Analisis Hukum Terhadap Tanggung Jawab Penilai Kerugian Asuransi Dalam Industri Asuransi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014
BAB II
PENGATURAN HUKUM ASURANSI DI INDONESIA
A. Pengertian dan Perkembangan Perasuransian
Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti
pertanggungan atau asuransi dan dalam bahasa Inggris disebut insurance.
Istilah pertanggungan umumnya digunakan dalam literatur hukum dan
kurikulum perguruan tinggi hukum di Indonesia, sedangkan istilah asuransi
banyak digunakan dalam praktik dunia usaha. 13 Dengan adanya usaha ini orang
dapat mengalihkan pertanggungan yang sedapat mungkin memperkecil resiko
atas peristiwa yang mungkin akan dialami kepada perusahaan asuransi , dengan
cara memberikan jaminan dan ganti rugi atas peristiwa tersebut. Selain itu
perusahaan asuransi merupakan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
yang dapat mendukung investasi dalam menunjang pembangunan dan ekonomi
Negara.
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi
dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh
perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
1. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
13
Muhammad Abdulkadir. Hukum Asuransi Indonesia. Edisi 5. (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2011), hlm. 6
13
Universitas Sumatera Utara
14
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti; atau
2. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil
pengelolaan dana. 14
Berdasarkan pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
memberikan batasan sebagai berikut :
“Suatu persetujuan untung-untungan adalah suatu perbuatan yang
hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun
bagi sementara pihak, berdasarkan bergantung pada kejadian yang
belum tentu, misalnya persetujuan pertanggungan, bungan cacat hidup,
perjudian dan pertaruhan.”
Pengertian Pasal 1774 KUH Perdata tersebut di atas sama sekali tidak
dapat ditarik terus sebagai jalur perjanjian asuransi, karena unsur tertentu bagi
suatu perjanjian asuransi sama sekali tidak dipenuhi. Menurut pasal tersebut
pertanggungan atau asuransi termasuk perjanjian untung-untungan. Menurut
banyak literatur, asuransi atau pertanggungan digolongkan perjanjian untunguntungan kurang atau tidak tepat, karena dalam perjanjian untung-untungan
secara sengaja dan sadar para pihak di dalam perjanjian itu akan mengalami
atau mendapatkan suatu kesempatan atau kemungkinan untung-untungan.
Dalam perjanjian untung-untungan itu tidak terdapat kemungkinan terjadinya
pemenuhan prestasi secara seimbang. Jadi di sini berarti bahwa prestasi secara
timbal balik tidak dipenuhi atau tidak seimbang. Di samping itu juga tidak
14
Undang-Undang Republik
Perasuransian, Pasal 1 angka 1
Indonesia
Nomor
40
Tahun
2014
Tentang
Universitas Sumatera Utara
15
tepat kiranya apabila perjanjian asuransi digolongkan bersama-sama dengan
pertaruhan dan perjudian.
Pengertian asuransi atau pertanggungan terdapat dalam Pasal 246
KUHD, yaitu: “ Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung
mengikatkan
diri
kepada
tertanggung
dengan
menerima
premi,untuk
menggantikan kepadanya karena kerugian,kerusakan, atau kehilangan yang
diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu peristiwa yang belum
tetu terjadi”.
Pasal 246 KUH Dagang menyatakan asuransi atau pertanggungan
merupakan suatu perjanjian di mana seorang penganggung dengan menikmati
suatu premi mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk membebaskannya
dari kerugian, karena kehilangan, kerusakan, atau ketiadaan keuntungan yang
diharapkan, dan yang akan dideritanya karena kejadian tidak pasti. 15
Subekti, dalam bukunya memberikan definisi mengenai asuransi yaitu,
Asuransi atau pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang termasuk dalam
golongan perjanjian untung-untungan (kansovereenkomst). Suatu perjanjian
untung-untungan ialah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan
pada suatu kejadian yang belum tentu terjadi, kejadian mana akan menentukan
untungruginya salah satu pihak. 16
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa asuransi
merupakan perjanjian timbal balik yang berarti masing-masing pihak
mempunyai hak dan kewajiban yang saling berhadap-hadapan sehingga dalam
15
Elsi Kartika Sari dan A. Simangungsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008), hlm. 102
16
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2001), hlm, 217-218
Universitas Sumatera Utara
16
hubungannya dengan pemegang polis, disamping harus melaksanakan
kewajibannya juga perlu memperoleh perlindungan untuk menuntut haknya.
Adanya peraturan yang memadai dan mudah dipahami akan sangat membantu
bagi pemegang polis.
Sistem hukum Indonesia berasal dari Hukum-Perdata yang dibawa oleh
pemerintah kerajaan Belanda ke Indonesia pada masa penjajahan. Hukum
Perdata tersebut dapat ditelusuri akarnya ke Hukum Perdata Perancis sampai ke
Hukum Romawi. Keberadaan hukum asuransi di Indonesia berakardari
Kodifikasi Hukum Perdata (Code Civil) dan Hukum Dagang (Code de
Commerce) pada permulaan abad kesembilanbelas semasa pemerintahan kaisar
Napoleon di Perancis. Pada waktu itu, Hukum Dagang Belanda hanya memuat
pasal-pasal mengenai asuransi laut sampai diundangkannya rancangan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (Wet Boek van Koophandel) tahun 1838 yang
memuat peraturan-peraturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi
dan asuransi jiwa. Sistem inilah yang juga dianut untuk Hindia Belanda dahulu
yang sampai sekarang masih berlaku di lndonesia. 17
Asuransi selaku gejala hukum di lndonesia, baik dalam pengenian
maupun dalam bentuknya yang terlihat sekarang, berasal dari Hukum Barat.
Adalah pemerintah Belanda yang mengimpor asuransi sebagai bentuk hukum
(rechtsguur) di Indonesia dengan cara mengundangkan Burgerwlijk Wetboek
dan Wetboek van Koophandel, dengan satu pengumuman (publicatie) pada 30
17
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di /Ndonesia, (Jakarta: lntermasa, 1986),
hlm. 15-17.
Universitas Sumatera Utara
17
April 1847, dan termuat dalam staatsblad 1847 Nomor 23. Kedua Kitab
Undang-Undang tersebut mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian.
Selanjutnya, seiring dengan dominasi inggris sebagai asal muasal
asuransi modern dan negara-negara tertentu yang menganut system Anglo
Saxon dalam perkembangan industri asuransi secara internasional. Hal ini
terutama dalam penyedia kapasitas reasuransi dan sebagai sumber pengetahuan
asuransi, perkembangan asuransi secara internasional, termasuk di lndonesia,
sangat dipengaruhi oleh pengertian dan praktik hukum serta preseden yang
berasal dari negara-negara Anglo Saxon tersebut.
