APLIKASI TEKNOLOGI DRIP IRRIGATION SYSTE
APLIKASI TEKNOLOGI DRIP IRRIGATION SYSTEM (DIS) DALAM BUDIDAYA TANAMAN
HOLTIKULTURA DI LAHAN BERPASIR PASCA TAMBANG TIMAH (Analisis dan Alternatif
Efesiensi Masa Depan Pertanian Kita dalam Pemanfaatan Lahan Tambang)
ABSTRAK
Pemanfaatan lahan tambang belum sepenuhnya dioptimalkan oleh masyarakat Bangka Belitung khususnya dan Indonesia umumnya baik
pada sektor pertanian, peternakan, perikanan maupun kawasan taman wisata, edukasi dll. Kalau kita flash back sebelumnya baru dominan
hanya berkutik seputar penghijauan lingkungan, rehabilitasi lahan, dan konservasi alam sementara sedikit sekali riset dan aplikasi teknologi
kearah ini. Fokus kita tidak lain adalah perubahan ”mindsets” masyarakat dalam pemanfaatan lahan dengan menggunakan teknologi “Drip
Irrigation System (DIS)” atau sistem irigasi tetes terutama sektor budidaya tanaman holtikoltura dan buah-buahan (sayuran, padi, jagung,
pepaya, tomat, kacang-kacangan, semangka, melon dll.) yang rakus akan air, jika tidak terpenuhi kebutuhan air maka dalam waktu singkat
pun dapat menurunkan produktivitas hasil. Alternatifnya tiada lain harus memenuhi suplai air dan mineral secara seimbang dan seefesien
mungkin terutama pada musim kering atau kemarau pajang dan semakin berkurangnya kualitas dan kuantitas lahan petanian kita.
Lantas terobosan baru apa yang dapat menjawab kegundahan petani kita dalam memanfaatkan lahan tambang yang manjadi lahan tidur
dengan jumlahnya diperkirakan sekitar 10.000 ha tersebut ?. Sistem irigasi adalah salah satu terobosan yang bisa dilakukan dengan
menggunakan teknologi dalam aplikasi dan suplai air yang diletakkan di zona perakaran tanaman holtikultura. Aplikasi teknologi "DIS atau
SIT" ini sudah dimanfaatkan sejak lama di negara-negara pertanian modern beriklim tropis dan subtropis seperti India, Brasil, Israel, Cina,
Filipina, Thailand dsb dalam teknologi pertanian berskala besar dan modern.
Kata Kunci : Sistem irigasi tetes, Drip irrigation system (DIS), teknologi, holtikultura, lahan pasca tambang.
PENDAHULUAN
Usaha pemanfaatan dan pemerdayaan lahan pasca tambang untuk meningkatkan produksi dan value sehingga mampu meningkatkan
"income" dan memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat memang membutuhkan konsep pemikiran yang cemerlang terutama dapat
beradaptasi terhadap perkembangan sains, teknologi dan industri masa kini secara kontinu. Sehingga mampu bersaing pada level global
bukannya memerdayakan teknologi “kadarluarsa” alias lapuk ditelan zaman sehingga lamban produksi dan hasil minim.
Menurut Sani (2009) semua itu terlontar karena setiap pendatang melihat dari udara sungguh banyak danau-danau di negeri ini, apalagi
dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan oleh PT. Timah tahun 2003, jumlah kolong pasca penambangan di Babel
sebanyak 887 kolong dengan luas 1.712,65 hektar, yang terdiri dari 544 kolong dengan luas 1.035,51 hektar di Pulau Bangka dan
sebanyak 343 kolong dengan luas 677,14 hektar di Pulau Belitung.
Gambar 1: Foto Lahan Bekas Penambangan Timah di propinsi Babel tahun 2009
Kalau kita aplikasi teknologi pertanian di negara Israel ada 215.000 hektar lahan yang dikhususkan untuk bidang tanaman, 156.000 di
antaranya adalah tanaman musim dingin seperti gandum, silage, jerami, kacang-kacangan, dan minyak safflower. 60.000 hektar yang
ditanami dengan tanaman musim panas seperti kapas, bunga matahari, kacang buncis, kacang hijau, kacang-kacangan, jagung, kacang
tanah dan semangka. Hampir seluruh tanaman kapas dll sekitar 28.570 hektar menggunakan sistem irigasi tetes dengan peralatan buatan
Israel sendiri, yaitu serangkaian metode irigasi yang dirancang untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya air yang terbatas
(http://library.thinkquest.org).
