T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pasar Rakyat yang Tergadai: Studi tentang Resistensi Pedagang terhadap Implementasi Kebijakan Relokasi Pasar Rejosari T1 Full text

GEMMPAR
(Bentuk Resistensi Paguyuban Pedagang Pasar Rejosari
Terhadap Relokasi Pasar Rejosari Salatiga)

Oleh :
ARISTA AYU NANDA
352013030

JURNAL

Diajukan Kepada
Program Studi Sosiolog Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Komunikasi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA
2017

1. Latar Belakang
Pasar Rejosari merupakan salah satu pasar tradisional yang ada
di Kota Salatiga, yang terbakar pada 26 Oktober 2008 sehingga
hampir 350 pedagang kehilangan mata pencariaanya. Kemudian
pemerintah

kota

Salatiga

mengeluarkan

kebijakan

untuk

melakukan revitalisasi atau pembangunan kembali pasar Rejosari

menggunakan dana swasta atau investor.
Pemerintah kota Salatiga membangun kerja sama dengan PT
Patra Berkah Itqoni (PBI) yang merupakan pemborong dari Malang
untuk melakukan revitalisasi pasar Rejosari, yang akhirnya
terbentuk kesepakatan harga kios sebesar Rp. 13.000.000/m2 dan
harga los sebesar Rp. 9.000.000/m2.
Hasil kesepakatan harga antara pemerintah kota Salatiga dan PT
PBI kemudian disosalisasikan ke pedagang pasar dengan sistem
perwakilan yaitu diwakili oleh Persatuan Pedagang Pasar Rejosari
(P3R), yang kemudian ketika perjajian kesepakatan harga tersebut
disebarkan ke pedagang lain ternyata menimbulkan konflik karena
ada banyak pedagang yang merasa tidak dilibatkan dalam
kesepakatan tersebut akhirnya membentuk Paguyuban Pedagang
Pasar Rejosari (P3R Baru) atas dasar rasa kekecewaan atas P3R
Lama.
P3R Baru, akhirnya membentuk gerakan berbasis mahasiswa
dan masyarakat yang menamakan dirinya sebagai Gemmpar
(Gerakan Masyarakat dan Mahasiswa Perduli Pasar Rejosari) untuk
menyampaikan tuntutannya dalam bentuk gerakan massa.Gerakan
massa ini dilakukan dibarengi dengan perjuangan di ranah hukum,

dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Salatiga pada

tanggal 15 Mei 2013 dengan nomor 33/Pdt.G/2013/PN.Sal, dengan
meminta pendampingan hokum dari pengacara Dwi Heru
Wismanto Sidi, SH. Namun ditolak karena kurang kuatnya gugatan
yang diajukan P3R Baru yang waktu itu ingin menggugat P3R Baru
dan P3R Lama terkait dengan pemalsuan tanda tangan ketika
sosialisasi kesepakatan harga los dan kois yang dilakukan PT PBI.
Sehingga dari latar belakang diatas, memunculkan rumusan
masalah bagaimana P3R Baru melakukan resistensi terhadap
implementasi kebijakan pasar Rejosari? Dengan tujuan penelitian
adalah menjelaskan bentuk-bentuk resistensi pedagang pasar
Rejosari terhadap implementasi kebijakan pasar Rejosari.

2. Kajian Teori
Resitensi

bisa

ketidakpuasaan


diartikan

seperti

sebagai

yang

perlawanan

diungkapkan

Lila

dari
Abu-

Lugdod1perlawanan, saya berpendapat, sebuah ketidakpuasan
yang berkembang dengan cara-cara kita memahami kekuasaan dan

hal yang paling menarik yang muncul dari ini bekerja pada
resistensi adalah rasa yang lebih besar dari kompleksitas sifat dan
bentuk-bentuk dominasi. Sehingga konflik terjadi karena adanya
dominasi dari pihak lain yang dibarengi dengan kesenjangan
kekuasaan antara satu pihak yang dikuasai dengan pihak lain yang
berkuasai, ujung dari konflik sosial sebagai suatu perjuangan
terhadap nilai dan pengakuan terhadap status yang langka,
kemudian

