T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Adaptasi Verbal dan Nonverbal Mahasiswa UKSW yang Berasal dari Luar Jawa T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Berawal dari sebuah asumsi dari beberapa peneliti yang mengatakan
bahwa ‘Anda tidak dapat tidak berkomunikasi’, menunjukkan bahwa dalam
kehidupan ini, komunikasi merupakan hal terpenting, dan apa saja dapat dijadikan
komunikasi (West,2008:10). Tim Palo Alto (sekelompok peneliti yang percaya
bahwa seseorang ‘tidak dapat tidak berkomunikasi’) menjelaskan, ketika dua
orang sedang bersama, mereka berkomunikasi secara terus-menerus karena
mereka tidak dapat tidak berperilaku. Bahkan dalam satu saat ketika terjadi
keheningan antara keduanya dan menghindari kontak mata juga merupakan
bentuk dari komunikasi. Tim Palo Alto percaya bahwa apapun yang kita lakukan,
termasuk tidak mengacuhkan atau menolak untuk berbicara dengan orang lain
adalah komunikasi (West, 2008:10).
Berbicara tentang komunikasi tidak terlepas dari yang namanya budaya.
Edward T Hall (1959), mengatakan bahwa “culture is communication” dan
“communication is culture” (Mulyana.2010:vi). Budaya yang berbeda memiliki
sistem nilai yang berbeda pula, dimana hal tersebut akan mempengaruhi
kelangsungan hidup ke depannya. Cara kita berkomunikasi sangat bergantung
pada budaya kita seperti norma, bahasa, adat kita masing-masing. Ketika bertemu
dan berinteraksi dengan orang yang berbeda budaya dengan kita, tidak sedikit

terjadi miscommunication. Hal itu dikarenakan pemahaman dari masing-masing
budaya yang berbeda, yang didasari oleh ekpektasi (harapan) yang berbeda.
Perbedaan-perbedaan ekpekstasi budaya dapat menjadi pemicu resiko
yang fatal. Hall dan Whyte dalam sebuah artikel menggambarkan sebuah kondisi
bisnis yang gagal antara seorang pria Amerika dan seorang pria Jawa, yang
diakibatkan karena tanpa sengaja pria Amerika ini meletakan tangannya di atas
bahu pria Jawa yang akan menjadi mitra bisnisnya, di hadapan para hadirin saat
pesta koktail, dalam budaya Jawa itu dianggap sebagai suatu penghinaan.

1

Perbedaan ekpektasi budaya dalam komunikasi dapat menjadi penyebab
komunikasi tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau kesalahpahaman
(Mulyana. 2010:vii). Kesalahpahaman yang terjadi dapat dikurangi bila sedikitnya
mengetahui bahasa dan perilaku budaya orang-orang lain, dan memiliki sifat
terbuka untuk menerimanya. Salah satu cara dengan berdaptasi.
Judee Burgoon, dalam teori Adaptasi Interaksi menggambarkan adaptasi
sebagai bentuk penyesuaian diri individu terhadap lingkungan. Dijelaskan dalam
prinsip pertama teori ini bahwa pada dasarnya individu cenderung untuk
beradaptasi dan menyesuaikan pola interaksi satu sama lain. Sebagai contoh,

ketika dalam suatu keadaan seseorang mulai memberikan perhatian atau kontak
kepada orang lain, orang kedua setidaknya sedikit memberikan respon.
Kecenderungan ini terjadi sebagai bentuk penyesuaian satu perilaku untuk
memenuhi berbagai tujuan, termasuk kelangsungan hidup, komunikasi dan
kebutuhan koordinasi (Littlejohn dan Foss. 2009:524-526).
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian awal, ketika melakukan interaksi
dengan orang lain, sadar atau tidak sadar terkandung sebuah harapan. Harapan
merupakan kognisi tentang antisipasi komunikasi verbal dan nonverbal dari orang
lain. Dengan kata lain, kita memiliki harapan terhadap perilaku verbal dan
nonverbal yang diberikan orang lain kepada kita. Harapan pun memiliki
komponen-komponen dan faktor-faktor yang terkandung di dalamnya. Di dalam
komponen harapan melihat sisi saat harapan tersebut lahir atau tercipta (sosial dan
khusus). Sedangkan dalam faktor-faktor harapan melihat dari unsur pelaku
(aktor), hubungan dan konteks yang akan mempengaruhi harapan seseorang.
Berbicara tentang harapan, tidak selamanya perilaku orang lain dapat
sesuai dengan yang kita harapkan, apalagi jika harapan tersebut diberlakukan bagi
orang yang berbeda budaya. Dan apabila hal ini terjadi, maka akan terjadi
gangguan secara psikologis ataupun secara kognitif dalam diri kita, baik secara
positif atau negatif. Misalnya ketika A bertemu dengan B yang baru dikenal, A
mungkin saja berharap bahwa orang yang baru ditemuinya ini akan bisa menjadi

