Pengaruh Fear Of Failure Terhadap Perilaku Kecurangan Akademik Pada Siswa SMA Al-Ulum Medan

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PERILAKU KECURANGAN AKADEMIK
1. Pengertian Perilaku Kecurangan Akademik
Menurut Oxford Dictionaries (1992) kecurangan merupakan tindakan
tidak jujur, tidak adil untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia karangan Purwadarminta (1967) kecurangan merupakan
ketidakjujuran, tidak lurus hati, tidak adil. Kecurangan menurut Davis, dkk (2009)
adalah strategi menipu atau merampas, mencuri, menyesatkan atau membodohi
orang lain.
Menurut

Jaffe

(2015)

mengatakan


bahwa

kecurangan

akademik

merupakan perwakilan akan karya orang lain sebagai milik diri sendiri. Hal ini
dapat dapat berupa berbagi pekerjaan dengan orang lain, membayar orang lain
untuk mengerjakan tugas, dan lain sebagainya. Menurut Hendricks (dalam Risky,
2009) kecurangan akademik merupakan perilaku yang mendatangkan keuntungan
bagi siswa secara tidak jujur, termasuk menyontek, plagiarisme, mencuri, dan
memalsukan sesuatu yang berhubungan dengan akademis.
Perilaku kecurangan akademik (mencontek) menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia karangan Purwadarminta (1967) adalah kegiatan mencontoh, meniru,
atau mengutip tulisan atau pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya. Perilaku
kecurangan akademik yang dikemukakan oleh Davis, dkk (2009) adalah menipu,
menyesatkan atau membodohi guru dengan berfikir bahwa karya akademik yang

Universitas Sumatera Utara


11

diajuakan

siswa

adalah

hasil

pekerjaannya

sendiri.

Gitanjali

(2004)

mengemukakan bahwa perilaku kecurangan akademis merupakan suatu tindakan
penipuan atau ketidakjujuran yang dilakukan secara sengaja pada saat memenuhi

atau menyelesaikan persyaratan dan/atau kewajiban akademis.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai kecurangan akademik dapat
disimpulkan bahwa kecurangan akademik merupakan perilaku curang yang dapat
menguntungkan

peserta

didik

seperti

menipu,

mencontek,

plagiarisme,

memalsukan dan mencuri sesuatu yang berkaitan dengan akademik.

2. Faktor-Faktor Perilaku Kecurangan Akademik

Perilaku Kecurangan akademis dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut
Davis, dkk (1992) yaitu:
1. Faktor Internal
Terdapat

beberapa

faktor

internal

yang

mempengaruhi

perilaku

kecurangan akademik, yaitu:
a. Usia, siswa yang lebih muda lebih banyak melakukan perilaku kecurangan
akademik daripada yang lebih tua

b. Jenis Kelamin, siswa pria lebih banyak melakukan perilaku kecurangan
akademik daripada siswa wanita. Penjelasan utama dari pernyataan ini
dapat dijelaskan dari teori sosialisasi peran jenis gender yakni wanita
bersosialisasi lebih mematuhi peraturan daripada pria.
c. Ketidaksukaan kepada guru, Guru merupakan salah satu faktor
penyebab perilaku kecurangan akademik terjadi, ketika siswa menganggap

Universitas Sumatera Utara

12

guru tersebut tidak menyenangkan maka siswa cenderung berperilaku
kecurangan akademik pada mata pelajaran tersebut.
d. Keinginan Membantu Teman, membantu teman untuk berperilaku
kecurangan akademik dipahami siswa dapat meningkatkan solidaritas
antarsiswa
e. Tipe Kepribadian, individu dengan kepribadian tipe A cenderung lebih
sering melakukan perilaku kecurangan akademik dibandingkan tipe B. Hal
ini dikarenakan kepribadian tipe A sangat kompetitif dan berorientasi pada
pencapaian, merasa waktu selalu mendesak, sulit untuk bersantai dan

