Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Makro Ekonomi dan Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Industri Barang Konsumsi merupakan salah satu bagian dari Perusahaan
Manufaktur yang ada di Indonesia. Industri Barang Konsumsi masih menjadi
pilihan utama para investor dalam mengivestasikan dana mereka. Hal itu
dikarenakan saham-saham dari perusahaan-perusahaan dalam Industri Barang
Konsumsi yang masih menawarkan potensi kenaikan. Dan juga Industri Barang
Konsumsi terdiri dari 5 sub sektor, yakni Sub Sektor Makanan Dan Minuman,
Sub Sektor Rokok, Sub Sektor Farmasi, Sub Sektor Kosmetik Dan Barang Rumah
Tangga, Dan Sub Sektor Peralatan Rumah Tangga.
Seluruh sub sektor yang ada pada Industri Barang Konsumsi merupakan para
produsen dari produk-produk kebutuhan mendasar konsumen, seperti makanan,
minuman, obat, daging, dan produk toiletries. Produk-produk yang dihasilkan
tersebut bersifat konsumtif dan disukai orang sehingga para produsen dalam
industri ini memiliki tingkat penjualan yang tinggi yang berdampak pula
pertumbuhan sektor industri ini.
Berdasarkan www.bps.go.id, Sektor Industri Barang Konsumsi merupakan
penopang dalam Perusahaan Manufaktur. Alasannya adalah Industri Barang
Konsumsi memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan Sektor
Industri Aneka Industri dan Sektor Industri Dasar dan Kimia. Berikut Tabel 1.1
merupakan rata-rata pertumbuhan Industri Manufaktur Tahun 2010-2014:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1
Rata-rata Pertumbuhan Industri Manufaktur Tahun 2010-2014
No
Kelompok Perusahaan Manufaktur
Rata-rata Pertumbuhan
(%)
1. Sub Sektor Industri Makanan dan Minuman
8,7
2. Sub Sektor Elektronik
8,1
3. Sub Sektor Industri Logam dan Sejenisnya
7,4
4. Sub Sektor Industri Tekstil dan Garmen
5,2
5. Sub Sektor Industri Mesin dan Alat Berat
2,7
6. Sub Sektor Industri Plastik
2,2
Sumber: Laju Pertumbuhan Industri www.bps.go.id
Pada Tabel 1.1 memperlihatkan sub sektor industri makanan & minuman berada
pada posisi pertama dari laju pertumbuhan Perusahaan Manufaktur. Sub sektor
makanan dan minuman merupakan sub sektor dari Industri Barang Konsumsi.
Pada posisi kedua ditempati oleh sub sektor industri elektronik. Industri ini
merupakan salah satu sub sektor dari Sektor Aneka Industri. Dan posisi ketiga
adalah sektor industri logam dan sejenisnya. Industri ini merupakan salah satu sub
sektor dari Sektor Industri Dasar dan Kimia.
Tingginya laju pertumbuhan yang dimiliki Industri Barang Konsumsi berdampak
pada tingginya nilai perusahaan dalam industri tersebut.
Penggunaan Price
Earning Ratio (PER) untuk mengukur nilai perusahaan adalah suatu cara yang
tepat. Karena Price Earning Ratio (PER) merupakan rasio yang mengukur
bagaimana investor menilai prospek pertumbuhan perusahaan di masa yang akan
datang dan tercermin pada harga saham yang bersedia dibayar oleh investor untuk
setiap rupiah laba yang diperoleh perusahaan (Sudana, 2011:23). Berikut
merupakan Perkembangan Price Earning Ratio (PER) Industri Barang Konsumsi
pada tahun 2010-2014:
Universitas Sumatera Utara
PER
25.00%
20.00%
20.88%
15.00%
19.22%
16.40%
16.22%
15.84%
PER
10.00%
5.00%
0.00%
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber:www.idx.co.id
Gambar 1.1
Perkembangan PER Industri Barang Konsumsi Tahun 2010-2014
Pada Grafik 1.1 menunjukkan keadaan Price Earning Ratio (PER) Industri
Barang Konsumsi yang mengalami fluktuasi dari tahun 2010 sampai 2014.
