selanjutnya pola-pola ini akan digunting sesuai dengan gambar dasar yang ada pada bahan menggunakan gunting dan dilakukan secara manual.

c. Perekatan bahan

Setelah bahan di gunting kemudian bahan yang telah berbentuk pola-pola ini disatukan yaitu bahan andalas dan lupin tersebut menggunakan lem sepatu dan dilakukan menggunakan kuas secara manual.

d. Menyesep

Proses menyesep adalah proses meratakan atau menipiskan bagian dari pola sepatu yang nantinya akan dilipat sehingga harus ditipikan terlebih dahulu agar lebih mudah dalam pengerjaannya nanti. Proses ini dilakukan menggunakan mesin sesep.

e. Menyatukan Pola

Tahap terakhir pada pembuatan upper adalah menyatukan semua pola yang telah siap dikerjakan dengan cara dijahit menggunakan mesin jahit sehingga pola dari sepatu bagian atas telah selesai dikerjakan.


(43)

2. Pembutan bagian Layer

a. Pembuatan pola

Pada proses ini bahan dasar layer yaitu texon dibentuk dengan mal sesuai dengan pola ukuran sepatu yang akan dibuat. Penggambaran pola sepatu diatas texon dilakukan dengan menggunakan mal dan pena secara manual. b. Pemotongan Pola

Pada proses ini pola yang telah digambar pada bahan texon kemudian di potong secara kasar tidak mengikuti pola yang ada satu persatu-satu setiap gambaran pola menggunakan pisau potong secara manual.

c. Perataan pola

Pola texon yang telah dipotong secara kasar kemudian di pakukan ke acuan sepatu sesuai ukuran, kemudian dengan menggunakan pisau potong operator meratakan pinggiran pola sesuai dengan bentuk acauan sepatu. d. Pengolesan lem sepatu

Pada proses ini pola sepatu yang telah disatukan dengan acuan diolesi lem sepatu dengan menggunakan kuas secara manual hal ini dilakukan untuk menyatukan pola texon dengan upper sepatu.

e. Penarikan upper


(44)

pinggiran-f. Pemasangan sol sepatu

Proses ini dilakukan setelah penarikan upper dilakukan kemudian bagian bawah sepatu di olesi dengan lem sepatu menggunakan kuas begitu juga bagian sol sepatu, setelah itu sol direkatkan pada bagian bawah sepatu dan ditokok-tokok pinggirannya agar kuat menggunakan tang kakatua.

g. Pelepasan acuan sepatu

Proses ini dilakukan setelah menunggu sepatu sudah benar-benar dapat dilepas dari acuan sepatu sekitar 4-5 jam dari proses pemasanagn sol sepatu. Acuan di lepaskan dengan cara menarik acuan sepatu menggunakan besi pengkait secara manual

h. Pengolesan cairan pengkilat

Tahap terakhir pada proses pembuatan sepatu adalah pemberian cairan pengkilat sepatu. Cairan sepatu diolesi dengan menggunakan busa ke seluruh bagian luar sepatu hal ini dilakukan untuk menambah nilai dari produk yang dihasilkan.

i. Pengemasan

Sepatu yang telah selesai dikerjakan kemudian di masukkan kedalam plastik dan disusun sesuai pasangan sepatu sebanyak 12 pasang dalam 1 lusin.


(45)

2.5. Mesin dan Peralatan

Dalam melaksanakan pekerjaan proses produksi pembuatan sepatu dilakukan dengan menggunakan beberapa mesin dan peralatan. Mesin dan peralatan yang digunakan di UD. M. Irfan Shoes dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Mesin dan Peralatan Produksi

Nama Fungsi Jumlah

(Unit)

Mesin Jahit Menggabungkan pola-pola bahan upper menjadi

satu sesuai model sepatu 1

Mesin Sesep Menghaluskan dan menipiskan lapisan pola upper

yang akan dilipat 1

Gunting Memotong pola sesuai gambar mal 4

Pisau Memotong dan meratakan pola texon sesuai

gambar mal 4

Tang Kakak tua Menarik upper ke bagian bawah pola acuan 4 Besi penarik

acuan

Menarik acuan sepatu dari cetakan sepatu yang

dibuat 1

Jarum jahit Menjahit pola-pola upper 1 set

Kuas Mengolesi lem 4

Mal pola Cetakan pola yang akan dibuat 5

Pena Menanda bahan sesuai pola yang akan dibuat 2

Busa Pengoles cairan pengkilat pada sepatu 1

Acuan sepatu Acuan dalam pembatan sepatu sesuai dengan

ukuran kaki 100


(46)

BAB III LANDASAN TEORI

3.1. Ergonomi2

1. Penyelidikan tentang tampilan (display)

Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, nyaman, sehat dan efisien.