menjadi tidak sabaran ketika berhadapan dengan keterlambatan atau
sesuatu yang tidak kompeten.
f. Moralitas, siswa dengan level kejujuran yang rendah lebih sering
melakukan perilaku kecurangan akademik. Selain itu, siswa dengan tingkat
religiusitas yang rendah cenderung lebih banyak melakukan perilaku
kecurangan akademik. Individu dengan tingkat perkembangan moral yang
rendah melakukan perilaku kecurangan lebih tinggi.
g. Prestasi Akademis, hubungan antara kecurangan akademis dengan
prestasi akademis tidak seperti hubungan kecurangan akademis dengan
usia atau jenis kelamin, melainkan memiliki hubungan yang konsisten.
Siswa yang memiliki prestasi akademis rendah lebih banyak melakukan
kecurangan akademis daripada siswa yang memiliki prestasi yang lebih
tinggi. Siswa yang memiliki prestasi akademik yang rendah berusaha
untuk memperoleh prestasi akademik yang lebih tinggi dengan cara

Universitas Sumatera Utara

13

berperilaku curang dan mengambil resiko daripada siswa dengan prestasi

tinggi
3. Faktor Eksternal
Terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi perilaku kecurangan
akademik, yaitu:
a. Keadaan Ruangan Kelas, Keadaan ruangan kelas yang sesak berpotensi
menyebabkan

terjadinya

perilaku

kecurangan

akademik.

Hal

ini

dikarenakan bahwa ketika individu duduk berdekatan dan memungkinkan

individu untuk saling melihat jawaban rekan lainnya.
b. Pertanyaan Pilihan Ganda, dapat meningkatkan perilaku kecurangan
akademik dikarenakan individu lebih mudah berkomunikasi karena ketika
pilihan jawaban berupa pilihan berganda mereka dapat menggunakan kodekode yang dipersiapkan.
c. Keuntungan Ekonomis, ketika individu menganggap perilaku kecurangan
akademik lebih menguntungkan, maka melakukan kecurangan akademik
cenderung dilakukan.
d. Keanggotaan perkumpulan siswa (Hendricks, 2004), siswa yang
tergabung dalam suatu perkumpulan (perkumpulan yang tidak resmi dari
sekolah, seperti: geng) akan lebih sering melakukan perilaku kecurangan.
Pada perkumpulan siswa diajarkan norma, nilai dan kemampuankemampuan yang berhubungan dengan mudahnya perpindahan perilaku
curang. Penyediaan catatan ujian lama, tugas-tugas lama mudah dicari dan
didapat pada suatu perkumpulan.

Universitas Sumatera Utara

14

3. Aspek-aspek Perilaku Kecurangan Akademik
Perilaku kecurangan akademik memiliki beberapa Aspek. Menurut Davis.

dkk (2009) aspek-aspek dari perilaku kecurangan akademis adalah:
1.

Mencontek, memberi, menerima, mengambil, menjiplak, atau mencontoh
bantuan atau informasi kepada/dari oranglain yang melanggar aturan
akademis

2.

Plagiarisme, mengambil dan menggunakan dengan sengaja hasil
pemikiran, metode dan kalimat orang lain tanpa izin, dan mengakuinya
sebagai hasil buah pemikiran sendiri

3.

Mencuri, mengambil hasil karya/ide (berupa data/bentuk fisik) milik
orang lain tanpa izin pemilik hasil karya/ide

4.


Pemalsuan, perilaku curang, tidak sah, tidak jujur dengan sengaja atau
tanpa izin yang berwenang, meniru, mengubah, atau membuat alasan palsu
yang berkaitan dalam hal akademik.

B. FEAR OF FAILURE
1. Pengertian Fear of Failure
Fear (takut) menurut Oxford Dictionaries (1992) adalah emosi tidak
menyenangkan,yang disebabkan oleh ancaman, rasa sakit, atau sesuatu yang
membahayakan. Fear menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) adalah perasaan
yang timbul ketika menghadapi sesuatu yang dianggap dapat mendatangkan
bencana. Budiarjo (dalam Chandrawati, 2011) menyebutkan bahwa fear
merupakan emosi akan rasa tertekan yang berkaitan dengan berbagai usaha untuk

Universitas Sumatera Utara

15

menghindar. Failure (gagal) menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) adalah
ketidakcapaian atau ketidakberhasilan dalam tujuan tertentu. Menurut Chaplin
(dalam Wibawa, 2014) adalah ketidaksanggupan dalam mencapai suatu hasil

tujuan yang diinginkan atau kegagalan dalam suatu usaha.
Fear of failure menurut Murray dan Atkinson (dalam Elliot dkk, 2004)
adalah kecenderungan akan penghindaran dari kegagalan yang dikarenakan
individu merasa malu dengan kegagalan yang dialami. Menurut Conroy dkk
(2007) fear of failure adalah perasaan cemas ketika situasi melibatkan
kemungkinan terjadinya berbagai macam konsekuensi negatif, baik yang berasal
dari internal atau eksternal.
Elliot & Thrash, (2004) mengatakan bahwa fear of failure merupakan
suatu bentuk reaksi penghindaran yang berdasarkan sebuah keberhasilan atau
sebuah pencapaian prestasi. Atkinson (dalam Conroy, Kaye, & Fifer, 2007)
menambahkan bahwa fear of failure merupakan dorongan untuk menghindari
kegagalan yang berhubungan dengan konsekuensi negatif dari kegagalan seperti
rasa malu, menurunnya konsep diri individu, dan menghilangnya pengaruh sosial.
Maka berdasarkan penjelasan di atas, fear of failure merupakan bentuk
penilaian ancaman akan konsekuensi negatif dari kegagalan secara berlebihan
yang berasal dari upaya-upaya pencapaian prestasi
2. Faktor-Faktor Fear of Failure
Conroy (dalam Nainggolan, 2007) selanjutnya mengemukakan bahwa fear
of failure disebabkan oleh:
a) Pengalaman pada awal masa kanak-kanak

Universitas Sumatera Utara

16

Pengalaman yang terjadi pada masa awal kanak-kanak dipengaruhi oleh
gaya pengasuhan orangtua. Anak-anak yang selalu dikritik oleh orangtua
dan selalu membatasi kegiatan anaknya dapat menimbulkan fear of failure.
Fear of failure juga dapat ditimbulkan karena orangtua terlalu melindungi
anaknya sehingga mengakibatkan anaknya kesulitan dan tidak bisa
mencapai suatu prestasi tanpa bantuan penuh dari orangtua karena merasa
takut melakukan kesalahan.
b) Karakteristik lingkungan
Karakteristik lingkungan berupa lingkungan keluarga dan sekolah.
Lingkungan keluarga yang penuh akan tuntutan berprestasi termasuk
penyebab fear of failure pada anak. Lingkungan sekolah juga menekan
dengan kompetisi agar mendapatkan nilai dan juara dalam bidang
akademik maupun non akademik.
c) Pengalaman belajar
Pengalaman individu dalam kesusksesan dan kegagalan dalam belajar
dapat mempengaruhi persaan individu akan fear of failure. Kesuksesan
yang dicapai dan diiringi oleh penghargaan yang diperoleh akan
mendorong

individu

untuk

terus

mencapai

kesuksesan,

dapat

memunculkan perasaan fear of failure. Fear of failure juga dapat
disebabkan oleh kegagalan yang dialami oleh individu dan individu
merasa tidak ingin mengalaminya lagi.

Universitas Sumatera Utara

17

d) Faktor subjektif dan kontekstual
Faktor berkaitan dengan struktur lingkungan individu dalam melaksanakan
performansi dan persepsi individu terhadap lingkungannya. Hal ini dapat
mempengaruhi penetapan akan tujuan dan sasaran pencapaian prestasi.
Lingkungan yang dipersepsikan tidak mentolerir adanya kegagalan akan
membuat individu mengalami fear of failure sehingga pencapaiannya
dalam prestasi hanya sekedar tidak gagal bukan kesuksesan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi fear of failure adalah pengalaman pada awal masa kanak-kanak,
karakteristik lingkungan, pengalaman belajar, dan yang terakhir faktor dari segi
subjektif dan konstektual.
3. Aspek – Aspek Fear of Failure
Aspek-aspek fear of failure Conroy, dkk (2007) adalah:
a. Ketakutan akan penghinaan dan rasa malu
Takut mempermalukan diri sendiri, apalagi ketika banyak orang yang
mengetahui tentang kegagalannya. Individu cemas akan yang orang lain
pikirkan tentang dirinya terkait dengan rasa malu dan penghinaan yang
akan dirasakan.
b. Ketakutan akan penurunan estimasi diri individu
ketakutan yang memunculkan rasa kurang atau tidak mampu akan diri
sendiri. Sehingga individu merasa tidak cukup pintar, tidak cukup
berbakat, tidak cukup berkompeten sehingga kesulitan dalam mengontrol
performansinya dengan baik.

Universitas Sumatera Utara

18

c. Ketakutan akan hilangnya pengaruh sosial
ketakutan akan penilaian orang lain terhadap diri individu. Individu takut
ketika individu gagal, maka orang yang penting untuknya tidak akan
memperdulikannya lagi, menjauhi, dan tidak mau menolongnya sehingga
merasa nilai orang lain akan dirinya akan menurun.
d. Ketakutan akan ketidakpastian masa depan
Ketakutan yang muncul ketika gagal dapat mengakibatkan akan
ketidakpastian akan masa depan dan merubah masa depan yang telah
dipersiapkan
e. Ketakutan akan mengecewakan orang yang penting baginya
Rasa takut akan pengecewaan dan memperoleh kritik dari orang lain yang
penting dalam hidup dan mempengaruhi performa individu.
Berdasarkan pada uraian di atas bisa dilihat bahwa aspek-aspek dari fear of
failure ini adalah ketakutan akan penghinaan dan rasa malu, ketakutan akan
penurunan estimasi diri individu, ketakutan akan hilangnya pengaruh sosial,
ketakutan akan ketidakpastian masa depan, dan ketakutan akan mengecewakan
orang yang dianggap penting baginya.

C. SMA AL-ULUM MEDAN
SMA Al-Ulum Medan yang terletak di Jalan Cemara No. 10 Medan
merupakan sekolah yang mendapatkan akreditasi A (Amat Baik) dalam sistem
pendidikannya. SMA Al-Ulum merupakan sekolah yang berlandasan Agama
Islam dalam sistem pendidikannya, sehingga sekolah ini dipercaya dapat

Universitas Sumatera Utara

19

menghasilkan SDM yang berkualitas, beriman, bertaqwa dan berakhlak alkarimah. SMA Al-Ulum Medan melakukan seleksi penerimaan bagi siswa-siswa
yang akan mengikuti pembelajaran di sekolah ini. Siswa di SMA ini berkisar usia
14-18 tahun. Siswa disekolah ini mencapai 555 siswa. Perincian daftar siswa
SMA Al-Ulum Medan akan digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Rincian Daftar Siswa SMA Al-Ulum Medan
PROGRAM
PENDIDIKAN
PLUS
REGULER
TOTAL

X IPA
26
84
110

X IPS
88
88

KELAS
XI IPA XI IPS
32
91
78
123
78

XII IPA
34
45
79

XII IPS
77
77

SMA Al-Ulum Medan memiliki dua program studi, yaitu program studi
reguler dan program studi plus. Program studi reguler merupakan program studi
yang biasa diterapkan oleh sekolah pada umumnya. Siswa kelas reguler SMA AlUlum mengikuti pelajaran dari pukul 07:30 hingga pukul 13:30 dengan dua kali
waktu istirahat. Program reguler ini memiliki dua jurusan, yaitu jurusan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Siswa SMA AlUlum Medan melakukan pembagian jurusan sejak kelas X-SMA, hal ini
dilakukan agar siswa lebih fokus dalam jurusan yang mereka pilih. Secara umum,
kelas reguler tidak banyak berbeda dengan sekolah pada umumnya. Beban
akademik dan tuntutan akan pendidikannya juga tidak jauh berbeda dengan
sekolah lainnya yaitu 10 mata pelajaran wajib.
Berbeda dengan kelas reguler, kelas plus memulai pelajaran dari pukul
07:30 hingga pukul 16:00. Sehingga para siswa menghabiskan waktu lebih lama

Universitas Sumatera Utara

20

disekolah dibandingkan dengan siswa kelas reguler. Siswa kelas plus tidak
memiliki pembagian jurusan, mereka hanya memiliki satu jurusan yaitu Ilmu
Pengetahuan Campuran (IPC) yang terdiri dari mata pelajaran IPA dan IPS. Kelas
plus ini juga mempelajari mata pelajaran agama lebih banyak daripada kelas
reguler, seperti mata pelajaran Al-Qur’an, Aqidah Akhlak, Bahasa Arab, dan
Ibadah di sore hari. Sehingga beban mata pelajaran wajib pada siswa plus SMA
Al-Ulum Medan adalah 17 mata pelajaran.
Siswa program kelas plus melakukan makan siang bersama, sholat Dzuhur
dan Ashar secara berjama’ah. Setiap selesai sholat Dzuhur siswa yang terpilih
(sesuai jadwal) harus melakukan kultum (kuliah tujuh menit) di depan seluruh
siswa dan guru dan sesi tanya jawab. Setelah kultum selesai siswa diberikan
kesempatan pembekalan dapat berupa pengerjaan PR, belajar, menghafal dan
lainnya. Sistem-sistem ini dilakukan agar tercapainya visi misi yang dibuat oleh
yayasan, seperti terciptanya SDM yang berkualitas, beriman, bertaqwa dan
berakhlak al-karimah, serta dapat menciptakan siswa yang lebih berani, percaya
diri dan meningkatkan rasa kekeluargaan yang tinggi.

D. PENGARUH

FEAR

OF

FAILURE

TERHADAP

PERILAKU

KECURANGAN AKADEMIK SISWA SMA AL-ULUM MEDAN
Pada siswa SMA tuntutan akan kurikulum lebih besar dibandingkan
dengan SMP, sehingga menuntut siswa untuk bekerja lebih ekstra dibandingkan
sebelumnya. Menurut Hurlock (2007) perasaan fear of failure pada siswa SMA
dapat meningkat karena kompetisi akan prestasi yang semakin meningkat pula.

Universitas Sumatera Utara

21

Tuntutan pada siswa SMA semakin besar dibandingkan siswa SMP, karena
kompetisi yang terjadi akan semakin besar pula.
Siswa harus mempersiapkan diri mereka lebih baik lagi dalam menghadapi
tugas-tugas sekolah, seperti PR, ujian semester, ujian nasional, bahkan persiapan
menghadapi ujian seleksi masuk perguruan tinggi. Siswa yang memiliki nilai
rapot dan prestasi yang terbaik dapat mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi
negri tanpa mengikuti ujian tertulis (Tarsudin, 2015). Hal ini juga dirasakan oleh
siswa SMA Al-Ulum Medan.
SMA Al-Ulum Medan adalah sekolah dengan latar belakang pendidikan
agama Islam yang mengajarkan siswa-siswanya untuk beriman, bertaqwa dan
berakhlak baik. Sekolah ini juga memiliki program studi reguler dan plus yang
mempelajari pendidikan agama Islam lebih banyak dibandingkan dengan program
studi lainnya. Siswa kelas plus SMA Al-Ulum Medan memiliki tuntutan yang
besar dalam pembelajarannya, seperti menguasai Ilmu Pengetahuan Campuran
(IPC) yaitu gabungan antara Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) dan tambahan pelajaran Agama Islam, sehingga total mata pelajaran
wajib pada kelas plus adalah 17 mata pelajaran. Para siswa kelas plus ini juga
memiliki tuntutan non-akademik seperti memberikan kultum (kuliah tujuh menit)
di depan seluruh siswa setelah sholat dzuhur.
Banyaknya tuntutan-tuntutan yang terjadi dapat memunculkan fear of
failure pada siswa. Fear of failure berkaitan dengan tugas yang dihadapi oleh
individu. Perasaan fear of failure akan mucul saat individu merasa sulit dan
muncul rasa ketidakmampuannya (Burka dkk, 2008). Menurut Hardiansyah

Universitas Sumatera Utara

22

(2011) fear of failure merupakan interpretasi negatif yang terjadi pada individu
terhadap suatu situasi. Menurut Conroy,dkk (2007) fear of failure merupakan
perasaan cemas yang timbul ketika situasi melibatkan kemungkinan terjadinya
berbagai macam konsekuensi negatif, baik yang berasal dari internal maupun
eksternal.
Menurut Conroy dkk (2007) faktor ketakutan akan kegagalan (fear of
failure) pada individu yaitu, karena adanya pengalaman diawal masa kanakkanak, pengalaman belajar akan kegagalan dan kesuksesan akan mempengaruhi
perasaan fear of failure pada individu, dan faktor subjektif dan kontekstual seperti
lingkungan yang tidak mentolerir terjadinya kegagalan. Fear of failure dapat
menjadi motivasi bagi seseorang untuk mencapai prestasi tetapi fear of failure
juga dapat menimbulkan dampak negatif yang akhirnya membuat seseorang
kehilangan motivasinya (Nainggolan dalam Sebastian, 2013).
Dampak negatif yang terjadi karena fear of failure salah satunya
memunculkan keinginan untuk berperilaku curang dalam akademik. Menurut
Davis, dkk (2009) perilaku kecurangan akademik merupakan strategi untuk
menipu, menyesatkan atau membodohi guru agar berfikir bahwa karya akademik
yang diajukannya adalah hasil pekerjaannya sendiri. Sedangkan menurut Gitanjali
(2004) mengemukakan bahwa perilaku kecurangan akademik merupakan suatu
tindakan penipuan atau ketidakjujuran yang dilakukan secara sengaja pada saat
memenuhi atau menyelesaikan persyaratan dan/atau kewajiban akademis.
Perilaku kecurangan akademik dilakukan karena ketidak cukupan waktu
untuk belajar, tekanan untuk dapat nilai yang baik, stress, pencegahan yang tidak

Universitas Sumatera Utara

23

efektif, materi pelajaran yang sulit, ketidaksukaan terhadap sistem pembelajaran
(Davis,. dkk, 1992; Hoswell,. Dkk, 1999; Harding,. Dkk, 2004). Menurut Davis,
dkk (2009) siswa melakukan perilaku kecurangan akademik karena mereka takut
mendapatkan hasil yang di bawah rata-rata yang dapat mengakibatkan mereka
gagal. Hal ini juga dapat terjadi pada siswa SMA Al-Ulum Medan.
Maka berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melihat pengaruh
fear of failure terhadap perilaku kecurangan akademik pada siswa SMA Al-Ulum
Medan.
E. HIPOTESA PENELITIAN
Berdasarkan uraian teoritis di atas yang telah dikemukakan, maka hipotesa
yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh fear of failure terhadap
perilaku kecurangan akademik pada siswa SMA Al-Ulum Medan.

Universitas Sumatera Utara