Fluktuasi dari PER disebabkan oleh beberapa faktor, baik yang bersifat internal
dan eksternal. Menurut Rivai, et al (2013:161), faktor eksternal adalah faktorfaktor diluar kendali perusahaan, seperti: tingkat suku bunga, nilai tukar dan
inflasi. Sedangkan faktor internal merupakan faktor-faktor yang dapat
dikendalikan perusahaan, seperti jenis teknologi, biaya-biaya perusahaan, dan
kinerja keuangan. Meskipun dikatakan inflasi, suku bunga, dan nilai tukar bersifat
eksternal atau berasal dari luar perusahaan, namun setiap pergerakan faktor-faktor
ini dapat menggangu kegiatan perusahaan. Tidak hanya sekadar mengganggu
kegiatan perusahaan, peningkatan ketiga faktor makro ekonomi ini dapat menjadi
sebuah ancaman, seperti pada tahun 1998 dan 1999 dimana terjadi peningkatan
inflasi, suku bunga dan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar menyebabkan
terjadinya krisis moneter di Indonesia yang juga berdampak terhadap rendahnya
penjualan saham di Bursa Efek. Rendahnya penjualan saham sebuah perusahaan
mengakibatkan turunnya nilai perusahaan bagi perusahaan yang telah go public.
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan inflasi secara relatif merupakan sinyal negatif bagi pemodal di pasar
modal karena biaya produksi yang lebih tinggi dan akan mengurangi profitabilitas
perusahaan. Sedangkan peningkatan suku bunga akan menyebabkan investor
menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa
tabungan dan deposito dan juga dengan meningkatnya suku bunga akan berakibat
pada semakin besarnya beban bunga pinjaman. Dan melemahnya nilai kurs rupiah
terhadap mata uang asing akan meningkatkan biaya impor bahan baku untuk
produksi (Tandelilin, 2010:214). Berdasarkan penjelasan tersebut, dampak dari
peningkatan inflasi, suku bunga, dan nilai tukar dapat mengakibatkan penurunan
nilai perusahaan Industri Barang Konsumsi, terlebih jika nilai perusahaan diukur
dengan Price Earning Ratio (PER). Pada Tabel 1.1 akan dipaparkan
perkembangan inflasi, suku bunga (BI Rate), nilai tukar dan juga Price Earning
Ratio Industri Barang Konsumsi:
Tabel 1.2
Indikator Faktor Makro Ekonomi Indonesia dan Price Earning Ratio (PER)
Industri Barang Konsumsi Tahun 2010-2014
Tahun
FAKTOR MAKRO EKONOMI
Price Earning Ratio
(PER)
Inflasi
Suku Bunga Nilai Tukar
2010
5,12%
6,50%
9086,85
16,40%
2011
4,28%
6,44%
8776,01
16,22%
2012
5,38%
5,77%
9384,24
19,12%
2013
6,96%
6,48%
10459,09
15,84%
2014
6,42%
7,54%
11868,67
20,88%
Sumber: www.bi.go.id dan www.idx.co.id
Pada Tabel 1.2 memperlihatkan inflasi, suku bunga, dan nilai tukar yang
mengalami fluktuasi dari tahun 2010 sampai tahun 2014. Hal yang sama juga
terjadi pada Price Earning Ratio Industri Barang Konsumsi yang mengalami
fluktuasi. Tabel 1.2 memperlihatkan hanya pada tahun 2013, peningkatan inflasi,
Universitas Sumatera Utara
suku bunga, dan nilai tukar secara serempak disertai juga oleh penurunan PER.
Penurunan tersebut disebabkan pada awal tahun tersebut, inflasi mengalami
peningkatan bahkan melebihi tingkat suku bunga. Hal itu dikarenakan adanya
beberapa faktor yang melatarbelakangi, yakni adanya rencana pemerintah untuk
menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar 15%, adanya masalah lonjakan
harga pangan, dan ditambah lagi adanya isu dinaikannya harga Bahan Bakan
Minyak (BBM) bersubsidi (http://www.infovestas.com).
