Hubungan skor PUFA pufa dengan indeks massa tubuh pada anak usia 6-12 tahun di sd di Kecamatan Medan Kota dan Medan Perjuangan

7

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies dan Etiologi
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan
kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit, fisur dan daerah interproksimal)
meluas ke arah pulpa. Karies merupakan penyakit infeksius multifaktorial yang
disebabkan

oleh

mikrobiota

kariogenik;

substrat

(makanan-makanan


kaya

karbohidrat), host (gigi dan saliva), dan waktu lamanya proses interaksi antar faktor
tersebut, interaksi ini dapat dilihat pada Gambar 1.21-24
Dua bakteri yang paling umum bertanggung jawab untuk gigi berlubang
adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Karies diawali dengan adanya
demineralisasi jaringan keras gigi (enamel, dentin dan sementum) yang kemudian
diikuti oleh kerusakan materi organik gigi dengan produksi asam oleh hidrolisis dari
akumulasi sisa-sisa makanan pada permukaan gigi.23 Proses demineralisasi dapat
dikembalikan oleh kalsium dan phospat bersama dengan fluor, berdifusi ke dalam
gigi dan menghasilkan lapisan baru pada sisa- sisa kristal yang ada pada lesi awal
yang dikenal dengan remineralisasi. Proses demineralisasi dan remineralisasi pada
umumnya terjadi berulang-ulang setiap hari yang menyebabkan terjadinya kavitas
atau adanya proses perbaikan.24

Gambar 1. Faktor penting penyebab karies24

Universitas Sumatera Utara

8


2.2 Prevalensi dan Pengalaman Karies
Persentase karies gigi bertambah dengan meningkatnya peradaban manusia,
ada lebih dari 90% anggota populasi yang terinfeksi dan hanya kira-kira 5%
penduduk yang imun terhadap karies gigi sehingga menjadi masalah utama dalam
kesehatan gigi dan mulut.21 Pada tahun 2006 di Asia Tenggara prevalensi karies pada
anak usia 6 tahun sebanyak 97%.25
Penelitian Benzian et al. di Filipina tingkat karies paling tinggi diantara
negara-negara di Asia Tenggara, dengan prevalensi sebesar 82% dan indeks DMFT
anak berusia 12 tahun sebesar 2,9.20 Penelitan Tiwari et al. menunjukkan dari 371
anak berusia 6-8 tahun di India, prevalensi karies sebesar 87% dan yang tidak
mendapatkan perawatan sebesar 84%.13
Penelitian Vargas et al. menunjukkan pada anak-anak usia sekolah berusia 612 tahun di Amerika Serikat terdapat 61% yang memiliki setidaknya satu gigi karies
atau tambalan pada gigi desidui mereka. Selain itu pada 4116 sampel anak berusia 614 tahun, terdapat 40% yang memiliki setidaknya satu gigi karies atau tambalan pada
gigi permanen mereka.26
Data dari pusat pencegahan dan kontrol gigi menunjukkan prevalensi karies
yang tidak dirawat pada anak-anak berusia 6-11 tahun di Amerika Serikat sebanyak
25%. Hasil penelitian di Iran menunjukkan hampir 60% dari anak-anak berusia 12
tahun setidaknya memiliki satu gigi karies atau gigi yang sudah direstorasi.9
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan bahwa

indeks DMFT pada kelompok usia 12 tahun adalah sebesar 0,9. Indeks DMFT
mengalami peningkatan sebanyak 0,5 setelah enam tahun kemudian yang terlihat
pada hasil RISKESDAS tahun 2013, anak dengan kelompok usia 12 tahun memiliki
indeks DMFT sebesar 1,4 dengan nilai masing-masing D-T=1,02; M-T=0,34; DFT=0,02; dan F-T=0,04.1,6 Data penelitian-penelitian tersebut menunjukkan tingginya
tingkat prevalensi karies pada anak usia sekolah di dunia.