Di lndonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah
bisnis untuk pertama kalinya lahir pada tahun 1992 dengan disahkannya
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. -Sebelum
lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, asuransi sebagai bisnis diatur
melalui berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden
(Keppres),berserta peraturan di bawahnya. Untuk membedakan pengaturan
asuransi sebagai sebuah bisnis dari pengaturan asuransi sebagai sebuah
perjanjian, selanjutnya, dalam buku ini Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian akan disebut Undang-Undang Bisnis Asuransi.
Undang-Undang Bisnis Asuransi mengatur asuransi sebagai sebuah
bisnis dengan membuat aturan mengenai perizinan, pangelolaaan, dan peranan
pemeritah
dalam
pembinaan
dan
pengawasan
usaha
perasuransian,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 Undang-Undang Bisnis Asuransi,
undang-undang ini menggantikan Ordonnantie op het Levensverzekering
Universitas Sumatera Utara
18
bedrijf (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101) yang dinyatakan tidak berlaku lagi
sejak disahkannya undang-undang tersebut. Pelaksanaan Undang-Undang
Bisnis Asuransi diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992
(selanjutnya disebut PP No. 73 Tahun1992). Sebagaimana dicantumkan dalam
Pasal 46 PP No. 73 Tahun 1992 tersebut, dengan ditetapkannya peraturan
pemerintah ini, Keppres Nomor 40 Tahun 1988 tentang Usaha di Bidang
Asuransi Kerugian dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pada tahun 1999, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 1992 yang menggantikan sebagian ketentuan PP No. 73 Tahun 1992.
Perubahan kedua diberlakukan melalui PP No. 39 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Terakhir,
pemerintah mengeluarkan PP No. 81 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Masing-masing Peraturan
Pemerintah tersebut di atas diikuti berbagai KepMen Keuangan (selanjutnya
disebut Kepmen) dan PerMen Keuangan (selanjutnya disebut PerMen) dan
berbagai keputusan di bawahnya yang semuanya menjadi peraturan
pelaksanaan pengelolaan, pembinaan dan pengawasan bisnis asuransi
lndonesia.
Perkembangan industri asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas
dari perkembangan ekonomi dan teknologi dalam kehidupan manusia, dimana
dengan semakin terbatasnya sumber-sumber kebutuhan manusia dalam usaha
untuk meningkatkan kemakmurannya maka bertambah besar usaha manusia
Universitas Sumatera Utara
19
untuk mendayagunakan sumber-sumber yang ada serta usaha untuk
mengamankan baik atas diri atau keluarga mereka serta harta miliknya dari
peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian atau menyebabkan
gangguan dalam mencapai tujuan hidup mereka.
Sejarah asuransi merupakan sejarah panjang ikhtiar umat manusia
untuk mengurangi risiko yang lahir dari ketidakpastian dengan membagi atau
mengalihakn risiko yang yang mengancam mereka, pada satu pihak kepada
pihak lain. Di sisi lain, asuransi juga sejarah ikhtiar manusia dalam mengambil
keuntungan melalui pengumpulan dana dari masyarakat dengan memberikan
janji untuk memberikan manfaat kepada pihak yang hendak menghindarkan
diri dari ancaman risiko yang timbul dari ketidak pastian. 18
Dari berbagai sumber, diketahui bahwa sejarah awal asuransi sebelum
memasuki abad pertengahan dapat dibagi dalam beberapa periode, yaitu masa
Babylonia, Yunani, dan Romawi. Sejarah asuransi yang tertus dapat ditelusuri
sampai sekitar 4.000 tahun silam dalam bentuk upaya para pemilik kapal atau
para pedagang bangsa Babylonia yang hidup diantara sungai Euphrat dan
Tigris yang sekarang termasuk dalam wilayah Irak untuk melindungi usaha
mereka terhadap ketidakpastian. Pada zaman itu, mereka dapat meminjam uang
dari pedagang lain yang bertindak sebagai kreditor dengan menggunakan
kapalnya atau barang dagangan sebagai jaminan. Pemilik kapal atau pedagang
akan membayar utangnya setelah kapal selamat sampai tujuan beserta sejumlah
tambahan biaya kepada kreditor yang bertindak sebagai penanggung risiko.
18 Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm.
31-22
Universitas Sumatera Utara
20
Peminjam dibebaskan dari utangnya apabila kapal atau barang dagangan tidak
selamat sampai di tujuan. Tambahan biaya tersebut dapat dianggap sebagai
premi.
Sumber lain menyebutkan bahwa penjaminan dilakukan atas risiko
perdagangan dengan angkutan darat (caravan). Perjanjian yang menggunakan
kapal sebagai jaminan pinjaman dan kreditor kehilangan uangnya bila kapal
hilang dalam pelayaran tersebut dinamakan bootomry. Bentuk perjanjian
tersebut memperoleh kekuatan hukum dibawah Kode Hammurabin (sekitar
2,100 sebelum Masehi). Bangsa Phoenicia dan Yunani memberlakukan sistem
yang sama bagi perdagangan laut mereka. Berdasarkan sejarah yang lain
diketahui pula bahwa untuk mengurangi risiko kehilangan barang selama
dalam pelayaran disungai Hoang Ho di Cina, pada sekian abad sebelum
Masehi, para pedagang yang melayari sungai tersebut membagi muatan barang
dagangan mereka masing-masing kedalam beberapa jung. Apabila dalam setiap
pelayaran terdapat jung yang memuat barang mereka mengalami musibah,
tingkat kerugian setiap pedagang hanya akan sebatas jumlah barang dagangan
yang terdapat didalam jung yang mengalami musibah saja.
Pada masa pemerintahan Alexander the Great di Yunani, sebagai upaya
untuk
mengumpulkan
dana,
pemerintah
memberikan
jaminan
untuk
menangkap setiap budak yang melarikan diri atau memberikan penggantian
atas harga beli budak yang hilang dengan imbalan pembayaran sejumlah uang.
