BUDAYA POLITIK INDONESIA SUMATERA SELATA

BUDAYA POLITIK INDONESIA
(SUMATERA SELATAN)

Disusun Oleh:
Nama

: Didik Supriyadi

NPM

: 04. 12. 012

Jurusan/Kelas

: Ilmu Politik / Non Reg.

Mata Kuliah

: Budaya Politik

Dosen Pengasuh


: Davit Saher W, S.Ip, M.Ip.

STISIPOL CANDRADIMUKA
PALEMBANG
2004
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

........................................................................................................

PENDAHULUAN
RUMUSAN MASALAH

............................................................................................
................................................................................

DEMOKRASI KEKUASAAN RAKYAT


........................................................

1.
2.
3.
4.
5.

Pengertian Demokokrasi
....................................................................
Wujud Demokrasi Berbasis Kekuasaan Rakyat
................................
Teori Kekuasaan Rakyat
....................................................................
Bentuk dan Sisi Demokrasi
...................................................................
Jenis-Jenis Demokrasi Modern
.......................................................
 Tipe Demokrasi Representative
...........................................

 Tipe Demokrasi Pemisahaan Kekuasaan
................................
 Tipe Demokrasi Refrendum
............................................
6. Kekuasaan rakyat tertulis dalam UUD 45
...........................................
7. Mekanisme pelaksaan kekuasaan rakyat
...........................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

RUMUSAN MASALAH

1.
2.
3.
4.
5.

Apakah budaya politik yang berkembang di Indonesia ?
Apakah komponen-komponen budaya politik ?

Apakah tipe-tipe budaya politik ?
Apakah budaya politik yang berkembang di Sumatera Selatan ?
Apakah aspek-aspek kehidupan masyarakat Kerajaan Sriwijaya ?

6. Apakah anggapan para pakar politik terhadap politik Sumatera Selatan ?

PENDAHULUAN

Setiap warga Negara dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan
Aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Proses pelaksanaanya
dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Secara tidak langsung, berarti sebatas
mendengar informasi atau berita – berita tentang pereistiwa politik yang terjadi. Secara
langsung , berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu. Kehidupan
politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga Negara
dengan pemerintah institusi – institusi di luar pemerintah (non – formal) telah

menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang
praktik – praktik perilaku politik dalam semua sistem politik.
Budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri – ciri
yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan

kekuasaan, proses gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Dengan
demikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan
keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber – sumber daya
masyarakat.
Budaya politik bisa juga disebut sebagi produk dari proses pendidikan atau
sosialisasi politik dalam sebuah masyarakat, dengan sosialisai politik dan individu.
Disini ijikan penulis memaparkan budaya politik khususnya sumatera selatan yang
mempunyai ciri khas, dan perbedaan karena dipengaruhi oleh kultur masyarakat dan
letak geografis wilayah tersebut, karena sumatera selatan ada peninggalan kebudayaan
kerajaan sriwijaya pastinya akan meninggalkan ciri khas budaya politik yang berbeda.

BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

I. Pengertian Budaya Politik
Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan dimiliki bersama oleh
masyarkat. Budaya politik memiliki pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan
bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat
istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap
harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu


masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya
masyarakat bangsa itu.
Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan
sebagai pedoman untuk lebih memahaminya secara teoritis :
 Budaya politik adalah aspek politik dari nilai – nilai yang terdiri atas
pengetahuan, adat istiadat, takhayul, dan mitos. Semuanya dikenal dan diakui
oleh sebagian besar masyrakat. Budaya politik tersebut memberikan alas an
rasional untuk menolak atau menerima nilai – nilai dan norma lain.
 Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang
pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau
nasionalisme.
 Bentuk budaya politik mdenyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan
tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan
masyarakat.
Pengertian budaya politik diatas tampaknya membawa kita pada suatu konsep
yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Orientasi yang
bersifat individual ini tidak berarti bahwa dalam memandang sistem politiknya kita
menganggap masyarakat akan cenderung bergerak ke arah individualisme. Jauh dari
anggapan yang demikian, pandangan ini melihat aspek individu dalam orientasi politik

hanya sebagai pengakuan akan adanya fenomena dalam masyarakat yang secara
keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari orientasi individual.

II. Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli

Ada banyak para pakar ilmu politik yang mengkaji tema budaya politik sehingga
terdapat variasi konsep tentang budaya politik seperti yang kita ketahui. Namun bila diamati
dan dikaji lebih jauh, derajat atau tingkat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu besar
sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambu – rambu yang sama. Berikut ini merupakan
pengertian budaya politik menurut beberapa ahli ilmu politik :
 Rusadi Sumintapura
Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap
kehidupan poltik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
 Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai–nilai
masyarakat yang berhubungan denngan sistem politik dan isu–isu politik.

 Gabriel A. Almond dan G. Bingham powell, Jr.
Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai, dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh
populasi, juga kecenderungan dan pola–pola khusus yang terdapat pada bagia–bagian tertentu

dari populasi.

Dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai
berikut:
Pertama : bahwa konsep budaya politik lebih memberi penekanan pada perilaku –
perilaku

nonaktual seperti orientasi, sikap, nilai – nilai dan kepercayaan –

kepercayaan.

Kedua : hal – hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sisitem politik,
artinya pembicaraan tentang budaya politik tidak pernah lepas dari
pembicaraan tentang system politik.
Ketiga : budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang menggambarkan
komponen – komponen budaya politik dalam tataran massif, atau
mendeskripsikan masyarakat di suatu Negara atau wilayah, bukan per individu.

Dengan memahami pengertian budaya politik, kita akan memperoleh dua mannfaat,
yakni:

a.

Sikap warga Negara terhadap system politik akan mempengaruhi tuntutan,

b.

tanggapan, dukungan, serta orientasinya terhadap system politik itu.
Hubungan antara budaya politik dengan system politik atau factor – factor apa yang
menyebabkan terjadinya pergeseran politik dapat dimengerti.

III. Komponen – Komponen Budaya Politik
Menurut Ranney, budaya politik memiliki dua komponen utama, yaitu orientasi
kognitif (cognitive orientations ) dan orientasi afektif (affective orientation). Sementara
itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan
Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe – tipe orientasi, bahwa budaya politik
a.

mengandung tiga komponen objek politik berikut :
Orientasi kognitif: berupa pengetahuan tentang kepercayaan pada politik, peranan


b.

dan segala kewajiban serta input dan outputnya.
Orientasi afektif: berupa perasaan terhadap system politik, peranannya, para actor dan

c.

penampilannya.
Orientasi evaluatif: berupa keputusan dan pendapat tentang objek – objek politik
yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria informasi dan perasaan.

IV.
1.

Tipe – Tipe Budaya Politik
Berdasarkan Sikap yang ditunjukkan

Negara dengan sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks mentut kerja sama
yang luas untuk mengintegrasikan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat
diukur dari sikap seseorang terhadap orang lain. Pada kondisi ini, budaya politik

cenderung bersifat “militant” atau bersifat “toleransi”.
a.

Budaya politik militan
Budaya politik militan tidak memandang perbedaan sebagai usaha mencari
alternatif yang terbaik, tetapi melihatnya sebagai usaha jahat dan menantang. Bila
terjadi krisis, yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan peraturannya yang mungkin

salah.
b.
Budaya politik toleransi
Budaya politik toleransi adalah budaya politik yang pemikirannya berpusat pada
masalah atau ide yang harus dinilai.
2.

Berdasarkan Orientasi Politiknya
Realitas yang ditemukan dalam budaya politik ternyata memiliki beberapa
variasi. Berdasarkan orientasi politik yang ditandai oleh sebagai karakter dalam budaya
politik,setiap sistem politik memiliki budaya politik yang berbeda.
Dari realitas budaya politik yang berkembang di masyarakat, Gabriel Almond

a.

mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :
Budaya politik parochial yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang

b.

disebabkan factor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah.)
Budaya politik kaula yaitu masyrakat bersangkutan sudah relative maju (baik sosial

c.

maupun ekonominya) tetapi masih pasif.
Budaya politik Partisipan yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik
sangat tinggi.

