Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Putus Berobat Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 1995 diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta

kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus dan 98% kematian
akibat TB dunia, terjadi di negara-negara berkembang. Demikian juga kematian
wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan
dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif
secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 tahun sampai 4 tahun. Hal tersebut
berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%.
Jika ia meninggal akibat TB maka akan kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun.
Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial-stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.7 Tuberkulosis (TB)
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun
1992, WHO telah mencanangkan TB sebagai Global Emergency. Perkiraan kasus
TB secara global pada tahun 2012 adalah:

-

Insiden kasus

: 9,4 juta (8,9-9,9 juta)

-

Prevalens kasus

: 14 juta (12-16 juta)

-

Kasus meninggal (HIV negatif)

: 1,3 juta (1.2-1,5 juta)

-


Kasus meninggal (HIV positif)

: 0,38 juta (0,32-0,45 juta)

Di Indonesia, menurut Tjandra Yoga, penyebab utama meningkatnya
beban masalah TB adalah : kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat,

11

seperti pada negara-negara yang sedang berkembang, kegagalan program TB
selama ini, hal ini diakibatkan oleh : Tidak memadai komitmen politik dan
pendanaan. Tidak memadai organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus/diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin
penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang
standar, dan sebagainya. Tidak memadai tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan
obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis).
Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG (Bacillus Calmette-Guerin).
Infra stuktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis
ekonomi


atau

pergolakan

masyarakat.

Perubahan

demografik

karena

meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan.
Dampak pandemi infeksi HIV.6,12
Jumlah kasus terbanyak adalah regio Asia tenggara (35%), Afrika (30%)
dan regio Pasifik Barat (20%). Sebanyak 11-13% kasus TB adalah HIV positif,
dan 80% kasus TB–HIV berasal dari Regio Afrika. Pada tahun 2009, diperkirakan
kasus TB multidrug-resistant (MDR) sebanyak 250.000 kasus (230.000-270.000
kasus), tetapi hanya 12% atau 30.000 kasus yang sudah terkonfirmasi. Dari hasil
data WHO tahun 2009, Lima Negara dengan insidens kasus terbanyak yaitu India

(1.6-2.4 juta), Nigeria (0.37-0.55 juta) dan Indonesia (0.35-0.52 juta). India
menyumbangkan kira-kira seperlima dari sejumlah kasus di dunia (21%).6,10
Tuberkulosis (TB) terus menjadi masalah kesehatan masyarakat global, dengan
perkiraan 9,4 juta kasus TB dan 1,8 juta dengan kematian pada tahun 2008.
Resistensi obat dan kegagalan program Direcly observed treatment shortcourse (DOTS) dalam menghambat pengendalian penyakit. Diantara pasien yang

12

gagal dalam pengobatan TB karena kegagalan pengobatan awal, putus berobat,
atau kambuh setelah pengobatan awal, dengan pengobatan TB yang berulang
maka kejadian resistensi obat sering dijumpai.13,14
WHO menyatakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
TB. Setiap tahunnya diseluruh dunia sekitar 4 juta penderita TB paru menular,
ditambah dengan jumlah yang sama TB yang tidak menular dan sekitar 3 juta
meninggal setiap tahunnya. Dari sejumlah kematian yang dapat dicegah, 25%
diantaranya disebabkan oleh tuberkulosis. Saat ini di negara maju diperkirakan
setiap tahun terdapat 10-20 kasus baru setiap 100.000 penduduk dengan kematian
1-5 per 1000.000 penduduk sedang di negara berkembang angkanya masih tinggi.
Di Afrika setiap tahun muncul 165 penderita tuberkulosis paru menular setiap
100.000 penduduk. Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 2001, penyakit pada sistem pernafasan merupakan penyebab
kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1992, TB merupakan penyebab kematian kedua, sedang pada
SKRT 2001 menunjukkan TB merupakan penyebab kematian pertama pada
golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahunnya
terjadi 175.000 kematian akibat TB dan terdapat 550.000 kasus TB. Sedangkan
data Departemen Kesehatan pada Tahun 2001 di Indonesia Terdapat 50.433
penderita TB BTA (+) yang diobati (23% dari perkiraan penderita TB BTA (+).
Tiga perempat dari kasus berusia 15-49 tahun dan baru 20% yang tercakup dalam
program pemberantasan tuberkulosis yang dilaksanakan pemerintah.15,16 Pada
awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD (international Union against TB and
Lung Disease) telah menggembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal

13

sebagai strategi DOTS dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang
secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini dikembangkan dari
berbagai jenis studi, uji coba klinik (clinical trial), pengalaman-pengalaman
terbaik (best practice), dan hasil implementasi program penanggulangan TB
selama lebih dari dua dekade. Penerapan stategi DOTS secara baik, disamping

secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR-TB.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas
diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan
TB dan dengan demikian menurunkan insiden TB di masyarakat. Menemukan dan
menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan
penularan TB. WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi
dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank dunia menyatakan strategi
DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Pada tahun
1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan strategi DOTS
dan dilaksanakan di puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS
dilaksanakan secara nasional di seluruh UPK (Unit Pelayanan Kesehatan)
terutama puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.17

14

Gambar 1, Faktor risiko kejadian TB 17
transmisi

Jumlah kasus TB BTA +
Faktor lingkungan

1. Ventilasi
2. Kepadatan
3. Dalam ruangan
Faktor perilaku

PAJANAN

Risiko menjadi TB
bila dengan HIV:
1. 5-10%setiap tahun
2. >30% lifetime

sembuh

HIV (+)
TB
Faktor lingkungan

INFEKSI


1 V

il i

10%
mati

Konsentrasi kuman
lama kontak
1. Malnutrisi
2. Penyakit DM
immuno-supresan

1. Keterlambatan
diagnosis dan
pengobatan
2. Tata laksana tak
memadai
3. Kondisi kesehatan


Sebagaimana diterangkan dalam beberapa penelitian, penyebab putus berobat
pada pasien TB paru biasanya terjadi pada pasien berobat secara pribadi dan juga
pada pasien yang yang dalam program DOTS dan non DOTS. Pasien
menghentikan pengobatannya pada akhir bulan ketiga juga ditemukan terjadi
antara bulan kedua dan ketiga. Selain itu putus berobat pada pasien TB paru
terjadi dalam dua bulan pengobatan dan mereka yang mangkir. Ditambahkan juga
bahwa putus berobat pada pasien TB paru yang dalam pengobatan fase lanjutan,
dan mereka mencari penyebabnya, dimana penyebab paling banyak adalah pasien
merasa sudah merasa perbaikan pada awal pengobatan. Beberapa penelitian
lainnya penyebab putus berobat juga disebabkan olaeh masalah kurangnya

15

pendidikan kesehatan, efek samping obat, biaya pengobatan, lamanya waktu
penggobatan, alkoholisme, jarak yang jauh dalam perjalanan untuk penggambilan
obat (DOTS).12,18
Selain itu beberapa penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa penyebab
putus berobat pada pasien TB paru banyak disebabkan oleh faktor risiko lain
seperti penyakit bersamaan, pelayanan kesehatan, Peran PMO, tingkat pendidikan
dan pendapatan pasien, sehingga dapat menyebabkan terjadinya resistensi obat

OAT dan meningkatnya morbiditas.8,9,12

2.2.

DEFINISI
Tuberkulosis

adalah

penyakit

yang

disebabkan

oleh

infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex.

DEFINISI KASUS
Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB gejala umum TB
paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu yang disertai gejala pernapasan
(sesak napas, nyeri dada, batuk darah) dan/gejala tambahan (tidak nafsu makan,
penurunan Berat badan, keringat malam dan mudah lelah). Dalam menentukan
suspek TB harus dipertimbangkan faktor seperti usia pasien, imunitas pasien,
status HIV atau prevalens HIV dalam populasi.
Kasus TB adalah:
a. Kasus TB pasti yaitu pasien TB dengan ditemukan Mycobacterium
tuberkulosis complex yang diidentifikasi dari spesimen klinik (jaringan,
cairan tubuh, usap tenggorok dll) dan kultur. Pada negara dengan
keterbatasan