Pada penerapan ergonomi, diperlukan informasi yang lengkap mengenai kemampuan manusia dengan segala keterbatasannya. Salah satu usaha untuk mendapatkan informasi tersebut adalah dengan melakukan penyelidikan-penyelidikan. Berkaitan dengan bidang penyelidikan yang dilakukan, ergonomi dikelompokkan atas 4 bidang penyelidikan yaitu :

Tampilan (display) adalah suatu perangkat antara (interface) yang menyajikan informasi tentang keadaaan lingkungan dan kemudian mengkomunikasikannya pada manusia dalam bentuk tanda-tanda, angka-angka, lambang dan sebagainya. Informasi tersebut dapat disajikan dalam bentuk dinamis yang menggambarkan perubahan menurut waktu sesuai dengan variabelnya, misalnya speedometer.

2


(47)

2. Penyelidikan tentang kekuatan fisik manusia

Penyelidikan tentang kekuatan fisik manusia dilakukan ketika manusia mulai melakukan aktivitas kerja dan kemudian dipelajari cara mengukur aktivitas-aktivitas tersebut. Penyelidikan ini juga mempelajari perancangan objek serta peralatan yang sesuai dengan kemampuan fisik manusia pada saat melakukan aktivitasnya.

3. Penyelidikan tentang ukuran tempat kerja

Penyelidikan tentang ukuran tempat kerja bertujuan untuk mendapatkan rancangan tempat kerja yang sesuai dengan ukuran (dimensi) tubuh manusia, agar diperoleh tempat kerja yang baik yang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia.

4. Penyelidikan tentang lingkungan kerja

Penyelidikan tentang lingkungan kerja meliputi kondisi fisik tempat kerja dan fasilitas kerja, seperti pengaturan cahaya, kebisingan, temperatur, getaran, dan lain-lain yang dianggap dapat mempengaruhi tingkah laku manusia.

3.2. Keluhan Musculoskeletal3


(48)

tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilakan dengan

Musculoskeletal disorsders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal.

Apabila pekerjaan berulang tersebut dilakukan dengan cara yang nyaman, sehat dan sesuai dengan standar yang ergonomis, maka tidak akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal dan semua pekerjaan akan berlangsung dengan efektif dan efisien.

Secara garis besar keluhan otot yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back pain = LBP).

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi


(49)

apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20%. Peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Bila suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

Peter vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal sebagai berikut :

1. Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhakan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan otot yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya otot skeletal.

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus


(50)

terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal.

4. Faktor penyebab sekunder

Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan otot yang lunak atau getaran dengan frekwensi tinggi yang menyebabkan kontraksi otot bertambah.

Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Alat ukur yang digunakan dpat dilakukan dengan berbagai cara mulai metoda yang sederhana sampai menggunakan sistem komputer. Salah satu dari metode tersebut adalah melalui Standard Nordic Questionnaire.

3.2.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

Standard Nordic Questionnaire (SNQ) merupakan alat yang dapat

mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mualai dari Tidak Sakit (TS), agak sakit (AS), Sakit (S) dan Sangat Sakit (SS). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada Gambar 3.1. maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.

Cara ini merupakan cara yang cukup sederhana dan mengandung nilai subjektivitas yang tinggi. Untuk menekankan bias yang terjadi, maka sebaiknya


(51)

pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas kerja. Cara ini dilakukan agar dapat diketahui perbedaan dan perbandingan sebelum dan sesudah berkerja. Jenis keluhan yang terdapat pada Standard Nordic Questionnaire (SNQ) dapat dilihat pada Gambar 3.1.

KETERANGAN

NO JENIS KELUHAN

1 Sakit kaku di bagian leher bagian bawah 2 Sakit di bahu kiri

3 Sakit di bahu kanan 4 Sakit lengan atas kiri 5 Sakit di punggung 6 Sakit lengan atas kanan 7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan

12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 Sakit pada tangan kiri

17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit pada betis kiri


(52)

3.3. Postur Kerja4

Metode ini menggunakan diagram dari postur tubuh dan 3 tabel skor dalam menetapkan evaluasi faktor resiko. Faktor resiko yang telah diinvestigasi dijelaskan oleh McPhee sebagai faktor beban eksternal yaitu jumlah pergerakan, Di dunia industri khususnya industri manufaktur yang banyak menggunakan tenaga manusia (manual work), produktivitas kerja sangat dipengaruhi oleh performansi tenaga kerja. Performansi tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah postur dan sikap/gerakan pada saat melakukan aktivitas kerja. Sikap/gerakan yang salah atau kurang ergonomis selanjutnya dapat mempercepat kelelahan yang berujung pada turunnya produktivitas kerja atau perubahan fisik pada operator sebagai akibat jangka panjang.

3.3.1. RULA (Rapid Upper Limb Assessment)

RULA (Rapid Upper Limb Assessment) merupakan suatu metode penelitian untuk meginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas. Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penetapan penilaian postur leher, punggung, dan lengan atas. Setiap pergerakan diberi dengan skor yang telah ditetapkan. RULA dikembangkan sebagai suatu metode untuk mendeteksi podtur kerja yang merupakan factor resiko (risk factors). Metode ini didesain untuk menilai para pekerja dan mengetahui beban musculoskeletal yang kemungkinan dapat menimbulkan gangguan pada anggota badan atas.

