Penggunaan Sabut Kelapa Sebagai Media Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus Communis Forst) Pada DTA Danau Toba

4

TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Tanaman Sukun
Sukun (A. Communis) adalahtumbuhan dari genus Artocarpus dalam
famili moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika seperti Malaysia dan
Indonesia.

Dalam

sistematika

(taksonomi)

tumbuh-tumbuhan,

klasifikasiTaksonomi tanaman sukun (A. communis) adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Dilleniidae


Ordo

: Urticales

Famili

: Moraceae (suku nangka-nangkaan)

Genus

: Artocarpus

Spesies

: Artocarpus communis Forst

Nama Umum

: Sukun


Nama daerah
Sumatera

: Sukun (Aceh), Hatopul (Batak), dan Amu (Meteyu)

Jawa

: Sukun (Jawa), Sakon (Madura)

Bali

: Sukun (Bali)

Nusa Tenggara : Sukun (bali)
(Rauf, 2009).

Universitas Sumatera Utara

5


Botani Tanaman Sukun
Tanaman sukun merupakan tanaman multiguna, dimana: buah dapat
digunakan sebagai bahan makanan, bunga digunakan sebagai bahan ramuan obatobatan; daun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan kayunya dapat
digunakan sebagai bahan perkakas rumah tangga. Sampai saat ini, pengembangan
dan pemanfaatan tanaman sukun masih terbatas, belum dibudidayakan secara
intensif, buahnya masih diolah dalam skala industri rumah tangga dan dipasarkan
untuk memenuhi permintaan lokal. Budidaya Tanaman sukun belum secara
intensif,

masih

sebagai

tanaman

pekarangan,

sehingga

memunculkan


permasalahan terkait pengembangan tanaman Sukun, antara lain: (1). Perusahaan
pengolah buah sukun masih dalam betuk home industri. (2). Ketersedian bahan
baku masih terbatas, karena produksi buah sukun masih tergantung pada musim.
(3). Terbatasnya akses permodalan. (4). Minat Petani untuk membudidayakan
tanaman sukun masih rendah. (5). Belum adanya kepastian pasar (Dephut, 2005).
Pohon sukun bertajuk rimbun dengan percabangan melebar kesamping dan
tingginya dapat mencapai 10-20 meter, kulit batangnya hijau kecoklatan
(Departemen Kehutanan, 1995). Pohon sukun membentuk percabangan sejak
ketinggian 1,5 meter dari tanah. Tekstur kulitnya sedang. Pohon sukun yang
dipangkas akan cepat membentuk cabang kembali (Pitojo, 1999).
Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m.
Kulit kayunya berserat kasar, dan semua bagian tanaman bergetah encer. Daunnya
lebar, bercagap menjari dan berbulu kasar. Bunganya keluar dari ketiak daun pada
ujung cabang dan ranting, tetapi masih dalam satu pohon (berumah satu). Bunga
jantan berbentuk tongkat panjang yang biasa disebut ontel. Bunga betina

Universitas Sumatera Utara

6


berbentuk bulat bertangkai pendek yang biasa disebut babal seperti pada
nangka.Bunga betina ini merupakan bunga majemuk sinkarpik. Kulit buah
bertonjolan rata sehingga tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga
sinkarpik tersebut (Sunarjono, 1999). Kayu sukun tidak terlalu keras tapi kuat,
elastis dan tahan rayap (Irwanto, 2006).
Tanaman sukun memiliki banyak kegunaan, antara lain buah sukun yang
merupakan hasil utama dimanfaatkan sebagai bahan makanan, diolah menjadi
berbagai macam makanan, misalnya getuk sukun, klepon sukun, stik sukun,
keripik sukun dan sebagainya. Batang pohon (kayu) sukun dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bangunan maupun dibuat papan kayu yang kemudian dikilapkan
(Dephut, 1998).
Daunnya banyak dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai gangguan
kesehatan, selain dapat menurunkan kadar kolestrol darah, ada pula yang
memanfaatkannya sebagai obat ginjal. Daun sukun diyakini mengandung
beberapa zat berkhasiat seperti asam hidrosianat, asetilleolin, tannin, dan
riboflavin. Zat-zat ini ini juga mampu mengatasi peradangan. Getahnya dapat
diolah untuk bahan campuran dalam pembuatan bejana tidak tembus air.
Direktorat


