Keterampilan dalam komunikasi ( 1)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi seorang konselor menguasai teknik konseling adalah mutlak. Sebab dalam proses kornseling,
teknik yang baik adalah kunci keberhasilan menuju tercapainya tujuan konseling. Seorang Konselor
yang efektif harus mampu merespon klien dengan teknik yang benar, sesuai keadaan klien saat itu.
Respon yang benar adalah respon yang mampu mendorong, merangsang, dan menyentuh klien
sehingga klien dapat terbuka untuk menyatakan dengan bebas perasaan, pikiran dan
pengalamannya. Selanjutnya klien harus terlibat dalam diskusi mengenai dirinya.
Respon konselor terhadap klien mencakup dua sasaran yaitu perilaku verbal dan perilaku nonverbal.
Seorang konselor bukanlah robot melainkan seseorang yang sarat akan latar belakang sosialbudaya-agama, persoalan-persoalan hidup, keinginan dan cita-cita, dan sebagainya. Apabila seorang
konselor sedang dalam kondisi tidak nyaman, maka besar kemungkinan kondisi tersebut akan
terbawa tanpa sengaja kedalam hubungan konseling. Untuk mengatasi hal tersebut konselor harus
berusaha mengusir segala masalah diri semaksimal mungkin, dan paling harus ada kepekaan
terhadap diri. Kemudian Konselor harus peka terhadap bahasa tubuh klien.
Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling
dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk itu, penulis
berinisiatif untuk menulis beberapa keterampilan atau teknik konseling yang harus dimiliki oleh
seorang konselor.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu keterampilan atau teknik-teknik konseling apa
saja yang harus dimiliki oleh seorang konselor?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui keterampilan atau teknik-teknik konseling
yang harus dimiliki oleh seorang konseling.
D. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat
praktis.
a. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan diharapkan dapat menjadi salah satu sumber rujukan teoritis untuk penulisanpenulisan dengan tema yang sama. Penulisan ini juga dapat menjadi salah satu referensi teoritis
dalam disiplin ilmu psikologi terkhusus bagi bidang psikologi konseling, dan bidang lain yang ingin
mengaitkan dengan topik yang diangkat dalam penelitian ini
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penulisan diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi banyak pihak:
1. Bagi penulis, dapat menjadi sarana berlatih terutama untuk mengembangkan keterampilan ilmiah.
Dalam hal ini melakukan penelitian, mencari referensi, dan menyusun laporan ilmiah.
2. Bagi masyarakat, dapat menjadi masukan berharga atau sebagai pertimbangan untuk
menggunakan jasah konselor apabila menghadapi masalah dan membutuhkan bantuan dalam
pemecahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perilaku Attending
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak
mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Adapun manfaat perilaku attending yang baik yaitu dapat
meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman dan mempermudah ekspresi
perasaan klien dengan bebas. Contoh perilaku attending yang baik yaitu melakukan anggukan
kepala jika setuju; ekspesi wajah yang tenang, cerita, tersenyum; posisi tubuh agak condong ke arah
klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan;
variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat,
menggunakan tangan untuk menekankan ucapan; mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian,
menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah
pada lawan bicara.
Adapun contoh perilaku attending yang tidak baik, yaitu kepala kaku; muka kaku, ekspresi
melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot; posisi
tubuh tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan
berpaling; memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi
kesempatan klien berfikir dan berbicara; perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.
B. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir
bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku
attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
Terdapat dua macam empati, yaitu:
1. Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan
keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka. Contoh ungkapan empati
primer : “Saya mengerti keinginan Anda”, “Saya dapat memahami pikiran Anda”, “Saya dapat
merasakan bagaimana perasaan Anda”.
2. Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran
keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien krena konselor ikut dengan
perasaan tersebut.
Keikutsertaan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati
yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan
empati tingkat tinggi: “Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan
pengalaman Anda itu.”
Dalam dunia konseling, pada dasarnya seorang konselor bekerja atas dasar dan melalui proses
empati. Pada proses konseling, baik konselor maupun klien dibawa keluar dari dalam dirinya dan
bergabung dalam kesatuan psikis yang sama sehingga emosi dan keinginan keduanya menjadi
bagian dari kesatuan psikis yang baru.
C. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk menentukan kembali kepada Klien tentang perasaan, pikiran dan
pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga
jenis refleksi, yaitu :
1. Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan Klien
sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien. Contoh : “Tampaknya
yang Anda katakan adalah…. “
2. Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat Klien sebagai hasil
pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda
katakan….”
3. Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman Klien sebagai
hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda
katakan suatu…..”
D. Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman Klien. Hal ini penting
dilakukan karena banyak Klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu
mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memugkinkan Klien untuk bebas berbicara tanpa
rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam
teknik eksplorasi, yaitu :
1. Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan Klien yang tersimpan. Contoh :
“Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan…….”
2. Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat Klien. Contoh : “Saya
yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang seKonselorlah sambil bekerja”.
3. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman
Klien. Contoh : “Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui namun saya ingin memahami
lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”.
E. Menangkap Pesan Utama (Paraphrasing)
Menangkap pesan (paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau inti
ungkapkan Klien dengan teliti mendengarkan pesan utama Klien, mengungkapkan kalimat yang
mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan
mengamati respons Klien terhadap Konselor.
Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada Klien bahwa Konselor bersama
dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan Klien; (2) mengendapkan apa yang
dikemukakan Klien dalam bentuk ringkasan; (3) memberi arah wawancara Konselornseling; dan (4)
pengecekan kembali persepsi Konselor tentang apa yang dikemukakan Klien.
Contoh dialog :
Klien : “Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu
mengapa demikian?”
Konselor: “ Tampaknya Anda masih ragu “
F. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing Klien agar mau berbicara mengungkapkan
perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakakan teknik pertanyaan terbuka (opened
question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakann kata tanya mengapa tau apa
sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan Klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-
sebabnya . oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Contoh : “Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan?”
G. Pertanyaan tertutup (Closed Question)
Dalam Konselornseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal
tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata ya atau tidak
atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2)
menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan Klien yang melantur
atau menyimpang jauh.
Contoh dialog :
Klien : “Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini
belum pernah saya lakukan”.
Konselor : “Biasanya Anda menempati peringkat berapa?”
Klien : “Empat”
Konselor : “Sekarang berapa?“
Klien : “Sebelas“
H. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)
Dorongan minimal adalah teknik memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa
yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh.., ya.., lalu.., terus…,
dan…,
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan
mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan
pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada
saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
Contoh dialog :
Klien : “Saya putus asa… dan saya nyaris….. “(Klien menghentikan pembicaraan)
Konselor : “Ya…”
Klien “Nekad bunuh diri”
Konselor : “Lalu…”
I. Interpretasi
Interpretasi yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan
merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan
rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru
tersebut.
Contoh dialog :
Klien : “Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua
merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya”.
Konselor : “Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga negara.
Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak, maka
dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus, namun
mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalkan SMA”.
J. Mengarahkan (Directing)
Mengarahkan yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya
menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
Klien : “Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tidak dapat lagi menahan diri. Akhirnya
terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor : “Bisakah Anda mencobakan didepan saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah Anda
jika memarahi Anda.”
K. Menyimpulkan sementara (Summarizing)
Summarizing yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan
semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk: (1) memberikan kesempatan kepada
Klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan kemajuan
hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4) mempertajam fokus pada
wawancara konseling.
Contoh :
“Setelah kita berdiskusi beberapa waktu, alangkah baiknya jika kita simpulkan dulu agar semakin
jelas hasil pembicaraan kita. Dari materi-materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah
sampai pada dua hal: pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun
masih ada hambatan yang akan dihadapi yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan Anda
segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana tuntutan dari perusahaan
yang akan Anda masuki.”
L. Memimpin (Leading)
Agar pembicaraan dalam wawancara konseling tidak melantur atau menyimpang, seorang konselor
harus mampu memimpin arah pembicaraan sehingga nantinya mencapai tujuan.
Keterampilan memimpin bertujuan agar Klien tidak menyimpang dari fokus pembicaraan dan juga
agar arah pembicaraan lurus kepada tujuan Konseling. Contoh:
Klien: “Saya mungkin berpikir juga tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana
ya…?”
Konselor: “Sampai saat ini kepedulian Saudara tertuju kepada kuliah sambil bekerja. Mungkin
Anda tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka
kepedulian Anda juga? ”
M. Fokus
Seorang konselor yang efektif harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya yang terseleksi
terhadap pembicaraan dengan klien. Fokus membantu klien untuk memusatkan perhatian pada
pokok pembicaraan. Ada beberapa fokus yang dapat dilakukan seorang Konselor yaitu:
1. Fokus pada diri klien
Contoh,
Konselor: “Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan.”
Konselor: “Tampaknya Anda berjuang sendiri.”
2. Fokus pada orang lain
Contoh,
Konselor: “Roni telah membuat kamu menderita. Terangkanlah tentang dia, dan apa yang telah
dilakukannya.”
3. Fokus pada topik
Contoh,
Konselor: “Pengguguran kandungan? Kamu memikirkan aborsi? Sebaiknya pikirkan masak-masak
dengan berbagai pertimbangan.”
4. Fokus mengenai budaya
Contoh,
Konselor: “Mungkin budaya menyerah dan mengalah terhadap laki-laki harus diatasi sendiri oleh
kaum wanita. Wanita tidak boleh menjadi objek laki-laki.”
