Hubungan Komunikasi Interpersonal dan Keharmonisan Keluarga pada Pasangan Pernikahan Dini terhadap Kesehatan Reproduksi di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung Tahun 2014

29

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Komunikasi Interpersonal

2.1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal
Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communicare atau communis yang
berarti sama atau menjadikan milik bersama. Kalau kita berkomunikasi dengan orang
lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain dapat
dimengerti (http:google.wikipedia Indonesia.komunikasi.com).
Komunikasi interpersonal ini sebenarnya sama dengan pengertian komunikasi
yang sudah dikenal pada umumnya. Secara formal dapat diartikan sebagai proses
penyampaian berita yang dilakukan oleh seseorang dan diterimanya berita tersebut
oleh orang lain atau kelompok kecil, dengan adanya umpan balik yang segera terjadi.
Komunikasi ini tidak jauh berbeda dengan bentuk perilaku orang-orang, adakalanya
efektif dan adakalanya tidak efektif.
Menurut Joseph A.Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication

Book (Devito, 1989), komunikasi antar pribadi adalah proses pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orangorang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (the process of
sending and receiving messages between two persons, or among a small group of
persons, with some effect and some immediate feedback).

13

Universitas Sumatera Utara

30

Pada

hakekatnya

komunikasi

interpersonal

adalah


komunikasi

antar

komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam
upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang
dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui
tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan,
komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif,
berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk
bertanya seluas-luasnya (Sunarto, 2003)
Berdasarkan

pemahaman

diatas,

maka


yang

dimaksud

Komunikasi

interpersonal (interpersonal communication) yaitu kegiatan komunikasi yang
dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak komunikasinya lebih bersifat
pribadi dan sampai pada tataran prediksi hasil komunikasinya pada tingkatan
psikologis yang memandang pribadi sebagai unik. Dalam komunikasi ini jumlah
perilaku yang terlibat pada dasarnya bisa lebih dari dua orang selama pesan atau
informasi yang disampaikan bersifat pribadi.
2.1.2 Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal
Menurut Millard J. Bienvenu (1987), ada lima komponen komunikasi
interpersonal yaitu:
1. Self concept, sebuah konsep diri, faktor yang paling penting yang
memengaruhi komunikasi dengan orang lain.
2. Ability, kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik, keterampilan yang
mendapat sedikit perhatian.


Universitas Sumatera Utara

31

3. Skill experience, banyak orang merasa sulit untuk melakukan kemampuan
untuk mengekspresikan pikiran dan ide-ide.
4. Emotion, yang dimaksud emosi disini adalah individu dapat mengatasi
emosinya, dengan cara konstruktif (berusaha memperbaiki kemarahan)
5. Self disclousure, keinginan untuk berkomunikasi kepada orang lain secara
bebas dan terus terang. Dengan tujuan untuk menjaga hubungan
interpersonal.
2.1.3 Efektifitas Komunikasi Interpersonal
Menurut Devito (1997), efektifitas komunikasi interpersonal dimulai dengan
mempertimbangkan 5 kualitas umum, yaitu:
a.

Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga aspek, yaitu: terbuka kepada orang
yang diajak berinteraksi, kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur
terhadap stimulus yang datang (tanggap), dan yang terakhir “kepemilikan”

perasaan dan pikiran dimana bertanggung jawab terhadap pesan yang
disampaikan.

b.

Empati (Emphaty)
Henry Backrack (1976) mendefenisikan empati sebagai kemampuan seseorang
untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada saat tertentu dari
sudut pandang orang lain. Orang yang empati mampu memahami motivasi dan
pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan
keinginannya.

Universitas Sumatera Utara

32

c.

Sikap mendukung (Supportiveness)
Sikap mendukung dapat ditampilkan dengan bersikap deskriptif bukan evaluatif,

spontan bukan strategik, dan profesional bukan sangat yakin.

d.

Sikap positif (Positiveness)
Dilakukan dengan dua cara, yaitu : menyatakan sikap positif dan secara positif
mendukung orang yang menjadi teman berinteraksi.

e.

Kesetaraan (Equality)
Komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara Artinya
masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan
(http:google.jurnal komunikasi.com/2010).

2.1.4 Karakteristik Komunikasi Interpersonal
Judy C.Pearson (S. Djuarsa Sendjaja, 2002) menyebutkan enam karakteristik
komunikasi interpersonal, yaitu:
a.


Komunikasi interpersonal dimulai dengan diri pribadi (self). Artinya bahwa
segala bentuk proses penafsiran pesan maupun penilaian mengenai orang lain,
berangkat dari diri sendiri.

b.

Komunikasi interpersonal bersifat transaksi. Ciri komunikasi seperti ini
terlihat dari kenyataan bahwa komunikasi interpersonal bersifat dinamis,
merupakan pertukaran pesan secara timbal balik dan berkelanjutan.

c. Komunikasi interpersonal menyangkut aspek isi pesan dan hubungan antar
pribadi. Maksudnya bahwa efektifitas komunikasi interpersonal tidak hanya

Universitas Sumatera Utara

33

ditentukan oleh kualitas pesan, melainkan juga ditentukan kadar hubungan
antar individu.
d. Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihakpihak yang berkomunikasi. Dengan kata lain, komunikasi interpersonal akan

lebih efektif manakala antara pihak-pihak yang berkomunikasi itu saling
bertatap muka.
e. Komunikasi
berkomunikasi

interpersonal
saling

menempatkan

tergantung

antar

kedua
satu

belah
dengan


pihak
yang

yang
lainnya

(interdependensi). Hal ini mengindikasikan bahwa komunikasi interpersonal
melibatkan ranah emosi, sehingga terdapat saling ketergantungan emosional di
antara pihak-pihak yang berkomunikasi.
f. Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang. Artinya, ketika
seseorang sudah terlanjur mengucapkan sesuatu kepada orang lain, maka
ucapan itu sudah tidak dapat diubah atau diulang, karena sudah terlanjur
diterima oleh komunikan. Ibaratnya seperti anak panah yang sudah terlepas
dari busurnya, sudah tidak dapat ditarik lagi.