Jenderal

Hortikultura

Kementerian

Pertanian

telah

merintis

pengembangan sukun sejak 2002. Sejak saat itu pula produksi sukun di indonesia
terus meningkat dari 62.432 ton pada 2003 menjadi 66.994 pada 2004, dan pada
tahun 2005 menjadi 73.637 ton. Sentra produksi sukun terbesar adalah produksi
terbesar adalah Jawa Barat dengan produksi 14.262 ton dan Jawa Tengah dengan
produksi 13.063 ton (Supriati, 2010).

Universitas Sumatera Utara


7

Tabel 1. Tanaman sukun yang menghasilkan, luas panen, hasil per hektar,
produktivitas, dan produksi
Propinsi
Sumatera
Jawa
Bali dan Nusatenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku dan Papua
Pulau lain
Indonesia

Tanaman
menghasilkan
(pohon)
176.050
669.754
38.832

74.800
133.315
25.602
448.599
1.118.353

Luas panen
(ha)
1761
6.697
388
748
1.332
255
4.484
11.181

Hasil per
hektar
(ton)

0.92
1.18
0.66
1.01
0.54
0.64
0.78
1.02

Hasil per
pohon
(kg)
91.62
117.47
66.39
100.83
54.16
63.63
78.24
101.74


Produksi
(ton)
16.130
78.678
2.578
7.542
7.221
1.629
35.100
113.778

Sumber : Supriati (2010)

Kandungan karbohidrat dari 100 gram sukun sama dengan 1/3 karbohidrat
beras (tabel 1). Apabila buah sukun tersebut diolah menjadi tepung sukun maka
kandungan karbohitratnya menjadi setara dengan beras, hanya jumlah kalorinya
yang sedikit lebih rendah, dibandigkan dengan dengan jenis pangan lainnya
seperti jagung, ubikayu, dan kentang., maka posisi sukun sebgai sumber
karbohitrat masih diatas ketiga kominitas tersebut (Supriati, 2010).
Tabel 2. Perbandingan komposisi kandungan gizi sukun (per 100 g) dengan
beberapa bahan pangan lainnya.
Jenis Bahan Pangan
Tepung sukun dari tua
Buah sukun tua
Beras
Jagung
Ubi kayu
Ubi jalar
Kentang

Energi (Kal)

Karbohidrat (g)

302
108
360
129
146
123
83

78.9
28.2
78.9
30.3
34.7
27.9
19.1

Protein (g)
3.6
1.3
6.8
4.1
1.2
1.8
2

Lemak (g)
0.8
0.3
0.7
1.3
0.3
0.7
0.1

Sumber : Supriati (2010)

Tanaman sukun berbuah dua kali dalam satu tahun, dimana musim panen
pertama umumnya pada bulan Januari dan Februari yang produksinya lebih tinggi
dibandingkan dengan panen musim kedua pada bulan Agustus dan September.
Jika produksi optimal tanaman sukun pada musim panen pertama berkisar antara

Universitas Sumatera Utara

8

600-700 buah dan pada musim panen kedua diasumsikan 50% atau 300 buah,
maka satu tanaman sukunn dapat menghasilkan 600 buah + 300 buah = 900 buah
pertahun. Faktor geografis,agroekosistem, dan potensi lahan merupakan factor
yang mempengaruhi tingkat produksi sukun. Jika dalam estimasi potensi sukun ini
dugunakan nilai koreksi antaragroekosisitem sebesar 30%, maka produksi buah
sukun per tanamanam rata-rata 600 buah. Dengan asumsi bobot rata-rata sebuah
sukun 600 gram (Syah dan Nazarudin, 1994), dan rendemen buah menjadi tepung
adalah 30% (Noviarso, 2003) maka satu tanaman sukun dapat menghasilkan 600
buah x bobot per buah persetase kadar tepung per buah = 600 buah x 600 gram x
30% = 108.000 gram tepung sukun per tanaman atau 108 kg tepung sukun per
tanaman.
Buah sukun umumnya dikonsumsi dalam keadaan matang (fully mature),
tetapi karena respirasinya demikian cepat maka dalam selang beberapa hari saja
buah sukun segera membusuk sehingga tidak dapat dimakan. Proses respirasi dan
pematangan buah sukun dapat dihambat dengan menyimpannya pada suhu dingin,
tetapi proses pematangannya menjadi tidak normal (Thomson et al. 1974 dalam
Sukmaningrum, 1990).
Secara sederhana petani di Cilacap menepungkan buah sukun dengan cara
memarut, menjemur, dan kemudian menggilingnya. Tepung yang diperoleh masih
berwarna kekuningan. Warna tepung dapat dibuat lebih putih sehingga mendekati
tepung terigu, dengan cara merendam daging buah segar yang telah dikupas dalam
larutan bisulfit 1000 bpj selama 5 menit. Beberapa produk makanan berbahan
baku tepung sukun adalah cake, putri salju, kue pukis, nogosari, kroket sukun, dan
mie (Sutardi dan Darmadji, 1990).