Universitas Sumatera Utara

9

2.3 Faktor Risiko Karies
Risiko karies seseorang dapat beragam seiring bergantinya faktor-faktor
risiko. Banyak sekali faktor yang memengaruhi terjadinya karies gigi, untuk dapat
terjadinya karies harus didapatkan berbagai macam faktor resiko. 21,28 Faktor risiko
karies antara lain:
1. Keturunan
Penelitian terhadap 12 pasang orang tua dan anaknya dengan keadaan yang
baik, terlihat bahwa anak-anak dari 11 pasang orang tua memiliki keadaan gigi yang
cukup baik. Hal ini dikarenakan anak-anak tersebut mendapatkan kebiasaan pola
makan, kebiasaan oral hygiene dan mikroflora oral dari orang tua mereka.21,26

2. Usia
Pada studi epidemiologis terdapat suatu peningkatan prevalensi karies sejalan
dengan bertambahnya usia. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies
karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai
dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai
risiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi karena kebersihan
mulut kurang terjaga.23
3. Jenis Kelamin
Persentase karies gigi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Pada
wanita, komponen gigi yang hilang (M, missing) lebih sedikit daripada pria umumnya
karena oral hygiene wanita lebih baik.21,23
4. Makanan
Penelitian menunjukkan bahwa makanan dan minuman yang bersifat
fermentasi karbohidrat lebih signifikan memproduksi asam diikuti demineralisasi
enamel. Konsistensi dari makanan juga memengaruhi kecepatan pembentukan plak.
Makanan lunak yang tidak memerlukan pengunyahan hanya memiliki sedikit efek
membersihkan gigi geligi atau bahkan tidak sama sekali. Jenis makanan yang mudah
melekat di gigi seperti coklat dan permen, memudahkan kemungkinan terjadinya
karies karena lamanya retensi makanan terhadap gigi sehingga proses remineralisasi


Universitas Sumatera Utara

10

menjadi lebih lambat dibandingkan proses demineralisasi, serta adanya kehilangan
mineral.21,26,28
5. Oral Hygiene
Karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis
dari permukaan gigi. Pembersihan dengan menggunakan pasta gigi mengandung
fluoride secara rutin dapat mencegah karies. Pemeriksaan gigi yang teratur dapat
mendeteksi gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan
pembersihan gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi; bila plaknya
sedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi.26,28
6. Sosial Ekonomi
Hubungan antara status sosial ekonomi berbanding terbalik dengan prevalensi
karies. Peningkatan status sosial ekonomi merupakan faktor resiko terjadinya karies
gigi dan secara umum diukur dari indikator seperti pendapatan, tingkat pendidikan,
pola hidup dan perilaku kesehatan gigi. Data yang didapat menurut segi pandang
demografi, karies lebih sering terjadi pada kelas sosial ekonomi rendah memiliki
resiko karies yang tinggi dari pada anak pada kelas sosial ekonomi tinggi. 26,28

2.4 Dampak Karies Tidak Terawat
Karies gigi bersifat terlokalisir, destruktif, dan progresif terhadap dentin, jika
tidak dirawat, infeksi bakteri dapat berkembang melalui dentin dan menimbulkan
peradangan pulpa dan proses radang berlanjut hingga ke jaringan di sekitarnya dan
tulang alveolar sehingga berpotensi terjadinya kehilangan gigi.29,30 Masalah-masalah
yang dapat dilihat dari karies yang tidak dirawat adalah pulpitis, ulserasi, fistula dan
abses.
a. Pulpitis
Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa yang ditandai dengan rasa
sakit yang tajam dan pendek. Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai persarafan
terbanyak dibanding bagian lain pada pulpa, bakteri akan menimbulkan peradangan
awal pulpitis pada saat melewati persarafan ini (Gambar 2). Pulpitis reversibel
merupakan tahap awal dari kerusakan pulpa, memiliki ciri khas berupa, sakit yang

Universitas Sumatera Utara

11

tajam, respon yang cepat, hiperemi pulpa dan kepekaan gigi terhadap panas dan
dingin yang reda jika sumber panas dan dingin ini dihilangkan.29-31