Perjanjian pemberian manfaat tersebut pada dasarnya sama dengan perjanjian
asuransi umum dan imbalan uang yang dibayar oleh peserta dapat disebut
Universitas Sumatera Utara
21
premi asuransi. Pada masa tersebut terdapat pula suatu bentuk penjaminan oleh
pemerintah yang meminjam uang kepada umum dengan imbalan pemberian
bunga setiap bulan sampai pemilik uang wafat dan menyediakan biaya
penguburan bagi pemilik uang. Bentuk penjaminan ini merupakan bentuk
asuransi jiwa yang pertama walaupun sebagaimana halnya dengan penjaminan
terhadap kehilangan budak, perjanjian ini timbul dari inisiatif pemerintah untuk
mengumpulkan dana
Pada zaman romawi dikenal perkumpulan yang bernama collegium
coltorum et Antinoi dan collegium lamabaesis. Pada Collegium coltorum et
Dianae et Antinoi, dengan imbalan uang pangkal dan iuran bulanan dari
peserta, perkumpulan memberikan pembayaran kepada ahli waris dan biaya
penguburan apabila peserta meninggal dunia. Pada perkumpulan collegium
lambasesis, dengan pembayaran uang pangkal dan iuran bulanan, perkumpulan
akan memberikan manfaat berupa uang untuk membiayai pesta perayaan
kenaikan pangkat dalam dinas ketentaraan dan pemindahan tempat tugas dalam
ketentaraan serta biaya pemindahan ke tempat tugas yang baru disamping
pembayaran kepada ahli waris apabila terdapat anggota yang meninggal dunia.
Pada sekitar tahun 900, para anggota glide, yaitu perkumpulan orangorang
dengan
pekerjaan
sejenis
di
Inggris
mempunyai
kebiasaan
mengumpulkan iuran yang dipergunakan untuk memberikan sejumlah uang
kepada anggota-anggota apabila rumah mereka terbakar.
Ilmu pengetahuan hukum, berdasarkan karakter perjanjian asuransi
membagi asuransi dalam dua golongan, yakni:
Universitas Sumatera Utara
22
1. Asuransi kerugian;
2. Asuransi jumlah
Tujuan asuransi kerugian (schade verzekering) adalah memberikan
penggantian kerugian yang mungkin timbul pada harta kekayaan tertanggung.
Tujuan asuransi jumlah (sommen verzekering, sum insurance) adalah untuk
mendapatkan pembayaran sejumlah uang tertentu, tidak tergantung pada
persoalan apakah peristiwa yang tidak pasti itu (evenement) menimbulkan
kerugian atau tidak. 19
Cara yang mudah untuk membedakan atau mengetahui apakah suatu
asuransi tergolong asuransi kerugian atau asuransi jumlah adalah bergantung
pada jawaban dari pertanyaan: Terhadap prestasi apakah penanggug
mengikatkan dirinya. 20
Apabila penanggung mengakibatkan dirinya untuk melakukan prestasi
memberikan sejumlah uang yang telah ditentukan sebelumnya, maka disini
terdapat asuransi jumlah. Kemudian apabila penanggung mengikatkan dirinya
untuk melakukan prestasi dalam bentuk penggantian kerugian sepanjang ada
kerugian, maka disini terdapat asuransi kerugian. Pemberian sejumlah uang
yang telah ditentukan sebelumnya itu bergantung pada peristiwa yang pada
umumnya (kecuali asuransi jiwa) tidak pasti akan terjadi, yang ada
hubungannya dengan “hidup” atau “jiwa” seseorang atau “kesehatan”
19
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum dagang Indonesia 6 (Hukum
Pertanggungan). (Jakarta: Djambatan, 1996), hlm. 16
20
Emmy Panagaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya
(Yogyakarta: Universitas Gadjahmada, 1983), hlm. 32
Universitas Sumatera Utara
23
seseorang. Jadi, asuransi jumlah itu menyangkut diri pribadi manusia itu
sendiri.
Dalam
perkembangannya,
sehubungan
dengan
lahir
dan
berkembangnya asuransi yang sebelumnya belum pernah dikenal, ada beberapa
jenis asuransi yang secara murni tidak dapat dimasukkan kedalam golongan
asuransi jumlah atau kerugian seperti tersebut diatas. Hal ini disebabkan
asuransi-asuransi yang baru berkembang tersebut mengandung unsure-unsur
baik asuransi kerugian maupun asuransi jumlah. Termsuk didalam golongan ini
diantaranya “asuransi kecelakaan” dan “asuransi kesehatan” Asuransi semacam
ini dapat disebut sebagai asuransi varia. 21
Pasal 247 KUHD sendiri menyebutkan, bahwa asuransi atau
pertanggungan diantara mengenai pokok:
1. Bahaya kebakaran;
2. Bahaya yang mengancam hasil pertanian;
3. Jiwa seorang atau lebih;
4. Bahaya-bahaya dilaut dan bahaya perbudakan;
5. Bahaya-bahaya pengangkutan didarat dan sungai serta perairan
pedalaman.
Didalam pelaksanaannya terdapat penggolongan besar asuransi sebagai
berikut:
1. Asuransi jiwa (life insurance);
2. Asuransi pengangkutan laut (marine insusrance);
21 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta: UII Press, 2006),.
hlm. 197-198
Universitas Sumatera Utara
24
3. Asuransi kebakaran (fire insurance);
4. Asuransi varia. 22
Dalam KUHD ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan
yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum
terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal 246 – Pasal 286 KUHD yang berlaku bagi
semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur
diluar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang
bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287 – Pasal 308 KUHD
dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 – Pasal 695 KUHD dengan rincian
sebagai berikut:
a. Asuransi kebakaran Pasal 287 – Pasal 298 KUHD.
b. Asuransi hasil pertanian Pasal 299 – Pasal 301 KUHD
c. Asuransi jiwa pasal 302- Pasal 308 KUHD.
d. Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592-Pasal 685
KUHD.
e. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686
– Pasal 695 KUHD.
Sejarah
perkembangan
asuransi
pada
masa
penjajahan.
kepada periode penjajahan Belanda, buat menopang business perkebunan &
perdagangan, mereka mendirikan perusahaan asuransi kerugian perdana di
Indonesia ialah Bataviasche Zee End Merk Asrantie Maatschappij kepada
tahun 1853 bersama perlindungan mutlak kepada dampak kebakaran &
22
Emmy Panagaribuan Simanjuntak. Op.Cit, hlm 35
Universitas Sumatera Utara
25
asuransi pengangkutan. Selanjutnya berdiri ada dua kategori perlindungan
asuransi yang terdiri dari asuransi. Untuk itulah mereka mendirikan perusahaan
asuransi mula-mula di Indonesia bersama nama. Lahirnya asuransi di Indonesia
mula-mula kali didirikan oleh orang Belanda bersama nama Nederlandsh
Indisch Leven Verzekering En Liefrente Maatschappij (NILMIY) bersama
mengadopsi perusahaan Asuransi Belanda adalah De Nederlanden Van 1845.