Universitas Sumatera Utara

9

Selain praktis untuk dikonsumsi, mie juga dapat dapat dibuat dari aneka
ragam pangan olahan sehingga tidak mengherankan kalau mie menjadi pangan
favorit di kalangan generasi muda. Mie sukun dibuat dari bahan baku tepung
komposit sukun dengan terigu dan bahan tambahan yang lain seperti telur, garam,
dan soda kue. Komposisi tepung terigu biasanya 70% dan tepung sukun 30%.
Tepung terigu masih diperlukan dalam jumlah banyak karena kandungan
glutennya tinggi. Gluten berperan dalam membentuk struktur mie agar tidak
mudah patah secara umum, berikut disajikan proses pembuatan mie:
pencampuran,

pencetakan,

perebusan,

perendaman,

penerisan

(Kartono et al, 2014)
Tempat Tumbuh
Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis
tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian ±600 m dari
permukaan laut.Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun
curah hujan yang tinggi antara 80-100 inchi per tahun dengan kelembaban 6080%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat
penyinaran matahari.Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab, panas,
dengan temperatur antara 15-38°C.Tanaman sukun ditanam di tanah yang subur,
dalam dan drainase yang baik, tetapi beberapa varietas tanpa biji dapat tumbuh
baik di tanah berpasir (Tridjaja, 2003).
Iklim mikro yang baik untuk pertumbuhan tanaman sukun adalah pada
lahan terbuka dan banyak menerima sinar matahari, sebagai indikator adalah
apabila tanaman keluwih bisa tumbuh dengan baik maka sukun juga bisa tumbuh
asal daerahnya tidak berkabut. Sukun dapat tumbuh pada semua jenis tanah

Universitas Sumatera Utara

10

(tanah podsolik merah kuning, tanah berkapur, tanah berpasir), namun akan lebih
baik bila ditanam pada tanah gembur yang bersolum dalam, berhumus dan
tersedia air tanah yang dangkal dengan pH 5-7. Tanaman sukun tidak baik
dikembangkan pada tanah yang memiliki kadar garam tinggi (Alrasjid, 1993).
Media Tanam Tumbuhan
Tanah yang digunakan sebagai media pembibitan harus memiliki
kesuburan yang baik, tidak berkerikil, memiliki aerasi yang baik, tidak terlalu
mengandung liat, sumber air cukup tersedia dan berkualitas baik. Hal yang
penting untuk diperhatikan dalam memproduksi media bibit adalah sifat
medianya. Media yang memiliki sifat fisik baik memiliki struktur remah, daya
serap dan daya simpan air baik serta kapasitas udaranya cukup (Khaerudin, 1999).
Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.
Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang
ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis
tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini
disebabkan setiap daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang
berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah
sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur
hara. Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama
(Khaerudin, 1999).
Kelapa merupakan salah satu komuditas yang memiliki nilai ekonomi
tinggi. Indonesia merupakan salah satu Negara didunia yang memiliki potensi
agroindustri kelapa yang cukup besar, tetapi belum dapat dimanfaatkan dengan

