Peran Pemerintah Untuk Meningkatkan Penggunaan Produk Industri Dalam Negeri Melalui Pengadaan Barang Dan Jasa Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk

memajukan kesejahteraan umum. Amanat tersebut, antara lain telah dijabarkan
dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan merupakan amanat konstitusi yang mendasari pembentukan seluruh peraturan
perundang-undangan di bidang perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar
pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang
mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia. 1
Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus
menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara
adil

dan

merata,


serta

mengembangkan

kehidupan

masyarakat

dan

penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Pencerminan kehendak ini antara lain dituangkan
dalam sasaran umum pembangunan jangka panjang yakni terciptanya kualitas
manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana
tenteram dan sejahtera lahir batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara yang berdasarkan Pancasila, dalam suasana kehidupan bangsa Indonesia
yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia,
manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam dan lingkungannya, manusia
1


Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2013),

hlm. 235.

Universitas Sumatera Utara

dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan di bidang ekonomi sasarannya adalah
terciptanya perekonomian yang mandiri dan handal, dengan peningkatan
kemakmuran rakyat yang makin merata, pertumbuhan yang cukup tinggi, dan
stabilitas nasional yang mantap. 2
Pembangunan nasional dilaksanakan dengan memanfaatkan kekuatan dan
kemampuan sumber daya yang tangguh dan didukung oleh nilai-nilai budaya
luhur bangsa, guna mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan bangsa
untuk kepentingan nasional. Pembangunan nasional di bidang ekonomi
dilaksanakan untuk menciptakan struktur ekonomi yang mandiri, sehat dan kukuh
dengan menempatkan pembangunan industri sebagai penggerak utama. 3
Indonesia, di bawah Pemerintahan Orde Baru, membuka diri terhadap
investasi asing yang ditandai penetapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967.
Kebijakan ini mengindikasikan liberalisasi 4 pada awal era pemerintahan Orba.

Upaya menarik pemodal asing mancanegara dilakukan berkaitan dengan usaha
menggairahkan perekonomian nasional yang sangat lesu pascapemerintahan Orla.
Pada saat itu, pemerintah dihadapkan pada pilihan dilematis. Di satu sisi,
kebijakan ‘pintu terbuka’ 5 akan menggairahkan perekonomian dengan aliran

2

Ibid., hlm. 235.
Perindustrian: Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, (Jakarta:
Tatanusa, 2014), hlm. 5.
4
Liberalisasi adalah proses (usaha dan sebagainya) untuk menerapkan paham liberal
dalam kehidupan (tata negara dan ekonomi). www.kbbi.web.id (diakses 1 Juni 2016).
5
Politik Pintu Terbuka bertujuan untuk membuka perdagangan bebas dengan negara
maju, mengundang modal asing, meminta bantuan tehnis di bidang teknologi dan birokrasi,
membuka komunikasi kultural dengan dunia luar namun membuka dan menambahi hutang luar
negeri. Hernawan Hadi, “Hukum Investasi”, www.slideplayer.info/slide/1995972 (diakses 1 Juni
2016).
3


Universitas Sumatera Utara

modal, teknologi, dan penyerapan tenaga kerja, sementara di sisi lain terdapat
ancaman kemungkinan dominasi perekonomian oleh PMA . 6
Sejak awal dekade 1970-an hingga pertengahan dekade 1980-an, pemerintah
mengembangkan strategi Industri Substitusi Impor (ISI). Strategi industrialisasi
bertujuan menghemat devisa dengan cara mengembangkan industri yang
menghasilkan barang pengganti barang impor. Dengan berdasarkan pada strategi
tersebut, pemerintah membatasi masuknya investor asing dengan berbagai
ketentuan, antara lain pembatasan pemberian lisensi; penetapan pangsa modal
PMA relatif terhadap modal domestik; dan pelarangan PMA bergerak di sektor
pertahanankeamanan, sektor strategis (telekomunikasi), dan sektor publik (listrik
dan air minum). 7
Industrialisasi di negara sedang berkembang sama sekali bukan hal baru.
Amerika Latin sudah memulai industrialisasi sejak dekade tiga puluhan akibat
menurunnya sumber-sumber alam di kawasannya. Saat itu, ada kepercayaan
bahwa untuk maju, suatu negara harus melaksanakan industrialisasi. Spesialisai
di bidang pertanian identik dengan kolonialisme dan keterbelakangan.
Industrialisasi dianggap sebagai resep

produktivitas,

dan

peningkatan

meningkatkan aktivitas ekonomi,

standard

hidup.