Nanti dikemudian hri sesudah Indonesia merdeka, asuransi ini diambil alih
Pemerintah Indonesia & berganti nama jadi PT. Asuransi Jiwasraya . Disusul
berikutnya oleh Asuransi Jiwa Boemi Poetra 1912 kepada thn 1912. 23
Dalam hukum perjanjian yang terdapat dalam Kitab Undang-Undng
Hukum Perdata (KUHPerdata), perkataan orang (persoon) berarti pembawa
hak dan kewajibannya sendiri atau subyek di dalam hukum. 24 Perjanjian timbul
karena disebabkan adanya hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau
lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang
tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang
menjadi pihak kreditur, dan yang seorang lagi sebagai pihak debitur.
Hak dan kewajiban para pihak dalam asuransi
a. Hak dan kewajiban penanggung
1) Penanggung wajib memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang
dalam perjanjian Asuransi, sesuai dengan ketentuan Pasal 1339
23
http://www.jurnalrakyat.net/2016/03/sejarah-dan-perkembangan-asuransi-di.html,
(diakses tanggal 12 Juli 2017).
24
Subekti, Op. Cit., hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
26
2) Penanggung wajib untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah
disepakati. Hal tersebut seperti yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat
(1), (2), (3). Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa :
a) semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undangundang bagi mereka yang membuatnya.
b) suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat
kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang
dinyatakan cukup untuk itu.
3) Penanggung hendaknya membuat perjanjian Asuransi secara tertulis
dalam suatu akta yang disebut Polis. Hal ini seperti tercantum dalam
Pasal 255 KUHD.
4) Hak Penanggung untuk menutup kembali (Reasuransi) penanggungnya
kepada Perusahaan Asuransi yang lain. Hal ini diatur dalam Pasal 271
KUHD.
Tindakan
menutup
reasuransi
disamping
melindungi
penanggung pertama dari kesulitan melaksanakan kewajibannya, juga
secara tidak langsung melindungi kepentingan pemegang polis. 25
b. Hak dan Kewajiban Tertanggung
1) Tertanggung wajib membayar premi kepada penanggung.
2). Pemegang polis/tertanggung dapat menuntut penggantian biaya, rugi dan
bunga dengan memperhatikan Pasal 1267 KUHPerdata yaitu : “Bahwa
pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia,
jika hal itu masih dapat dilaksanakan, akan memaksa pihak yang lain
25
Suparman S. dan Endang, Hukum Asuransi, (Bandung: Alumni, 1993), hlm 25
Universitas Sumatera Utara
27
untuk memenuhi perjanjian ataukah ia akan menuntut pembatalan
perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.
3) Ahli waris dari tertanggung dalam perjanjian Asuransi juga mempunyai
hak untuk dilaksanakan prestasi dari perjanjian tersebut. Hal ini
disimpulkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata.
4). Tertanggung wajib untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah
disepakatinya.
B. Tujuan Asuransi
Prinsip merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya sebuah
peraturan hukum. Prinsip diperlukan agar dalam menjalani setiap kegiatan
khususnya di bidang hukum tetap pada jalurnya dan terhindar dari
penyimpangan diantara para pihak
Menurut Abbas Salim tujuan asuransi adalah sebagai berikut: 26
a. Untuk memberikan jaminan perlindungan dari risiko yang diderita
suatu pihak.
b. Untuk meningkatkan efisiensi, karena kita tidak perlu secara khusus
mengadakan
pengamanan
dan
pengawasan
untuk
memberikan
perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
c. Untuk membantu mengadakan pemerataan biaya, yaitu cukup hanya
dengan mengeluarkan biaya untuk premi saja yang jumlahnya sudah
tertentu secara tetap perperiode.
26 Abbas Salim. Asuransi dan Manajemen Risiko. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), hlm. 29
Universitas Sumatera Utara
28
d. Untuk dasar pemberian kredit, terutama dalam sistem perkreditan yang
dilakukan oleh bank. Bank memerlukan jaminan atau agunan yang
diberikan oleh peminjam uang.
e. Sebagai tabungan, bahkan lebih daripada itu karena yang dibayar
kepada asuransi akan diterima kembali.
f. Untuk memupuk earning power seseorang, badan usaha yang akan
digunakan pada waktu terjadi keadaan dimana ia tidak dapat berfungsi.
g. Untuk modal investasi, bagi pihak lain melalui penggunaan dana yang
dikapitalisasi oleh asuransi.”
Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad tujuan asuransi adalah
sebagai berikut: 27
1. Pengalihan Risiko
Perusahaan asuransi selalu siap menerima tawaran dari pihak
tertanggung untuk mengambil alih risiko dengan imbalan pembayaran
premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan
risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan
membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung),
sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai
berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang
merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang
telah diterimanya dari tertanggung.
27
Muhammad Abdulkadir. Op.Cit, hlm. 12.
Universitas Sumatera Utara
29
2. Pembayaran Ganti Kerugian
Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang
menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada
tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian
seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam praktiknya, kerugian yang
timbul itu bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa
kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan
asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang
sungguh-sungguh dideritanya.
Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila
dalam jangka waktu asuransi terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan
yang menimpa diri tertanggung, maka penanggung akan membayar
jumlah asuransi yang telah disepakati bersama seperti yang tercantum
dalam polis. Jumlah asuransi yang disepakati itu merupakan dasar
perhitungan premi dan untuk memudahkan penanggung membayar
sejumlah uang akibat terjadinya peristiwa kematian atau kecelakaan.
Jadi, pembayaran sejumlah uang itu bukan sebagai ganti kerugian,
karena jiwa atau raga manusia bukan harta kekayaan, dan tidak dapat
dinilai dengan uang.
3. Pembayaran Santunan
Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan
perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung
(voluntary insurance), artinya tertanggung terikat dengan penanggung
Universitas Sumatera Utara
30
karena perintah undang-undang, bukan karena perjanjian. Asuransi
jenis ini disebut asuransi sosial (social security insurance). Asuransi
sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya
kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh. Dengan
membayar sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung berhak
memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.
Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka
yang terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan
undang-undang. Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam
pekerjaannya,
mereka
(atau
ahli
warisnya)
akan
memperoleh
pembayaran santunan dari penanggung (BUMN), yang jumlahnya telah
ditetapkan undang-undang. Jadi, tujuan mengadakan asuransi sosial
menurut
pembentuk
undang-undang
adalah
untuk
melindungi
kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena musibah diberi
santunan sejumlah uang.
C. Pengaturan Hukum Perasuransian dalam KUHD
Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan
yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung bdann penanggung.
Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan
penanggung secara bertimbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat
secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi Pengaturan
asuransi dalam KUHD meliputis substansi berikut ini:
a. Asas-asas asuransi;
Universitas Sumatera Utara
31
b. Perjanjian asuransi;
c. Unsur-unsur asuransi;
d. Syarat-syarat (kalusula) asuransi;
e. Jenis-jenis asuransi. 28
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Jika
KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan maka
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618 mengutamakan pengaturan
asuransi dari segi bisnis dan public administrative. Pengaturan dari segi bisnis
artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hokum
perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dari segi publik administratif
artinya kepentingan masyarakat dan Negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini
dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi pidana dan sanksi
administratif menurut Undang-Undang Perasuransian. Pelaksanaan UndangUndang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian diatur dengan
pengaturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 1992. 29
Pengaturan usaha perasuransian dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014 Tentang Perasuransian terdiri dari 18 (delapan belas) bab dan 92
(Sembilan puluh dua) pasal dengan rincian substansi sebagai berikut:
a. Bidang usaha perasuransian meliputi kegiatan:
(1) Usaha asuransi, dan
28
Ibid
29 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 18-22
Universitas Sumatera Utara
32
(2) Usaha penunjang asuransi.
b. Jenis usaha perasuransian meliputi:
(1) Usaha asuransi terdiri dari: asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan
reasuransi.
(2) Usaha penunjang asuransi terdiri dari: pialang asuransi, pialang
reasuransi, penilai kerugian asuransi, konsultan aktuaria, dan agen
asuransi.
c. Perusahaan Perasuransian meliputi:
(1) Perusahaan Asuransi Kerugian.
(2) Perusahaan Asuransi Jiwa.
(3) Perusahaan Reasuransi
(4) Perusahaan Pialang Asuransi
(5) Perusahaan Pialang Reasuransi
(6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.
(7) Perusahaan Konsultan Aktuaria.
(8) Perusahaan Agen Asuransi.
d. Bentuk hukum usaha perasuransian terdiri dari:
(1) Perusahaan Perseroan (Persero)
(2) Koperasi.
(3) Perseroan Terbatas.
(4) Usaha Bersama (mutual).
e. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh:
(1) Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
33
(2) Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama
dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
f. Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan.
g. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri
Keuangan mengenai:
(1) Kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan
Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi
(2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha.
h. Kepailitan dan likuiditas Perusahaan Asuransi melalui keputusan
Pengadilan Niaga.
i. Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif meliputi:
(1) Sanksi pidana karena kejahatan: menjalankan usaha perasuransian
tanpa izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan
Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, menerima/menadah/membeli
kekayaan Perusahaan Asuransi hasil penggelapan, pemalsuan
dokumen Perusahaan Asuransi, Reasuransi.
(2) Sanksi administratif berupa: ganti kerugian, denda administratif,
peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha
perusahaan.
Asuransi sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan
keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehatan.
Program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2
Universitas Sumatera Utara
34
tahun 1992. Perundang-undangan yang mengatur asuransi social adalah
sebagai berikut:
a. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja):
(1) Undang-undang
Pertanggungan
Nomor
wajib
33
Tahun
Kecelakaan
1964
tentang
Penumpang.
Dana
Peraturan
pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
1965.
(2) Undang-undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan
Lalu Lintas Jalan. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965.
b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)
(1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Jamsostek).
(2) Peraturan
Pemerintah
Nomor
18
Tahun
1990
tentang
Penyelenggaraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977).
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi
Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).
(4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi
Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPNS).
Universitas Sumatera Utara
35
c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes)
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan
Kesehatan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Penerima Pensiun,
Veteran, Perintis Kemerdekaan Beserta Keluarganya.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
usaha Perasuransian dan Perundang-undangan Asuransi Sosial di Samping
Ketentuan Asuransi dalam KUHD, maka dianggap cukup memadai aturan
hukum yang mengatur tentang usaha perasuransian, baik dari segi keperdataan
maupun dari segi publik administratif.
Pengaturan Usaha Perasuransian yang dimuat dalam undang-undang
Nomor 40 tahun 2014 Tentang Perasuransian, serta di tunjuknya Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) sebagai lembaga negara yang memiliki kuasa penuh dalam
menjalankan fungsi dan pengawasan diharapkan dapat membuat kebijakan
terhadap perasuransian yang dapat membawa perasuransian menjadi lebih
berkembang di masa depan dan dapat bersaing dengan negara-negara maju
dalam dunia asuransi. 30
30
Suisno. Op.Cit, hlm 23
Universitas Sumatera Utara
PENGATURAN HUKUM ASURANSI DI INDONESIA
A. Pengertian dan Perkembangan Perasuransian
Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti
pertanggungan atau asuransi dan dalam bahasa Inggris disebut insurance.
Istilah pertanggungan umumnya digunakan dalam literatur hukum dan
kurikulum perguruan tinggi hukum di Indonesia, sedangkan istilah asuransi
banyak digunakan dalam praktik dunia usaha. 13 Dengan adanya usaha ini orang
dapat mengalihkan pertanggungan yang sedapat mungkin memperkecil resiko
atas peristiwa yang mungkin akan dialami kepada perusahaan asuransi , dengan
cara memberikan jaminan dan ganti rugi atas peristiwa tersebut. Selain itu
perusahaan asuransi merupakan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
yang dapat mendukung investasi dalam menunjang pembangunan dan ekonomi
Negara.
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi
dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh
perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
1. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
13
Muhammad Abdulkadir. Hukum Asuransi Indonesia. Edisi 5. (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2011), hlm. 6
13
Universitas Sumatera Utara
14
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti; atau
2. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil
pengelolaan dana. 14
Berdasarkan pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
memberikan batasan sebagai berikut :
“Suatu persetujuan untung-untungan adalah suatu perbuatan yang
hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun
bagi sementara pihak, berdasarkan bergantung pada kejadian yang
belum tentu, misalnya persetujuan pertanggungan, bungan cacat hidup,
perjudian dan pertaruhan.”
Pengertian Pasal 1774 KUH Perdata tersebut di atas sama sekali tidak
dapat ditarik terus sebagai jalur perjanjian asuransi, karena unsur tertentu bagi
suatu perjanjian asuransi sama sekali tidak dipenuhi. Menurut pasal tersebut
pertanggungan atau asuransi termasuk perjanjian untung-untungan. Menurut
banyak literatur, asuransi atau pertanggungan digolongkan perjanjian untunguntungan kurang atau tidak tepat, karena dalam perjanjian untung-untungan
secara sengaja dan sadar para pihak di dalam perjanjian itu akan mengalami
atau mendapatkan suatu kesempatan atau kemungkinan untung-untungan.
