Kualitas Spermatozoa Sapi Limousin Se Penyimpanan Pada efrigerator dalam Pengencer Two-Step tm Extender dengan Suplementasi Kuning Telur Bebek

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi limousin
Sapi Limousin memiliki pertumbuhan yang bagus dengan ciri-ciri umum
sebagai berikut: ukuran tubuh besar dan panjang bulu berwarna cokelat, dimana
pada bagian sekeliling mata dan kaki dari lutut ke bawah berwarna agak terang,
tanduk pada jantan tumbuh ke luar dan agak melengkung. Hasil ternak sapi
limosin memang punya beberapa keistimewaan tersendiri dibanding dengan sapi
ternak jenis lainnya. Keistimewaan paling utama adalah proses pertumbuhannya
lebih cepat. Kemudian badan serta ukuran beratnya yang juga lebih tinggi
sehingga jumlah dagingnya pasti lebih banyak.
Selain itu kwalitas sapi limousin juga dinilai lebih bagus dan lezat untuk
dijadikan makanan. Maka tidak mengherankan bila nilai jual dari sapi jenis ini
juga jauh lebih tinggi dan mahal. Sehingga keuntungan yang didapatkan oleh
peternak atau pedagang tentu akan lebih banyak.
Keunggulan lain memelihara ternak sapi limosin adalah waktu yang
dibutuhkan untuk penggemukkan atau pertumbuhannya lebih pendek dan singkat.

Dan yang membuat para peternak lebih nyaman adalah, sapi ini juga lebih tahan
terhadap serangan berbagai macam penyakit, terutama antraks yang beberapa
waktu lalu pernah merajalela dan membuat rugi banyak peternak (Pane, 1986).
berat sapi jantan dewasa kira-kira 1.150 kg dan yang betina kira-kira 800 kg,
Pertumbuhannya cepat, badanya panjang, datar dan padat (Pane Ismed 1986).

4

5

Gambar 2.1 Sapi limousin
2.2. Reproduksi sapi limousin
Reproduksi merupakan proses penting bagi semua bentuk kehidupan.
Tanpa melakukan reproduksi, tak satu spesies pun didunia ini yang mampu hidup
lestari, begitu pula dengan hewan ternak baik betina maupun jantan
(Toelihere,1979 dan marawali,2001). Reproduksi hewan jantan adalah suatu
proses yang kompleks yang melibatkan seluruh tubuh hewan itu. Sistem
reproduksi akan berfungsi bila makhluk hidup khususnya hewan ternak dalam hal
ini sudah memasuki sexual maturity atau dewasa kelamin. Setelah mengalami
dewasa kelamin, alat-alat reproduksinya akan mulai berkembang dan proses

reproduksi dapat berlangsung baik ternak jantan maupun betina.
Pada hewan ternak, alat kelamin jantan umumnya mempunyai bentuk yang
hampir bersamaan, terdiri dari testis yang terletak di dalam skrotum, saluransaluran alat kelamin, penis, dan kelenjar aksesoris. Alat kelamin jantan dibagi
menjadi alat kelamin primer berupa testis dan alat kelamin sekunder berbentuk
saluran-saluran yang menghubungkan testis dengan dunia luar yaitu vas deferent,
epididimis, vas deferent, dan penis yang di dalamnya terdapat uretra, dipakai
untuk menyalurkan air mani dan cairan aksesoris keluar pada waktu ejakulasi .

6

Gambar 2.2 Reproduksi sapi limousin jantan

2. 3. Anatomi
Organ reproduksi ternak jantan terdiri dari testes, scrotum, corda
spermaticus, kelenjar tambahan (glandula accessories), penis, preputium, dan
sistem saluran reproduksi jantan. Sistem saluran ini terdiri dari vasa, efferentia
yang berlokasi di dalam testis, epididymis, vas deferens, dan urethra external
yang bersambung ke penis. Pada masa embrio, testis berasal dari corda genitalia
primer, sedangkan sistem saluran reproduksi berasal dari ductus wolffii
(Toelihere,1979). Alat reproduksi ternak jantan di bagi menjadi tiga yaitu; alat

kelamin primer berupa testis, alat kelamin sekunder yaitu vas deverent,
epididimis, penis, dan uretra, sedangkan kelenjar aksesoris yaitu kelenjar vesikula
seminalis, kelenjar prostata, dan kelenjar cowper.
2.3.1 Alat kelamin primer.
Testis adalah organ reproduksi primer pada ternak jantan, karena berfungsi
menghasilkan gamet jantan (spermatozoa) dan hormon kelamin jantan
(androgens). Testis berlokasi di dekat ginjal turun melalui canalis inguinalis
masuk ke dalam scrotum. Turunnya testis terjadi akibat memendeknya
gubernaculum, sebuah ligamentum yang memanjang dari daerah inguinalis
kemudian bertaut pada cauda epididymis. Pemendekan gubernaculum terjadi
karena pertumbuhan gubernaculum tidak secepat pertumbuhan tubuh. Testis
terletak dekat dengan daerah inguinalis dan tekanan intra-abdominal membantu