V. Budaya Politik di Indonesia


Hirarki yang Tegar/Ketat

Masyarakat Jawa, dan sebagian besar masyarakat lain di Indonesia, pada
dasarnya bersifat hirarkis. Stratifikasi sosial yang hirarkis ini tampak dari adanya
pemilahan tegas antara penguasa dengan rakyat kebanyakan. Masing-masing terpisah
melalui tatanan hirarkis yang sangat ketat. Alam pikiran dan tatacara sopan santun
diekspresikan sedemikian rupa sesuai dengan asal usul kelas masing-masing. Penguasa
dapat menggunakan bahasa 'kasar' kepada rakyat kebanyakan. Sebaliknya, rakyat harus
mengekspresikan diri kepada penguasa dalam bahasa 'halus'. Dalam kehidupan politik,
pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercemin pada cara penguasa
memandang diri dan rakyatnya.


Kecendrungan Patronage

Pola hubungan Patronage merupakan salah satu budaya politik yang menonjol
di Indonesia.Pola hubungan ini bersifat individual. Dalam kehidupan politik,
tumbuhnya budaya politik semacam ini tampak misalnya di kalangan pelaku politik.
Mereka lebih memilih mencari dukungan dari atas daripada menggali dukungn dari
basisnya.


Kecendrungan Neo-patrimonisalistik

Salah satu kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah adanya
kecendrungan munculnya budaya politik yang bersifat neo-patrimonisalistik; artinya
meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik zeperti birokrasi,
perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang berkarakter
patrimonial.

Ciri-ciri birokrasi modern :
 Adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke
bawah dalam organisasi.
Adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing



mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tegas.
Adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar



formalyang mengatur bekerjanya organisasi dan tingkah laku anggotanya.
Adanya personel yang secara teknis memenuhi syarat, yang



dipekerjakan atas dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan
penampilan.

VI. Budaya politik yang Berkembang di Indonesia
Gambaran tentang budaya politik Indonesia, yang tentunya harus di telaah dan
di buktikan lebih lanjut, adalah pengamatan tentang variabel sebagai berikut :


Konfigurasi subkultur di Indonesia masih aneka ragam, walaupun tidak
sekompleks yang dihadapi oleh India misalnya, yang menghadapi masalah
perbedaan bahasa, agama, kelas, kasta yang semuanya relatif masih rentan.



Budaya politik Indonesia yang bersifat Parokial-kaula di satu pihak dan budaya
politik partisipan di lain pihak, di satu segi masa masih ketinggalan dalam
mempergunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya yang
mungkin di sebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan,
feodalisme, bapakisme dan ikatan primordial.



Sikap ikatan primordial yang masih kuat berakar, yang di kenal melalui
indikatornya berupa sentimen kedaerahan, kesukaan, keagamaan, perbedaan
pendekatan terhadap keagamaan tertentu; purutanisme dan non puritanisme.



kecendrungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap
paternalisme dan sifat patrimonial, sebagai indikatornya dapat di sebutkan
antara lain bapakisme, sikap asal bapak senang.



Dilema

interaksi

tentang

introduksi

modernisasi

(dengan

segala

konsekuensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi
dalam masyarakat.

VII. Budaya Politik Sumatra Selatan
Sumatera Selatan sudah di diami manusia sejak zaman purbakala. Bukti-bukti sejarah masa
lampau itu antara lain berupa situs-situs megalit dalam berbagai bentuk dan ukuran yang dapat
disaksikan baik di museum maupun di alam terbuka. Peninggalan kebudayaan megalit itu merupakan
hasil kreasi seni pahat para nenek moyang terdiri dari arca-arca batu berbentuk manusia,
binatang,menhir, dolmen, punden berundak, kubur batu, lumpang batu, dan sebagainya yang berukuran
kecil sampai raksasa.