Dalam perjanjian untung-untungan itu tidak terdapat kemungkinan terjadinya
pemenuhan prestasi secara seimbang. Jadi di sini berarti bahwa prestasi secara
timbal balik tidak dipenuhi atau tidak seimbang. Di samping itu juga tidak
14
Undang-Undang Republik
Perasuransian, Pasal 1 angka 1
Indonesia
Nomor
40
Tahun
2014
Tentang
Universitas Sumatera Utara
15
tepat kiranya apabila perjanjian asuransi digolongkan bersama-sama dengan
pertaruhan dan perjudian.
Pengertian asuransi atau pertanggungan terdapat dalam Pasal 246
KUHD, yaitu: “ Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung
mengikatkan
diri
kepada
tertanggung
dengan
menerima
premi,untuk
menggantikan kepadanya karena kerugian,kerusakan, atau kehilangan yang
diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu peristiwa yang belum
tetu terjadi”.
Pasal 246 KUH Dagang menyatakan asuransi atau pertanggungan
merupakan suatu perjanjian di mana seorang penganggung dengan menikmati
suatu premi mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk membebaskannya
dari kerugian, karena kehilangan, kerusakan, atau ketiadaan keuntungan yang
diharapkan, dan yang akan dideritanya karena kejadian tidak pasti. 15
Subekti, dalam bukunya memberikan definisi mengenai asuransi yaitu,
Asuransi atau pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang termasuk dalam
golongan perjanjian untung-untungan (kansovereenkomst). Suatu perjanjian
untung-untungan ialah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan
pada suatu kejadian yang belum tentu terjadi, kejadian mana akan menentukan
untungruginya salah satu pihak. 16
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa asuransi
merupakan perjanjian timbal balik yang berarti masing-masing pihak
mempunyai hak dan kewajiban yang saling berhadap-hadapan sehingga dalam
15
Elsi Kartika Sari dan A. Simangungsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008), hlm. 102
16
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2001), hlm, 217-218
Universitas Sumatera Utara
16
hubungannya dengan pemegang polis, disamping harus melaksanakan
kewajibannya juga perlu memperoleh perlindungan untuk menuntut haknya.
Adanya peraturan yang memadai dan mudah dipahami akan sangat membantu
bagi pemegang polis.
Sistem hukum Indonesia berasal dari Hukum-Perdata yang dibawa oleh
pemerintah kerajaan Belanda ke Indonesia pada masa penjajahan. Hukum
Perdata tersebut dapat ditelusuri akarnya ke Hukum Perdata Perancis sampai ke
Hukum Romawi. Keberadaan hukum asuransi di Indonesia berakardari
Kodifikasi Hukum Perdata (Code Civil) dan Hukum Dagang (Code de
Commerce) pada permulaan abad kesembilanbelas semasa pemerintahan kaisar
Napoleon di Perancis. Pada waktu itu, Hukum Dagang Belanda hanya memuat
pasal-pasal mengenai asuransi laut sampai diundangkannya rancangan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (Wet Boek van Koophandel) tahun 1838 yang
memuat peraturan-peraturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi
dan asuransi jiwa. Sistem inilah yang juga dianut untuk Hindia Belanda dahulu
yang sampai sekarang masih berlaku di lndonesia. 17
Asuransi selaku gejala hukum di lndonesia, baik dalam pengenian
maupun dalam bentuknya yang terlihat sekarang, berasal dari Hukum Barat.
Adalah pemerintah Belanda yang mengimpor asuransi sebagai bentuk hukum
(rechtsguur) di Indonesia dengan cara mengundangkan Burgerwlijk Wetboek
dan Wetboek van Koophandel, dengan satu pengumuman (publicatie) pada 30
17
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di /Ndonesia, (Jakarta: lntermasa, 1986),
hlm. 15-17.
Universitas Sumatera Utara
17
April 1847, dan termuat dalam staatsblad 1847 Nomor 23. Kedua Kitab
Undang-Undang tersebut mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian.
Selanjutnya, seiring dengan dominasi inggris sebagai asal muasal
asuransi modern dan negara-negara tertentu yang menganut system Anglo
Saxon dalam perkembangan industri asuransi secara internasional. Hal ini
terutama dalam penyedia kapasitas reasuransi dan sebagai sumber pengetahuan
asuransi, perkembangan asuransi secara internasional, termasuk di lndonesia,
sangat dipengaruhi oleh pengertian dan praktik hukum serta preseden yang
berasal dari negara-negara Anglo Saxon tersebut.
Di lndonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah
bisnis untuk pertama kalinya lahir pada tahun 1992 dengan disahkannya
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. -Sebelum
lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, asuransi sebagai bisnis diatur
melalui berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden
(Keppres),berserta peraturan di bawahnya. Untuk membedakan pengaturan
asuransi sebagai sebuah bisnis dari pengaturan asuransi sebagai sebuah
perjanjian, selanjutnya, dalam buku ini Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian akan disebut Undang-Undang Bisnis Asuransi.
Undang-Undang Bisnis Asuransi mengatur asuransi sebagai sebuah
bisnis dengan membuat aturan mengenai perizinan, pangelolaaan, dan peranan
pemeritah
dalam
pembinaan
dan
pengawasan
usaha
perasuransian,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 Undang-Undang Bisnis Asuransi,
undang-undang ini menggantikan Ordonnantie op het Levensverzekering
Universitas Sumatera Utara
18
bedrijf (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101) yang dinyatakan tidak berlaku lagi
sejak disahkannya undang-undang tersebut. Pelaksanaan Undang-Undang
Bisnis Asuransi diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992
(selanjutnya disebut PP No. 73 Tahun1992). Sebagaimana dicantumkan dalam
Pasal 46 PP No. 73 Tahun 1992 tersebut, dengan ditetapkannya peraturan
pemerintah ini, Keppres Nomor 40 Tahun 1988 tentang Usaha di Bidang
Asuransi Kerugian dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pada tahun 1999, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 1992 yang menggantikan sebagian ketentuan PP No. 73 Tahun 1992.
Perubahan kedua diberlakukan melalui PP No. 39 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Terakhir,
pemerintah mengeluarkan PP No. 81 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Masing-masing Peraturan
Pemerintah tersebut di atas diikuti berbagai KepMen Keuangan (selanjutnya
disebut Kepmen) dan PerMen Keuangan (selanjutnya disebut PerMen) dan
berbagai keputusan di bawahnya yang semuanya menjadi peraturan
pelaksanaan pengelolaan, pembinaan dan pengawasan bisnis asuransi
lndonesia.