4

Sue Hignett and Lynn McAtamney. 2000 Rapid Upper Limb Assessment (RULA); Applied Ergonomics


(53)

kerja otot statik, tenaga, penentuan postur kerja oleh peralatan, waktu kerja tanpa istirahat.

Dalam mempermudah penilaiannya maka tubuh dibagi atas 2 segmen yaitu grup A terdiri atas lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist). Sedangkan grup B terdiri dari leher (neck), punggung (trunk), dan kaki (legs). Berikut ini adalah penilaian postur kerja berdasarkan metode RULA.

1. Lengan atas (upper arm)

Lengan atas (upper arm) manusia dalam berbagai posisi dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Postur Lengan Atas RULA


(54)

Tabel 3.1. Skor Lengan Atas RULA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

200 ke depan maupun ke belakang tubuh

1

+ 1 jika bahu naik +1 jika lengan berputar /

bengkok >200 (ke belakang) atau 20-450 2

45 - 900 3

> 900 4

2. Lengan bawah (lower arm)

Lengan bawah (lower arm) manusia dalam berbagai posisi dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Postur Lengan Bawah RULA

Nilai skor untuk lengan bawah (lower arm) sesuai dengan pergerakannya dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Skor Lengan Bawah RULA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

60-1000 1 +1 Jika lengan bawah bekerja

melewati/keluar sisi tubuh <600 atau >1000 2


(55)

3. Pergelangan tangan (wrist)

Pergelangan tangan (wrist) manusia dalam berbagai posisi dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Postur Pergelangan Tangan RULA

Nilai skor untuk pergelangan tangan RULA sesuai dengan pergerakannya dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Skor Pergelangan Tangan RULA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi netral 1

+1 jika pergelangan tangan menjauhi sisi tengah

0-150 2

>150 3

4. Leher (neck)


(56)

Nilai skor untuk Leher RULA sesuai dengan pergerakannya dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Skor Leher RULA Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-100 1

+1 jika leher berputar/bengkok

10-200 2

> 200 3

ekstensi 4

5. Punggung (Trunk)

Punggung (Trunk) manusia dalam berbagai posisi dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Postur Punggung RULA

Nilai skor untuk Punggung RULA sesuai dengan pergerakannya dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Skor Punggung RULA Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal 1 +1 jika leher berputar/bengkok +1 jika batang tubuh

bungkuk

0-200 2

20-600 3


(57)

6. Kaki (legs)

Nilai skor untuk Kaki RULA sesuai dengan pergerakannya dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Skor Kaki RULA

Pergerakan Skor

Posisi normal / seimbang 1

Tidak seimbang 2

Skor dari hasil kombinasi postur kerja diklasifikasikan dalam kategori level resiko dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Kategori Tindakan RULA

Kategori Tindakan Level Tindakan

1-2 Minimum Aman

3-4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan

5-6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat

7 Tinggi Tindakan sekarang juga

3.4. Anthropometri5

Anthropometri adalah suatu studi yang berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam proses perencanaan (design) produk maupun sistem kerja yang memerlukan interaksi manusia. Data anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :


(58)

c. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, komputer dan lain-lain.

d. Perancangan lingkungan kerja fisik.

Anthropometri dibagi dalam dua bagian yaitu :

1. Anthropometri statis, dimana pengukuran dilakukan pada saat tubuh dalam keadaan diam/posisi diam/ tidak bergerak.

2. Anthropometri dinamis, dimana dimensi tubuh diukur dalam berbagai posisi tubuh yang sedang bergerak.

Dimensi yang diukur pada anthropometri statis diambil secara linear (lurus) dan dilakukan pada permukaan tubuh. Agar hasilnya dapat representatif, maka pengukuran harus dilakukan dengan metode tertentu terhadap individu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia diantaranya : 1. Umur

Seperti diketahui bersama bahwa manusia tumbuh sejak lahir hingga kira-kira berumur 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Setelah usia tersebut ukuran tubuh manusia tetap dan cenderung untuk menyusut setelah kurang lebih berumur 60 tahun.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin manusia yang bebeda akan mengakibatkan dimensi anggota tubuhnya berbeda. Perbedaan dimensi tubuh ini dikarenakan fungsi yang berbeda.


(59)

3. Suku bangsa

Suku bangsa juga memberikan ciri khas mengenai dimensi tubuhnya. Ekstrimnya orang Eropa merupakan ras kaukasoid berbeda dengan orang Indonesia yang merupakan ras Mongoloid. Kecenderungan dimensi tubuh manusia yang termasuk ras Kaukasoid lebih panjang bila dibandingkan dengan dimensi tubuh manusia yang termasuk ras Mongoloid.