Pulpitis

irreversible

merupakan

peradangan

pulpa

yang

persisten

menimbulkan perubahan yang ireversibel, sehingga pasien mengalami sakit spontan
dan persisten pada giginya setelah sumber panas atau dingin itu dihilangkan.
Kerusakan jaringan pulpa yang parah karena infeksi bakteri atau terputusnya pasokan
darah ke pulpa akan mengakibatkan terjadinya pulpa nonvital dan perubahan
periapeks (peradangan periapeks kronis).30


Gambar 2. Pulpitis1

b. Ulserasi
Ulser adalah luka pada jaringan lunak akibat trauma yang berasal dari
permukaan yang tajam dari gigi dislokasi dengan keterlibatan pulpa atau fragmen
akar yang menyebabkan ulser traumatikus pada jaringan lunak di sekitar lesi karies,
misalnya lidah atau mukosa bukal.18,31,32 Ulser biasanya terlihat sedikit landai dan
oval. Zona eritema pada awalnya terlihat di bagian tepi; zona ini semakin muda
warnanya sejalan dengan penyembuhan ulser. Bagian tengah ulser biasanya berwarna
abu-abu kekuningan (Gambar 3).30

Universitas Sumatera Utara

12

Gambar 3. Ulser1

c. Fistula
Fistula merupakan saluran pus yang berhubungan dengan keterlibatan pulpa
pada gigi yang mengalami karies. Fistula terjadi karena peradangan karies kronis

pada daerah sekitar akar gigi (periapical abcess). Peradangan ini akan menyebabkan
kerusakan tulang dan jaringan penyangga gigi, jika dibiarkan terlalu lama, pertahanan
tubuh akan berusaha melawan dan mengeluarkan jaringan yang telah rusak dengan
cara mengeluarkan pus/nanah ke luar tubuh melalui permukaan yang terdekat, hingga
menembus tulang tipis dan gingiva yang menghadap ke pipi, melalui saluran yang
disebut fistula, dan jika saluran ini tersumbat, maka akan terjadi pengumpulan pus
(Gambar 4).33

Gambar 4. Fistula1

Universitas Sumatera Utara

13

d. Abses
Abses merupakan pembengkakan yang mengandung pus pada gigi dengan
pulpa yang terbuka. Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak
sempurna pada pulpa yang terinfeksi, sehingga menjadi tempat berkumpulnya bakteri
dan menyebar ke arah jaringan periapikal secara progresif. Bakteri yang berperan
dalam proses pembentukan abses yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus

mutans (Gambar 5).1

Gambar 5. Abses1

Terjadinya pulpitis, ulserasi, fistula dan abses yang ditimbulkan akibat karies
yang tidak dirawat, dapat menyebabkan kurangnya kemampuan anak untuk makan
sehingga jumlah asupan nutrisi terganggu yang menyebabkan rendahnya indeks
massa tubuh anak, anemia, kurang tidur dan berujung pada menurunnya kualitas
hidup anak tersebut yang dapat memengaruhi perkembangan kognitif anak
tersebut.1,16,17 Akibat langsung yang ditimbulkan dari karies yang tidak dirawat
adalah rasa sakit dan inflamasi, sehingga mengganggu kemampuan anak saat makan
dan sulit tidur yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan karena
asupan nutrisi yang buruk.34,35
Akibat tidak langsung yang ditimbulkan karies yang tidak dirawat dan respon
tubuh yang berbeda terhadap infeksi gigi kronis adalah pulpa yang terinfeksi akan
memengaruhi imunitas dan eritropoiesis yang dapat mengakibatkan anemia dan
mengakibatkan remodeling tulang, pola tidur dan asupan makan yang buruk.
Gangguan pola tidur akibat sakit dan infeksi yang dapat mengganggu sekresi hormon