Produktivitas air mengacu kepada berapa banyak panen yang diproduksi untuk input air sejumlah tertentu (Ardiansyah, 2009). Secara
umum mekanisme aplikasi DIS adalah air dialirkan dari sumber air baik dari aliran pipa secara alami (air pegunungan, perbukiatan) maupun
menggunakan mesin pompa kemudian ditampung didalam bak penampungan yang berada didekat lahan. Aliran dari sumber air dialirkan
melalui pipa utama (main line atau submain line) yang menggunakan pipa PVC dengan ukuran disesuaikan kebutuhan menuju bak
penampungan (tangki air, drum dsb) kemudian baru diteruskan ke pipa lateral (pipa emitter ) yang terbuat dari polyethylene atau pipa PE.
Kemudian kontrol debit air dapat secara manual atau secara otomatis untuk pengujian kenerja sistem irigasi sehingga tingkat keseragaman
tetesan untuk setiap tanaman (lihat gambar : 1)
Gambar 2 : Drum atau mini-tank dengan ukuran 200 liter tempat penampungan Air sebelum didistribusi ke akar tanaman
Gambar 3 : Aliran pipa PE berwarna hitam (sumber : http://www.irrigationtutorials.com)
Studi yang dilakukan oleh Rockström et al. (2009 ; Ardiansyah, 2009) membuktikan bahwa pengelolaan green water yang tepat akan
menjadi basis baru bagi revolusi hijau. Menurut hasil penelitian Prabowo et al. (2004) pola pengoperasian irigasi tetes (drip) dan curah
(sprinkler) merupakan suatu pola pengoperasian irigasi air tanah yang efektif dan efesien digunakan sebagai irigasi konjungtive, yaitu
kombinasi antara irigasi permukaan dan air tanah yang dioperasikan secara terpadu.
Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keseragaman tersebut antara lain adalah : (1) kondisi filter air, (2) kondisi lubang
emitter yang tersumbat oleh tanah, (3) perubahan keofesien gesek pada pipa lateral karena tumbuhnya lumut dsb (Sinar Tani edisi 2329/8/2006). Pendapat Anderson (1999) bahwa kepala semprot konvensional hanya menyampaikan 55-65 persen dari air ke tanah; sisanya
atau menguap keudara terbawa angin melaui transpirasi, evaporasi, evapotranspirasi, tergantung pada kondisi cuaca. Sebaliknya, irigasi
tetes adalah sampai dengan 95 persen efisien. Perbedaan dalam meningkatkan efisiensi ketika Anda mempertimbangkan spasi luas
penanaman, atau wilayah yang berdekatan dengan pagar atau trotoar. Tak banyak gunanya penyiraman pupuk dan hardscape, khususnya
ketika air langka.
Gambar 4 : Distribusi Air dan Mineral melaui Drip Irrigation System ke zona akar tanaman
METODOLOGI
Dalam perancangan sistem irigasi tetes banyak pertimbangan disain yang harus diperlukan adalah : kondisi iklim, tekstur dan struktur
tanah, jenis tanaman, kualitas dan kuantitas sumber air. Tahap pertama adalah melakukan perhitungan kebutuhan air tanaman berdasarkan
iklim yang ada. Tahap selanjutnya adalah melakukan seleksi komponen komponen sistem irigasi tetes yang akan dibuat berdasarkan
perhitungan kebutuhan air tanaman kemudian dirancang suatu jadwal tanam yang tepat.
Gambar 5 : Komponen-Komponen yang disiapkan dalam Perancangan Drip Irrigation System
Perancangan ini meliputi perancangan layout jaringan perpipaan beserta pompa air, perancangan kalender tanam dan pola tanam,
perhitungan kebutuhan air irigasi pada tingkat tanaman (modulus irigasi), perhitungan maksimum internal irigasi, perhitungan maksimum
lama penyiraman, perhitungan kebutuhan debit dan daya pompa untuk operasional sistem tersebut. Dalam perhitungan Reference Crop
Evapotranspiration (ETO) dengan menggunakan metode Blaney-Criddle. Untuk mengetahui jarak optimal penempatan pompa air untuk
tujuan irigasi sistem tetes pada sumur pompa yang satu dengan yang lainnya pada luasan lahan yang sama, digunakan pendekatan
persamaan aliran air kedalam sumur dengan kondisi aliran air yang tetap pada aquifer phreatic dan semi-tertekan (ILRI, 1983 ; Tribowo et
al. 2008).