4. Jenis pekerjaan atau latihan

Suatu sifat dasar otot manusia, dimana bila otot tersebut sering dipekerjakan/dilatih akan mengakibatkan otot tersebut berukuran lebih besar. Misalnya: dimensi seorang buruh pabrik, dimensi seorang binaragawan dan sebagainya.

3.4.1. Tiga Prinsip Dalam Penggunaan Data Anthropometri

Agar rancangan suatu poduk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip yang harus diambil di dalam aplikasi data anthropometri harus ditetapkan terlebih dahulu yaitu: 1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim

Di sini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi dua sasaran produk, yaitu:


(60)

b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada).

Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara:

a. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai percentile yang terbesar seperti 90-th, 95-th, atau 99-th percentile. Contoh konkrit pada kasus ini bisa dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi pintu darurat, dan lain-lain. b. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai

percentile yang paling rendah (1-th, 5-th, 10-th percentile) dari distribusi data

anthropometri yang ada. Hal ini diterapkan dalam contoh penetapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikan oleh seorang pekerja.

2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan di antara rentang ukuran tertentu (adjustable)

Di sini rancangan bisa dirubah-rubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang mana dalam hal ini letaknya bisa digeser maju/mundur dan sudut sandarannya bisa berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel semacam ini maka data anthropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th sampai denagn 95-th percentile.


(61)

3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Masalah pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali mereka yang berada dalam ukuran rata-rata. Di sini produk dibuat dan dirancang untuk mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang berukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri.

Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri untuk bisa diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja menurut Eko Nurmianto dalam bukunya, maka pada gambar tersebut dibawah ini akan memberikan informasi tentang berbagai macam anggota tubuh yang perlu diukur pada Gambar 3.7. berikut.


(62)

2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak 3. Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak

4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)

5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan ).

6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk/pantat sampai dengan kepala ).

7. Tinggi mata dalam posisi duduk 8. Tinggi bahu dalam posisi duduk

9. Tinggi siku dalam posisi duduk ( siku tegak lurus ) 10.Tebal atau lebar paha

11.Panjang paha yang diukur dari pantat s/d ujung lutut

12.Panjang paha yang diukur dari pantat s/d bagian belakang dari lutut/betis 13.Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk

14.Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha 15.Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk )

16.Lebar pinggul/pantat

17.Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan dlm gambar ).

18.Lebar perut

19.Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus


(63)

21.Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari 22.Lebar telapak tangan

23.Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri-kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar )

24.Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal)

25.Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya no 24 tetapi dalam posisi duduk ( tidak ditunjukkan dalam gambar )

26.Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan

3.4.2. Penggunaan Distribusi Normal dan Perhitungan Persentil

Penerapan data anthropometri akan dapat dilakukan jika tersedia nilai mean (rata-rata) dan SD (standar deviasi) nya dari suatu distribusi normal. Adapun distribusi normal ditandai dengan adanya nilai mean (rata-rata) dan SD (standar deviasi). Sedangkan persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama atau lebih rendah dari nilai tersebut. Misalnya : 95 % populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95 persentil, 5 % dari populasi berada sama dengan atau lebih


(64)

Gambar 3.8. Distribusi Normal

Sedangkan Tabel macam perhitungan persentil dan cara perhiutngan dalam distribusi normal dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8. Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal Persentil Perhitungan

1 X - 2,325σ

2,5 X - 1,96σ

5 X - 1,645σ

10 X - 1,28σ

50 X

90 X + 1,28σ

95 X + 1,645σ

97,5 X + 1,96σ

99 X + 2,325σ

Sumber : Nurmianto, Eko. 2008. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya

3.4.3. Alat Ukur Tubuh “Martin” Model YM-16

1. Martin Statue – Meter (Meter pengukur tinggi) Satu set alat ukur tubuh “martin” ini terdiri atas :

6


(65)

Panjang 2 meter, dapt dipisan menjadi 4 bagian untuk mengukur tinggi, tinggi duduk, tungkai dan lengan dan lain-lain. Alat ini bukan hanya untuk mengukur tinggi tubuh manusia tetapi juga untuk panjang atau diameter bagian tubuh lainnya. Skala pipa baja adalah dari 0 – 200 mm dapat dipisah sesuai dengan keinginan.

2. Skala Pengukur (Lurus)

Alat ini juga diukur dengan meter pengukur tinggi. Dapat digunakan dengan 1 atau 2 potong, tergantung bagian mana yang diukur

3. Skala Pengukur (Kurva)

Alat ini juga dirakit dengan meter pengukur tinggi. Untuk mengukur lebar tubuh dan bagian yang relatif pendek seperti leher, diameter kepala dan panjang kaki.

4. Martin goniometer

Dua kurva yang disambung pada satu ujung yang dapat dibuka dan ditutup, dilengkapi dengan skala yang digunakan untuk mengukur dari 1 mm – 450 mm. Alat ini digunakan untuk mengukur kepala, lipatan lemak atau bagian kecil tubuh.


