Respon Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus Communis Forst) Pada Intensitas Penyiraman Berbeda

(1)

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN

(Artocarpus communis Forst) PADA INTENSITAS

PENYIRAMAN BERBEDA

SKRIPSI

Oleh:

ARINDA SRI UTAMI 061202023

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN

(Artocarpus communis Forst) PADA INTENSITAS

PENYIRAMAN BERBEDA

SKRIPSI

Oleh:

ARINDA SRI UTAMI 061202023

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Respon pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst) pada intensitas penyiraman berbeda

Nama Mahasiswa : Arinda Sri Utami Departemen : Kehutanan Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Afiffuddin Dalimunthe SP., MP. Dr. Budi Utomo SP., MP.

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS. Ketua Departemen


(4)

ABSTRAK

ARINDA SRI UTAMI: Respon Pertumbuhan Bibit Sukun pada Intensitas Penyiraman Berbeda, dibimbing oleh AFIFFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.

Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting dalam menghasilkan tanaman sukun yang mempunyai kualitas tumbuh yang baik dan apabila terjadi devisiensi maka aktifitas fisiologis maupun morfologis tanaman akan terganggu. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian USU pada bulan Desember 2009 - Mei 2010 menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan enam perlakuan (penyiraman 2 kali sehari, 1 kali sehari, 1 kali dalam dua hari, 1 kali dalam 3 hari, 1 kali dalam 4 hari dan 1 kali dalam 7 hari) masing-masing lima ulangan. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter, bobot kering tajuk, bobot kering akar dan luas daun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas penyiraman berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter kecuali bobot kering tajuk. Pertumbuhan tanaman terbaik ditunjukkan oleh perlakuan penyiraman 1 kali sehari dengan hasil yaitu tinggi tanaman 53,04 cm; diameter 0,92 cm; bobot kering tajuk 38,41 g; bobot kering akar 20,83 g; dan luas daun 1212,90 cm2.


(5)

ABSTRACT

ARINDA SRI UTAMI: Response in Growth Breadfruit Plant to Different Intensity of Watering, supervised by AFIFFUDDIN DALIMUNTHE and BUDI UTOMO.

Water factor of plant physiology is a very important factor in producing breadfruit plants that have a good quality of growt and if there devisiensi of water the physiological and morphological plant activity will be disrupted Therefore, a research had been conducted at rumah kaca of Agriculture USU in December 2009 – May 2010 using completely randomized design non factorial with six treatments (watering twice a day, once a day, once of two days, once of three days, once of four days and once of seven days) of each of five replications. Parameters measured were plant height, diameter , canopy dry weight, root dry weight and leaf area.

The results showed that different intensity of watering affected

significantly on all parameter except canopy dry weight.

Watering once a day showed the best plant growth with the result that plant height of 53,04 cm; diameter of 0,92 cm; canopy dry weight of 38,41 g; root dry weight of 20,83 g and leaf area of 1212,90 cm2.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di P. Siantar pada tanggal 26 Juli 1988 dari ayah Amahri Sipayung dan ibu Juriah. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 2, P. Siantar dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Silva, sebagai asisten pratikum di Laboratorium Silvikultur pada tahun 2009 dan asisten praktikum di Laboratorium Teknologi Benih pada tahun 2010.

Penulis melaksanakan praktek pengenalan dan pengelolaan hutan (P3H) di hutan bakau Pulau Sembilan, Pangkalan Susu dan hutan dataran rendah Tangkahan, Kabupaten Langkat Sumatera Utara pada tanggal 10 sampai 19 Juni 2008. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah dari tanggal 10 Januari sampai 10 Februari 2010.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Respon Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst) pada Intensitas Penyiraman Berbeda”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini serta mendukung penulis dalam doa dan materil. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada komisi pembimbing yaitu bapak Afiffuddin Dalimunthe SP, MP selaku ketua dan bapak Dr. Budi Utomo SP, MP selaku anggota yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Departemen Kehutanan USU, serta kepada teman-teman yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juni 2010 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... ii

ABSTACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DATAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Tempat Tumbuh Alami ... 4

Taksonomi Tanaman Sukun ... 4

Morfologi Tanaman Sukun ... 5

Kegunaan Tanaman Sukun ... 6

Transplanting Tanaman ... 6

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman ... 7

Hubungan Air dan Tanaman ... 9

Fungsi Air Bagi Tanaman ... 11

Pergerakan Air ... 12

Cekaman terhadap Air ... 13

Adaptasi Tanaman terhadap Kondisi Cekaman Air ... 16

Osmoregulasi ... 17

BAHAN DAN METODE ... 19

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 19

Alat dan Bahan ... 19

Metode Penelitian ... 19

Prosedur Penelitian... 20

Penyiapan Bahan Tanaman ... 20

Penyiapan Media Tanam ... 20

Penggantian Polybag ... 21

Aklimatisasi ... 21


(9)

Parameter Penelitian ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Tinggi Bibit ... 23

Diameter Bibit ... 24

Bobot Kering Tajuk ... 24

Bobot Kering Akar ... 25

Luas Daun Total Bibit ... 26

KESIMPULAN ... 32 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun terhadap tinggi bibit sukun (cm). ... 23 2. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit

sukun terhadap diameter bibit sukun (cm) ... 24 3. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit

sukun terhadap bobot kering tajuk bibit sukun (g). ... 25 4. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit

sukun terhadap bobot kering akar bibit sukun (g). ... 25 5. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Tinggi (cm) Bibit Sukun ...33

2. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Diameter (cm) Bibit Sukun ...34

3. Analisis Rancangan Percobaan Bobot Kering Tajuk (g) Bibit Sukun ...35

4. Analisis Rancangan Percobaan Bobot Kering Akar (g) Bibit Sukun ...36

5. Analisis Rancangan Percobaan Luas Daun Total (cm2) Bibit Sukun ...37

6. Gambar Bibit Sukun Pada Minggu ke 17...38


(12)

ABSTRAK

ARINDA SRI UTAMI: Respon Pertumbuhan Bibit Sukun pada Intensitas Penyiraman Berbeda, dibimbing oleh AFIFFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.

Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting dalam menghasilkan tanaman sukun yang mempunyai kualitas tumbuh yang baik dan apabila terjadi devisiensi maka aktifitas fisiologis maupun morfologis tanaman akan terganggu. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian USU pada bulan Desember 2009 - Mei 2010 menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan enam perlakuan (penyiraman 2 kali sehari, 1 kali sehari, 1 kali dalam dua hari, 1 kali dalam 3 hari, 1 kali dalam 4 hari dan 1 kali dalam 7 hari) masing-masing lima ulangan. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter, bobot kering tajuk, bobot kering akar dan luas daun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas penyiraman berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter kecuali bobot kering tajuk. Pertumbuhan tanaman terbaik ditunjukkan oleh perlakuan penyiraman 1 kali sehari dengan hasil yaitu tinggi tanaman 53,04 cm; diameter 0,92 cm; bobot kering tajuk 38,41 g; bobot kering akar 20,83 g; dan luas daun 1212,90 cm2.


(13)

ABSTRACT

ARINDA SRI UTAMI: Response in Growth Breadfruit Plant to Different Intensity of Watering, supervised by AFIFFUDDIN DALIMUNTHE and BUDI UTOMO.

Water factor of plant physiology is a very important factor in producing breadfruit plants that have a good quality of growt and if there devisiensi of water the physiological and morphological plant activity will be disrupted Therefore, a research had been conducted at rumah kaca of Agriculture USU in December 2009 – May 2010 using completely randomized design non factorial with six treatments (watering twice a day, once a day, once of two days, once of three days, once of four days and once of seven days) of each of five replications. Parameters measured were plant height, diameter , canopy dry weight, root dry weight and leaf area.