Pada prinsipnya untuk teknis budidaya tidak jauh berbeda dengan budidaya dilahan biasanya, hanya saja adanya penambahan sedikit
perlakuan terutama pengapuran dan pemupukan dsb. Akan tetapi lahan pasca tambang untuk suhu lebih tinggi, pH rendah rata-rata 90 %,
kebutuhan benih disesuaikan, sebelum ditanam benih alangkah baiknya direndam dulu dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/ltr air
semalam atau air aquades maksimal 6 jam.
2.
Pengolahan lahan, lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya
dikembalikan kedalam tanah, kemudian dicangkol dan diolah dengan bajak dengan traktor.
3.
Pengapuran, kemudian tanah diolah dengan pemberian kapur memakai Dolomit (CaMg(CO3)2) untuk menaikkan pH tanah sesuai
kondisi normal antara 6-7 untuk adaptasi tanaman.
Gambar 6 : Skema master plan lahan dengan sistem irigasi tetes (drip) dan curah (sprinkler) dengan berbagai bentuk sesuai
kebutuhan.
4.
Pemupukan, dilakukan sebelum dan sesudah penanaman biasanya seperti pengapuran, kompos, pupuk kandang, Urea, SP-18
(dulu SP-36), KCl dan lainnya. Pupuk makro dan mikro dapat diaplikasi melalui sistem irigasi saat penyiraman tanaman dilakukan
pada penyiraman baik pagi maupun sore hari yang disuaikan dengan dosis dan waktu tepat pemupukan (bila dasar butiran dapat
dilakukan perendaman agar menjadi cair yang disesuaikan dosis.
Gambar 7 : Aplikasi Drip Irrigation System pada tanaman
5.
Teknik Penanaman, penentuan pola tanaman yang bisa diterapkan menurut Kusanggara (2008), yaitu : (1) tumpang sari
(intercropping) : dengan melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda), contoh: jagung dan kedelai dsb,
(2) tumpang gilir (multple cropping) : dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain
untuk mendapatkan keuntungan maksimum, contoh : jagung muda, padi gogo, kedelai dan kacang tanah dll., (3) tanaman
bersisipan (relay cropping) : dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam
yang bersamaan atau waktu yang berbeda, contoh : jagung disisipkan dengan kacang tanah, (4) tanaman khusus hanya satu
jenis saja untuk meningkatkan produksi.
Gambar 8 : Pemasangan pipa emitter pada saluran distribusi pengairan dan mineral dapat dilakukan disamping tanaman maupun
di tengah-tengah jarak tanam
6.
Lubang tanam dan cara tanam dsb., ditugal dengan kedalaman 3-5 cm dan jarak tanam disesuaikan dengan tanaman,
penyulaman bibit yang gagal tumbuh, penyiangan gulma, pembumbuan, pengairan dan penyiraman dengan sistem irigasi tetes
serta pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara alami maupun dengan pestisida.
Pola aplikasi Drip Irrigation System pada tanaman baik dilahan normal maupun pasca tambang bila dilaksanakan secara berlanjut dapat
meningkatkan nilai tambah ekonomi dan produksi serta efesiensi biaya pupuk, pengolahan tanah, tenaga kerja proses budidaya, dll. Hasil
panen yang sama jika diperoleh dengan input air yang lebih sedikit dari biasanya bisa dikatakan meningkatkan produktivitas air. Hal ini
dilakukan dengan menginventarisasi dan memanfaatkan lahan bekas tambang secara efektif. Terakhir penigkatan produktivitas air dalam
suatu sistem irigasi tetes secara konjungtif pastinya perlu dukungan dan sinergi lintas pengetahuan fisiologi tanaman, agroteknologi dan
keteknikan pertanian. Riset mengenai pola ini masih terus dikembangkan. Para peneliti masih terus mencoba mencari skenario-skenario
pengelolaan lahan, air dan mengembangkan teknologi- teknologi yang dapat diterapkan di lapangan dengan mudah.
Berikut kita melihat kondisi tanaman holtikultura yang bisa ditanam dilahan pasca tambang setelah banyak melakukan penelitian dan
perlakuan untuk mendapatkan hasil dan produktivitas maksimal.