(66)

Untuk mengukur bagian kecil dari telinga, wajah, jari kaki atau sudut-sudutnya. Skala samping adalah tetap pada satu sisi dengan ukuran 200 mm x 1 mm dan pada sisi lain skala dapat digeser.

Caliper mempunyai skala 250 mm didepaknn dan dibelakang. Panjang sisi lengan adalah tetap pada sudut kanan ke titik nol dan panjangnya 120 mm. Satu ujung dari sisi lengan adalah tajam di sisi lain tumpul dan datar. Skala pada sisi juga sama seperti diatas, namun dapat digeser sepanjang caliper. Gabungkan kedua ujung lengan dan baca langsung skala. Ujung yang tajam biasanya digunakan untuk kerangka sedang yang tumpul dan datar untuk tubuh hidup.

7. Kantong Kapas Alkohol

Letakkan kapas penyerap dan alkohol ke dalam kantong untuk mensterilkan ujung alat sebelum pengukuran dilakukan.

8. Pita Pengukur

Alat ini digunakan untuk mengukur keliling dada atau kepala. Terbuat dari metal, pemutaran otomatis. Panjang adalah 2 meter dengan skala pertambahan 1 mm.

3.5. Peta Tangan Kiri Dan Tangan Kanan7

Untuk mendapatkan gerakan-gerakan yang lebih terperinci, terutama unuk mengurangi gerakan-gerakan yang tidak perlu dan untuk mengatur gerakan sehingga diperoleh urutan yang terbaik, maka dilakukan studi gerakan, seperti

7


(67)

Peta tangan kiri dan tangan kanan yang merupakan suatu alat dari studi gerakan untuk menentukan gerakan-gerakan yang efisien, yaitu gerakan-gerakan yang memang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.

Peta tangan kiri dan tangan kanan bergna untuk memperbaiki suatu stasiun kerja. Sebagaimana peta-peta yang lain peta ini juga mempunyai kegunaan yang lebih khusus diantaranya :

1. Menyeimbangkan gerakan kedua tangan dan mengurangi kelelahan

2. Menghilangkan atau mengurangi gerakan-gerakan yang tidak efisien dan tidak produktif

3. Sebagai alat untuk menganalisa tata letak stasiun kerja

Prinsip-prinsip pembuatan Peta Tangan Kanan dan Tangan Kiri

1. Berbeda dengan peta-peta yang lain, untuk membuat peta ini lembaran kertas dibagi dalam tiga bagian ”Kepala”, yaitu : bagian yang memuat bagan tentang stasiun kerja dan bagian-bagian “badan”.

2. Pada bagian Kepala di baris paling atas ditulis “PETA TANGAN KIRI DAN TANGAN KANAN”. Setelah itu, menyetakan identifikasi-identifikasi lainnya, seperti : nama pekerjaan, nama departemen, nomor peta, cara sekarang atau usulan, nama pembuat peta dan tanggal yang dipetakan.


(68)

tangan kanan pekerja.Bagian bahan dibagi dalam dua pihak . Sebelah kiri kertas digunakan untuk menggambarkan kegiatan yang dilakukan tangan kiri dan sebaliknya, sebelah kanan kertas digunakan untuk menggambarkan kegiatan yang dilakukan tangan kanan pekerja.

5. Langkah selanjutnya, kita perhatikan urutan-urutan gerakan yang dilaksanakan pekerja. Kemudian operasi tersebut diuraikan menjadi elemen-elemen gerakan yang biasanya dibagi kedalam delapan buah. Elemen gerakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9. Pembagian Elemen Gerakan

No. Nama Elemen Lambang

Elemen menjangkau Re

Elemen memegang G

Elemen membawa M

Elemen mengarahkan P

Elemen menggunakan U

Elemen melepas Rl

Elemen menganggur D

Elemen memegang untuk memakai H

3.6. Pengukuran Waktu dengan Stop Watch8

Pengukuran waktu dengan jam henti (stop watch) pertama kali diperkenalkan oleh Frederick W. Taylorsekitar abad 19 yang lalu. Metode ini terutama baik sekali diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan

8


(69)

diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu. Secara garis besar langkah-langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Defenisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada.

2. Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaaian pekerjaan, seperti layout, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan dan lain-lain.

3. Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tapi masih dalam batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.

4. Amati, ukur dan catat waktu yang dibutuhkan oleh pekerja untuk menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.

5. Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Teliti apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak, uji pula keseragaman data yang diperoleh.


(70)

7. Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditunjukkan oleh pekerja tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal.

8. Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas. Waktu longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi seperti kebutuhan-kebutuhan personil yanga bersifat pribadi, faktor kelelahan, keterlambatan material dan lain-lainnya.

9. Tetapkan waktu kerja baku (Standard Time) yaitu jumlah total antara waktu normal dan waktu longgar.

Berdasarkan lagkah-langkah di atas terlihat bahwa pengukuran waktu dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang objektif karena di sini waktu ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak cuma sekedar diestimasi secara subjektif. Di sini juga akan berlaku asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:

1. Metoda dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan dibakukan terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku ini dengan pekerjaan yang serupa.

2. Pekerja harus memahami benar prosedur dan metoda pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja. Pekerja-pekerja yang akan dibebani dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat keterampilan dan kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan tersebut. Untuk ini persyaratan mutlak pada waktu memilih pekerja yang akan dianalisa waktu kerjanya benar-benar memiliki tingkat kemampuan yang rata-rata.


(71)

3. Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.

4. Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk

seluruh periode kerja yang ada.

3.7. QFD (Quality Function Deployment)9

1. Klarifikasi Tujuan

Cohen (1995) mendefinisikan Quality Function Deployment adalah metode terstruktur yang digunakan dalam proses perencanaan dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta mengevaluasi secara sistematis kapabilitas suatu produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Tujuan dari Quality Function

Deployment tidak hanya memenuhi sebanyak mungkin harapan pelanggan, tapi

juga berusaha melampaui harapan-harapan pelanggan sebagai cara untuk berkompetensi dengan saingannya, sehingga diharapkan konsumen tidak menolak dan tidak komplein, tapi malah menginginkannya.

Perancangan produk dengan QFD melalui beberapa langkah yaitu seperti yang dijelaskan sebagai berikut:


(72)

tujuan yang dibuat itu mungkin saja berubah dalam proses perancangan selanjutnya.

Metode yang relevan: Pohon Tujuan (Objective Tree)

Metode ini memberikan bentuk dan penjelasan dari pernyataan tujuan dan sasaran yang akan dicapai dengan pertimbangan.

Prosedur :

1. Mempersiapkan daftar tujuan rancangan.

2. Menyusun daftar tujuan dan sub tujuan dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah.

3. Membuat diagram pohon tujuan.

2. Penetapan Fungsi

Tahap ini bertujuan untuk menetapkan fungsi-fungsi yang diperlukan dan batas-batas sistem dari rancangan produk baru. Titik pangkal untuk metode ini adalah memusatkan pada apa yang didapat dari desain baru.

Metode yang relevan: Analisis Fungsional Prosedur:

1. Menyusun fungsi sistem secara keseluruhan dalam bentuk transformasi

input/output.

2. Mengelompokkan sub–sub fungsi. 3. Menggambar blok diagram. 4. Menggambar pembatasan sistem.


(73)

5. Mencari komponen yang sesuai untuk menghasilkan sub–sub fungsi dan interaksi diantara sub–sub fungsi tersebut.

3. Menyusun Kebutuhan

Pada tahap ini ditujukan untuk menetapkan spesifikasi kinerja yang akurat dari solusi rancangan yang diperlukan.

Metode yang relevan : Performance Specification Method Prosedur:

1. Mempertinggi berbagai level yang sifatnya umum dari solusi yang diusulkan. 2. Menentukan level yang sifatnya umum yang mana akan digunakan dalam

operasi level of generality.

3. Mengidentifikasi atribut pembuatan yang perlu persiapan 5W, yaitu : a. What (apa)

Produk apa yang akan dirancang? b. Who (siapa)

Kepada siapa produk ini akan dipasarkan? c. Why (mengapa)

Mengapa produk ini dibuat? d. Where (dimana)


(74)

4. Menguraikan syarat-syarat pembuatan secara ringkas dan jelas untuk setiap atribut.

4. Penentuan Karakteristik

Tahap ini bertujuan untuk menetapkan target yang akan dicapai oleh karakteristik teknis produk sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.

Metode yang relevan: Quality Functional Deployment (QFD) Prosedur :

1) Mengidentifikasi kebutuhan konsumen dalam batas pada atribut produk kebutuhan konsumen.

2) Menentukan kepentingan relatif dari atribut. 3) Mengevaluasi atribut dari produksi pesaing.

4) Menggambarkan matriks dari produk atribut dengan karakteristik teknis. 5) Mengidentifikasikan hubungan antara karakteristik dan produk atribut. 6) Mengidentifikasi interaksi antara karakteristik teknis.

7) House of Quality.

Keuntungan yang didapat dari penggunaan QFD antara lain adalah: a. Memperbaiki kualitas

b. Memperbaiki performansi perusahaan

c. Biaya mendesain dan manufaktur lebih rendah d. Menaikkan reliabilitas produk

e. Menurunkan waktu keputusan/perancangan f. Menaikkan produktivitas staf dan teknisi


(75)

g. Menurunkan jaminan klaim

h. Menaikkan kesempatan dan peluang pemasaran

Kekuatan QFD terletak pada keterlibatan sebuah tim, masing-masing dengan pengetahuan dan pengalaman individual. Mereka menetapkan konsensus opini pada bagaimana kebutuhan end-user. Proses penyusunan QFD memerlukan disiplin pemikiran dan diskusi. Proses ini berguna jika digunakan untuk menghadapi banyak situasi kompleks seperti yang pernah terjadi pada masalah karat badan mobil Toyota pada tahun 1960 dan 1970.