Pada tahun 2011, tabel tersebut menunjukkan penurunan inflasi, tingkat suku
bunga, dan nilai tukar sekaligus disertai penurunan pada PER. Untuk tahun 2012,
penurunan tingkat suku bunga disertai peningkatan PER, berbeda pada inflasi dan
nilai tukar. Dan pada tahun 2014, penurunan inflasi disertai peningkatan PER, hal
yang berbeda diperlihatkan dari peningkatan sisi tingkat suku bunga dan nilai
tukar. Keadaan ini berbeda dengan penelitian terdahulu dari Faezinia (2012) yang
menyatakan inflasi dan suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
Price Earning Ratio (PER). Penelitian yang dilakukan Ling Du dan Jing Li (2015)
yang mana nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Price Earning
Ratio (PER)
Tidak hanya faktor eksternal yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan Industri
Barang Konsumsi, melainkan juga faktor internal dapat mempengaruhi
kemampuan perusahaan yang go public dalam mencapai tujuan jangka
panjangnya untuk meningkatkan nilai perusahaan. Dalam penelitian ini, faktor
internal dapat dilihat dari kinerja keuangannya. Menurut Horne dan Wachowicz
(2004:192), analisis keuangan penting bagi pihak manajemen perusahaan karena
Universitas Sumatera Utara
menyediakan hal-hal yang dibutuhkan oleh penyedia modal mengenai kinerja
perusahaan. Penggunaan informasi keuangan yang disediakan sebuah perusahaan
biasanya akan digunakan oleh analis atau investor untuk menghitung rasio-rasio
keuangannya yang mencakup rasio likuiditas, leverage, cakupan, aktivitas, dan
profitabilitas perusahaan. Namun, dalam penelitian ini untuk analisis kinerja
keuangannya akan diwakili oleh Leverage dan rasio profitabilitas keuangan.
Leverage keuangan (atau utang) merupakan rasio yang menunjukkan sejauh mana
perusahaan dibiayai oleh utang. Leverage akan diwakili oleh debt to equity ratio
(DER). Menurut Syahyunan (2004:84), rasio utang atas ekuitas (Debt to Equity
Ratio-DER) merupakan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan
perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk
memenuhi seluruh kewajibannya.
Rasio profitabilitas adalah rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan
investasi. Rasio profitabilitas akan diwakili oleh Return On Equity (ROE).
Menurut Horne dan Wachowicz (2004:225), ROE adalah rasio yang
membandingkan laba bersih setelah pajak dengan ekuitas yang telah
diinvestasikan pemegang saham di perusahaan.
Kegagalan perusahaan dalam mengelola keuangannya khususnya akan berdampak
pada nilai perusahaan itu sendiri. Seperti yang dialami oleh PT Davomas Abadi,
Tbk yang merupakan sub sektor industri makanan dan minuman yang telah didelisting dari Bursa Efek Indonesia pada 21 Januari 2015. Hal itu disebabkan
perusahaan tidak lagi memperoleh keuntungan melainkan kerugian. Kerugian
yang dialami oleh PT Davomas Abadi turut menyebabkan Price Earning Ratio
Universitas Sumatera Utara
yang mencapai nilai minus. Hingga tahun 2014, PT Davomas Abadi, Tbk
menghasilkan profit -67 dan PER sebesar -2,32. Tidak hanya itu, posisi Debt To
Equity Ratio pada tahun 2012 yang cukup tinggi hingga mencapai 29,66%.
Berdasarkan keadaan yang dialami PT Davomas tersebut dapat memberikan suatu
gambaran bahwa penting mengelola kinerja keuangan terlebih dari segi Return On
Equity (ROE) dan Debt To Equity Ratio (DER). Karena kedua faktor ini akan
berpengaruh pada nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Price Earning
Ratio (PER). Tabel 1.3 berikut menunjukkan perkembangan kinerja ROE dan
DER terhadap PER beberapa perusahaan pada Industri Barang Konsumsi tahun
2010-2014:
Tabel 1.3
ROE, DER, dan PER Beberapa Perusahaan Pada Industri Barang Konsumsi
Tahun 2010-2014
NAMA PERUSAHAAN
PERIODE
ROE
DER
PER
(%)
%
%
2010
0,22
0,25
26,89
2011
0,21
0,39
29,04
PT Nippon Indosari Corpindo, Tbk
2012
0,22
0,81
46,83
2013
0,20
1,32
6,53
2014
0,20
1,23
7,43
2010
0,23
0,23
24,52
2011
0,24
0,27
22,43
PT Kalbe Farma, Tbk
2012
0,24
0,28
30,38
2013
0,24
0,33
31,67
2014
0,22
0,27
43,64
2010
0,20
0,44
18,26
2011
0,21
0,59
24,08
PT Gudang Garam, Tbk
2012
0,15
0,56
26,62
2013
0,15
0,73
18,43
2014
0,16
0,75
21,64
Lanjutan Tabel 1.3
ROE, DER, dan PER Beberapa Perusahaan Pada Industri Barang Konsumsi
Universitas Sumatera Utara
Tahun 2010-2014
NAMA PERUSAHAAN
PERIODE
PT Unilever Indonesia, Tbk
2010
2011
2012
2013
2014
ROE
%
0,84
1,13
1,22
1,26
1,25
DER
%
1,15
1,85
2,02
2,14
2,11
PER
%
37,20
34,45
32,87
37,06
42,65
Sumber: www.idx.co.id (data diolah)
Pada Tabel 1.3 memperlihatkan posisi Return On Equity (ROE), Debt To Equity
Ratio (DER), dan Price Earning Ratio (PER) beberapa perusahaan di Industri
Barang Konsumsi mengalami fluktuasi dari tahun 2010-2014.
