Efek Ekstrak Rimpang Kencur terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Minor pada Pasien RSGMP USU

19

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren
Stomatitis aftosa rekuren, disebut juga cancer sore, merupakan salah satu
ulser rongga mulut yang sering ditemukan. Secara klinis, SAR terasa sakit dan
memiliki tampilan red halo. SAR diklasifikasikan dalam tiga gambaran klinis, yaitu:
minor, mayor, dan herpetiform.3

2.1.1 Epidemiologi
SAR merupakan suatu kondisi ulser yang paling sering terjadi pada rongga
mulut baik anak anak maupun dewasa.7 Gangguan ini menyerang sekitar 5%-25%
populasi dunia,1,4 tergantung etnis dan ekonomi sosial.8 Sekitar 80% pasien
mengalami SAR di bawah usia 30 tahun.6 SAR minor merupakan jenis SAR yang
paling sering terjadi dengan prevalensi 70-87% dari seluruh jenis SAR.3 SAR paling
sering terjadi pada wanita.2,4,5

2.1.2 Gambaran Klinis
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) dikarakteristikkan melalui ulser yang sakit,

dikelilingi oleh red halo, berbentuk bulat atau oval, di bagian tengah terdapat jaringan
nekrotik yang dangkal yang dilapisi oleh pseudomembran kuning keabuan. 6,11 Ulser
dapat mucul berupa lesi tunggal ataupun multiple.23 Gejala prodromal berupa rasa
sakit atau rasa terbakar dapat berlangsung sebelum terbentuknya ulser. Rasa sakit
dapat berlangsung selama tiga hingga empat hari. 6

2.1.3 Faktor Predisposisi
Etiologi utama SAR belum diketahui jelas, tetapi beberapa faktor disebut
sebagai predisposisi terjadinya SAR, termasuk faktor genetik, penyakit sistemik,

Universitas Sumatera Utara

20

alergi makanan, trauma lokal, perubahan endorkrin, stres, berhenti merokok, bahan
kimia tertentu, defisiensi nutrisi, dan agen mikrobial. 3,4,7,11
1. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang sering dihubungkan dengan
terjadinya SAR.6 Sekitar 40% pasien SAR memiliki keluarga dengan riwayat SAR.
SAR dapat muncul pada usia dini dan dengan gejala yang lebih parah pada pasien

yang memiliki keluarga dengan riwayat SAR.6,11
2. Penyakit Sistemik
Beberapa penyakit sistemik diketahui berhubungan dengan munculnya SAR,
termasuk Bechet’s syndrome, Magic syndrome (mouth and genital ulcer with
inflamed cartilage syndrome), PFAPA syndrome, Sweet syndrome, gangguan saluran
pencernaan dan defisiensi imun.4,11
Bechet’s syndrome dikarakteristikkan melalui adanya ulser di rongga mulut
yang berulang, ulser pada alat kelamin, ulser pada kulit, dan mempengaruhi mata,
sendi serta sistem saraf.6,10 SAR pada sindrom ini biasanya muncul pada palatum
lunak, orofaring dan palatum keras.10
Periodic fever, aphthae, pharyngitis, dan adenitis, atau disingkat PFAPA,
merupakan sindrom yang kadang-kadang terjadi pada anak kecil.6 Prevalensi SAR
pada sindrom PFAPA awalnya sebesar 70%, kemudian dilaporkan berkurang hingga
kurang dari 30%. Beberapa pasien dengan sindrom ini memiliki riwayat demam tiga
sampai enam hari diikuti faringitis dan SAR. Gambaran ulser rongga mulut pada
sindrom ini adalah kecil, dangkal, dan oval. Ulser ini muncul pada mukosa bukal atau
permukaan lidah yang dibatasi dengan red halo.10
Berdasarkan beberapa penelitian, SAR juga sering muncul pada pasien
dengan penyakit gangguan gastrointestinal, penyakit radang usus kronik, dan
penyakit celiac.1 Lebih dari 4% pasien dengan penyakit celiac memiliki SAR.6

