Peranan Pemerintah Desa Untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan (Studi Kasus Desa Pekubuan Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia yang lahir pada 17 Agustus 1945 adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahannya, daerah Indonesia terdiri atas
beberapa
daerah/wilayah
provinsi,
dan
disetiap
daerah/wilayah
provinsi
terdapat
daerah/wilayah kabupaten/kota. Selanjutnya di tiap daerah kabupaten/kota terdapat satuan
pemerintahan terendah yang disebut desa dan kelurahan. Dengan demikian desa dan
kelurahan merupakan satuan pemerintahan terendah dibawah kabupaten/kota.
Desa dan kelurahan adalah dua satuan pemerintahan terendah dengan status berbeda.
Desa adalah satuan pemerintahan yang diberi hak otonomi adat, yaitu merupakan wilayah
dengan batas-batas tertentu sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang berhak mengatur
dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan asal-usulnya. Sedangkan kelurahan
adalah satuan pemerintahan administrasi yang hanya merupakan kepanjangan tangan dari
pemerintah kabupaten/kota. Jadi, kelurahan bukan badan hukum melainkan hanya sebagai
tempat beroperasinya pelayanan pemerintahan dari pemerintah kabupaten/kota di wilayah
kelurahan setempat, berbeda dengan desa yang merupakan badan hukum.
Dalam konteks Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang
untuk
mengatur
dan
mengurus
Urusan Pemerintahan,
kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Berbeda dengan kelurahan yaitu merupakan satuan pemerintahan
1
Universitas Sumatera Utara
2
dibawah kecamatan yang merupakan wilayah pelayanan dari kabupaten/kota, kelurahan
hanyalah wilayah pelayanan pejabat yaitu lurah, yang diberi tugas oleh bupati/walikota
dibawah koordinasi camat.
Menurut P.J.Bournen (1971: 19) desa adalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan
bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya saling mengenal; kebanyakan yang
termasuk didalamnya hidup dari pertanian, perikanan, dan sebagainya usaha-usaha yang
dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat
banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan, dan kaedah-kaedah sosial. Sedangkan
menurut I.Nyoman Beratha (1982: 27) desa atau dengan nama aslinya yang setingkat yang
merupakan kesatuan masyarakat hukum berdasarkan susunan asli adalah suatu “badan
hukum” dan adalah pula “badan pemerintahan”,yang merupakan bagian wilayah kecamatan
atau wilayah yang melingkunginya. Selanjutnya menurut R.H. Unang Soenardjo desa adalah
suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap dalam suatu
wilayah yang tertentu batas-batasnya; memiliki ikatan lahir dan batin yang sangat kuat, baik
karena seketurunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan politik, ekonomi,
sosial, dan keamanan; memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama-sama; memiliki
kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri
(dalam Hanif Nurcholis,2011 :4). Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik suatu
pemahaman bahwa desa adalah suatu wilayah yang didiami oleh sejumlah penduduk yang
saling mengenal atas dasar hubungan kekerabatan atau kepentingan politik, sosial, ekonomi,
dan keamanan yang dalam pertumbuhannya menjadi kesatuan masyarakat hukum
berdasarkan adat sehingga tercipta ikatan lahir batin antara masing-masing warganya, di
dalam desa juga terdapat organisasi yang menjalankan pemerintahan desa yang dipilih
bersama sama oleh masyarakatnya, selain itu juga dapat kita pahami bahwa desa juga
mempunyai hak untuk mengatur rumah tangga sendiri.
Universitas Sumatera Utara
3
Sebagai sebuah satuan pemerintahan terkecil, tentu saja desa memiliki organisasi
yang berfungsi menjalankan pemerintahan. Dalam konteks Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah, pemerintahan desa terdiri atas Kepala Desa atau yang
disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Desa.
Pemerintah desa seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 di atas yakni Kepala Desa beserta perangkatnya sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa memiliki peran besar dalam mewujudkan pembangunan di suatu desa.
Pembangunan biasanya didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan
secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu Negara atau bangsa menuju modernitas
dalam rangka pembinaan bangsa, misalnya pembangunan dibidang ekonomi, apabila
pembangunan ekonokmi telah berjalan dengan baik maka pembangunan dibidang lain akan
berjalan dengan baik (Siagian, 2000:4). Suatu skema baru otonomi daerah yang didalamnya
termuat semangat melibatkan masyarakat, dengan menekankan bahwa kualitas otonomi
daerah akan ditentukan oleh sejauh mana keterlibatan masyarakat, maka dengan sendirinya
harus adanya seluruh aspirasi masyarakat semenjak dini (Abe, 2005).
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah juga harus ada sebab
masyarakat adalah pemilik kedaulatan dan masyarakat adalah subjek dalam pembangunan.
Selain itu, program-program yang dirumuskan dan dilaksanakan secara partisipasi turut
memberikan kesempatan secara langsung kepada masyarakat dalam perencanaan yang
menyangkut kesejahteraan mereka. Dalam pembangunan, partisipasi masyarakat merupakan
salah satu elemen proses pembangunan desa, oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam
pembangunan perlu dibangkitkan terlebih dahulu oleh pihak lain seperti pemerintah desa,
sehingga dengan adanya keterlibatan pemerintah desa besar kemungkinan masyarakat akan
merasa diberi peluang atau kesempatan ikut serta dalam pembangunan, karena pada dasarnya
Universitas Sumatera Utara
4
menggerakkan partisipasi masyarakat desa merupakan salah satu sasaran pembangunan desa
itu sendiri. Masyarakat sebagai subjek pembangunan berarti masyarakat terkena langsung
atas kebijakan dan kegiatan pembangunan. Dalam hal ini masyarakat perlu ikut dilibatkan
baik dari segi formulasi kebijakan maupun aplikasi kebijakan tersebut, sebab merekalah yang
dianggap lebih tahu kondisi lingkungannya.
Salah satu wujud kepemerintahan yang baik ialah suatu kepemerintahan yang
memperhatikan dan responsif terhadap kehendak dan aspirasi masyarakat serta melibatkan
mereka (partisipasi) dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut berbagai aspek
kepentingan masyarakat (kebijakan publik). Masyarakat dilibatkan dan berpartisipasi dalam
penyusunan program pembangunan serta pengambilan kebijakan, baik yang diambil dalam
forum legislatif maupun eksekutif atau secara bersama-sama. Selain itu juga manajemen
kepemerintahan dilaksanakan secara terbuka dan transparan, serta dapat dipertanggung
jawabkan (akuntabel) kepada masyarakat, menggunakan prinsip-prinsip pelayanan untuk
kepuasan masyarakat, efisiensi, dan efektivitas.
(http://www.kompasiana.com/simonmanalu/konsep-
otonomi-daerah-good-governance-dan-reinventing-government-dalam-pembangunan-daerah diakes pada 13
November 2015 pukul 6.21)
Peran serta langsung masyarakat desa sangat diperlukan dalam mewujudkan
pembangunan di desa itu sendiri dan terus diperkuat dan diperluas. Dengan demikian istilah
partisipasi tidak sekedar menjadi retorika semata tetapi diaktualisasikan secara nyata dalam
berbagai kegiatan dan pengambilan kebijakan pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam
pembangunan mutlak diperlukan, tanpa adanya partisipasi masyarakat pembangunan
hanyalah menjadikan masyarakat sebagai objek semata. Memang dalam kenyataan seringkali
masyarakat merasa “tidak memiliki” dan “acuh tak acuh” terhadap program pembangunan
yang ada. Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga
masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
5
hingga monitoring dan evaluasi pembangunan, terlebih apabila kita akan melakukan
pendekatan pembangunan dengan semangat kualitas.
Partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari yang berupa keikutsertaan
langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung,
seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan
kebijakan pemerintah. Namun demikian ragam dan kadar partisipasi seringkali ditentukan
secara massa yakni dari banyaknya individu yang dilibatkan. Padahal partisipasi masyarakat
pada hakikatnya akan berkaitan dengan akses masyarakat untuk memperoleh informasi.
Hingga saat ini partisipasi masyarakat masih belum menjadi kegiatan tetap dan terlembaga
khsususnya dalam pembuatan keputusan. Sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas
pada keikutsertaan dalam pelaksanaan program-program atau kegiatan pemerintah, padahal
partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tapi juga mulai tahapan
perencanaan bahkan pengambilan keputusan.
Adanya kebijakan otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada daerah
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi yang berkembang pada masyarakat. Kebijakan tersebut memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk turut serta berpartisipasi dalam seluruh proses kebijakan
pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pengawasan. Untuk
mewujudkan kegiatan pembangunan yang lebih demokratis sebagai upaya dalam mendukung
berjalannya roda pemerintahan, pemerintah pusat telah memberikan wewenang kepada
daerah untuk lebih menentukan nasib pembangunan daerah itu sendiri melalui UU No. 23
Tahun 2014 tetang Pemerintah Daerah. Maksud dan tujuan Undang-Undang tersebut adalah
menciptakan pemerataan pembangunan nasional dalam mengatasi kesenjangan antar daerah,
karena dengan pembangunan daerah itulah yang akan dapat menjangkau pelosok negeri.
Universitas Sumatera Utara
6
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kewenangan Desa
meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Kemudian
selanjutnya dalam pasal 18 diatur mengenai kewenangan desa yang mencakup:
a. kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. kewenangan lokal berskala Desa;
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pemerintah daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah daerah yang
dilakukan oleh lembaga pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pemerintah daerah yang dimaksud adalah termasuk didalamnya pemerintah desa. Pemerintah
desa diharapkan mampu membentuk daerah baik kemampuan ekonomi, potensi daerah,
kependudukan, sosial politik maupun pertahanan dan keamanan. Disini jelas bahwa
pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi penyelenggaraan otonomi daerah
perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar Pemerintahan Daerah.
Hakikat otonomi daerah adalah efisiensi dan efektifitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan, yang ada pada akhirnya bernuansa pada pemberian pelayanan kepada
masyarakat yang hakikatnya semakin lama semakin baik, disamping untuk memberi peluang
peran serta masyarakat dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan secara luas dalam
konteks demokrasi, dan bila dikaitkan dengan pemerintah desa yang keberadaanya adalah
berhadapan langsung dengan masyarakat, maka sejalan dengan otonomi daerah yang
Universitas Sumatera Utara
7
dimaksud. Upaya untuk memberdayakan pemerintah desa harus dilaksanakan, karena posisi
pemerintah yang paling dekat masyarakat adalah pemerintah desa. Peran serta masyarakat
dan partisipasinya dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan desa dari seluruh
aspeknya, tidak akan dapat berjalan secara maksimal, bilamana pemerintah desa (Kepala
Desa) sebagai orang yang terdepan dengan memiliki kewenangan untuk menggerakkan
masyarakat sebagai administrator pembangunan besifat apatis atau acuh tak acuh terhadap
kondisi masyarakatnya dan pemerintahannya, maka yang terjadi adalah kefakuman.