PT Nippon Indosari Corpindo, Tbk memperlihatkan pengaruh dari ROE, DER
terhadap PER. Pada tahun 2011, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai
peningkatan PER, Pada tahun 2012, peningkatan ROE dan peningkatan DER
disertai peningkatan PER. Pada tahun 2013, penurunan ROE dan peningkatan
DER disertai penurunan PER. Dan Tahun 2014, penurunan ROE dan peningkatan
DER disertai peningkatan PER.
PT Kalbe Farma, Tbk memperlihatkan pengaruh dari ROE, DER terhadap PER.
Pada tahun 2011, peningkatan ROE dan peningkatan DER disertai penurunan
PER, Pada tahun 2012, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai
peningkatan PER. Pada tahun 2013, penurunan ROE dan peningkatan DER
disertai penurunan PER. Dan pada tahun 2014, penurunan ROE dan peningkatan
DER disertai peningkatan PER.
PT Gudang Garam, Tbk memperlihatkan pengaruh dari ROE, DER terhadap PER.
Pada tahun 2011, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai peningkatan
PER. Untuk tahun 2012, penurunan ROE dan penurunan DER disertai
Universitas Sumatera Utara
peningkatan PER. Pada tahun 2013, peningkatan ROE dan peningkatan DER
disertai penurunan PER. Dan tahun 2014, penurunan ROE dan peningkatan DER
disertai peningkatan PER.
PT Unilever Indonesia, Tbk memperlihatkan pengaruh dari ROE, DER terhadap
PER. Pada tahun 2011, peningkatan ROE dan peningkatan DER disertai
penurunan PER. Hal serupa terjadi pada tahun 2012, peningkatan ROE dan
peningkatan DER disertai penurunan PER. Sedangkan pada tahun 2013,
penurunan ROE dan penurunan DER disertai peningkatan PER. Dan terjadi lagi
pada tahun 2014, penurunan ROE dan penurunan DER disertai peningkatan PER.
Kesimpulan dari data tersebut yang memperlihatkan bahwa peningkatan Return
On Equity (ROE) tidak berbanding lurus dengan peningkatan Price Earning Ratio
(PER). Pernyataan ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Dwipartha (2013) yang menyatakan ROE berpengaruh positif dan signifikan
terhadap nilai perusahaan, yang artinya peningkatan ROE berdampak pada
peningkatan PER.
Pada Tabel 1.3 juga memperlihatkan dimana peningkatan DER tidak disertai pada
penurunan PER. Pernyataan ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Agustina dan Ardiansari (2015), dimana DER berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap PER. Yang artinya dimana DER yang semakin meningkat
maka berdampak pada penurunan nilai perusahaan PER. Oleh karena itu,
fenomena-fenomena ini menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pada fenomena-fenomena paparan diatas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Pengaruh Faktor-Faktor
Makro Ekonomi dan Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Sektor
Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun
2010-2014”.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu: “Apakah Faktor-faktor
Makro Ekonomi yang terdiri dari inflasi, nilai tukar, suku bunga) dan Kinerja
Keuangan yang terdiri dari Return On Equity-ROE, Debt To Equity Ratio-DER)
berpengaruh Terhadap Nilai Perusahaan (Price Earning Ratio-PER) Sektor
Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014?
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk “mengetahui dan
menganalisis pengaruh Faktor-faktor Makro Ekonomi yang terdiri dari inflasi,
suku bunga, nilai tukar, dan Kinerja Keuangan yang terdiri dari Return On EquityROE, Debt To Equity Ratio-DER Terhadap Nilai Perusahaan (Price Earning
Ratio-PER) Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2010-2014”.
Universitas Sumatera Utara
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan informasi dalam
membuat keputusan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai perusahaan.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti
mengenai pengaruh inflasi, suku bunga, nilai tukar, Return On Equity (ROE) dan
Debt To Equity Ratio (DER) terhadap Nilai Perusahaan Price Earning Ratio
(PER) Industri Barang Konsumsi.
3. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan, informasi dan
dapat menjadi acuan, perbandingan, dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Industri Barang Konsumsi merupakan salah satu bagian dari Perusahaan
Manufaktur yang ada di Indonesia. Industri Barang Konsumsi masih menjadi
pilihan utama para investor dalam mengivestasikan dana mereka. Hal itu
dikarenakan saham-saham dari perusahaan-perusahaan dalam Industri Barang
Konsumsi yang masih menawarkan potensi kenaikan. Dan juga Industri Barang
Konsumsi terdiri dari 5 sub sektor, yakni Sub Sektor Makanan Dan Minuman,
Sub Sektor Rokok, Sub Sektor Farmasi, Sub Sektor Kosmetik Dan Barang Rumah
Tangga, Dan Sub Sektor Peralatan Rumah Tangga.
Seluruh sub sektor yang ada pada Industri Barang Konsumsi merupakan para
produsen dari produk-produk kebutuhan mendasar konsumen, seperti makanan,
minuman, obat, daging, dan produk toiletries. Produk-produk yang dihasilkan
tersebut bersifat konsumtif dan disukai orang sehingga para produsen dalam
industri ini memiliki tingkat penjualan yang tinggi yang berdampak pula
pertumbuhan sektor industri ini.
Berdasarkan www.bps.go.id, Sektor Industri Barang Konsumsi merupakan
penopang dalam Perusahaan Manufaktur. Alasannya adalah Industri Barang
Konsumsi memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan Sektor
Industri Aneka Industri dan Sektor Industri Dasar dan Kimia. Berikut Tabel 1.1
merupakan rata-rata pertumbuhan Industri Manufaktur Tahun 2010-2014:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1
Rata-rata Pertumbuhan Industri Manufaktur Tahun 2010-2014
No
Kelompok Perusahaan Manufaktur
Rata-rata Pertumbuhan
(%)
1. Sub Sektor Industri Makanan dan Minuman
8,7
2. Sub Sektor Elektronik
8,1
3. Sub Sektor Industri Logam dan Sejenisnya
7,4
4. Sub Sektor Industri Tekstil dan Garmen
5,2
5. Sub Sektor Industri Mesin dan Alat Berat
2,7
6. Sub Sektor Industri Plastik
2,2
Sumber: Laju Pertumbuhan Industri www.bps.go.id
Pada Tabel 1.1 memperlihatkan sub sektor industri makanan & minuman berada
pada posisi pertama dari laju pertumbuhan Perusahaan Manufaktur. Sub sektor
makanan dan minuman merupakan sub sektor dari Industri Barang Konsumsi.
Pada posisi kedua ditempati oleh sub sektor industri elektronik. Industri ini
merupakan salah satu sub sektor dari Sektor Aneka Industri. Dan posisi ketiga
adalah sektor industri logam dan sejenisnya. Industri ini merupakan salah satu sub
sektor dari Sektor Industri Dasar dan Kimia.
Tingginya laju pertumbuhan yang dimiliki Industri Barang Konsumsi berdampak
pada tingginya nilai perusahaan dalam industri tersebut.
Penggunaan Price
Earning Ratio (PER) untuk mengukur nilai perusahaan adalah suatu cara yang
tepat. Karena Price Earning Ratio (PER) merupakan rasio yang mengukur
bagaimana investor menilai prospek pertumbuhan perusahaan di masa yang akan
datang dan tercermin pada harga saham yang bersedia dibayar oleh investor untuk
setiap rupiah laba yang diperoleh perusahaan (Sudana, 2011:23). Berikut
merupakan Perkembangan Price Earning Ratio (PER) Industri Barang Konsumsi
pada tahun 2010-2014:
Universitas Sumatera Utara
PER
25.00%
20.00%
20.88%
15.00%
19.22%
16.40%
16.22%
15.84%
PER
10.00%
5.00%
0.00%
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber:www.idx.co.id
Gambar 1.1
Perkembangan PER Industri Barang Konsumsi Tahun 2010-2014
Pada Grafik 1.1 menunjukkan keadaan Price Earning Ratio (PER) Industri
Barang Konsumsi yang mengalami fluktuasi dari tahun 2010 sampai 2014.