2.2

Keharmonisan Keluarga

2.2.1 Pengertian Keharmonisan Keluarga

Keluarga merupakan satu organisasi sosial yang paling penting dalam
kelompok sosial dan keluarga merupakan lembaga di dalam masyarakat yang paling
utama bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan sosial dan kelestarian

Universitas Sumatera Utara

34

biologis anak manusia (Kartono, 1977). Sedangkan menurut Hawari (1997)
keharmonisan keluarga itu akan terwujud apabila masing-masing unsur dalam
keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagaimana mestinya dan tetap berpegang
teguh pada nilai-nilai agama kita, maka interaksi sosial yang harmonis antar unsur
dalam keluarga itu akan dapat diciptakan.
Dalam kehidupan berkeluarga antara suami istri dituntut adanya hubungan yang
baik dalam arti diperlukan suasana yang harmonis yaitu dengan menciptakan saling
pengertian, saling terbuka, saling menjaga, saling menghargai dan saling memenuhi
kebutuhan (Anonim, 1985 Basri (1999)) menyatakan bahwa setiap orang tua
bertanggung jawab juga memikirkan dan mengusahakan agar senantiasa terciptakan
dan terpelihara suatu hubungan antara orangtua dengan anak yang baik, efektif dan
menambah kebaikan dan keharmonisan hidup dalam keluarga, sebab telah menjadi

bahan kesadaran para orangtua bahwa hanya dengan hubungan yang baik kegiatan
pendidikan dapat dilaksanakan dengan efektif dan dapat menunjang terciptanya
kehidupan keluarga yang harmonis. Selanjutnya Hurlock (1973) menyatakan bahwa
anak yang hubungan perkawinan orangtuanya bahagia akan mempersepsikan rumah
mereka sebagai tempat yang membahagiakan untuk hidup karena makin sedikit
masalah antar orangtua, semakin sedikit masalah yang dihadapi anak, dan sebaliknya
hubungan keluarga yang buruk akan berpengaruh kepada seluruh anggota keluarga.
Suasana keluarga yang tercipta adalah tidak menyenangkan, sehingga anak ingin
keluar dari rumah sesering mungkin karena secara emosional suasana tersebut akan
mempengaruhi masing-masing anggota keluarga untuk bertengkar dengan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

35

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan persepsi keharmonisan
keluarga adalah persepsi terhadap situasi dan kondisi dalam keluarga dimana di
dalamnya tercipta kehidupan beragama yang kuat, suasana yang hangat, saling
menghargai, saling pengertian, saling terbuka, saling menjaga dan diwarnai kasih
sayang dan rasa saling percaya sehingga memungkinkan anak untuk tumbuh dan
berkembang secara seimbang.
Gunarsa berpendapat bahwa keluarga bahagia adalah apabila seluruh anggota
keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya rasa ketegangan,
kekecewaan, dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi
dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi, dan sosial. Sebaliknya
keluarga yang tidak bahagia adalah apabila dalam keluarganya ada salah satu atau
beberapa anggota keluarga yang diliputi oleh ketegangan, kekecewaan, dan tidak
pernah merasa puas dengan keadaan dan keberadaan dirinya terganggu atau
terhambat (Gunarsa, 1991).
Suami istri bahagia menurut Hurlock adalah suami istri yang memperoleh
kebahagiaan bersama dan membuahkan keputusan yang diperoleh dari peran yang
mereka mainkan bersama, mempunyai cinta yang matang dan mantap satu sama
lainnya, dan dapat melakukan penyesuaian seksual dengan baik, serta dapat
menerima peran sebagai orang tua (Hurlock, 1999).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keharmonisan rumah
tangga adalah terciptanya keadaan yang sinergis diantara anggotanya yang di
dasarkan pada cinta kasih, dan mampu mengelola kehidupan dengan penuh

Universitas Sumatera Utara

36

keseimbangan (fisik, mental, emosional dan spiritual) baik dalam tubuh keluarga
maupun hubungannya dengan yang lain, sehingga para anggotanya merasa tentram di
dalamnya dan menjalankan peran-perannya dengan penuh kematangan sikap, serta
dapat melalui kehidupan dengan penuh keefektifan dan kepuasan batin.
Seperti yang dikemukakan oleh Surya (2001) keharmonisan keluarga
merupakan suatu perwujudan kondisi kualitas hubungan interpersonal baik inter
maupun antar keluarga. Hubungan interpersonal merupakan awal dari keharmonisan.
Hal ini mengandung arti bahwa keharmonisan akan sulit terwujud tanpa adanya
hubungan interpersonal, baik dalam keluarga maupun antar keluarga. Begitu pula
untuk mewujudkan suatu pernikahan yang harmonis akan sulit terwujud tanpa adanya
hubungan interpersonal yang baik antara suami dan istri. Agar suasana hubungan
yang baik dapat terwujud diperlukan suasana yang hangat, penuh pengertian, penuh
kasih sayang satu dengan lainnya agar dapat menimbulkan suasana yang akrab dan
ceria diantara suami dan istri. Dasar terciptanya suasana hubungan ini adalah
terciptanya komunikasi yang efektif diantara suami dan istri.
Pasangan suami istri yang mampu melakukan komunikasi interpersonal dengan
efektif ditandai dengan adanya hubungan interpersonal yang baik pula antara kedua
belah pihak yaitu suami dan istri. Tailor (dalam Rakhmat, 1996) menjelaskan bahwa
hubungan interpersonal tersebut tidak hanya ditentukan oleh sering atau tidaknya
individu melakukan komunikasi, akan tetapi ditentukan juga oleh mutu dari
komunikasi tersebut. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang efektif, yang

Universitas Sumatera Utara

37

ditunjukkan dari lima sikap positif dengan ciri adanya rasa saling terbuka, empati,
saling mendukung, sikap positif dan kesetaraan (Devito, 1997).
Menurut Basri keharmonisan rumah tangga mempunyai beberapa faktor yang
mempengaruhi. Saling mencintai, fisik kedua belah pihak, material, pendidikan, dan
agama merupakan faktor yang mempengaruhi dalam keharmonisan. Namun yang
paling penting adalah kedewasaan diri dari kedua pasangan. Jika kedua pasangan
telah memiliki kedewasaan untuk menjalankan perannya dalam rumah tangga maka
didalam keluarga tersebut akan terjadi kesinambungan dan keseimbangan yang saling
mengisi satu sama lain sehingga tercipta kesejahteraan dalam rumah tangganya (Basri,
2002).
2.2.2

Aspek-Aspek Keharmonisan Keluarga
Stinett dan De Frain (dalam Hawari, 1997) mengemukakan enam aspek sebagai

suatu pegangan hubungan perkawinan bahagia adalah:
a.

Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.
Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan terciptanya kehidupan
beragama dalam rumah tersebut. Hal ini penting karena dalam agama terdapat
nilai-nilai moral dan etika kehidupan. Berdasarkan beberapa penelitian
ditemukan bahwa keluarga yang tidak religius yang penanaman komitmennya
rendah atau tanpa nilai agama sama sekali cenderung terjadi pertentangan
konflik dan percekcokan dalam keluarga, dengan suasana yang seperti ini, maka
anak akan merasa tidak betah di rumah dan kemungkinan besar anak akan
mencari lingkungan lain yang dapat menerimanya. Yaitu: (a). Segi keimanan,

Universitas Sumatera Utara

38

keislaman dan keihsanannya. (b). Dari segi pengetahuan agama mereka
memiliki semangat belajar, memahami, serta memperdalam ajaran agama, dan
taat melaksanakan tuntunan akhlak mulia. (c). Saling memotivasi dan
mendukung agar keluarga dapat berpendidikan.
b.