3. Alergi Makanan
Makanan seperti coklat, kopi, kacang, sereal, kacang kenari, stoberi, keju,
tomat dan tepung gandum yang mengandung gluten dapat bereaksi pada beberapa
pasien. Pada suatu studi pada beberapa pasien dengan SAR yang sebelumnya

Universitas Sumatera Utara

21

didiagnosa dengan uji tempel (patch test) sebagai agen yang reaktif seperti asam
benzoik atau cinnamaldehyde, 50% menunjukkan pengingkatan kondisi klinis ketika
beberapa makanan disingkirkan dari diet.6
4. Trauma Lokal
Trauma dapat menimbulkan SAR pada pasien.6 Trauma dapat berupa suntikan
anestesi, makanan tajam, menyikat gigi yang salah atau terlalu keras, dan trauma
selama perawatan gigi.3
5. Perubahan hormon
Beberapa penelitian menyebutkan hubungan dari kadar serum pada hormon
seksual dengan SAR.1 Eksaserbasi diamati terutama pada fase luteal pada siklus
menstruasi dan menopause.1,5,10,11

6. Stres
Stres merupakan satu dari beberapa faktor pencetus SAR. 10 Sebuah penelitian
oleh Camile et al. pada tahun 2009, menyatakan bahwa 17 dari 25 pasien yang
mengalami SAR mengaku adanya hubungan SAR yang dideritanya dengan hal-hal
yang membuat stress dalam kehidupan mereka.24
7. Berhenti Merokok
Pasien yang menderita SAR biasanya adalah pasien bukan perokok, dan
prevalensinya lebih kecil serta lebih jarang pada perokok berat dibandingkan perokok
sedang. Beberapa pasien mengeluhkan timbulnya SAR secara tiba-tiba setelah
berhenti merokok.6 Hal ini dapat disebabkan karena semakin luasnya mukosa rongga
mulut yang terkeranitisasi sebagai respon dari merokok, yang membuat kurang rentan
terhadap cedera dan iritasi. Nikotin dan metabolismenya mampu menurunkan level
proinflamatori sitokin dan meningkatkan level antiinflamasi. 1
8. Bahan Kimia
Pasta gigi mengandung sodium lauryl sulfat (SLS) yang berhubungan dalam
meningkatkan laju SAR. Bahan kimia ini merupakan deterjen yang menghasilkan
busa pada produk perawatan rongga mulut dengan cara menimbulkan ketidakstabilan
membran sel dan melepaskan epitel jaringan lunak rongga mulut pada pasien yang
sensitif.3


Universitas Sumatera Utara

22

9. Defisiensi Nutrisi
Nolan et al. pada tahun 1991 menyebutkan bahwa pasien dengan kadar zat
besi, folat, zinc, atau vitamin B1, B2, B6, B12 yang rendah terdapat pada sejumlah
kecil, yaitu 5% hingga 10% pasien SAR. Selain itu, menurut Ogura et al. pada tahun
2001, defisiensi kalsium dan vitamin C telah ditemukan pada beberapa pasien SAR.10
Pengaruh defisiensi vitamin B12 terhadap SAR masih belum jelas. Tetapi, terdapat
respon pada pemberian terapi vitamin B12 dan tingginya insidens SAR pada pasien
yang mengalami defisiensi vitamin B12.25
Pengaruh defisiensi zat besi masih diperdebatkan. Hasil penelitian Porter et al.
menyebutkan terjadinya penurunan kadar serum ferritin (11,6%) secara signifikan
pada pasien SAR yang dibandingkan dengan grup kontrol. Sedangkan, penelitian
Wray et al., menyebutkan bahwa defisiensi Fe2+ jarang ditemukan pada pasien
SAR.25
10. Agen Mikrobial
Di antara seluruh faktor yang berpotensi dalam memodifikasi respon imun
dan meningkatkan predisposisi SAR, beberapa peneliti menyebutkan bakteri