Universitas Sumatera Utara


14

pertumbuhan. Infeksi dan inflamasi juga dapat mengakibatkan mikronutrien gizi yang
rendah yang selanjutnya meningkatkan pengeluaran energi dan kebutuhan metabolik
sehingga terjadi

gangguan penyerapan nutrien. Hal inilah yang menyebabkan

rendahnya massa tubuh.34

2.4.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)
Salah satu cara untuk menilai status gizi seseorang yang paling sering
digunakan adalah indeks massa tubuh (IMT) yang dikeluarkan oleh WHO. Indeks
massa tubuh didefinisikan sebagai berat badan dibagi tinggi badan kuadrat (dalam
kilogram per meter kuadrat).36 Penggunaan indeks massa tubuh pada dewasa berbeda
dengan anak-anak dan remaja yang sedang berada pada proses pertumbuhan, kategori
IMT pada anak-anak dibagi atas dibawah normal, normal, diatas normal, dan
obesitas.37 Kemenkes RI 2010 membagi IMT pada anak-anak atas sangat kurus,
kurus, normal, gemuk, dan sangat gemuk oleh (Tabel 1).38
Nilai IMT, dapat diperoleh dengan perhitungan rumus berikut ini:36

Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh Menurut Usia oleh Kemenkes RI 201038
Kategori Status Gizi

Ambang Batas (Z-Score)

Sangat kurus

2 SD

Hasil dari perhitungan indeks massa tubuh kemudian disesuaikan dengan usia
dan jenis kelamin pada tabel (terlampir) untuk menentukan status gizi seseorang.

Universitas Sumatera Utara

15

Penelitian Benzian et al. mengelompokkan anak-anak dalam tiga kategori IMT sesuai
dengan usia dan jenis kelamin. Pembagian IMT menjadi tiga dikarenakan sulitnya
mendapatkan sampel dengan kategori obesitas.20 Peneliti juga membagi kategori IMT
menjadi tiga yaitu dibawah normal (sangat kurus dan kurus), normal, dan diatas
normal (sangat gemuk dan gemuk) menggunakan kriteria menurut Kemenkes RI
2010 karena dianggap lebih sesuai dengan keadaan IMT pada anak-anak di Indonesia.
2.5 Indeks Karies
Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu
golongan atau kelompok terhadap suatu penyakit. Status karies seseorang dapat
diperoleh dengan menggunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan sama.
Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan seperti indeks Klein dan indeks
WHO, dan juga indeks PUFA/pufa yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan
karies gigi yang tidak dirawat.14,39
2.5.1 Indeks DMFT
Selama 70 tahun terakhir, data tentang karies yang dikumpulkan
menggunakan indeks DMFT.9,10 Indeks DMFT merupakan indeks karies menurut
Klein dan Palmer, untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi.40
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan pada gigi Decayed Missing Filled Tooth
(DMFT) dan permukaan gigi Decayed Missing Filled Surface (DMFS). Semua gigi
diperiksa kecuali gigi molar tiga karena biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau
tidak berfungsi. Pembagian gigi permanen dan gigi desidui hanya dibedakan dengan
pemberian kode Decayed Missing Filled Tooth (DMFT) atau Decayed Missing Filled
Surface (DMFS) sedangkan decayed extracted filled tooth (deft) dan decayed
extracted filled surface (defs) digunakan untuk gigi desidui. Rerata DMFT adalah
jumlah seluruh nilai DMFT dibagi atas jumlah orang yang diperiksa.41
Indeks ini tidak menilai akibat klinis dari karies gigi yang tidak dirawat.
Karies dalam yang sudah mengenai pulpa tetap dimasukkan ke dalam kategori karies
dentin dan kelainan pulpanya tidak dinilai sama sekali yang mana penanganannya
lebih serius dibanding dengan karies dentin itu sendiri.9-11 Penelitian Pontonuwu et al

Universitas Sumatera Utara

16

menunjukkan rerata indeks DMFT pada anak sekolah dasar di Indonesia sebesar 3,5.7
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, indeks DMFT Indonesia
menunjukkan anak dengan kelompok usia 12 tahun memiliki indeks DMFT sebesar
1,4 dengan nilai masing-masing D-T=1,02; M-T=0,34; DF-T=0,02; dan F-T=0,04.6