Mempunyai waktu bersama keluarga
Keluarga yang harmonis selalu menyediakan waktu untuk bersama keluarganya,
baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani anak bermain
dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan anak, dalam kebersamaan ini
anak akan merasa dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh orangtuanya,
sehingga anak akan betah tinggal di rumah.

c.

Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga
Komunikasi merupakan dasar bagi terciptanya keharmonisan dalam keluarga.
Meichati (dalam Hawari, 1997) mengatakan bahwa remaja akan merasa aman
apabila orangtuanya tampak rukun, karena kerukunan tersebut akan
memberikan rasa aman dan ketenangan bagi anak, komunikasi yang baik dalam
keluarga juga akan dapat membantu remaja untuk memecahkan permasalahan
yang dihadapinya di luar rumah, dalam hal ini selain berperan sebagai orangtua,
ibu dan ayah juga harus berperan sebagai teman, agar anak lebih leluasa dan
terbuka dalam menyampaikan semua permasalahannya.

d.

Saling menghargai antar sesama anggota keluarga
Furhmann (dalam Hawari, 1997) mengatakan bahwa keluarga yang harmonis
adalah keluarga yang memberikan tempat bagi setiap anggota keluarga

Universitas Sumatera Utara

39

menghargai perubahan yang terjadi dan mengajarkan ketrampilan berinteraksi
sedini mungkin pada anak dengan lingkungan yang lebih luas.
e.

Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menciptakan keharmonisan
keluarga adalah kualitas dan kuantitas konflik yang minim, jika dalam keluarga
sering terjadi perselisihan dan pertengkaran maka suasana dalam keluarga tidak
lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis setiap anggota keluarga
berusaha menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan mencari
penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan.

f.

Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga.
Hubungan yang erat antar anggota keluarga juga menentukan harmonisnya
sebuah keluarga, apabila dalam suatu keluarga tidak memiliki hubungan yang
erat maka antar anggota keluarga tidak ada lagi rasa saling memiliki dan rasa
kebersamaan akan kurang. Hubungan yang erat antar anggota keluarga ini dapat
diwujudkan dengan adanya kebersamaan, komunikasi yang baik antar anggota
keluarga dan saling menghargai.
Keenam aspek tersebut mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang

lainnya. Proses tumbuh kembang anak sangat ditentukan dari berfungsi tidaknya
keenam aspek di atas, untuk menciptakan keluarga harmonis peran dan fungsi
orangtua sangat menentukan, keluarga yang tidak bahagia atau tidak harmonis akan
mengakibatkan persentase anak menjadi nakal semakin tinggi (Hawari, 1997).

Universitas Sumatera Utara

40

Menurut Gunarsa (2000) ada beberapa aspek keharmonisan keluarga adalah :
1. Kasih sayang antar anggota keluarga
Anggota keluarga menunjukkan saling menghargai dan saling menyayangi,
mereka bisa merasakan betapa baiknya keluarga. Anggota keluarga
mengekspresikan penghargaan dan kasih sayang secara jujur. Penghargaan itu
mutlak diperlukan, karena dengan demikian masing-masing anggota merasa
sangat dicintai dan diakui keberadaannya.
2. Saling pengertian sesama anggota keluarga
Selain kasih sayang, pada umumnya para remaja sangat mengharapkan
pengertian dari orangtuanya. Dengan adanya saling pengertian maka tidak
akan terjadi pertengkaran-pertengkaran antar sesama anggota keluarga.
3. Dialog atau komunikasi efektif yang terjalin di dalam keluarga
Anggota keluarga mempunyai keterampilan berkomunikasi dan banyak waktu
digunakan untuk itu. Dalam keluarga harmonis ada beberapa kaidah
komunikasi yang baik, antara lain :
a. Menyediakan cukup waktu
Anggota keluarga melakukan komunikasi yang bersifat spontan maupun tidak
spontan (direncanakan). Bersifat spontan, misalnya berbicara sambil
melakukan pekerjaan bersama, biasanya yang dibicarakan hal-hal sepele.
Bersifat tidak spontan, misalnya merencanakan waktu yang tepat untuk
berbicara, biasanya yang dibicarakan adalah suatu konflik atau hal penting
lainnya. Mereka menyediakan waktu yang cukup untuk itu.

Universitas Sumatera Utara

41

b. Mendengarkan
Anggota keluarga meningkatkan saling pengertian dengan menjadi pendengar
yang baik dan aktif. Mereka tidak menghakimi, menilai, menyetujui, atau
menolak pernyataan atau pendapat pasangannya. Mereka menggunakan
feedback, menyatakan/ menegaskan kembali, dan mengulangi pernyataan.
c. Pertahankan kejujuran
Anggota keluarga mau mengatakan apa yang menjadi kebutuhan, perasaan
serta pikiran mereka, dan mengatakan apa yang diharapkan dari anggota
keluarga.
4. Mempunyai waktu bersama dan kerjasama dalam keluarga
Keluarga menghabiskan waktu (kualitas dan kuantitas waktu yang besar)
diantara mereka. Kebersamaan di antara mereka sangatlah kuat, namun tidak
mengekang. Selain itu, kerjasama yang baik antara sesama anggota keluarga
juga sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Saling membantu dan
gotong royong akan mendorong anak untuk bersifat toleransi jika kelak
bersosialisasi dalam masyarakat.
Zakiah Daradjat menjelaskan beberapa persyaratan dalam mencapai keluarga
yang harmonis, adapun syarat tersebut adalah:
1. Saling mengerti antara suami istri, yaitu; (a) mengerti latar belakang
pribadinya; yaitu mengetahui secara mendalam sebab akibat kepribadian (baik
sifat dan tingkah lakunya) pasangan, (b) mengerti diri sendiri; memahami diri

Universitas Sumatera Utara

42

sendiri, masa lalu kita, kelebihan dan kekurangan kita, dan tidak menilai orang
berdasarkan diri kita sendiri.
2. Saling menerima. Terimalah apa adanya pribadinya, tugas, jabatan dan
sebagainya jika perlu diubah janganlah paksakan, namun doronglah dia agar
terdorong merubahnya sendiri. Karena itu; (a) terimalah dia apa adanya karena
menerima apa adanya dapat menghilangkan ketegangan dalam keluarga. (b)
Terimalah hobi dan kesenangannya asalkan tidak bertentangan dengan norma
dan tidak merusak keluarga. (c) terimalah keluarganya.
3. Saling menghargai. Penghargaan sesungguhnya adalah sikap jiwa terhadap
yang lain. Ia akan memantul dengan sendirinya pada semua aspek kehidupan,
baik gerak wajah maupun prilaku. Perlu diketahui bahwa setiap orang perlu
dihargai. Maka menghargai keluarga adalah hal yang sangatpenting dan harus
ditunjukkan dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan. Adapun cara
menghargai dalam keluarga adalah: (a) Menghargai perkataan dan perasaannya.
Yaitu: menghargai seseorang yang berbicaradengan sikap yang pantas hingga ia
selesai, menghadapi setiap komunikasi dengan penuh perhatian positif dan
kewajaran, mendengarkan keluhan mereka. (b) Menghargai bakat dan
keinginan sepanjang tidak bertentangan dengan norma. (c) Menghargai
keluarganya.
4. Saling mempercayai. Rasa percaya antara suami istri harus dibina dan
dilestarikan hingga hal terkecil terutama yang berhubungan dengan akhlaq,
maupun segala kehidupan. Diperlukan diskusi tetap dan terbuka agar tidak ada