Tanaman Holtikultura yang bisa ditanam dilahan pasca tambang
SELAMAT MENCOBA ...................... KALAU MAU PASTI BISA
HOLTIKULTURA DI LAHAN BERPASIR PASCA TAMBANG TIMAH (Analisis dan Alternatif
Efesiensi Masa Depan Pertanian Kita dalam Pemanfaatan Lahan Tambang)
ABSTRAK
Pemanfaatan lahan tambang belum sepenuhnya dioptimalkan oleh masyarakat Bangka Belitung khususnya dan Indonesia umumnya baik
pada sektor pertanian, peternakan, perikanan maupun kawasan taman wisata, edukasi dll. Kalau kita flash back sebelumnya baru dominan
hanya berkutik seputar penghijauan lingkungan, rehabilitasi lahan, dan konservasi alam sementara sedikit sekali riset dan aplikasi teknologi
kearah ini. Fokus kita tidak lain adalah perubahan ”mindsets” masyarakat dalam pemanfaatan lahan dengan menggunakan teknologi “Drip
Irrigation System (DIS)” atau sistem irigasi tetes terutama sektor budidaya tanaman holtikoltura dan buah-buahan (sayuran, padi, jagung,
pepaya, tomat, kacang-kacangan, semangka, melon dll.) yang rakus akan air, jika tidak terpenuhi kebutuhan air maka dalam waktu singkat
pun dapat menurunkan produktivitas hasil. Alternatifnya tiada lain harus memenuhi suplai air dan mineral secara seimbang dan seefesien
mungkin terutama pada musim kering atau kemarau pajang dan semakin berkurangnya kualitas dan kuantitas lahan petanian kita.
Lantas terobosan baru apa yang dapat menjawab kegundahan petani kita dalam memanfaatkan lahan tambang yang manjadi lahan tidur
dengan jumlahnya diperkirakan sekitar 10.000 ha tersebut ?. Sistem irigasi adalah salah satu terobosan yang bisa dilakukan dengan
menggunakan teknologi dalam aplikasi dan suplai air yang diletakkan di zona perakaran tanaman holtikultura. Aplikasi teknologi "DIS atau
SIT" ini sudah dimanfaatkan sejak lama di negara-negara pertanian modern beriklim tropis dan subtropis seperti India, Brasil, Israel, Cina,
Filipina, Thailand dsb dalam teknologi pertanian berskala besar dan modern.
Kata Kunci : Sistem irigasi tetes, Drip irrigation system (DIS), teknologi, holtikultura, lahan pasca tambang.
PENDAHULUAN
Usaha pemanfaatan dan pemerdayaan lahan pasca tambang untuk meningkatkan produksi dan value sehingga mampu meningkatkan
"income" dan memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat memang membutuhkan konsep pemikiran yang cemerlang terutama dapat
beradaptasi terhadap perkembangan sains, teknologi dan industri masa kini secara kontinu. Sehingga mampu bersaing pada level global
bukannya memerdayakan teknologi “kadarluarsa” alias lapuk ditelan zaman sehingga lamban produksi dan hasil minim.
Menurut Sani (2009) semua itu terlontar karena setiap pendatang melihat dari udara sungguh banyak danau-danau di negeri ini, apalagi
dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan oleh PT. Timah tahun 2003, jumlah kolong pasca penambangan di Babel
sebanyak 887 kolong dengan luas 1.712,65 hektar, yang terdiri dari 544 kolong dengan luas 1.035,51 hektar di Pulau Bangka dan
sebanyak 343 kolong dengan luas 677,14 hektar di Pulau Belitung.
Gambar 1: Foto Lahan Bekas Penambangan Timah di propinsi Babel tahun 2009
Kalau kita aplikasi teknologi pertanian di negara Israel ada 215.000 hektar lahan yang dikhususkan untuk bidang tanaman, 156.000 di
antaranya adalah tanaman musim dingin seperti gandum, silage, jerami, kacang-kacangan, dan minyak safflower. 60.000 hektar yang
ditanami dengan tanaman musim panas seperti kapas, bunga matahari, kacang buncis, kacang hijau, kacang-kacangan, jagung, kacang
tanah dan semangka. Hampir seluruh tanaman kapas dll sekitar 28.570 hektar menggunakan sistem irigasi tetes dengan peralatan buatan
Israel sendiri, yaitu serangkaian metode irigasi yang dirancang untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya air yang terbatas
(http://library.thinkquest.org).