(Streptococcus oral, Helicobacter pylori) dan antigen virus (virus herpes simpleks,
virus varicella-zoster, cytomegalovirus, adonevirus).1
Hubungan antara SAR dan Streptococcus sanguis telah lama dilaporkan
merupakan suatu patogenesis penting dalam terbentuknya SAR. 10,11 Helicobacter
pylori telah dideteksi pada ulser rongga mulut yang tidak beraturan dan dengan PCR
hingga 72% dari pemeriksaan SAR.11 Menurut penelitian Tes et al. pada tahun 2013,
penyingkiran H.pylori terbukti bermanfaat dalam kesembuhan pasien yang menderita
SAR.1

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi SAR berdasarkan gambaran klinis terbagi atas 3, yaitu:
1. SAR tipe Minor
SAR minor, disebut juga sebagai Mikulicz’s aphthae atau sariawan ringan,
merupakan jenis SAR yang paling sering terjadi dengan prevalensi 75-85% dari

Universitas Sumatera Utara

23

seluruh kasus SAR yang pernah dilaporkan. SAR minor dikarakteristikkan dengan

ulkus dangkal yang bulat atau oval yang paling sering terjadi pada seluruh mukosa
yang tidak berkeratin pada rongga mulut yang bergerak, seperti bibir, mukosa bukal,
ventral dan lateral permukaan lidah. Ulser ini dilapisi oleh pseudomembran berwarna
putih keabuan dan dikelilingi oleh red halo dengan diameter lebih kecil dari 1 cm dan
dapat sembuh tanpa bekas.4,6,11,23

Gambar 1. SAR Minor.3

2. SAR tipe Mayor
SAR mayor juga disebut periadenitis mucosa necrotica recurrens atau Sutton
disease. Ulser jenis ini jarang ditemukan dari seluruh SAR. Ulser ini berbentuk oval
dan tidak beraturan dengan ukuran lebih dari 1 cm. Ulser ini sering ditemukan di
bibir, palatum lunak, dan tenggorokan serta dapat berlangsung selama 6 minggu dan
biasanya setelah sembuh meninggalkan bekas.4,6,10,11,23,26

Gambar 2. SAR Mayor.3

Universitas Sumatera Utara

24


3. Ulser Herpetiformis
SAR tipe ini jarang ditemukan, sekitar 1-10% dari seluruh kasus SAR yang
pernah dilaporkan. SAR ini digambarkan sebagai penyakit berulang yang berukuran
kecil, dalam, dan disertai rasa sakit yang terjadi pada rongga mulut. Puluhan ulser
berukuran kecil dapat muncul serentak dan bergabung membentuk ulser yang lebih
besar dengan bentuk yang tidak teratur. SAR ini lebih sering terjadi pada wanita dan
pada pasien yang sudah tua daripada jenis SAR lainnya. 4,11,23

Gambar 3. Ulser Herpetiformis.3

2.1.5 Diagnosis
Diagnosis SAR ditentukan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis karena
tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk ulser ini.4 Selain itu, riwayat
kesehatan diperiksa untuk mengetahui adanya penyakit ulser lain dan kondisi seperti
Crohn’s disease, celiac disease, neutropenia, infeksi HIV, dan Behcet’s syndrome.6
Pemeriksaan sel darah lengkap, estimasi hematinik, dan pemeriksaan antiendomysial antibodi merupakan indikasi untuk mengetahui adanya gangguan
kekebalan tubuh, defisiensi vitamin dan besi, dan malabsorpsi (seperti pada celiac
disease).6,27 Biopsi jarang diindikasikan, kecuali ketika pasien diduga dengan
diagnosis lain.27


2.1.6 Manajemen
Perawatan SAR bersifat simptomatik, yaitu tujuan perawatannya adalah
mengurangi gejala, mengurangi banyak dan ukuran ulser, dan meningkatkan periode

Universitas Sumatera Utara

25

bebas penyakit. Hal ini dikarenakan penyebab dari SAR belum diketahui pasti.
Perawatan terbaik adalah mengontrol ulser untuk waktu yang panjang dengan efek
samping yang minimal.4,6
Untuk mempermudah dalam menyusun rencana perawatan, praktisi
mengklasifikasikannya melalui tiga karakteristik, yaitu: tipe A, tipe B, dan tipe C.4,6
1. Tipe A
Tipe A adalah SAR dengan durasi beberapa hari, yang muncul beberapa kali
setahun. Rasa sakit pada SAR tipe ini dapat ditolerasi. Obat-obatan tidak
diindikasikan pada SAR tipe ini. Klinisi harus mengidentifikasi apa yang
menyebabkan ulser, apa yang digunakan pasien untuk merawatnya, dan bagaimana
keefektivitasan perawatan tersebut.4,6

2. Tipe B
Tipe B adalah SAR dengan rasa sakit, muncul tiap bulan, dan berlangsung
selama 3 sampai sepuluh hari. Pada SAR tipe ini, diet dan kebersihan rongga mulut
pasien berubah karena rasa sakit. Perawatannya biasanya termasuk penggunaan
kortikosteroid segera sesaat ulser muncul. Pasien tipe ini membutuhkan rencana
perawatan yang tersusun karena pola kemunculan ulser yang konsisten. 4,6
3. Tipe C
Tipe C adalah SAR dengan rasa sakit dan kronis dikarenakan setiap satu ulser
sembuh, ulser lainnya akan tumbuh. Perawatan pada pasien tipe ini sebaiknya
dilakukan oleh spesialis penyakit mulut. Pasien tipe ini biasanya membutuhkan
topikal, sistemik atau injeksi intralesional kortikosteroid, azathioprine, atau
imunosupresi lain seperti dapsone, entoxifylline hingga thalidomide. 4,6
Selama beberapa dekade terakhir, evidence based obat herbal sebagai
perawatan SAR terus dieksplorasi. Obat herbal menghilangkan rasa sakit, mengurangi
peradangan, dan mencegah infeksi dalam pengobatan SAR. Sumber daya ini dapat
melengkapi atau mengganti terapi konvensional, atau digunakan sebagai terapi
paliatif dengan didasarkan pada penelitian yang mengeksplorasi aksi mekanisme
biologisnya, seperti khasiat, keamanan, biaya, pola penggunaan, dan/ atau
implementasinya.14


Universitas Sumatera Utara

26

2.2 Inflamasi
Inflamasi atau radang merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan
oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang berfungsi untuk menghancurkan,
mengurangi, atau melokalisasi baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera
itu.21 Inflamasi digambarkan sebagai keberhasilan perubahan jaringan yang cedera di
mana kerusakan tersebut tidak meliputi struktur, vitalitas, mikrosirkulasi dan jaringan
yang berhubungan.28 Inflamasi merupakan mekanisme alami tubuh untuk melawan
varietas patogen, seperti bakteri, virus, jamur, tumor, dan beberapa agen berbahaya
lainnya (kimia, radiasi, panas, dan berbagai luka).29
Berdasarkan pemeriksaan visual, karakteristik awal inflamasi terdiri atas lima
tanda kardinal, yaitu:28,30,31
1. Tumor (pembengkakan) merupakan hasil bertambahnya jumlah cairan dari
dilatasi dan permeabilitas pembuluh darah pada jaringan sekitar, infiltrasi sel ke area
yang cedera, dan pada respon desposisi inflamasi jaringan ikat yang berkepanjangan.
2. Rubor merupakan gambaran kemerahan yang berasal dari eritrosit yang
dibawa oleh aliran darah yang meningkat akibat dilatasi pembuluh darah.
3. Kalor (rasa panas) terjadi akibat dilatasi pembuluh darah yang
menyebabkan meingkatnya aliran darah menuju lingkungan ekstremitas yang dingin.
4. Dolor (rasa sakit) berasal dari efek mediator secara langsung, baik dari
kerusakan awal maupun hasil dari respon inflamasi itu sendiri, dan peregangan saraf
sensorik akibat pembengkakan.
5. Fungsiolesia mengacu baik pada kehilangan mobilitas sendi yang sederhana
akibat pembengkakan dan rasa sakit, maupun pergantian sel-sel fungsional pada
jaringan parut.
Gejala inflamasi ditandai oleh pelepasan berbagai mediator sel mast. Pada
tahap awal inflamasi, pelepasan tersebut menyebabkan perubahan vaskular, yaitu
perubahan dalam kaliber pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan aliran
darah (vasodilatasi) dan perubahan struktural yang memungkinkan protein plasma
untuk meninggalkan sirkulasi (peningkatan permeabilitas vaskular). 30,31

Universitas Sumatera Utara

27

Vasodilatasi pembuluh darah menyebabkan peningkatan aliran darah,
penyumbatan lokal (hiperemia), dan timbulnya warna kemerahan serta rasa hangat.
Peningkatan permeabilitas vaskular menyebabkan masuknya cairan kaya protein ke
dalam jaringan ekstravaskular yang berakumulasi dan dinamakan edema. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik sehingga
viskositas darah meningkat dan sirkulasi melambat. Proses ini disebut dengan
stasis.30,31
Makrofag jaringan yang diaktifkan melepas sitokin (IL-1, IL-6, dan TNF-α)
yang menginduksi perubahan lokal dan sistemik. Ketiga sitokin tersebut menginduksi
koagulasi. IL-1 adalah sitokin proinflamasi yang menginduksi ekskresi molekul
adhesi ICAM-1 (Intercellular Adhesion Molecule) dan VCAM-1 (Vascular Adhesion
Molecule) pada sel endotel. Neutrofil, monosit, dan limfosit mengenal molekul adhesi
tersebut dan bergerak ke dinding pembuluh darah dan selanjutnya ke jaringan. IL-1
bersama dengan TNF-α memacu makrofrag dan sel endotel untuk memproduksi
kemokin, yaitu suatu kelompok protein kecil yang bekerja sebagai aktivator dan
kemoaktraktan untuk bagian leukosit.30,31
Respon sistemik ditandai oleh induksi demam, peningkatan sintesis hormon
seperti ACTH (Adeno Corticotropic Hormone), hidrokortison, peningkatan produksi
leukosit, dan APP (Acute Phase Protein) di hati. Peningkatan suhu mencegah
pertumbuhan sejumlah kuman patogen dan meningkatkan respon imun terhadap
patogen.30,31

2.3 Rasa Sakit Nosiseptif
Menurut International Association for the Study (IASP), rasa sakit diartikan
sebagai perasaan dan pengalaman tidak menyenangkan yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. 19 Nosiseptif dapat diartikan sebagai
deteksi ancaman dan transmisi lanjutan dari infomasi yang disampaikan ke otak.
Ancaman dapat berupa panas, kemis, atau mekanis. 32
Kulit dan jaringan somatik diinervasi oleh neuron aferen primer yang
dihubungkan oleh sinaps dengan neuron sekunder pada ujung dorsal tulang belakang.

Universitas Sumatera Utara

28

Neuron aferen utama memiliki tiga fungsi sehubungan dengan perannya dalam
nosisepsi, yaitu mendeteksi ancaman atau rasangan yang menyebabkan kerusakan
(transduksi), bagian dari hasil sensor yang diterima dari terminal sekitar ke sumsum
tulang belakang (konduksi), dan sinapsis menyampaikan sensori ini ke neuron dengan
lamina spesifik pada tanduk dorsal (transmisi). Informasi sensor timbul dari
rangsangan berupa ancaman yang kemudian disampaikan ke struktur supraspinal
termasuk thalamus dan batang otak.32
Rasa sakit memiliki sifat yang subjektif, sehingga sulit untuk menilai secara
objektif pengalaman yang tampak. Pada praktik klinik, instumen spesifik diperlukan
untuk mengukur kualitas rasa sakit. Instrumen tersebut bervariasi, yaitu verbal,
numerik, atau dari raut wajah.33
Undimensional instrument merupakan salah satu instumen yang digunakan
dalam menilai rasa sakit yang mengukur satu aspek dari sebuah atribut. Beberapa
skala yang termasuk dalam instrumen ini adalah Visual Analogue Scale (VAS),
Verbal Descriptor Scale (VDS), Numeric Rating Scale (NRS), dan Faces Pain Scale
(FPS).34
1. Visual Analogue Scale (VAS)
VAS banyak digunakan oleh ahli anestesi untuk menilai intensitas rasa sakit
akut pada pemeriksaan klinis.33 VAS menilai rasa sakit yang timbul pada 24 jam
terakhir.32 Skala terdiri atas garis horizontal sepanjang 10cm yang diawali dengan “no
pain” dan pada ujung lainnya “worst pain imaginable”. Pasien diminta untuk
menandai pada poin yang mengindikasikan level rasa sakitnya. 33,34
2. Verbal Descriptor Scale (VDS)
VDS diperkenalkan oleh Keeled dan membuat validitas statistik dan
realibitiasnya. VDS berisi tiga sampai lima poin deskriptor yang diurutkan, seperti
“none, slight, mild, moderate, and severe” yang menggambarkan intensitas rasa sakit
akut. Pasien diminta untuk memilih satu dari lima deskriptor yang paling akurat
untuk menggambarkan intensitas rasa sakit pasien pada saat itu. 34

Universitas Sumatera Utara

29

3. Numeric Rating Scale (NRS)
NRS merupakan instrumen yang digambarkan oleh Downie pada 1978. 34
Skala ini terdiri atas angka dari 0 yang mengindikasikan “No pain” hingga 10 yang
mengindikasikan “Worst pain imaginable”. Pasien diminta untuk menandai sebuah
angka dari 0 hingga 10 sesuai dengan tingkat rasa sakit. 33
4. Faces Pain Scale (FPS)
FPS efektif digunakan untuk mengevaluasi intensitas rasa sakit pada anak dan
lansia dengan gangguan kognitif. Skala ini terdiri atas enam raut wajah mulai dari
“No pain” yang terletak di urutan paling kiri hingga “Very much pain” yang terletak
di urutan paling kanan.33

2.4 Kaempferia galanga linn (Kencur)
2.4.1 Pengertian
Kaempferia galanga adalah tanaman asli dari India, China, Taiwan,
Kambodia, dan daerah lainnya di Asia Tenggara. 35 Kaempferia galanga atau di
Indonesia dikenal dengan nama rimpang kencur, merupakan tanaman herbal
monokotil kecil yang berasal dari famili zingiberaceae yang terkenal sejak beberapa
dekade karena dapat dijadikan obat.36 Rimpang kencur yang mengandung minyak
atsiri telah digunakan sebagai jamu atau bubuk untuk gangguan pencernaan, flu, nyeri
perut, sakit kepala, dan sakit gigi.18,19,35 Rimpang kencur lebih mudah tumbuh pada
daerah teduh dengan tanah yang lembab.35

2.4.2 Komposisi
Ethyl-cinnamate dan ethyl-para-methoxycinnamate adalah kandungan yang
paling penting pada ekstraksi diklorometana, heksana, dan methanol. 36 Chairul pada
tahun 1996 meneliti kandungan fitokimia rimpang kencur yang diekstrak
menggunakan methanol. Hasil analisis kromatografi gas yang terekam dari 23
komponen, diantaranya terdapat 17 komponen dapat diidentifikasi dan merupakan
senyawa aromatik monoterpen dan seskuiterpen, baik alifatik maupun siklik.
Sedangkan, komponen utamanya terdiri dari 3 senyawa, yaitu sinamat etil ester,

Universitas Sumatera Utara

30

trans-p-metoksi-sinamat etil ester (metil-p-kumarat etil ester), dan n-pentadekana.
Selain itu, beberapa komponen monoterpen dan seskuiterpen lain yang jumlahnya
relatif lebih kecil juga terdapat dalam rimpang. 37

Gambar 4. Struktur kimia komponen yang terdapat dalam ekstrak metanol kencur 37
2.4.3 Pengaruh ekstrak kencur terhadap penyembuhan ulser
1. Antiinflamasi
Efek antiinflamasi ekstrak rimpang kencur diduga bekerja pada fase pertama
(early phase), yaitu melalui penghambatan pelepasan mediator kimia serotonin dan
histamin ke tempat terjadinya radang. Selain itu, juga menghambat sintesis
prostaglandin yang merupakan mediator utama dari inflamasi. Penghambatan sintesis
prostaglandin diduga dengan cara menghambat kerja siklooksigenase (COX) yang
berfungsi merubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin bila terjadi radang. 21
2. Antimikroba
Diduga senyawa aktif yang terkandung dalam rimpang kencur, seperti
caemferol, memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh

Universitas Sumatera Utara

31

bakteri (anti-bacterial effect). Proses penghambatan terhadap mikroba tersebut karena
aktivitas senyawa bioaktif yang memiliki gugus hidroksil (OH) beraksi dengan
komponen bahan dalam sel mikroorganisme tersebut, sehingga mikroba tersebut tidak
lagi memiliki aktivitas dan akhirnya mati. 38
Ekstrak etanol rimpang kencur menunjukkan zona hambat yang lebih tinggi
pada bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus faecalis, Bacillus subtilis, dan B.
cereus. Zona hambat sedang ekstrak etanol rimpang kencur diketahui terhadap
Escherichia coli dan Enterobacter aerogens. Bakteri lainnya yang menunjukkan zona
hambat adalah pada Salmonella typhi, Klebsiella pneumonia, Vibrio cholera, dan
Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan, ekstrak methanol menunjukkan aktivitas yang
baik pada bakteri gram positif seperti S. aureus dan S. faecalis, dan bakteri gram
negatif, seperti E. aerogenes dan Escherichia coli.39
3. Antioksidan
Kapasitas antioksidan kencur relatif rendah.38 Penelitian Chan et al. pada
tahun 2009 menyatakan komposisi fenol pada ekstrak etanol pada daun dan rimpang
diketahui 146 mg asam galat sama dengan (GAE)/100 g, sedangkan aktivitas
antioksidan masing-masing pada ekstrak daun dan rimpang adalah 77 mg asam
askorbat/100g dan 17 mg asam askorbat/100 g. Aktivitas antioksidan berkurang
akibat pengeringan yang menggunakan metode termal dan nontermal. Tetapi,
penurunan ini terjadi apabila tanaman mengalami freez-drying. Kandungan rimpang
kencur yang berpengaruh dalam aktivitas antioksidan adalah fenol, dan flavonoid,
termasuk juga luteolin dan apigenin.35
4. Analgesik
Rimpang kencur merupakan tanaman tradisional yang kaya akan minyak atsiri
yang sudah digunakan sebagai pengobatan beberapa penyakit, seperti nyeri perut,
sakit kepala, sakit gigi dan penyakit lainnya. 35 Ridtitid et al. pada tahun 2008
menyebutkan bahwa ekstrak rimpang kencur memiliki kemampuan untuk
menghentikan penegangan abdominal. Uji hot plate dan formalin menunjukkan
bahwa aktivitas analgesiknya bekerja pada mekanisme sentral yang melibatkan
reseptor opioid dan mekanisme perifer yang melibatkan jalur siklooksigenase. 36

Universitas Sumatera Utara

32

2.5 Kerangka Teori

Stomatitis Aftosa
Rekuren

Minor

Mayor

Ulser
Herpetiformis

Ulser

Inflamasi

Kencur
(Kaempferia galangal linn)

Antiinflamasi

Antimikroba

Antioksidan

Analgesik

Mengurangi rasa sakit dan
mempercepat penyembuhan ulser

Universitas Sumatera Utara

33

2.6 Kerangka Konsep

1. Jumlah gel ekstrak kencur
per-aplikasi
2. Oral hygiene

Stomatitis Aftosa
Rekuren Minor

Aplikasi Topikal Gel
Ekstrak Rimpang Kencur
1%

Penyembuhan SAR
Tipe Minor
1.
2.

Ukuran Ulser
Rasa Sakit Ulser

1. Teknik aplikasi
2. Frekuensi aplikasi

Universitas Sumatera Utara