Universitas Sumatera Utara

43

lagi masalah yang disembunyikan. Untuk menjamin rasa saling percaya
hendaknya memperhatikan: (a). Percaya pada dirinya. Hal ini ditunjukkan
secara wajar dalam sikap ucapan, dan tindakan. (b). Percaya akan
kemampuannya, baik dalam mengtur perekonomian keluarga, mengendalikan
rumah tangga, mendidik anak, maupun dalam hubungannya dengan orang lain
dan masyarakat.
5. Saling mencintai. Syarat ini merupakan tonggak utama dalam menjalankan
kehidupan keluarga. Cinta bukanlah keajaiban yang kebetulan datang dan
hilang namun ia adalah “usaha untuk…”. Adapun syarat untuk mempertalikan
dengan cinta adalah; (a). Lemah lembut dalam bicara. (b). Menunjukkan
perhatian pada pasangan, terhadap pribadinya maupun keluarganya. (c).
Bijaksana dalam pergaulan. (d). Menjauhi sikap egois (e). Tidak mudah
tersinggung. (f) Menentramkan batin sendiri. Karena tak akan bisa
menentramkan batin seseorang apabila batinnya sendiri tidak tentram, orang
disekitarnya pun tidak akan nyaman. Saling terbuka dan membicarakan hal
dengan pasangan adalah kebutuhan yang dapat menentramkan masalah. Peran
agama dan spiritual pun sangat menentukan. Dengannya kemuliaan hati
tercermin dalam tingkah laku yang lebih baikdan menarik. Oleh sebab itu oarng
yang tentram batinnya akan menyenangkan dan menarik bagi orang lain. (g).
Tunjukkan rasa cinta. Hal ini dapat melalui tindakan, ucapan, terhadap
pasangan.

Universitas Sumatera Utara

44

2.2.3
a.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keharmonisan Keluarga
Komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
keharmonisan keluarga, karena menurut Hurlock (1993) komunikasi akan
menjadikan seseorang mampu mengemukakan pendapat dan pandangannya,
sehingga mudah untuk memahami orang lain dan sebaliknya tanpa adanya
komunikasi kemungkinan besar dapat menyebabkan terjadinya kesalahfahaman
yang memicu terjadinya konflik.

b.

Tingkat ekonomi keluarga
Menurut beberapa penelitian, tingkat ekonomi keluarga juga merupakan salah
satu faktor yang menentukan keharmonisan keluarga. Jorgensen (dalam Ulfa,
2007) menemukan dalam penelitiannya bahwa semakin tinggi sumber ekonomi
keluarga akan mendukung tingginya stabilitas dan kebahagian keluarga, tetapi
tidak berarti rendahnya tingkat ekonomi keluarga merupakan indikasi tidak
bahagianya keluarga. Tingkat ekonomi hanya berpengaruh terhadap kebahagian
keluarga apabila berada pada taraf yang sangat rendah sehingga kebutuhan
dasar saja tidak terpenuhi dan inilah nantinya yang akan menimbulkan konflik
dalam keluarga.

c. Perhatian. Yaitu menaruh hati pada seluruh anggota keluarga sebagai dasar
utama hubungan yang baik antar anggota keluarga. Baik padaperkembangan
keluarga dengan memperhatikan peristiwa dalam keluarga, dan mencari sebab
akibat permasalahan, juga terdapat perubahan pada setiap anggotanya.

Universitas Sumatera Utara

45

d.

Pengetahuan. Perlunya menambah pengetahuan tanpa henti-hentinya untuk
memperluas wawasan sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan keluarga.
Sangat perlu untuk mengetahui anggota keluaranya, yaitu setiap perubahan
dalam keluarga, dan perubahan dalam anggota keluarganya, agar kejadian yang
kurang diinginkan kelak dapat di antisipasi.

e. Sikap menerima. Langkah lanjutan dari sikap pengertian adalah sikap menerima,
yang berarti dengan segala kelemahan, kekurangan, dan kelebihannya, ia
seharusnya tetap mendapatkan tempat dalam keluarga. Sikap ini akan
menghasilkan suasana positif dan berkembangnya kehangatan yang melandasi
tumbuh suburnya potensi dan minat dari anggota keluarga. (Gunarsa, 1991)
f. Faktor kesejahteraan jiwa. Yaitu rendahnya frekwensi pertengkaran dan
percekcokan di rumah, saling mengasihi, saling membutuhkan, saling tolongmenolong antar sesama keluarga, kepuasan dalam pekerjaan dan pelajaran
masing-masing dan sebagainya yang merupakan indikator-indikator dari adanya
jiwa yang bahagia, sejahtera dan sehat.
g.

Faktor kesejahteraan fisik. Seringnya anggota keluarga yang sakit, banyak
pengeluaran untuk kedokter, untuk obat-obatan, dan rumah sakit tentu akan
mengurangi dan menghambat tercapainya kesejahteraan keluarga. (Sarwono,
1982)

h. Ukuran Keluarga
Menurut Kidwel (1981) dengan jumlah anak dalam satu keluarga cara orangtua
mengontrol perilaku anak, menetapkan aturan, mengasuh dan perlakuan efektif

Universitas Sumatera Utara

46

orangtua terhadap anak. Keluarga yang lebih kecil mempunyai kemungkinan
lebih besar untuk memperlakukan anaknya secara demokratis dan lebih baik
untuk kelekatan anak dengan orangtua.

2.3

Pernikahan Dini

2.3.1 Pengertian Pernikahan Dini
Pernikahan dan kedudukan sebagai orang tua sebelum orang muda
menyelesaikan pendidikan mereka dan secara ekonomis independen membuat mereka
tidak mempunyai kesempatan untuk mempunyai pengalaman yang dipunyai oleh
teman-teman yang tidak kawin atau orang-arang yang telah mandiri sebelum kawin,
hal ini mengakibatkan sikap iri hati dan halangan bagi penyesuaian perkawinan
(Hurlock, 2000).
Pernikahan dini menurut Indaswari adalah perkawinan yang dilakukan dibawah
umur sebelum usia 16 tahun bagi perempuan dan usia 19 tahun untuk laki-laki,
batasan usia ini mengacu pada ketentuan formal batas minimum menikah yang
berlaku di Indonesia.
Pernikahan dalam umur belasan tahun adalah berdasarkan keputusan-keputusan
yang sesaat. Kemungkinannya akan sangat buruk buat mereka, biasanya kedua anak
laki-laki dan perempuan tidak dewasa secara emosi dan sering dimanjakan. Mereka
ingin segera memperoleh apa yang dikehendakinya, tidak peduli apakah itu berakibat
bencana (Shappiro, 2000).