Secara umum, dalam wawancara konseling selalu ada fokus yang membantu klien untuk menyadari
bahwa persoalan pokok yang dihadapinya adalah “X”. misalnya mungkin banyak masalah yang
berkembang dalam diskusi dengan klien, akan tetapi konselor harus membantu klien agar dia
menentukan fokus pada permasalahannya.
Konselor: “Apakah tidak baik jika pokok pembicaraan kita berkisar saja dulu soal hubungan Anda
yang retak dengan pacar Anda?”
N. Konfrontasi
Konfrontasi adalah suatu teknik konseling yang menantang klien untuk melihat adanya diskrepansi
atau inkonsistensi antara perkataan dengan bahasa badan (perbuatan), ide awal dengan ide
berikutnya, senyum dengan kepedihan dan sebagainya. Adapun tujuan teknik ini adalah untuk:
1. Mendorong Klien mengadakan penelitian diri secara jujur.
2. Meningkatkan potensi Klien.
3. Membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi konflik atau kontradiksi dalam dirinya.
Namun seorang Konselor harus melakukan dengan teliti yaitu dengan:
1. Memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara tepat waktu.
2. Tidak menilai apalagi menyalahkan
3. Dilakukan konselor dengan perilaku attending dan empati
Contoh dialog:
Klien: “Oh…, saya baik-baik saja.” (suara rendah, wajah tidak cerah, posisi tubuh gelisah)
Konselor: “Anda katakan baik-baik saja tapi kelihatannya ada sesuatu yang tidak beres.”, Atau;
Konselor: “Saya lihat ada perbedaan antara ucapan Anda dengan kenyataan diri”.
O. Menjernihkan (Clarifying)
Menjernihkan adalah suatu keterampilan untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samarsamar, kurang jelas, dan agak maragukan. Tujuannya adalah mengundang klien untuk menyatakan
pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis dan
agar klien menjelaskan, mengulang, dan mengilustrasikan perasaannya.
Klien: “Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya bingung dan Konselornflik. Saya
tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu.”
Konselor: “Bisakah Anda menjelaskan persoalan poKonselorknya? Misalnya peran ayah, ibu atau
Saudara-Saudara Anda”
P. Memudahkan (Facilitating)
Facilitating adalah suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara
dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran dan pengalamannya secara bebas sehingga
komunikasi dan partisipasi meningkat dan proses konseling berjalan efektif.
Konselor: “Saya yakin Anda akan berbicara padanya, karena saya akan mendengarkan dengan
sebaik-baiknya.”
Q. Diam
Banyak orang bertanya tentang kedudukan diam dalam kerangka proses konseling. Apakah diam itu
teknik konseling? Sebenarnya diam adalah amat penting dengan cara attending. Diam bukan berarti
tidak ada komunikasi akan tetapi tetap ada yaitu melalui perilaku nonverbal. Yang paling ideal diam
itu paling tinggi 5-10 detik dan selebihnya dapat diganti dengan dorongan minimal. Akan tetapi jika
konselor menunggu klien yang sedang berpikir mungkin diamnya bisa lebih dari 5 detik. Hal ini
tergantung feeling konselor.
Tujuan diam adalah: (1) menanti klien sedang berpikir (2) sebagai protes jika klien ngomong
berbelit-belit (3) menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien bebas berbicara.
Contoh:
Klien: “Saya tidak senang dengan perilaku guru itu…dan saya…” (berpikir)
Konselor: “……….” (diam)
Klien: “Saya…harus bagaimana…saya tidak tahu…”
Konselor: “……….” (diam).
R. Mengambil inisiatif
Mengambil inisiatif perlu dilakukan konselor manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara,
sering diam, dan kurang partisipatif. Konselor mengucapkan kata-kata yang mengajak klien untuk
berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Tujuan teknik ini adalah:
1. Mengambil inisiatif jika Klien kurang bersemangat.
2. Jika Klien lambat berfikir untuk mengambil keputusan.
3. Jika Klien kehilangan arah pembicaraan.
Contoh,
Konselor: “Baiklah, saya pikir Anda mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar. Coba
Anda renungkan lagi ”
S. Memberi nasehat
Pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, Konselor tetap
harus mempertimbangkannya, apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam
memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemadirian klien, harus tercapai.
Contoh responden konselor terhadap permintaan Klien;
Konselor: “Apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat Saudara? Sebab, dalam hal
seperti ini saya yakin Anda lebih berpengalaman daripada saya.”
Atau dapat pula dikatakan seperti ini:
Konselor: “Sebelum saya memberi nasehat, saya pikir dalam hal ini Saudara lebih banyak
mempunyai informasi dibanding saya”.