kekuasaan

dan

sumber-sumber

pertentangan

dinetralisir atau dilangsungkan atau dieliminir saingannya (Zeitlin,
1


Diambil dari artikel Lila Abu Lughod http://www.jstor.org/pss/645251

1998:156). Sehingga konflik dapat menggerakan satu kelompok
masyarakat secara bersamaan guna menentang, memperjuangkan,
atau mengambil alih kembali apa yang menjadi hak masyarakat
yang telah diambil oleh pihak-pihak lain bisa dari pemerintah
ataupun swasta yang seringkali disebut dengan gerakan sosial.
Definisi gerakan sosial menurut Wilson (1973) adalah bentuk
respon masyarakat terhadap suatu keadaan yang membuat
masyarakat merasa tidak puas sehingga menuntut sebuah
perubahan. Sehingga gerakan sosial merupakan gerakan kolektif
yang dilakukan secara sadar dan ditujukan untuk mendorong atau
menentang perubahan yang terjadi dimasyarakat dengan cara-cara
yang tidak melembaga. Gerakan sosial awalnya dilakukan oleh
sekelompok masyarakat kecil saja, namun membawa pesan yang
membuat gerakan ini berpotensi berkembang dan diikuti ribuan,
bahkan jutaan orang. Dalam konteks ini ada banyak metode yang
digunakan seperti petisi, memilih perwakilan dalam perundingan,
menyelesaikan masalah diluar peradilan, atau mengorganisir
pemogokan (Manalu, 2009:44-45). Gerakan sosial memiliki potensi

dalam mendorong perubahan kebijakan, terutama kebijakan yang
merugikan atau mendeskriditkan rakyat sebagai posisi minor.
Bahkan bisa jadi gerakan ini dilakukan bukan untuk memperoleh
kepentingan pribadi anggotanya, akan tetapi secara spesifik
ditujukan sebagai tawar menawar untuk mempengaruhi pembuat
kebijakan

(decision

makers)

mengambil

solusi

yang

menguntungkan mereka. Dengan demikian tujuan akhir dari
gerakan adalah perubahan.


Seringkali pemerintah telah memainkan peran dominan dalam
keputusan dan kebijakan yang telah mempengaruhi setiap segi
kehidupan keluarga dan individu. Sementara menggunakan
retorika pembangunan nasional untuk membenarkan perilaku
mereka, para elite di negara-negara ini kemudian menggunakan
negara dan kebijakannya untuk memperkaya diri mereka sendiri
dan untuk menyalurkan, mengendalikan, dan menekan tindakan
masyarakat oleh kaum miskin dan kelompok pinggiran. Dalam
keadaan seperti itu, partisipasi warga negara telah dibungkam.
Gerakan sosial dalam keadaan ini bukan saja dibutuhkan untuk
mempromosikan

perubahan

kebijakan

tetapi

untuk


mengembalikan pilihan politis yang telah hilang (Miller&Covey,
2005; Fakih, 2010).
Melihat perkembangan paradigama gerakan sosial, McAdam
(1999:2) mengulas kembali strategi resistensi masyarakat dalam
memperjuangkan kepentingannya ada dua faktor utama dalam
menganalisis kemunculan dan perkembangan gerakan sosial,
yakni; mobilisasi sumberdaya (resource mobilization)dan proses
pembingkaian (framming process).
Pertama,
mobilization),
dukungan

strategi
menjadi

dari

bersama-sama

mobilisasi

cara

masyarakat

oramg-orang
melakukan

sumberdaya

diluar

resistensi,

guna

(resource
memperoleh

kepentingannya
atau


hanya

untuk
sekedar

mendapatkan simpati sehingga bisa menjadi buah bibir serta
keresahan dari masyarakat sekitar yang mengahui permasalahan
tersebut, sehingga mampu memberikan tekanan kepada pihak lain.
Menurut McCarthy struktur mobilisasi merupakan sejumlah cara

kelompok gerakan sosial melebur dalam aksi kolektif, termasuk
didalamnya taktik gerakan dan bentuk organisasi gerakan sosial.
Tujuannya adalah mencari lokasi-lokasi di dalam masyarakat untuk
dapat dimobilisasi, dalam konteks ini unit-unit keluarga, jaringan
pertemanan, asosiasi tenaga sukarela, unit-unit tempat bekerja,
dan elemen-elemen negara itu sendiri menjadi lokasi-lokasi sosial
bagi struktur mobilisasi mikro.
Dengan definisi diatas McCarthy menyimpulkan adanya dua
kategori dalam membuat struktur mobilisasi yaitu struktur formal
dan informal. Lebih lanjut dijelakan bahwa mempergunakan
mekanisme mobilisasi mikro dia ingin mengatakan bahwa
hubungan formal dan informal diantara masyarakat dapat menjadi
sumber solidaritas (Situmorang, 2007:7-9). Kelompok-kelompok
organisasi formal juga memainkan peranan penting dalam
membentuk struktur mobilisasi, sehingga gerakan sosial yang
dilakukan tergantung pada kemampuan mobilisasi sumber daya
yang ada untuk merespon masalah tersebut (Manalu, 2009:27).
Sehingga siapa penggerak dan siapa yang mendukung menjadi
penting, tetapi tergantung bagaimana ketidakpuasan diubah dalam
makna yang mampu menarik perhatian orang.
Terkait dengan organisasi yang terbentuk dalam gerakan sosial
berfungsi sebagai kontruksi dan rekontruksi keyakinan-keyakinan
kolektif, untuk mentransformasikan ketidakpuasaan dalam aksi
kolektif,

dan

(Klandermans,

mempertahankan
2005:xxviii).