7

testis melalui canalis inguinalis masuk scrotum. Hormon yang terlibat dalam
pengaturan turunnya testes adalah gonadotropins dan androgen.
Testis pada sapi mempunyai panjang berkisar 10-13 cm, lebar berkisar 56,5 cm dan beratnya 300-400 gr. testis ditutupi oleh tunica vaginalis, sebuah
jaringan serous yang merupakan perluasan dari peritoneum. Lapisan ini diperoleh
ketika testis turun masuk ke dalam scrotum dari tempat asalnya dalam ruang

abdominal yang melekat sepanjang garis epididymis. Lapisan luar dari testis
adalah tunica albuginea testis, merupakan membran jaringan ikat elastis berwarna
putih. Pembuluh darah dalam jumlah besar dijumpai tepat di bawah permukaan
lapisan ini. Lapisan fungsional dari testis, yaitu parenchyma terletak di bawah
lapisan tunica albuginea. Parenchyma ini berwarna kekuningan, terbagi-bagi oleh
setiap yang tidak sempurna menjadi segmen-segmen. Parenchyma mempunyai
pipa-pipa kecil didalamnya yang disebut tubulusseminiferous (tunggal), tubuli
seminiferi (jamak). Tubuli seminiferi berasal dari primary sex cord yang berisi selsel benih (germ cells), spermatogonia, dan sel-sel pemberi makan, yaitu sel
sertoli. Sel sertoli berukuran lebih besar dengan jumlah lebih sedikit dari pada
spermatogonia. Hormone gonadotropin adalah kelenjar pituitary, follicle
stimulating hormone (FSH) memacu sel-sel sertoli menghasilkan androgen
binding protein (ABP) dan inhibin. Tubuli seminiferi bersambungan dengan
sebuah tenunan tubulus, yaitu rete testes yang berhubungan dengan 12-15 saluran
kecil, yaitu vasa efferentia yang menyatu pada caput epididymis. Hormone
testosterone diperlukan untuk perkembangan tanda-tanda kelamin sekunder dan
untuk tingkah laku perkawinan secara normal. Testosterone juga berfungsi untuk
mengontrol aktivitas kelenjar-kelenjar tambahan (accessory glands), produksi
spermatozoa, dan pemeliharaan system saluran reproduksi jantan. Sedangkan
perannya dalam diri ternak sendiri adalah membantu mempertahankan kondisi
optimum


pada

spermatogenesis,

transportasi

spermatozoa

dan

spermatozoa ke dalam saluran reproduksi betina (Anonymous.2009).

deposisi

8

2.3.2. Alat kelamin sekunder
(1). Vas deverent
Vas deferens. Merupakan sebuah saluran dengan satu ujung berawal dari

bagian ujung distal dari cauda epididymis. Kemudian dengan melekat pada
peritoneum, membentang sepanjang corda spermaticus, melalui daerah inguinalis
masuk ruang pelvis, dimana vas deferens bergabung dengan urethra di suatu
tempat dekat dengan lubang saluran kencing dari vesica urinaria. Bagian vas
deferens yang membesar dekar dengan urethra, di sebut ampulla. Vas deferens
mempunyai otot daging licin yang tebal pada dindingnya dan mempunyai fungsi
tunggal yaitu sebagai sarana transportasi spermatozoa. Spermatozoa dikumpulkan
dalam ampulla selama ejakulasi, sebelum dikeluarkan ke dalam urethra
(Toelihere,1979 dan marawali,2001).
(2). Urethra.
Merupakan sebuah saluran tunggal yang membentang dari persambungan
dengan ampulla sampai ke pangkal penis. Fungsi urethra adalah sebagai saluran
kencing dan semen. Pada sapi dan domba selama ejakulasi terjadi percampuran
yang kompleks antara spermatozoa yang padat asal vas deferens dan epididymis
dengan cairan sekresi dari kelenjar-kelenjar tambahan dalam urethra yang berada
di daerah pelvis menjadi semen (Toelihere,1979 dan marawali,2001).
(3). Penis
Merupakan organ kopulasi pada ternak jantan, membentang dari titik
urethra keluar dari ruang pelvis di bagian dorsal sampai dengan pada orificium
urethra eksternal pada ujung bebas dari penis. Pada sapi penis mempunyai bagian