Hal yang menarik dan sejauh pengamatan penulis di Desa Pekubuan Kecamatan
Tanjung Pura Kabupaten Langkat terlihat bahwa pemerintah desa (Kepala Desa) belum
maksimal dalam melakukan fungsi motivator sebagai pemerintah desa. Desa Pekubuan yang
berada di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat ini terdiri dari 10 dusun. Dan sejauh
pengamatan penulis sebelum melakukan penelitian memang berbagai program pembangunan
telah tampak di Desa Pekubuan Kabupaten Langkat ini seperti pengaspalan jalan di gang
yang ada di desa Pekubuan ini meskipun belum seluruhnya, selain itu juga ada program
pembangunan rumah atau bedah rumah bagi masyarakat desa yang kurang mampu. Progam
bedah rumah ini merupakan program yang memberikan kesempatan bagi masyarakat yang
kurang mampu untuk memiliki rumah yang layak huni. Jadi, bagi masyarakat Desa Pekubuan
yang belum memiliki rumah layak huni sesuai standar akan mendapatkan bantuan berupa
program bedah rumah ini. Progam bedah rumah ini dilakukan atas dasar partisipasi
masyarakat Desa Pekubuan dalam hal pembangunannya. Namun, dalam program ini tidak
semua masyarakat ikut terlibat. Hanya sebagian masyarakat yang ikut berpartisipasi secara
aktif dalam program tersebut. Sebagian lagi acuh tak acuh. Tentu dalam hal ini dibutuhkan
peranan dari pemerintah desa untuk memberikan dorongan agar masyarakat mau ikut
berpartisipasi. Karena partisipasi dari masyarakat desa akan sangat berpengaruh dalam
pembangunan desa itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
8
Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Peranan Pemerintah Desa Untuk Meningkatkan Partisipasi
Masyarakat Dalam Pembangunan” (Studi Kasus di Desa Pekubuan Kecamatan
Tanjung Pura Kabupaten Langkat).
1.2. Fokus Masalah
Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut fokus masalah. Fokus masalah
dibuat agar ada batasan yang jelas terhadap suatu penelitian. Adapun yang menjadi fokus
masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana partisipasi yang
dilakukan oleh masyarakat serta bagaimana peran pemerintah desa dalam meningkatkan
pastisipasi masyarakat desa tersebut.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1.
Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan di Desa Pekubuan Kecamatan
Tanjung Pura?
2.
Bagaimana peran pemerintah desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan di Desa Pekubuan Kecamatan Tanjung Pura?
1.4. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau
apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di Desa
Pekubuan Kecamatan Tanjung Pura.
Universitas Sumatera Utara
9
2.
Untuk mengetahui peranan pemerintah desa dalam mendorong partisipasi masyarakat
dalam penyelenggaraan pembangunan di Desa Pekubuan Kecamatan Tanjung Pura.
3.
Untuk mengetahui faktor-fakor penghambat dan pendorong yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di Desa Pekubuan.
1.5. Manfaat Penelitian
Setelah selesai penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi
kami sendiri maupun pihak lain yang berkepentingan dalam penelitian ini. Adapun manfaat
penelitian yang diharapkan adalah:
1.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas
Ilmu Sosil dan Ilmu Politik dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang
mengunakannya.
2.
Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran mengenai
permasalahan dan juga masukan bagi pemerintah desa dan masyarakat di Desa Pekubuan
dalam melaksanakan pembangunan.
3.
Sebagai bahan informasi bagi pihak yang berkepentingan terutama pemerintah desa dan
masyarakat dalam pembangunan desa.
4.
Bagi penulis, berguna untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan brfikir dan
melatih penulis dalam menerapkan teori-teori yang diperoleh selama masa perkuliahan.
1.6. Kerangka Teori
Menurut Masri Singarimbun, (1989 : 37) bahwa teori adalah serangkaian asumsi,
konsep, konstrak, definisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara
sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Kerangka teori dimaksudkan
untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori – teori yang akan dipakai
Universitas Sumatera Utara
10
dalam landasan penelitian yang akan dilakukan. Maka sebelum melakukan penelitian perlu
dijelaskan terlebih dahulu kerangka teori yang menjadi landasan penelitian, yaitu sebagai
berikut:
1.6.1. Peranan Pemerintah Desa
1.6.1.1 Peranan
Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat
diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan peranan adalah
bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).
Menurut Soekanto (1990:268) peranan meliputi norma yang dihubungkan dengan posisi
seseorang dalam masyarakat sebagai rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan sosial. Artinya adalah posisi yang dimiliki seseorang tersebut seperti kepala desa
yang merupakan pemerintah desa, dengan posisi tersebut pemerintah desa akan lebih
memiliki wewenang untuk menegakkan peraturan-peraturan dalam kehidupan masyarakat
sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2004:148)
peranan diartikan sebagai perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi
tertentu.
Adapun peranan seseorang seperti yang dikatakan oleh Levinson (1996:204) meliputi:
1.
Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang
dalam masyarakat. Peranan disini di artikan sebagai rangkaian peraturan yang
memimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
2.
Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
3.
Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting sebagai struktur
sosial masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
11
1.6.1.2. Desa
Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sansekerta yaitu deca yang berarti
tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village
diartikan sebagai “a groups of houses or shops in a country area, smaller than a town”.
Desa menurut HAW. Widjaja (2004: 3) dalam bukunya yang berjudul “Otonomi
Desa” menyatakan bahwa “Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam
mengenai
pemerintahan
desa
adalah
keanekaragaman,
partisipasi,
otonomi
asli,
demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.
Kemudian para pakar mendefinisikan desa sebagai berikut (dalam Hanif Nurcholis,
2011:4):
1. Menurut R.Birtanto (1968: 95)
Desa adalah suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis
sosisal ekonomis, politis, dan cultural yang terdapat disitu dalam hubungan dan pengaruh
timbal balik dengan dearah-daerah lain.
2. Menurut P.J.Bournen (1971: 19)
Desa adalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak bebrapa ribu orang,
hampir semuanya saling mengenal; kebanyakan yang termasuk didalamnya hidup dari
pertanian, perikanan, dan sebagainya usaha-usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan
kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang
rapat, ketaatan, dan kaedah-kaedah sosial.
Universitas Sumatera Utara
12
3. Menurut I.Nyoman Beratha (1982: 27)
Desa atau dengan nama aslinya yang setingkat yang merupakan kesatuan masyarakat
hukum berdasarkan susunan asli adalah suatu “badan hukum” dan adalah pula “badan
pemerintahan”,yang
merupakan
bagian
wilayah
kecamatan
atau
wilayah
yang
melingkunginy.
4. Menurut R.H Unang Soenardjo (1984: 11)
Desa adalah suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap
dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya; memiliki ikatan lahir dan batin yang
sangat kuat, baik karena seketurunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan
politik, ekonomi, sosial dan keamanan; memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama;
memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah
tangga sendiri. Berdasarkan beberapa penjalasan dari para ahli diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Desa adalah suatu wilayah yang didiami oleh sejumlah penduduk yang
Saling mengenal atas dasar hubungan kekerabatan dan/atau kepentingan politik, sosial,
ekonomi, dan keamanan yang dalam pertumbuhannya menjadi kesatuan masyarakat hukum
berdasarkan adat sehingga tercipta ikatan lahir batin antara masing-masing Warganya,
umumnya warganya hidup dari pertanian, mempunyai hak mengatur rumah tangga sendiri,
dan secara administratif berada dibawah pemerintahan kabupaten/kota.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik suatu pemahaman bahwa desa adalah
suatu wilayah yang didiami oleh sejumlah penduduk yang saling mengenal atas dasar
hubungan kekerabatan atau kepentingan politik, sosial, ekonomi, dan keamanan yang dalam
pertumbuhannya menjadi kesatuan masyarakat hukum berdasarkan adat sehingga tercipta
ikatan lahir batin antara masing-masing warganya, di dalam desa juga terdapat organisasi
yang menjalankan pemerintahan desa yang dipilih bersama sama oleh masyarakatnya, selain
Universitas Sumatera Utara
13
itu juga dapat kita pahami bahwa desa juga mempunyai hak untuk mengatur rumah tangga
sendiri.
Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab 1 ayat 1 merumuskan desa sebagai
berikut: “Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang
untuk
mengatur
dan
mengurus
Urusan Pemerintahan,
kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia”
1.6.1.3. Pemerintah Desa
Pemerintah desa seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa yakni Kepala Desa beserta perangkatnya sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Desa memiliki peran besar dalam mewujudkan pembangunan di suatu desa.
Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa warga Negara Republik Indonesia yang
syarat selanjutnya dan tata cara pemilihan diatur oleh Peraturan Daerah yang berpedoman
kepada Peraturan Pemerintah. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam
pemilihan kepala desa ditetapkan sebagai kepala desa. Pemilihan kepala desa dalam kesatuan
masyarakat hukum dapat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan diakui
keberadaannya berlaku ketentuan, hukum adat istiadat setempat yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pemerintah desa adalah unsur penyelenggaraan pemerintah desa, menurut Nurcholis
(2005:138) pemerintah mempunyai tugas pokok:
1.
Melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum, membangun dan
membina masyarakat
Universitas Sumatera Utara
14
2.
Menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten
Dari tugas pokok tersebut lahirlah fungsi pemerintah desa yang berhubungan
langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Fungsi pemerintah desa
merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu didalam
situasi sosial suatu kelompok masyarakat (Rivai, 2004:53).
Adapun fungsi pemerintah desa secara operasional dapat dibedakan dalam fungsi
pokok, yaitu sebagai berikut:
1.
Fungsi Instruktif
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemerintah sebagai komunikator merupakan
pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana pemerintah itu dikerjakan
agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif.
2.
Fungsi Konsultatif
Fungsi ini digunakan sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan sebagai usaha
untuk menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan mungkin perlu
konsultasi dengan masayarakat-masyarakat yang di pimpinnya.
3.
Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini pemerintah desa berusaha mengaktifkan masyarakatnya,
baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi
tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa
kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.
4.
Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau
menetapkan baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan pemerintah. Fungsi delegasi
ini pada dasarnya berarti kepercayaan.