Keinginan

lepas

dari

ketergantungan terhadap negara maju membuat negara-negar Amerika Latin
melakukan industrialisasi. 8


6

Mudrajad Kuncoro, Ekonomika Industri Indonesia Menuju Negara Industri Baru 2030,
(Edisi I: Yogyakarta: Andi, 2007), hlm. 113.
7
Ibid., hlm. 113.
8
Ibid., hlm. 7.

Universitas Sumatera Utara

Namun optimisme tersebut terbukti berlebihan sebab faktor kemajuan
teknologi negara-negara industri maju kemudian menjadi penghambat. Produk
industri negara sedang berkembang tidak dapat bersaing dengan produk industri
negara maju di pasar internasional. Akibatnya, ekspor produk industri yang
diharapkan memegang peranan penting dalam perekonomian tidak berjalan seperti
yang diharapkan.
Hambatan tersebut mengarahkan industri yang ada di negara sedang
berkembang menjadi sekadar pengganti produk industri impor dari negara lain.

Keadaaan demikian kemudian dikenal sebagai strategi industri substitusi impor.
Namun, pelaksanaan strategi industri yang demikian menghadapi banyak kendala,
yaitu: 9
1.

Populasi yang kecil dari kebanyakan negara sedang berkembang.

2.

Kemampuan daya beli penduduk yang lemah karena tingkat pendapatan
yang rendah.

3.

Industri padat karya yang ada di negara sedang berkembang sudah tidak
memadai untuk mencapai tingkat pertumbuhan indsutri yang tinggi,
sehingga harus diarahkan pada indsutri yang padat modal.

4.


Kurangnya sumber daya tenaga kerja yang terlatih.

5.

Kurangnya infrastruktur di negara sedang berkembang, seperti jalan,
pembangkit listrik, dan lainnya.

9

Ibid., hlm. 7.

Universitas Sumatera Utara

Akibatnya sebagai kendala di atas, banyak negara sedang berkembang
terjerat dalam perangkap ekonomi biaya tinggi, inefisiensi, tingkat pengangguran
tinggi, dan distribusi pendapatan yang tidak merata.
Hal diatas terjadi di Indonesia, industri substitusi impor ternyata menguras
cadangan devisa karena penekanan produksi barang mewah yang berteknologi
tinggi dan padat modal. Industri pun sangat bergantung pada pasokan input
negara-negara maju. Akibatnya, industri-industri yang ada banyak menguras

devisa untuk pembelian barang modal dan input antara yang sebagian besar harus
diimpor.10
Ketergantungan penerimaan ekspor Indonesia, yang didominasi oleh sektor
migas dan jatuhnya harga minyak pada awal dekade 1980-an, memaksa
pemerintah mengubah strategi industrialisasi dari Industri Substitusi Impor (ISI)
menuju Industri Promosi Ekspor (IPE). Sejak periode itu, pemerintah berusaha
memacu

pertumbuhan

industri

berorientasi

ekspor

dengan

kemudahan


permodalan dan izin investasi, baik bagi PMDN maupun PMA 11. Pemerintah
menunjukkannya melalui kebijakan investasi yang ekspansif. Kemudian, disisi
lain pemerintah pun melakukan kebijakan penetapan harga pada beberapa industri
panghasil produk strategis. 12

10

Ibid., hlm. 113.
Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam
negeri dengan menggunakan modal dalam negeri sedangan Penanam Modal Asing (PMA) adalah
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh penanam modal asing baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun
yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal, Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 3.
12
Ibid., hlm. 128.
11