yang berbentuk seperti huruf “S” (sigmoid flexure) sehingga penis dapat ditarik
dan berada total dalam tubuh. mempunyai musculus retractor penis, yaitu
sepasang otot daging licin, jika releks memberikan kesempatan penis untuk
memanjang dan jika kontraksi dapat menarik penis ke dalam tubuh kembali. Pada
sapi terdapat Jaringan erectile adalah jaringan cavernous (sponge) terletak dalam
dua daerah penis, yaitu pada corpus spongiosum penis yang merupakan jaringan
cavernouse

yang

terletak

di

sekitar

urethra,

ditutupi


oleh

musculus

bulbospongiosum pada pangkal penis. Kemudian pada corpus cavernosum penis,

9

merupakan sebuah daerah jaringan cavernouse yang lebih besar, terletak di bagian
dorsal dari corpus spongiosum penis. Pada mulanya kedua cavernouse tersebut
berasal dari musculus ischlocavernouse. Kedua musculus bulbospongiosum dan
musculus ischlocavernous adalah otot daging seran lintang yang merupakan
musculus skeletal bukan otot daging licin sebagaimana halnya dengan otot-otot
daging licin yang pada umumnya ada pada saluran reproduksi ternak jantan
maupun betina. Pada saat ereksi penis dari type fibroelastic, diameternya tidak
banyak berbeda dengan pada saat releks, tetapi pada penis type vascular,
diameternya menjadi lebih besar dibandingkan ketika tidak ereksi (Housebandry
2009).
Menurut tipenya penis dibagi menjadi dua macam yaitu:
1.Tipe muskulokavernosus yang terdapat pada golongan anjing, kuda, primata dan

sebagainya.
2.Tipe fibroelastis terdapat pada sapi , domba, kambing, babi, rusa, dan kerbau.
Penis mempunyai fungsi sebagai alat kopulasi dan jalan keluar air mani pada
waktu ejakulasi dan mendeposisikan air mani pada alat kelamin betina.
Permukaan penis terutama kepala penis (glans penis ) sangat kaya dengan syaraf.
Oleh karena itu, bagian ini sangat peka terhadap segala rangsangan, seperti panas,
dingin atau sakit. hal ini penting untuk diperhatikan terutama pada waktu
pengambilan air mani seekor pejantan dengan memakai vagina buatan. Perlakuan
yang kasar dan suhu yang panas atau dingin, demikian pula permukaan yang
terlalu kasar dari vagina buatan dapat mengakibatkan terganggunya proses
ejakulasi, sehingga air mani yang dihasilkan sangat berkurang. Oleh karena itu,
suhu yang tepat dan permukaan vagina yang licin harus diperhatikan dari
pengambilan air mani dengan memakai vagina buatan. penis mempunyai
persediaan darah yang besar dan permukaan yang lunak karena itu penis mudah
sekali terluka dan pendarahan bisa cepat terjadi. Preputium mempunyai arti sama
dengan sarung adalah ivaginato dari kulit yang membungkus secara sempurna
pada ujung bebas dari penis. Perkembangan embrionik dari organ ini sama dengan
perkembangan dari organ labiaminira pada ternak betina. Prepuce dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu bagian prepenile, lipatan luar dan bagian penile, lipatan


10

dalam. Sekitar lubang prepuse ditumbuhi oleh rambut panjang dan kasar. Pada
saat penampungan semen dalam program inseminasi buatan, perlu diadakan
pencukuran terhadap rambut ini, untuk menjaga agar semen tidak tercemar oleh
kotoran yang kemungkinan besar menempel pada rambut tersebut (Housebandry
2009).
(4). Epididimis
Epididimis berbentuk bulat panjang dan melekat pada testis. Epididimis ini
terbagi menjadi 3 bagian, yaitu caput ( kepala) corpus (badan) dan kauda (ekor).
caputepididimis menelungkupi testis. Epididimis

berisi duktus mulai

caput

berkelok kelok rapat sekali. Panjang duktus epididimis bila direntangkan adalah
36 m pada sapi dewasa dan 54 m pada babi dewasa (Widayati et al,2008). Fungsi
penting dari epididimis


adalah tempat penyimpanan spermatozoa secara

fisiologis.
(5). Kelenjar aksesoris
Kelenjar aksesoris terdiri dari
a.Vesica seminalis
Berfungsi

untuk

menyimpan

spermatozoa

dan

juga

sekretanya

ditumpahkan pada semen ketika terjadi ejakulasi, sekretnya mengandung protein,
enzim, dan flavin.
b.Prostata
Hanya ada satu dan terdapat pada pangkal uretra. Kelenjar ini terdiri dari
bagian corpusprostata dan pars diseminata. Kelenjar ini mempunyai banyak
saluran (ductuli prostatici). Kelenjar ini berfungsi untuk memberi bau khas pada
sperma.
c. Kelenjar Bulbouretralis
Disebut juga dengan kelenjar cowper, yang berjumlah sepasang dan
terletak didekat apertura pelvis caudalis. Kelenjar ini berfungsi untuk
membersihkan saluran uretrase sebelum spema melewatinya.
(6). Tubulus seminiferus
Didalam

testis

terdapat

saluran

halus

yang

merupakan

tempat

pembentukan sperma, di sebut tubulus seminiferus. dinding Tubulus seminiferus

11

tersusun dari jaringan epitelium dan jaringan ikat. Didalam jaringan epitelium
terdapat sel induk

spermatozoa (spermatogen)

dan sel sertoli. Sel sertoli

berfungsi memberi nutrisi pada sperma. Di antara tubulus seminiferus terdapat sel
–sel interstissial yang menghasilkan hormon testosteron dan hormon kelamin
jantan lainya (Syahrum,1994)
(7). Proses spermatogenesis pada sapi
Spermatogenesis adalah proses dimana spermatogonia berkembang
menjadi spermatosit, tahap masak dari spermatosit yang menghasilkan spermatid
dengan jumlah kromosom berkurang (haploid), spermiogenesis merupakan proses
transformasi dari spermatid menjadi spermatozoa (Dellmann dan Brown,
1992). Spermatogenesis dimulai dengan pertumbuhan spermatogonium menjadi
sel- sel yang lebih besar yang kemudian disebut sebagai spermatosit primer. Selsel ini membelah (pertama secara mitosis) menjadi dua spermatosit sekunder yang
sama besar, yang kemudian mengalami pembelahan meiosis menjadi empat
spermatid

yang

sama

besar

pula.

Spermatid

ini yaitu sebuah sel bundar dengan sejumlah besar protoplasma, yang
merupakan gamet dewasa dengan jumlah kromosom haploid (Dellmann dan
Brown, 1992).

Gambar 2.3.1Proses spermatogenesis pada sapi

Beberapa tipe sel dalam tahap perubahan bentuk telah ditentukan menjadi
sebuah daur perubahan sel. Sebanyak 14 tahap perubahan sel telah diketahui pada
beberapa spesies, dimana hanya terdapat 6 tahap yang diketahui pada manusia.
Pada sapi, sebanyak 12 tahap perubahan telah dijelaskan. Tahap spermiogenesis
digunakan untuk mengklasifikasikan beberapa tahap daur. Waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan sebuah daur ephitelium seminiferous bergantung pasa

12

masing-masing spesies. Lamanya waktu yang diperlukan adalah 9 hari pada babi,
10 hari pada kambing, 12 hari pada kuda, dan 14 hari pada sapi (Hafez, 2000).
Perjalanan spermatozoa melewati epididimis tergantung pada tempat
kontraksi dinding saluran. Spermatozoa diangkut melalui epididimis dalam waktu
kira-kira 7 hari pada sapi. Waktu transit sperma mungkin berkurang 10-20%
seiring meningkatnya frekuensi ejakulasi. Bagian utama tempat penyimpanan
sperma pada organ reproduksi jantan berada pada ekor epididimis, dimana ekor
epididimis mengandung 70% dari jumlah total spermatozoa, sebaliknya vas
deferens hanya mengandung 2% (Hafez dan Hafez, 2000).
2.4. Teknik-teknik evaluasi semen pada sapi
(1). Menghitung jumlah sperma.
Sekali ejakulasi, sapi jantan menghasilkan semen 2–12 ml dengan
konsentrasi (jumlah) 1 satu miliar hingga 5,8 miliar sel sperma. Jumlah rata-rata
sperma per ejakulat 4,8 miliar sel dengan sperma motil (agresif) berkisar 65%.
(2). Morfologi sperma
Sel kelamin atau gamet merupakan hasil proses gametogenesis yaitu pada
jantan gametogenesis. Spermatozoid vertebrata terdiri atas bagian kepala, leher,
bagian tengah dan ekor yang berupa flagel panjang. Sperma hewan-hewan yang
berbeda, berbeda pula dalam ukuran, bentuk dan mobilitasnya. Bentuk
spermatozoid adalah spesifik spesies, perbedaannya terutama pada bentuk
kepalanya yaitu dari bulat pipih sampai panjang lancip (Muchtaromah, 2006).
Walaupun ukuran dan bentuk sperma berbeda-beda pada berbagai jenis hewan
namun struktur morfologinya adalah sama. Panjang dan lebar kepala kira-kira 8,0
sampai 10,0 mikron dan 4,0 sampai 4,5 mikron pada sperma sapi. Permukaan
sperma dibungkus oleh suatu membran lipoprotein. Apabila sel tersebut mati,
permeibilitas membran meninggi, terutama di daerah pangkal kepala, dan hal ini
merupakan dasar dari pewarnaan semen yang membedakan sperma hidup dari
yang mati (Mozes, 1979). Semen atau mani dalam ilmu reproduksi hewan adalah
zat cair yang keluar dari tubuh melalui penis sewaktu kopulasi. Lebih lanjut telah
di ketahui bahwa semen yang dimaksud dalam ilmu reproduksi itu terdiri dari

13

bagian yang berupa sel dan bagian yang tidak bersel. Sel-sel itu hidup dan
bergerak disebut spermatozoa dan cairan di dalam mana sel-sel itu berenang
disebut seminal plasma (Partodihardjo, 1992).
(3). Motilitas sperma
Volume semen sapi antara 2–12 ml, konsentrasi 1000–1800 x 106 sel/ml,
motilitas sebesar 65% dan nilai rata-rata spermatozoa yang mati dalam beberapa
pemeriksaan contoh semen berkisar 20 persen (Toelihere 1993). Sedangkan
volume normal berkisar 5–8 ml dan konsentrasi semen dengan metode
penampungan menggunakan vagina buatan adalah berkisar 800–2000 x 106/ml
(Garner dan Hafez 1993).
(4). Pewarnaan membedakan sperma hidup atau mati
Kualitas sperma baik sekali apabila dengan pebesaran 10×10 telihat
gelombang-gelombang besar, jelas dan begerak cepat (Partodihardjo 1992).
Gelombang-gelombang ini dapat dikenal karena tampak lebih gelap. Penilaian
aktivitas massa sel sperma dinyatakan dengan tanda tiga plus (+ + +) atau aktif
sekali. Kualitas sperma baik, bila gelombang-gelombang dapat terlihat, meskipun
tidak segelap golongan baik sekali; demikian pula gerak gelombangnya agak
lamban. Penilaian aktivitas spermatozoa dinyatakan dengan (+ +) atau dua plus.
Artinya cukup aktif. Kualitas sperma kurang baik, bila gelombang tidak jelas
terlihat; kalaupun telihat memerlukan pengamatan sungguh-sungguh. Bayangbayang gelap dari gelombang tidak tampak, lebih-lebih pergerakannya. Penilaian
dinyatakan dengan satu plus (+). Kualitas sperma jelek bila, gelombang massa
spermatozoa sulit ditaksir adanya. Penilaian dinyatakan dengan tanda minus (-)
atau nol (0) artinya kosong, tidak ada aktivitas.
1. Standar kualitas semen untuk Inseminasi Buatan (IB)
Standar minimum bagi kualitas semen yang bisa diproses untuk IB
minimal mengandung 500 juta sel per ml dan 50% sperma hidup dan motil.
Setiap ml untuk pemakaian IB (dosis IB) harus mengandung sedikitnya lima juta
sel sperma hidup dan motil. Sedangkan untuk semen beku (frozen semen), karena
50% sperma mati gara-gara proses pembekuan, maka dosis IB sapi paling
sedikitnya harus mengandung 12 juta sel sperma.

14

2.5. Regulasi hormonal reproduksi sapi jantan
(1). Hormon Reproduksi
Reproduksi yang normal pada ternak sapi tergantung pada hormon.
Hormon adalah suatu substansi kimia yang khas yang diproduksi oleh kelenjar
khusus (kelenjar endokrin). Sekresi hormon oleh kelenjar endokrin dilakukan
dengan cara dirembeskan ke dalam pembuluh darah, karena kelenjar ini dikatakan
sebagai kelenjar yang tidak memiliki saluran. Hormon reproduksi berasal dari
berbagai organ di dalam tubuh ternak sapi, seperti hipotalamus, pituitary, gonad (
testis dan ovarium ), uterus dan plasenta.
Hormon berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Hormaein yang
mempunyai arti yang menimbulkan gairah. Definisi klasik hormon adalah suatu
zat kimia organik yang diproduksi oleh sel-sel khusus yang sehat, dirembeskan
melalui aliran darah, dalam jumlah sedikit dan dapat menghambat atau
merangsang aktivitas fungsional dari target organ atau jaringan (Mc Donald,
L.E.1980). Hormon adalah subtansi yang dihasilkan oleh sel atau kelompok sel
yang bergerak dalam aliran darah yang mengantarnya ke organ target atau
jaringan dalam tubuh yang memberikan suatu reaksi yang dapat menolong
mengkoordinasi fungsi-fungsi dalam tubuh (Sorensen, 1979). Hormon-hormon
reproduksi dibagi dalam tiga kategori menurut unsur pembentuknya, yakni
golongan protein (peptida), golongan steroid, dan golongan asam lemak.
a. Hormon protein atau polipeptida bermolekul besar dengan berat molekul 30070.000 dalton dengan sifat-sifat mudah dipisahkan oleh enzim sehingga tidak
dapat diberikan melalui oral tetapi harus diberikan melalui suntikan (ex : Gn-RH).
b. Hormon steroid mempunyai berat molekul 300-400 dalton. Hormon steroid
alami tidak efektif apabila diberikan melalui oral, tetapi steroid sintesis dan yang
berasal dari tumbuhan dapat diberikan melalui oral maupun suntikan (ex :
estrogen, progesteron, dan androgen).
c. Hormon asam lemak mempunyai berat molekul 400 dalton dan hanya dapat
diberikan melalui suntikan (ex : prostaglandin).

15

(2). Kelenjar aseoris dan sekretnya
Kelenjar Hipofisa, yang masing-masing bagian anterior meghasilkan tiga
macam hormon reproduksi yaitu, Follicle Stimulating Hormone (FSH),
Luteinizing Hormone (LH) yang pada hewan jantan disebut dengan Interstitial
Cell Stimulating Hormone (ICSH) dan Luteotropic Hormone (LTH), serta bagian
posterior yang menghasilkan dua macam hormon yakni oksitoksin dan
vasopressin.
(3). Birahi/Libido
Kemampuan Mengawini (Tomaszewska et al.2005). menyatakan bahwa
sistem manajemen setelah penyapihan dapat berpengaruh terhadap tingkah laku
sosial dan seksual sapi jantan. Sapi jantan yang dilepas pada padang
penggembalaan tampaknya malu-malu dan lambat mendekati sapi betina birahi
dengan waktu reaksinya 40,0 ± 26, 3 menit. Libido yang dinyatakan pada waktu
tertentu mungkin tidak menggambarkan potensi pejantan tersebut karena libido
sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan disamping faktor-faktor genetika.
Misalnya apabila seekor pejantan berulang-ulang berkopulasi dengan betina yang
sama pada situasi yang tidak berubah, sikap acuh tak acuh secara seksual mungkin
terjadi, suatu keadaan yang disebut satiasi atau kepuasan seksual (Toelihere
1994). Beberapa cara telah dipergunakan untuk menentukan libido: (a) interval
antar kopulasi yang berturut-turut ; (b) jumlah kopulasi untuk mencapai kepuasan
seksual apabila stimulus lingkungan tidak berubah; (c) waktu yang dibutuhkan
untuk pulih kembali sesudah satiasi seksual terhadap stimulus yang sama; atau (d)
derajat peninggian respons seksual terhadap hewan baru sebagai stimulus
(Toelihere 1994).
2.6. Faktor- fakrtor yang mempengaruhi kualitas semen pada penyimpanan.
(1). Suhu
Proses penyimpanan pada suhu rendah dapat merugikan spermatozoa baik
struktural maupun fungsional akibat terjadinya cold shock maupun dari

16

keberadaan reactive oxygen species (ROS). Cold shock menyebabkan terjadinya
perubahan susunan lipid membran akibat perubahan fase lipid dan fluiditas
membran pada sapi dan kambing maupun pada domba yang menyebabkan
lepasnya beberapa komponen fosfolipid dan kolesterol dan hilangnya beberapa
proteinase akrosin sehingga dapat menyebabkan hilangnya integritas. Keberadaan
reactive oxygen species (ROS) selama penyimpanan juga dapat mempengaruhi
kualitas spermatozoa, karena ROS menyebabkan oksidasi baik lipid maupun
protein membran sehingga menyebabkan integritas membran akan terganggu
(Hafez, 2008; Munoz et al., 2010). Perubahan integritas membran dapat
menyebabkan perubahan fisiologi diantaranya peningkatan pemasukan sodium
dan kalsium ke dalam sel, pemasukan oksigen menurun sehingga aktivitas
metabolik dan motilitas akan menurun (Watson dan Morris, 1987; White, 1993).
(2). Nutrisi
Peningkatan kualitas semen yang berupa peningkatan motilitas sperma,
persentasi sperma hidup dan penurunan jumlah sperma mati erat kaitannya dengan
tambahan asupan suplemen yang diberikan. Nutrisi dan protein yang terkandung
dalam madu, telur, temu kunci dan vitamin E mempengaruhi kualitas
spermatozoa. Protein merupakan suatu komponen yang dapat berpengaruh
terhadap motilitas sperma, penetrasi sperma dan pembuahan sel telur. Defisiensi
protein pada sapi jantan muda akan menyebabkan penurunan libido dan jeleknya
kualitas semen Vitamin E yang terdapat pada suplemen tradisional berpengaruh
pada motilitas spermatozoa, karena peranannya dalam menangkal serangan
radikal bebas pada spermatozoa. Radikal bebas dapat menyebabkan spermatozoa
cacat, misalnya terjadi abnormalitas pada bagian ekor atau kepala sehingga
mempengaruhi mobilitasnya (daya gerak) dalam mencapai dan membuahi sel
telur (Anonimus, 2008). Energi yang terdapat pada suplemen tradisional berfungsi
meningkatkan metabolisme energi sehingga menyebabkan pergerakan sperma
lebih aktif dan motilitas tinggi (Anonimus, 2008).
(3). Hormon

17

Hormon kelamin jantan bertanggungjawab untuk keinginan kelamin
(libido) dan perkembangan sifat-sifat kelamin sekunder. Pada sapi jantan terlihat
pada tanduk yang berat, bentuk badan depan, suara, dan sifat-sifat luar yang lain.
Testosteron diperlukan untuk mempertahankan intergritas otot tunika dartos dan
epididimis, serta aktivitas kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap.
Kastrasi pada hewan jantan adalah penyingkiran sumber spermatozoa dan
androgen.Pengaruh fisik dan fisiologis dari kastrasi tergantung pada tingkatan
perkembangan seksual pada saat kastrasi. Pada hewan jantan dewasa yang
dikastrasi masih tetap subur untuk waktu yang singkat setelah kastrasi, yaitu
sebelum androgen di-metabolizer sepenuhnya dan sebelum spermatozoa si dalam
vasa deferentia diresorbsi. Libido akan menghilang, organ-organ kelamin
pelengkap akan beregresi, dan sifat-sifat kelamin sekunder bertahan pada
tingkatan perkembangan pada saat kastrasi dilakukan. Sapi-sapi jantan yang
dikastrasi sebelum pubertas tidak pernah mengembangkan sifat-sifat kelamin
sekunder, libido, dan sifat agresifnya tidak terlihat.
(4). Umur Pejantan
Faktor yang mempengaruhi kualitas semen salah satunya adalah umur
pejantan, karena perkembangan testis dan sperma togenesis dipengaruhi oleh
umur. Spermatogenesis adalah proses pembentukan Spermatozoa yang terjadi
dalam buliseminiferi. Proses spermatogenesis pada sapi berlangsung selama 55
hari dan berlangsung pertamakali ketika sapi berumur 10-12 bulan. (Hafez2000)
menyatakan bahwa produksi semen dapat meningkat sampai umur 7 tahun. Pada
saat pubertas spermatozoa banyak yang abnomal, masih muda, dan banyak
mengalami kegagalan pada waktu dikawinkan. Menurut (Mathevon, Buhrdan
Dekkers1998) volume, konsentrasi, motilitas dan total spermatozoa sapi jantan
dewasa lebih banyak dari pada sapi jantan muda. Volume, konsentrasi dan jumlah
spermatzoa motil perejakulasi cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya
umur pejantan mencapai 5 tahun. Pejantan yang terlalu muda (umur kurang dari1
tahun) atau terlalu tua menghasilkan semen yang lebihsedikit. Pejantan yang
berumur 2 sampai7 tahun dapat menghasilkan semen terbaik dengan angka
kebuntingan yang tinggi pada betina yang dikawini dibandingkan dengan pejantan

18

umur diluar interval tersebut. Umur sangat berpengaruh pada sapi jantan muda
saat penampungan, karena perubahan fisiologis yang terjadi seperti dewasa
kelamin (Susilawati, dkk 1993).
(5). Sifat Genetik
Produksi spermatozoa berkorelasi positif dengan ukuran testis yang dapat
diestimasi dengan panjang, berat dan lingkar skrotum (Coulter, et al. 1997).
Genetik juga mempengaruhi ketahanan sel spermatozoa terhadap heatshock pada
saat thawi (Chandolia, etal. 1999).
(6). Pengaruh Cahaya
Sinar matahari yang langsung mengenai spermatozoa akan menurunkan
atau memperpendek umurnya. Cahaya menyebabkan rekasi photokhemis didalam
sperma, yang menghasilkan hydrogenperoksida dalam jumlah yang toxis
(Toelihere, 1977).