Produktivitas air mengacu kepada berapa banyak panen yang diproduksi untuk input air sejumlah tertentu (Ardiansyah, 2009). Secara
umum mekanisme aplikasi DIS adalah air dialirkan dari sumber air baik dari aliran pipa secara alami (air pegunungan, perbukiatan) maupun
menggunakan mesin pompa kemudian ditampung didalam bak penampungan yang berada didekat lahan. Aliran dari sumber air dialirkan
melalui pipa utama (main line atau submain line) yang menggunakan pipa PVC dengan ukuran disesuaikan kebutuhan menuju bak
penampungan (tangki air, drum dsb) kemudian baru diteruskan ke pipa lateral (pipa emitter ) yang terbuat dari polyethylene atau pipa PE.
Kemudian kontrol debit air dapat secara manual atau secara otomatis untuk pengujian kenerja sistem irigasi sehingga tingkat keseragaman
tetesan untuk setiap tanaman (lihat gambar : 1)
Gambar 2 : Drum atau mini-tank dengan ukuran 200 liter tempat penampungan Air sebelum didistribusi ke akar tanaman
Gambar 3 : Aliran pipa PE berwarna hitam (sumber : http://www.irrigationtutorials.com)
Studi yang dilakukan oleh Rockström et al. (2009 ; Ardiansyah, 2009) membuktikan bahwa pengelolaan green water yang tepat akan
menjadi basis baru bagi revolusi hijau. Menurut hasil penelitian Prabowo et al. (2004) pola pengoperasian irigasi tetes (drip) dan curah
(sprinkler) merupakan suatu pola pengoperasian irigasi air tanah yang efektif dan efesien digunakan sebagai irigasi konjungtive, yaitu
kombinasi antara irigasi permukaan dan air tanah yang dioperasikan secara terpadu.
Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keseragaman tersebut antara lain adalah : (1) kondisi filter air, (2) kondisi lubang
emitter yang tersumbat oleh tanah, (3) perubahan keofesien gesek pada pipa lateral karena tumbuhnya lumut dsb (Sinar Tani edisi 2329/8/2006). Pendapat Anderson (1999) bahwa kepala semprot konvensional hanya menyampaikan 55-65 persen dari air ke tanah; sisanya
atau menguap keudara terbawa angin melaui transpirasi, evaporasi, evapotranspirasi, tergantung pada kondisi cuaca. Sebaliknya, irigasi
tetes adalah sampai dengan 95 persen efisien. Perbedaan dalam meningkatkan efisiensi ketika Anda mempertimbangkan spasi luas
penanaman, atau wilayah yang berdekatan dengan pagar atau trotoar. Tak banyak gunanya penyiraman pupuk dan hardscape, khususnya
ketika air langka.
Gambar 4 : Distribusi Air dan Mineral melaui Drip Irrigation System ke zona akar tanaman
METODOLOGI
Dalam perancangan sistem irigasi tetes banyak pertimbangan disain yang harus diperlukan adalah : kondisi iklim, tekstur dan struktur
tanah, jenis tanaman, kualitas dan kuantitas sumber air. Tahap pertama adalah melakukan perhitungan kebutuhan air tanaman berdasarkan
iklim yang ada. Tahap selanjutnya adalah melakukan seleksi komponen komponen sistem irigasi tetes yang akan dibuat berdasarkan
perhitungan kebutuhan air tanaman kemudian dirancang suatu jadwal tanam yang tepat.
Gambar 5 : Komponen-Komponen yang disiapkan dalam Perancangan Drip Irrigation System
Perancangan ini meliputi perancangan layout jaringan perpipaan beserta pompa air, perancangan kalender tanam dan pola tanam,
perhitungan kebutuhan air irigasi pada tingkat tanaman (modulus irigasi), perhitungan maksimum internal irigasi, perhitungan maksimum
lama penyiraman, perhitungan kebutuhan debit dan daya pompa untuk operasional sistem tersebut. Dalam perhitungan Reference Crop
Evapotranspiration (ETO) dengan menggunakan metode Blaney-Criddle. Untuk mengetahui jarak optimal penempatan pompa air untuk
tujuan irigasi sistem tetes pada sumur pompa yang satu dengan yang lainnya pada luasan lahan yang sama, digunakan pendekatan
persamaan aliran air kedalam sumur dengan kondisi aliran air yang tetap pada aquifer phreatic dan semi-tertekan (ILRI, 1983 ; Tribowo et
al. 2008).