T. Pemberian informasi
Dalam hal informasi yang diminta klien sama halnya dengan pemberian nasehat. Jika Konselor
tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa tidak mengetahui hal itu. Akan
tetapi, jika konselor mengetahui informasi, sebaiknya upayakan agar Klien tetap mengusahakannya.
Misalnya klien menanyakan persyaratan untuk memasuki sekolah penerbang. Karena konselor
kurang menguasai informasi itu, sebaiknya klien langsung saja mencari informasi tersebut ke
sumbernya seperti Direktorat Penerbangan atau sekolah penerbangan.
Contoh respon konselor adalah
Konselor: “Mengenai informasi sekolah penerbangan saya sama sekali tidak menguasainya. Karena
itu saya sarankan Anda langsung saja ke Direktrorat Penerbangan atau sekolah penerbangan yang
bersangkutan”
U. Merencanakan
Menjelang akhir sesi konseling seorang konselor harus dapat membantu klien untuk dapat membuat
rencana berupa suatu program untuk action, perbuatan nyata yang produktif bagi kemajuan dirinya.
Suatu rencana yang baik adalah kerjasama konselor dengan Klien.
Secara teknis konselor mungkin berkata pada klien seperti
Konselor: “Nah Saudara, apakah tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik
berpedoman hasil pembicaraan kita sejak tadi.”
V. Menyimpulkan
Pada akhi sesi konseling, konselor membantu klien untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang
menyangkut:
1. Bagaimana keadaan perasaan klien saat ini terutama mengenai kecemasan.
2. Memantapkan rencana klien.
3. Pokok-pokok yang akan dibicarakan pada sesi berikut. Misalnya konselor berkata kepada klien
“Apakah sudah dapat kita buat kesimpulan akhir?”
Proses konseling terdiri atas tiga tahapan, yaitu:
1. Tahapan awal atau tahap mendefinisikan masalah
2. Tahap pertengahan atau disebut juga tahap kerja
3. Tahap akhir atau tahap perubahan dan tindakan (action).
Walaupun setiap tahapan konseling mempunyai teknik-teknik seperti yang dikemukakan di atas,
tidak berarti aturannya seperti itu. Artinya seorang konselor dengan kemampuan dan seni akan
melakukan konseling dengan teknik-teknik yang bervariasi dan berganda (multi technique). Hal ini
terjadi karena setiap klien berbeda kepribadian (kemampuan, sikap, motivasi kehadiran,
temperamen), respon lisan dan bahasa badan sebagainya.
Pengertian teknik bervariasi dan berganda adalah: (1) bisa saja teknik di Tahap Awal digunakan di
tahap pertengahan dan akhir. Sebagai contoh attending, empati, bertanya, dorongan minimal, bisa
dipakai pada semua tahapan konseling; (2) respon konselor mungkin meliputi satu, dua atau lebih
teknik konseling (multi technique).
Contoh 1
Konselor: “Bolehkah saya mendengarkan lebih rinci perasaan malas yang Saudara katakan tadi?”
(bertanya terbuka, eksplorasi perasaan).
Contoh 2
Konselor: “Ya,…lalu…, mmh…, apa perasaan Saudara saat itu?” (dorongan minimal, bertanya
eksplorasi perasaan.)
Contoh 3
Konselor: “Saya lihat Anda begitu gugup, dan saya memahami kecemasan Anda. Sebaiknya Anda
jelaskan pengalaman Anda dengan orang tersebut.” (refleksi perasaan, empati primer, eksplorasi
pengalaman).
Dari respon Konselor dalam contoh 1, 2, dan 3, masih dapat dimasukkan teknik attending dan
empati (primer dan advance), sehingga akan manjadi lebih dari tiga teknik sekali respon (multi
technique).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang konselor harus memiliki berbagai keterampilan atau teknik-teknik konseling yang
digunakan dalam proses konseling. Keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor yaitu Perilaku
Attending, Empati, Refleksi, Eksplorasi, Menangkap Pesan Utama (Paraphrasing), Pertanyaan
Terbuka (Opened Question), Pertanyaan tertutup (Closed Question), Dorongan minimal (Minimal
Encouragement), Interpretasi, Mengarahkan (Directing), Menyimpulkan sementara (Summarizing),
Memimpin (Leading), Fokus, Konfrontasi, Menjernihkan (Clarifying), Memudahkan (Facilitating),
Diam, Mengambil inisiatif, Memberi nasehat, Pemberian informasi, Merencanakan, Menyimpulkan.
B. Saran
Penulis berharap bahwa dengan adanya pemaparan tentang keterampilan dalam konsleing,
masyarakat dapat menggunakan jasa para konselor dan memberikan kepercayaan bahwa konselor
dapat membantu masyarakat dalam pemecahan masalah melalui proses konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
May, Rollo. 2003. Seni Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arifin, HM. 2003. Teori-teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta: PT Golden Teravon Press.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi seorang konselor menguasai teknik konseling adalah mutlak. Sebab dalam proses kornseling,
teknik yang baik adalah kunci keberhasilan menuju tercapainya tujuan konseling. Seorang Konselor
yang efektif harus mampu merespon klien dengan teknik yang benar, sesuai keadaan klien saat itu.