2.7. Parameter Kualitas Semen
(1). Volume
Volume merupakan salah satu standar minimum untuk evaluasi kualitas
semen yang akan digunakan untuk inseminasi buatan. Volume semen sapi
berkisaran antara 5-8ml/ejakulasi (GarnerdnHafez,2000). Volume semen akan
bertambah sesuai umur, besar tubuh, tingkatan makanan, perubahan keadaan
kesehatan reproduksi, frekuensi penampungan dan akan menurun sesudah
mencapai puncak dewasa (Salisbury dan Van Demark, 1985;Toelihere,1993).
Faktor genetik dapat mempengaruhi volume semen yang ditunjukkan pada nilai
heritabilitas dan ripitabilitasnya (Mathevon, et al. 1998).
(2) .Warna
Warna semen normal adalah abu –abu keputihan hingga krem kepucatan,
tetapi beberapa sapi menghasilkan semen berwarna kuning. Hal ini disebabkan
adanyar iboflavin dan merupakan keadaan yang normal (Hafez, 2000).
(3). pH

19

Kisaran pH menurut (GarnerdanHafez 2000) yaitu antara 6,4-7,8. pH
dapat dilihat dengan cara mencocokkan warna dari kertas lakmus yang telah
ditetesi semen dengan warna pada tabung kemasan kertas lakmus.
(4). Konsistensi.
Konsistensi adalah derajat kekentalan. Konsistensi semen dapat diperiksa
dengan cara menggoyang tabung yang berisi semen. Semen yang baik, derajat
kekentalannya hampir sama atau sedikit lebih kental dari susu, sedangkan semen
yang jelek, baik warna maupun kekentalannya sama dengan air buah kelapa
(Hafez, 2000).
(5). Konsentrasi
Konsentrasi
juta/ml(Hafez,2000).

spermatozoa
Konsentrasi

sapi

berkisaran

spermatozoa

dapat

antara

800-2000

digunakan

untuk

memprediksi fertilitas sapi jantan (Correa, Pacedan Zavos, 1997; Mottershead,
2000). Perbedaan konsentrasi spermatozoa antar pejantan diduga disebabkan
karena kualitas genetik pada masing-masing pejantan (Situmorang, 2002).
(6). Motilitas Spermatozoa
Evaluasi motilitas spermatozoa postthawing adalah salahsatu parameter
yang banyak digunakan untuk menentukan kualitas semen sapi yang akan
digunakan unuk inseminasi buatan. Syarat minimal motilitas individu semen
postthawing agar semen dapat dipergunakan dalam inseminasi buatan adalah40%
(GrnerdanHafez1993). Proses fertilisasi membutuhkan spermatozoa motil sekitar
sepuluh juta spermatozoa, maka syarat spermatozoa sebagai standar inseminasi
adalah 2,5x107 spermatozoa per straw dengan motilitas 40% (Susilawati, Srianto,
Hermanto dan Yuliani 2003).
(7).Viabilitas Spermatozoa
Pengamatan hidup mati spermatozoa atau viabilitas dapat dilakukan
dengan metode pewarnaan diferensial menggunakan zat warna eosin saja atau
dengan kombinasi eosin-rosin. Eosin adalah zat warna khusus untuk spermatozoa,
sedangkan nigrosin hanya dipakai untuk pewarnaan dasar untuk memudahkan
melihat perbedaan antara spermatozoa yang berwarna dan tidak berwarna. Prinsip
metode pewarnaan eosin-nigrosin adalah terjadinya penyerapan 15 zat warna

20

eosin pada spermatozoa yang mati pada saat pewarnaan tersebut dilakukan. Hal
ini terjadi karena membran pada spermatozoa yang mati tidak permeabel terhadap
zat warna atau memilikia finitas yang rendah sehingga menyebabkan spermatozoa
yang mati berwarna merah (Toelihere, 1993).
(8).Abnormalitas Spermatozoa
Semen dari berbagai pejantan mengandung beberapa bentuk spermatozoa
yang abnormal. Hal ini tidak menunjukkan fertilitas yang rendah sampai jumlah
spermatozoa abnormal lebih dari 20%. Demikian juga tipe-tipe abnormalitas tidak
berhubungan dengan infertilitas. Jumlah spermatozoa abnormal dapat dideteksi
dengan

sampel

saat

menghitung

persentase

viabilitas

spermatozoa

(Pena,etal,1998). Abnormalitas morfologi spermatozoa dibedakan menjadi tiga
yaitu primer, sekunder dan tersier. Abnormalitas primer adalah abnormalitas
karena kegagalan spermatogenesis dan abnormalitas sekunder terjadi selama
spermatozoa melalui epididimis. Kerusakan spermatozoa setelah ejakulasi atau
penanganan yang salah pada saat inseminasi buatan disebut abnormalitas tersier
(Hafez, 2000). Pada kondisi tropis musim memberikan pengaruh yang signifikan
pada karakteristik semen bangsa sapi eksots (Bostaurus) yang terlihat pada
abnormalitas sel spermatozoa yang tinggi, persentasi kehidupan spermatozoa
yang rendah dan konsentrasi spermatozoa yang rendah selama musim panas
Frekuensi abnormalitas yang tinggi berhubungan dengan fertilitas pejantan.
(Salah,El-NoutydanAl-Hajri,1992).