Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Hal Terjadinya Kebakaran Lahan (Studi Putusan Nomor:228 Pid.Sus 2013 PN.PLW)

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dan lingkungan ibarat dua sisi mata koin yang tidak terpisahkan.
Keduanya merupakan hubungan yang sangat erat dan tidak terpisahkan. Manusia
memerlukan lingkungan agar dapat bertahan hidup. Manusia membutuhkan oksigen
untuk dapat bertahan hidup. Oksigen dihasilkan tumbuhan dari proses fotosintesis.
Lingkungan pun membutuhkan manusia karena lingkungan tidak dapat merawat
dirinya sendiri. Tumbuhan membutuhkan manusia untuk melakukan serangkaian
kegiatan untuk menjaga dan melestarikan keberadaan tumbuhan itu sendiri.
Setiap orang berhak atas hidup yang layak termasuk memperoleh udara yang
bersih dan sehat. Negara Indonesia sebagai Negara hukum telah menjamin hal
tersebut. Undang-Undang Dasar 1945 adalah landasan konstitusional bagi
penyelenggaraan pemerintah Negara yang mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya (sumberdaya alam) digunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat 1. Pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan
bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga
Negara Indonesia 2.

1


Syamsul Arifin, Hukum Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
(Jakarta:PT.Sofmedia,2012),Hal.39
2
Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945

1

Universitas Sumatera Utara

2

Perkebunan adalah segala kegiatan sumber daya alam, sumber daya manusia,
alat dan mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait tanaman
perkebunan 3. Perkebunan adalah usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Tentu saja usaha tesebut memanfaatkan apa yang disediakan
oleh alam. Salah satunya adalah lahan, dimana lahan ini adalah salah satu modal
untuk melakukan kegiatan usaha perkebunan tersebut.
Indonesia memiliki wilayah 750 juta hektar dengan luas daratan 193 juta
hektar. Di atas daratan tersebut, terdapat hutan seluas 143, 9 juta hektar. Wilayah

hutan seluas itu sebagian besar berada di Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya bagian
Timur, dan Jawa yang merupakan tipe hutan hujan tropik. Sebagian berupa hutan
tropik musiman berada di Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Tenggara, Maluku
dan Irian Jaya bagian selatan. Sebagian kecil dari wilayah hutan tersebut berupa hutan
rawa air tawar, yaitu di Sumatera bagian timur, Kalimantan Selatan dan Irian Jaya 4.
Dewasa ini, kemajuan teknologi menyebabkan banyak perubahan sudut
pandang manusia. Manusia mulai mengembangkan ide-ide untk mengusahakan halhal sekitarnya menjadi sesuatu yang lebih berguna. Salah satunya ialah keberadaan
lahan. Sebuah lahan tidak dipandang hanya dari aspek lingkungan saja. Keberadaan
suatu lahan juga dipandang menjadi aset yang mampu dialihkan ke sektor lain.
Sektor-sektor tersebut ialah sektor industri,sektor perkebunan, sektor pertanian, sektor

3

UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Indriyanto, Pengantar Budi Daya Hutan,(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Hal. 2

4

Universitas Sumatera Utara


3

pembangunan wilayah perumahan dan lainnya. Keberadaan suatu lahan diperlukan
sebagai media atau tempat pendirian sektor-sektor usaha tersebut.
Pelaksanan alih fungsi lahan memerlukan izin dari pihak pemerintah
setempat. Pemberian izin tidak boleh sembarangan. Selain karena harus sesuai tata
prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku, harus juga menjunjung
kelestarian hutan dan daerah disekitar lahan yang akan dialihfungsikan. Tata prosedur
yang telah ditentukan pemerintah, tidak serta merta ditaati oleh korporasi yang akan
melakukan alih fungsi lahan. Korporasi lebih memilih “cara nakal” untuk
memuluskan rencana alih fungsi lahan. Cara ini kerap melibatkan birokrasi yang juga
tidak berintegritas. Akibatnya timbullah suap antara birokrasi dan korporasi yang
tercipta secara massif.
Untuk memuluskan langkah untuk alih fungsi lahan, perusahaan kerap
melakukan tindakan pembakaran lahan. Pembakaran lahan yang tidak sesuai posedur
merupakan jalan yang ditempuh beberapa korporasi untuk melakukan alih fungsi
lahan ke sektor lain dengan cara yang cepat, dan tentunya menelan biaya yang tidak
mahal. Tentu dengan cara ini, korporasi menjadi lebih cepat mendirikan sektor usaha
di atas lahan yang telah dialihfungsikan tersebut.
Kebakaran lahan dan hutan yang terjadi pun tidak terelakkan. Tidak tanggungtanggung, luas lahan yang dibakar maupun yang terbakar cukup luas. Tercatat bahwa


Universitas Sumatera Utara

4

luas lahan yang terbakar sepanjang tahun 2014 adalah sekitar 23625,6 hektar 5.
Sebagian besar lahan sengaja dibakar untuk kegiatan pembukaan lahan industry. Hal
ini disebut dengan Land Clearling (Pembersihan lahan). Hal ini secara mendasar
tentu menimbulkan “sakit” pada tanah tersebut. Dimana tanah atau pun lahan itu
tersebut diibaratkan sengaja dirusak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Akhirnya kebakaran lahan pun terjadu. Akibat lainnya ialah, musnahnya habitat asli
margasatwa yang ada di dalam hutan. Tentu tidak sedikit hewan yang berada dalam
hutan dan menjadikan hutan sebagai rumahnya. Lahan yang juga seharusnya diolah
dengan baik menjadi rusak. Bisa kita bayangkan bahwa, binatang-binatang tersebut
kehilangan tempat tinggal dan malah bisa masuk ke areal lingkungan masyarakat
sekitar.
Efek lain yang timbul tentu masalah asap. Proses pembakaran menghasilkan
asap yang tidak baik untuk kesehatan manusia. Asap ini merupakan akibat
pembakaran hutan di lahan tersebut. Proses penanggulangannya sangat lambat karena
asap tersebut berwujud gas dan telah menyatu dengan udara bersih. Kebakaran di