The results showed that different intensity of watering affected

significantly on all parameter except canopy dry weight.

Watering once a day showed the best plant growth with the result that plant height of 53,04 cm; diameter of 0,92 cm; canopy dry weight of 38,41 g; root dry weight of 20,83 g and leaf area of 1212,90 cm2.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman sukun mempunyai arti penting dalam menopang kebutuhan sumber pangan karena sumber kalorinya dan kandungan gizi yang tinggi. Sukun masuk dalam lampiran International Treaty on Genetic Resource for Food and Agriculture sehingga penangan jenis ini akan berkontribusi terhadap upaya global dalam menjamin ketahanan pangan. Dalam bidang kehutanan, sukun merupakan salah satu jenis pohon yang dipilih dalam kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Sukun memiliki akar yang kuat dan tajuk yang lebar yang dapat mengurangi laju erosi. Dari segi budidaya, sukun tergolong mudah untuk dibudidayakan baik secara tradisional pada lahan sempit seperti pekarangan, ladang, atau kebun maupun dibudidayakan secara komersial pada lahan yang relatif luas. Jarak tanam yang digunakan umumnya lebar karena tajuk tanaman sukun juga cukup lebar. Penanaman pada lahan terbuka tidak ternaungi akan membantu pertumbuhan tanaman sukun lebih baik sehingga lebih cepat berbuah (Hendalastuti dan Rojidin, 2006).

Dalam menghasilkan tanaman sukun yang mempunyai kualitas tumbuh yang baik maka hal tersebut tidak lepas dari usaha mendapatkan bibit tanaman sukun yang baik pula. Untuk dapat tumbuh dan berkembamg dengan baik, suatu tanaman tidak dapat terlepas dari sifat genetiknya dan faktor lingkungan dimana tanaman itu tumbuh. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dibedakan atas lingkungan biotik dan


(15)

abiotik. Pada prinsipnya lingkungan abiotik dapat dibagi atas beberapa faktor, yaitu : suhu, air, cahaya, tanah dan atmosfir (Haryati, 2003).

Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting. Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari kehidupan, bahkan makhluk lain akan punah tanpa air. Kramer menjelaskan tentang betapa pentingnya air bagi tumbuh-tumbuyhan; yakni air merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari berat keseluruhan bahagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah air. Selanjutnmya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses fotosintesa dan dalam proses-proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak kedalam tumbuh-tumbuhan, melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan (Haryati, 2003).

Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka pengamatan terhadap pertumbuhan bibit sukun dianggap penting agar diketahui tingkat pertumbuhannya pada setiap intensitas penyiraman yang telah ditentukan.


(16)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi pengaruh perbedaan intensitas penyiraman terhadap pertumbuhan bibit tanaman sukun.

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan respon yang nyata pada pertumbuhan bibit sukun akibat perbedaan intensitas penyiraman.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kehutanan di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan dapat pula berguna untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam budidaya sukun.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Tempat Tumbuh Alami

Tanaman sukun diduga berasal dari Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Hal ini dapat dilihat, bahwa keragaman genetik tanaman sukun terdapat di Indonesia dan Papua New Guinea. Nama sukun sesuai dengan buahnya yang tidak berbiji sama sekali, yang mirip dengan kerabat dekatnya yang disebut keluwih yang berbiji normal (Sunarjono, 1998).

Sukun dapat tumbuh baik pada daerah tropika basah, cocok pada iklim yang panas (suhu 20°-40°) dan lembab (curah hujan 2000–3000). Pohon sukun lebih di dataran rendah sekitar equator (di bawah 600 m dpl). Iklim makro yang sangat ideal untuk pertumbuhan sukun adalah di tempat terbuka dan banyak menerima sinar matahari. Tanaman sukun dapat tumbuh hampir pada segala jenis tanah, kecuali pada tanah berkadar garam tinggi. Pertumbuhan sukun akan lebih baik pada tanah aluvial yang dalam dengan draenase yang cukup, lembab dan kaya humus (Departemen Kehutanan, 2003).

Taksonomi Tanaman Sukun (Artocarpus communis, Forst)

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Suku : Moraceae Marga : Artocarpus

Jenis : Artocarpus communis Forst Nama dagang : Sukun


(18)

Morfologi Tanaman Sukun

Kedudukan daun mendatar, melebar dan menghadap keatas bunganya berumah satu, bunga jantan dan betina terdapat pada tongkol yang berbeda. Bunga jantan berbentuk kecil memanjang dan bunga betina berbentuk bulat samapai bulat panjang. Pada saat muda bunga berwarna hijau dan kekuningan pada saat tua. Umur bunga jantan dan betina relatif pendek, bunga jantan 25 hari dan bunga betina ± 90 hari, letaknya bunga jantan atau betina berada di atas pangkal daun. Buahnya berbentuk bulat sampai sedikit agak lonjong. Buah muda berkulit kasar dan berkulit halus pada saat tua serta berwarna hijau kekuningan. Beratnya dapat mencapai 4 kg/buah. Daging buah berwarna putih cenderung krem dan rasanya agak manis dan memiliki aroma spesifik (Departemen Kehutanan, 1995).

Perakaran sukun dapat diikuti dengan baik sejak di persemaian. Setelah bibit sukun ditanam di lapangan, akar akan tumbuh dari stek akar, kemudian membesar bulat dan manjang, diikuti dengan ranting-ranting akar yang mengecil, disertai adanya rambut-rambut akar. Letak akar masuk kedalam tanah, ada pula yang tumbuh mendatar dan sering tersembul di permukaan tanah. Panjang akar dapat mencapai 6 meter. Warna kulit akar coklat kemerahan. Tekstur kulit akar sedang, mudah terluka dan mudah mengeluarkan getah. Apabila akar terpotong atau terluka akan memacu tumbuhnya pertunasan (Pitojo, 1999).

Pohon sukun bertajuk rimbun dengan percabangan melebar kesamping dan tingginya dapat mencapai 10-20 meter, kulit batangnya hijau kecoklatan (Departemen Kehutanan, 1995). Pohon sukun membentuk percabangan sejak ketinggian 1,5 meter dari tanah. Tekstur kulitnya sedang. Pohon sukun yang dipangkas akan cepat membentuk cabang kembali (Pitojo, 1999).


(19)

Kegunaan Tanaman Sukun

Buah sukun yang telah tua dapat direbus, digoreng, dibuat tepung, dibuat keripik dan dapat dibuat tape melalui fermentasi. Kayu tanaman sukun tidak dapat digunakan untuk bahan bangunan dan tidak baik untuk kayu bakar. Bunga jantan tanaman sukun yang telah kering dapat dimanfaatkan sebagai obat nyamuk. Rebusan daun sukun dapat digunakan untuk obat penyakit kuning (Sunarjono, 1998).

Transplanting Tanaman

Pemindahan tanaman atau yang kita kenal dengan transplanting merupakan hal yang sangat penting dalam teknik budidaya jenis-jenis tanaman sayur dan buah. Adapun beberapa kegiatan seperti potting, repotting, pricking off, balling dan setting out merupakan kegiatan yang berkaitan dengan transplanting (pemindahan tanam). Potting merupakan kegiatan pemindahan tanaman/bibit dari bedengan semai atau flat pembibitan ke pot-pot yang telah disiapkan dengan tanah dan campuran pupuk. Sementara Repotting merupakan kegiatan pemindahan tanaman dari pot-pot/polybag yang lebih kecil ke pot-pot yang berukuran lebih besar. Pricking off merupakan cara persemaian dengan hanya menaburkan benih di atas bedengan semai untuk kemudian dipindah tanamkan ke polibag maupun ke bedengan-bedengan yang tersedia. Dan terakhir setting out merupakan tindakan pemindahan tanaman dari pot-pot, flat maupun bedengan ke tempat penanaman di lapang (Tjionger, 2008).