Fluktuasi dari PER disebabkan oleh beberapa faktor, baik yang bersifat internal
dan eksternal. Menurut Rivai, et al (2013:161), faktor eksternal adalah faktorfaktor diluar kendali perusahaan, seperti: tingkat suku bunga, nilai tukar dan
inflasi. Sedangkan faktor internal merupakan faktor-faktor yang dapat
dikendalikan perusahaan, seperti jenis teknologi, biaya-biaya perusahaan, dan
kinerja keuangan. Meskipun dikatakan inflasi, suku bunga, dan nilai tukar bersifat
eksternal atau berasal dari luar perusahaan, namun setiap pergerakan faktor-faktor
ini dapat menggangu kegiatan perusahaan. Tidak hanya sekadar mengganggu
kegiatan perusahaan, peningkatan ketiga faktor makro ekonomi ini dapat menjadi
sebuah ancaman, seperti pada tahun 1998 dan 1999 dimana terjadi peningkatan
inflasi, suku bunga dan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar menyebabkan
terjadinya krisis moneter di Indonesia yang juga berdampak terhadap rendahnya
penjualan saham di Bursa Efek. Rendahnya penjualan saham sebuah perusahaan
mengakibatkan turunnya nilai perusahaan bagi perusahaan yang telah go public.
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan inflasi secara relatif merupakan sinyal negatif bagi pemodal di pasar
modal karena biaya produksi yang lebih tinggi dan akan mengurangi profitabilitas
perusahaan. Sedangkan peningkatan suku bunga akan menyebabkan investor
menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa
tabungan dan deposito dan juga dengan meningkatnya suku bunga akan berakibat
pada semakin besarnya beban bunga pinjaman. Dan melemahnya nilai kurs rupiah
terhadap mata uang asing akan meningkatkan biaya impor bahan baku untuk
produksi (Tandelilin, 2010:214). Berdasarkan penjelasan tersebut, dampak dari
peningkatan inflasi, suku bunga, dan nilai tukar dapat mengakibatkan penurunan
nilai perusahaan Industri Barang Konsumsi, terlebih jika nilai perusahaan diukur
dengan Price Earning Ratio (PER). Pada Tabel 1.1 akan dipaparkan
perkembangan inflasi, suku bunga (BI Rate), nilai tukar dan juga Price Earning
Ratio Industri Barang Konsumsi:
Tabel 1.2
Indikator Faktor Makro Ekonomi Indonesia dan Price Earning Ratio (PER)
Industri Barang Konsumsi Tahun 2010-2014
Tahun
FAKTOR MAKRO EKONOMI
Price Earning Ratio
(PER)
Inflasi
Suku Bunga Nilai Tukar
2010
5,12%
6,50%
9086,85
16,40%
2011
4,28%
6,44%
8776,01
16,22%
2012
5,38%
5,77%
9384,24
19,12%
2013
6,96%
6,48%
10459,09
15,84%
2014
6,42%
7,54%
11868,67
20,88%
Sumber: www.bi.go.id dan www.idx.co.id
Pada Tabel 1.2 memperlihatkan inflasi, suku bunga, dan nilai tukar yang
mengalami fluktuasi dari tahun 2010 sampai tahun 2014. Hal yang sama juga
terjadi pada Price Earning Ratio Industri Barang Konsumsi yang mengalami
fluktuasi. Tabel 1.2 memperlihatkan hanya pada tahun 2013, peningkatan inflasi,
Universitas Sumatera Utara
suku bunga, dan nilai tukar secara serempak disertai juga oleh penurunan PER.
Penurunan tersebut disebabkan pada awal tahun tersebut, inflasi mengalami
peningkatan bahkan melebihi tingkat suku bunga. Hal itu dikarenakan adanya
beberapa faktor yang melatarbelakangi, yakni adanya rencana pemerintah untuk
menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar 15%, adanya masalah lonjakan
harga pangan, dan ditambah lagi adanya isu dinaikannya harga Bahan Bakan
Minyak (BBM) bersubsidi (http://www.infovestas.com).