Riau pada tahun 2015 telah menunjukkan kepada semua lapisan masyarakat
Indonesia bahwa asap hasil pembakaran hutan dan lahan tersebut sangat mengganggu
tatanan kehidupan di bumi ini. Efek lanjut dari asap ini adalah meningkatnya kasus
penyakit ISPA (Infeksi Saluran Penafasan Akut). Kasus ini meningkat tajam ketika

5

http://pesisirnews.com/viewp/Meranti/LINGKUNGAN/3608/Luas-Kebakaran-Lahan-diMeranti-Sepanjang-2015-Capai-616-4-Hektar.html

Universitas Sumatera Utara

5

terjadi pembakaran hutan yang cukup besar pada tahun 2015 kemarin. ISPA tidak
hanya menyerang orang dewasa, anak-anak pun menjadi korban empuk dari asap ini.
Dinas Kesehatan Provinsi Riau mencatat bahwa ada sekitar 43.386 korban
ISPA yang ada di Riau 6 Ini masih data korban yang mendaftarkan diri ke rumah sakit
maupun puskesmas. Menteri kesehatan sendiri memaparkan bahwa terdapat 425.377
korban penyakit ISPA yang ada di tujuh provinsi di Indonesia 7. Dalam hal ini telah
terjadi peningkatan korban dari yang sebelumnya. Korbannya mayoritas adalah anakanak serta orang dewasa. Kemungkinan terparahnya dapat menyebabkan kanker paruparu dalam waktu lima belas sampai dua puluh tahun kedepan.

Hal ini tentu menjadi beban tambahan bagi pemerintah. Pemerintah harus
tetap menjamin keselamatan seluruh lapisan masyarakat. Salah satu bentuknya,
Pemerintah mengucurkan dana untuk pembelian masker serta kegiatan medis dalam
rangka penanggulang penyakit ISPA. Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana mengatakan bahwa kerugian Negara akibat kebakaran hutan di Riau
mencapai 20 Triliun bahkan diperkirakan lebih 8.

Pemerintah juga menerjunkan

pihak-pihak terkait seperti tim medis untuk penanganan korban kebakaran hutan
yang terjadi. Hal ini tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit.

6

http://nasional.kompas.com/read/2015/09/19/06495861/Kenaikan.Jumlah.Korban.ISPA.kare
na.Asap.di.Riau.Mencapai.100.Persen.Tahun.Ini diakses pada tanggal 22 Februari 2016 pada pukul
15.30 wib.
7
https://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/17/206710325/dampak-kabut-asap-ispajangkiti-425-ribu-jiwa-di-7-provinsi diakses pada tanggal 22 Februari 2016 pada Pukul 15.00 wib.
8

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151001162312-20-82174/bnpb-kerugian-negaraakibat-kebakaran-hutan-melebihi-rp-20t/ diakses pada tanggal 21 Februari 2016 pukul 01.00 wib.

Universitas Sumatera Utara

6

Tidak hanya pemerintah, masyarakat secara tidak langsung banyak dirugikan
dengan adanya bencana asap yang merupakan akibat kebakaran hutan. Masyarakat
menjadi tidak nyaman dalam melaksanakan seluruh kegiatan aktivitas sehari-hari.
Udara yang dihirup juga udara yang tidak sehat, dapat menghalangi penglihatan
apabila membawa kendaraan. Hal seperti ini tentu mengganggu kenyamanan setiap
masyarakat. Secara garis besar mengakibatkan “kelumpuhan” ekonomi dalam skala
yang cukup besar. Asap yang mengganggu masyarakat juga merupakan salah satu
bentuk bencana yang besar. Bisa dibayangkan, akibat kebakaran hutan dan lahan
tahun 2015 mengakibatkan hampir seluruh pulau Sumatera menjadi lumpuh kegiatan
industri maupun perekonomiannya.
Efek asap tidak hanya dialami oleh Negara Indonesia saja. Negara tetangga
juga ikut meluncurkan protes. Negara-negara tetangga ikut merasakan dampak asap
kiriman dari Indonesia. Hal ini tentu menjadi pukulan bagi kita. Bagaimaa tidak, kita
sebuah negara yang lebih besar dari Singapura saja, tidak mampu menjaga hutan kita

dari tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini sempat memengaruhi
kondisi hubungan diplomatik Indonesia dengan Negara tetangga. Singapura melalui
Menteri Luar Negerinya memberikan pernyataan bahwa Indonesia "sangat tidak
memikirkan keselamatan warga kami, dan warga mereka sendiri" 9. Selain Singapura,
Malaysia dan Thailand juga memberikan komentar. Bahkan Malaysia sendiri harus
menutup beberapa sekolahnya dikarenakan terganggu asap kiriman dari Indonesia.
9

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151008_indonesia_pemerintah_ter
pojok diakses pada tanggal 22 Februari 2016 pada pukul 16.00 wib.