Bukti-bukti peradaban pada masa 2.500 – 1.000 tahun sebelum masehi tidak hanya
mengesankan bagi wisatawan asing maupun domestic, tetapi juga para ahli yang acap kali dating
melakukan penelitian ilmiah. Di alam terbuka, situs-situs megalit itu sebagian besar terdapat di
Kabupaten Lahat, Ogan Komering Ulu dan Muara Enim. Keberadaan benda-benda itu telah
melahirkan berbagai legenda dan mitos dikalangan masyarakat Sumatera Selatan. Di antaranya
Legenda Si Pahit Lidah yang karena kesaktiannya mampu membuat apapun yang tidak disukainya
menjadi batu.
Dalam abad ke-7 -13 Masehi, Sumatera Selatan merupakan pusat kekuatan kerajaan Sriwijaya
dan Palembang sebagai Ibukota Kerajaan. Di masa jayanya, Sriwijaya di kenal sebagai pusat
pendidikan dan ilmu pengetahuan mengenai agama Buddha di Asia Tenggara. Pada saat itu kerajaan
Sriwijaya dengan kekuatan armadanya yang tangguh, selain menguasai jalur perdagangan dan
pelayaran atara Laut Cina Selatan dan Samudera Hindia, yang telah menjadikan daerah ini sentra
pertemuan antar bangsa. Hal ini telah menimbulkan transformasi budaya yang lambat laun
berkembang dan membentuk identitas baru lagi di daerah ini. Tranformasi budaya ini terjadi pula
dengan masuknya pengaruh Islam, terutama pada saat Sumatera Selatan dibawah kekuasaan
Kesultanan Palembang Darussalam sejak awal abad ke-15. Sebagian besar penduduk Sumatera Selatan
sendiri sudah menganut agama Islam sebelum Kesultanan Palembang Darussalam berdiri. Beragam
faktor yang mempengaruhi sejarah perkembangan masyarakat di Sumatera Selatan itu telah
menimbulkan asimilasi di daerah ini, baik dalam tradisi, seni maupun aspek-aspek lain.

VIII. Aspek Kehidupan Masyarakat Kerajaan Sriwijaya
a. Aspek Kehidupan Politik

Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya diantaranya
sebagai berikut.
 Raja Dapunta Hyang
Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa
pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah berhasil memeperluas wilayak kekuasaannya
sampai ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki daerah Minangatamwan.
Daerah ini memiliki arti yang sangat strategis dalam bidang perekonomian, karena daerah
ini dekat dengan jalur perhubungan pelayaran perdagangan di Selat Malaka. Sejak awal
pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi
Kerajaan Maritim.

IX. Anggapan Para Pakar Politik Terhadap Politik Sumatera Selatan
Sumateraselatannews- Sumatera Selatan dinilai tak memiliki kemandirian
secara politik dalam perebutan kekuasaan. Hal ini dibuktikan tidak adanya kandidat
kepala daerah yang maju dengan jalur independent. Menurut Pengamat Politik Sumsel
Dr Febrian, dalam perebutan kekuasaan di Sumsel, kandidat lebih percaya pada
kekuatan parpol sebagai kendaraan politik dibanding kekuatan figur itu sendiri. "Calon
independent belum pernah ada yang berhasil. Jadi belum ada yang berani," ujarnya
ketika memberikan materi politik dan pemerintahan di hadapan wartawan Tribun
Sumsel, Rabu (30/5). Dikatakan Febrian parpol lebih dominan berperan dalam
menentukan arah perebutan kekuasaan. Padahal kata dia, dalam pemilukada parpol tak
berhubungan dengan figur. sumber : http://sumsel.tribunnews.com/2012/05/30/sumseltak-punya-kemandirian-politik.

Diposkan 4th June 2012 oleh Imron Supriyadi