Universitas Sumatera Utara

47

2.3.2 Hal - Hal yang Memengaruhi Pernikahan Dini
Hal-hal yang mempengaruhi, sehingga timbul perkawinan di usia muda antara
lain:
a. Rendahnya tingkat pendidikan terutama bagi masyarakat yang tinggal di
pedesaan.
b. Minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang arti dan makna sebuah
perkawinan.
c. Karena tekanan ekonomi yang semakin sulit berakibat timbulnya rasa
frustasi, sehingga pelariannya adalah kawin.
d. Sempitnya lapangan kerja, sementara angkatan kerja semakin membludak
(Al-Ghifari, 2003).
e. Hamil semasa sekolah/sebelum nikah.
f. Kemauan orang tua, dengan kata lain ada unsur perjodohan.
g. Mengikuti trend yang sedang berkembang saat ini, ikut-ikutan meramaikan
suasana yang menurutnya membahagiakan (Ikhsan, 2004).
2.3.3

Akibat dari Pernikahan Dini

Adapun akibat dari pernikahan dini antara lain sebagai berikut :
a. Kematian ibu yang melahirkan
Kematian karena melahirkan banyak dialami oleh ibu muda di bawah umur 20
tahun. Penyebab utama karena kondisi fisik ibu yang belum atau kurang
mampu untuk melahirkan.

Universitas Sumatera Utara

48

b. Kematian bayi
Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berusia muda, banyak yang mengalami
nasib yang tidak menguntungkan. Ada yang lahir sebelum waktunya
(prematur), ada yang berat badanya kurang dan ada pula yang langsung
meninggal.
c. Hambatan terhadap kehamilan dan persalinan
Selain kematian ibu dan bayi, ibu yang kawin pada usia muda dapat pula
mengalami perdarahan, kurang darah, persalinan yang lama dan sulit, bahkan
kemungkinan menderita kanker pada mulut rahim di kemudian hari.
d. Persoalan ekonomi
Pasangan-pasangan yang menikah pada usia muda umumnya belum cukup
memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehingga sukar mendapatkan
pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, penghasilan yang rendah dapat
meretakkan keutuhan dan keharmonisan keluarga.
e. Persoalan kedewasaan
Kedewasaan seseorang sangat berhubungan erat dengan usianya, usia muda
(12-19 tahun) memperlihatkan keadaan jiwa yang selalu berubah (BKKBN,
2003).
Dampak buruk menikah di usia muda bagi kesehatan reproduksi terutama anak
perempuan, sebagai pihak yang paling rentan sebagai korban kasus pernikahan dini,
juga mengalami sejumlah dampak buruk 33,5% anak usia 13-18 tahun pernah
menikah, dan rata-rata mereka menikah pada usia15-16 tahun. Dari segi fisik, remaja

Universitas Sumatera Utara

49

itu belum kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan
proses persalinan. Anak perempuan berusia 10-14 memiliki kemungkinan meninggal
lima kali lebih besar, selama kehamilan atau melahirkan, dibandingkan dengan
perempuan berusia 20-25 tahun sementara itu anak perempuan berusia 15-19 tahun
memiliki kemungkinan dua kali lebih besar. Dampak pernikahan dini terhadap usia
dini perkawinan dalam usia muda merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
keganasan mulut rahim. Kanker serviks adalah yang menyerang bagian ujung bawah
rahim yang menonjol di vagina. Kanker serviks merupakan kanker yang berasal dari
leher rahim ataupun mulut rahim yang tumbuh dan berkembang dari serviks, dapat
menembus keluar serviks sehingga tumbuh di luar serviks bahkan terus tumbuh
sampai dinding panggul. Remaja tahap awal berisiko paling besar untuk menghadapi
masalah dalam masa hamil dan melahirkan anak, BBLR, kematian bayi, dan abortus.
(Rayani, 2013)
Pada masa remaja ini alat reproduksi belum matang melakukan fungsinya.
Rahim atau uterus baru siap melakukan fungsinya setelah umur 20 tahun, karena
masa ini fungsi hormonal melewati masa maksimal. Pada usia 14-18 tahun,
perkembangan otot-otot rahim belum cukup baik kekuatan dan kontraksinya sehingga
jika terjadi kehamilan rahim dapat rupture atau robek. Pada usia 14-19 tahun sistem
hormonal belum stabil, kehamilan menjadi tak stabil mudah terjadi pendarahan dan
terjadilah abortus atau kematian janin. Usia kehamilan terlalu dini dari persalinan
memperpanjang rentang usia reproduktif aktif. Hal ini dapat mengakibatkan resiko
kanker leher rahim di kemudian hari.

Universitas Sumatera Utara

50

Beberapa resiko yang bisa timbul dari kehamilan usia dini yaitu :
a. Kurangnya perawatan senam hamil dan sebelum melahirkan. Gadis remaja
yang terutama yang hamil jika tidak mendapatkan dukungan keluarga sangat
beresiko mengalami kekurangan dalam perawatan selama hamil dan sebelum
melahirkan. Padahal perawatan ini sangat penting terutama di bulan-bulan awal
kehamilan, perawatan ini berguna untuk memantau kondisi medis ibu dan bayi
serta pertumbuhannya. Jika ada komplikasi bisa di tangani dengan cepat.
b. Tekanan darah tinggi Remaja hamil memiliki resiko mengalami TD tinggi atau
disebut dengan pregnancy induced hypertension, dibandingkan dengan
perempuan yang hamil di usia matang. Kondisi ini memicu terjadinya preeklamsi, yaitu kondisi medis yang berbahaya yang menghubungkan tekanan
darah tinggi dengan kelebihan protein dalam urine. Pembengkakan tangan
wajah ibu serta kerusakan organ.
c. Kelahiran prematur. Kehamilan yang normal berlangsung selama 38-40 minggu
sehingga jika lahir sebelum usia tersebut disebut kelahiran prematur. Jika ibu
yang hamil tidak mendapatkan perawatan yang cukup atau kondisi tertentu bisa
memicu, kelahiran prematur yang berisiko pada bayinya seperti gannguan
pernafasan, sistem pencernaannya belum sempurna atau gannguan organ
lainnya.
d. BBLR. Jika kelahiran secara prematur atau tidak mendapatkan gizi yang cukup
selama hamil, ada kemungkinan bayi yang lahir memiliki berat badan yang
rendah. Bayi yang memiliki BBLR biasanya sekitar 1500-2500 gr, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