Universitas Sumatera Utara

7

Korporasi merupakan subjek yang disorot tajam dalam bencana kebakaran
lahan maupun hutan. Hal ini karena pelaku yang menyebabkan kebakaran merupakan
suruhan pihak korporasi. Hal ini yang dipandang perlu diteliti ulang tentang produk
hukum Indonesia yang mengatur keberadaan korporasi dalam sistem hukum
Indonesia. Memang korporasi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara badan,

namun yang menjadi masalah adalah sejauh mana korporasi dapat diminta
pertanggungjawaban secara pidana bila melakukan pembakaran lahan. Ketentuan
pertanggungjawaban pidana yang diminta karena pada konteknya sebenarnya
korporasi telah menimbulkan akibat yang tidak merugakan individu atau hanya
korporasi, namun merugikan banyak orang baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Beberapa korporasi yang diduga menjadi pelaku tindak pidana pembakaran
lahan, diantaranya korporasi yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit
diantaranya PT. Tebo Alam Lestari, PT. Ricky Kurniawan Kartapersada, PT. Agro
Tunggul Gemilang Abadi 10. Namun tidak semua korporasi tersebut berakhir dengan
mendapat sanksi pidana dari pengadilan. Kebanyakan dari korporasi tersebut hanya
mendapat sanksi denda saja. Bahkan banyak kasusnya yang hilang dari peredaran
media.

10

http://sp.beritasatu.com/home/12-perusahaan-di-jambi-diperiksa-terkait-kasus-kebakaranhutan/100009

Universitas Sumatera Utara


8

Oleh karena itu penulis tertarik membahas tentang pertanggungjawaban
pidana korporasi, terkhususnya dalam hal terjadinya kebakaran lahan. Penulis melihat
efek kebakaran lahan yang ditimbulkan sangat merugikan semua pihak. Maka perlu
ditinjau dan dibahas bagaimana korporasi dapat dituntut pertanggungjawaban
pidananya. Bab–Bab selanjutnya akan membahas bagimana kedudukan sebuah
korporasi di mata hukum Indonesia, bagaimana pertanggungjawaban pidana sebuah
korporasi dalam hal terjadinya kebakaran lahan. Selanjutnya akan diuraikan
bagaimana

pertanggungjawaban

secara

teori

yang

berlaku


serta

akan

mengimplemetasikan teori tersebut dalam sebuah analisa putusan. Dimana putusan
yang akan dianalisa merupakan Putusan Pengadilan Negeri Pelalawan terhadap PT.
Adei Plantation & Industry yang diduga sengaja melakukan pembakaran lahan di
lahan perkebunan mereka sendiri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah pada
penulisan skripsi ini adalah
1. Bagaimana Bentuk Pertanggungjawaban Pidana pada Korporasi dalam hal
terjadinya kebakaran lahan?
2. Bagaimana Pertimbangan Hakim tentang Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi dalam menjatuhkan Putusan terhadap PT. Adei Plantation &
Industry?(Studi Putusan No. 228/Pid.Sus/2013/PN.PLW)

Universitas Sumatera Utara

9

C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian skripsi ini adalah
1. Untuk mengetahui Bentuk Pertanggungjawaban Pidana pada Korporasi
dalam hal terjadinya kebakaran lahan
2. Untuk mengetahui Pertimbangan Hakim tentang Pertanggungjawaban
Pidana Korporasi dalam menjatuhkan Putusan terhadap PT. Adei
Plantation & Industry? (Studi Putusan No. 228/Pid.Sus/2013/PN.PLW)

D. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari Penulisan Skripsi ini adalah:
01. Secara Teoritis
Hasil Penulisan Skripsi ini diharapakan bermanfaat untuk memberi masukan
berupa tambahan ilmu hukum dan sumbangsih pemikiran terkait dengan hukum
pidana secara khusus tentang hukum lingkungan.
02. Secara Praktis
Memberi

jawaban

atas

permasalahan

skripsi

ini

yakni

mengenai

pertanggungjawaban pidana korporasi dalam hal kebakaran lahan terhadap PT.Adei
Plantation & Industry.

Universitas Sumatera Utara

10

E. Keaslian Penulis
Skripsi yang memiliki judul “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam
Hal Terjadinya Kebakaran Lahan (Studi Putusan Nomor.228/Pid.Sus/2013/PN.PLW)
sepengetahuan penulis belum ada penulis lain yang menuliskan skripsi dengan judul
yang sama dan penulis telah melakukan uji bersih ke Perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
F. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana erat kaitannya dengan tindak pidana/perbuatan
pidana. Walaupun dalam pengertian tindak pidana itu sendiri, tindak pidana hanya
menunjuk kepada dilarangnya suatu perbuatan. Hal ini disebabkan tidak semua
perbuatan pidana harus dipidana. Pertanggungjawaban pidana lahir dengan
diteruskannya celaan (verwijtbaarheid) yang objektif terhadap perbuatan sebagai
tindak pidana berdasarkan hukum pidana yang berlaku dan secara subjektif kepada
pembuat yang memenuhi persyaratan untuk dikenai pertanggungjawaban pidana 11
Perbuatan pidana hanya mengacu pada hal yang dilarang dan ancaman sanksi
yang dikenakan. Terhadap orang yang melakukan perbuatan tersebut tidak boleh
sembarang diterapkan sanksi pidana. Harus dilihat apakah perbuatan yang dilakukan
tersebut, dia memiliki kesalahan. Sebab asas dalam pertanggungjawaban hukum
11

Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi Tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi di Indonesia,(Bandung:Cv. Utomo,2014), Hal.30

Universitas Sumatera Utara

11

pidana ialah: Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen straf zonder schuld;
Actus non facit reum nisi mens sist rea) 12.
Seseorang tidak dapat dikenai pidana apabila tidak terbukti melakukan suatu
perbuatan pidana. Perbuatan pidana tidak serta merta dipidana karena suatu perbuatan
pidana dapat terjadi karena adanya kealpaan. Seseorang dapat lalai atau alpa terhadap
hal-hal yang menurut pandangan masyarakat wajib dilakukan. Namun ada juga orang
yang sudah melakukan semua kewajiban tapi tetap terjadi sebuah perbuatan pidana.
Misalnya seorang pengendara mobil sudah lengkap semua kewajibannya yang sesuai
standart, tapi tiba-tiba ada seseorang yang seketika memotong jalan yang
menyebabkan terjadinya sebuah kecelakaan dan ada yang meninggal dunia. Disini
tidak serta merta si pengendara dapat disalahkan.
Jadi sebenarnya, perlu dirumuskan sebenarnya bagaimana pengertian
kesalahan yang tepat. Menurut Simons
Kesalahan adalah adanya keadaan psikis yang tertentu pada orang yang
melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut
dengan perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa, hingga orang itu
dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi. 13
Dari pengertian diatas bahwa untuk terjadinya suatu kesalahan maka:
1. Harus ada keadaan batin tertentu

12
13

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta:Penerbit Rineka Cipta, 2015), Hal. 165
Ibid Hal 171

Universitas Sumatera Utara

12

2. Harus ada hubungan antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang
dilakukan.
Berdasarkan kedua uraian diatas ,terlebih dahulu melihat pihak-pihak yang
dapat dimintai pertanggungjawaban. Hanya orang-orang ”normal” sajalah kita dapat
dimintai pertanggungjawaban pidana. Orang normal disini ialah yang waras dan tidak
dibawah pengampuan. Hal ini penting agar ketika dimintai pertanggungjawaban
pidana, orang tersebut mampu melaksanakan pertanggungjawaban tersebut. Hal ini
telah termuat dalam Pasal 44 KUHP yang berbunyi: Barangsiapa melakukan
perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya disebabkan karena
jiwanya cacat dalam tumbuhnya, atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
Setelah melihat pihak-pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana,
selanjutnya

adalah

menguraikan

perbuatan-perbuatan

yang

dapat

dimintai

pertanggungjawaban. Pada dasarnya, tidak semua perbuatan pidana yang dapat
dimintai pertanggungjawaban pidananya. Ada perbuatan yang terjadi karena
kelalaian/kealpaan.
Dalam sistem hukum pidana dikenalistilah dolus dan culpa. Kealpaan dalam
bahasa Belanda juga dinamakan schuld, sedangkan kesalahan juga dinamakan schuld.
Hal ini sering menimbulkan kesalah pahaman. Ada tendensi untuk memakai schuld
dalam

arti

kesalahan

sedangkan

kealpaan

seyogyanya

dinamakan

Universitas Sumatera Utara

13

onachtzaamheidatau culpa 14. Kita juga mengenal adanya alasan pemaaf dan alasan
pembenar.

Namun pada intinya setiap perbuatan harusnya diiringi oleh

pertanggungjawaban terhadap resiko yang dihasilkan. Begitu juga dengan suatu
perbuatan pidana. Sebuah perbuatan pidana yang menghasilkan suatu akibat yang
merugikan pihak tertentu harus dituntut pertanggung jawaban pidananya terhadap
orang yang melakukan perbuatan tersebut. Dalam penjatuhan sanksinya, harus
melihat apakah orangnya memang layak dimintai pertanggungjawaban pidana atau
tidak.
2. Korporasi
Korporasi secara etimologis dikenal dalam berbagai bahasa, seperti bahasa
Inggris yakni Corporation, dalam bahasa Belanda dikenal dengan nama corporatie.
Secara sempit, pengertian korporasi adalah Badan Hukum. Hukum Romawi telah
memperkenalkan konsep “Korporasi” namun hingga abad ke XVIII tidak mengalami
suatu perkembangan. Dalam perkembangan sistem Hukum Indonesia, istilah
“Korporasi” merupakan bahasa yang lazim diantara pakar hukum. Biasanya kata
korporasi ini digunakan dalam bidang keperdataan sebagai badan hukum
(rechtpersoon) atau legal entities atau corporation 15.
Dalam Black’s Law Dictionary disebutkan pengertian korporasi sebagai
badan hukum, yakni sebagai berikut:
14

Ibid Hal 176
Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi,(Bandung:PT. Citra
Aditya Bakti, 2005), Hal. 9
15

Universitas Sumatera Utara

14

Corporation, an artificial persons or legal created by or under the authority of
the laws of a state. An association of persons created by statuate as a legal entity.
The law treats the corporation itself as a person which can sue and be sued. An
entity (usually a business) having authority under law to act as a single person
distinct from the shareholders who own it and having rights to issuestock an exist
indefinitely, a group or succession of persons established in accordance with
legal rules into a legal or juristic person that has legal personality distinct from
the natural persons who make it up, exists indefinitely apart from them, and has
the legal powers that is constitution gives it.
(Korporasi adalah subjek berupa orang buatan atau badan hukum yang dibentuk
berdasarkan hukum suatu Negara. Persekutuan orang-orang tersebut dijadikan
statusnya sebagai badan hukum. Hukum memberikan korporasi tersebut sebagai
orang yang dapat menggugat dan digugat. Korporasi tersebut mempuyai
kewenangan sebagaimana layaknya orang yang tidak dimiliki oloeh pemegang
sahamnya, mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan saham dan memiliki
keberadaan hukum untuk waktu yang tak terbatas. Korporasi adalah badan hukum
yang memiliki kepribadian hukum yang berbeda dengan orang-orang yang
membuatnya, memiliki kebendaan yang berbeda dari orang-orang tersebut dan
memiliki kewenangan berdasarkan hukum yang mengaturnya).
Sistem Hukum Indonesia mengenal subjek hukum yang kemudian terbagi atas
2 bentuk yakni :
1. Manusia (person)
2. Badan hukum (rechtpersoon)
Korporasi yang melakukan perbuatan hukum memenuhi unsur-unsur untuk
dapat dikatakan sebagai subjek hukum 16. Korporasi berada di posisi yang sama
dengan manusia yakni sama-sama dipandang sebagai subjek hukum. Korporasi
merupakan suatu badan hasil cipta hukum. Badan yang diciptakan itu terdiri atas

16

Ibid, Hal 9

Universitas Sumatera Utara

15

corpus yang struktur fisiknya dan kedalamnya hukum memasukkan unsur animus
yang membuat badan tersebut mempunyai kepribadian 17.
Adapun pengertian para sarjana tentang korporasi yakni :
Menurut Utrecht/Moh. Soleh Djindang tentang korporasi :
Ialah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan hukum bertindak bersamasama sebagai suatu objek hukum tersendiri suatu personifikasi. Korporasi
adalah badan hukum yang beranggota, tetapi mempunyai hak kewajiban
sendiri terpisah dari hak kewajiban anggota masing-masing 18

Menurut Subekti dan Tjitrosudibio ialah:
“Yang dimaksud dengan corporatie atau korporasi adalah suatu perseroan yang
merupakan badan hukum”.
Menurut Wirjono Prodjodikoro, ialah
Korporasi adalah suatu perkumpulan orang, dalam korporasi biasanya yang
mempunyai kepentingan adalah orang-orang yang merupakan anggota dari
korporasi itu, anggota mana juga memiliki kekuasaan dalam peraturan
korporasi berupa rapat anggota sebagai alat kekuasaan yang tertinggi dalam
peraturan korporasi 19
Korporasi adalah organ mati namun dihidupkan oleh orang-orang yang
memiliki kepentingan terhadap berdirinya korporasi tersebut. Keberadaan korporasi
ditentukan dari eksistensi orang-orang yang menjalankan roda pergerakan korporasi

17

Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi,
(Jakarta:Kencana,2010), Hal 24.
18
Ibid Hal 25
19
Ibid Hal 27

Universitas Sumatera Utara

16

itu, yakni melalui direksinya ataupun dari keputusan-keputusan para pemegang
saham korporasi tersebut.
Ada beberapa bentuk dari korporasi 20:
1. Korporasi Publik
yakni suatu bentuk korporasi yang didirikan oleh pemerintah yang mana
korporasi tersebut didirikan untuk memenuhi tugas-tugas administrasi di
bidang public
2. Korporasi Privat
yakni korporasi yang didirikan untuk kepentingan pribadi atau privat yang
bergerak dalam bidang keuangan , perdagangan, industri. Dalam
kenyataannya, saham dalam korporasi privat ini dapat dijual kepada
masyarakat.
3. Korporasi Publik Quasi
yakni bentuk korporasi yang lebih dikenal dengan nama korporasi yang
melayani kepentingan umum (Public services) 21.
I.S Susanto mengatakan bahwa Korporasi secara umum memiliki lima ciri
penting yakni:
1. Merupakan subjek hukum buatan yang memiliki kedudukan hukum khusus.
2. Memiliki jangka waktu hidup yang tak terbatas
3. Memperoleh kekuasaan (dari negara) untuk melakukan kegiatan bisnis tertentu
4. Dimiliki oleh pemegang saham
5. Tanggung jawab pemegang saham terhadap kerugian korporasi yang sebatas
saham miliknya.
Korporasi sebagai salah satu subjek hukum tidak dapat melakukan sendiri
segala kegiatan korporasi. Secara mendasar, korporasi adalah benda mati. Korporasi
dijalankan oleh 3 unsur penting yakni adanya 1. Rapat Umum Pemegang Saham, 2.
Direksi, 3. Dewan Komisaris.
20

Ibid Hal. 28
Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi Tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi di Indonesia,(Bandung:Cv. Utomo,2014), Hal 14.
21

Universitas Sumatera Utara

17

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 yang diundangkan
tanggal 16 Agustus 2007 (Lembaran Negara RI, Tahun 2007 No. 06, Tambahan
Lembar Negara RI No. 4756) memuat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
sebagai urutan pertama dari 3 organ dalam perseroan terbatas. Indonesia yang
menganut sistem hukum sipil (civil law system) menggunakan sistem two-tier
management system yang mana terdapat lembaga Direksi yang menjalankan
manajemen perusahaan dan Dewan Komisaris yang mengawasi jalannya manajemen
perusahaan oleh Direksi. Sedangkan negara common law mengenal sistem single-tier
management structure 22. Sistem Common law tidak mengenal adanya Dewan
Komisaris.
Pendirian suatu perseroan terbatas berdasarkan pasal 1 angka 1 UUPT
merupakan persekutuan modal dari para pendiri PT tersebut. Pasal 1 angka 4 UUPT
menyatakan;
“Rapat umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah Organ
Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau
Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang dan/atau
anggaran dasar.”
RUPS memiliki wewenang maupun hak tersendiri yang mana tidak ada pada
organ perseroan lainnya seperti Direksi maupun pada organ Dewan Komisaris.
Ketentuan-ketentuan tentang Rapat Umum Pemegang Saham itu sendiri ada dalam
22

Cornelis Simanjuntak dan Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas,(Jakarta:Sinar Grafika,
2009,) Hal 1

Universitas Sumatera Utara

18

UUPT pada Bab VI, dimulai dari Pasal 75 hingga Pasal 91. RUPS merupakan wadah
tertinggi dalam sebuah perseroan terbatas yang memiliki peran penting dalam
pengambilan keputusanb untuk setiap perbuatan hukum perseroan terbatas.
Kewenangan RUPS sendiri banyak, seperti yang dimuat dalam UUPT. Secara
ringkasnya, ada beberapa yang menjudi kewenangan RUPS yakni:
1. RUPS berwenang memberi persetujuan atas perbuatan hukum calon pendiri
pra pendirian PT.
2. RUPS berwenang member persetujuan atas perbuatan hukum yang dilakukan
oleh PT sebelum PT tersebut memiliki status badan hukum.
3. RUPS berwenang memberi persetujuan atas perubahan anggaran dasar PT.
4. RUPS

berwenang

memberi

persetujuan

untuk

pengangkatan

dan

pemberhentian anggota direksi dan dewan komisaris PT.
5. RUPS berwenang member persetujuan atas penggabungan, peleburan,
pengambilalihan atau pemisahan.
6. RUPS berwenang memberi persetujuan atas pembubaran dan likuidasi
perseroan. 23

2. Direksi
Keberadaan direksi merupakan hal yang penting dalam eksistensi sebuah
korporasi. Tiada Perseroan tanpa adanya direksi 24. Direksi juga tidak berarti kalau
23

Ibid Hal.

Universitas Sumatera Utara

19

tidak ada perseroan. Jadi kedua hal ini saling membutuhkan. Perseroan sebagai badan
hukum memilki kekayaan terpisah dengan direksi dan dianggap seakan-akan subyek
hukum. Secara umum tugas direksi adalah mengurus dan menjalankan perseroan
sesuai dengan tujuan perseroan tersebut.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada
pasal 1 angka 5 telah merumuskan bahwa Direksi adalah Organ Perseroan yang
berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili
perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai ketentuan anggaran
dasar 25.
Direksi dalam sebuah perseroan terbatas memiliki beberapa tanggung jawab
dan wewenang, diantaranya;
1. Mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan Perseroan.
2. Mengurus kekayaan perseroan.
3. Mewakili perseroan di dalamn dan di luar pengadilan.
Undang-undang Perseroan Terbatas memuat secara rinci tugas direksi dalam
sebuah perseroan. Hal tersebut dimuat dalam Pasal 92 ayat 2 Undang-Undang
Perseroan Terbatas. Tugas-tugas tersebut pada dasarnya bersifat tekstual. Artinya

24

T.Suhaimi, Pertanggungjawaban Pidana Direksi, (Bandung:Books Terrace & Library,
2010), Hal. 41
25
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Universitas Sumatera Utara

20

ialah direksi dalam sebuah korporasi dapat melakukan beberapa hal diluar yang telah
diatur Undang-Undang asalkan tetap berdasarkan anggaran dasar korporasi tersebut.
3. Dewan Komisaris
Secara spesifik ada 2 tugas pokok dari komisaris. Pertama, Komisaris
bertugas mengawasi kebijakan dari Direksi. Kedua, memberikian nasihat kepada
Direksi 26. Perseroan memiliki komisaris hanya satu orang. Namun, dapat pula lebih
dari satu. Apabila komisaris dalam sebuah perseroan lebih dari satu orang, maka akan
disebut dewan komisaris.
Komisaris memiliki cara tersendiri untuk menjalankan pengawasan terhadap
direksi. Cara yang pertama ialah menggunakan undang-undang maupun anggaran
dasar yang telah membuat ketentuan bahwa setiap perbuatan tertentu harus terlebih
dahulu mendapat persetujuan dari komisaris sebelum dijalankan oleh direksi 27.
Ataupun dengan cara dokumen yang bersangkutan ditandangani oleh direksi
sekaligus ikut pula ditandatangani oleh komisaris. Maupun dengan cara komisaris
menerbitkan surat persetujuan tersendiri.Adapun yang menjadi tanggung jawab dari
Komisaris ialah:
01. Bertanggung jawab atas pengawasan perseroan
02. Wajib dengan ikhtikad baik, kehati-hatian dan bertanggung jawab
menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat pada direksi.
26
27

Pasal 108 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
Rudhi Prasetya, Teori & Praktik Perseroan Terbatas,(Jakarta:Sinar Grafika, 2011), Hal. 31

Universitas Sumatera Utara

21

03. Bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
04. Apabila komisaris berjumlah lebih dari satu orang maka b erlaku tanggung
jawab secara rentengt bagi setiap dewan komisaris.
Komisaris merupakan salah satu bagian penting dalam organ perseroan.
Sebuah korporasi memerlukan organ yang bertindak sebagai pengawas. Hal ini
dilakukan agar pada dasarnya korporasi itu dijalankan tetap berdasarkan anggaran
dasar yang telah disepakati di RUPS. Komisaris bertugas mengawasi sistem kerja dari
sebuah korporasi.
3. Kebakaran Lahan
Lahan memiliki banyak pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
Diantaranya Purwodidodo yang berpendapat bahwa lahan memiliki pengertian:
“Suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi dan tumbuhan
yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan
lahan” 28. Selain itu Arsyad juga mengemukakan pendapatnya yakni:
“Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief,
tanah, air dan vegetasi serta benda yang diatasnya sepanjang ada
pengaruhnya terhadap penggunaan lahan, termasuk didalamnya hasil
kegiatan manusia dimasa lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut,
pembersihan vegetasi dan juga hasil yang merugikan seperti yang
tersalinasi” 29.
28

Dikutip dari Direktori File Universitas Pendidikan Indonesia tentang Lahan, karangan Jupri,
Jurusan Pendidikan Geografi, Hal. 8.
29
Ibid

Universitas Sumatera Utara

22

Menurut FAO (1995) dalam Lutfi Rayes (2007:2) mengemukakan beberapa
fungsi lahan yakni fungsi produksi. Maksudnya adalah sebagai basis bagi berbagai
sistem penunjang kehidupan melalui produksi biomassa yang menyediakan makanan,
pakan ternak, serat bahan bakar kayu, dan bahan biotic lainnya bagi manusia baik
secara langsung ataupun tidak langsung. Selain itu lahan juga memiliki fungsi ruang
kehidupan yakni lahan menyediakan sarana fisik untuk tempat tinggal manusia,
industri, dan aktivitas sosial lainnya 30 Maka dapat ditarik kesimpulan tentang
pengertian lahan adalah tanah dengan segala cirri, kemampuan dan sifatnya beserta
segala sesuatu yang ada diatasnya termasuk kegiatan manusia yang melakukan
serangkaian kegiatan untuk memanfaatkan lahan tersebut dimana lahan dimanfaatkan
untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
Penggunaan lahan itu sendiri dibedakan dalam garis besar penggunaan lahan
berdasar atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau
diusahakan segala sesuatu yang ada diatas lahan tersebut. Maka dikenal beberapa
bentuk penggunaan lahan diantaranya sawah, perkebunan, hutan produksi, hutan
lindung. Sedangkan untuk yang bukan lahan pertanian dibedakan atas lahan
permukiman, industry dan lainnya. Bentuk lahan yang akan dibahas selanjutnya
adalah lahan perkebunan. Dalam Ketentuan yang ada di UU No. 18 Tahun 2004

30

Ibid Hal. 9-10

Universitas Sumatera Utara

23

tentang Perkebunan telah dinyatakan bahwa lahan perkebunan adalah bidang tanah
yang digunakan untuk usaha perkebunan 31.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan dibuat dengan
tujuan

untuk

maksud mengakomodir kebijakan

pemerintah

dalam

rangka

memperkuat struktur ekonomi masyarakat dan negara lewat devisa dari hasil ekspor
perkebunan, oleh karena itu pemerintah lewat kebijakannya melakukan revitalisasi
perkebunan dan memperbaharui sektor lain yang berkaitan dengan perkebunan.
Indonesia adalah suatu negara yang bercorak agraris, dimana bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya melimpah sebagai karunia Tuhan Yang
Maha Esa yang patut disyukuri dan ini merupakan suatu potensi yang sangat besar
dalam mengembangkan perkebunan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat 32. Oleh
karena itu perkebunan harus diselenggarakan berdasarkan asas manfaat dan
berkelanjutan, keterbukaan serta berkeadilan.
Salah satu tahap dalam proses pendirian suatu perkebunan adalah tahap
persiapan lahan. Dimana dalam tahap ini adalah masa dimana disiapkan lahan yang
akan digunakan menjadi sebuah perkebunan. Awalnya suatu lahan adalah hutan, yang
kemudian dialih fungsikan menjadi lahan yang akan diolah dalam bentuk perkebunan.
Kerap kali untuk mengalihfungsikan suatu hutan menjadi lahan perkebunan

31

Ketentuan Umum dari UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.
Alboin, Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup Dalam Melakukan Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan
Hidup di Lahan Perkebunan,(Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;2008),Hal.58
32

Universitas Sumatera Utara

24

menggunakan tindakan pembakaran. Membuka dan/atau mengolah lahan perkebunan
dengan cara pembakaran yang berakibat pada terjadinya pencemaran dan perusakan
fungsi lingkungan hidup 33.
Hal yang marak terjadi di Indonesia adalah bahwa pelaku usaha perkebunan
dalam melakukan pembersihan lahan (land clearling) adalah dengan cara membakar,
terutama pelaku usaha perkebunan pada budi daya tanaman kelapa sawit. Land
clearing dengan cara pembakaran ini sangat efektif, efisien, mudah, cepat dan
biayanya ringan 34. Biasanya pembakaran lahan ini dilakukan pada musim kemarau
karena di musim inilah banyak kayu-kayu yang kering dan mudah terbakar.
G. Metode Penulisan
Manusia adalah satu-satunya mahluk yang mengembangkan pengetahuan ini,
secara

sungguh-sungguh.

Binatang

juga

mempunyai

pengetahuan,

namun

pengetahuan hanya terbatas untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan binatang,
manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan kelangsungan
hidupnya. Hal ini nantinya

yang menyebabkan manusia mengembangkan

pengetahuannya. Ada 2 hal yang penting dalam hal manusia mengembangkan
pengetahuan yakni :
Pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengomunikasikan
informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.Kedua, manusia
33

Ibid, Hal. 64
Ibid.Hal. 65

34

Universitas Sumatera Utara

25

mempunyai

kemampuan

berpikir

menurut

alur

kerangka

berpikir

tertentu.Kemampuan berpikir tersebut yang akhirnya menciptakan sebuah penelitian.
Penelitian ialah suatu upaya pencarian terhadap sesuatu hal yang didasari akan
keingintahuan. Sama halnya dengan penelitian ini, dimana penelitian ini dilakukan
karena keingintahuan

terhadap

pertanggungjawaban

pidana korporasi

yang

melakukan pembakaran hutan. Adapun bentuk penelitian ini ialah penelitian hukum
normatif yang dilakukan dan diajukan pada berbagai sumber peraturan perundangundangan.
Dimana dalam peneiltian doctrinal ini, ada 3 hal pokok yang akan dikerjakan
yakni :
1. Menetapkan kriteria identifikasi untuk norma-norma yang disebut norma
hukum positif atau yang disebut norma social lainnya yang bersifat nonhukum.
2. Melakukan koreksi terhadap norma-norma yang telah berlaku sebelumnya.
3. Menggorganisasikan norma yang sudah berhasil ke dalam system yang
komprehensif 35.
Dalam penulisan skripsi digunakan metode pendekatan analisis (Analytics
approach) yang menganalisis bahan hukum untuk mendapatkan makna yang
terkandung dalam suatu peraturan perundang-undangan sekaligus mengetahui
penerapannya pada praktik hukum yang ada. Skripsi ini juga menggunakan metode
35

Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum,(Depok:Rajawali Pers, 2015), Hal. 82

Universitas Sumatera Utara

26

pendekatan kasus. Walaupun tidak murni kasus tapi tepatnya suatu putusan namun,
tujuannya sama yakni untuk memperoleh gambaran dimensi penggunaan peraturan
perundang-undangan pada suatu perkara atau kasus di kehidupan nyata.
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa putusan Pengadilan Tinggi
Pekanbaru untuk mengetahui sejauh mana penerapan peraturan perundang-undangan
tersebut dalam sebuah kasus. Penelitian ini juga menganalisa sejauh mana putusan
hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru tersebut menerapkan putusan yang tepat dengan
melihat dasar-dasar hukum yang digunakan atas penetapan putusan tersebut dan yang
terpenting, melihat sejauh mana Majelis hakim menjatuhkan putusan yang harus
memenuhi tujuan dari hukum itu sendiri yakni keadilan, kemanfaatan serta kepastian
hukum.
Adapun data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder,
dimana data sekunder terdiri atas;
a. Bahan Hukum Primer, yakni bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh
pihak berwenang seperti KUHP, Undang-Undang, Peraturan Menteri dan
lainnya
b. Bahan Hukum Sekunder, yakni semua dokumen yang berkaitan dengan
pertanggungjawaban korporasi, hutan , korporasi dan kebakaran hutan seperti
majalah,karya tulis ilmiah atau dari situs internet yang berkaitan.

Universitas Sumatera Utara

27

c. Bahan Hukum Tersier, yakni dokumen yang berisi konsep yang mendukung
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti KBBI, Ensiklopedia
dan lain-lain.
Terkait dengan metode pengumpulan data, maka metode yang dipakai dalam
penelitian ini adalah Metode Library Research (Penelitian Kepustakaan) ialah
menggunakan berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku,
majalah, pendapat sarjana dan bahan lainnya. Kemudian data yang telah ada akan
diorganisir kemudian akan dianalisa terkait dengan putusan yang ada dalam skripsi
disini sehingga hasil analisis dari kedua hal ini akan menunjukkan sejauh mana
penggunaan produk peraturan terhadap permasalahan yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan Karya Ilmiah ini dirancang dengan sebagai berikut :
Pada Bab I merupakan Bab Pendahuluan yang memuat latar belakang,
permasalahan, tujuan serta manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode
penelitian serta sistematika penulisan.
Pada Bab II memuat tentang Bentuk Pertanggungjawaban Pidana Oleh
Korporasi yang mana akan menguraikan tentang korporasi sebagai subjek hukum
kemudian perkembangan dan perubahan korporasi sebagai subjek hukum pidana,
teori pertanggungjawaban pidana korporasi,

pertanggungjawaban pidana oleh

Universitas Sumatera Utara

28

korporasi serta bagaimana peertanggungjawaban korporasi yang diatur oleh UndangUndang terkhusus KUHP,UU Lingkungan Hidup serta UU Perkebunan.
Pada

Bab

III

menguraikan

tentang

Pertimbangan

Hakim

tentang

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam menjatuhkan putusan terhadap PT.
Adei

Plantation

&

Industry

yang

dimuat

dalam

Putusan

Nomor

228/PID.SUS/2013/PN.PLW.
Pada Bab IV akan memuat tentang Penutup yang terdiri atas Kesimpulan serta
Saran dari Penulis Skripsi.

Universitas Sumatera Utara