Perkembangan industri asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas
dari perkembangan ekonomi dan teknologi dalam kehidupan manusia, dimana
dengan semakin terbatasnya sumber-sumber kebutuhan manusia dalam usaha
untuk meningkatkan kemakmurannya maka bertambah besar usaha manusia
Universitas Sumatera Utara
19
untuk mendayagunakan sumber-sumber yang ada serta usaha untuk
mengamankan baik atas diri atau keluarga mereka serta harta miliknya dari
peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian atau menyebabkan
gangguan dalam mencapai tujuan hidup mereka.
Sejarah asuransi merupakan sejarah panjang ikhtiar umat manusia
untuk mengurangi risiko yang lahir dari ketidakpastian dengan membagi atau
mengalihakn risiko yang yang mengancam mereka, pada satu pihak kepada
pihak lain. Di sisi lain, asuransi juga sejarah ikhtiar manusia dalam mengambil
keuntungan melalui pengumpulan dana dari masyarakat dengan memberikan
janji untuk memberikan manfaat kepada pihak yang hendak menghindarkan
diri dari ancaman risiko yang timbul dari ketidak pastian. 18
Dari berbagai sumber, diketahui bahwa sejarah awal asuransi sebelum
memasuki abad pertengahan dapat dibagi dalam beberapa periode, yaitu masa
Babylonia, Yunani, dan Romawi. Sejarah asuransi yang tertus dapat ditelusuri
sampai sekitar 4.000 tahun silam dalam bentuk upaya para pemilik kapal atau
para pedagang bangsa Babylonia yang hidup diantara sungai Euphrat dan
Tigris yang sekarang termasuk dalam wilayah Irak untuk melindungi usaha
mereka terhadap ketidakpastian. Pada zaman itu, mereka dapat meminjam uang
dari pedagang lain yang bertindak sebagai kreditor dengan menggunakan
kapalnya atau barang dagangan sebagai jaminan. Pemilik kapal atau pedagang
akan membayar utangnya setelah kapal selamat sampai tujuan beserta sejumlah
tambahan biaya kepada kreditor yang bertindak sebagai penanggung risiko.
18 Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm.
31-22
Universitas Sumatera Utara
20
Peminjam dibebaskan dari utangnya apabila kapal atau barang dagangan tidak
selamat sampai di tujuan. Tambahan biaya tersebut dapat dianggap sebagai
premi.
Sumber lain menyebutkan bahwa penjaminan dilakukan atas risiko
perdagangan dengan angkutan darat (caravan). Perjanjian yang menggunakan
kapal sebagai jaminan pinjaman dan kreditor kehilangan uangnya bila kapal
hilang dalam pelayaran tersebut dinamakan bootomry. Bentuk perjanjian
tersebut memperoleh kekuatan hukum dibawah Kode Hammurabin (sekitar
2,100 sebelum Masehi). Bangsa Phoenicia dan Yunani memberlakukan sistem
yang sama bagi perdagangan laut mereka. Berdasarkan sejarah yang lain
diketahui pula bahwa untuk mengurangi risiko kehilangan barang selama
dalam pelayaran disungai Hoang Ho di Cina, pada sekian abad sebelum
Masehi, para pedagang yang melayari sungai tersebut membagi muatan barang
dagangan mereka masing-masing kedalam beberapa jung. Apabila dalam setiap
pelayaran terdapat jung yang memuat barang mereka mengalami musibah,
tingkat kerugian setiap pedagang hanya akan sebatas jumlah barang dagangan
yang terdapat didalam jung yang mengalami musibah saja.
Pada masa pemerintahan Alexander the Great di Yunani, sebagai upaya
untuk
mengumpulkan
dana,
pemerintah
memberikan
jaminan
untuk
menangkap setiap budak yang melarikan diri atau memberikan penggantian
atas harga beli budak yang hilang dengan imbalan pembayaran sejumlah uang.
Perjanjian pemberian manfaat tersebut pada dasarnya sama dengan perjanjian
asuransi umum dan imbalan uang yang dibayar oleh peserta dapat disebut
Universitas Sumatera Utara
21
premi asuransi. Pada masa tersebut terdapat pula suatu bentuk penjaminan oleh
pemerintah yang meminjam uang kepada umum dengan imbalan pemberian
bunga setiap bulan sampai pemilik uang wafat dan menyediakan biaya
penguburan bagi pemilik uang. Bentuk penjaminan ini merupakan bentuk
asuransi jiwa yang pertama walaupun sebagaimana halnya dengan penjaminan
terhadap kehilangan budak, perjanjian ini timbul dari inisiatif pemerintah untuk
mengumpulkan dana
Pada zaman romawi dikenal perkumpulan yang bernama collegium
coltorum et Antinoi dan collegium lamabaesis. Pada Collegium coltorum et
Dianae et Antinoi, dengan imbalan uang pangkal dan iuran bulanan dari
peserta, perkumpulan memberikan pembayaran kepada ahli waris dan biaya
penguburan apabila peserta meninggal dunia. Pada perkumpulan collegium
lambasesis, dengan pembayaran uang pangkal dan iuran bulanan, perkumpulan
akan memberikan manfaat berupa uang untuk membiayai pesta perayaan
kenaikan pangkat dalam dinas ketentaraan dan pemindahan tempat tugas dalam
ketentaraan serta biaya pemindahan ke tempat tugas yang baru disamping
pembayaran kepada ahli waris apabila terdapat anggota yang meninggal dunia.
Pada sekitar tahun 900, para anggota glide, yaitu perkumpulan orangorang
dengan
pekerjaan
sejenis
di
Inggris
mempunyai
kebiasaan
mengumpulkan iuran yang dipergunakan untuk memberikan sejumlah uang
kepada anggota-anggota apabila rumah mereka terbakar.
Ilmu pengetahuan hukum, berdasarkan karakter perjanjian asuransi
membagi asuransi dalam dua golongan, yakni:
Universitas Sumatera Utara
22
1. Asuransi kerugian;
2. Asuransi jumlah
Tujuan asuransi kerugian (schade verzekering) adalah memberikan
penggantian kerugian yang mungkin timbul pada harta kekayaan tertanggung.