Respon yang benar adalah respon yang mampu mendorong, merangsang, dan menyentuh klien
sehingga klien dapat terbuka untuk menyatakan dengan bebas perasaan, pikiran dan
pengalamannya. Selanjutnya klien harus terlibat dalam diskusi mengenai dirinya.
Respon konselor terhadap klien mencakup dua sasaran yaitu perilaku verbal dan perilaku nonverbal.
Seorang konselor bukanlah robot melainkan seseorang yang sarat akan latar belakang sosialbudaya-agama, persoalan-persoalan hidup, keinginan dan cita-cita, dan sebagainya. Apabila seorang
konselor sedang dalam kondisi tidak nyaman, maka besar kemungkinan kondisi tersebut akan
terbawa tanpa sengaja kedalam hubungan konseling. Untuk mengatasi hal tersebut konselor harus
berusaha mengusir segala masalah diri semaksimal mungkin, dan paling harus ada kepekaan
terhadap diri. Kemudian Konselor harus peka terhadap bahasa tubuh klien.
Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling
dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk itu, penulis
berinisiatif untuk menulis beberapa keterampilan atau teknik konseling yang harus dimiliki oleh
seorang konselor.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu keterampilan atau teknik-teknik konseling apa
saja yang harus dimiliki oleh seorang konselor?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui keterampilan atau teknik-teknik konseling
yang harus dimiliki oleh seorang konseling.
D. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat
praktis.
a. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan diharapkan dapat menjadi salah satu sumber rujukan teoritis untuk penulisanpenulisan dengan tema yang sama. Penulisan ini juga dapat menjadi salah satu referensi teoritis
dalam disiplin ilmu psikologi terkhusus bagi bidang psikologi konseling, dan bidang lain yang ingin
mengaitkan dengan topik yang diangkat dalam penelitian ini
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penulisan diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi banyak pihak:
1. Bagi penulis, dapat menjadi sarana berlatih terutama untuk mengembangkan keterampilan ilmiah.
Dalam hal ini melakukan penelitian, mencari referensi, dan menyusun laporan ilmiah.
2. Bagi masyarakat, dapat menjadi masukan berharga atau sebagai pertimbangan untuk
menggunakan jasah konselor apabila menghadapi masalah dan membutuhkan bantuan dalam
pemecahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perilaku Attending
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak
mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Adapun manfaat perilaku attending yang baik yaitu dapat
meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman dan mempermudah ekspresi
perasaan klien dengan bebas. Contoh perilaku attending yang baik yaitu melakukan anggukan
kepala jika setuju; ekspesi wajah yang tenang, cerita, tersenyum; posisi tubuh agak condong ke arah
klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan;
variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat,
menggunakan tangan untuk menekankan ucapan; mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian,
menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah
pada lawan bicara.
Adapun contoh perilaku attending yang tidak baik, yaitu kepala kaku; muka kaku, ekspresi
melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot; posisi
tubuh tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan
berpaling; memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi
kesempatan klien berfikir dan berbicara; perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.
B. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir
bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku
attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
Terdapat dua macam empati, yaitu:
1. Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan
keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka. Contoh ungkapan empati
primer : “Saya mengerti keinginan Anda”, “Saya dapat memahami pikiran Anda”, “Saya dapat
merasakan bagaimana perasaan Anda”.
2. Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran
keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien krena konselor ikut dengan
perasaan tersebut.
Keikutsertaan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati
yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan
empati tingkat tinggi: “Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan
pengalaman Anda itu.”
Dalam dunia konseling, pada dasarnya seorang konselor bekerja atas dasar dan melalui proses
empati. Pada proses konseling, baik konselor maupun klien dibawa keluar dari dalam dirinya dan
bergabung dalam kesatuan psikis yang sama sehingga emosi dan keinginan keduanya menjadi
bagian dari kesatuan psikis yang baru.
C. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk menentukan kembali kepada Klien tentang perasaan, pikiran dan
pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga
jenis refleksi, yaitu :
1. Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan Klien
sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien. Contoh : “Tampaknya
yang Anda katakan adalah…. “
2. Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat Klien sebagai hasil
pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda
katakan….”
3. Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman Klien sebagai
hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda
katakan suatu…..”
D. Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman Klien. Hal ini penting
dilakukan karena banyak Klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu
mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memugkinkan Klien untuk bebas berbicara tanpa
rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam
teknik eksplorasi, yaitu :
1. Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan Klien yang tersimpan. Contoh :
“Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan…….”
2. Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat Klien. Contoh : “Saya
yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang seKonselorlah sambil bekerja”.
3. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman
Klien. Contoh : “Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui namun saya ingin memahami
lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”.
E. Menangkap Pesan Utama (Paraphrasing)
Menangkap pesan (paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau inti
ungkapkan Klien dengan teliti mendengarkan pesan utama Klien, mengungkapkan kalimat yang
mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan
mengamati respons Klien terhadap Konselor.
Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada Klien bahwa Konselor bersama
dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan Klien; (2) mengendapkan apa yang
dikemukakan Klien dalam bentuk ringkasan; (3) memberi arah wawancara Konselornseling; dan (4)
pengecekan kembali persepsi Konselor tentang apa yang dikemukakan Klien.
Contoh dialog :
Klien : “Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu
mengapa demikian?”
Konselor: “ Tampaknya Anda masih ragu “
F. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing Klien agar mau berbicara mengungkapkan
perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakakan teknik pertanyaan terbuka (opened
question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakann kata tanya mengapa tau apa
sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan Klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-
sebabnya . oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Contoh : “Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan?”
G. Pertanyaan tertutup (Closed Question)
Dalam Konselornseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal
tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata ya atau tidak
atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2)
menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan Klien yang melantur
atau menyimpang jauh.
Contoh dialog :
Klien : “Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini
belum pernah saya lakukan”.
Konselor : “Biasanya Anda menempati peringkat berapa?”
Klien : “Empat”
Konselor : “Sekarang berapa?“
Klien : “Sebelas“
H. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)
Dorongan minimal adalah teknik memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa
yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh.., ya.., lalu.., terus…,
dan…,
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan
mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan
pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada
saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
Contoh dialog :
Klien : “Saya putus asa… dan saya nyaris….. “(Klien menghentikan pembicaraan)
Konselor : “Ya…”
Klien “Nekad bunuh diri”
Konselor : “Lalu…”
I. Interpretasi
Interpretasi yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan
merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan
rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru
tersebut.
Contoh dialog :
Klien : “Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua
merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya”.
Konselor : “Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga negara.
Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak, maka
dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus, namun
mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalkan SMA”.
J. Mengarahkan (Directing)
Mengarahkan yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya
menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
Klien : “Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tidak dapat lagi menahan diri. Akhirnya
terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor : “Bisakah Anda mencobakan didepan saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah Anda
jika memarahi Anda.”
K. Menyimpulkan sementara (Summarizing)
Summarizing yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan
semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk: (1) memberikan kesempatan kepada
Klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan kemajuan
hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4) mempertajam fokus pada
wawancara konseling.
Contoh :
“Setelah kita berdiskusi beberapa waktu, alangkah baiknya jika kita simpulkan dulu agar semakin
jelas hasil pembicaraan kita. Dari materi-materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah
sampai pada dua hal: pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun
masih ada hambatan yang akan dihadapi yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan Anda
segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana tuntutan dari perusahaan
yang akan Anda masuki.”
L. Memimpin (Leading)
Agar pembicaraan dalam wawancara konseling tidak melantur atau menyimpang, seorang konselor
harus mampu memimpin arah pembicaraan sehingga nantinya mencapai tujuan.
Keterampilan memimpin bertujuan agar Klien tidak menyimpang dari fokus pembicaraan dan juga
agar arah pembicaraan lurus kepada tujuan Konseling. Contoh:
Klien: “Saya mungkin berpikir juga tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana
ya…?”
Konselor: “Sampai saat ini kepedulian Saudara tertuju kepada kuliah sambil bekerja. Mungkin
Anda tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka
kepedulian Anda juga? ”
M. Fokus
Seorang konselor yang efektif harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya yang terseleksi
terhadap pembicaraan dengan klien. Fokus membantu klien untuk memusatkan perhatian pada
pokok pembicaraan. Ada beberapa fokus yang dapat dilakukan seorang Konselor yaitu:
1. Fokus pada diri klien
Contoh,
Konselor: “Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan.”
Konselor: “Tampaknya Anda berjuang sendiri.”
2. Fokus pada orang lain
Contoh,
Konselor: “Roni telah membuat kamu menderita. Terangkanlah tentang dia, dan apa yang telah
dilakukannya.”
3. Fokus pada topik
Contoh,
Konselor: “Pengguguran kandungan? Kamu memikirkan aborsi? Sebaiknya pikirkan masak-masak
dengan berbagai pertimbangan.”
4. Fokus mengenai budaya
Contoh,
Konselor: “Mungkin budaya menyerah dan mengalah terhadap laki-laki harus diatasi sendiri oleh
kaum wanita. Wanita tidak boleh menjadi objek laki-laki.”