Universitas Sumatera Utara


Industrialisasi kini menjadi sebuah keharusan menyusul berbagai paket
deregulasi yang diluncurkan pemerintah sejak september 2015. Selain akan
mendorong arus masuk investasi yang lebih besar, industrialisasi diyakini akan
membuka lapangan kerja baru dan menciptakan multiplier effect 13 di sektor
perdagangan. Bahkan industrialisasi akan membuka jalan bagi suatu proses
penciptaan nilai tambah dalam setiap kegiatan ekonomi, termasuk produksi,
distribusi perdagangan dan investasi. 14
Globalisasi dan liberalisasi membawa dinamika perubahan yang sangat
cepat dan berdampak luas bagi perekonomian nasional. Di satu sisi pengaruh yang
paling dirasakan adalah terjadi persaingan yang semakin ketat dan di sisi lain
membuka peluang kolaborasi sehingga pembangunan industri memerlukan
berbagai dukungan dalam bentuk perangkat kebijakan yang tepat, perencanaan
terpadu, dan pengelolaan yang efisien dengan memperhatikan prinsip-prinsip tata
kelola yang baik. 15
Bentuk konkret Globalisasi dan liberalisasi bagi perekonomian nasional
adalah sudah diberlakukannya ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) sejak
tahun 2010 dan baru diberlakukannya tahun ini MEA (Masyarakat Ekonomi
ASEAN). Bagi Indonesia sendiri keikutsertaan dalam ACFTA dan MEA
mendorong industri dalam negeri untuk bersaing baik di pasar ekspor maupun di
dalam negeri sendiri. Hal ini merupakan tantangan sekaligus problema besar bagi
13

Multiplier Effect adalah hasil kali pertambahan tiap pos pendapatan nasional. Multiplier
Effect sendiri yang paling populer adalah pengganda pajak, pengganda investasi, dan pengganda
belanja
pemerintah.Arif
Anindita,
“Economic
Course”,
www.economiccourse.blogspot.co.id/2011/06/multiplier-effect.html (diakses 18 Juni 2016).
14
Rosan Perkasa Roeslani, “Industrialisasi suatu keharusan”, Majalah Media
Industri,
Edisi No.4 Tahun 2015, hlm. 65., www.kemenperin.go.id (diakses 26 Maret 2016).
15
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, Penjelasan Umum.

Universitas Sumatera Utara

Indonesia karena kemampuan produk industri dalam negeri dari segi kualitas
maupun kuantitas masih rendah.
Berdasarkan konsiderans Undang-Undang No. 3 Tahun 2015 tentang
Perindustrian menyebutkan bahwa Pembangunan industri yang maju diwujudkan
melalui penguatan struktur industri yang mandiri, sehat, dan berdaya saing dengan
mendayagunakan sumber daya secara optimal dan efisien, serta mendorong
perkembangan

industri

keseluruh

wilayah

Indonesia

dengan

menjaga

keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional yang berlandaskan pada
kerakyatan, keadilan dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dengan mengutamakan
kepentingan nasional yang berarti Industri nasional dipergunakan untuk
kemakmuran rakyat serta untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan
bernegara. 16
Hal diatas dapat berjalan dengan baik apabila masyarakat dan pemerintah
dapat bekerjasama untuk mewujudkannya, apabila industri dalam negeri
memperhatikan kualitas produk dan produktivitasnya dengan prinsip tata kelola
yang baik maka menghasilkan produk industri dalam negeri yang berdaya saing
tinggi terutama di dalam negeri sehingga dapat digunakan dan meningkatkan
pelayanan publik yang akan menghasilkan tata pemerintahan yang baik. 17
Tata pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance dan Clean
Government) adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan
terhadap kekuasaan yang dimiliki pemerintah dalam menjalankan fungsinya
melalui institusi formal dan informal. Untuk melaksanakan prinsip Good
16

Ibid., konsiderans huruf c.

Universitas Sumatera Utara

Governance dan Clean Government, maka pemerintah harus melaksanakan
prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien, serta
mewujudkannya dengan tindakan dan peraturan yang baik dan tidak berpihak
(independen), serta menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para
pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel. 18
Berdasarkan konsiderans Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menyebutkan pengadaan barang
dan jasa pemerintah yang efisien,terbuka dan kompetitif sangat diperlukan bagi
ketersediaan barang dan jasa yang terjangkau dan berkualitas, sehingga akan
berdampak pada peningkatan pelayanan publik. 19
Peningkatan

kualitas

pelayanan

publik

melalui

penyelenggaraan

pemerintahan yang baik dan bersih, perlu didukung dengan pengelolaan keuangan
yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses
pengadaan barang/jasa pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan
keterbukaan, transparansi, akuntabilitas serta prinsip persaingan/kompetisi yang
sehat

dalam

proses

pengadaan

barang/jasa

pemerintah

yang

dibiayai

APBN/APBD, sehingga diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas
serta dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun
manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.20

18

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
Penjelasan Umum.
19
Ibid., Konsiderans huruf a.
20
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Namun kenyataan di lapangan masih banyak perusahaan industri dalam
negeri yang kurang perhatian terhadap kualitas produk industrinya sehingga tidak
menghasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing tinggi serta masyarakat
Indonesia lebih bangga bila memiliki dan menggunakan produk-produk buatan
luar negeri karena dianggap lebih berkelas dan modern dibandingkan
menggunakan produk dalam negeri. Hal tersebut tentunya akan merugikan bangsa
Indonesia sendiri dikarenakan bagi industri-industri dalam negeri akan terjadi
pelemahan dan kemerosotan hasil pendapatan industri yang akan berefek pada
pendapatan dalam negeri serta pertumbuhan ekonomi negara. Selain merugikan
kaum industriawan, hal tersebut lama-kelamaan akan mengikis rasa nasionalisme
dan kebanggaan rakyat Indonesia terhadap bangsa sendiri. 21
Melihat kenyataan tersebut, Pemerintah sebagaimana disebutkan dalam
pasal 85 sampai 89 Undang-Undang No.3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
berperan serta untuk mendorong masyarakat dan badan usaha swasta
menggunakan produk industri dalam negeri, 22 Hal tersebut dapat meningkatkan
iklim industri yang kondusif bagi industri-industri lokal khususnya. 23
Peran serta masyarakat untuk menggunakan produk industri dalam negeri
dilaksanakan pemerintah melalui pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Pengadaan barang dan jasa melibatkan beberapa pihak, yaitu pihak pembeli atau
pengguna dan pihak penjual atau penyedia barang dan jasa. Pembeli atau

21

Arga Vella Nirwana P. dkk., Makalah “Upaya Perlindungan Industri Lokal Melalui
Penerapan Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) Guna Memperkuat
Daya Saing Perindustrian Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)”,
www.academia.edu (diakses 1 Juni 2016).
22
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 85-89.
23
Arga Vella Nirwana P. dkk., Op. Cit.

Universitas Sumatera Utara

pengguna barang dan jasa adalah pihak yang membutuhkan barang dan jasa.
Dalam pelaksanaan pengadaan, pihak penggunaan adalah pihak meminta atau
memberi tugas kepada pihak penyedia untuk memasok atau membuat barang atau
melaksanakan pekerjaan tertentu. Pengguna barang dan jasa dapat merupakan
suatu lembaga/organisasi dan dapat pula orang perseorangan. Yang tergolong
lembaga antara lain: instansi pemerintah (Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota), badan Usaha (BUMN, BUMD,
Swasta), dan organisasi masyarakat. Adapun yang tergolong orang perseorangan
adalah individu atau orang yang membutuhkan barang dan jasa. 24
Bagaimana penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan
barang dan jasa oleh pemerintah berjalan dengan efisien, terbuka, dan kompetitif
agar produk industri dalam negeri dapat bersaing dengan produk industri luar
negeri atau produk industri impor sehingga dapat semakin dikenal oleh
masyarakat.

B.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, Adapun yang menjadi perumusan

masalah yang akan dibahas oleh penulis dalam penulisan skripsi ini, antara lain
sebagai berikut :
1.

Bagaimanakah pengaturan peningkatan penggunaan produk industri dalam
negeri menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia ?

24

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan berbagai
permasalahannya, (Edisi I: Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 4.

Universitas Sumatera Utara

2.

Bagaimanakah aspek hukum pengadaan barang dan jasa menurut Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah?

3.

Bagaimanakah peran pemerintah untuk meningkatkan penggunaan produk
industri dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa di tinjau dari
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian?

C.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.

Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini
adalah :

a.

Untuk mengetahui bagaimana pengaturan peningkatan penggunaan produk
industri dalam negeri menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia.

b.

Untuk mengetahui aspek hukum pengadaan barang dan jasa menurut
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.

3.

Untuk mengetahui bagaimana peran pemerintah untuk meningkatkan
penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan barang dan
jasa ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian.

2.

Manfaat Penulisan
Manfaat Penelitian dalam penulisan skripsi ini, antara lain sebagai berikut: 25

25

Suratman dan Philips Dillah, Op. Cit., hlm. 243.

Universitas Sumatera Utara

a.

Manfaat Teoritis: Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat dan memberi kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum,
khususnya dalam bidang hukum ekonomi terutama yang berkaitan dengan
penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan barang dan
jasa.

b.

Manfaat Praktek: Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat dan menjadi masukan (input) bagi para pengambil kebijakan
(policy) di pengadaan barang dan jasa untuk menggunakan produk industri
dalam negeri.

D.

Keaslian Penulisan
“Peran Pemerintah Untuk Meningkatkan Penggunaan Produk Industri

Dalam Negeri Melalui Pengadaan Barang Dan Jasa Ditinjau Dari Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian”.
Diangkat oleh penulis menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyusun melalui referensi
buku-buku, media elektronik (internet) sebagai sarana penunjang informasi
jaringan perpustakaan terluas. Penulis menjamin keaslian penulisan karena adanya
surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh perpustakaan Fakults Hukum
Universitas Sumatera Utara yang menyatakan bahwa judul telah diperiksa dan
tidak ada judul yang sama namun ada terdapat penulisan yang berkaitan dengan
pengadaan barang/jasa tetapi hanya secara khusus membahas tentang pengadaan
barang/jasa yang dilakukan Dinas Pendidikan Kota Tanjung Balai yang ditulis

Universitas Sumatera Utara

oleh Saudara Denny Sanjaya pada tahun 2012. Penulisan tersebut mempunyai
bahasan permasalahan yang berbeda dengan penulisan skripsi yang dilakukan
oleh penulis.

E.

Tinjauan Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan suatu hal yang sangat membantu penulis

dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Karena melalui berbagai
referensi-referensi buku yang ada memberikan cara-cara penyelesaian dalam
penulisan karya ilmiah ini tentang penulisan yang sejenis yang tentunya sangat
berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang diuraikan dalam penulisan
karya ilmiah ini. Secara singkat kepustakaan dapat membantu penulis dalam
berbagai kebutuhan dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini misalnya: 26
1.

Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan
berkaitan dengan permasalahan yang sedang dikaji.

2.

Mendapatkan

metode,

teknik,

atau

cara

pendekatan

pemecahaan

permasalahan yang digunakan.
3.

Sebagai sumber data sekunder.

4.

Mengetahui sejarah dan prespektif dari permasalahan penulisan.

5.

Mendapatkan informasi tentang cara evaluasi atau analisis data yang dapat
digunakan.

6.

Memperkaya ide-ide baru.

26

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja grafindo Persada,
1997), hlm. 109.

Universitas Sumatera Utara

7.

Dapat mengetahui siapa saja penulis lain di bidang yang sama dan siapa
pemakai hasilnya.
Pembangunan sektor industri telah memiliki landasan hukum Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian sebagai penjabaran
operasional Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33. Namun, landasan
hukum tersebut sudah tidak memadai sehingga perlu diganti dengan undangundang yang baru guna mengantisipasi dinamika perubahan lingkungan strategis,
baik yang bersifat internal maupun eksternal. 27
Undang-Undang Perindustrian yang baru Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2014 ini diharapkan dapat menjadi instrumen pengaturan yang efektif dalam
pembangunan industri dengan tetap menjamin aspek keamanan, keselamatan, dan
kesehatan manusia serta kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pokok-pokok
pengaturan dalam undang-undang yang baru meliputi penyelenggaraan urusan
pemerintahan dibidang perindustrian, rencana induk pembangunan industri
nasional, kebijakan industri nasional, perwilayahan industri, pembangunan
sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri, pemberdayaan
industri, tindakan pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan, penanaman
modal bidang industri dan fasilitas, komite industri nasional, peran serta
masyarakat, serta pengawasan dan pengendalian. 28
Perindustrian diselenggarakan berdasarkan asas: 29
1.

Kepentingan nasional, yaitu:

27

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, Penjelasan Umum.
Loc. Cit.
29
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 2.

28

Universitas Sumatera Utara

Kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan
melalui kerja sama seluruh elemen bangsa.
2.

Demokrasi ekonomi, yaitu:
Semangat kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, dan kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dalam
kesatuan ekonomi nasional.

3.

Kepastian berusaha, yaitu:
Iklim usaha kondusif yang dibentuk melalui sistem hukum yang menjamin
konsistensi antara peraturan perundang-undangan dengan pelaksanaannya.

4.

Pemerataan persebaran, yaitu:
Upaya untuk mewujudkan pembangunan industri di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan potensi sumber daya yang
dimiliki pada setiap daerah.

5.

Persaingan usaha yang sehat, yaitu:
Persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan produksi, distribusi,
pemasaran barang, dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara yang jujur dan
taat terhadap hukum.

6.