Universitas Sumatera Utara
15
5.
Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus mampu
mengantar aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam. Koordinasi yang efektif, sehingga
memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Dalam melaksankan fungsi
pengendalian pemimpin dapat mewujudkannya melalui kegiatan bimbingan, pengarahan,
koordinasi dan pengawasan.
Berdasarkan pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
pemerintah desa yang dalam hal ini adalah kepala desa bertugas menyelenggarakan
Pemerintahan Desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa. Pertama, urusan pemerintahan yang dimaksud adalah
pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan
peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan Badan Usaha Milik
Desa, kerjasama antar desa. Kedua, urusan pembangunan yang dimaksud adalah dalam hal
penyediaan sarana prasarana fasilitas umum desa seperti jalan desa, jembatan desa, irigasi
desa, pasar desa. Ketiga, urusan kemasyarakatan ialah pembinaan kehidupan sosial budaya
masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, adat istiadat. Keempat, pemberdayaan
masyarakat adalah bagaimana memanfaatkan potensi sumber daya manusia yang ada di desa
dalam melakukan pembangunan desa.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Kepala Desa berwenang:
a.
memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b.
mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;
c.
memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;
d.
menetapkan Peraturan Desa;
e.
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
f.
membina kehidupan masyarakat Desa;
Universitas Sumatera Utara
16
g.
membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
h.
membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar
mencapai
perekonomian
skala
produktif
untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran
masyarakat Desa;
i.
mengembangkan sumber pendapatan Desa;
j.
mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa;
k.
mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
l.
memanfaatkan teknologi tepat guna;
m. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;
n.
mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
o.
melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Kemudian selanjutnya diatur bahwa Kepala Desa berhak:
a.
mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa;
b.
mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;
c.
menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah,
serta
d.
mendapat jaminan kesehatan;
e.
mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan
f.
memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.
Kepala Desa berkewajiban:
a.
memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar
Negara
Universitas Sumatera Utara
17
b.
Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan
Negara
c.
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
d.
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
e.
memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
f.
menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;
g.
melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
h.
melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional,
efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;
i.
menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa;
j.
menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik;
k.
mengelola Keuangan dan Aset Desa;
l.
melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa;
m. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;
n.
mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;
o.
membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
p.
memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;
q.
mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan
r.
memberikan informasi kepada masyarakat Desa.
Dari ketentuan diatas telah dijelaskan fungsi dan tugas pemerintah desa akan tetapi
perlu diketahui bahwa pentingnya kerjasama dengan orang lain dalam rangka pencapaian
tujuan, apakah itu tujuan individu atau kelompok. Berangkat dari kenyataan bahwa secara
interen dalam diri setiap manusia terdapat keterbatasan-keterbatasan, baik dalam arti fisik
maupun intelektual. Dalam berbagai keterbatasan tersebut tidak memungkinkan seseorang
Universitas Sumatera Utara
18
manusia memuaskan segala keinginan, harapan, cita-cita dan kebutuhannya apabila bekerja
sendirian tanpa bantuan oleh orang lain.
1.6.2. Partisipasi Masyarakat
1.6.2.1. Pengertian Partisipasi
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris participate yang artinya mengikutsertakan, ikut
mengambil bagian (Willie Wijaya, 2004:208). Menurut Juliantara (2004:84) partisipasi
diartikan sebagai keterlibatan setiap warga Negara yang mempunyai hak dalam pembuatan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi yang mewakili
kepentingannya, partisipasi masyarakat merupakan kebebasan berbicara dan berpartisipasi
secara konstruktif.
Pengertian partisipasi selalu dikaitkan atau bersinonim dengan peran serta. Seorang
ilmuan yang bernama Keith Davis mengemukakan definisinya tentang partisipasi yang
diikiuti oleh R.A. Santoso Sastropoetro (1988: 13) sebagai berikut:
“Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental dan pikiran atau moral atau
perasaan di dalam situasi kelompok yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada
kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang
bersangkutan.” Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka partisipasi itu tidak berdasarkan
keterlibatan secara fisik dalam pekerjaannya tetapi menyangkut keterlibatan diri seseorang
sehingga akan menimbulkan tanggung jawab dan sumbangan yang besar terhadap kelompok.
Pengertian yang sederhana tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal dan
Dedi Supriadi (2001: 201-202), dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat
keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian
saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi juga berarti bahwa
kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan,
dan memecahkan masalahnya.
Universitas Sumatera Utara
19
H.A.R. Tilaar (2009:287) mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari
keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi dimana
diupayakan
antara
lain
perlunya
perencanaan
dari
bawah
(button-up)
dengan
mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan masyarakatnya.
Menurut Soegarda Poerbakawatja partisipasi adalah: Suatu gejala demokrasi dimana
orang diikutsertakan di dalam perencanaan serta pelaksanaan dari segala sesuatu yang
berpusat pada kepentingan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat
kematangan dan tingkat kewajibannya (Soegarda Poerbakawatja, 1981:251).
Berdasarkan pengertian di atas, bahwa konsep partisipasi memiliki makna yang luas
dan beragam. Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan partisipasi adalah suatu wujud dari
peran serta masyarakat dalam aktivitas berupa perencanaan dan pelaksanaan untuk mencapai
tujuan pembangunan masyarakat. Wujud dari partisipasi dapat berupa saran, jasa, ataupun
dalam bentuk materi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suasana demokratis.
Partisipasi juga dapat dipahami dalam dua hal yaitu: pertama, partisipasi merupakan
sebuah alat, dimana partisipasi dilihat sebagai sebuah teknik untuk mambantu memajukan
program desa atau disebut pembangunan partisipasi. Kedua, partisipasi sebagai sebuah tujuan
itu sendiri yang dapat dinyatakan sebagai pemberdayaan rakyat yang dipandang dari segi
perolehan keahlian, pengetahuan dan pengalaman masyarakat untuk mengambil tanggung
jawab yang lebih besar untuk membangun.
Di dalam suatu masyarakat yang sudah berkembang, maka tingkat partisipasi
masyarakat tersebutpun boleh dikatakan cukup baik, tingkat ini tergantung dari kesadaran
masyarakat adalah tanggung jawabnya terhadap pembangunan, rasa tanggung jawab dan
kesadaran ini harus muncul apabila mereka dapat menyetujui suatu hal atau dapat menyerap
suatu nilai. Untuk itulah diperlukan adanya perubahan sikap mental kearah yang lebih baik
yang dapat mendukung pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
20
Menurut Adisasmita (2006:38) partisipasi masyarakat dapat di definisikan sebagai
keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam
perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan.
Peningkatan
partisipasi
masyarakat
tersebut
merupakan
salah satu
bentuk
pemberdayaan masyarakat (social empowerment) secara aktif yang berorientasi pada
pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat (pedesaan). Pemberdayaan
masyarakat merupakan upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya masyarakat
pedesaan secara lebih aktif dan efisien, yaitu dalam hal sebagai berikut:
a. Aspek masukan atau input (SDM, dana, peralatan/sarana, data, rencana, dan teknologi)
b. Aspek proses (pelaksanaan, monitoring, dan pengawasan)
c. Aspek keluar atau output (pencapaian sasaran, efektivitas dan efesiensi)
Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dan didengarkan dalam
berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat umum ikut serta dengan
pemerintah memberikan bantuan guna meningkatkan, memperlancar, mempercepat, dan
menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat diartikan
sebagian “pengikutsertaan” atau pengambilan bagian dalam kegiatan bersama.
Menurut Dwipayana (2003:81), partisipasi menyangkut dua dimensi yakni keluar dan
kedalam. Yang pertama, menyangkut partisipasi yang melibatkan pemerintahan itu sendiri
dan kedua, menyangkut partisipasi warga desa terhadap jalannya pemerintahan. Partisipasi
yang melibatkan pemerintahan itu sendiri adalah menyangkut seberapa besar keikutsertaan
aparatur desa dalam pembangunan desa, hal ini dapat tercermin dari penegakkan demokrasi,
manjalin hubungan yang harmonis dengan lembaga adat ataupun agama yang ada,
pengelolaan konflik dan menciptakan masyarakat yang mandiri serta menjalankan
pemerintahan yang baik dan benar sesuai dengan koridor hukum dan peraturan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
21
1.6.2.2. Prinsip Partisipasi
Partisipasi diasumsikan mempunyai aspirasi, nilai budaya yang perlu diakomodasikan
dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu program pembangunan (Soetrisno,
1995:207).
Pada sastropoetro (1988:13-14), Keith Davis mengemukakan 3 (tiga) gagasan yang
penting dalam menerapkan partisipasi, yaitu:
1.
Bahwa partisipasi sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan
perasaan, lebih daripada semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.
2.
Adalah memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok,
hal ini berarti bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu
kelompok karena seseorang menjadi anggota atau kelompok karena nilainya.
3.
Unsur ketiga adalah tanggung jawab, yaitu segi yang menonjol dari rasa menjadi
anggota. Diakui sebagai anggota artinya ada rasa “sense of belonging”.
Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah meningkatnya kemampuan
(pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam
sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan
keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang. Adapun
prinsip-prinsip partisipasi tersebut, sebagaimana tertuang dalam Panduan Pelaksanaan
Pendekatan Partisipatif yang disusun oleh Department for International Development (DFID)
(dalam Monique Sumampouw, 2004: 106-107) adalah:
1.
Cakupan. Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena
dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek pembangunan.
2.
Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership). Pada dasarnya setiap orang
mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta mempunyai hak untuk
Universitas Sumatera Utara
22
menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna membangun
dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing- masing pihak.
3.
Transparansi. Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan
iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog.
4.
Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership). Berbagai pihak yang
terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk
menghindari terjadinya dominasi.
5.
Kesetaraan
Tanggung
Jawab
(Sharing
Responsibility).
Berbagai
pihak
mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya
kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya dalam proses
pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya.
6.
Pemberdayaan (Empowerment). Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari
segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui
keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar
dan saling memberdayakan satu sama lain.
7.
Kerjasama. Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk
saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada,
khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia.
1.6.2.3. Bentuk – Bentuk Partisipasi
Partisipasi dapat dibagi dalam berbagai bentuk. Partisipasi menurut Effendi (Siti Irene
A.D., 2011:58) terbagi atas partisipasi vertikal dan partisipasi horizontal. Disebut partisipasi
vertikal karena terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil
bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan di mana masyarakat berada sebagai
status bawahan, pengikut atau klien. Adapun dalam partisipasi horizontal, masyarakat
Universitas Sumatera Utara
23
mempunyai prakarsa dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi
horizontal satu dengan yang lainnya. Partisipasi semacam ini merupakan tanda permulaan
tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.