Penggunaan QFD sebaiknya tidak dibatasi oleh pemecahan masalah saja. Fungsi utama QFD adalah mengungkapkan kepuasan konsumen melalui perbaikan kualitas. Basic feature sangat diharapkan bahkan seringkali harus dimasukkan begitu saja tanpa banyak pertimbangan (taken for granted).

3.8. Dasar-dasar Sampling10 3.8.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita. Banyaknya pengamatan atau anggota suatu populasi disebut ukuran populasi. Seandainya ada 600 siswa disekolah itu yang akan kita golongkan menurut golongan darahnya, maka dikatakan kita memiliki populasi berukuran 600.


(76)

Kelompok unit yang dipakai untuk tujuan sampling disebut unit sampling. Untuk membedakan antara kedua istilah unt sampling dan unit statistik harus hati-hati. Kedua istilah tersebut mungkin sama tetapi todak harus sama. Sebagai contoh misalnya, pada survei angkata kerja kita tertarik tentang karakteristik pekerjaan dari individu, sehingga setiap orang adalah unit statistik. Tetapi, mungkin kita lebih senang dan lebih operasional memilih rumah tangga dan kemudian memperoleh informasi tentang semua orang pada rumah tangga terpilih. Dalam hal ini adalah unit sampling.

3.8.3. Teknik Penarikan Sampel11

1. Probability Sampling.

Setelah jumlah sampel yang akan diambil dari populasi telah ditentukan, selanjutnya pengambilan sampel pun harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan dalam bentuk teknik sampling. Ada tiga hal pokok dalam pengambilan sampel dari populasi, yaitu :

- populasi yang terhingga dan tak terhingga

- pengambilan sampel secara probabilitas dan yang nonprobabilitas

- pengambilan sampel dengan membagi bagi dulu populasi menjadi beberapa bagian yang disebut subpopulasi sehingga subpopulasi menjadi relatif homogen atau heterogen.

Pada teknik sampling terdapat dua metode teknik sampling yang umum digunakan dalam suatu penelitian, yaitu:

11


(77)

Probability sampling adalah suatu metode pemilihan ukuran sampel dimana

setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Probability sampling dapat dibagi menjadi:

a. Simple Random Sampling

Ada tiga cara pengambilan sampel dengan simple random sampling : 1) Cara Undian

Cara ini memberi nomor-nomor pada seluruh anggota populasi, lalu secara acak dipilih nomor-nomor sesuai dengan banyaknya jumlah sampel yang dibutuhkan.

2) Cara Tabel Bilangan Random

Prinsip pemakaiannya adalah pertama-tama memberi nomor pada setiap anggota populasi. Lalu gunakan jumlah digit pada tabel acak dengan digit populasi. Pemakaian pada tabel, pilih salah satu nomor dengan cara acak, gunakan dua digit terakhirnya, cocokkan dengan nomor pada sampel frame.

3) Cara Sistematis/ Ordinal

Cara ini merupakan teknik untuk memilih anggota sampel melalui peluang dan ‘sistem’ tertentu dimana pemilihan anggota sampel setelah dimulai dengan pemilihan secara acak untuk data pertama dan berikutnya


(78)

Populasi yang dianggap heterogen menurut suatu karakteristik tertentu terlebih dahulu dikelompok-kelompokkan dalam beberapa subpopulasi, sehingga tiap subpopulasi yang ada memiliki anggota sampel yang relatif homogen. Lalu dari tiap subpopulasi ini secara acak diambil anggota sampelnya.

c. Cluster Sampling

Pengambilan sampel dengan cara ini hampir sama dengan stratified

random sampling. Bedanya jika cara stratifikasi mengakibatkan adanya

subpopulasi yang unsur-unsurnya homogen, sedangkan dengan cara kluster unsur-unsurnya heterogen. Selanjutnya pada masing-masing kluster, dipilih sampel secara random sebanyak yang dibutuhkan. Pengambilan sampel kluster ini kadang-kadang dikaitkan dengan pengambiolan sampel wilayah, sebab dalam pelaksanaanya sering dikaitkan dengan letak geografis.