komitmen

Singkatnya,

dalam

gerakan

pendekatan

ini

menyatakan gerakan sosial muncul sebagai konsekuensi dari
bersatunya para aktor dalam cara yang rasional, mengikuti segala

kepentingan mereka, dan adanya peran sentral organisasi serta
para kader pemimpin prefesional untuk memobilisasi sumbersumber daya yang ada pada mereka. Kekuatan gerakan bergantung
pada tersedianya sumber daya material (usaha, uang, keuntungan
kongkret, dan jasa) maupun sumber daya non material (otoritas,
pertalian moral, kepercayaan, dan persahabatan) dalam organisasi
berikut (della porta dan Diani, 1998:8), termasuk didalamnya
besarnya partisipan dana, publikasi media, serta dukungan opini
publik dan elit (Halcli, 2000:467).
Sehingga

keberhasilan

suatu

gerakan

dapat

dipastikan

bagaimana gerakan tersebut mampu menekan dan memberikan
ancaman yang sepadan pada stabilitas dan tatanan sosial. Sehingga
tuntutan-tuntutan mampu diperjuangan dan dipenuhi, dengan
legitim politik. Biasanya hal-hal ini terjadi karena tidak adanya
akses

memperjuangkan kepentingannya

dan tertutup oleh

kepentingan-kepentingan elit yang lain. salah satu hakikat
kebijakan publik adalah konflik, khususnya memperebutkan
sumber daya politik pada suatu kawasan baik sumber daya politik
yang berasal dari ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain. kebijakan
publik muncul ditengah konflik, dan sebagaian besar untuk
mengatasi

konflik

yang

telah,

sedang,

dan

akan

terjadi

(Dwidjowijoto, 2007).
Kedua, proses pembingkaian (framming process) menjadi salah
satu strategi yang penting dalam melihat gerakan sosial,
dikarenakan suksesnya suatu gerakan terletak sampai dimana
mereka memenangkan pertempuran atas arti. Hal ini berkaitan
dengan upaya para pelaku perubahan mempengaruhi makna dalam

kebijakan publik. Oleh karena itu para pelaku perubahan memiliki
tugas penting mencapai perjuangannya melalui pembuatan
framingmasalah-masalah sosial dan ketidakadilan. Ini sebuah cara
menyakinkan kelompok sasaran yang beragam dan luas sehingga
mereka mendorong mendesak sebuah perubahan. Sehingga dalam
framing ada dua komponen penting yang perlu diperhatikan yaitu
diagnosis elemen atau mendefinisikan masalah dan sumbernya dan
prediksi elemen sekaligus mengidentifikasi strategi yang tepat
untuk

memperjuangkan

masalah

tersebut

(Snow

dan

Banford,1988).
Didalam konsep framing ada beberapa komponen penting yang
menjadi dasar dari pembentukan wacana tersebut, yaitu topiktopik yang menjadi sumber utama. Topik pertama adalah
kontradiksi budaya dan alur sejarah, kesempatan politik dan
mobilisasi, seringkali tercipta melalui ketegangan budaya dan
kontradiksi yang telah berlangsung lama muncul menjadi bahan
proses framing seperti, keluhan dan ketidakadilan, sehingga aksi
kolektif menjadi mungkin. Kontradiksi budaya juga menjadi
penyebab mobilisasi ketika dua atau lebih tema-tema budaya
memiliki pontensi kontradiksi dan diangkat kembali menjadi topik
melalui kekuatan aksi kolektif.
Pada topik kedua proses farming sebagai salah sebuah aktifitas
strategi. Keretakan dan kontradiksi budaya menyediakan kontesks
dan sekaligus kesempatan bagi kader-kader gerakan yaitu,
pemimpin, pertisipan inti, aktivis, dan simpatisan. Akan tetapi,
adanya proses aktif framing dalam mendefinisan ideologi, simbol,
peristiwa-peristiwa yang mampu menjadi ikon oleh para penguasa

moral. Para penguasa moral ini bisa dari kalangan aktivis maupun
pada kalangan luar aktivis. Kalangan wartawan, masyarakat,
asosiasi pemimpin, politisi, dan penulis juga berkontribusi
menentukan pilihan strategi framing dalam gerakan sosial
(Situmorang, 2007:12).
Pengonsepan