51

jika dibawah 1500 gr maka tergolong sangat rendah. Hal ini menimbulkan
berbagai komplikasi yang dapat membahayakan sang bayi.
e. Resiko tertular penyakit menular seksual atau PMS. Remaja melakukan
hubungan seks memiliki resiko tertular penyakit tertular seperti Chlamidiya dan
HIV. Hal ini sangat penting di waspadai karena PMS bisa menyebabkan
gangguan pada serviks (mulut rahim) atau menginfeksi mulut rahim dan janin
yang sedang di kandung.
f. Depresi pasca melahirkan kehamilan yang terjadi pada saat remaja bisa
beresiko tuinggi mengalami depresi pasca melahirkan, para gadis akan merasa
down dan sedih setelah melahirkan bayinya. Depresi bisa mengganggu
pertumbuhan bayi yang baru lahir dan juga perkembangan remaja tersebut yaitu
karena itu remaja harus berbicara secara terbuka dengan dokter atau orang lain
yang di percayai.
g. Timbul Perasaan Sendiri dan Terasing. Remaja yang hamil cenderung akan
memiliki pikiran takut terisolasi atau merasa sendiri. Kondisi akan
mempengaruhi perkembangan jiwa dan janin yang ada dalam kandungannya.
Karena itu memiliki minimal satu orang bisa di percayai dapat memberikan
dukungan emosional yang di butuhkan agar dia selalu sehat selama
kehamilannya.
Dampak psikologis Seorang yang menikah muda yang terjadi pada usia remaja
secara mental belum siap menghadapai perubahan yang terjadi pada saat kehamilan,
belum siap menjalankan peran sebagai ibu dan belum siap menghadapi masalah

Universitas Sumatera Utara

52

rumah tangga yang sering kali melanda kalangan keluarga yang baru karena baru
menikah karena masih dalam proses penyesuaian.
2.3.4 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pernikahan Dini
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya pernikahan dini pada kalangan remaja,
yaitu :
1. Faktor pribadi
Dalam sebuah dialog antar remaja psikolog yang disiarkan secara langsung oleh
salah satu stasiun radio swasta di Jakarta beberapa waktu lalu, seorang remaja lakilaki usia 19 tahun bercerita kepada penyiarnya : "Saya terpaksa menikah karena
terlanjur melakukan hubungan intim hingga pacar saya hamil." Lalu, "Apa yang
terjadi setelah menikah?" tanya sang penyiar tadi. "Dunia berubah 180 derajat. Dari
bangun sembarangan harus berangkat pagi untuk bekerja. Belum lagi, siang malam
anak saya menangis, hingga kami tidak bisa tidur barang sekejap pun".
Dari dialog tersebut, kita dapat mengetahui bahwa salah satu penyebabnya dari
faktor pribadi adalah karena seks bebas yang mengakibatkan hamil duluar nikah.
Sehingga akhirnya mereka melakukan pernikahan dini untuk menutupi dosa tersebut.
Adapun penyebab dari faktor pribadi yang lain yaitu, karena pada remaja pernikahan
dini dianggap sebagai jalan keluar untuk menghindari dosa, yaitu seks bebas. Mereka
menganggap, dengan menikah dini, mereka akan terhindar dari yang namanya seks
bebas.

Universitas Sumatera Utara

53

2. Faktor keluarga
Kian maraknya seks bebas di kalangan remaja dan dewasa muda, maupun
meningkatnya angka aborsi setidaknya menjadi indikator tingkat pergaulan bebas
sudah berada pada tahap mengkhawatirkan dan harus segera dipikirkan solusinya.
Salah satu jalan, walaupun bukan yang mutlak adalah menikahkan pasangan remaja
di usia dini. Artinya, bagi mereka yang telah mantap dengan pasangannya, dianjurkan
untuk segera meresmikannya dalam sebuah ikatan pernikahan. Sekalipun keduanya
masih menempuh pendidikan atau di bawah usia ideal. Hal ini untuk menghindari
dampak buruk dari keintiman hubungan lawan jenis. Begitu kata orang tua.
Ada juga penyebabnya karena terpaksa. Hal itu terjadi pada orang tua yang
masih belum paham pentingnya pendidikan. Para orang tua memaksa anak mereka
untuk segera menikah. Hal itu biasanya terjadi setelah remaja lulus SMP atau bahkan
belum. Mereka menganggap, pendidikan tinggi itu tidak penting. Bagi mereka, lulus
SD saja sudah cukup.
3. Faktor adat dan budaya
Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa pemahaman
tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya.
Dan akan segera dinikahkan sesaat setelah anak tersebut mengalami masa menstruasi.
Padahal umumnya anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka
dapat dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah
batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan undang-undang.

Universitas Sumatera Utara

54

Dari berbagai faktor diatas yang mengakibatkan remaja-remaja harus
melakukan pernikahan dini yang sebenarnya masih banyak hal yang harus mereka
dapatkan sebagai bekal mereka di kemudian hari, tapi justru sebaliknya mereka harus
menghadapi dunia rumah tangga dengan begitu cepat. (Ronal, 2012)
2.3.5 Dampak Pernikahan Dini
Tanpa kita sadari ada banyak dampak dari pernikahan dini. Ada yang
berdampak bagi kesehatan, adapula yang berdampak bagi psikis dan kehidupan
keluarga remaja, antara lain :
a. Kanker leher rahim
Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker
leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar
human papiloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker.
Leher rahim ada dua lapis epitel, epitel skuamosa dan epitel kolumner. Pada
sambungan kedua epitel terjadi pertumbuhan yang aktif, terutama pada usia muda.
Epitel kolumner akan berubah menjadi epitel skuamosa. Perubahannya disebut
metaplasia. Kalau ada HPV menempel, perubahan menyimpang menjadi displasia
yang merupakan awal dari kankes. Pada usia lebih tua, di atas 20 tahun, sel-sel sudah
matang, sehingga resiko makin kecil.
Gejala awal perlu diwaspadai, keputihan yang berbau, gatal serta perdarahan
setelah senggama. Jika diketahui pada stadium sangat dini atau prakanker, kanker
leher rahim bisa diatasi secara total. Untuk itu perempuan yang aktif secara seksual
dianjurkan melakukan tes Papsmear 2-3 tahun sekali.