2. Non Probability Sampling.

Dengan cara ini semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel, karena misalnya ada bagian tertentu secara sengaja tidak dimasukkan dalampemilihan untuk mewakili populasi. Cara ini juga sering disebut sebagai pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan karena dalam pelaksanaannya digunakan pertimbangan tertentu oleh peneliti. Non probability sampling dapat dibagi menjadi:


(79)

Sampling ini nyaris tidak dapat diandalkan, tetapi biasanya paling murah

dan cepat dilakukan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang mereka temui. Hasilnya dapat menunjukkan bukti-bukti yang cukup berlimpah, sehingga prosedur pengambilan sampel yang lebih canggih tidak diperlukan lagi.

b. Judgement Sampling

Cara ini sama dengan purposive sampling, dapat dipakai, misalnya kita ingin mengetahui pendapat karyawan tentang produk yang akan dibuat. Peneliti telah beranggapan bahwa karyawan akan lebih banyak tahu daripada orang lain, sehingga peneliti telah melakukan pertimbangan. Cara ini lebih cocok dipakai pada saat tahap awal studi eksploratif.

c. Quota Sampling

Jika riset akan mengkaji suatu fenomena dari beberapa sisi, maka responden yang akan dipilih adalah orang-orang yang diperkirakan dapat menjawab semua sisi itu.

d. Snowball Sampling

Merupakan teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih responden lain untuk dijadikan sampel lagi, begitu seterusnya sehingga jumlah sampel terus menjadi


(80)

Dalam hal ini, pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut-paut dengan karakteristik populasi yang telah diketahui sebelumnya.

3.8.4. Ukuran Sampel

Pada dasarnya pengambilan jumlah sampel tergantung pada kondisi populasinya. Apabila populasinya sangat homogen, maka pengambilan sampel secukupnya saja. Akan tetapi bila kondisi populasinya sangat heterogen, maka pengambilan sampel harus memperhatikan bahwa tiap tingkatan populasi harus terwakili.

Yang perlu diperhatikan bahwa pengambilan sampel harus melebihi banyaknya variabel yang akan diukur pada populasi tersebut. Ada beberapa macam cara untuk mengetahui ukuran sampel yang diambil sebagai perwakilan dari suatu populasi.

a. Pendapat Slovin

Menurut slovin, jumlah sampel yang dapat diambil adalah:

2

1 Ne

N n

+ = Dimana :

n = ukuran sampel, N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir, biasanya 0,02.


(81)

b. Pendapat Gay

Menurut gay, ukuran minimum sampel yang dapat diterima berdasarkan pada desain penelitian yang digunakan. Misalnya:

- Metode deskriptif, minimal 10% dari populasi - Metode deskriptif-korelasional, minimalm 30 subjek

- Metode experimental minimal 15 subjek tiap kelompok percobaan. c. Pendapat Harry King

Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan nomogram dan jumlah populasi maksimum 2000 dengan α bervariasi sampai 15%.

d. Cara interval taksiran

Jika ukuran populasi relatif sangat besar, misalnya 100.000, kita tidak dapat menggunakan tabel. Adapun jumlah sampel yang dapat diambil dengan cara interval taksiran adalah:

2 2 ) 1 ( σ σ + − = D N N n dengan 4 2 B D=

3.9. Pembuatan Kuesioner12

Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti lapora tentang pribadinya, atau


(82)

Ada empat komponen utama dari suatu kuesioner, yaitu: 1. Adanya subjek, individu yang melaksanakan penelitian 2. Adanyan ajakan, yaitu permohonan dari peneliti

3. Adanyan petunjuk pengisian kuesioner

4. Adanya pertanyaan maupun pertanyaan beserta tempat mengisi jawaban. Kuesioner dapat dibeda-bedakan berdasarkan berdasarkan beberapa tipe yaitu :

1. Berdasarkan cara menjawab

a. Kuesioner Terbuka, yang memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.

b. Kuesioner Tertutup, yang telah disediakan jawabannya sehingga responden hanya tinggal menjawab memilih sesuai pilihan yang ada.

2 Berdasarkan jawaban yang diberikan

a. Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya atau memberikan infomai mengenai perihal pribadi.

b. Kuesioner tidak langsung, yaitu jika responden memberikan responden tentang perihal orang lain.

3. Berdasarkan bentuknya a. Kuesioner pilihan ganda b. Kuesioner isian

c. Check List d. Rating Scale


(83)

3.10. Uji Reliabilitas dan Uji Validitas 3.10.1. Uji Reliabilitas

Reliabilitas artinya adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran. Pengukuran memliliki reliabilitas yang tinggi, yaitu pengukuran yang mampu memberikan hasil yang terukur dan terpercaya, reliabilitas merupakan salah satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik. Kadang-kadang reliabilitas disebut juga sebagai keterpercayaan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya. Namun ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dapat terpercaya, artinya sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari galat pengukuran.

Metode-metode perhitungan reliabilitas dapat dikelompokkan berdasarkan sumber-sumber galat pengukuran sebagai berikut :

1. Test Retest Reliability

Metode perhitungan reliabilitas yang paling baik digunakan untuk mengetahui sumber-sumber galat yang berkaitan dengan waktu. Metode ini digunakan untuk mengevaluasi galat yang dikaitkan dengan pengadministrasian suatu tes pada dua waktu yang berbeda, yang dilakukan dengan cara mengadministrasikan suatu tes dengan kesempatan yang berbeda dan kemudian mengkorelasikan skor-skor hasil dari kedua pengadministrasian tersebut.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)