terkait

dengan

framing

dilakukan

untuk

menyalurkan infromasi, ideologi, keresahan, dan perasaan tertekan
dari kelompok sosial yang melakukan perlawanan kepada pihak
lagi, bisa melalui media yaitu media cetak, elektronik, buku,
pamflet, dan tanpa media bisa melalui orasi, debat publik, ataupun
diskusi sehingga dapat melempar isu sehingga kelompok
masyarakat lain dapat ikut bergabung dalam melakukan resistensi
tersebut. Aktor gerakan sosial bisa menggunakan strategi yang
berbeda untuk masuk kedalam kelompok sosial yang ingin
dipengaruhi untuk ikut terlibat didalamnya.
Sehingga bisa disimpulkan gerakan sosial menjadi salah satu
kekuatan masyarakat untuk mampu merubah kebijakan dari
pemerintah, gerakan sosial dipilih masyarakat ketika masyarakat
tidak

lagi

mampu

memperjuangkan

aspirasinya

diranah

pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan
sosial mempunyai dimensi politik atau kebijakan dan upaya
keberhasilannya, salah satunya dengan mengubah kebijakan yang
ada(Triwibowo, 2006:xx).

3. Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
mencoba memahami fenomena dalam setting dan konteks sosial

natural dimana peneliti tidak mencoba memanipulasi fenomena
yang diamati. Karena peneliti akan berusaha menggali dan
mengamati pemaknaan akan kebenaran akan berbeda-beda
sehingga tidak bisa menghindari subyektif dari peneliti (Sarosa,
2012:9)
Jenis penelitian deskriptif yang digunakan karena peneliti akan
menggambarkan setiap kejadian-kejadian yang diteliti. Unit amatan
adalah resistensi P3R Baru terhadap implementasi kebijakan
relokasi pasar Rejosari. Sehingga unit analisanya adalah bentukbentuk resistensi pedagang. Sumber data didapatkan dari
wawancara dan telaah dokumen, yang dianalisis dengan cara data
direduksi, data disajikan, dan penarikan kesimpulan (Sugiyono,
2006:276-284).

Ditetapkan

lokasi

penelitian

di

Tempat

Penampungan Pedagang Sementara (TPPS)Pasar Rejosari.

4. Hasil Penelitian
4.1 gambaran umum pedagang pasar Rejosari
Pasar Rejosari memiliki luas 10.000 m2, dengan kios sebanyak
103 buah dan los 248 buah sehingga ada sekitaran 351 pedagang
yang ada di pasar Rejosari. Pasar tersebut terletak di wilayah
kelurahan

Mangunsari

persimpangan

jalan

Veteran,

jalan

Hasanudin, jalan Ahmad Yani, dan jalan Osamaliki, dan didukung
dengan letaknya yang strategis karena pasar ini dilewati jalur yang
menghubungkan dengan 3 kota yaitu Solo, Semarang, dan
Magelang. Selain itu sebelah pasar Rejosari menjadi terminal jalur
Salatiga-Kopeng. Mengingat letak dan posisi dari pasar tersebut
mampu menunjang perputaran ekonomi bagi warga Salatiga.

Pedagang pasar Rejosari dibagi menjadi dua jenis pedagang
yaitu pedagang kios berupa ruko dan los berupa lapak dagangan.
Namun ada perbedaam jumlah pedagang los dan kios tersebut
berubah sebelum dan setelah terjadi kebakaran yaitu awalnya 351
dengan pedagang kios sebelum terbakar ada 103 sedangkan 248
pedagang los, pasca kebakaran menjadi 204 pedagang dengan
pedagang kios berjumlah 114 dan los berjumlah 90 orang. Jumlah
pedagang memang tidak bisa dipastikan berapa yang berjualan di
Pasar Rejosari, bahwa sebelum pasar terbakar ada sekitar 350
pedagang yang ada disana namun tidak semua terdaftar secara sah
di Unit Pelaksana Teknis (UPT) IV hanya terdaftar 102 pedagang.
Berbeda lagi ketika penandatanganan Surat Kuasa kepada
solidaritas pengacara yang bertanda tangan ada 114 pedagang.
Dalam hal ini lemahnya administrasi pemerintah pendataan terkait
dengan jumlah pedagang eksis, sehingga membuat peneliti terbatas
dalam mendiskripsikan detail pedagang.
4.2 Relokasi Pasar Rejosari
Kebijakan dari pemerintah kota Salatiga terkait pembangunan
kembali pasar Rejosari akibat terbakar tanggal 26 oktober 2008,
terdapat pro kontra tentang anggaran pembangunan pasar apakah
dengan penggunaan dana APBD atau dengan dana investor.
Penggunaan keduanya memang ada keuntungannya, menggunakan
dana APBD maka harga los dan kios relatif lebih murah bagi
pedagang, sedangkan penggunaan dana investor, dana APBD bisa
dialihkan untuk pembangunan lainnya.
Pro kontra tersebut akhirnya diselesaikan dengan cara
membangun kesepakatan melalui kebijakan Revitalisasi Pasar