Pada tahun 2011, tabel tersebut menunjukkan penurunan inflasi, tingkat suku
bunga, dan nilai tukar sekaligus disertai penurunan pada PER. Untuk tahun 2012,
penurunan tingkat suku bunga disertai peningkatan PER, berbeda pada inflasi dan
nilai tukar. Dan pada tahun 2014, penurunan inflasi disertai peningkatan PER, hal
yang berbeda diperlihatkan dari peningkatan sisi tingkat suku bunga dan nilai
tukar. Keadaan ini berbeda dengan penelitian terdahulu dari Faezinia (2012) yang
menyatakan inflasi dan suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
Price Earning Ratio (PER). Penelitian yang dilakukan Ling Du dan Jing Li (2015)
yang mana nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Price Earning
Ratio (PER)
Tidak hanya faktor eksternal yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan Industri
Barang Konsumsi, melainkan juga faktor internal dapat mempengaruhi
kemampuan perusahaan yang go public dalam mencapai tujuan jangka
panjangnya untuk meningkatkan nilai perusahaan. Dalam penelitian ini, faktor
internal dapat dilihat dari kinerja keuangannya. Menurut Horne dan Wachowicz
(2004:192), analisis keuangan penting bagi pihak manajemen perusahaan karena
Universitas Sumatera Utara
menyediakan hal-hal yang dibutuhkan oleh penyedia modal mengenai kinerja
perusahaan. Penggunaan informasi keuangan yang disediakan sebuah perusahaan
biasanya akan digunakan oleh analis atau investor untuk menghitung rasio-rasio
keuangannya yang mencakup rasio likuiditas, leverage, cakupan, aktivitas, dan
profitabilitas perusahaan. Namun, dalam penelitian ini untuk analisis kinerja
keuangannya akan diwakili oleh Leverage dan rasio profitabilitas keuangan.
Leverage keuangan (atau utang) merupakan rasio yang menunjukkan sejauh mana
perusahaan dibiayai oleh utang. Leverage akan diwakili oleh debt to equity ratio
(DER). Menurut Syahyunan (2004:84), rasio utang atas ekuitas (Debt to Equity
Ratio-DER) merupakan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan
perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk
memenuhi seluruh kewajibannya.
Rasio profitabilitas adalah rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan
investasi. Rasio profitabilitas akan diwakili oleh Return On Equity (ROE).
Menurut Horne dan Wachowicz (2004:225), ROE adalah rasio yang
membandingkan laba bersih setelah pajak dengan ekuitas yang telah
diinvestasikan pemegang saham di perusahaan.
Kegagalan perusahaan dalam mengelola keuangannya khususnya akan berdampak
pada nilai perusahaan itu sendiri. Seperti yang dialami oleh PT Davomas Abadi,
Tbk yang merupakan sub sektor industri makanan dan minuman yang telah didelisting dari Bursa Efek Indonesia pada 21 Januari 2015. Hal itu disebabkan
perusahaan tidak lagi memperoleh keuntungan melainkan kerugian. Kerugian
yang dialami oleh PT Davomas Abadi turut menyebabkan Price Earning Ratio
Universitas Sumatera Utara
yang mencapai nilai minus. Hingga tahun 2014, PT Davomas Abadi, Tbk
menghasilkan profit -67 dan PER sebesar -2,32. Tidak hanya itu, posisi Debt To
Equity Ratio pada tahun 2012 yang cukup tinggi hingga mencapai 29,66%.
Berdasarkan keadaan yang dialami PT Davomas tersebut dapat memberikan suatu
gambaran bahwa penting mengelola kinerja keuangan terlebih dari segi Return On
Equity (ROE) dan Debt To Equity Ratio (DER). Karena kedua faktor ini akan
berpengaruh pada nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Price Earning
Ratio (PER). Tabel 1.3 berikut menunjukkan perkembangan kinerja ROE dan
DER terhadap PER beberapa perusahaan pada Industri Barang Konsumsi tahun
2010-2014:
Tabel 1.3
ROE, DER, dan PER Beberapa Perusahaan Pada Industri Barang Konsumsi
Tahun 2010-2014
NAMA PERUSAHAAN
PERIODE
ROE
DER
PER
(%)
%
%
2010
0,22
0,25
26,89
2011
0,21
0,39
29,04
PT Nippon Indosari Corpindo, Tbk
2012
0,22
0,81
46,83
2013
0,20
1,32
6,53
2014
0,20
1,23
7,43
2010
0,23
0,23
24,52
2011
0,24
0,27
22,43
PT Kalbe Farma, Tbk
2012
0,24
0,28
30,38
2013
0,24
0,33
31,67
2014
0,22
0,27
43,64
2010
0,20
0,44
18,26
2011
0,21
0,59
24,08
PT Gudang Garam, Tbk
2012
0,15
0,56
26,62
2013
0,15
0,73
18,43
2014
0,16
0,75
21,64
Lanjutan Tabel 1.3
ROE, DER, dan PER Beberapa Perusahaan Pada Industri Barang Konsumsi
Universitas Sumatera Utara
Tahun 2010-2014
NAMA PERUSAHAAN
PERIODE
PT Unilever Indonesia, Tbk
2010
2011
2012
2013
2014
ROE
%
0,84
1,13
1,22
1,26
1,25
DER
%
1,15
1,85
2,02
2,14
2,11
PER
%
37,20
34,45
32,87
37,06
42,65
Sumber: www.idx.co.id (data diolah)
Pada Tabel 1.3 memperlihatkan posisi Return On Equity (ROE), Debt To Equity
Ratio (DER), dan Price Earning Ratio (PER) beberapa perusahaan di Industri
Barang Konsumsi mengalami fluktuasi dari tahun 2010-2014.