2.5.2 Indeks PUFA
Monse et al. pada tahun 2010, memperkenalkan indeks PUFA/pufa untuk
menilai tingkat keparahan karies gigi yang tidak dirawat pada gigi permanen (PUFA)
dan gigi desidui (pufa). Indeks PUFA/pufa adalah singkatan dari empat kondisi akibat
karies yang tidak dirawat. Indeks ini dinilai berdasarkan keterlibatan pulpa (P/p),
ulserasi (U/u) disebabkan adanya sisa akar, fistula (F/f) dan adanya abses (A/a).
Indeks ini juga memudahkan dalam menentukan strategi perawatan darurat yang
dibutuhkan.12,13,18
Pemeriksaan PUFA dilakukan pada lesi di sekitar jaringan yang berada pada
gigi dengan keterlibatan pulpa akibat karies yang tidak dirawat, namun bila
ditemukan lesi jaringan lunak di sekitar gigi dengan tanpa keterlibatan pulpa maka
lesi tersebut tidak dinilai. Pemeriksaan dilakukan secara visual tanpa menggunakan
instrument. Hanya satu nilai yang diberikan per gigi. Kasus yang meragukan dari
infeksi ondontogenik, diberikan nilai dasar (P/p untuk keterlibatan pulpa). Pada
kondisi ditemukannya gigi persistensi, jika kedua gigi mengalami infeksi
odontogenik maka keduanya diberi penilaian/skor. Prevalensi PUFA/pufa dihitung
sebagai persentase dari populasi dengan skor PUFA/pufa satu atau lebih. Karies yang
tidak dirawat, rasio PUFA/pufa dihitung sebagai PUFA+ pufa/D+d ×100. 14,18,32
Berikut ini, kode dan kriteria untuk indeks PUFA/pufa:1,12
P/p: keterlibatan pulpa dicatat pada saat pembukaan ruang pulpa atau ketika
struktur mahkota gigi telah hancur oleh proses karies dan hanya akar atau fragmen
akar yang tersisa. Tidak ada probing dilakukan untuk mendiagnosis keterlibatan
pulpa.

Universitas Sumatera Utara

17

U/u: terdapat tepi yang tajam yang dislokasi atau terdapat fragmen akar yang
telah menyebabkan ulser traumatis dari jaringan lunak di sekitarnya, contohnya di
lidah atau mukosa bukal.
F/f: terdapat fistula dicatat ketika pus keluar dari

saluran sinus

yang

berhubungan dengan keterlibatan pulpa gigi.
A/a: terdapat pembengkakan yang mengandung pus pada gigi dengan pulpa
terbuka.
Pada penelitian ini subjek akan dibagi berdasarkan kelompok tanpa
PUFA/pufa dengan skor DMFT/deft berkisar dari 1 hingga 4. Batas bawah
DMFT/deft = 1 dikarenakan apabila mengambil sampel bebas karies maka tidak
akan ada keterkaitan yang terlihat antara terjadinya karies terhadap IMT. Batas atas
DMFT/deft = 4 dikarenakan rerata DMFT/deft anak 6-12 tahun di Indonesia sebesar
3,5 dan adanya asumsi bahwa anak dengan karies yang banyak, meskipun tidak
memiliki PUFA/pufa kemungkinan akan terganggu pola makannya dan berimplikasi
terhadap IMT.7