Rejosari atas kerjasama investasi dengan Investor dengan sistem
Pembiayaan Bangun Guna Serah/BOT (Build Operate & Transfer).
Hasil

Kepala

DISPERINDAGKOP

dan

UKM

Kota

Salatiga

menerbitkan Surat Penunjukan Badan Hukum kepada PT Patra
Berkah Itqoni pelaksana dari pekerjaan investasi Pasar Rejosari,
sebagaimana tersebut dalam Surat Kepala DISPERINDAGKOP dan
UKM Kota Salatiga Nomor:511/924/106 tertanggal 21 Nopember
2011.
Pemerintah Kota Salatiga dengan PT Patra Berkah Itqoni
membuat dan menandatangani Kesepakatan Bersama (MoU)
tentang kerjasama Pembangunan Pasar Rejosari Kota Salatiga,
sebagaimana

tersebut

dalam

Kesepakatan

bersama

(MoU)

Nomor:41/Perj-XII/2011, No.09/MoU/PBI-S3/2011 tertanggal 6
Desember 2011. Dengan prosedur yang harus dipenuhi dalam
pembangunan tersebut antara lain ; Perencanaan pembangunan
Pasar Rejosari harus mendapat pengesahan dari SKPD teknis,
gambar rencana dan gambar detail, perhitungan struktur termasuk
laporan penyidikan tanah, perhitungan mekanikal dan elektrikal,
rencana kerja dan syarat-syarat, rencana anggaran biaya, dan
spesifikasi teknis kontruksi.
Sedangkan dalam pelaksanaan pembangunan PT PBI harus
memenuhi, yaitu berita acara kesepakatan sosialisasi sebagai
rencana revitalisasi pasar Rejosari, berita acara kesepakatan
sosialisasi harga kios dan los kepada para pedagang, berita acara
hasil kesepakatan musyawarah relokasi pedagang ke tempat
penampungan sementara.

Menindaklanjuti proses penataan dan pembangunan kembali
Pasar Rejosari, PT PBI telah menandatangani berita acara tentang
Sosialisasi Dalam Rangka Pembangunan Pasar Rejosari Salatiga,
sebagaimana tersebut dalam Berita Acara Sosialisasi Dalam Rangka
Pembangunan. Pasar Rejosari Salatiga tertanggal 8 Mei tahun 2012;
Bahwa sesuai dengan Berita Acara Sosialisasi di atas, berisi tentang
kesepakatan antara beberapa orang yang mengaku sebagai
perwakilan para pedagang2 dan PT PBI tentang Harga Jual Los dan
Kios dari Pasar Rejosari Salatiga yang akan dikenakan biayalos
dengan ukuran 1.5x1.5 = 2.25 m² sehargaRp. 20.434,-/hari;
sedangkan dengan ukuran 1.5x2 = 3 m² seharga Rp. 27.245,-/hari;
dan 2 x2 = 4 m²seharga Rp. 36.326,-/hari. Kios dengan ukuran 2x2
=4 m² seharga Rp. 52.471,-/hari; dan dengan ukuran 2x3=6 m²
seharga Rp. 78.707,-/hari. Bahwa apabila dikaitan dengan catatancatatan sebagaimana tersebut diatas maka harga rata-rata harga
los yang harus dibayarkan selama masa angsuran 5 tahun sebesar
± Rp.9.000.000,-/m² dan kios sebesar ± Rp. 13.000.000,/m².
kesepakatan harga ini dirasakan sangat memberatkan bagi P3R
Baru.

2Beberapa pedagang yang mewakili pedagang antara lain Jaruni
(Pedagang sayur), Suramin (Pedagang Rombeng), Mulyono (Pedagang
Plastik), Tri sundari (Pedagang Pecah Belah), H. Mahmudi (Pedagang
Bandeng), Umi Komsiyah (Pedagang Kios), Setiawan (Pedagang
Kelontong), Suroso (Pedagang Sembako), Sri Maryati (Pedagang
sembako), Jumiyem (Pedagang warung Nasi), Paryati (Pedagang makanan
kemas), Warno (Pedagang Kelontong), Sariyanti (Pedagang Bumbu),
Sarwani (Pedagang Bumbu), dan Soetikno (Ketua P3R) nama-nama
tersebut terdapat dalam Berita Acara Sosialisasi Pembangunan Pasar
Rejosari.

Dalam perjanjian yang dibangun antara pemerintah kota
Salatiga, investor, dan P3R Lama sebagai perwakilan pedagang
sudah memenuhi prosedur yang sudah ditentukan terutama bagi
pedagang lama pasar Rejosari mendapatkan hak istimewa sehingga
pedagang lama tetap bisa berjualan dengan tempat yang strategis.
4.3 Bentuk-Bentuk Resistensi Pedagang
4.3.1

Mobilisasi Sumber Daya

Keberhasilan suatu gerakan dapat dipastikan bagaimana
gerakan tersebut mampu menekan dan memberikan ancaman yang
sepadan pada stabilitas dan tatanan sosial. Sehingga tuntutantuntutan mampu diperjuangan dan dipenuhi, dengan legitim
politik. Biasanya hal-hal ini terjadi karena tidak adanya akses
memperjuangkan kepentingannya dan tertutup oleh kepentingankepentingan elit yang lain. Salah satu hakikat kebijakan publik
adalah konflik, khususnya memperebutkan sumber daya politik
pada suatu kawasan baik sumber daya politik yang berasal dari
ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain. kebijakan publik muncul
ditengah konflik, dan sebagaian besar untuk mengatasi konflik
yang telah, sedang, dan akan terjadi (Dwidjowijoto, 2007).
Keberhasilan P3R Baru membangun gerakan massa yaitu
mampu menggabungkan masyarakat dan mahasiswa Salatiga
untuk

ikut

dalam

garis

perjuangan

pedagang

sehingga

diperolehnya kekuatan massa yang tidak hanya banyak namun
juga mempunyai kontribusi secara pemikiran sehingga berjalan
tidak asal-asalan.
Membangun jejaring internal dan eksternal menjadi penting
dilakukan dalam membangun suatu gerakan, jika tidak hanya

dibangun dari internal pedagang saja, karena hal tersebut tidak
membuat gerakan itu semakin kuat malah semakin melemah
karena tekanan dari elit politik akan membenturkan pedagang
pada kebutuhan ekonomi dari internal aktor dari pedagang sendiri,
sehingga pembangunan jejaring eksternal pedagang menjadi kunci
bagi pedagang untuk terus mempunyai kekuatan melakukan
resistensi.
Penguatan dari internal pedagang sendiri, dilakukan P3R Baru
dengan terus melakukan pertemuan internal membahas tindakan
berikutnya yang bisa dilakukan P3R Baru untuk menarik pedagang
pasif supaya ikut bergabung dengan gerakan, biasanya dilakukan
dengan bercerita dan perkeluh kesah dengan kondisi pasar.
Tindakan ini membuahkan hasil karena pada akhirnya hampir 60
pedagang ikut dalam demonstrasi pada 17 Maret 2015.
Dirasa penguatan internal saja tidak cukup dalam membangun
gerakan, karena akhirnya memunculkan pedagang hanya ikutikutan saja tidak berani dan tidak mau untuk tergabung dalam P3R
Baru sehingga P3R baru yang aktif hanya pengurusnya saja,
sehingga penguatan eksternal dilakukan secara bersama-sama
dengan cara P3R Baru menarik simpati dengan melakukan sharing
atau diskusi bersama-sama dengan LSM.
Pada waktu itu sempat melakukan safari
beberapa

pedagangyang

ditunjuk

untuk

melakukan safari ke LSM-LSM memaparkan
kemudian ke STAIN dan pedagang sendiri yang
melakukan dan biasanya ditemani saya yang

jelas ada yang namanya pak suroso, kemudian
pak widodo, pak rukimin, dan alm. Tiarso 3.
Akhirnya pedagang mendapatkan simpati, dengan bimbingan
Bonifasius

sebagai

penasehat

hukum,

dan

SPPQT

sebagai

pendamping aksi mengumpulkan mahasiswa dari organisasi
ekstrakampus untuk bergabung bersama-sama P3R melakukan
aksi-aksi terorganisir yang akhirnya menamakan diri sebagai
Gemmpar (Gerakan Masyarakat Mahasiswa Perduli Pasar Rejosari).
Simpatisan yang terlibat dari FPPI (Front Pergerakan Pemuda
Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), dan dari
UKSW, yang kemudian meluas karena adanya devisi konsolidasi
massa dimana bertugas untuk mencari simpatisan, yang akhirnya
bertambah dari PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia),
BEM Stie Ama, dan LMND (Liga Mahasiswa Nasional Untuk
Demokrasi).
P3R Baru mulai muncul kesadaran bahwa massa begitu penting
dalam membangun sebuah gerakan, sehingga melakukan diskusi
bersama pengacara, safari ke LSM-LSM, dan pertemuan-pertemuan
internal pedagang sebagai bentuk adanya desakan kepentingan
yang mulai terancam. Sehingga pengorganisiran konsentrasi massa
menjadi penting, strategi mobilisasi sumberdaya (resource
mobilization), menjadi cara pedagang guna memperoleh dukungan
dari oramg-orang diluar kepentingannya untuk bersama-sama
melakukan resistensi, atau hanya sekedar mendapatkan simpati
sehingga bisa menjadi buah bibir serta keresahan dari masyarakat

3

Wawancara dilakukan dengan Bonifasius Nadya Ariwibowo sebagai
Pengacara P3R Baru pada 17 Maret 2017

sekitar yang mengahui permasalahan tersebut, sehingga mampu
memberikan tekanan kepada pihak lain. Akhirnya dengan
terorganisirnya massa pedagang mampu melakukan aksi-aksi
seperti demonstrasi pembuatan press release, pemasangan
spanduk dan pembuatan zine serta pemberitaan menggunakan
jalur alternatif atau pembingkaian situasi didepan publik.

Gambar 1
Elemen-elemen yang terlibat dalam Gemmpar
Keberhasilan pedagang dalam membentuknya gerakan P3R
Baru menjadi Gemmpar, yaitu sebagai keberhasilan P3R Baru
dalam

membangun

jejaring

kepentingannya tidak hanya

untuk

memperjuangkan

membantu P3R Baru dalam

mengorganisir gerakan tetapi juga menguatkan secara mental,
karena dengan adanya Gemmpar perjuangan P3R Baru mampu
dikenal masyarakat secara luas. Pembangunan opini publik melalui
pembuatan pamflet dan zine yang memungkinkan masyarakat luas
mengetahui apa yang sedang terjadi di pasar Rejosari.

4.3.2

Framing/Pembingkaian

Pembentukan opini publik menjadi bagian penting dalam
gerakan sosial, keberhasilannya bagaimana masyarakat secara luas
bisa tahu atau bahkan ikut bergerak karena bersimpati dengan apa
yang terjadi pada si aktor bahkan mampu membuat permasalahan
dari si aktor menjadi permasalahan semua orang. Begitu juga yang
dilakukan Gemppar guna menjadikan permasalahan Pasar Rejosari
menjadi permasalah umum dengan cara pemasangan spanduk yang
dipasang di atas ruko yang menghadap ke perempatan jalan raya
sehingga orang tidak hanya orang Salatiga yang melihat namun
juga orang yang dalam perjalan ke arah Solo.

Gambar 2
Pemasangan Spanduk di depan Pasar Rejosari
Spanduk dilakukan pada hari menjelang adanya gusuran paksa
yang dilakukan pemkot. Hal ini menunjukkan secara terangterangan adanya perlawanan pedagang kepada pihak pemerintah
kota Salatiga. Sehingga tidak lama kemudian datang Satpol PP
menurunkan spanduk tersebut.Kemudian Gemmpar juga membuat

zine yang digunakan untuk menarik massa, yang tidak hanya
disebarkan dikalangan akademisi tetapi juga kepada masyarakat
secara umum. Berikut merupakan rincian dari zine yang dibuat
Gemmpar :

Gambar 3
Cover Zine pertama
Pada cover zine menunjukkan adanya resistensi dari pedagang
Rejosari, ditambah lagi dengan gambar orang menggunakan caping
yang menunjukkan rakyat bawah tanpa akses politik dengan
tangan mengepal yang menunjukkan keberanian serta tulisan
Ekonomi Rakyat

pada bajunya menunjukkan perlu tututan

pedagang kepada elit politik untuk memihak kepada perekonomian
rakyat. Kemudian adanya tulisan

Terima, Baca Lalu Sebarkan

menunjukkan perjuangan rakyat harus disebarkan kesemua orang
sehingga menunjukkan bahwa permasalahan ini tidak hanya akan

berimbas kepada pedagang saja tapi juga kepada rakyat secara
luas.