Secara umum, dalam wawancara konseling selalu ada fokus yang membantu klien untuk menyadari
bahwa persoalan pokok yang dihadapinya adalah “X”. misalnya mungkin banyak masalah yang
berkembang dalam diskusi dengan klien, akan tetapi konselor harus membantu klien agar dia
menentukan fokus pada permasalahannya.
Konselor: “Apakah tidak baik jika pokok pembicaraan kita berkisar saja dulu soal hubungan Anda
yang retak dengan pacar Anda?”
N. Konfrontasi
Konfrontasi adalah suatu teknik konseling yang menantang klien untuk melihat adanya diskrepansi
atau inkonsistensi antara perkataan dengan bahasa badan (perbuatan), ide awal dengan ide
berikutnya, senyum dengan kepedihan dan sebagainya. Adapun tujuan teknik ini adalah untuk:
1. Mendorong Klien mengadakan penelitian diri secara jujur.
2. Meningkatkan potensi Klien.
3. Membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi konflik atau kontradiksi dalam dirinya.
Namun seorang Konselor harus melakukan dengan teliti yaitu dengan:
1. Memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara tepat waktu.
2. Tidak menilai apalagi menyalahkan
3. Dilakukan konselor dengan perilaku attending dan empati
Contoh dialog:
Klien: “Oh…, saya baik-baik saja.” (suara rendah, wajah tidak cerah, posisi tubuh gelisah)
Konselor: “Anda katakan baik-baik saja tapi kelihatannya ada sesuatu yang tidak beres.”, Atau;
Konselor: “Saya lihat ada perbedaan antara ucapan Anda dengan kenyataan diri”.
O. Menjernihkan (Clarifying)
Menjernihkan adalah suatu keterampilan untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samarsamar, kurang jelas, dan agak maragukan. Tujuannya adalah mengundang klien untuk menyatakan
pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis dan
agar klien menjelaskan, mengulang, dan mengilustrasikan perasaannya.
Klien: “Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya bingung dan Konselornflik. Saya
tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu.”
Konselor: “Bisakah Anda menjelaskan persoalan poKonselorknya? Misalnya peran ayah, ibu atau
Saudara-Saudara Anda”
P. Memudahkan (Facilitating)
Facilitating adalah suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara
dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran dan pengalamannya secara bebas sehingga
komunikasi dan partisipasi meningkat dan proses konseling berjalan efektif.
Konselor: “Saya yakin Anda akan berbicara padanya, karena saya akan mendengarkan dengan
sebaik-baiknya.”
Q. Diam
Banyak orang bertanya tentang kedudukan diam dalam kerangka proses konseling. Apakah diam itu
teknik konseling? Sebenarnya diam adalah amat penting dengan cara attending. Diam bukan berarti
tidak ada komunikasi akan tetapi tetap ada yaitu melalui perilaku nonverbal. Yang paling ideal diam
itu paling tinggi 5-10 detik dan selebihnya dapat diganti dengan dorongan minimal. Akan tetapi jika
konselor menunggu klien yang sedang berpikir mungkin diamnya bisa lebih dari 5 detik. Hal ini
tergantung feeling konselor.
Tujuan diam adalah: (1) menanti klien sedang berpikir (2) sebagai protes jika klien ngomong
berbelit-belit (3) menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien bebas berbicara.
Contoh:
Klien: “Saya tidak senang dengan perilaku guru itu…dan saya…” (berpikir)
Konselor: “……….” (diam)
Klien: “Saya…harus bagaimana…saya tidak tahu…”
Konselor: “……….” (diam).
R. Mengambil inisiatif
Mengambil inisiatif perlu dilakukan konselor manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara,
sering diam, dan kurang partisipatif. Konselor mengucapkan kata-kata yang mengajak klien untuk
berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Tujuan teknik ini adalah:
1. Mengambil inisiatif jika Klien kurang bersemangat.
2. Jika Klien lambat berfikir untuk mengambil keputusan.
3. Jika Klien kehilangan arah pembicaraan.
Contoh,
Konselor: “Baiklah, saya pikir Anda mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar. Coba
Anda renungkan lagi ”
S. Memberi nasehat
Pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, Konselor tetap
harus mempertimbangkannya, apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam
memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemadirian klien, harus tercapai.
Contoh responden konselor terhadap permintaan Klien;
Konselor: “Apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat Saudara? Sebab, dalam hal
seperti ini saya yakin Anda lebih berpengalaman daripada saya.”
Atau dapat pula dikatakan seperti ini:
Konselor: “Sebelum saya memberi nasehat, saya pikir dalam hal ini Saudara lebih banyak
mempunyai informasi dibanding saya”.