PT Nippon Indosari Corpindo, Tbk memperlihatkan pengaruh dari ROE, DER
terhadap PER. Pada tahun 2011, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai
peningkatan PER, Pada tahun 2012, peningkatan ROE dan peningkatan DER
disertai peningkatan PER. Pada tahun 2013, penurunan ROE dan peningkatan
DER disertai penurunan PER. Dan Tahun 2014, penurunan ROE dan peningkatan
DER disertai peningkatan PER.
PT Kalbe Farma, Tbk memperlihatkan pengaruh dari ROE, DER terhadap PER.
Pada tahun 2011, peningkatan ROE dan peningkatan DER disertai penurunan
PER, Pada tahun 2012, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai
peningkatan PER. Pada tahun 2013, penurunan ROE dan peningkatan DER
disertai penurunan PER. Dan pada tahun 2014, penurunan ROE dan peningkatan
DER disertai peningkatan PER.
PT Gudang Garam, Tbk memperlihatkan pengaruh dari ROE, DER terhadap PER.
Pada tahun 2011, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai peningkatan
PER. Untuk tahun 2012, penurunan ROE dan penurunan DER disertai
Universitas Sumatera Utara
peningkatan PER. Pada tahun 2013, peningkatan ROE dan peningkatan DER
disertai penurunan PER. Dan tahun 2014, penurunan ROE dan peningkatan DER
disertai peningkatan PER.
PT Unilever Indonesia, Tbk memperlihatkan pengaruh dari ROE, DER terhadap
PER. Pada tahun 2011, peningkatan ROE dan peningkatan DER disertai
penurunan PER. Hal serupa terjadi pada tahun 2012, peningkatan ROE dan
peningkatan DER disertai penurunan PER. Sedangkan pada tahun 2013,
penurunan ROE dan penurunan DER disertai peningkatan PER. Dan terjadi lagi
pada tahun 2014, penurunan ROE dan penurunan DER disertai peningkatan PER.
Kesimpulan dari data tersebut yang memperlihatkan bahwa peningkatan Return
On Equity (ROE) tidak berbanding lurus dengan peningkatan Price Earning Ratio
(PER). Pernyataan ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Dwipartha (2013) yang menyatakan ROE berpengaruh positif dan signifikan
terhadap nilai perusahaan, yang artinya peningkatan ROE berdampak pada
peningkatan PER.
Pada Tabel 1.3 juga memperlihatkan dimana peningkatan DER tidak disertai pada
penurunan PER. Pernyataan ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Agustina dan Ardiansari (2015), dimana DER berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap PER. Yang artinya dimana DER yang semakin meningkat
maka berdampak pada penurunan nilai perusahaan PER. Oleh karena itu,
fenomena-fenomena ini menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pada fenomena-fenomena paparan diatas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Pengaruh Faktor-Faktor
Makro Ekonomi dan Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Sektor
Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun
2010-2014”.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu: “Apakah Faktor-faktor
Makro Ekonomi yang terdiri dari inflasi, nilai tukar, suku bunga) dan Kinerja
Keuangan yang terdiri dari Return On Equity-ROE, Debt To Equity Ratio-DER)
berpengaruh Terhadap Nilai Perusahaan (Price Earning Ratio-PER) Sektor
Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014?
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk “mengetahui dan
menganalisis pengaruh Faktor-faktor Makro Ekonomi yang terdiri dari inflasi,
suku bunga, nilai tukar, dan Kinerja Keuangan yang terdiri dari Return On EquityROE, Debt To Equity Ratio-DER Terhadap Nilai Perusahaan (Price Earning
Ratio-PER) Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2010-2014”.
Universitas Sumatera Utara
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan informasi dalam
membuat keputusan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai perusahaan.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti
mengenai pengaruh inflasi, suku bunga, nilai tukar, Return On Equity (ROE) dan
Debt To Equity Ratio (DER) terhadap Nilai Perusahaan Price Earning Ratio
(PER) Industri Barang Konsumsi.
3. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan, informasi dan
dapat menjadi acuan, perbandingan, dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara