Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Steenis (1978), kedudukan taksonomi tanaman ubi jalar adalah
sebagai berikut : Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Subdivisio :
Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Ordo : Convolvulus, Familia :
Convolvulaceae, Genus : Ipomoea, Species : Ipomoea batatas L.
Tanaman ubi jalar memiliki 2 tipe perakaran yaitu akar penyerap hara
dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Akar penyerap hara berfungsi untuk
menyerap unsur-unsur hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur hara yang ada
dalam tanah, sedangkan akar lumbung berfungsi sebagai tempat menimbun
sebagian makanan yang nantinya akan terbentuk umbi (Sonhaji, 2000).
Ubi jalar adalah tanaman dikotiledon tahunan dengan batang panjang
menjalar dan daun berbentuk jantung hingga bundar yang bertopang tangkai daun
tegak. Bagian tengah batang tempat tumbuhnya cabang lateral biasanya bengkok
dan bergantung pada panjang ruas batang, dapat terlihat berupa semak. Tipe
kultivar yaitu semak, semak menjalar, atau menjalar, lebih ditentukan oleh
panjang ruas daripada oleh panjang batang, percabangan batang berbeda-beda
bergantung pada kultivar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Daun ubi jalar bentuknya berbeda-beda tergantung varietasnya. Tangkai
daun melekat pada buku-buku batang. Tipe daun bervariasi yaitu rata, berlekuk
dangkal dan menjari, sedangkan ujung runcing atau tumpul. Warna daun dari

hijau tua sampai kekuningan, sedangakan warna tangkai daun dan tulang daun
antara hijau sampai ungu, sesuai warna batangnya (Rukmana, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Mahkota bunga menyatu membentuk terompet, berdiameter 3–4
cm, berwarna merah jambu pucat dengan leher terompet kemerahan, ungu
pucat atau ungu, menyerupai warna bunga „mekar pagi‟ (morning glory).
Bunga mekar

pada pagi hari, dan menutup serta layu dalam beberapa

jam. Penyerbukan dilakukan oleh serangga (Rubatzky dan Yamaguchi,
1998).
Buah pada ubi jalar berkotak tiga yang terbentuk setelah terjadi
penyerbukan. Satu bulan setelah terjadi penyerbukan buah ubi jalar sudah
masak, didalam buah terdapat biji yang sangat ringan. Biji buah memiliki
kulit yang keras yang akan digunakan untuk perbanyakan tanaman secara
generatif untuk menghasilkan varietas ubi jalar yang baru (Juanda dan
Cahyono, 2000).

Biji berbentuk dalam kapsul, sebanyak 1–4 biji. Biji matang
berwarna hitam, bentuknya memipih, dan keras, dan biasanya memerlukan
pengausan (skarifikasi) untuk membantu perkecambahan (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Di Indonesia tanaman ubi jalar dapat ditanam mulai dari pantai
sampai ke pegunungan dengan ketinggian 1700 meter di atas permukaan
laut (dpl), suhu rata-rata 27°C dan lama penyinaran 11-12 jam per hari
(Juanda dan Cahyono, 2000).
Tanaman ubi jalar membutuhkan hawa panas dan udara yang
lembab. Daerah yang paling ideal untuk budidaya ubi jalar adalah daerah

Universitas Sumatera Utara

yang bersuhu 21-27°C. Daerah yang mendapatkan sinar matahari 11-12 jam/hari
merupakan daerah yang disukai. Pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk
usaha tani ubi jalar tercapai pada musim kering (kemarau). Di tanah yang kering
(tegalan) waktu tanam yang baik untuk ubi jalar yaitu pada waktu musim hujan,
sedangkan pada tanah sawah waktu yang baik yaitu sesudah tanaman padi

dipanen. Tanaman ubi jalar dapat ditanam di daerah dengan curah hujan 5005000mm/tahun, optimalnya antara 750-1500 mm/tahun (Deputi Menegristek,
2008).
Curah