Gambar 4
Zine kolom 2
Zine ini terdiri dari 8 kolom yang berisikan gambar-gambar dan
penjelasan pada seperti yang tertera pada contoh zine diatas jika
pada kolom kedua zine ini ingin menyampaikan apa itu monopoli
pasar serta apa akibatnya. Pada kolom ke 3 menjelaskan bahwa
harga yang disepakati memberatkan pedagang, kolom ke 4
menjelaskan bahwa pemerintah kota sebagai pengambil kebijakan
tidak bersikap demokratis dengan mengabaikan kepentingan
pedagang. Kolom ke 5 menyampaikan bahwa pemerintah kota
tidak belajar dari penanganan pasar-pasar sebelumnya yang
menggunakan metode yang sama yaitu dengan menggandeng
investor yang berakhir makrak dan merugikan pedagang. Pada
kolom keenam menjelaskan bagaimana ekonomi kerakyatan

tersebut dibangun untuk kesejahteraan masyarakat dengan tingkat
ekonomi menengah kebawah4.
Kesimpulannya zine ini dibuat untuk menjelaskan secara
singkat persoalan kasus pasar Rejosari sehingga bisa dengan
mudah dipahami publik, dengan menjelaskan dari latar belakang
disertai dengan solusinya.Pengonsepan terkait dengan framing
dilakukan untuk menyalurkan infromasi, ideologi, keresahan, dan
perasaan

tertekan

dari

kelompok

sosial

yang

melakukan

perlawanan kepada pihak lagi, bisa melalui media yaitu media
cetak, elektronik, buku, pamflet, dan tanpa media bisa melalui
orasi, debat publik, ataupun diskusi sehingga dapat melempar isu
sehingga kelompok masyarakat lain dapat ikut bergabung dalam
melakukan

resistensi

tersebut.

Aktor

gerakan

sosial

bisa

menggunakan strategi yang berbeda untuk masuk kedalam
kelompok sosial yang ingin dipengaruhi untuk ikut terlibat
didalamnya.
Tidak hanya berhenti di Zine penyebaran poster juga dilakukan
desainnya memang dibuat sama, Ini sebuah cara menyakinkan
kelompok sasaran yang beragam dan luas sehingga mereka
mendorong mendesak sebuah perubahan. Sehingga dalam framing
ada dua komponen penting yang perlu diperhatikan yaitu diagnosis
elemen atau mendefinisikan masalah dan sumbernya dan prediksi
elemen sekaligus mengidentifikasi strategi yang tepat untuk
memperjuangkan masalah tersebut (Snow dan Banford,1988).
Dengan begitu poster ini dibuat dengan berisikan ini berisikan

4

Lampiran 6 : isi lengkap dari Zine yang dibuat Gemmpar

alasan kenapa Gemmpar menolak Revitalisasi pasar dengan
investor dan pembangunan dengan model modern bertingkat.

Gambar 5
Poster yang Juga Berupa Undangan untuk Ikut bergabung
Poster ini dibuat juga merupakan ajakan untuk ikut
bergambung dalam Gemmpar, poster ini juga digunakan untuk
menggugah masyarakat agar tahu bahwa permasalahan ini adalah
permasalahan bersama.Dalam setiap pembentukan opini memang
dilakukan oleh para akademisi yang terlibat didalamnya, terutama
dilakukan oleh devisi Agitasi dan Propaganda didalam Gemmpar.
5. Penutup
Bentuk-bentuk resistensi yang dilakukan P3R Baru yaitu
mobilisasi sumber daya dengan cara meminta bantuan kepada
LSM-LSM, pengacara, dan mahasiswa untuk ikut dalam perjuangan
pedagang

sehingga

terbentuklah

Gemmpar.

Kedua,

proses

pembingkaian yang dilakukan Gemmpar untuk mendapatkan
simpati publik dengan cara penyebaran pamflet, pemasangan
spanduk, dan membuatan zine.

Daftar Pustaka

Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2007. Analisis Kebijakan. PT Alex
Media Komputindo. Jakarta
Klandermans, Bert. 2005. Protes Dalam Kajian Psikologi Sosial.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Lughod, Lila Abu. The Romance Of Resistance : Tracing
Tranformation of The Power Though Bedouin Women
Website : http://www.jston.org/pss/645251
Miller, Valerie dan Jane Covey. 2005. Pedoman Advokasi :
Perencanaan, Tindakan, dan Refleksi. Yayasan Obor Indonesia.
Yogyakarta
Snow, David A & Robert D. Benford. 1988. Ideology, Frame
Resonance and Participant Mobilization. JAI Press. Greenwich
Conn.
Situmorang, Abdul Wahib. 2007. Gerakan sosial Studi Kasus
Beberapa Perlawanan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Triwibowo, Darmawan. 2006. Gerakan Sosial : Wahana Civil Society
bagi Demokrasi. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta
Wilson, John. 1973. Introduction To Social Move. New York. Basic
book, Inc
Zeitlin, Irving M. 1998. Memahami Kembali Sosiologi. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15