Universitas Sumatera Utara

55

b. Neoritis depresi
Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada
kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si
remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan
menjadi seorang yang schizoprenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang
adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, si
remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti,
perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis
kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya.
Dalam pernikahan dini sulit membedakan apakah remaja laki-laki atau remaja
perempuan yang biasanya mudah mengendalikan emosi. Situasi emosi mereka jelas
labil, sulit kembali pada situasi normal. Sebaiknya, sebelum ada masalah lebih baik
diberi prevensi daripada mereka diberi arahan setelah menemukan masalah. Biasanya
orang mulai menemukan masalah kalau dia punya anak. Begitu punya anak, berubah
100 persen. Kalau berdua tanpa anak, mereka masih bisa enjoy, apalagi kalau
keduanya berasal dari keluarga cukup mampu, keduanya masih bisa menikmati masa
remaja dengan bersenang-senang meski terikat dalam tali pernikahan.
Usia masih terlalu muda, banyak keputusan yang diambil berdasar emosi atau
mungkin mengatasnamakan cinta yang membuat mereka salah dalam bertindak.
Meski tak terjadi Married By Accident (MBA) atau menikah karena "kecelakaan",
kehidupan pernikahan pasti berpengaruh besar pada remaja. Oleh karena itu, setelah
dinikahkan remaja tersebut jangan dilepas begitu saja.

Universitas Sumatera Utara

56

c. Konflik yang berujung perceraian
Sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan
sebenarnya ia belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba
bertanggung jawab atas hasil perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya. Hanya
satu persoalannya, pernikahan usia dini sering berbuntut perceraian.
Pernikahan dini atau menikah dalam usia muda, memiliki dua dampak cukup
berat. Dari segi fisik, remaja itu belum kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil
sehingga bisa membahayakan proses persalinan. Oleh karena itu pemerintah
mendorong masa hamil sebaiknya dilakukan pada usia 20 - 30 tahun. Dari segi
mental pun, emosi remaja belum stabil. Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia
24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja,
boleh di bilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20 - 24 tahun dalam
psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen. Pada masa ini,
biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil.
Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih
ingin bertualang menemukan jati dirinya.
Selain itu Pernikahan dini pada remaja pada dasarnya berdampak pada segi
fisik maupun biologis remaja yaitu (Nugraha, 2002):
a.

Remaja yang hamil akan lebih mudah menderita anemia selagi hamil dan
melahirkan, salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi,
kehilangan kesempatan kesempatan mengecap pendidikan yang lebih tinggi,
interaksi dengan lingkungan teman sebaya menjadi berkurang, sempitnya dia

Universitas Sumatera Utara

57

mendapatkan kesempatan kerja, yang otomatis lebih mengekalkan kemiskinan
(status ekonomi keluarga rendah karena pendidikan yang minim).
b.

Dampak bagi anak: akan melahirkan bayi lahir dengan berat rendah, sebagai
penyebab utama tingginya angka kematian ibu dan bayi, cedera saat lahir,
komplikasi persalinan yang berdampak pada tingginya mortalitas.

c.

Pernikahan dini merupakan salah satu faktor penyebab tindakan kekerasan
terhadap istri, yang timbul karena tingkat berpikir yang belum matang bagi
pasangan muda tersebut.

d.

Kesulitan ekonomi dalam rumah tangga

e.

Pengetahuan yang kurang akan lembaga perkawinan

f.

Relasi yang buruk dengan keluarga.
Walaupun begitu, dalam konteks beberapa budaya, pernikahan dini bukanlah

sebuah masalah, karena pernikahan dini sudah menjadi kebiasaan. Tetapi, dalam
konsep perkembangan, pernikahan dini akan membawa masalah psikologis yang
besar dikemudian hari karena pernikahan tersebut.

2.4
2.4.1

Kesehatan Reproduksi
Pengertian
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental dan social yang utuh,

bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi (WHO, 2010). Suatu keadaan sejahtera fisik,
mental dan sosial secara utuh, tidak semata – mata bebas dari penyakit atau kecacatan

Universitas Sumatera Utara

58

dalam semua hal yang berkaitan dengan system reproduksi, serta fungsi dan
prosesnya (Depkes RI, 2007).
2.4.2

Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi dalam Siklus Kehidupan
a. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
b. Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi (ISR)
termasuk PMS, HIV/AIDS
c. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi
d. Kesehatan reproduksi remaja
e. Pencegahan dan penanganan infertilitas
f. Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis
g. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks,
mutilasi, fistula (Depkes RI, 2007).

2.4.3

Dampak Pernikahan Dini dilihat dari Kesehatan Reproduksi
Perubahan perilaku makin dapat menerima hubungan seksual pranikah

sebagai cerminan fungsi rekreasi, ketika hubungan seksual telah menghasilkan janin
dapat mempengaruhi psikologis dan fisik (Manuaba, 2008).
a. Dampak Psikologis
Pada usia pernikahan dini yang terjadi dibawah usia 20 tahun dalam keadaan
belum matangnya mental seseorang remaja akan mempengaruhi penerimaan
kehamilannya, dimana alat reproduksi remaja yang belum siap menerima
kehamilan, merasa tersisih dari pergaulan karena dianggap belum mampu

Universitas Sumatera Utara

59

membawa diri, terkadang perasaan tertekan Karena mendapat cercaan dari
keluarga, teman atau lingkungan masyarakat (Sarwono, 2006).
Sejatinya, anak berusia dibawah umur belum paham benar mengenai
hubungan seks dan apa tujuannya. Mereka hanya melakukan apa yang
diharuskan

pasangan

terhadapnya

tanpa

memikirkan

hal

yang

melatarbelakanginya melakukan itu. Jika sudah demikian, anak akan
merasakan penyesalan mendalam dalam hidupnya (Sarwono, 2006).
Akibatnya, remaja sering murung dan tidak bersemangat. Bahkan remaja akan
merasa minder untuk bergaul dengan anak – anak seusianya mengingat
statusnya sebagai istri. Hal ini biasa disebut depresi berat akibat pernikahan
dini. Dimana terdapat dua jenis depresi kepribadian yaitu pribadi introvert dan
ekstrovert (Manuaba, 2008).
Pada pribadi introvert akan membuat si remaja akan menarik diri dari
pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang
yang schizophrenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila.
Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert sejak kecil, remaja terdorong
melakukan hal – hal aneh melampiaskan arahnya, seperti perang piring, anak
dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk
depresi sama – sama berbahaya khususnya dalam kasus pernikahan dini
(Manuaba, 2008).
Pada sisi lain, pernikahan dini juga berdampak negatif pada keharmonisan
keluarga. Hal ini disebabkan oleh kondisi psikologis yang belum matang,