Keterkaitan industri, yaitu:
Hubungan antar-industri dalam mata rantai pertambahan atau penciptaan
nilai untuk mewujudkan struktur industri nasional yang sehat dan kokoh.
Keterkaitan industri dapat berupa keterkaitan yang dimulai dari penyediaan
bahan baku, proses manufaktur, jasa pendukung indsutri, sampai distribusi

Universitas Sumatera Utara

ke pasar dan pelanggan, dan/atau keterkaitan yang melibatkan industri kecil,
industri menengah dan industri besar. 30
Perindustrian diselenggarakan dengan tujuan: 31
1.

Mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian
nasional.

2.

Mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur industri.

3.

Mewujudkan industri yang mendiri, berdaya saing, dan maju, serta industri
hijau.

4.

Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan
yang merugikan masyarakat.

5.

Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja.

6.

Mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah
Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional.

7.

Meningkatkan

kemakmuran

dan

kesejahteraan

masyarakat

secara

berkeadilan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
memberikan defenisi tentang perindustrian pada pasal 1 angka 1 perindustrian
adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri
dilanjutkan pada pasal 1 angka 2 memberikan defenisi tentang industri adalah
seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau

30
31

Ibid.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 3.

Universitas Sumatera Utara

memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang
mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. 32
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, industri adalah kegiatan
memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan,
misalnya mesin; Menurut Badan Pusat Statistik, industri adalah sebuah kesatuan
unit usaha yang menjalankan kegiatan ekonomi dengan tujuan untuk
menghasilkan barang atau jasa yang berdomisili pada sebuah tempat atau lokasi
tertentu dan memiliki catatan administrasi sendiri. 33
Pengertian industri menurut beberapa ahli bermacam-macam, menurut
Teguh S. Pambudi, industri adalah sekelompok perusahaan yang bisa
menghasilkan sebuah produk yang dapat saling menggantikan antara yang satu
dengan yang lain; menurut Wirasti dan Dini Natalia industri adalah sebagai
pengolahan barang setengah jadi menjadi barang yang telah jadi sehingga dapat
mendatangkan sebuah keuntungan bagi pelaksanaannya.
Klasifikasi industri berdasarkan jenis/macam dan penggolongan industri di
Indonesia, yaitu: 34
1.

Jenis/macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku
a.

Industri ekstraktif
Industri yang bahan baku diambil langsung dari alam. Contoh:
pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan,
pertambangan, dsb.

32
33

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 1 angka 1.
Hedi Sasrawan, “Pengertian Industri”, www.hedisasrawan.blogspot.co.id (diakses 1

Juni 2016).
34

Taty alfiah, “Klasifikasi Industri”, www.tatyalfia.files.wordpress.com (diakses 28
Maret 2016).

Universitas Sumatera Utara

b.

Indsutri non-ekstraktif
Industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar.

c.

Industri fasilitatif
Industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual
kepada para konsumennya. Contoh: asuransi, perbankan, transportasi,
ekspedisi, dsb.

2.

Golongan/macam industri berdasarkan besar kecil modal
a.

Industri padat modal
Industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk
kegiatan oprasional maupun pembangunannya.

b.

Industri padat karya
Industri yang lebih dititikberatkan pada sejumlah besar tenaga kerja
atau pekerja dalam pembangunan serta pengoprasiannya.

3.

Jenis/macam-macam industri berdasarkan klasifikasi/penjenisannya dari SK
Menteri Perindustrian No.19/M/I/198635
a.

Industri kimia dasar
Contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb.

b.

Industri mesin dan logam dasar
Contohnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor,
tekstil, dsb.

c.

35

Industri kecil

Industri, http://www.id.wikipedia.org.wiki/Industri (diakses 12 Juli 2016).

Universitas Sumatera Utara

Contohnya seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan,
minyak gorang curah, dsb.
d.

Aneka industri
Contohnya seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman,
dsb.

4.

Jenis/macam-macam industri berdasarkan jumlah tenaga kerja
a.

Industri rumah tangga
Industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 1-4
orang.

b.

Industri kecil
Industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah 5-19 orang.

c.

Industri sedang atau industri menengah
Industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah 20-99 orang.
Industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 100
sampai lebih.

5.

Pembagian/penggolongan industri berdasarkan pemilihan lokasi
a.

Industri yang berorientasi/menitikberatkan pada pasar (market
oriented industry)
Industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen.
Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana konsumen
potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih
baik.

Universitas Sumatera Utara

b.

Industri yang berorientasi/menitikberatkan pada tenaga kerja/labour
(man power oriented industry)
Industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk
karena bisanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak
pekerja/pegawai untuk lebih efektif/efisien.

c.

Industri yang berorientasi/menitikberatkan pada bahan baku (supply
oriented industry)
Jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk
memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar.

6.

Jenis/macam-macam industri berdasarkan produktivitas perorangan
a.

Industri primer
Industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung
atau tanpa diolah terlebih dahulu. Contoh: hasil produksi pertanian,
peternakan, perkebunan, dsb.

b.

Industri sekunder
Industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barangbarang untuk diolah kembali. Contoh: pemintal benang sutra,
komponen elektronik, dsb.

c.

Industri tersier
Industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa. Contoh:
telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan dsb.

Pemerintah mendorong Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
(P3DN). P3DN dinilai mendesak ditengah persaingan perdagangan dunia yang

Universitas Sumatera Utara

semakin ketat, termasuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEA (MEA). P3DN
merupakan program nasional yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor
2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. 36
Pelaksanaan P3DN diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2014 Tentang Perindustrian khususnya pada pasal 85-86 mengenai Peningkatan
Penggunaan Produk Dalam Negeri. Produk dalam negeri adalah barang/jasa yang
diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di
Indonesia, yang menggunakan sebagian tenaga kerja bangsa/warga negara
Indonesia, yang prosesnya menggunakan bahan baku/komponen dalam negeri
dan/atau sebagian impor. P3DN bertujuan untuk memberdayakan industri dalam
negeri, memperkuat struktur industri, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. 37
Secara lebih operasional ketentuan mengenai P3DN dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54
Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Berdasarkan Pasal 1
angka 1 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 pengertian pengadaan barang/jasa
pemerintah yang selanjutnya disebut dengan pengadaan barang/jasa adalah
kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh kementerian/lembaga/satuan kerja
perangkat daerah/institusi lainnya, yang selanjutnya disebut K/L/D/I. Prosesnya
dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan
untuk memperoleh barang/jasa. 38
36

Kemenperin, “Mendorong Penggunaan Produk Dalam Negeri”, Majalah Media
Industri, Edisi No. 3 Tahun 2015, hlm. 45., www.kemenperin.go.id (diakses 26 Maret 2016).
37
Ibid., hlm. 47.
38
Perpres Nomor 54 Tahun 2010, Pasal 1 angka 1.

Universitas Sumatera Utara

F.

Metode Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan penulis, terdapat

masalah yang ingin dibahas yang sudah ditetapkan penulis dalam rumusan
masalah oleh karena itu untuk membahas rumusan masalah tersebut sangat
membutuhkan adanya data dan keterangan yang dapat dijadikan bahan analitis.
Untuk mendapatkan data, mengumpulkan data, dan keterangan tersebut penulis
menggunakan metode sebagai berikut.
1.

Jenis Penelitian
Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis normatif dengan

pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap peraturan perundangundangan perindustrian mengenai peningkatan penggunaan produk industri dalam
negeri melalui pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah. Maka tipe penelitian
yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang
difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam
hukum positif mengenai peningkatan penggunaan produk industri dalam negeri
melalui pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah. Hal ini ditempuh dengan
melakukan penelitian kepustakaan. Oleh karena tipe penelitian yang digunakan
adalah yuridis normatif maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan yang berhubungan dengan penggunaan produk industri
dalam negeri, pengadaan barang dan jasa, dan peran pemerintah untuk
meningkatkan penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan
barang dan jasa.

Universitas Sumatera Utara

2.

Jenis Data

Materi dalam skripsi ini diambil dari data seperti di bawah ini :
a.

Bahan Hukum Primer, yaitu :
Berbagai dokumen peraturan perundang-undangan tertulis yang
mengenai peningkatan penggunaan produk industri dalam negeri
melalui pengadaan barang dan jasa berupa Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2014 tentang Perindustrian atas Instruksi Presiden No 2 Tahun
2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, dan diikuti dengan Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

b.

Bahan Hukum Sekunder, yaitu :
Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan
dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum
primer yang ada.

c.

Bahan Hukum Tersier, yaitu :
Bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier mencakup kamuskamus hukum, kamus besar Bahasa Inggris, ensiklopedia, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) untuk pembenahan tata Bahasa
Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa istilah
asing, indeks kumulatif dsb.

Universitas Sumatera Utara

3.

Teknik Pengumpulan Data
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan

melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi
kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data
yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah,
surat kabar, hasil seminar, dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah
yang dibahas dalam skripsi ini.
4.

Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan dianalisis dengan metode

kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa
yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa data yang
mengelompokan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan
kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian
kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan yang
akan dipaparkan dalam kesimpulan dan saran.

G.

Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing

bab memiliki sub-babnya tersendiri, yang secara garis besarnya dapat diuraikan
sebagai berikut:

BAB I

PENDAHULUAN

Universitas Sumatera Utara

Bab ini membahas secara umum mengenai keadaan-keadaan yang
berhubungan dengan objek penelitian seperti latar belakang
pemilihan judul, rumusan masalah, kegunaan penelitian, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II

PERATURAN TENTANG PENGGUNAAN INDUSTRI DALAM
NEGERI

MENURUT

PERATURAN

PERUNDANG-

UNDANGAN DI INDONESIA
Bab ini membahas pemberdayaan industri dalam negeri yang
dilakukan oleh pemerintah, bagaimana peningkatan penggunaan
produk

industri

dalam

negeri

serta

bagaimana

kebijakan

pemerintah di bidang peningkatan penggunaan produk industri
dalam negeri.
BAB III

ASPEK

HUKUM

PENGADAAN

BARANG

DAN

JASA

MENURUT PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 54
TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA
PEMERINTAH
Bab ini membahas tentang kebijakan pengadaan barang dan jasa
yang terbagi berupa tinjauan umum, etika, norma, prinsip,
kebijakan umum, dan kebijakan melalui pemberian pinjaman;
kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah yang terbagi berupa
prinsip dan aturan hukum pengadaan barang dan jasa oleh
pemerintah, prinsip dan aturan hukum dalam tahap pra kontraktual

Universitas Sumatera Utara

serta penerapannya pada kontrak pengadaan, dan prinsip dan aturan
hukum dalam pelaksanaan kontrak pengadaan.
BAB IV

PERAN

PEMERINTAH

PENGGUNAAN

UNTUK

MENINGKATKAN

PRODUK INDUSTRI

DALAM

NEGERI

MELALUI PENGADAAN BARANG DAN JASA DITINJAU
DARI

UNDANG-UNDANG

NOMOR

3

TAHUN

2014

TENTANG PERINDUSTRIAN
Bab ini membahas ulasan mengenai pedoman peningkatan
penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan
barang

dan

jasa,

peran

pemerintah

untuk

meningkatkan

penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan
barang dan jasa, dan tanggung jawab hukum kepada para pihak
yang melanggar penggunaan produk industri dalam negeri melalui
pengadaan barang dan jasa.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
Bab terakhir ini berisi kesimpulan yang diambil oleh penulis
terhadap bab-bab sebelumnya yang telah penulis uraikan dan
ditutup dengan memberikan saran-saran yang penulis anggap perlu
dari kesimpulan yang diuraikan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH MELALUI PROSES TENDER SECARA ADIL (FAIRNESS) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999

0 30 59

Pembinaan Dan Pengawasan Terhadap Produk Impor Mainan Anak Melalui Kebijakan Standar Nasional Indonesia (Sni) Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

0 6 73

Analisis terhadap Briding Loan dalam Praktik Pengadaan Barang dan Jasa Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junctis Peraturan Perundang-Undang tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

0 2 37

UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN

0 0 85

Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Produk Impor Mainan Anak Melalui Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Secara Wajib Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

0 0 1

Peran Pemerintah Untuk Meningkatkan Penggunaan Produk Industri Dalam Negeri Melalui Pengadaan Barang Dan Jasa Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

0 0 10

Peran Pemerintah Untuk Meningkatkan Penggunaan Produk Industri Dalam Negeri Melalui Pengadaan Barang Dan Jasa Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

0 0 1

Peran Pemerintah Untuk Meningkatkan Penggunaan Produk Industri Dalam Negeri Melalui Pengadaan Barang Dan Jasa Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

0 1 20

Peran Pemerintah Untuk Meningkatkan Penggunaan Produk Industri Dalam Negeri Melalui Pengadaan Barang Dan Jasa Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian Chapter III V

0 0 69

Peran Pemerintah Untuk Meningkatkan Penggunaan Produk Industri Dalam Negeri Melalui Pengadaan Barang Dan Jasa Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

0 0 4