2.6 Hubungan Skor PUFA, Pengalaman Karies dan IMT
Karies yang tidak dirawat dapat memengaruhi kemampuan anak untuk makan,
sehingga asupan gizi terganggu yang menyebabkan berat badan anak menurun.
Banyak penelitian yang membuktikan adanya hubungan karies yang tidak dirawat
dengan indeks massa tubuh anak.16 Karies yang tidak dirawat yang berkembang
hingga ke pulpa akan menyebabkan beberapa kemungkinan sehingga berpengaruh
terhadap indeks massa tubuh yang rendah, adanya rasa sakit dan rasa tidak nyaman
dapat mengurangi asupan makanan. Kualitas hidup yang berkurang menyebabkan
tumbuh kembang anak dapat membatasi aktivitas, mengurangi kualitas tidur,
kekurangan konsentrasi, dan sebagainya. Infeksi odontogenik dapat melepas hormon
sitokin yang dapat memengaruhi pertumbuhan.20
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa karies gigi yang tidak dirawat akan
memengaruhi kualitas hidup dan pertumbuhan pada anak-anak. Penelitian Rohini et
al. dari 100 anak-anak yang ada suatu daerah di India didapatkan besar indeks

Universitas Sumatera Utara

18

PUFA/pufa ≥ 1 dan memiliki in deks massa tubuh yang berada dibawah normal.
Anak-anak yang lebih muda yang memiliki rerata skor PUFA+pufa dan indeks massa
tubuh yang rendah yang dibandingkan terhadap anak-anak lebih tua.19 Benzian et al.
di Filipina yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara infeksi
odontogenik dan indeks massa tubuh dibawah normal.19 Mishu et al. di Bangladesh
menunjukkan adanya hubungan antara karies gigi yang tidak dirawat dengan indeks
massa tubuh dibawah normal, dimana 26% anak memiliki berat dibawah nomal dan
55% anak mengalami karies yang tidak dirawat.16
Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara karies gigi
dengan indeks massa tubuh. Kenan C et al. melakukan penelitian pada anak sekolah
di Turki mendapatkan bahwa anak-anak dengan indeks massa tubuh dibawah normal
memiliki risiko lebih tinggi terhadap karies daripada anak yang mengalami diatas
normal.9
Penelitian Heba A et al. terhadap anak sekolah usia 6-8 tahun di Arab Saudi
mendapatkan hasil yang sama, bahwa anak-anak yang memiliki tingkat karies yang
tinggi memiliki IMT yang rendah secara signifikan.34 Penelitian pada anak sekolah
dasar di Jerman menemukan adanya korelasi positif antara berat badan dan
pengalaman karies pada gigi desidui dan gigi bercampur.3
Penelitian seperti yang dilakukan oleh Sharma A et al. pada anak berusia 8-12
tahun di Mangalore, mendapatkan adanya peningkatan pengalaman karies karena
peningkatan IMT dari dibawah normal hingga obesitas.42 Tingkat IMT tidak hanya
berpengaruh terhadap kejadian karies, faktor lain juga dapat memengaruhinya, antara
lain yaitu berat badan lahir, usia, tingkat sosial ekonomi, kebiasaan makan dan
aktivitas fisik.43

Universitas Sumatera Utara

19

2.7 Kerangka Teori

Prevalensi

-

Faktor Risiko
Keturunan
Usia
Jenis kelamin
Makanan
Sosial ekonomi

K
A
R
I
E
S

Indeks Karies

-

Indeks Massa Tubuh
Menurut Usia (IMT/U)
(Kemenkes RI 2010)
Sangat kurus Dibawah
normal
Kurus
Normal
Gemuk
Diatas
Sangat gemuk
normal

DMFT/dmft

G
I
G
I
Karies yang Tidak
Dirawat
Indeks PUFA/pufa
- Keterlibatan
pulpa
- Ulser
- Fistula
- Abses

Hubungan skor
PUFA/pufa
dengan IMT

Universitas Sumatera Utara

20

2.8 Kerangka Konsep

Usia
6-8 tahun
9-12 tahun
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki

Kelompok I :
PUFA + pufa = 0
dan
DMFT + deft = 1-4
Kelompok II :
PUFA + pufa = 0
dan
DMFT + deft > 4

Indeks Massa
Tubuh Menurut
Usia (IMT/U)
Dibawah normal
Normal
Diatas normal

Kelompok III :
PUFA + pufa >0

Universitas Sumatera Utara