Menurut Cohen dan Uphoff (1977:94) ada empat bentuk partisipasi, yaitu:
1.
Participation in decision making, merupakan partisipasi dalam proses pembuatan
kebijakan atau keputusan organisasi. Masyarakat diberikan kesempatan untuk
memberikan masukan dan pendapat serta ikut menilai rencana yang sedang
disusun.
2.
Participation in implementation, adalah partisipasi yang mengikutsertakan
masyarakat dalam kegiatan-kegiatan operasional dari kebijakan yang telah
diambil terdahulu. Partisipasi ini juga dalam hal mematuhi keputusan dan
kebijakan yang telah ditetapkan.
3.
Participation in benefits, adalah partisipasi masyarakat dalam menikmati dan
memanfaatkan hasil pembangunan yang telah diprogramkan. Masyarakat juga
merasakan dampak dari keputusan dan kebijakan yang telah diambil.
4.
Participation in evaluation, adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk
keikutsertaan dalam menilai serta mengawasi kegiatan-kegiatan pembangunan.
Demikian juga halnya dalam mengawasi pelaksanaan keputusan dan kebijakan
yang telah diambil.
Selanjutnya mereka juga menambahkan bahwa ada sembilan tipe partisipasi yang
mungkin saja dapat terjadi dalam pembangunan daerah, yaitu:
5.
Partisipasi sukarela dengan inisiatif dari bawah.
6.
Partisipasi dengan imbalan, yang inisiatifnya dari bawah.
7.
Partisipasi desakan atau paksaan (enforced), dengan inisiatif dari bawah.
8.
Partisipasi sukarela (volunteered), dengan inisiatif dari atas.
Universitas Sumatera Utara
24
9.
Partisipasi dengan imbalan (rewarded), dengan inisiatif dari atas.
10. Partisipasi paksaan, dengan inisiatif dari atas.
11. Partisipasi sukarela, dengan inisiatif bersama (through shared initiative)
12. Partisipasi imbalan, dengan inisiatif bersama.
13. Partisipasi paksaan dengan inisiatif bersama dari atas dan juga bawah.
Kemudian Oakley (1991) mengertikan partisipasi ke dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari partisipasi
dalam pembangunan di dunia ketiga adalam melihatnya sebagai suatu keterlibatan
secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan
sebelumnya program dan proyek pembangunan.
2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang
panjang diantara para praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrumen
yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikatakan bahwa perbedaan
organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasional sebagai
sarana bagi partisipasi, seperti organisasi-organisasi yang biasa dibentuk atau
organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya partisipasi.
Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi masyarakat dapat melakukannya
melalui beberapa dimensi, yaitu:
a. Sumbangan pikiran (ide atau gagasan)
b. Sumbangan materi (dana, barang, alat)
c. Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja)
d. Memanfaatkan / melaksanakan pelayanan pembangunan.
3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, partisipasi merupakan latihan pemberdayaan
bagi masyarakat desa, meskipun sulit untuk didefinisikan, akan tetapi
Universitas Sumatera Utara
25
pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan
kemampuan masyarakat desa untuk memutuskan dan ikut terlibat dalam
pembangunan.
Menurut Kokon Subrata (Widi Astuti, 2008:13), bentuk partisipasi terdiri dari
beberapa hal yaitu:
a.
Turut serta memberikan sumbangan finansial.
b.
Turut serta memberikan sumbangan kekuatan fisik.
c.
Turut serta memberikan sumbangan material.
d.
Turut serta memberikan sumbangan moril (dukungan, saran, anjuran, nasehat, petuah,
amanat, dan lain sebagainya).
Di dalam suatu masyarakat yang sudah berkembang, maka tingkat partisipasi
masyarakat tersebut boleh dikatakan cukup baik, tingkat ini tergantung dari kesadaran
masyarakat atas tanggung jawabnya terhadap pembangunan, rasa tanggung jawab dan
kesadaran ini harus muncul apabila mereka dapat mensetujui suatu hal atau dapat menyerap
suatu nilai. Untuk itulah diperlukan adanya perubahan sikap mental kearah yang lebih baik
yang dapat mendukung pembangunan. Tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi akan
memunculkan kemandirian masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial, agama dan
budaya, yang secara bertahap akan menimbulkan jati diri, harkat dan martabat masyarakat
tersebut secara maksimal.
Menurut Tjokromidjojo (dalam Safi’i, 2007:104) partisipasi masyarakat dalam
pembangunan dibagi atas tiga tahapan, yaitu:
a.
Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan
pembangunan yang dilakukan pemerintah.
b.
Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan
pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
26
c.
Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara berkeadilan.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan bagian integral yang harus
ditumbuhkembangkan, yang pada akhirnya akan menumbuhkan rasa memiliki (sense of
belonging), rasa tanggung jawab (sense of responbility) dari masyarakat secara sadar,
bergairah dan tanggung jawab (Tjokromidjojo, 2002).
Menurut Taliziduha Ndraha ada beberapa wadah bagi terwujudnya partisipasi
masyarakat, sebagai berikut:
1.
Wadah partisipasi buah pikiran (yang diberikan dalam rapat), rapat yang dimaksud
seperti rapat mingguan di desa, seminar, penataran-penataran.
2.
Wadah partisipasi tenaga.
Yang diberikan dalam perbaikan pembangunan agar partisipasi tenaga merupakan
pendorong, perlu di usahakan penertiban, penjelasan-penjelasan tentang manfaat. Dari
partisipasi ini banyak hal yang didapat antara lain bangkitnya rasa berlomba, rasa
tanggung jawab.
3.
Wadah partisipasi benda.
Dikalangan masyarakat masih hidup kesediaan memberikan harta benda terhadap usaha
yang dirasakan meringankan beban hidup mereka seperti perbaikan kondisi jalan,
sumbangan, ronda malam.
4.
Wadah partisipasi keterampilan.
Di desa banyak yang memiliki keterampilan, tetapi belakang ini mangalami skill drain,
karena mereka telah mengalir ke kota.
Universitas Sumatera Utara
27
1.6.2.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Dilihat dari pengamatan penulis ada beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat
untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan. Faktor-faktor tersebut dapat bersifat positif
maupun negatif. Menurut Sastropoetro (1988:22) partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yakni:
a. Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial,
dan percaya terhadap diri sendiri.
b. Faktor lain adalah pengintegrasian yang dangkal terhadap agama.
c. Kecenderungan untuk menyalahartikan motivasi, tujuan dan kepentingan
organisasi penduduk yang biasanya mengarah kepada timbulnya persepsi yang
salah terhadap keinginandan motivasi serta organisasi penduduk seperti halnya
terjadi di beberapa negara.
d. Tersedianya kesempatan yang lebih baik di luar pedesaan.
e. Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program
pembangunan.
Sementara itu, Ife (1995: 113-114) mengatakan faktor-faktor yang mendorong
masyarakat untuk berpartisipasi, adalah:
a. Masyarakat akan berpartisipasi jika akan menimbulkan suatu perubahan dan
adanya nilai tambah bagi dirinya.
b. Adanya perbedaan bentuk dari partisipasi masyarakat diakui sesuai dengan nilainilai yang mereka miliki.
Universitas Sumatera Utara
28
c. Masyarakat mungkin akan berpartisipasi jika mereka mendapat dukungan atau
dorongan.
d. Masyarakat akan berpartisipasi jika diciptakan suatu struktur dan proses yang
memungkinkan terjadinya partisipasi.
Sedangkan menurut pandangan Moeljarto (1992:49), ada tiga hal yang mendukung
partisipasi masyarakat, yaitu sebagai berikut:
a. Strategi pembangunan diarahkan pada bagian rakyat miskin.
b. Adanya struktur kepemimpinan yang cocok, karena para pemimpin desa
mempunyai kepentingan yang sama dengan si miskin sendiri atau karena adanya
persaingan yang signifikan untuk kedudukan kepemimpinan dari mereka yang
mewakili kepentingan kaum elit.
c. Pembentukan kelompok di luar koperasi (kerjasama) yang berbasis pedesaan.
Partisipasi yang melibatkan warga desa adalah menyangkut keikutsertaan yang
bertalian dengan kepedulian masyarakat terhadap pembangunan yang dapat terlihat dari
bentuk partisipasi masyarakat baik dari segi moral ataupun material. Ikut menyumbang ideide, peduli terhadap pembuatan keputusan dan hasil keputusan, berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan desa dan senantiasa menunaikan kewajibannya selaku warga Negara yang
baik yaitu dengan membayar pajak yang berguna dalam pendanaan pembangunan di desa itu
sendiri pada khususnya maupun untuk pembangunan Negara pada umumnya merupakan
sedikit contoh bagaimana bentuk dari partisipasi masyarakat yang harus dilakukan.
Selanjutnya partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan yang sering di abaikan dan
hampir tidak kelihatan adalah partisipasi dalam hal pengambilan keputusan. Hal ini
disebabkan bahwa selama ini kebijakan-kebijakan yang ada adalah kebijakan yang diambil
Universitas Sumatera Utara
29
secara sepihak yaitu pemerintah itu sendiri baik dari level yang paling atas (pemerintah pusat)
sampai pada akhirnya jatuh kepada kepala desa. Pengambilan keputusan ini seringkali tidak
melibatkan masyarakat desa sehingga pada tiap-tiap desa untuk wilayah tertentu akan sulit
menterjemahkan kebijakan yang ada karena tidak sesuai dengan kondisi maupun keinginan
masyarakat setempat.
Kebijakan-kebijakan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
masyarakat akan sangat tergantung kepada siapa yang menentukannya, bagaimana proses
penentuannya serta bagaimana diimplementasikanya agar masyarakat dapat membangun
opini dan menentukan berpihakan publik, maka diperlukan suatu mekanisme yang
memberikan ruang kepada masyarakat untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses
pengambilan keputusan. Untuk itu harus ada rumusan ataupun strategi yang di ciptakan guna
melibatkan masyarakat dalam pengambilaan keputusan mengenai kebijakan yang bersifat
langsung melibatkan kepentingan desa dan masyarakat desa itu sendiri.