Universitas Sumatera Utara

60

sehingga cenderung labil dan emosional. Pada usia yang belum matang ini
biasanya remaja masih kurang mampu untuk bersosialisasi dan adaptasi,
dikarenakan ego remaja yang masih tinggi serta belum matangnya sisi
kedewasaan untuk berkeluarga sehingga banyak ditemukannya kasus
perceraian yang merupakan dampak dari mudanya usia untuk menikah
(Sarwono, 2008).
b. Dampak Fisik
Fisik atau dalam bahasa Inggris “Body” adalah sebuah kata yang berarti
badan/ benda dan dapat terlihat oleh mata juga terdefinisi oleh pikiran. Kata
fisik biasanya digunakan untuk suatu benda/ badan yang terlihat oleh mata.
Dampak fisik dalam pernikahan dini memang sangatlah besar baik dalam
melakukan hubungan seksual ataupun dalam persalinan. Perkawinan dini
yang berlanjut menjadi kehamilan sangat berdampak negative pada status
kesehatan reproduksinya. Proses kehamilan yang dapat terjadi anemi yang
berdampak berat badan bayi lahir rendah, intra uteri fetal death, abortus
berulang, perdarahan, untuk proses bersalin terkadang belum matangnya alat
reproduksi membuat keadaan panggul masih sempit dan sebagainya untuk itu
perlu pemantauan dan pemeriksaan ekstra yang lebih lengkap (Manuaba,
2008).
Selain itu dampak pernikahan dini apabila terlihat dari sisi fisik dan biologis,
juga ditemukan berbagai efek negative yang bisa dikatakan berbahaya seperti
banyaknya seorang ibu yang menderita anemia selagi hamil dan melahirkan,

Universitas Sumatera Utara

61

sehingga menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan bayi akibat
pernikahan dini (Manuaba, 2008).
Secara medis usia bagus untuk hamil yaitu pada usia 21 – 35 tahun, maka bila
usia kurang meski secara fisik telah menstruasi dan bisa dibuahi, namun
bukan berarti siap untuk hamil dan melahirkan serta memiliki kematangan
mental, yakni berfikir dan dapat menaggulangi resiko – resiko yang akan
terjadi pada saat kehamilan dan persalinan. Seperti misalnya terlambaat
memutuskan mencari pertolongan jika terjadi kegawatdaruratan pada saat
persalinan karena minimnya inforasi sehingga terlambat mendapat perawatan
yang semestinya (Manuaba, 2008).
Menurut Manuaba 2008, dampak fisik dari pernikahan diusia muda dapat
digolongkan menjadi 2 yaitu :
a. Dampak bagi ibu
1. Intra uterin Fetal Death
Intra uterin Fetal Death atau kematian janin dalam kandungan adalah
keadaan tidak adanya tanda – tanda kehidupan janin dalam kandungan.
Keadaan ini sering di jumpai pada kehamilan di bawah 20 minggu, yaitu
ditandai kematian janin bila ibu tidak merasakan gerakan janin, biasanya
berakhir dengan abortus.

Universitas Sumatera Utara

62

2. Premature
Persalinan premature adalah suatu proses kelahiran bayi sebelum usia
kehamilan 37 minggu atau sebelum 3 minggu dari waktu perkiraan
persalinan. Resiko terjadinya kehamilan premature, antara lain :
a. Usia ibu saat hamil kurang dari 20 tahun
b. Wanita dengan gizi yang kurang atau anemia
c. Lemahnya servik
3. Perdarahan
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim
yang terlalu lemah dalam proses involusi
4. Kematian ibu
Kematian ibu saat melahirkan disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.
b. Dampak bagi bayi
1. Kemungkinan janin lahir beum cukup usia kehamilan atau kurang dari 37
minggu, pada umur kehamilan tersebut pertumbuhan janin belum
sempurna.
2. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) yaitu, bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram. Kebanyakan hal ini dipengaruhi oleh umur
ibu saat hamil kurang dari 20 tahun dan ibu kurang gizi (Manuaba, 2008).

Universitas Sumatera Utara

63

2.5

Landasan Teori
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi ini sebenarnya sama dengan

pengertian komunikasi yang sudah dikenal pada umumnya. Secara formal dapat
diartikan sebagai proses penyampaian berita yang dilakukan oleh seseorang dan
diterimanya berita tersebut oleh orang lain atau kelompok kecil, dengan adanya
umpan balik yang segera terjadi. Komunikasi ini tidak jauh berbeda dengan bentuk
prilaku orang-orang, ada kalanya efektif dan ada kalanya tidak efektif.
Terjalinnya komunikasi interpersonal dalam keluarga, karena menurut Harlock
(1978) komunikasi akan menjadikan seseorang mampu mengemukakan pendapat dan
pandanganya, sehingga mudah untuk memahami orang lain dan sebaliknya tanpa
adanya

komunikasi

kemungkinan

besar

dapat

menyebabkan

terjadinya

kesalahfahaman yang memicu terjadinya konflik.
Menurut Joseph A.Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication
Book (Devito, 1989), komunikasi antar pribadi adalah proses pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orangorang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (the process of
sending and receiving messages between two persons, or among a small group of
persons, with some effect and some immediate feedback).
Keharmonisan keluarga merupakan suatu perwujudan kondisi kualitas
hubungan interpersonal baik inter maupun antar keluarga. Hubungan interpersonal
merupakan awal dari keharmonisan. Hal ini mengandung arti bahwa keharmonisan
akan sulit terwujud tanpa adanya hubungan interpersonal, baik dalam keluarga

Universitas Sumatera Utara

64

maupun antar keluarga. Begitu pula untuk mewujudkan suatu pernikahan yang
harmonis akan sulit terwujud tanpa adanya hubungan interpersonal yang baik antara
suami dan istri
Menurut Devito dan Gunarsa, efektifitas komunikasi interpersonal dan aspek
keharmonisan keluarga dimulai dengan mempertimbangkan 5 kualitas umum, yaitu:
a. Keterbukaan (Openness)
b. Empati (Emphaty)
c. Sikap mendukung (Supportiveness

Dokumen yang terkait

Pengetahuan Keluarga Lansia Tentang Insomnia Di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010

0 42 79

KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PASANGAN PERNIKAHAN DINI Komunikasi Interpersonal Pada Pasangan Pernikahan Dini.

0 2 16

KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PASANGAN PERNIKAHAN DINI Komunikasi Interpersonal Pada Pasangan Pernikahan Dini.

0 3 17

Hubungan Komunikasi Interpersonal dan Keharmonisan Keluarga pada Pasangan Pernikahan Dini terhadap Kesehatan Reproduksi di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung Tahun 2014

0 0 16

Hubungan Komunikasi Interpersonal dan Keharmonisan Keluarga pada Pasangan Pernikahan Dini terhadap Kesehatan Reproduksi di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung Tahun 2014

0 0 2

Hubungan Komunikasi Interpersonal dan Keharmonisan Keluarga pada Pasangan Pernikahan Dini terhadap Kesehatan Reproduksi di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung Tahun 2014

0 0 12

Hubungan Komunikasi Interpersonal dan Keharmonisan Keluarga pada Pasangan Pernikahan Dini terhadap Kesehatan Reproduksi di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung Tahun 2014

0 0 3

Hubungan Komunikasi Interpersonal dan Keharmonisan Keluarga pada Pasangan Pernikahan Dini terhadap Kesehatan Reproduksi di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung Tahun 2014

0 0 11

Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung

0 1 2

Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung

0 0 5