orang yang enak untuk diajak berbicara dan mungkin bisa berlanjut menjadi

2

teman yang akrab. Namun bisa saja ketika pertemuan itu terjadi harapan A bisa
berubah menjadi sebuah pelanggaran. Pelanggaran terjadi ketika apa yang terjadi
tidak sesuai dengan yang diharapkan. ada dua hal yang bisa ditemukan dalam
pelanggaran harapan, yaitu pelanggaran harapan yang bermuatan positif dan
pelanggaran harapan yang bermuatan negatif, tergantung cara pandang dan
ketertarikan kita terhadap lawan bicara. Judee Burgoon, dalam teori Pelanggaran
Harapan menjelaskan bahwa pelanggaran harapan dapat bermuatan positif atau
negatif, tergantung penilaian kita terhadap komunikator (Littlejohn dan
Foss.2009:524-526).
Pelanggaran harapan yang terjadi karena perbedaan budaya dengan mudah
dapat terlihat pada bangku perkuliahan, Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga (UKSW) misalnya. Keragaman budaya yang ada bermula dari mahasiswa
yang datang dari berbagai penjuru nusantara. Berdasarkan tabel data yang
diperoleh dari Biro Kemahasiswaan UKSW, terhitung tahun 2012-2015, UKSW
terus mengalami peningkatan jumlah kedatangan mahasiswa yang berasal dari
Sabang sampai Merauke. Dengan perhitungan diantaranya mahasiswa yang

berasal dari Jawa sekitar 10.000 orang, Papua 949 orang, Maluku 760 orang,
Sulawesi 738 orang, Nusa Tenggara 696 orang, Kalimantan 638 orang, dan
Sumatera 641 orang, dari latarbelakang bahasa daerah dan budaya yang berbedabeda. Kesalahpahaman antara satu etnis dengan etnis yang lain juga sering terjadi.
Mulyana (2010) menjelaskan bahwa kesalahpahaman yang terjadi akibat
ekpektasi yang berbeda dari tiap daerah ini atau yang disebut Burgoon sebagai
pelanggaran harapan ini terjadi ketika kita cenderung menggunakan budaya kita
sebagai standar pengukur dengan budaya-budaya lain (Mulyana dan Rakhmat.
2010:vii). Pelanggaran harapan ini dapat dilihat baik secara verbal (kata-kata atau
ucapan) maupun nonverbal (perilaku, gerakan-gerakan, ekpresi wajah dll).
Penggunaan kata ‘nanti’ bagi mereka yang berasal dari Jawa merupakan
kata yang mengisyaratkan waktu yang cepat. Namun bagi mereka yang berasal
dari daerah timur Indonesia, kata ‘nanti’ diisyaratkan sebagai waktu yang lama.
Dalam suatu percakapan antara mahasiswi yang berasal dari Blora dan dari

3

Ambon, terdapat penggunaan kata ‘nanti’ ketika mereka berniat mengadakan
pertemuan dan tidak boleh ada yang telat. Alhasil, karena perbedaan pemahaman
kata ‘nanti’ pertemuan yang diharapkan akan berlangsung menjadi gagal. Dalam
kasus ini harapan dari kedua mahasiswi tersebut sebenarnya telah dilanggar oleh

perbedaan pemahaman dan budaya dari masing-masing anak.
Contoh lainnya, dalam kebiasaan dari daerah tertentu dalam hal interaksi,
cenderung untuk bercakap-cakap dengan menggunakan intonasi yang keras dan
cenderung mengatakan sesuatu secara blak-blakan (berterus terang). Tidak bagi
mereka yang ada di daerah Jawa. Salah satu pengalaman dari seorang teman yang
juga merupakan mahasiswi UKSW, mengaku terkejut ketika pertama kali bertemu
dengan seorang teman yang berasal dari Batak. Intonasi yang keras merupakan
salah satu bentuk komunikasi nonvebal. Jika dilihat menggunakan kacamata teori
pelanggaran harapan, hal ini dinilai telah melanggar harapan dari mahasiswi
tersebut. Karena sebelumnya tidak pernah terlintas dalam benak dan harapannya
jika ia akan merasa kaget ketika mengetahui respon yang diberikan dari lawan
bicaranya yang berasal dari Batak.
Ada lagi kondisi ketika seorang mahasiswa dari luar Jawa datang
berkuliah di UKSW. Dalam harapannya ia akan bertemu dengan teman-teman
baru yang mungkin salah satu dari sekian banyak bisa menjadi teman dekatnya.
Namun pada kenyataan, ia mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan
lingkungan sekitar karena dipengaruhi oleh pengalaman dan budaya yang
berbeda. Hal ini berlanjut hingga ia berada pada posisi ‘asing’ dalam lingkungan
barunya.
Harapan kita biasanya dipengaruhi oleh budaya tempat kita hidup dan

apakah kita telah menyerap pola-pola budaya untuk harapan dalam percakapan.
Misalnya, dalam dunia perkuliahan biasanya dosen dianggap memiliki status yang
lebih tinggi (kekuasaan) di bandingkan dengan mahasiswa. Karena inilah muncul
harapan-harapan tertentu dalam hubungan satu dengan yang lain. Mahasiswa
mengharapkan dosen memiliki banyak pengetahuan mengenai bahan-bahan kuliah
agar dapat menjelaskan dengan tepat dan jelas kepada mahasiswa. Namun dalam

4

beberapa kasus mengenai harapan dalam satu interaksi apalagi interaksi yang
berbeda budaya, mahasiswa cenderung merasa tidak nyaman jika dalam proses
belajar-mengajar di dalam kelas lebih menonjolkan budaya tertentu, sehingga hal
ini menyebabkan mahasiswa dari budaya lain kurang bisa untuk mencerna apa
yang diajarkan.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melihat bagaimana pola
adaptasi mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari luar Jawa baik secara verbal
maupun nonverbal.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun hal yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah



Bagaimana pola adaptasi verbal dan nonverbal mahasiswa UKSW
yang berasal dari luar pulau Jawa ?

1.3 Tujuan


Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola
adaptasi verbal dan nonverbal mahasiswa UKSW yang berasal dari luar pulau
Jawa ?

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
serta menjadi acuan dalam kajian yang berhubungan dengan komunikasi
antarpribadi, khususnya pada pengembangan teori adaptasi interaksi dan teori
pelanggaran harapan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan bagi mahasiswamahasiswa yang berasal dari luar Jawa agar mampu beradaptasi dengan
baik serta membuka wawasan tentang komunikasi antarpribadi yang

berlangsung di antara budaya-budaya yang berbeda, sebagai upaya untuk
meminimalisir pelanggaran harapan yang terjadi di dalamnya.

5

1.5 Konsep-Konsep yang Digunakan
1.5.1

Pola Adaptasi
Menurut KBBI, pola merupakan suatu sistem dan atau cara kerja.
Sedangkan adaptasi merupakan suatu proses penyesuaian diri. Adaptasi
merupakan suatu perubahan atau pergeseran bentuk, atau fungsi yang
menjamin keadaan yang tepat dalam suatu lingkungan tertentu
(Sobur.2014:9). Menurut Karta Sapoetra, adaptasi mempunyai dua arti.
Adaptasi yang pertama disebut penyesuaian diri yang autoplastis
(auto:sendiri, plastis: bentuk). Sedangkan pengertian yang kedua yaitu
peyesuaian diri yang alloplastis (allo: yang lain, plastis: bentuk). Jadi
menurutnya adaptasi ada yang “aktif” yang mana pribadi mempengaruhi
lingkungan dan


yang “pasif”. Kegiatan pribadi yang ditentukan oleh

lingkungan. Dalam jurnal yang ditulis oleh Bebjamin Harvey tentang teori
Cross Cultural Adaptation oleh Young Yun Kim menuliskan adapaun halhal yang mendasari suatu adaptasi dalam hal ini adaptasi antarbudaya
yaitu: 1) Adanya orang asing atau pendatang yang berpindah tempat ke
tempat asing yang memiliki budaya berbeda dari yang dimilikinya, 2)
pendatang atau orang asig tersebut tinggal dan bergantung pada
lingkungan baru sekitarnya tersebut demi untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, 3) pendatang atau orang asing tersebut minimal pernah memiliki
pengalaman berkomunikasi dengan penduduk setempat. Jadi, pola adaptasi
merupakan suatu sistem atau tata cara yang dilakukan seseorang atau
kelompok dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
1.5.2

Verbal dan Nonverbal
Komunikasi Verbal adalah suatu proses penyampaian pesan yang
melibatkan bahasa dan kata-kata. Dalam hal ini bahasa meruakan
komponen penting dalam pencapaian komunikasi verbal. Ferdinand de
Saussure, seorang ahli bahasa kelahiran Swiss, menyatakan bahwa bahasa
terkonseptualisasi sebagai sistem tanda yang dijelaskan lewat struktur yang

bebas baik dalam aspek bunyi dan aspek grafis (Purwasito 2003:210).
Manusia menggunakan bahasa untuk menyampaikan perasaan, pikiran,

6

niat, dan niat kita kepada orang lain. kita belajar dari orang lain, tentang
orang lain, melalui apa yang mereka katakan, kita belajar tentang diri kita
dari reaksi yang orang lain berikan kepada kita.
Komunikasi nonverbal melibatkan tanda-tanda yang dikodekan
berupa pandangan mata, intonasi suara, sebtuhan, gerakan tubuh (kinestik),
perasaan, bau, selain melibatkan waktu dan ruang personal. Studi
Mehrabin dan Forris menyebutkan bahwa paralinguistik mempunyai andil
kurang lebih 35% keseluruhan dampak pesan, ekspresi wajah punya andil
55%, kata-kata verbal ketimbang komponen emosiaonal hanya 7%
sedangkan isi emosionalnya mencapai 90% (Purwasito 2003:210). Oleh
sebab itu komunikasi nonverbal disebut pendukung komunikasi verbal.
1.5.3

Komunikasi dan Budaya
Pada dasarnya komunikasi dan budaya merupakan komponen yang

tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu penting untuk mengetahui
hubungan antara komunikasi dan budaya dalam mempelajari tentang
komunikasi antarbudaya, karena melalui budayalah orang belajar
berkomunikasi (Mulyana.2009:24). Mulyana mengungkapkan bahwa
budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif (Mulyana. 2009:25). Proses komunikasi seseorang sangat
ditentukan dengan budaya di mana ia dibesarkan. Bila budaya beragam
maka beragam pula praktik-praktik komunikasinya, beragam pula simbolsimbol dan makna yang dihasilkan.
Dalam bukunya Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya,
Liliwery menyimpulkan bahwa: pertama, dalam kebudayaan ada sistem
dan dinamika yang mengatur tata cara pertukaran simbol-simbol
komunikasi; kedua, hanya dengan komunikasi maka pertukaran simbolsimbol dapat dilakukan. Komunikasi budaya akan terasa lebih kompleks
dari pada komunikasi antar sesama budaya.

7

1.5.4

Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi Antarbudaya menurut Andrea L.Rich dan Dennis M.
Ogawa menyatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi
antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antara suku
bangsa, etnik, ras dan kelas sosial. Samovar dan Porter menyatakan
komunikasi antarbudaya terjadi di antara produsen pesan dan penerima
pesan yang latar belakang kebudayaanya berbeda.
Charley H.Dood mengungkapkan komunikasi antarbudaya meliputi
komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi,
antarpribadi, atau kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar
belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para
peserta (Liliwery.2003:12).
Komunikasi adalah hubungan aktif yang di bangun orang melalui
bahasa, dan sarana antarbudaya bahwa hubungan komunikatif

adalah

antar orang-orang yang berbeda, dimana budaya merupakan manifestasi
terstruktur perilaku manusia dalam kehidupan sosial dalam nasional
spesifik dan konteks lokal.
Untuk tercapainya suatu komunikasi antar budaya yang efektif,
maka perlunya keinginan yang tulus, sebab komunikasi yang berhasil
mungkin tidak hanya terhambat oleh perbedaan-perbedaan budaya, tetapi
juga oleh sikap-sikap yang tidak bersahabat atau bermusuhan. Prasangkaprasangka

rasial

dan

kesukuan

dapat

menghambat

komunikasi

antarbudaya. Dalam proses komunikasi antarbudaya terjadi yang namanya
pertukaran

simbol-simbol

dan

(Mulyana.2009:24).

8

bahasa

antarbudaya

tersebut

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24