kapasitas

laboratorium

dalam

mengidentifikasi

16

M.tuberculosis maka kasus TB paru dapat ditegakkan apabila ditemukan
satu atau lebih dahak BTA positif. ATAU
b. Seorang pasien yang setelah dilakukan pemeriksaan penunjang untuk TB
sehingga didiagnosis TB oleh dokter maupun petugas kesehatan dan
diobati dengan paduan dan lama pengobatan yang lengkap.19,20
Saat menegakkan diagnosis TB paru, dan sebelum menentukan pengobatan yang
diberikan, harus ditentukan pula definisi kasus TB paru. Definisi kasus ditentukan
oleh 4 determinan yaitu:
1. Lokasi penyakit (pulmoner/extra pulmoner)
2. Hasil hapusan dahak.
3. Riwayat pengobatan sebelumnya
4. Beratnya penyakit.
1. Definisi kasus berdasarkan lokasi penyakit :
a. TB paru yaitu bila penyakit melibatkan parenkim paru.
b. TB ekstra paru yaitu TB pada organ selain paru.
2. Definisi berdasarkan hapusan dahak :
TB paru BTA (+), bila 2 atau lebih pada pemeriksaan dahak didapatkan BTA
(+) atau satu BTA (+) plus abnormalitas radiologis yang menunjukkan TB
paru, atau hapusan BTA (+) plus kultur M.TB positif.
TB paru BTA (-), yaitu diluar definisi pada BTA (+) tersebut.
3. Definisi kasus berdasarkan beratnya penyakit :
Lokasi penyakit, luasnya kelainan, bacillary load menentukan beratnya
penyakit. Yang diklasifikasikan berat bila penyakit dapat mengancam jiwa

17

atau dan atau menimbulkan cacat (TB milier, efusi perikardial, efusi pleura
massif atau bilateral meningitis TB, TB spinal, intestinal, genitourinaria).
4. Definisi kasus berdasarkan riwyat penggobatan sebelumnya :
Kasus baru (New case) : Penderita yang belum pernah diobati dengan Obat
Anti Tubekulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1
bulan.
Kambuh (relaps) : Penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
(hapusan atau kultur).
Gagal pengobatan (treatment after failure) : Penderita yang memulai
pengobatan kategori 2 setelah gagal dengan pengobatan sebelumnya. Yaitu
penderita Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih. Atau penderita dengan BTA negatif
menjadi positif pada akhir bulan ke-2.
Pengobatan setelah default (Treatment after default/drop out) : penderita yang
kembali berobat, dengan hasil bakteriologi positif, setelah minum obat 2 bulan
atau lebih.
Pindahan (Transfer in) : penderita yang telah mendapat pengobatan di suatu
kabupaten kemudian pindah ke kabupaten lain. Penderita ini harus membawa
surat rujukan/pindah (form TB 09).
Kasus Kronik : Penderita dengan hasil BTA tetap positif setelah selesai
Pengobatan ulang dengan kategori - 2.21

18

Faktor Kuman Tuberkulosis.
Mycobacterium tuberculosispanjangnya 1 sampai 4 mikron, lebarnya
antara 0,3 sampai 0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar
370C dengan tingkat PH (power Hydrogen) optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk
membelah dari satu sampai dua (generation time) kuman membutuhkan waktu 1420 jam. Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak dan protein. Lemak merupakan
komponen lebih dari 30% berat dinding kuman, dan terdiri dari asam stearat, asam
mikolik, mycosides, sulfolipid serta cord factor, sementara komponen protein
utamanya adalah tuberkuloprotein (tuberkulin).
Secara eksperimental, populasi M.tuberculosis didalam lesi dapat dikelompokkan
menjadi 4 golongan yaitu :
1. Populasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak
dengan cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kapitas atau dalam
lesi yang PHnya netral.
2. Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada
dalam lingkungan PH yang rendah. Lingkungan asam inilah yang
melindunginya terhadap obat anti tuberkulosis tertentu.
3. Populasi C, yang terdiri dari kuman tuberkulosis yang berada dalam
keadaan dorman hampir sepanjang waktu, hanya kadang-kadang saja
kuman ini mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang
singkat, kuman seperti ini banyak terdapat dalam dinding kavitas.
4. Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat dorman
sehingga sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-obat anti

19

tuberkulosis. Jumlah polulasi ini tidak jelas dan hanya dapat dimusnahkan
oleh mekanisme pertahanan tubuh manusia itu sendiri.16

2.3.

DIAGNOSIS TB

Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak
untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa sewaktupagi-sewaktu (SPS).
Diagnosis TB Paru
1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).
2. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukan
kuman TB (BTA). Pememuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB paru berdasarkan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
4. Gambaran kelainan radiologic paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
5. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

20

Gambar 2, Alur Diagnosis TB Paru.17
Suspek TB paru

Pemeriksaan dahak mikroskopis- Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Hasil BTA
+ + +
+ + -

Hasil BTA
+ - -

Hasil BTA
_
_ _

Antibiotik Non-OAT

Tidak ada
perbaikan

Foto toraks dan
pertimbangan
dokter

Pemeriksaan dahak mikroskopis

Hasil BTA
+ + +
+ + -

TB

Ada
perbaikan

Hasil BTA
- - -

Foto toraks dan
pertimbangan
dokter

Bukan TB

Pada keadaan tertentu dengan pertimbangan medis spesialistik, alurdiagnostik
ini dapat digunakan secara lebih fleksibel : pemeriksaan mikroskopis dapat
dilakukan bersamaan dengan foto toraks dan pemeriksaan lain di perlukan.