Strategi perencanaan masyarakat yang dilakukan adalah untuk menjadikan partisipasi
masyarakat bukan sebagai kesempatan yang diberikan oleh pemerintah daerah dengan alasan
kebaikan hati melainkan dimaksudkan sebagai suatu pelayanan dasar yang tersedia dan
bagian yang menyatu dalam pengelolaan p
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia yang lahir pada 17 Agustus 1945 adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahannya, daerah Indonesia terdiri atas
beberapa
daerah/wilayah
provinsi,
dan
disetiap
daerah/wilayah
provinsi
terdapat
daerah/wilayah kabupaten/kota. Selanjutnya di tiap daerah kabupaten/kota terdapat satuan
pemerintahan terendah yang disebut desa dan kelurahan. Dengan demikian desa dan
kelurahan merupakan satuan pemerintahan terendah dibawah kabupaten/kota.
Desa dan kelurahan adalah dua satuan pemerintahan terendah dengan status berbeda.
Desa adalah satuan pemerintahan yang diberi hak otonomi adat, yaitu merupakan wilayah
dengan batas-batas tertentu sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang berhak mengatur
dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan asal-usulnya. Sedangkan kelurahan
adalah satuan pemerintahan administrasi yang hanya merupakan kepanjangan tangan dari
pemerintah kabupaten/kota. Jadi, kelurahan bukan badan hukum melainkan hanya sebagai
tempat beroperasinya pelayanan pemerintahan dari pemerintah kabupaten/kota di wilayah
kelurahan setempat, berbeda dengan desa yang merupakan badan hukum.
Dalam konteks Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang
untuk
mengatur
dan
mengurus
Urusan Pemerintahan,
kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Berbeda dengan kelurahan yaitu merupakan satuan pemerintahan
1
Universitas Sumatera Utara
2
dibawah kecamatan yang merupakan wilayah pelayanan dari kabupaten/kota, kelurahan
hanyalah wilayah pelayanan pejabat yaitu lurah, yang diberi tugas oleh bupati/walikota
dibawah koordinasi camat.
Menurut P.J.Bournen (1971: 19) desa adalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan
bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya saling mengenal; kebanyakan yang
termasuk didalamnya hidup dari pertanian, perikanan, dan sebagainya usaha-usaha yang
dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat
banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan, dan kaedah-kaedah sosial. Sedangkan
menurut I.Nyoman Beratha (1982: 27) desa atau dengan nama aslinya yang setingkat yang
merupakan kesatuan masyarakat hukum berdasarkan susunan asli adalah suatu “badan
hukum” dan adalah pula “badan pemerintahan”,yang merupakan bagian wilayah kecamatan
atau wilayah yang melingkunginya. Selanjutnya menurut R.H. Unang Soenardjo desa adalah
suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap dalam suatu
wilayah yang tertentu batas-batasnya; memiliki ikatan lahir dan batin yang sangat kuat, baik
karena seketurunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan politik, ekonomi,
sosial, dan keamanan; memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama-sama; memiliki
kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri
(dalam Hanif Nurcholis,2011 :4). Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik suatu
pemahaman bahwa desa adalah suatu wilayah yang didiami oleh sejumlah penduduk yang
saling mengenal atas dasar hubungan kekerabatan atau kepentingan politik, sosial, ekonomi,
dan keamanan yang dalam pertumbuhannya menjadi kesatuan masyarakat hukum
berdasarkan adat sehingga tercipta ikatan lahir batin antara masing-masing warganya, di
dalam desa juga terdapat organisasi yang menjalankan pemerintahan desa yang dipilih
bersama sama oleh masyarakatnya, selain itu juga dapat kita pahami bahwa desa juga
mempunyai hak untuk mengatur rumah tangga sendiri.
Universitas Sumatera Utara
3
Sebagai sebuah satuan pemerintahan terkecil, tentu saja desa memiliki organisasi
yang berfungsi menjalankan pemerintahan. Dalam konteks Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah, pemerintahan desa terdiri atas Kepala Desa atau yang
disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Desa.
Pemerintah desa seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 di atas yakni Kepala Desa beserta perangkatnya sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa memiliki peran besar dalam mewujudkan pembangunan di suatu desa.
Pembangunan biasanya didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan
secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu Negara atau bangsa menuju modernitas
dalam rangka pembinaan bangsa, misalnya pembangunan dibidang ekonomi, apabila
pembangunan ekonokmi telah berjalan dengan baik maka pembangunan dibidang lain akan
berjalan dengan baik (Siagian, 2000:4). Suatu skema baru otonomi daerah yang didalamnya
termuat semangat melibatkan masyarakat, dengan menekankan bahwa kualitas otonomi
daerah akan ditentukan oleh sejauh mana keterlibatan masyarakat, maka dengan sendirinya
harus adanya seluruh aspirasi masyarakat semenjak dini (Abe, 2005).
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah juga harus ada sebab
masyarakat adalah pemilik kedaulatan dan masyarakat adalah subjek dalam pembangunan.
Selain itu, program-program yang dirumuskan dan dilaksanakan secara partisipasi turut
memberikan kesempatan secara langsung kepada masyarakat dalam perencanaan yang
menyangkut kesejahteraan mereka. Dalam pembangunan, partisipasi masyarakat merupakan
salah satu elemen proses pembangunan desa, oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam
pembangunan perlu dibangkitkan terlebih dahulu oleh pihak lain seperti pemerintah desa,
sehingga dengan adanya keterlibatan pemerintah desa besar kemungkinan masyarakat akan
merasa diberi peluang atau kesempatan ikut serta dalam pembangunan, karena pada dasarnya
Universitas Sumatera Utara
4
menggerakkan partisipasi masyarakat desa merupakan salah satu sasaran pembangunan desa
itu sendiri. Masyarakat sebagai subjek pembangunan berarti masyarakat terkena langsung
atas kebijakan dan kegiatan pembangunan. Dalam hal ini masyarakat perlu ikut dilibatkan
baik dari segi formulasi kebijakan maupun aplikasi kebijakan tersebut, sebab merekalah yang
dianggap lebih tahu kondisi lingkungannya.
Salah satu wujud kepemerintahan yang baik ialah suatu kepemerintahan yang
memperhatikan dan responsif terhadap kehendak dan aspirasi masyarakat serta melibatkan
mereka (partisipasi) dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut berbagai aspek
kepentingan masyarakat (kebijakan publik). Masyarakat dilibatkan dan berpartisipasi dalam
penyusunan program pembangunan serta pengambilan kebijakan, baik yang diambil dalam
forum legislatif maupun eksekutif atau secara bersama-sama. Selain itu juga manajemen
kepemerintahan dilaksanakan secara terbuka dan transparan, serta dapat dipertanggung
jawabkan (akuntabel) kepada masyarakat, menggunakan prinsip-prinsip pelayanan untuk
kepuasan masyarakat, efisiensi, dan efektivitas.
(http://www.kompasiana.com/simonmanalu/konsep-
otonomi-daerah-good-governance-dan-reinventing-government-dalam-pembangunan-daerah diakes pada 13
November 2015 pukul 6.21)
Peran serta langsung masyarakat desa sangat diperlukan dalam mewujudkan
pembangunan di desa itu sendiri dan terus diperkuat dan diperluas. Dengan demikian istilah
partisipasi tidak sekedar menjadi retorika semata tetapi diaktualisasikan secara nyata dalam
berbagai kegiatan dan pengambilan kebijakan pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam
pembangunan mutlak diperlukan, tanpa adanya partisipasi masyarakat pembangunan
hanyalah menjadikan masyarakat sebagai objek semata. Memang dalam kenyataan seringkali
masyarakat merasa “tidak memiliki” dan “acuh tak acuh” terhadap program pembangunan
yang ada. Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga
masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
5
hingga monitoring dan evaluasi pembangunan, terlebih apabila kita akan melakukan
pendekatan pembangunan dengan semangat kualitas.
Partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari yang berupa keikutsertaan
langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung,
seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan
kebijakan pemerintah. Namun demikian ragam dan kadar partisipasi seringkali ditentukan
secara massa yakni dari banyaknya individu yang dilibatkan. Padahal partisipasi masyarakat
pada hakikatnya akan berkaitan dengan akses masyarakat untuk memperoleh informasi.
Hingga saat ini partisipasi masyarakat masih belum menjadi kegiatan tetap dan terlembaga
khsususnya dalam pembuatan keputusan. Sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas
pada keikutsertaan dalam pelaksanaan program-program atau kegiatan pemerintah, padahal
partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tapi juga mulai tahapan
perencanaan bahkan pengambilan keputusan.
Adanya kebijakan otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada daerah
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi yang berkembang pada masyarakat. Kebijakan tersebut memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk turut serta berpartisipasi dalam seluruh proses kebijakan
pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pengawasan. Untuk
mewujudkan kegiatan pembangunan yang lebih demokratis sebagai upaya dalam mendukung
berjalannya roda pemerintahan, pemerintah pusat telah memberikan wewenang kepada
daerah untuk lebih menentukan nasib pembangunan daerah itu sendiri melalui UU No. 23
Tahun 2014 tetang Pemerintah Daerah. Maksud dan tujuan Undang-Undang tersebut adalah
menciptakan pemerataan pembangunan nasional dalam mengatasi kesenjangan antar daerah,
karena dengan pembangunan daerah itulah yang akan dapat menjangkau pelosok negeri.
Universitas Sumatera Utara
6
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kewenangan Desa
meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Kemudian
selanjutnya dalam pasal 18 diatur mengenai kewenangan desa yang mencakup:
a. kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. kewenangan lokal berskala Desa;
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pemerintah daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah daerah yang
dilakukan oleh lembaga pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pemerintah daerah yang dimaksud adalah termasuk didalamnya pemerintah desa. Pemerintah
desa diharapkan mampu membentuk daerah baik kemampuan ekonomi, potensi daerah,
kependudukan, sosial politik maupun pertahanan dan keamanan. Disini jelas bahwa
pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi penyelenggaraan otonomi daerah
perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar Pemerintahan Daerah.
Hakikat otonomi daerah adalah efisiensi dan efektifitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan, yang ada pada akhirnya bernuansa pada pemberian pelayanan kepada
masyarakat yang hakikatnya semakin lama semakin baik, disamping untuk memberi peluang
peran serta masyarakat dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan secara luas dalam
konteks demokrasi, dan bila dikaitkan dengan pemerintah desa yang keberadaanya adalah
berhadapan langsung dengan masyarakat, maka sejalan dengan otonomi daerah yang
Universitas Sumatera Utara
7
dimaksud. Upaya untuk memberdayakan pemerintah desa harus dilaksanakan, karena posisi
pemerintah yang paling dekat masyarakat adalah pemerintah desa. Peran serta masyarakat
dan partisipasinya dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan desa dari seluruh
aspeknya, tidak akan dapat berjalan secara maksimal, bilamana pemerintah desa (Kepala
Desa) sebagai orang yang terdepan dengan memiliki kewenangan untuk menggerakkan
masyarakat sebagai administrator pembangunan besifat apatis atau acuh tak acuh terhadap
kondisi masyarakatnya dan pemerintahannya, maka yang terjadi adalah kefakuman.
Hal yang menarik dan sejauh pengamatan penulis di Desa Pekubuan Kecamatan
Tanjung Pura Kabupaten Langkat terlihat bahwa pemerintah desa (Kepala Desa) belum
maksimal dalam melakukan fungsi motivator sebagai pemerintah desa. Desa Pekubuan yang
berada di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat ini terdiri dari 10 dusun. Dan sejauh
pengamatan penulis sebelum melakukan penelitian memang berbagai program pembangunan
telah tampak di Desa Pekubuan Kabupaten Langkat ini seperti pengaspalan jalan di gang
yang ada di desa Pekubuan ini meskipun belum seluruhnya, selain itu juga ada program
pembangunan rumah atau bedah rumah bagi masyarakat desa yang kurang mampu. Progam
bedah rumah ini merupakan program yang memberikan kesempatan bagi masyarakat yang
kurang mampu untuk memiliki rumah yang layak huni. Jadi, bagi masyarakat Desa Pekubuan
yang belum memiliki rumah layak huni sesuai standar akan mendapatkan bantuan berupa
program bedah rumah ini. Progam bedah rumah ini dilakukan atas dasar partisipasi
masyarakat Desa Pekubuan dalam hal pembangunannya. Namun, dalam program ini tidak
semua masyarakat ikut terlibat. Hanya sebagian masyarakat yang ikut berpartisipasi secara
aktif dalam program tersebut. Sebagian lagi acuh tak acuh. Tentu dalam hal ini dibutuhkan
peranan dari pemerintah desa untuk memberikan dorongan agar masyarakat mau ikut
berpartisipasi. Karena partisipasi dari masyarakat desa akan sangat berpengaruh dalam
pembangunan desa itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
8
Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Peranan Pemerintah Desa Untuk Meningkatkan Partisipasi
Masyarakat Dalam Pembangunan” (Studi Kasus di Desa Pekubuan Kecamatan
Tanjung Pura Kabupaten Langkat).
1.2. Fokus Masalah
Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut fokus masalah. Fokus masalah
dibuat agar ada batasan yang jelas terhadap suatu penelitian. Adapun yang menjadi fokus
masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana partisipasi yang
dilakukan oleh masyarakat serta bagaimana peran pemerintah desa dalam meningkatkan
pastisipasi masyarakat desa tersebut.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1.
Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan di Desa Pekubuan Kecamatan
Tanjung Pura?
2.
Bagaimana peran pemerintah desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan di Desa Pekubuan Kecamatan Tanjung Pura?
1.4. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau
apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di Desa
Pekubuan Kecamatan Tanjung Pura.
Universitas Sumatera Utara
9
2.
Untuk mengetahui peranan pemerintah desa dalam mendorong partisipasi masyarakat
dalam penyelenggaraan pembangunan di Desa Pekubuan Kecamatan Tanjung Pura.
3.
Untuk mengetahui faktor-fakor penghambat dan pendorong yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di Desa Pekubuan.
1.5. Manfaat Penelitian
Setelah selesai penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi
kami sendiri maupun pihak lain yang berkepentingan dalam penelitian ini. Adapun manfaat
penelitian yang diharapkan adalah:
1.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas
Ilmu Sosil dan Ilmu Politik dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang
mengunakannya.
2.
Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran mengenai
permasalahan dan juga masukan bagi pemerintah desa dan masyarakat di Desa Pekubuan
dalam melaksanakan pembangunan.
3.
Sebagai bahan informasi bagi pihak yang berkepentingan terutama pemerintah desa dan
masyarakat dalam pembangunan desa.
4.
Bagi penulis, berguna untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan brfikir dan
melatih penulis dalam menerapkan teori-teori yang diperoleh selama masa perkuliahan.
1.6. Kerangka Teori
Menurut Masri Singarimbun, (1989 : 37) bahwa teori adalah serangkaian asumsi,
konsep, konstrak, definisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara
sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Kerangka teori dimaksudkan
untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori – teori yang akan dipakai
Universitas Sumatera Utara
10
dalam landasan penelitian yang akan dilakukan. Maka sebelum melakukan penelitian perlu
dijelaskan terlebih dahulu kerangka teori yang menjadi landasan penelitian, yaitu sebagai
berikut:
1.6.1. Peranan Pemerintah Desa
1.6.1.1 Peranan
Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat
diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan peranan adalah
bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).
Menurut Soekanto (1990:268) peranan meliputi norma yang dihubungkan dengan posisi
seseorang dalam masyarakat sebagai rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan sosial. Artinya adalah posisi yang dimiliki seseorang tersebut seperti kepala desa
yang merupakan pemerintah desa, dengan posisi tersebut pemerintah desa akan lebih
memiliki wewenang untuk menegakkan peraturan-peraturan dalam kehidupan masyarakat
sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2004:148)
peranan diartikan sebagai perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi
tertentu.
Adapun peranan seseorang seperti yang dikatakan oleh Levinson (1996:204) meliputi:
1.
Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang
dalam masyarakat. Peranan disini di artikan sebagai rangkaian peraturan yang
memimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
2.
Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
3.
Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting sebagai struktur
sosial masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
11
1.6.1.2. Desa
Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sansekerta yaitu deca yang berarti
tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village
diartikan sebagai “a groups of houses or shops in a country area, smaller than a town”.
Desa menurut HAW. Widjaja (2004: 3) dalam bukunya yang berjudul “Otonomi
Desa” menyatakan bahwa “Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam
mengenai
pemerintahan
desa
adalah
keanekaragaman,
partisipasi,
otonomi
asli,
demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.
Kemudian para pakar mendefinisikan desa sebagai berikut (dalam Hanif Nurcholis,
2011:4):
1. Menurut R.Birtanto (1968: 95)
Desa adalah suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis
sosisal ekonomis, politis, dan cultural yang terdapat disitu dalam hubungan dan pengaruh
timbal balik dengan dearah-daerah lain.
2. Menurut P.J.Bournen (1971: 19)
Desa adalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak bebrapa ribu orang,
hampir semuanya saling mengenal; kebanyakan yang termasuk didalamnya hidup dari
pertanian, perikanan, dan sebagainya usaha-usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan
kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang
rapat, ketaatan, dan kaedah-kaedah sosial.
Universitas Sumatera Utara
12
3. Menurut I.Nyoman Beratha (1982: 27)
Desa atau dengan nama aslinya yang setingkat yang merupakan kesatuan masyarakat
hukum berdasarkan susunan asli adalah suatu “badan hukum” dan adalah pula “badan
pemerintahan”,yang
merupakan
bagian
wilayah
kecamatan
atau
wilayah
yang
melingkunginy.
4. Menurut R.H Unang Soenardjo (1984: 11)
Desa adalah suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap
dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya; memiliki ikatan lahir dan batin yang
sangat kuat, baik karena seketurunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan
politik, ekonomi, sosial dan keamanan; memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama;
memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah
tangga sendiri. Berdasarkan beberapa penjalasan dari para ahli diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Desa adalah suatu wilayah yang didiami oleh sejumlah penduduk yang
Saling mengenal atas dasar hubungan kekerabatan dan/atau kepentingan politik, sosial,
ekonomi, dan keamanan yang dalam pertumbuhannya menjadi kesatuan masyarakat hukum
berdasarkan adat sehingga tercipta ikatan lahir batin antara masing-masing Warganya,
umumnya warganya hidup dari pertanian, mempunyai hak mengatur rumah tangga sendiri,
dan secara administratif berada dibawah pemerintahan kabupaten/kota.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik suatu pemahaman bahwa desa adalah
suatu wilayah yang didiami oleh sejumlah penduduk yang saling mengenal atas dasar
hubungan kekerabatan atau kepentingan politik, sosial, ekonomi, dan keamanan yang dalam
pertumbuhannya menjadi kesatuan masyarakat hukum berdasarkan adat sehingga tercipta
ikatan lahir batin antara masing-masing warganya, di dalam desa juga terdapat organisasi
yang menjalankan pemerintahan desa yang dipilih bersama sama oleh masyarakatnya, selain
Universitas Sumatera Utara
13
itu juga dapat kita pahami bahwa desa juga mempunyai hak untuk mengatur rumah tangga
sendiri.
Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab 1 ayat 1 merumuskan desa sebagai
berikut: “Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang
untuk
mengatur
dan
mengurus
Urusan Pemerintahan,
kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia”
1.6.1.3. Pemerintah Desa
Pemerintah desa seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa yakni Kepala Desa beserta perangkatnya sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Desa memiliki peran besar dalam mewujudkan pembangunan di suatu desa.
Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa warga Negara Republik Indonesia yang
syarat selanjutnya dan tata cara pemilihan diatur oleh Peraturan Daerah yang berpedoman
kepada Peraturan Pemerintah. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam
pemilihan kepala desa ditetapkan sebagai kepala desa. Pemilihan kepala desa dalam kesatuan
masyarakat hukum dapat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan diakui
keberadaannya berlaku ketentuan, hukum adat istiadat setempat yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pemerintah desa adalah unsur penyelenggaraan pemerintah desa, menurut Nurcholis
(2005:138) pemerintah mempunyai tugas pokok:
1.
Melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum, membangun dan
membina masyarakat
Universitas Sumatera Utara
14
2.
Menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten
Dari tugas pokok tersebut lahirlah fungsi pemerintah desa yang berhubungan
langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Fungsi pemerintah desa
merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu didalam
situasi sosial suatu kelompok masyarakat (Rivai, 2004:53).
Adapun fungsi pemerintah desa secara operasional dapat dibedakan dalam fungsi
pokok, yaitu sebagai berikut:
1.
Fungsi Instruktif
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemerintah sebagai komunikator merupakan
pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana pemerintah itu dikerjakan
agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif.
2.
Fungsi Konsultatif
Fungsi ini digunakan sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan sebagai usaha
untuk menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan mungkin perlu
konsultasi dengan masayarakat-masyarakat yang di pimpinnya.
3.
Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini pemerintah desa berusaha mengaktifkan masyarakatnya,
baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi
tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa
kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.
4.
Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau
menetapkan baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan pemerintah. Fungsi delegasi
ini pada dasarnya berarti kepercayaan.
Universitas Sumatera Utara
15
5.
Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus mampu
mengantar aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam. Koordinasi yang efektif, sehingga
memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Dalam melaksankan fungsi
pengendalian pemimpin dapat mewujudkannya melalui kegiatan bimbingan, pengarahan,
koordinasi dan pengawasan.
Berdasarkan pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
pemerintah desa yang dalam hal ini adalah kepala desa bertugas menyelenggarakan
Pemerintahan Desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa. Pertama, urusan pemerintahan yang dimaksud adalah
pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan
peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan Badan Usaha Milik
Desa, kerjasama antar desa. Kedua, urusan pembangunan yang dimaksud adalah dalam hal
penyediaan sarana prasarana fasilitas umum desa seperti jalan desa, jembatan desa, irigasi
desa, pasar desa. Ketiga, urusan kemasyarakatan ialah pembinaan kehidupan sosial budaya
masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, adat istiadat. Keempat, pemberdayaan
masyarakat adalah bagaimana memanfaatkan potensi sumber daya manusia yang ada di desa
dalam melakukan pembangunan desa.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Kepala Desa berwenang:
a.
memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b.
mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;
c.
memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;
d.
menetapkan Peraturan Desa;
e.
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
f.
membina kehidupan masyarakat Desa;
Universitas Sumatera Utara
16
g.
membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
h.
membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar
mencapai
perekonomian
skala
produktif
untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran
masyarakat Desa;
i.
mengembangkan sumber pendapatan Desa;
j.
mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa;
k.
mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
l.
memanfaatkan teknologi tepat guna;
m. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;
n.
mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
o.
melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Kemudian selanjutnya diatur bahwa Kepala Desa berhak:
a.
mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa;
b.
mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;
c.
menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah,
serta
d.
mendapat jaminan kesehatan;
e.
mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan
f.
memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.
Kepala Desa berkewajiban:
a.
memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar
Negara
Universitas Sumatera Utara
17
b.
Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan
Negara
c.
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
d.
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
e.
memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
f.
menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;
g.
melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
h.
melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional,
efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;
i.
menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa;
j.
menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik;
k.
mengelola Keuangan dan Aset Desa;
l.
melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa;
m. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;
n.
mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;
o.
membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
p.
memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;
q.
mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan
r.
memberikan informasi kepada masyarakat Desa.
Dari ketentuan diatas telah dijelaskan fungsi dan tugas pemerintah desa akan tetapi
perlu diketahui bahwa pentingnya kerjasama dengan orang lain dalam rangka pencapaian
tujuan, apakah itu tujuan individu atau kelompok. Berangkat dari kenyataan bahwa secara
interen dalam diri setiap manusia terdapat keterbatasan-keterbatasan, baik dalam arti fisik
maupun intelektual. Dalam berbagai keterbatasan tersebut tidak memungkinkan seseorang
Universitas Sumatera Utara
18
manusia memuaskan segala keinginan, harapan, cita-cita dan kebutuhannya apabila bekerja
sendirian tanpa bantuan oleh orang lain.
1.6.2. Partisipasi Masyarakat
1.6.2.1. Pengertian Partisipasi
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris participate yang artinya mengikutsertakan, ikut
mengambil bagian (Willie Wijaya, 2004:208). Menurut Juliantara (2004:84) partisipasi
diartikan sebagai keterlibatan setiap warga Negara yang mempunyai hak dalam pembuatan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi yang mewakili
kepentingannya, partisipasi masyarakat merupakan kebebasan berbicara dan berpartisipasi
secara konstruktif.
Pengertian partisipasi selalu dikaitkan atau bersinonim dengan peran serta. Seorang
ilmuan yang bernama Keith Davis mengemukakan definisinya tentang partisipasi yang
diikiuti oleh R.A. Santoso Sastropoetro (1988: 13) sebagai berikut:
“Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental dan pikiran atau moral atau
perasaan di dalam situasi kelompok yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada
kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang
bersangkutan.” Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka partisipasi itu tidak berdasarkan
keterlibatan secara fisik dalam pekerjaannya tetapi menyangkut keterlibatan diri seseorang
sehingga akan menimbulkan tanggung jawab dan sumbangan yang besar terhadap kelompok.
Pengertian yang sederhana tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal dan
Dedi Supriadi (2001: 201-202), dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat
keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian
saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi juga berarti bahwa
kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan,
dan memecahkan masalahnya.
Universitas Sumatera Utara
19
H.A.R. Tilaar (2009:287) mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari
keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi dimana
diupayakan
antara
lain
perlunya
perencanaan
dari
bawah
(button-up)
dengan
mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan masyarakatnya.
Menurut Soegarda Poerbakawatja partisipasi adalah: Suatu gejala demokrasi dimana
orang diikutsertakan di dalam perencanaan serta pelaksanaan dari segala sesuatu yang
berpusat pada kepentingan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat
kematangan dan tingkat kewajibannya (Soegarda Poerbakawatja, 1981:251).
Berdasarkan pengertian di atas, bahwa konsep partisipasi memiliki makna yang luas
dan beragam. Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan partisipasi adalah suatu wujud dari
peran serta masyarakat dalam aktivitas berupa perencanaan dan pelaksanaan untuk mencapai
tujuan pembangunan masyarakat. Wujud dari partisipasi dapat berupa saran, jasa, ataupun
dalam bentuk materi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suasana demokratis.
Partisipasi juga dapat dipahami dalam dua hal yaitu: pertama, partisipasi merupakan
sebuah alat, dimana partisipasi dilihat sebagai sebuah teknik untuk mambantu memajukan
program desa atau disebut pembangunan partisipasi. Kedua, partisipasi sebagai sebuah tujuan
itu sendiri yang dapat dinyatakan sebagai pemberdayaan rakyat yang dipandang dari segi
perolehan keahlian, pengetahuan dan pengalaman masyarakat untuk mengambil tanggung
jawab yang lebih besar untuk membangun.
Di dalam suatu masyarakat yang sudah berkembang, maka tingkat partisipasi
masyarakat tersebutpun boleh dikatakan cukup baik, tingkat ini tergantung dari kesadaran
masyarakat adalah tanggung jawabnya terhadap pembangunan, rasa tanggung jawab dan
kesadaran ini harus muncul apabila mereka dapat menyetujui suatu hal atau dapat menyerap
suatu nilai. Untuk itulah diperlukan adanya perubahan sikap mental kearah yang lebih baik
yang dapat mendukung pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
20
Menurut Adisasmita (2006:38) partisipasi masyarakat dapat di definisikan sebagai
keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam
perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan.
Peningkatan
partisipasi
masyarakat
tersebut
merupakan
salah satu
bentuk
pemberdayaan masyarakat (social empowerment) secara aktif yang berorientasi pada
pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat (pedesaan). Pemberdayaan
masyarakat merupakan upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya masyarakat
pedesaan secara lebih aktif dan efisien, yaitu dalam hal sebagai berikut:
a. Aspek masukan atau input (SDM, dana, peralatan/sarana, data, rencana, dan teknologi)
b. Aspek proses (pelaksanaan, monitoring, dan pengawasan)
c. Aspek keluar atau output (pencapaian sasaran, efektivitas dan efesiensi)
Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dan didengarkan dalam
berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat umum ikut serta dengan
pemerintah memberikan bantuan guna meningkatkan, memperlancar, mempercepat, dan
menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat diartikan
sebagian “pengikutsertaan” atau pengambilan bagian dalam kegiatan bersama.
Menurut Dwipayana (2003:81), partisipasi menyangkut dua dimensi yakni keluar dan
kedalam. Yang pertama, menyangkut partisipasi yang melibatkan pemerintahan itu sendiri
dan kedua, menyangkut partisipasi warga desa terhadap jalannya pemerintahan. Partisipasi
yang melibatkan pemerintahan itu sendiri adalah menyangkut seberapa besar keikutsertaan
aparatur desa dalam pembangunan desa, hal ini dapat tercermin dari penegakkan demokrasi,
manjalin hubungan yang harmonis dengan lembaga adat ataupun agama yang ada,
pengelolaan konflik dan menciptakan masyarakat yang mandiri serta menjalankan
pemerintahan yang baik dan benar sesuai dengan koridor hukum dan peraturan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
21
1.6.2.2. Prinsip Partisipasi
Partisipasi diasumsikan mempunyai aspirasi, nilai budaya yang perlu diakomodasikan
dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu program pembangunan (Soetrisno,
1995:207).
Pada sastropoetro (1988:13-14), Keith Davis mengemukakan 3 (tiga) gagasan yang
penting dalam menerapkan partisipasi, yaitu:
1.
Bahwa partisipasi sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan
perasaan, lebih daripada semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.
2.
Adalah memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok,
hal ini berarti bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu
kelompok karena seseorang menjadi anggota atau kelompok karena nilainya.
3.
Unsur ketiga adalah tanggung jawab, yaitu segi yang menonjol dari rasa menjadi
anggota. Diakui sebagai anggota artinya ada rasa “sense of belonging”.
Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah meningkatnya kemampuan
(pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam
sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan
keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang. Adapun
prinsip-prinsip partisipasi tersebut, sebagaimana tertuang dalam Panduan Pelaksanaan
Pendekatan Partisipatif yang disusun oleh Department for International Development (DFID)
(dalam Monique Sumampouw, 2004: 106-107) adalah:
1.
Cakupan. Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena
dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek pembangunan.
2.
Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership). Pada dasarnya setiap orang
mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta mempunyai hak untuk
Universitas Sumatera Utara
22
menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna membangun
dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing- masing pihak.
3.
Transparansi. Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan
iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog.
4.
Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership). Berbagai pihak yang
terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk
menghindari terjadinya dominasi.
5.
Kesetaraan
Tanggung
Jawab
(Sharing
Responsibility).
Berbagai
pihak
mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya
kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya dalam proses
pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya.
6.
Pemberdayaan (Empowerment). Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari
segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui
keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar
dan saling memberdayakan satu sama lain.
7.
Kerjasama. Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk
saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada,
khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia.
1.6.2.3. Bentuk – Bentuk Partisipasi
Partisipasi dapat dibagi dalam berbagai bentuk. Partisipasi menurut Effendi (Siti Irene
A.D., 2011:58) terbagi atas partisipasi vertikal dan partisipasi horizontal. Disebut partisipasi
vertikal karena terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil
bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan di mana masyarakat berada sebagai
status bawahan, pengikut atau klien. Adapun dalam partisipasi horizontal, masyarakat
Universitas Sumatera Utara
23
mempunyai prakarsa dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi
horizontal satu dengan yang lainnya. Partisipasi semacam ini merupakan tanda permulaan
tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.
Menurut Cohen dan Uphoff (1977:94) ada empat bentuk partisipasi, yaitu:
1.
Participation in decision making, merupakan partisipasi dalam proses pembuatan
kebijakan atau keputusan organisasi. Masyarakat diberikan kesempatan untuk
memberikan masukan dan pendapat serta ikut menilai rencana yang sedang
disusun.
2.
Participation in implementation, adalah partisipasi yang mengikutsertakan
masyarakat dalam kegiatan-kegiatan operasional dari kebijakan yang telah
diambil terdahulu. Partisipasi ini juga dalam hal mematuhi keputusan dan
kebijakan yang telah ditetapkan.
3.
Participation in benefits, adalah partisipasi masyarakat dalam menikmati dan
memanfaatkan hasil pembangunan yang telah diprogramkan. Masyarakat juga
merasakan dampak dari keputusan dan kebijakan yang telah diambil.
4.
Participation in evaluation, adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk
keikutsertaan dalam menilai serta mengawasi kegiatan-kegiatan pembangunan.
Demikian juga halnya dalam mengawasi pelaksanaan keputusan dan kebijakan
yang telah diambil.
Selanjutnya mereka juga menambahkan bahwa ada sembilan tipe partisipasi yang
mungkin saja dapat terjadi dalam pembangunan daerah, yaitu:
5.
Partisipasi sukarela dengan inisiatif dari bawah.
6.
Partisipasi dengan imbalan, yang inisiatifnya dari bawah.
7.
Partisipasi desakan atau paksaan (enforced), dengan inisiatif dari bawah.
8.
Partisipasi sukarela (volunteered), dengan inisiatif dari atas.
Universitas Sumatera Utara
24
9.
Partisipasi dengan imbalan (rewarded), dengan inisiatif dari atas.
10. Partisipasi paksaan, dengan inisiatif dari atas.
11. Partisipasi sukarela, dengan inisiatif bersama (through shared initiative)
12. Partisipasi imbalan, dengan inisiatif bersama.
13. Partisipasi paksaan dengan inisiatif bersama dari atas dan juga bawah.
Kemudian Oakley (1991) mengertikan partisipasi ke dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari partisipasi
dalam pembangunan di dunia ketiga adalam melihatnya sebagai suatu keterlibatan
secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan
sebelumnya program dan proyek pembangunan.
2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang
panjang diantara para praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrumen
yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikatakan bahwa perbedaan
organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasional sebagai
sarana bagi partisipasi, seperti organisasi-organisasi yang biasa dibentuk atau
organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya partisipasi.
Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi masyarakat dapat melakukannya
melalui beberapa dimensi, yaitu:
a. Sumbangan pikiran (ide atau gagasan)
b. Sumbangan materi (dana, barang, alat)
c. Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja)
d. Memanfaatkan / melaksanakan pelayanan pembangunan.
3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, partisipasi merupakan latihan pemberdayaan
bagi masyarakat desa, meskipun sulit untuk didefinisikan, akan tetapi
Universitas Sumatera Utara
25
pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan
kemampuan masyarakat desa untuk memutuskan dan ikut terlibat dalam
pembangunan.
Menurut Kokon Subrata (Widi Astuti, 2008:13), bentuk partisipasi terdiri dari
beberapa hal yaitu:
a.
Turut serta memberikan sumbangan finansial.
b.
Turut serta memberikan sumbangan kekuatan fisik.
c.
Turut serta memberikan sumbangan material.
d.
Turut serta memberikan sumbangan moril (dukungan, saran, anjuran, nasehat, petuah,
amanat, dan lain sebagainya).
Di dalam suatu masyarakat yang sudah berkembang, maka tingkat partisipasi
masyarakat tersebut boleh dikatakan cukup baik, tingkat ini tergantung dari kesadaran
masyarakat atas tanggung jawabnya terhadap pembangunan, rasa tanggung jawab dan
kesadaran ini harus muncul apabila mereka dapat mensetujui suatu hal atau dapat menyerap
suatu nilai. Untuk itulah diperlukan adanya perubahan sikap mental kearah yang lebih baik
yang dapat mendukung pembangunan. Tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi akan
memunculkan kemandirian masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial, agama dan
budaya, yang secara bertahap akan menimbulkan jati diri, harkat dan martabat masyarakat
tersebut secara maksimal.
Menurut Tjokromidjojo (dalam Safi’i, 2007:104) partisipasi masyarakat dalam
pembangunan dibagi atas tiga tahapan, yaitu:
a.
Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan
pembangunan yang dilakukan pemerintah.
b.
Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan
pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
26
c.
Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara berkeadilan.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan bagian integral yang harus
ditumbuhkembangkan, yang pada akhirnya akan menumbuhkan rasa memiliki (sense of
belonging), rasa tanggung jawab (sense of responbility) dari masyarakat secara sadar,
bergairah dan tanggung jawab (Tjokromidjojo, 2002).
Menurut Taliziduha Ndraha ada beberapa wadah bagi terwujudnya partisipasi
masyarakat, sebagai berikut:
1.
Wadah partisipasi buah pikiran (yang diberikan dalam rapat), rapat yang dimaksud
seperti rapat mingguan di desa, seminar, penataran-penataran.
2.
Wadah partisipasi tenaga.
Yang diberikan dalam perbaikan pembangunan agar partisipasi tenaga merupakan
pendorong, perlu di usahakan penertiban, penjelasan-penjelasan tentang manfaat. Dari
partisipasi ini banyak hal yang didapat antara lain bangkitnya rasa berlomba, rasa
tanggung jawab.
3.
Wadah partisipasi benda.
Dikalangan masyarakat masih hidup kesediaan memberikan harta benda terhadap usaha
yang dirasakan meringankan beban hidup mereka seperti perbaikan kondisi jalan,
sumbangan, ronda malam.
4.
Wadah partisipasi keterampilan.
Di desa banyak yang memiliki keterampilan, tetapi belakang ini mangalami skill drain,
karena mereka telah mengalir ke kota.
Universitas Sumatera Utara
27
1.6.2.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Dilihat dari pengamatan penulis ada beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat
untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan. Faktor-faktor tersebut dapat bersifat positif
maupun negatif. Menurut Sastropoetro (1988:22) partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yakni:
a. Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial,
dan percaya terhadap diri sendiri.
b. Faktor lain adalah pengintegrasian yang dangkal terhadap agama.
c. Kecenderungan untuk menyalahartikan motivasi, tujuan dan kepentingan
organisasi penduduk yang biasanya mengarah kepada timbulnya persepsi yang
salah terhadap keinginandan motivasi serta organisasi penduduk seperti halnya
terjadi di beberapa negara.
d. Tersedianya kesempatan yang lebih baik di luar pedesaan.
e. Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program
pembangunan.
Sementara itu, Ife (1995: 113-114) mengatakan faktor-faktor yang mendorong
masyarakat untuk berpartisipasi, adalah:
a. Masyarakat akan berpartisipasi jika akan menimbulkan suatu perubahan dan
adanya nilai tambah bagi dirinya.
b. Adanya perbedaan bentuk dari partisipasi masyarakat diakui sesuai dengan nilainilai yang mereka miliki.
Universitas Sumatera Utara
28
c. Masyarakat mungkin akan berpartisipasi jika mereka mendapat dukungan atau
dorongan.
d. Masyarakat akan berpartisipasi jika diciptakan suatu struktur dan proses yang
memungkinkan terjadinya partisipasi.
Sedangkan menurut pandangan Moeljarto (1992:49), ada tiga hal yang mendukung
partisipasi masyarakat, yaitu sebagai berikut:
a. Strategi pembangunan diarahkan pada bagian rakyat miskin.
b. Adanya struktur kepemimpinan yang cocok, karena para pemimpin desa
mempunyai kepentingan yang sama dengan si miskin sendiri atau karena adanya
persaingan yang signifikan untuk kedudukan kepemimpinan dari mereka yang
mewakili kepentingan kaum elit.
c. Pembentukan kelompok di luar koperasi (kerjasama) yang berbasis pedesaan.
Partisipasi yang melibatkan warga desa adalah menyangkut keikutsertaan yang
bertalian dengan kepedulian masyarakat terhadap pembangunan yang dapat terlihat dari
bentuk partisipasi masyarakat baik dari segi moral ataupun material. Ikut menyumbang ideide, peduli terhadap pembuatan keputusan dan hasil keputusan, berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan desa dan senantiasa menunaikan kewajibannya selaku warga Negara yang
baik yaitu dengan membayar pajak yang berguna dalam pendanaan pembangunan di desa itu
sendiri pada khususnya maupun untuk pembangunan Negara pada umumnya merupakan
sedikit contoh bagaimana bentuk dari partisipasi masyarakat yang harus dilakukan.
Selanjutnya partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan yang sering di abaikan dan
hampir tidak kelihatan adalah partisipasi dalam hal pengambilan keputusan. Hal ini
disebabkan bahwa selama ini kebijakan-kebijakan yang ada adalah kebijakan yang diambil
Universitas Sumatera Utara
29
secara sepihak yaitu pemerintah itu sendiri baik dari level yang paling atas (pemerintah pusat)
sampai pada akhirnya jatuh kepada kepala desa. Pengambilan keputusan ini seringkali tidak
melibatkan masyarakat desa sehingga pada tiap-tiap desa untuk wilayah tertentu akan sulit
menterjemahkan kebijakan yang ada karena tidak sesuai dengan kondisi maupun keinginan
masyarakat setempat.
Kebijakan-kebijakan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
masyarakat akan sangat tergantung kepada siapa yang menentukannya, bagaimana proses
penentuannya serta bagaimana diimplementasikanya agar masyarakat dapat membangun
opini dan menentukan berpihakan publik, maka diperlukan suatu mekanisme yang
memberikan ruang kepada masyarakat untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses
pengambilan keputusan. Untuk itu harus ada rumusan ataupun strategi yang di ciptakan guna
melibatkan masyarakat dalam pengambilaan keputusan mengenai kebijakan yang bersifat
langsung melibatkan kepentingan desa dan masyarakat desa itu sendiri.
Strategi perencanaan masyarakat yang dilakukan adalah untuk menjadikan partisipasi
masyarakat bukan sebagai kesempatan yang diberikan oleh pemerintah daerah dengan alasan
kebaikan hati melainkan dimaksudkan sebagai suatu pelayanan dasar yang tersedia dan
bagian yang menyatu dalam pengelolaan p