hujan

tahunan

yang

diperlukan

oleh

ubi

jalar

selama


pertumbuhannya adalah sebanyak 750 mm - 1500 mm/tahun, namun dibutuhkan
juga masa-masa kering untuk pembentukan umbi (Juanda dan Cahyono, 2000).
Tanah
Ubi jalar dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, namun hasil terbaik akan
didapat bila ditanam pada tanah lempung berpasir yang kaya akan bahan organik
dan drainase yang baik. Perkembangan umbi akan terhambat oleh struktur tanah
bila ditanam pada tanah lempung berat, sehingga dapat mengurangi hasil dan
bentuk umbinya sering berbenjol - benjol dan kadar seratnya tinggi. Apabila
ditanam pada lahan yang sangat subur akan banyak tumbuh daun tetapi hasil
umbinya sangat sedikit (Jedeng, 2011).
Tanaman ubi jalar tidak tahan terhadap genangan air, tanah becek atau
drainase buruk dan akan mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil, daun menguning
dan umbi membusuk. Tanaman ubi jalar dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH)
4,5-7,5, tetapi yang optimal untuk pertumbuhan umbi pada pH 5,5-7. Sewaktu
muda tanaman membutuhkan kelembaban tanah yang cukup (Jedeng, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Bahan Organik
Bahan


organik

merupakan

salah satu faktor penentu

peningkat

tingkat kesuburan tanah. Banyak sifat tanah baik fisik, biologi dan kimia
secara langsung dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik tanah. Pada
umumnya jumlah bahan organik dalam tanah relatif sedikit yaitu sekitar
kurang dari 3–5 % dari berat basah dan top soil tanah mineral. Oleh
karena itu banyak tanah-tanah yang tingkat kesuburannya sangat rendah,
sehingga perlu dilakukan penambahan
organik
yang

di antaranya dapat dilakukan
berasal


dari kotoran

bahan
dengan

hewan maupun

organik. Penambahan bahan
pemberian
sisa-sisa

kompos,
limbah

baik

produksi

pertanian (Permentan, 2011).

Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk
kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan
sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan
pertanian, dan limbah kota (sampah), atau bisa disimpulkan secara singkat
adalah pupuk yang sebagian atau seluruhnya terdiri dari bahan organik
yang berasal dari sisa tanaman dan atau kotoran hewan, yang telah melalui
proses, rekayasa, berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk
mensuplai hara tanaman, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah
(Poerwowidodo,1992).
Pemberian bahan organik dalam kombinasi yang berbeda akan
memberikan sumbangan jumlah unsur hara yang lebih lengkap. Produksi suatu
tanaman ditentukan oleh aktifitas atau kegiatan yang berlangsung dari sel dan
jaringan, sehingga dengan tersedianya unsur hara yang lengkap dapat digunakan

Universitas Sumatera Utara

oleh tanaman dalam proses asimilasi dan proses-proses fisiologis lainnya. Namun
dalam penambahan unsur hara tanah dosis yang tepat juga harus diperhatikan,
Poerwowidodo (1992) menyatakan bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman
akibat penambahan pemupukan terus terjadi sampai pertumbuhan optimal dan jika

faktor ini dilakukan terus menerus sampai pada suatu titik yang bersifat melebihi
maka pertumbuhan tanaman akan menurun dan pemberian pupuk yang berlebihan
dapat menghambat dan mengganggu pertumbuhan.
Pupuk Kandang Sapi
Pupuk kandang sebagai salah satu bentuk pupuk organik berperan tidak
langsung terhadap ketersediaan unsur hara melalui pengaruhnya terhadap
sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk kandang (pukan) didefinisikan sebagai
semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk
menambah hara, memperbaiki sifat fisik, dan biologi tanah. Apabila dalam
memelihara ternak tersebut diberi alas seperti sekam pada ayam, jerami pada sapi,
kerbau dan kuda, maka alas tersebut dicampur menjadi satu kesatuan dan disebut
sebagai pukan pula. Beberapa petani di daerah memisahkan antara pukan padat
dan cair (Suntoro, 2001).
Kompos kotoran ternak merupakan kunci keberhasilan bagi petani lahan
kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kompos dengan dosis
9,5 ton/ha, mampu meningkatkan hasil biji kacang tanah 38,72 % dengan hasil
2,13 ton/ha, dan efek residunya untuk musim tanam berikutnya, mampu
memberikan hasil lebih tinggi yaitu sebesar 2,6 ton/ha (Suntoro, 2001).
Hasil penelitian Noor dan Ningsih (1998) menunjukkan pupuk kandang
kotoran sapi mempunyai kadar N 0,92%, P 0,23%, K 1,03%, Ca 0,38%,


Universitas Sumatera Utara

Mg 0,38%, yang akan dapat dimanfaatkan oleh tanaman kalau sudah
terurai. Peningkatan hasil produksi tanaman dengan pemberian pupuk
kandang bukan saja karena pupuk kandang merupakan sumber hara N dan
juga unsur hara lainnya untuk pertumbuhan tanaman, selain itu pupuk
kandang juga berfungsi dalam meningkatkan daya pegang tanah terhadap
pupuk yang diberikan dan meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK)
tanah (Karama, 1990).
Sebenarnya, kotoran dari semua jenis hewan dapat dipakai sebagai
pupuk. Namun kotoran yang berasal dari hewan-hewan peliharaan, seperti
kotoran sapi, kerbau, kelinci, ayam, kambing atau kuda adalah yang paling
sering digunakan. Pasalnya kotoran dari hewan peliharaan yang
dikandangkan gampang dikumpulkan. Pupuk organik yang sering
digunakan sebagai penambah bahan organik tanah adalah pupuk kandang
sapi, karena mudah diperoleh dibandingkan dengan pupuk kandang
lainnya (Rosmarkan dan Yuwono, 2002).
Pupuk kandang sapi berasal dari hasil dekomposisi kotoran sapi
baik itu berbentuk padat maupun cair. Unsur hara dalam pupuk kandang

sapi sangat bervariasi tergantung pada jenis pakan yang diberikan dan cara
penyimpanan pupuk kandang tersebut. Umumnya pupuk kandang sapi
mengandung nitrogen 0,97 %, pospor (P2O5) 0,69 %, potasium (K2O)
1,66%, magnesium (Mg)

1,0–1,5% dan unsur hara mikro

(Purwo, 2007).
Kompos Jerami Padi

Universitas Sumatera Utara

Kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami
degradasi/ penguraian/ pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak
dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau. Kompos
akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat.
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan
organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah (Isroi, 2008).
Limbah jerami padi, brangkasan jagung dan tongkol jagung merupakan

sumber bahan organik yang potensial untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Limbah tersebut selama ini belum dimanfaatkan secara optimal karena proses
dekomposisinya membutuhkan waktu yang lama, sehingga petani sering
membakar limbah tersebut untuk mempercepat pengolahan tanah (Sisworo, 2000).
Kendala utama jerami padi maupun brangkasan jagung sebagai bahan
organik adalah tingginya kadar selulosa sehingga pelapukannya memerlukan
waktu yang lama. Komposisi kimia jerami padi rata-rata adalah 6,86% protein,
30,2% serat dan 7,7% lignin. Oleh karena itu diperlukan adanya mikroorganisme
yang mampu mendekomposisi bahan yang mengandung selulosa dan lignin tinggi
dengan cepat (Sisworo, 2000)
Jerami adalah bahan organik yang banyak tersedia dari kegiatan budidaya
padi sawah. Jerami memiliki kandungan kalium yang sangat baik untuk kesuburan
tanah. Pemberian jerami ke tanah secara terus menerus dapat memperbaiki dan
meningkatkan kesuburan tanah. Kandungan kalium yang terdapat pada 5 ton
jerami setara dengan 50 kg pupuk KCl (BPTP, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Sutanto (2002) jerami padi secara tidak langsung mengandung
sumber senyawa N dan C sebagai dasar pembentuk substrat yang diperlukan
untuk metabolisme jasad renik yaitu gula, pati (starch), selulose, hemiselulose,
pektin, lignin, lemak dan protein. Selain itu, bokashi juga dapat memperbaiki tata
udara dan air tanah. Dengan demikian, perakaran tanaman akan berkembang
dengan baik dan akar dapat menyerap unsur hara yang lebih banyak, terutama
unsur hara N yang akan meningkatkan pembentukan klorofil, sehingga aktivitas
fotosintesis lebih meningkat dan dapat meningkatkan ekspansi luas daun. Untuk
mempercepat hilangnya limbah jerami, petani sering membakar jerami tersebut,
ataupun membawa jerami keluar lahan usaha untuk dimanfaatkan sebagai bahan
bakar, makanan ternak, bahan dasar biogas, media jamur merang maupun dijual
untuk bahan basah industri kertas. Pembakaran jerami menyebabkan hilangnya
seluruh kandungan unsur natrium, 25 % unsur fosfor, 20 % unsur kalium, 5-60 %
unsur Sulfur (Dobermann dan Fairhurst, 2002).
Suriadikarta dan Adimiharja (2001) menyatakan bahwa jerami padi dapat
menjadi sumber K yang murah dan mudah tersedia, karena setiap 5 ton jerami
minimum mengandung 90 Kg KCl. Pembakaran jerami akan mengakibatkan
kehilangan hara C sebanyak 94%, P 45%, K 75%, Ca 30% dan Mg 20% dari total
kandungan unsur hara tersebut dalam jerami.
Kompos TKKS
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) adalah Limbah Pabrik
Kelapa Sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton
TBS menghasilkan 230 kg tandan kosong kelapa sawit. Pengolahan dan
pemanfaatan TKKS oleh pabrik kelapa sawit masih sangat terbatas.

Universitas Sumatera Utara

Alternatif lain dengan menimbun (open dumping) untuk dijadikan mulsa di
perkebunan kelapa sawit atau diolah menjadi kompos (Hanum, 2009).
Tandan kosong kelapa sawit apabila diubah menjadi kompos tidak saja
mengandung nutrient, namun juga mengandung bahan- bahan organik yang
berguna bagi perbaikan, struktur organik (komponen pupuk) pada lapisan tanah
terutama pada kondisi tanah tropis. Pada proses pengomposan TKKS tidak
digunakan cairan asam dan bahan kimia lain sehingga tidak terdapat pencemaran/
polutan (Hanum, 2009).
Kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain:
1) membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan
tanaman, 2) bersifat homogen dan mengurangi resiko sebagai pembawa hama
tanaman, 3) merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air, 4) dapat
diaplikasikan pada berbagai musim (Pakpahan et al., 2013).
Keunggulan kompos TKKS yaitu mengandung unsur hara yang
dibutuhkan tanaman antara lain K, P, Ca, Mg, C dan N. Kompos TKKS dapat
memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah, dan mampu memperbaiki sifat
fisik, kimia dan biologi tanah. Selain itu kompos TKKS memiliki beberapa sifat
yang menguntungkan antara lain membantu kelarutan unsur-unsur hara yang
diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, bersifat homogen dan mengurangi resiko
sebagai pembawa hama tanaman, merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci
oleh air yang meresap dalam tanah dan dapat diaplikasikan pada sembarang
musim (Eleni, 2014).
TKKS merupakan limbah kelapa sawit yang kaya akan unsur
kalium. Bahan organik berpengaruh nyata terhadap panjang umbi, hal

Universitas Sumatera Utara

ini dikarenakan pemberian kompos tkks mengandung unsur K yang
berperan sebagai pembentukan karbohidrat ke bagian tanaman dan
mengaktifkan enzim untuk reaksi fotosintesis sehingga mempengaruhi
bobot dan panjang umbi
(BPTP, 2010).

Universitas Sumatera Utara