21

Diagnosis TB ektra paru
1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
2. Diagnosis pasti sulit ditegakkan sedangkan diagnosiskerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan
terhgantung

kemungkinan
pada metode

penyakit

lain.

Ketepatan

diagnosis

pengambilan bahan pemeriksaan dan

ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.6,12

2.4.

PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Tujuan penggobatan tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita,

mencegah kematian, mencegah relaps, menurunkan penularan ke orang lain dan
mencegah resistensi terhadap OAT. Untuk itu diperlukan OAT yang efektif
dengan pengobatan jangka pendek. Standarisasi regimen untuk pengobatan TB
didasarkan pada rekomendasi WHO.16
Terdapat 4 populasi kuman TB yaitu :
1. Metabolically active, yaitu kuman yang terus tumbuh dalam kaviti.
2. Bacilli inside cell, misal dalam makrofag.
3. Semi- dorman Bacilli, (persister).
4. Dorman bacilli.

22

Pengobatan tuberkulosis memerlukan waktu lama karena sulit untuk membunuh
kuman semi dorman.
Terdapat 3 aktifitas anti tuberkulosis yaitu :
1. OAT bakterisidal : INH(isoniazid), rifampisin, pirazinamid.
2. OAT dengan kemampuan sterilisasi : Rifampisin, pirazinamid.
3. OAT dengan kemampuan mencegah resistensi : Rifampisin dan INH,
sedangkan streptomisin dan etambutol kurang efektif.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi :
1. TB paru BTA positif
Pengobatan yang diberikan

: 2 RHZE /4 RH

Alternatif

: 2 RHZE/ 4 R3H3 (program P2TB)
: 2 RHZE/ 6 HE

Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan hasil uji
resistensi, paduan ini dianjurkan untuk :
1. TB paru BTA + kasus baru
2. TB paru BTA – dengan lesi luas (termasuk destroyed lung dan far
advanced) kriteria ATS (American ThoracicSociety).
3. TB diluar paru → lihat keadaan khusus.
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat dibedakan selama 7 bulan,
dengan paduan 2RHZE/ 7R3H3, pada keadaan :
1. TB dengan lesi luas
2. Disertai penyakit komorbid (DM, pemakaian obat-obat imunosupresi,
kortikosteroid).
3. TB kasus berat (milier, dll).

23

TB kasus baru : yaitu penderita TB yang belum mendapat pengobatan
sebelumnya atau bila pernah mendapat pengobatan tidak lebih dari 1 bulan.
2. TB paru BTA negatif dengan lesi tidak luas
-

Pengobatan yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH

-

Alternatif : 2 RHZ / 4 R3H3 atau 6 RHE

3. TB paru kasus Kambuh
-

Definisi : TB paru yang telah dinyatakan sembuh, akan tetapi
bakteriologik (mikroskopik dan atau biakan) kembali positif.

-

Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus difikirkan kemungkinan adanya :
1. Infeksi sekunder
2. Infeksi jamur
3. TB paru kambuh

-

Pada kasus kambuh, bila ada pola resistensi dapat diberikan obat
1. Sesuai hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan 4 macam
OAT pada fase intensif selama 3 bulan. Lama pengobatan fase lanjutan
6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya.
2. Sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH

-

Bila tidak ada /tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2RHZES / 1 RHZES / 5 R3H3E3 (program P2TB).

4. TB paru kasus gagal pengobatan
a. Definisi : TB paru dengan sputum BTA yang tidak mengalami konversi
setelah pengobatan 5-6 bulan, atau positif kembali pada bulan ke 5/6
pengobatan.

24

b. Pengobatan sebaiknya berdasarkan uji resistensi, dengan minimal
menggunakan 4-5 OAT dengan 2 macam yang masih sensitif, dengan lama
pengobatan minimal selama 1-2 tahun. Menunggu hasil resistensi dan
dapat diberikan dahulu 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji
resistensi.
c. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil
yang optimal.
d. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2RHZES / 1 RHZEI / 5H3R3E3.
e. Sebaiknya kasus gagal dirujuk ke dokter spesialis paru.
5. TB paru dengan kasus putus berobat
-

Definisi : Penderita TB paru yang sedang mengalami pengobatan telah
menghentikan pengobatan OAT selama fase intensif atau fase lanjutan
sesuai jadwal yang ditentukan dan belum dinyatakan sembuh oleh dokter
yang mengobati, atau pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan
atau lebih dengan BTA positif

-

Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu : pengobatan
OAT dilanjutkan sesuai jadwal.

-

Penderita menghentikan penggobatannya ≥ 2 minggu
1. Berobat ≥ 4 bulan, BTA negatifdan klinis, radiologis negatif
pengobatan OAT STOP.
2. Berobat ≥ 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama.

25

3. Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang sama.
4. Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA negatif, akan
tetapi klinis dan radiologis positif: pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama.
5. Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.
6. TB paru kronik
1. Defenisi : TB paru dengan sputum BTA positif setelah menjalani
pengobatan ulang dengan pengawasan yang baik.
2. Pengobatan : jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah
ada hasil uji resistensi, berikan minimal 2 OAT yang sensitif ditambah
dengan obat lain seperti quinolon, betalaktam, makrolid.
3. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
4. Pertimbangkan

pembedahan

untuk

meningkatkan

kemungkinan

penyembuhan kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.
7. TB paru Resistensi ganda = MDR TB
a. TB paru dengan menunjukkan resistensi terhadap rifampisin dan INH
dengan atau tanpa OAT lainnya.
b. TB paru kronik sering disebabkan MDR.19,21

26

OBAT ANTI TB
Tabel 1. Jenis, sifat dan dosis OAT.6
Jenis OAT

Sifat

Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)
Harian

Isoniazid (H)

Rifampicin (R)

Pyrazinamide (Z)

Streptomycin (S)

Ethambutol (E)

Bakterisid

3xseminggu

5

10

(4-6)

(8-12)

10

10

(8-12)

(8-120

25

35

(20-30)

(30-40)

15

15

(12-18)

(12-18)

15

30

(15-20)

(20-35)

Bakterisid

Bakterisid

Bakterisid

Bakteriostatik

KODE REGIMEN PENGOBATAN TB.
Pengobatan TB terdiri dari 2 fase yaitu :
Fase initial/fase intensif (2 bulan) :Pada fase ini membunuh kuman dengan cepat.
Dalam waktu 2 minggu penderita yang infeksius menjadi tidak infeksius, dan
gejala klinis membaik. Kebanyakan penderita BTA positif akan menjadi negatif
dalam waktu 2 bulan. Pada fase ini sangat penting adanya pengawasan minum
obat oleh PMO.
Fase lanjutan (4-6 bulan): Bertujuan membunuh kuman persister (dorman) dan
mencegah relaps. Fase ini juga perlu adanya PMO.
Contoh kode pada regimen pengobatan TB: 2 (HRZE) / 4 HR

27

Fase inisial adalah 2 (HRZE), lama pengobatan 2 bulan, dengan obat INH,
rifampisin, pirazinamid dan etambutol diminum tiap hari. Fase lanjutan adalah
4(HR)3, lama pengobatan 4 bulan, dengan INH dan rifampisin, diminum 3 kali
seminggu.

2.5.

GAMBARAN KLINIS
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan bakteriologis, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik.Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratori : batuk≥ 2 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri
dada.
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung luas lesi. Kadang pasien terdeteksi
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses
penyakit, maka pasien mungkin belum ada gejala batuk. Batuk yang
pertama terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya batuk diperlukan
untuk membuang dahak keluar.
2. Gejala sistemik : demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun.
3. Gejala TB ekstra paru : tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis.

28

Pada pleuritis TB terlihat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada
sisi rongga yang pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan fisik :
Tanda fisik penderita TB tidak khas, tidak dapat membedakan TB dengan
penyakit paru lain. Dapat ditemukan tanda-tanda antara lain penarikan struktur
sekitar, suara napas bronkial, amforik, ronki basah. Pada efusi pleura didapatkan
gerak napas tertinggal, keredupan dan suara napas menurun sampai tidak
terdengar. Bila terdapat limfadenitis tuberkulosa didapatkan pembesaran kelenjar
limfe, sering didaerah leher, kadang disertai adanya skrofuloderma.
Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan

bakteriologis

sangat

berperan

untuk

menegakkan

diagnosis.Spesimen dapat berupa dahak, cairan pleura, cairan cerebro spinalis,
bilasan lambung, bronchoalveolar lavage, urine dan jaringan biopsi.
Foto toraks :
Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto torak tidak
diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto
toraks bila: curiga adanya komplikasi (efusi pleura, pneumotoraks), hemoptisis
berulang atau berat, didapatkan hanya 1 spesimen BTA (+).
Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif :
1. Bayangan berawan/ nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opaks berawan atau
nodular.

29

3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura.
Gambaran radiologis yang dicurigai TB inaktif :
1. Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan
atau segmen superior lobus bawah.
2. Kalsifikasi.
3. Penebalan pleura.15
Kriteria Sembuh
-

Pasien

telah

menyelesaikan

pengobatannya

secara

lengkap

dan

pemeriksaan apusan dahak ulang ( follow-up) hasilnya negatif pada akhir
pemeriksaan dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

2.6.

EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, efek

samping obat, penanganan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan obat.
Evaluasi klinik
1. Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama penggobatan
selanjutnya tiap 1 bulan.
2. Evaluasi : respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta
ada tidaknya komplikasi penyakit.
3. Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.
Evaluasi bakteriologik (0-2-4-6-5-6/ 7-8-9)
1. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi sputum
2. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopik

30

3. Sebelum pengobatan dimulai
4. Setelah 2 bulan pengobatan/ setelah fase intensif
5. 2 bulan sebelum akhir pengobatan
6. Pada akhir pengobatan.
- Bila ada fasilitas biakan : pemeriksaan biakan (0-2-4/7)
Evaluasi radiologis (0-2-6/9)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :
1. Sebelum pengobatan
2. Setelah 2 bulan pengobatan
3. Pada akhir pengobatan
Evaluasi efek samping secara klinik
1. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap.
2. Fungsi hati : SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), SGPT
(Serum Glutamic Piruvic Transaminase), bilirubin, fungsi ginjal : ureum,
kreatinin, dan gula darah, asam urat untuk data dasar penyakit penyerta
atau efek samping pengobatan.
3. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.
4. Pemeriksaan virus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol.
5. Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan
dan audiometri.
6. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut, yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan adanya

31

efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai adanya efek
samping maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya.
Penanganan efek samping obat
1. Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dengan dapat
diatasi dengan pemberian salisilat / allupurinol.
2. Efek samping yang serius adalah hepatitis imbas obat, penanganan seperti
tertulis diatas.
3. Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit
yang umumnya disebab kan INH dan rifampisin, dapat dilakukan dosis
rendah

dan desensitisasi dengan pemberian dosis yang ditingkatkan

perlahan-lahan dengan pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bisa
dilakukan terhadap obat lainnya.
4. Kelainan yang harus dihentikan pengobatan adalah trombositopenia, syok
atau gagal ginjal karena rifampisin, gangguan penglihatan karena
etambutol, gangguan nervus VIII karena streptomisin dan dermatitis
exfoliative dan agranulositosis karena tiasetazon.
5. Bila suatu oabat harus diganti maka paduan obat harus diubah hingga
jangka waktu pengobatan perlu dipertimbangkan kembali dengan baik.
Evaluasi keteraturan berobat
1. Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan
adalah keteraturan berobat. Diminum / tidaknya obat-obatan tersebut.
Dalam hal ini sangat pentingnya penyuluhan atau pendidikan mengenai
penyakit dan keteraturan berobat yang diberikan kepada penderita,
keluarga dan lingkungan.

32

2. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi
Evaluasi penderita yang telah sembuh
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2
tahun setelah sembuh untuk mengetahui adanya kekambuhan. Yang dievaluasi
adalah sputum BTA mikroskopik dan foto toraks. Sputum BTA mikroskopik
3,6,12, dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6,12,24
bulan setelah dinyatakan sembuh..16,22

2.7. KERANGKA KONSEP

Faktor penyebab
putus berobat
Putus berobat
Pasien TB
Gejala klinis
Sakit TB (+)
Berhasil/sembuh

Jenis kelamin
Umur/usia
Pendidikan
Tahu lama pengobatan
Tahu risiko menghentikan
pengobatan
Pendapatan/penghasilan
Efeksamping obat
Jarak rumah ke yankes
Merasa sembuh
Merasa tidak ada perbaikan
pada saat pengobatan
Penyakit penyerta
Biaya

33