Universitas Sumatera Utara

11

maksimal. Luas areal kebun kelapa di indonesia adalah yang terbesar di dunia,
yaitu 3,76 juta hektar (Setiadi, 2001).
Sabut kelapa segar mengandung tanin 3,12%. Senyawa tanin dapat
mengikat enzim yang dihasilkan oleh mikroba sehingga mikroba menjadi tidak
aktif. Serbuk sabut kelapa ini juga telah dikembangkan untuk pembuatan briket
serbuk sabut kelapa yang digunakan sebagai bahan penyimpan air pada lahan
pertanian. Berdasarkan sifat penyerapan air dan oli yang tinggi ini memungkinkan
pemanfaatan produk papan partikel yang terbuat dari serbuk sabut kelapa ini dapat
digunakan sebagai bahan penyerap air atau oli. Disamping itu dapat digunakan
sebagai pengganti papan busa (stiroform)sebagai bahan pembungkus anti pecah
yang

ramah

lingkungan

karena

bahan

ini

kemungkinan

besar

dapat

terdekomposisi secara alami(Subiyanto et al., 2003).
Pengolahan sabut kelapa menghasilkan serat sabut dan serbuk kelapa.
Pemanfaatan keduanya sangat banyak. Seperti seratnya dapat dimanfaatkan untuk
aneka kerajinan rumah tangga seperti sapu, keset, dan untuk bahan jok mobil,
untuk reklamasi seperti cocomesh, untuk membantu kesuburan tanah seperti
cocopeat dan lain-lain. Penggunaan dan permintaan sabut kelapamengalami
peningkatan pasar yang digunakan sebagai media tanam. Cocopeat adalah tempat
untuk tanaman yang dibuat dari serabut kelapa sama halnya dengan pot-pot
tanaman lainnya tetapi kalau pot tanaman lainnya ada yang terbuat dari plastik,
semen, tanah liat dan sebagainya(Mashuri, 2009).
Penggunaan cocopeat (sabut kelapa) sebagai media tanam sangat baik
diaplikasikan pada tanah gersang atau lahan kritis. Lahan kritis seperti bekas
galian tambang sangat cocok ditanami cocopeat. Sifat cocopeat biodegrable

Universitas Sumatera Utara

12

(mudah terurai) akan membantu kesuburan tanah, menambah unsur hara, sehingga
penggunaannya akan menumbuhkan tumbuhan baru di area yang di tanmani
cocopeat. Cocopeat sangat berguna untuk mencegah kerusakan pada tanaman,
adapun kegunanan lain dari cocopeat antara lain : (1). Memproteksi akar didalam
permukaan lapisan tanah, (2). Keseimbangan suhu kebasahan konstan pada tanah,
(3). Proteksi ekolagi dari hama, (4). 100% dapat didaur ulang dan mempermudah
proses pemindahan tanaman, (5). Hemat didalam penggunaan konsimsi air untuk
tanaman (Mashuri, 2009).
Pemanfaatan sabut kelapa sebagai cocopeat yaitu sabut kelapa yang diolah
menjadi butiran-butiran gabus sabut kelapa. Cocopeat dapat menahan kandungan
air dan unsur kimia pupuk serta dapat menetralkan keasaman tanah. Karena sifat
tersebut, cocopeat dapat digunakan sebagai media yang baik untuk pertumbuhan
tanaman Holtikultura dan media tanaman rumah kaca. Secara umum, derajat
keasaman media cocopeat adalah 5,8 – 6. Pada kondisi itu tanaman optimal
menyerap unsure hara. Drajat keasaman ideal yang diperlukan tanaman 5,5- 6,5.
Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid,
gasas, arang, tannin, dan potasium (Rindengan et al dalam Sittadewi, 2011).
Menurut Mashud et al, (1993), sabut mengandung mineral cukup tinggi
yang terdiri dari N (1,25 %), P (0,18 %), K (3,05 %), CaO (0,97 %) dan MgO
(0,58 %). Proporsi sabut adalah sekitar 33% dari buah kelapa utuh.
Sabut kelapa mangandung unsur-unsur hara makro yang dibutuhkan oleh
tanaman. Unsur-unsur makro tersebut merupakan komponen utama sabut kelapa.
Herath (1993), melakukan penelitian terhadap komponen utama sabut kelapa,
seperti terlihat pada tabel 3.

Universitas Sumatera Utara

13

Tabel 3. Komponen Utama Sabut Kelapa
Unsur
Total Nitrogen (Kjeldahl)
Nitrogen dalam bentuk N-NH
Nitrogen dalam bentuk N-NO
Fosfor (P)
Kalium (K)
Kalsium (Ca)
Magnesium (Mg)

Total (ppm)
5238
96
45
330
9787
2521
2006

Sumber : herath (1993).

Banzon dan Velasco (1982), menyatakan bahwa sabut kelapa banyak
mengandung unsur hara, dengan K dan Cl merupakan unsure dominan. Sifat fisik
sabut kelapa antara lain memiliki porositas 95% dan densitas kamba atau bulk
density ± 0,25 gram/ml (Manzeen dan Van Holm, 1993).
Salah satu kekurangan dari cocopeat adalah banyak mengandung zat
tannin. Zat tannin diketahui merupakan zat yang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman. Untuk menghilangkan zat tannin yang berlebihan maka dapat dilakukan
dengan cara merendam cocopeat di dalam air bersih. Proses perendaman yang
kurang sempurna dapat menyebabkan zat tannin belum hilang seluruhnya,
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan pada tanaman (Irawan dan Hidayah,
2014)
Kandungan Air Tanah
Kandungan air didalam tanah merupakan faktor yang paling penting dalam
menentukan keberhasilan pertumbuhan dan produksi tanaman.Kandungan air
didalam tanah sangat dipengaruhi oleh iklim, curah hujan dan dipengaruhi oleh
sifat tanah seperti tekstur dan struktur tanah.Persentase kandungan air tanah
berbeda dengan berbedanya sifat tekstur tanah.
Air tersedia bagi pertumbuhan tanaman merupakan air yang terikatantara
kelembapan kapasitas lapang dan pada kelembapan titik layu permanen.Air harus

Universitas Sumatera Utara

14

cukup tersedia di dalam tanahguna dapat melarutkan pupukyang diberikan, karena
tanaman hanya dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terlarut didalam larutan
tanah.Air tanah sangat berperan dalam hal mekanisme pergerakan hara keakar
tanama. Perkembangan akar tanaman sangat dirangsang oleh kondisi tanah yang
lembab, sehingga kesempatan dari akar untuk lebih dekat dengan unsur hara yang
berasal daripupuk akan lebih besar. Demikian juga dengan aliran massauntuk
keperluan transpirasi diperlukan air tanah dan pada waktu bersamaan juga akan
mengangkut unsur-unsur hara ke akar dari daerah yang jauh dari jangkauan akar
(Damanik et al., 2010).
Air sangat berfungsi bagi pertumbuhan tanaman, khususnya air tanah yang
digunakan oleh tumbuhan sebagai bahan melalui proses fotosintesis. Air diserap
tanaman melalui akar bersama dengan unsur hara yang larut di dalamnya,
kemudian diangkut melalui pembuluh Xylem (Lakitan, 1993).
Sel tanaman yang telah kehilangan air dan berada pada tekanan turgor
yang lebih rendah daripada nilai maksimumnya, disebut menderita stress air. Hal
ini merupakan suatu istilah yang menyesatkan karena stress mempunyai defenisi
yang tepat dalam mekanika dan dapat dengan mudah diukur. Stress air adalah
suatu istilah yang sangat tidak tepat, yang menunjukkan bahwa kandungan air sel
telah turun dibawah nilai optimum, menyebabkan suatu tingkat gangguan
metabolisme (Fitter, 1981).
Karakteristik Lokasi
Secara geografis kawasan Danau Toba terletakdi pegunungan Bukit
Barisan Propinsi Sumatera Utara pada titik koordinat 2021’ 32” – 20 56’ 28”
Lintang Utara dan 980 26’ 35” – 990 15’ 40” Bujur Timur. Permukaan danau

Universitas Sumatera Utara

15

berada pada ketinggian 903 meter dpl, dan Daerah Tangkapan Air (DTA) 1.981
mdpl. Luas Perairan Danau Toba yaitu 1.130 Km2 dengan kedalaman maksimal
danau 529 meter. Total luas Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba lebih
kurang 4.311,58 km2. Curah hujan tahunan yang terdapat di kawasan Daerah
Tangkapan Air Danau Toba berkisar antara 1.700 sampai dengan 2.400
mm/tahun. Sedangkan puncak musim hujan terjadi pada bulan Nopember –
Desember dengan curah hujan antara 190 – 320 mm/tahun dan puncak musim
kemarau terjadi selama bulan juni – juli dengan curah hujan berkisar 54 – 151
mm/tahun (Kementerian Lingkunagn Hidup, 2011).
Danau Toba terbentuk sebagai akibat terjadinya runtuhan (depresi)
tektonik vulkanis yang dasysat pada zaman Pleiopleistosen dengan luas 1100 km2.
Ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan dicatat adalah
sekitar ± 906 meter dpl (diatas permukaan laut). Kedalaman air Danau Toba
berkisar 400 – 600 meter dan terdapat di depan teluk Haranggaol (± 460 meter).
Jenis tanah yang terdapat disekeliling Danau Toba mempunyai sifat kepekaan
terhadap erosi yang cukup tinggi. Hal ini dapat kita lihat banyaknya bagian yang
terkena longsor dan adanya singkapan batuan sesi (PPT Bogor, 1990).
Berdasarkan struktur vegetasinya, penutupan lahan dikawasan Danau Toba
terdiri atas hutan yang didominasi oleh pohon, semak/belukar yang didonimasi
oleh perdu, padang rumput yang didominasi oleh herba dan rumput, serta lahan
tak bervetasi. Dari segi kerapatannya hutan dikawasan Danau Toba dapat
dikelompokkan menjadi hutan berpohon rapat dan hutan berpohon jarang.
Wilayah danau toba didominasi oleh kelas kemiringan lereng landai (3% - 8%)
dengan luas area 30% dari seluruh luas DTA Toba, kelas kemiringan kedua

Universitas Sumatera Utara

16

ditempati oleh kelas agak miring (8 – 15%) yang mencapai 20,5% dan daerah
dengan kemiringan sangat curam hamper dijumpai di sekeliling danau yang
mencapai 4,5% dari luas DTA.tutupan lahan merupakan salah satu factor yang
mempengaruhi kualitas dan kuantitas perairan danau. Pola penggunaan lahan
dapat menimbulkan kerusakan/pencemaran lingkungan apabila dipergunakan
melampui batas. Komposisi tutupan lahan diDTA danau toba berupa lahan hutan
hanya mencapai 23%, dan untuk aktivitas budidaya sekitar 48,6% dari luas DTA,
yang sebagian besar merupakan pertanian lahan kering (27,6%) dan bagian lain
berupa lahan terbuka (20,6%) (BP DAS Barumun, Dapertemen Kehutanan, 2009;
tidak diterbitkan).
Tebel 4. Kelas Lereng di DTA Danau Toba
Luas

No.

Kelas
Lereng

(Ha)

(%)

1
2
3
4
5

0-8
9 - 15
16 - 25
25 - 40
> 40

21.268
44.725
69.121
24.396
100.084

8,19
25,43
26,63
9,39
38,55

Sumber : LPPM USU-Bappeda Sumut, (2000) dalam Kuswara (2007)
Dengan melihat perkembangan dikawasan DTA Danau Toba yang
salahsatunya

dicirikan

dengan

tingkatpertumbuhan

penduduk

yang

terusmeningkat sebagai akibat meningkatnyaaktivitas di kawasan ini, maka
tingkatfluktuasi debit air dan erosi dapatmenjadi semakin tinggi juga. Hal
inidisebabkan semakin meningkatnya luaslahan yang dijadikan kawasan
budidaya,sehingga kondisi penutupan lahan yangdapat menyerap air hujan
menjadisemakin berkurang. Kondisi ini didukungoleh data penutupan lahan di
kawasanDTA Danau Toba selama kurun waktu 12tahun dari tahun 1985 – 1997
yangmengalami perubahan penutupan lahancukup signifikan. Perubahan itu

Universitas Sumatera Utara

17

antaralain perubahan penutupan lahan darihutan menjadi penutupan non
hutan.Dalam kurun waktu tersebut areal hutanseluas 31.895,83 ha berubah dari
hutanmenjadi ladang, sawah, alang-alang,dan semak serta permukiman (Kuswara,
2007).

Universitas Sumatera Utara