T. Pemberian informasi
Dalam hal informasi yang diminta klien sama halnya dengan pemberian nasehat. Jika Konselor
tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa tidak mengetahui hal itu. Akan
tetapi, jika konselor mengetahui informasi, sebaiknya upayakan agar Klien tetap mengusahakannya.
Misalnya klien menanyakan persyaratan untuk memasuki sekolah penerbang. Karena konselor
kurang menguasai informasi itu, sebaiknya klien langsung saja mencari informasi tersebut ke
sumbernya seperti Direktorat Penerbangan atau sekolah penerbangan.
Contoh respon konselor adalah
Konselor: “Mengenai informasi sekolah penerbangan saya sama sekali tidak menguasainya. Karena
itu saya sarankan Anda langsung saja ke Direktrorat Penerbangan atau sekolah penerbangan yang
bersangkutan”
U. Merencanakan
Menjelang akhir sesi konseling seorang konselor harus dapat membantu klien untuk dapat membuat
rencana berupa suatu program untuk action, perbuatan nyata yang produktif bagi kemajuan dirinya.
Suatu rencana yang baik adalah kerjasama konselor dengan Klien.
Secara teknis konselor mungkin berkata pada klien seperti
Konselor: “Nah Saudara, apakah tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik
berpedoman hasil pembicaraan kita sejak tadi.”
V. Menyimpulkan
Pada akhi sesi konseling, konselor membantu klien untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang
menyangkut:
1. Bagaimana keadaan perasaan klien saat ini terutama mengenai kecemasan.
2. Memantapkan rencana klien.
3. Pokok-pokok yang akan dibicarakan pada sesi berikut. Misalnya konselor berkata kepada klien
“Apakah sudah dapat kita buat kesimpulan akhir?”
Proses konseling terdiri atas tiga tahapan, yaitu:
1. Tahapan awal atau tahap mendefinisikan masalah
2. Tahap pertengahan atau disebut juga tahap kerja
3. Tahap akhir atau tahap perubahan dan tindakan (action).
Walaupun setiap tahapan konseling mempunyai teknik-teknik seperti yang dikemukakan di atas,
tidak berarti aturannya seperti itu. Artinya seorang konselor dengan kemampuan dan seni akan
melakukan konseling dengan teknik-teknik yang bervariasi dan berganda (multi technique). Hal ini
terjadi karena setiap klien berbeda kepribadian (kemampuan, sikap, motivasi kehadiran,
temperamen), respon lisan dan bahasa badan sebagainya.
Pengertian teknik bervariasi dan berganda adalah: (1) bisa saja teknik di Tahap Awal digunakan di
tahap pertengahan dan akhir. Sebagai contoh attending, empati, bertanya, dorongan minimal, bisa
dipakai pada semua tahapan konseling; (2) respon konselor mungkin meliputi satu, dua atau lebih
teknik konseling (multi technique).
Contoh 1
Konselor: “Bolehkah saya mendengarkan lebih rinci perasaan malas yang Saudara katakan tadi?”
(bertanya terbuka, eksplorasi perasaan).
Contoh 2
Konselor: “Ya,…lalu…, mmh…, apa perasaan Saudara saat itu?” (dorongan minimal, bertanya
eksplorasi perasaan.)
Contoh 3
Konselor: “Saya lihat Anda begitu gugup, dan saya memahami kecemasan Anda. Sebaiknya Anda
jelaskan pengalaman Anda dengan orang tersebut.” (refleksi perasaan, empati primer, eksplorasi
pengalaman).
Dari respon Konselor dalam contoh 1, 2, dan 3, masih dapat dimasukkan teknik attending dan
empati (primer dan advance), sehingga akan manjadi lebih dari tiga teknik sekali respon (multi
technique).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang konselor harus memiliki berbagai keterampilan atau teknik-teknik konseling yang
digunakan dalam proses konseling. Keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor yaitu Perilaku
Attending, Empati, Refleksi, Eksplorasi, Menangkap Pesan Utama (Paraphrasing), Pertanyaan
Terbuka (Opened Question), Pertanyaan tertutup (Closed Question), Dorongan minimal (Minimal
Encouragement), Interpretasi, Mengarahkan (Directing), Menyimpulkan sementara (Summarizing),
Memimpin (Leading), Fokus, Konfrontasi, Menjernihkan (Clarifying), Memudahkan (Facilitating),
Diam, Mengambil inisiatif, Memberi nasehat, Pemberian informasi, Merencanakan, Menyimpulkan.
B. Saran
Penulis berharap bahwa dengan adanya pemaparan tentang keterampilan dalam konsleing,
masyarakat dapat menggunakan jasa para konselor dan memberikan kepercayaan bahwa konselor
dapat membantu masyarakat dalam pemecahan masalah melalui proses konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
May, Rollo. 2003. Seni Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arifin, HM. 2003. Teori-teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta: PT Golden Teravon Press.