Pada prinsipnya untuk teknis budidaya tidak jauh berbeda dengan budidaya dilahan biasanya, hanya saja adanya penambahan sedikit
perlakuan terutama pengapuran dan pemupukan dsb. Akan tetapi lahan pasca tambang untuk suhu lebih tinggi, pH rendah rata-rata 90 %,
kebutuhan benih disesuaikan, sebelum ditanam benih alangkah baiknya direndam dulu dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/ltr air
semalam atau air aquades maksimal 6 jam.
2.
Pengolahan lahan, lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya
dikembalikan kedalam tanah, kemudian dicangkol dan diolah dengan bajak dengan traktor.
3.
Pengapuran, kemudian tanah diolah dengan pemberian kapur memakai Dolomit (CaMg(CO3)2) untuk menaikkan pH tanah sesuai
kondisi normal antara 6-7 untuk adaptasi tanaman.
Gambar 6 : Skema master plan lahan dengan sistem irigasi tetes (drip) dan curah (sprinkler) dengan berbagai bentuk sesuai
kebutuhan.
4.
Pemupukan, dilakukan sebelum dan sesudah penanaman biasanya seperti pengapuran, kompos, pupuk kandang, Urea, SP-18
(dulu SP-36), KCl dan lainnya. Pupuk makro dan mikro dapat diaplikasi melalui sistem irigasi saat penyiraman tanaman dilakukan
pada penyiraman baik pagi maupun sore hari yang disuaikan dengan dosis dan waktu tepat pemupukan (bila dasar butiran dapat
dilakukan perendaman agar menjadi cair yang disesuaikan dosis.
Gambar 7 : Aplikasi Drip Irrigation System pada tanaman
5.
Teknik Penanaman, penentuan pola tanaman yang bisa diterapkan menurut Kusanggara (2008), yaitu : (1) tumpang sari
(intercropping) : dengan melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda), contoh: jagung dan kedelai dsb,
(2) tumpang gilir (multple cropping) : dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain
untuk mendapatkan keuntungan maksimum, contoh : jagung muda, padi gogo, kedelai dan kacang tanah dll., (3) tanaman
bersisipan (relay cropping) : dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam
yang bersamaan atau waktu yang berbeda, contoh : jagung disisipkan dengan kacang tanah, (4) tanaman khusus hanya satu
jenis saja untuk meningkatkan produksi.
Gambar 8 : Pemasangan pipa emitter pada saluran distribusi pengairan dan mineral dapat dilakukan disamping tanaman maupun
di tengah-tengah jarak tanam
6.
Lubang tanam dan cara tanam dsb., ditugal dengan kedalaman 3-5 cm dan jarak tanam disesuaikan dengan tanaman,
penyulaman bibit yang gagal tumbuh, penyiangan gulma, pembumbuan, pengairan dan penyiraman dengan sistem irigasi tetes
serta pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara alami maupun dengan pestisida.
Pola aplikasi Drip Irrigation System pada tanaman baik dilahan normal maupun pasca tambang bila dilaksanakan secara berlanjut dapat
meningkatkan nilai tambah ekonomi dan produksi serta efesiensi biaya pupuk, pengolahan tanah, tenaga kerja proses budidaya, dll. Hasil
panen yang sama jika diperoleh dengan input air yang lebih sedikit dari biasanya bisa dikatakan meningkatkan produktivitas air. Hal ini
dilakukan dengan menginventarisasi dan memanfaatkan lahan bekas tambang secara efektif. Terakhir penigkatan produktivitas air dalam
suatu sistem irigasi tetes secara konjungtif pastinya perlu dukungan dan sinergi lintas pengetahuan fisiologi tanaman, agroteknologi dan
keteknikan pertanian. Riset mengenai pola ini masih terus dikembangkan. Para peneliti masih terus mencoba mencari skenario-skenario
pengelolaan lahan, air dan mengembangkan teknologi- teknologi yang dapat diterapkan di lapangan dengan mudah.
Berikut kita melihat kondisi tanaman holtikultura yang bisa ditanam dilahan pasca tambang setelah banyak melakukan penelitian dan
perlakuan untuk mendapatkan hasil dan produktivitas maksimal.
Tanaman Holtikultura yang bisa ditanam dilahan pasca tambang
SELAMAT MENCOBA ...................... KALAU MAU PASTI BISA