Dalam pelaksanaan transplanting, bibit yang disemai akan mengalami proses kerusakan terutama pada sistem perakarannya. Hal ini erat kaitannya dengan proses absorbsi dengan transpirasi yang berlangsung secara bersamaan


(20)

dimana saat pemindahan, tanaman akan berhenti mengabsorbsi air sementara di lain pihak proses transpirasi tetap berlangsung. Dengan demikian akan terjadi reduksi air di dalam bibit tanaman. Untuk mengembalikan pada keadaan awal, diperlukan adanya daya bangun (recovery) atau daya sembuh dari tanaman-tanaman itu sendiri. Pada dasarnya daya recovery dari tanaman-tanaman-tanaman-tanaman sayur dan buah yang herbaceous (berbatang lunak) tergantung dari : (a) ukuran dan umur tanaman (size and age of plant), (b) jenis tanaman dan (c) perlakuan pada waktu pemindahan (Tjionger, 2008).

Pada saat transplanting dilakukan, umur tanaman berbanding terbalik dengan jumlah akar rambut yang tertinggal. Artinya semakin panjang umur tanaman, akan mengakibatkan lebih sedikitnya akar rambut yang tertinggal. Hal ini tentunya berhubungan dengan kemampuan tanaman tersebut dalam mengadakan absorbsi air dan unsur hara. Pada umumnya tanaman/bibit sudah dapat dipindahkan setelah terlihat pemunculan daun sebenarnya (true leaves) sebanyak 2–3 helai. Ukuran dan umur tanaman juga berhubungan langsung dengan makin luasnya permukaan daun (transpirasi). Berdasarkan kenyataan tersebut, banyak pengusaha sayuran dan tanaman hias mengadakan pemindahan tanaman saat tanaman tersebut masih kecil (Tjionger, 2008).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor internal (dalam) dan eksternal (luar). Faktor internal meliputi faktor intrasel (sifat genetik/hereditas) dan intersel (hormonal dan enzim). Faktor eksternal meliputi air tanah dan mineral, kelembapan udara, suhu udara, cahaya dan sebagainya.


(21)

Faktor internal yang mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman:

1. Sifat Menurun atau Hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat digunakan sebagai dasar seleksi bibit unggul.

2. Hormon Pada Tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh yang dapat memacu pertumbuhan, tetapi adapula yang dapat menghambat pertumbuhan . Hormon-hormon pada tumbuhan yaitu auksin, giberilin, gas etilen, sitokinin, asam absisat dan kalin.

Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:

1. Cahaya Matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Daun dan batang tumbuhan yang tumbuh ditempat gelap akan kelihatan kuning pucat. Tumbuhan yang kekurangan cahaya menyebabkan batang tumbuh lebih panjang, lembek dan kurus, serta daun timbul tidak normal. Panjang penyinaran mempunyai pengaruh khusus bagi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan.

2. Temperatur. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan. Perubahan temperatur dari dingin atau panas mempengaruhi kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi dan transpirasi. Jika temperatur terlalu dingin atau terlalu tinggi pertumbuhan akan menjadi lambat atau terhenti sama sekali pada beberapa tumbuhan apabila lingkungan, air, temperatur, dan cahaya tidak memungkinkan untuk tumbuh.


(22)

3. Kelembaban atau Kadar Air. Tanah dan udara yang kurang lembab umumnya berpengaruh baik terhadap pertumbuhan karena meningkatkan penyerapan air dan menurunkan penguapan atau transpirasi.

4. Air dan Unsur Hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah. Tanaman, menyerap unsur hara dari media tempat hidupnya, yaitu dari tanah ataupun dari air. Unsur hara merupakan salah satu penentu pertumbuhan suatu tanaman baik atau tidaknya tumbuhan berkembangbiak.

(Junaidi, 2009).

Hubungan Air dan Tanaman

Air merupakan komponen utama dalam tumbuhan, dimana air menyusun 60-90 % dari berat daun. Jumlah air yang dikandung tiap tanaman berbeda-beda, hal ini bergantung pada habitat dan jemis spesies tumbuhan tersebut. Tumbuhan herba lebih banyak mengandung air daripada tumbuhan perdu. Tumbuhan yang berdaun tebal mempunyai kadar air antara 85-90 %, tumbuhan hidrofik 85-98 %

dan tumbuhan mesofil mempunyai kadar air antara 100-300 % (Fitter dan Hay, 1981).

Kuantitas air yang dibutuhkan oleh tanaman sangat berbeda-beda sesuai dengan jenis dan lingkungan dimana tumbuhan itu hidup. Tanaman herba menyerap air lebih banyak dibandingkan tanaman perdu. Tumbuhan golongan efemera yang hidup di daerah gurun, akan memanfaatkan hujan yang datang


(23)

sekali dalam setahun untuk mulai hidup dan berkecambah, berbunga, berbuah dan mati sebelum air yang ada dalam tanah habis. Pertumbuhan yang cepat dan pendeknya umur tanaman tersebut merupakan suatu usaha untuk menghindari diri dari kekurangan air yang menimpanya (Dwijoseputro, 1985).

Air mampu melarutkan lebih banyak bahan dari zat cair lainnya. Hal ini sebagian disebabkan karena air memiliki tetapan dielektrik yang termasuk tinggi yaitu suatu ukuran kemampuan untuk menetralkan tarik-menarik antara muatan listrik. Jika air mengandung elektrolit terlarut maka larutan ini membawa muatan, dan air menjadi penghantar listrik yang baik. Tapi jika air benar-benar murni, maka ia adalah penghantar listrik yang buruk. Ikatan hydrogen membuatnya terlalu kuat sehingga tidak mudah baginya untuk membawa muatan (Salisbury and Ross, 1995).

Pentingnya air sebagai pelarut dalam organisme hidup tampak amat jelas, misalnya pada proses osmosis. Dalam suatu daun, volume sel dibatasi oleh dinding sel dan relative hanya sedikit aliran air yang dapat diakomodasikan oleh elastisitas dinding sel. Konsekuensi tekanan hidrostatis (tekanan turgor) berkembang dalam vakuola menekan sitoplasma melawan permukaan dalam dinding sel dan meningkatkan potensial air vakuola. Dengan naiknya tekanan turgor, sel-sel yang berdekatan saling menekan, dengan hasil bahwa sehelai daun yang mulanya dalam keadaan layu menjadi bertambah segar (turgid). Pada keadaan seimbang, tekanan turgor menjadi atau mempunyai nilai maksimum dan

disini air tidak cenderung mengalir dari apoplast ke vakuola (Fitter dan Hay, 1994).


(24)

Dwijoseputro (1985), menjelaskan bahwa pemasukan air dari dalam tanah ke dalam jaringan tanaman melalui sel-sel akar secara difusi dan osmosis. Dengan masuknya air melalui sel akan tentulah akan terbawa ion-ion yang terdapat di dalam tanah karena larutan tanah mengandung ion.

Bila persedian air dalam tanah sedikit maka tumbuhan akan menyerap air sedikit pula, sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhannya. Jika persediaan air tanah makin kurang maka tumbuhan tersebut akan mengalami kelayuan. Air merupakan faktor utama pertahanan tumbuhan (Pratama, 2009). Fungsi lain dari air adalah menjaga turgiditas yang penting bagi perbesaran sel dan pertumbuhan, serta membentuk tanaman herba. Turgor penting dalam membuka dan menutupnya stomata, pergerakan daun dan pergerakan korola bunga dan terutama dalam variasi struktur tanaman. Kekurangan air dalam jumlah yang besar menyebabkan kurangnya tekanan turgor pada/dalam tumbuhan vegetative (Kramer, 1980).

Fungsi Air Bagi Tanaman

Air adalah komponen utama tanaman hijau. Kandungan air bervariasi antara 70-90%, tergantung pada umur, spesies, jaringan tertentu dan lingkungan. Air dibutuhkan untuk bermacam-macam fungsi tanaman:

1. Sebagai komponen sel terbesar

2. Pelarut unsur hara dan media transportasi 3. Media yang baik untuk reaksi biokimia

4. Reaktan pada beberapa reaksi metabolisma misalnya fotosintesis

5. Pembentuk struktur sel melalui pengaturan tekanan turgur misalnya daun. 6. Media pergerakan gamet dalam peristiwa pembuahan


(25)

7. Media pada penyebaran anakan atau propagul misal kelapa

8. Pengatur pergerakan tumbuhan karena keluar-masuknya air misalnya pergerakan diurnal, pembukaan dan penutupan stimata, bunga mekar, dan sebagainya.

9. Pengatur pemanjangan sel dan pertumbuhan. 10.Penstabil temperatur

11. Penting dalam proses evolusi ada tumbuhan daerah kering (xerofit), sedang (mesofit) dan hidrofit.

(Gardner, et al., 1991).

Pergerakan Air

Pergerakan air umumnya dapat terjadi dengan cara yaitu:

1. Aliran massa. Aliran molekul air secara massal terjadi karena adanya gradien tekanan. Molekul bergerak/mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Sebagai contoh yang paling mudah adalah kran air. Jika kran ditutup air tidak mengalir, tetapi jika kran dibuka air mengalir. Dalam keadaan terbuka tekanan dalam pipa kran lebih tinggi daripada di udara luar.

2. Difusi yaitu pergerakan acak dari molekul dari satu tempat ke tempat lain. Molekul bergerak dari konsentrasi tinggi (energi bebas tinggi) ke konsentrasi rendah (energi bebas rendah), mengikuti gradien konsentrasi. Contoh yang mudah adalah bila air dalam gelas ditetesi tinta hitam, maka molekul-molekul tinta menyebar ke segala arah. Pergerakan selesai jika titik ekuilibrium tercapai.


(26)

3. Imbibisi yaitu penyerapan dan adsorbsi air oleh bahan tidak larut, protoplasma hidrofilik dan bahan penyusun dinding sel. Imbibisi terjadi karena peristiwa difusi dan daya kapilaritas. Arah pergerakan air pada imbibisi adalah dari potensial air tinggi ke tempat berpotensial air rendah. Contoh peristiwa imbibisi kayu, biji kering, pati yang direndam air. Pada proses perkecambahan biji, imbibisi terjadi beberapa jam di awal, selanjutnya pergerakan air secara osmosis.

4. Osmosis yaitu pergerakan air melalui selaput semipermeabel atau diferensial permeabel Pergerakan air terjadi dari potensial kimia air tinggi ke potensial lebih rendah. Peristiwa ini dapat diukur dengan osmometer. 5. Dialisis yaitu difusi molekul terlarut melalui Selaput semipermeabel.

Contoh sel yang berisi air gula, bila air keluar sel dengan cara osmosis, tetapi molekul gula keluar sel secara dialisis.

Cekaman Terhadap Air

Air sering kali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya. Respons tanaman terhadap kekurangan air itu relative terhadap aktivitas metaboliknya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya dan potensial hasil panennya. Urutan responsnya terhadap daur kekeringan dapat dilihat dari pertumbuhan sel yang merupakan fungsi tanaman yang paling sensitive terhadap kekurangan air. Nilai potensial air jaringan meristem pada siang hari seringkali menyebabkan penurunan potensial tekanandi bawah yang dibutuhkan untuk pengembangan sel. Dengan berkurangnya potensial air, hormon tanaman juga berubah konsentrasinya (Gardner, et al., 1991).


(27)

Stomata berperan penting sebagai alat untuk adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Pada kondisi cekaman kekeringan maka stomata akan menutup sebagai upaya untuk menahan laju transpirasi. Senyawa yang banyak berperan dalam membuka dan menutupnya stomata adalah asam absisat (ABA). ABA merupakan senyawa yang berperan sebagai sinyal adanya cekaman kekeringan sehingga stomata segera menutup. Beberapa tanaman beradaptasi terhadap cekaman kekeringan dengan cara mengurangi ukuran stomata dan jumlah stomata. Mekanisme membuka dan menutup stomata pada tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan sangat efektif sehingga jaringan tanaman dapat menghindari kehilangan air melalui penguapan (Lestari, 2008).

Mekanisme toleransi pada tanaman sebagai respon adanya cekaman kekeringan meliputi (i) kemampuan tanaman tetap tumbuh pada kondisi kekurangan air yaitu dengan menurunkan luas daun dan memperpendek siklus tumbuh, (ii) kemampuan akar untuk menyerap air di lapisan tanah paling dalam, (iii) kemampuan untuk melindungi meristem akar dari kekeringan dengan meningkatkan akumulasi senyawa tertentu seperti glisin, betain, gula alkohol atau prolin untuk osmotic adjustment dan (iv) mengoptimalkan peranan stomata untuk mencegah hilangnya air melalui daun Dengan adanya osmotic adjustment tersebut memungkinkan pertumbuhan tetap berlangsung dan stomata tetap membuka (Lestari, 2008).

Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat


(28)

mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi (Haryati, 2003).

Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk, sangat peka terhadap cekaman air, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau keduanya. Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan stomata. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman air cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif dalam fotosintesa dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya terhadap hasil (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Adaptasi Tanaman terhadap Kondisi Cekaman Air

Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada kapasitas lapang dan titik layu permanen. Diatas kapasitas lapang air akan meresap ke bawah atau menggenang, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Di bawah titik layu permanen tanaman tidak mampu lagi menyerap air karena daya adhesi air dengan butir tanah terlalu kuat dibandingkan dengan daya serap tanaman. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996).

Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi


(29)

tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta pe-rubahan ekspresi gen (Sinaga, 2008).

Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Bila tanaman dihadapkan pada kondisi kering terdapat dua macam tanggapan yang dapat memperbaiki status air, yaitu (1) tanaman mengubah distribusi asimilat baru untuk mendukung pertumbuhan akar dengan mengorbankan tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta menghambat pemekaran daun untuk mengurangi transpirasi; (2) tanaman akan mengatur derajat pembukaan stomata untuk menghambat kehilangan air lewat transpirasi (Sinaga, 2008).

Menurut penelitian Sinaga (2008), bergantung responnya terhadap kekeringan, tanaman dapat diklasifikasikan menjadi (1) tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan (2) tanaman yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang menghindari kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia atau akuisisi air maksimum antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun. Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensitivitas stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup penyesuaian osmotik.


(30)

Osmoregulasi

Osmoregulasi merupakan karakter adaptasi yang sangat penting terhadap kondisi kekeringan. Tanaman yang memiliki osmoregulasi tinggi dapat memberikan pertumbuhan dan produksi yang tinggi pada kondisi kekeringan. Tanaman karet memiliki variasi osmoregulasi yang cukup tinggi. Pada kondisi kekurangan air, klon-klon yang memiliki osmoregulasi yang tinggi mampu mendemonstrasikan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan klon-klon yang memiliki osmoregulasi rendah. Osmoregulasi disebabkan oleh peningkatan akumulasi solut pada jaringan tanaman. Identifikasi jenis solut yang terakumulasi pada tanaman karet penting dilakukan untuk mengetahui keterkaitan aktivitas fisiologi dan metabolisme tanaman dengan osmoregulasi. Percobaan dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Sungei Putih, menggunakan 4 klon, yaitu 2 klon yang mewakili osmoregulasi tinggi (GT 1 dan PB 217) dan 2 klon yang mewakili osmoregulasi rendah (AVROS 2037 dan IRR 104). Perlakuan cekaman air dilakukan dengan tidak diberikan penyiraman air. Dua minggu setelah tidak ada penyiraman sample daun bagian atas yang sempurna diambil untuk dianalisis jenis solut yang terakumulasi pada jaringan daun. Hasil analisis di laboratorium menunjukkan bahwa gula total, prolin dan kalium merupakan solut utama yang terakumulasi dalam jaringan tanaman karet pada klon-klon yang memiliki osmoregulasi yang tinggi pada saat terjadi kekeringan. Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa solut untuk osmoregulasi tanaman karet terutama berasal dari hasil fotosintesis (Karyudi, 2005).


(31)

Sel tumbuhan dapat mengalami kehilangan air, apabila potensial air di luar sel lebih rendah daripada potensial air di dalam sel. Jika sel kehilangan air cukup besar, maka ada kemungkinan volume isi sel akan menurun besar sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Artinya, membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, peristiwa ini disebut plasmolisis. Sel yang sudah terplasmolisis dapat disehatkan kembali dengan memasukkannya ke dalam air murni (Ali, 2009).

Pengukuran potensial air sel dipergunakan untuk mengetahui status energi air sel. Hal ini sangat penting untuk mempelajari fisiologi tumbuhan karena dapat digunakan untuk (1) menentukan arah dan gerakan air yaitu air akan mengalir dari tempat berpotensial air tinggi ke tempat yang lebih rendah (mengikuti gradien konsentrasi), (2) memonitor status air tumbuhan. Sehingga potensial air dapat dijadikan alat diagnostik keadaan air sel atau jaringan. Makin rendah potensial air sel atau jaringan makin tinggi kemampuannya menyerap air. Sebaliknya makin tinggi potensial airnya makin besar kemampuannya untuk memberikan air ke sel atau jaringan yang lebih kering. Potensial air dapat digunakan untuk menentukan sel atau jaringan yang defisit air, cekaman air dan sebagainya.

Potensial air daun mempengaruhi transpirasi terutama melalui pengaruhnya terhadap membukanya stomata, tetapi juga mempengaruhi kadar uap air dalam ruang udara daun. Pengurangan potensial air sedikit tidak akan mempengaruhi transpirasi secara nyata, terutama apabila kadar uap air udara tinggi.(Goldworty dan Fisher, 1992 ).


(32)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Mei 2010. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan, cangkul kecil, jangka sorong, penggaris, alat tulis, gembor, pisau cutter, oven, timbangan digital, benang, softwere autocad, scanner dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman sukun (Artocarpus communis Forst) umur 3 bulan, polibag ukuran 2 kg, amplop coklat dan media top siol.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) nonfaktorial dengan lima perlakuan yakni:

A0 = Penyiraman 2 kali sehari

A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A2 = Penyiraman 1 kali dalam 2 hari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A4 = Penyiraman 1 kali dalam 4 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari

Dilakukan sebanyak 5 kali ulangan sehingga didapat jumlah bibit sukun sebanyak 30 bibit.


(33)

Model linear rancangan acak lengkap non faktor yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

Yij = µ + τi + Єij Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada ulangan ke-j yang mendapat perlakuan waktu penyiraman ke-i

µ = Nilai Rataan

τi = Pengaruh waktu penyiraman ke-i

Єij = Galat percobaan pada ulangan ke-j dalam perlakuan waktu penyiraman ke-i

Apabila ANOVA berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjutan

berdasarkan uji jarak DMRT (Duncan’s Multiple Range Test)

(Gomez and Gomez, 1995).

Prosedur Penelitian

1. Penyiapan Bahan Tanaman

Bibit tanaman sukun yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penjual bibit tanaman sukun yang berada di daerah kota Medan. Bibit dibawa dengan bantuan mobil peak up dari lokasi pembibitan ke lokasi penelitian yang sebelumnya dilakukan penyeleksian agar didapat bibit yang benar-benar seragam dari segi umur, keadaan fisik dan kesehatan bibit.

2. Penyiapan Media Tanam

Media yang digunakan adalah top soil 100% yang telah diayak terlebih dahulu agar kotoran tidak terikut. Setelah top soil diayak selanjutnya dilakukan


(34)

penghomogenan (pencampuran). Hal ini dilakukan dengan asumsi agar setiap polibag menampung topsoil yang tidak berbeda dalam segi kandungan unsur haranya yang akan berpengaruh pada pertumbuhan bibit sukun pada akhirnya.

3. Penggantian Polibag

Bibit sukun yang telah disiapkan diganti polibagnya dengan ukuran yang lebih kecil yang telah siap dengan topsoil. Polibag awal dibuka dengan merobek bagian pinggir sampai kebawah perlahan agar akar tidak terganggu. Kemudian ditaman dalam polibag baru.

4. Aklimatisasi

Akilmatisasi yang dimaksud adalah penyesuaian bibit terhadap lokasi baru yang hampir sama dengan lokasi penelitian. Tanaman diletakkan pada tempat yang tidak langsung terkena sinar matahari kemudian disiram dengan perlakuan normal. Kegiatan ini dilakukan selama kurang lebih satu minggu dan setelah itu dipindahkan dalam rumah kaca untuk dilakukan kegiatan penelitian.

5. Kegiatan Rumah Kaca

Kegiatan rumah kaca meliputi penerapan perlakuan yang telah ditentukan pada masing-masing satuan percobaan.

6. Parameter Penelitian

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tinggi Bibit

Penganbilan data parameter tinggi tanaman dilakukan satu minggu sekali setelah dua minggu dimulai percobaan dengan menggunakan penggaris. Pada


(35)

setiap satuan percobaan. Pengukuran tinggi diukur mulai 1 cm diatas tanah yang telah diberi tanda sampai titik tumbuh tertinggi.

Diameter Bibit

Pengukuran Diameter bibit digunakan dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan pada satu titik yang telah ditentukan dan diberi tanda. Pengambilan data dilakukan bersamaan dengan data tinggi bibit.

Bobot Kering Tanaman

Setelah kegiatan pengamatan berakhir maka dilakukan pemotongan atau pemisahan batang dengan akar tanaman. Untuk mendapatkan bobot kering bagian atas tanaman, bagian batang dan daun disatukan kemudian ditimbang berat selanjutnya dimasukkan ke dalam amplop yang telah diberi lubang dan label sesuai dengan perlakuan. Kemudian dioven pada temperatur 75ºC selama 48 jam, lalu ditimbang berat keringnya. Untuk mendapatkan bobot kering bawah tanaman, maka dilakukan dengan cara yang sama seperti mendapatkan bobot kering bagian atas tanaman.

Luas Daun

Pengukuran luas daun diambil pada saat pengambilan data terakhir dan pengukuran dilakukan pada seluruh daun pada setiap polybag. Daun digambar pada kertas milimeter kemudian hasilnya discan. Setelah discan data daun dimasukkan dalam program autocad 2006 untuk mendapatkan hasil luasan daunnya.


(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian diperoleh dari pengamatan selama 17 minggu dengan 5 parameter yang telah diamati yaitu pertambahan tinggi, diameter batang, bobot kering tajuk , bobot kering akar dan luas daun total.

1. Pertambahan tinggi bibit sukun

Hasil analisis siddik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan intensitas yang berbeda (lampiran 1), memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit sukun. Berikut rataan tinggi bibit sukun disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun terhadap tinggi bibit sukun (cm)

Perlakuan Rataan

A0 43.36 b

A1 53.04 a

A2 44.78 b

A3 41.92 b

A4 39.98 b

A5 44.76 b

Total 267.84

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perlakuan A1 menghasilkan rataan tinggi yang tertinggi (53,04 cm), sedangkan rataan tinggi terendah pada perlakuan A4 (39,98 cm). Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%, menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata antara A1 dengan perlakuan lainnya.


(37)

2. Diameter batang bibit sukun

Hasil analisis siddik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan intensitas yang berbeda (lampiran 2), memberikan pengaruh nyata terhadap diameter bibit sukun. Berikut rataan diameter bibit sukun disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun

terhadap diameter bibit sukun (cm)

Perlakuan Rataan

A0 0,90 a

A1 0,92 a

A2 0,84 ab

A3 0,74 c

A4 0,75 c

A5 0,80 bc

Total 4,95

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perlakuan A1 menghasilkan rataan diameter yang tertinggi (0,92 cm), sedangkan rataan diameter terendah pada perlakuan A3 (0,74 cm). Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%, menunjukkan A1 berbeda nyata dengan A3, A4 dan A5 tetapi tidak berbeda nyata dengan A0 dan A2.

3. Bobot kering tajuk bibit sukun

Hasil analisis siddik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan intensitas yang berbeda (lampiran 3), tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk bibit sukun. Berikut rataan bobot kering tajuk bibit sukun disajikan pada Tabel 3.


(38)

Tabel 3. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun terhadap bobot kering tajuk bibit sukun (g)

Perlakuan Rataan

A0 35,70

A1 38,41

A2 36,00

A3 28,58

A4 30,86

A5 29,47

Total 199,03

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perlakuan A1 menghasilkan rataan bobot kering tajuk yang tertinggi (38,41g), sedangkan rataan bobot kering tajuk terendah pada perlakuan A3 (28,58 g).

4. Bobot kering akar bibit sukun

Hasil analisis siddik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan intensitas yang berbeda (lampiran 4), memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering akar bibit sukun. Berikut rataan bobot kering akar bibit sukun disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun terhadap bobot kering akar bibit sukun (g)

Perlakuan Rataan

A0 18,478 a

A1 20,83 a

A2 18,532 a

A3 12,756 b

A4 12,784 b

A5 13,862 b

Total 97,242

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%


(39)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perlakuan A1 menghasilkan rataan bobot kering akar yang tertinggi (20,83 g), sedangkan rataan bobot kering akar terendah pada perlakuan A3 (12,756 g). Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%, menunjukkan A1 berbeda nyata dengan A3, A4 dan A5 tetapi tidak berbeda nyata dengan A0 dan A2.

5. Luas daun total bibit sukun

Hasil analisis siddik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan intensitas yang berbeda (lampiran 5), memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun total bibit sukun. Berikut rataan luas daun total bibit sukun disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun terhadap luas daun total bibit sukun per polybag (cm2)

Perlakuan Rataan

A0 1042,45 ab

A1 1212,90 a

A2 951,23 ab

A3 793,06 bc

A4 980,89 ab

A5 524,55 c

Total 5505,08

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perlakuan A1 menghasilkan rataan luas daun total yang tertinggi (1212,90 cm2), sedangkan rataan luas daun total terendah pada perlakuan A5 (524,55 cm2). Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%, menunjukkan A1 berbeda nyata dengan A3 dan A5 tetapi tidak berbeda nyata dengan A0, A2 dan A4.


(40)

Pembahasan

Berdasarkan analisis siddik ragam (lampiran 1) dapat dilihat bahwa penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun memberikan pengaruh nyata pada pertambahan tinggi bibit sukun. Diperoleh rataan tertinggi pada perlakuan A1 (penyiraman 1 kali sehari) yaitu 53,04 cm dan rataan terendah pada perlakuan A4 (penyiraman 1 kali dalam 4 hari) yaitu 39,98 cm. Berdasarkan uji Duncan perlakuan A1 berbda nyata dengan perlakuan lainnya pada taraf 5%. Menurut Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa tinggi tenaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Sebagai parameter pengaruh lingkungan, tinggi tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan tertentu seperti air.

Berdasarkan analisis siddik ragam (lampiran 2) dapat dilihat bahwa penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun memberikan pengaruh nyata pada pertambahan diameter bibit sukun. Diperoleh rataan tertinggi pada perlakuan A1 (penyiraman 1 kali sehari) yaitu 0,92 cm dan rataan terendah pada perlakuan A3 (penyiraman 1 kali dalam 3 hari) yaitu 0,74 cm. Berdasarkan uji Duncan perlakuan A1 tidak berbeda nyata dengan A0 dan A2 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada taraf 5%.

Penyiraman yang lebih sering menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyiraman yang lebih jarang dalam hal ini ditunjukkan oleh perlakuan A1 dan A3 dikarenakan bahan baku untuk melakukan fotosintesis


(41)

sangat memenuhi terutama dengan ketersediaan airnya pada A1 dibandingkan dengan A3 dan perlakuan lainnya sehingga hasil fotosintesis berupa karbohidrat dapat tersuplai dengan baik ke seluruh bagian tubuh tumbuhan seperti pada batang. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Gardner, et al. (1991) bahwa masalah penting pertama untuk proses diferensiasi (penebalan dinding sel) adalah ketersediaan karbohidrat. Hasil asimilasi yang tersedia lebih dari cukup bagi kebutuhan untuk pertumbuhan secara normal, merupakan akibat adanya faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan tanpa menghambat fotosintesis. Faktor-faktor yang lebih membatasi pertumbuhan dibandingkan membatasi fotosintesis, seperti kekurangan air, berakibat adanya kelebihan hasil fotosintesis untuk mendorong proses diferensiasi.

Berdasarkan analisis siddik ragam (lampiran 3) dapat dilihat bahwa penyiraman dengan insitas berbeda pada bibit sukun tidak memberikan pengaruh nyata pada bobot kering tajuk bibit sukun. Diperoleh rataan tertinggi pada perlakuan A1 (penyiraman 1 kali sehari) yaitu 38,41 g dan rataan terendah pada perlakuan A3 (penyiraman 1 kali dalam 3 hari) yaitu 28,58 g.

Sedangkan pada analisis siddik ragam (lampiran 4) menunjukkan bahwa penyiraman dengan insitas berbeda pada bibit sukun berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar. Diperoleh rataan tertinggi pada perlakuan A1 (penyiraman 1 kali sehari) yaitu 20,83 g dan rataan terendah pada perlakuan A3 (penyiraman 1 kali dalam 3 hari) yaitu 12,756 g. Berdasarkan uji Duncan perlakuan A1 tidak berbeda nyata dengan A0 dan A2 tetapi berbeda nyata dengna perlakuan lainnya pada taraf 5%.


(42)

Gardner, et al. (1991) menyatakan bahwa kekurangan air yang menghambat pertumbuhan ujung dan akar, mempunyai pengaruh yang relatif lebih besar terhadap pertumbuhan ujung. Pertumbuhan ujung lebih digalakkan apabila air yang banyak, pertumbuhan akar lebih digalakkan apabila faktor-faktor air terbatas. Akar adalah organ yang pertama mencapai air. Sedangkan pucuk organ pertama yang mencapai cahaya, CO2, atau faktor-faktor iklim. Pernyataan

tersedut memperkuat dari hasil penelitian ini bahwa akar lebih memperlihatkan respon terhadap perlakuan yang diberikan sehingga perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering akar.

Berdasarkan analisis siddik ragam (lampiran 5) dapat dilihat bahwa penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun memberikan pengaruh nyata pada luas daun total bibit sukun. Diperoleh rataan tertinggi pada perlakuan A1 (penyiraman 1 kali sehari) yaitu 1212,90 cm2 dan rataan terendah pada perlakuan A5 (penyiraman 1 kali dalam 7 hari) yaitu 524,55 cm2. Berdasarkan uji Duncan perlakuan A1 tidak berbeda nyata dengan A0, A2 dan A4 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada taraf 5%.

Penerimaan air oleh tanaman berbanding lurus dengan luas daun yakni semakin sedikit air yang diterima oleh tanaman maka luas dam pertumbuhan daun akan semakin kecil. Diperkuat dengan pernyataan Gardner, et al. (1991), pengaruh kekurangan air selama tingkat vegetatif ialah berkembangnya daun-daun yang lebih kecil. Ini sesuai juga dengan pernyataan Goldsworthy dan Fisher (1992) bahwa indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk, sangat peka terhadap cekaman air, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun,


(43)

atau keduanya. Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan stomata. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman air cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif dalam fotosintesa dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya terhadap hasil.

Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut yang mengakibatkan pertumbuhannya tidak maksimal. Akan tetapi hal ini juga terjadi pada bibit sukun yang diberikan perlakuan A0 dimana penyiramannya lebih intensiv dibandingkan dengan A1 yang pada hasil pengamatan terlihat paling baik responya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak selamanya tanaman yang diberi perlakuan penyiraman lebih banyak akan menunjukkan hasil yang lebih baik. Sesuai dengan pernyataan Haryati (2003) bahwa di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi.

Tanaman yang kekurangan air yang tumbuh di tanah dengan tingkatan air pada pelayuan sementara biasanya akan segar kembali setelah diairi. Namun daun yang tua akan gugur, daun baru mungkin ukurannya lebi kecil. Keadaan seperti ini terjadi pada bibit sukun yang mendapat perlakuan sedikit air. Sesuai dengan pernyataan Fitter dan Hay (1994) bahwa pentingnya air sebagai pelarut dalam organisme hidup tampak amat jelas, misalnya pada proses osmosis. Dalam suatu daun, volume sel dibatasi oleh dinding sel dan relative hanya sedikit aliran air yang dapat diakomodasikan oleh elastisitas dinding sel. Konsekuensi tekanan


(44)

hidrostatis (tekanan turgor) berkembang dalam vakuola menekan sitoplasma melawan permukaan dalam dinding sel dan meningkatkan potensial air vakuola. Dengan naiknya tekanan turgor, sel-sel yang berdekatan saling menekan, dengan hasil bahwa sehelai daun yang mulanya dalam keadaan layu menjadi bertambah segar (turgid).

Sesuai dengan fungsinya air adalah penjaga turgiditas yang penting bagi perbesaran sel dan pertumbuhan. Turgor penting dalam membuka dan menutupnya stomata, pergerakan daun dan pergerakan korola bunga dan terutama dalam variasi struktur tanaman. Kekurangan air dalam jumlah yang besar menyebabkan kurangnya tekanan turgor pada/dalam tumbuhan vegetative (Kramer, 1980).


(45)

KESIMPULAN

Kesimpulan

Air sangat mempengaruhi pertumbuhan bibit sukun. Penyiraman terbaik ditunjukkan oleh perlakuan penyiraman 1 kali sehari (A1) yang terlihat pada pertambahan tinggi, diameter, bobot kering tajuk dan akar, dan luas daun tertinggi yakni secara berturut-turut 53,04 cm, 0,92 cm, 38,41g, 20,83 g, dan 1212,90 cm2. Sedangkan hasil terendah ditunjukkan oleh masing-masing parameter pada perlakuan secara berturut-turut yakni pertambahan tinggi pada A4 39,98 cm; diameter, bobot kering tajuk dan akar sama-sama pada A3 yaitu 0,74 cm, 28,58 g dan 12,756 g; dan luas daun pada A5 524,55 cm2.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, I. 2009. Potensial Osmotik Tanaman. http://iqbalali.com [15 November 2009] Dephut. 1995. Budidaya Pohon Serbaguna (MPTS) Sukun(Artocarpus communis Forst). Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Direktorat Reboisasi Jakarta

. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Sukun. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta

Dwidjoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta Fitter, AH., dan RKM. Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman.Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada

Gardner, PF. RB, Pearce dan RL, Mitcell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Gomez, K.A dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika Untuk Penelitian pertanian. Diterjemahkan oleh E. Syamsuddin dan J.S. Baharsyah. UI Press. Jakarta.

Haryati. 2003. Pengaruh Cekaman Air terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman. Program Studi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian USU Medan.

Hendalastuti, HR dan A. Rojidin. 2006. Karakteristik Budidaya dan Pengelolaan Buah Sukun: Studi Kasus di Solok dan Kampar. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Hal. 220-230

Junaidi, W. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman.

http://wawan - junaidi.blogspot. com [15 November 2009].

Karyudi. 2005. Osmoregulasi Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis) Sebagai Respons Terhadap Cekaman Air. Balai Penelitian Sungei Putih.

http://balitsp.com [15 November 2009].

Kramer, P. J. 1980. Plant and soil water relationship. A Modern synthesis. Tata Mc Graw-Hill Publ. Co. Ltd., New York. 449 p.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Rajawali Pers. Jakarta. 203 hal.

Lestari, EG. 2006. Hubungan antara Kerapatan Stomata dengan Ketahanan Kekeringan pada Somaklon Padi Gajahmungkur, Towuti, dan IR 64.


(47)

Pitojo, S. 1999. Budidaya Sukun. Kanisius. Jakarta

Pratama, TA. 2009. Laporan Praktikum Fisiologi Tunbuhan; Hubungan Tumbuhan dengan Air. Fakultas MIFA Universitas Andalas.

http://thetom022.files.wordpress.com[15 November 2009].

Salisbury, FB dan CW, Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB Bandung

Sinaga, S. 2008. Asam Absisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. http://research.mercubuana.ac.id[15 November 2009].

Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Sunarjono,HH. 1998. Prospek Berkebun Buah. Penebar Swadaya. Jakarta

Tjionger’s, M. 2008. Transplanting dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman. http://www.tanindo.com[ 15 November 2009].


(48)

Lampiran 1. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Tinggi (cm) Bibit sukun

Rataan pertambahan tinggi bibit sukun minggu 17

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3 4 5

A0 42.6 46.4 49.9 42.4 35.5 216.80 43.36

A1 46.9 53.5 57 58.8 49 265.20 53.04

A2 48 46.3 41.9 43.4 44.3 223.90 44.78

A3 37.7 37.8 41.8 44.5 47.8 209.60 41.92

A4 40.5 37.3 48.8 35.8 37.5 199.90 39.98

A5 50 35.8 47.3 54 36.7 223.80 44.76

Total 265.70 257.10 286.70 278.90 250.80 1339.20 267.84 Rataan 44.28 42.85 47.78 46.48 41.80 223.20 44.64

Analisis siddik ragam pertambahan tinggi bibit sukun minggu 17 Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung F tabel 5%

Perlakuan 5 506.732 101.346 3.520* 2.621

Galat 24 690.920 28.788

Total 29 1197.652

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

A0 : Penyiraman 2 kali sehari

A1 : Penyiraman 1 kali sehari

A2 : Penyiraman 1 kali dalam 2 hari

A3 : Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A4 : Penyiraman 1 kali dalam 4 hari


(49)

Lampiran 2. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Diameter (cm) Bibit Sukun

Rataan pertambahan diameter bibit sukun minggu 17

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3 4 5

A0 0,87 1,03 0,81 0,96 0,85 4,51 0,90

A1 0,92 0,85 0,87 0,90 1,06 4,60 0,92

A2 0,87 0,92 0,86 0,78 0,78 4,21 0,84

A3 0,70 0,80 0,73 0,68 0,80 3,71 0,74

A4 0,74 0,70 0,72 0,74 0,83 3,73 0,75

A5 0,77 0,80 0,77 0,87 0,78 3,98 0,80

Total 4,87 5,10 4,76 4,93 5,09 24,74 4,95

Rataan 0,81 0,85 0,79 0,82 0,85 4,12 0,82

Analisis sidik ragam pertambahan diameter bibit sukun minggu 17 Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung F tabel 5%

Perlakuan 5 0.146 0.029 6.775* 2.621

Galat 24 0.103 0.004

Total 29 0.250

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

A0 : Penyiraman 2 kali sehari

A1 : Penyiraman 1 kali sehari

A2 : Penyiraman 1 kali dalam 2 hari

A3 : Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A4 : Penyiraman 1 kali dalam 4 hari


(50)

Lampiran 3. Analisis Rancangan Percobaan Bobot Kering Tajuk (g) Bibit Sukun

Bobot kering tajuk bibit sukun

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3 4 5

A0 30,53 45,66 33,07 44,06 25,17 178,49 35,70

A1 33,3 38,1 34,83 45,05 40,79 192,07 38,41

A2 26,62 47,1 41,06 35,65 29,59 180,02 36,00

A3 25,89 25,85 27,89 27,46 35,82 142,91 28,58

A4 34,16 32,5 39,39 21,22 27,02 154,29 30,86

A5 28,3 27,08 29,64 35,89 26,45 147,36 29,47

Total 178,80 216,29 205,88 209,33 184,84 995,14 199,03 Rataan 29,80 36,05 34,31 34,89 30,81 165,86 33,17

Analisis sidik ragam bobot kering tajuk bibit sukun Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung F tabel 5%

Perlakuan 5 409.961 81.992 1.966tn 2.621

Galat 24 1000.704 41.696

Total 29 1410.665

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

A0 : Penyiraman 2 kali sehari

A1 : Penyiraman 1 kali sehari

A2 : Penyiraman 1 kali dalam 2 hari

A3 : Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A4 : Penyiraman 1 kali dalam 4 hari


(51)

Lampiran 4. Analisis Rancangan Percobaan Bobot Kering Akar (g) Bibit Sukun

Bobot kering akar bibit sukun

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3 4 5

A0 14,7 25,73 14,84 21,97 15,15 92,39 18,478

A1 18,38 21,1 22,37 22,48 19,82 104,15 20,83

A2 18,71 16,89 20,3 22,08 14,68 92,66 18,532

A3 10,12 15,67 15,07 9,9 13,02 63,78 12,756

A4 10,93 10,75 12,98 12,44 16,82 63,92 12,784

A5 12,47 13,88 13,04 15,62 14,3 69,31 13,862

Total 85,31 104,02 98,6 104,49 93,79 486,21 97,242 Rataan 14,22 17,34 16,43 17,41 15,63 81,03 16,207

Analisis sidik ragam bobot kering akar bibit sukun Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung F tabel 5%

Perlakuan 5 305.303 61.061 7.053* 2.621

Galat 24 207.776 8.657

Total 29 513.079

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

A0 : Penyiraman 2 kali sehari

A1 : Penyiraman 1 kali sehari

A2 : Penyiraman 1 kali dalam 2 hari

A3 : Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A4 : Penyiraman 1 kali dalam 4 hari


(52)

Lampiran 5. Analisis Rancangan Percobaan Luas Daun Total (cm2) Bibit Sukun

Luas daun total bibit sukun minggu 17

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3 4 5

A0 581,30 1514,72 967,72 1269,98 878,54 5212,26 1042,45 A1 932,68 1139,34 1397,67 1383,86 1210,97 6064,52 1212,90 A2 355,32 1243,63 1160,04 1022,04 975,12 4756,15 951,23 A3 736,05 723,30 891,74 629,98 984,24 3965,31 793,06 A4 953,61 1070,05 1057,20 897,58 926,00 4904,44 980,89 A5 499,04 493,50 543,67 603,18 483,35 2622,74 524,55 Total 4058,00 6184,54 6018,04 5806,62 5458,22 27525,42 5505,08 Rataan 676,33 1030,76 1003,01 967,77 909,70 4587,57 917,51

Analisis sidik ragam luas daun total bibit sukun minggu 17 Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung F tabel 5%

Perlakuan 5 1389641.830 277928.366 5.242* 2.621

Galat 24 1272347.612 53014.484

Total 29 2661989.442

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

A0 : Penyiraman 2 kali sehari

A1 : Penyiraman 1 kali sehari

A2 : Penyiraman 1 kali dalam 2 hari

A3 : Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A4 : Penyiraman 1 kali dalam 4 hari


(53)

Lampiran 6. Gambar bibit sukun di minggu ke 17

(A0) (A1) (A2) (A3)

(A4) (A5)

A05

A04

A03

A02


(54)

A15

A14

A13

A12

A11

A25

A24

A23

A22


(55)

A35

A34

A33

A32

A31

A45

A44

A43

A42


(56)

A54

A53

A52


(1)

Lampiran 4. Analisis Rancangan Percobaan Bobot Kering Akar (g) Bibit Sukun

Bobot kering akar bibit sukun

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3 4 5

A0 14,7 25,73 14,84 21,97 15,15 92,39 18,478 A1 18,38 21,1 22,37 22,48 19,82 104,15 20,83 A2 18,71 16,89 20,3 22,08 14,68 92,66 18,532 A3 10,12 15,67 15,07 9,9 13,02 63,78 12,756 A4 10,93 10,75 12,98 12,44 16,82 63,92 12,784 A5 12,47 13,88 13,04 15,62 14,3 69,31 13,862 Total 85,31 104,02 98,6 104,49 93,79 486,21 97,242 Rataan 14,22 17,34 16,43 17,41 15,63 81,03 16,207

Analisis sidik ragam bobot kering akar bibit sukun Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung F tabel 5%

Perlakuan 5 305.303 61.061 7.053* 2.621

Galat 24 207.776 8.657

Total 29 513.079

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

A0 : Penyiraman 2 kali sehari

A1 : Penyiraman 1 kali sehari

A2 : Penyiraman 1 kali dalam 2 hari

A3 : Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A4 : Penyiraman 1 kali dalam 4 hari


(2)

Lampiran 5. Analisis Rancangan Percobaan Luas Daun Total (cm2) Bibit Sukun

Luas daun total bibit sukun minggu 17

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3 4 5

A0 581,30 1514,72 967,72 1269,98 878,54 5212,26 1042,45 A1 932,68 1139,34 1397,67 1383,86 1210,97 6064,52 1212,90 A2 355,32 1243,63 1160,04 1022,04 975,12 4756,15 951,23 A3 736,05 723,30 891,74 629,98 984,24 3965,31 793,06 A4 953,61 1070,05 1057,20 897,58 926,00 4904,44 980,89 A5 499,04 493,50 543,67 603,18 483,35 2622,74 524,55 Total 4058,00 6184,54 6018,04 5806,62 5458,22 27525,42 5505,08 Rataan 676,33 1030,76 1003,01 967,77 909,70 4587,57 917,51

Analisis sidik ragam luas daun total bibit sukun minggu 17 Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung F tabel 5% Perlakuan 5 1389641.830 277928.366 5.242* 2.621

Galat 24 1272347.612 53014.484

Total 29 2661989.442

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

A0 : Penyiraman 2 kali sehari

A1 : Penyiraman 1 kali sehari

A2 : Penyiraman 1 kali dalam 2 hari

A3 : Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A4 : Penyiraman 1 kali dalam 4 hari


(3)

Lampiran 6. Gambar bibit sukun di minggu ke 17

(A0) (A1) (A2) (A3)

(A4) (A5)

A05

A04

A03

A02


(4)

A15

A14

A13

A12

A11

A25

A24

A23

A22


(5)

A35

A34

A33

A32

A31

A45

A44

A43

A42


(6)

A54

A53

A52