Tujuan asuransi jumlah (sommen verzekering, sum insurance) adalah untuk
mendapatkan pembayaran sejumlah uang tertentu, tidak tergantung pada
persoalan apakah peristiwa yang tidak pasti itu (evenement) menimbulkan
kerugian atau tidak. 19
Cara yang mudah untuk membedakan atau mengetahui apakah suatu
asuransi tergolong asuransi kerugian atau asuransi jumlah adalah bergantung
pada jawaban dari pertanyaan: Terhadap prestasi apakah penanggug
mengikatkan dirinya. 20
Apabila penanggung mengakibatkan dirinya untuk melakukan prestasi
memberikan sejumlah uang yang telah ditentukan sebelumnya, maka disini
terdapat asuransi jumlah. Kemudian apabila penanggung mengikatkan dirinya
untuk melakukan prestasi dalam bentuk penggantian kerugian sepanjang ada
kerugian, maka disini terdapat asuransi kerugian. Pemberian sejumlah uang
yang telah ditentukan sebelumnya itu bergantung pada peristiwa yang pada
umumnya (kecuali asuransi jiwa) tidak pasti akan terjadi, yang ada
hubungannya dengan “hidup” atau “jiwa” seseorang atau “kesehatan”
19
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum dagang Indonesia 6 (Hukum
Pertanggungan). (Jakarta: Djambatan, 1996), hlm. 16
20
Emmy Panagaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya
(Yogyakarta: Universitas Gadjahmada, 1983), hlm. 32
Universitas Sumatera Utara
23
seseorang. Jadi, asuransi jumlah itu menyangkut diri pribadi manusia itu
sendiri.
Dalam
perkembangannya,
sehubungan
dengan
lahir
dan
berkembangnya asuransi yang sebelumnya belum pernah dikenal, ada beberapa
jenis asuransi yang secara murni tidak dapat dimasukkan kedalam golongan
asuransi jumlah atau kerugian seperti tersebut diatas. Hal ini disebabkan
asuransi-asuransi yang baru berkembang tersebut mengandung unsure-unsur
baik asuransi kerugian maupun asuransi jumlah. Termsuk didalam golongan ini
diantaranya “asuransi kecelakaan” dan “asuransi kesehatan” Asuransi semacam
ini dapat disebut sebagai asuransi varia. 21
Pasal 247 KUHD sendiri menyebutkan, bahwa asuransi atau
pertanggungan diantara mengenai pokok:
1. Bahaya kebakaran;
2. Bahaya yang mengancam hasil pertanian;
3. Jiwa seorang atau lebih;
4. Bahaya-bahaya dilaut dan bahaya perbudakan;
5. Bahaya-bahaya pengangkutan didarat dan sungai serta perairan
pedalaman.
Didalam pelaksanaannya terdapat penggolongan besar asuransi sebagai
berikut:
1. Asuransi jiwa (life insurance);
2. Asuransi pengangkutan laut (marine insusrance);
21 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta: UII Press, 2006),.
hlm. 197-198
Universitas Sumatera Utara
24
3. Asuransi kebakaran (fire insurance);
4. Asuransi varia. 22
Dalam KUHD ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan
yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum
terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal 246 – Pasal 286 KUHD yang berlaku bagi
semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur
diluar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang
bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287 – Pasal 308 KUHD
dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 – Pasal 695 KUHD dengan rincian
sebagai berikut:
a. Asuransi kebakaran Pasal 287 – Pasal 298 KUHD.
b. Asuransi hasil pertanian Pasal 299 – Pasal 301 KUHD
c. Asuransi jiwa pasal 302- Pasal 308 KUHD.
d. Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592-Pasal 685
KUHD.
e. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686
– Pasal 695 KUHD.
Sejarah
perkembangan
asuransi
pada
masa
penjajahan.
kepada periode penjajahan Belanda, buat menopang business perkebunan &
perdagangan, mereka mendirikan perusahaan asuransi kerugian perdana di
Indonesia ialah Bataviasche Zee End Merk Asrantie Maatschappij kepada
tahun 1853 bersama perlindungan mutlak kepada dampak kebakaran &
22
Emmy Panagaribuan Simanjuntak. Op.Cit, hlm 35
Universitas Sumatera Utara
25
asuransi pengangkutan. Selanjutnya berdiri ada dua kategori perlindungan
asuransi yang terdiri dari asuransi. Untuk itulah mereka mendirikan perusahaan
asuransi mula-mula di Indonesia bersama nama. Lahirnya asuransi di Indonesia
mula-mula kali didirikan oleh orang Belanda bersama nama Nederlandsh
Indisch Leven Verzekering En Liefrente Maatschappij (NILMIY) bersama
mengadopsi perusahaan Asuransi Belanda adalah De Nederlanden Van 1845.
Nanti dikemudian hri sesudah Indonesia merdeka, asuransi ini diambil alih
Pemerintah Indonesia & berganti nama jadi PT. Asuransi Jiwasraya . Disusul
berikutnya oleh Asuransi Jiwa Boemi Poetra 1912 kepada thn 1912. 23
Dalam hukum perjanjian yang terdapat dalam Kitab Undang-Undng
Hukum Perdata (KUHPerdata), perkataan orang (persoon) berarti pembawa
hak dan kewajibannya sendiri atau subyek di dalam hukum. 24 Perjanjian timbul
karena disebabkan adanya hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau
lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang
tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang
menjadi pihak kreditur, dan yang seorang lagi sebagai pihak debitur.
Hak dan kewajiban para pihak dalam asuransi
a. Hak dan kewajiban penanggung
1) Penanggung wajib memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang
dalam perjanjian Asuransi, sesuai dengan ketentuan Pasal 1339
23
http://www.jurnalrakyat.net/2016/03/sejarah-dan-perkembangan-asuransi-di.html,
(diakses tanggal 12 Juli 2017).
24
Subekti, Op. Cit., hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
26
2) Penanggung wajib untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah
disepakati. Hal tersebut seperti yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat
(1), (2), (3). Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa :
a) semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undangundang bagi mereka yang membuatnya.
b) suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat
kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang
dinyatakan cukup untuk itu.
3) Penanggung hendaknya membuat perjanjian Asuransi secara tertulis
dalam suatu akta yang disebut Polis. Hal ini seperti tercantum dalam
Pasal 255 KUHD.
4) Hak Penanggung untuk menutup kembali (Reasuransi) penanggungnya
kepada Perusahaan Asuransi yang lain. Hal ini diatur dalam Pasal 271
KUHD.
Tindakan
menutup
reasuransi
disamping
melindungi
penanggung pertama dari kesulitan melaksanakan kewajibannya, juga
secara tidak langsung melindungi kepentingan pemegang polis. 25
b. Hak dan Kewajiban Tertanggung
1) Tertanggung wajib membayar premi kepada penanggung.
2). Pemegang polis/tertanggung dapat menuntut penggantian biaya, rugi dan
bunga dengan memperhatikan Pasal 1267 KUHPerdata yaitu : “Bahwa
pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia,
jika hal itu masih dapat dilaksanakan, akan memaksa pihak yang lain
25
Suparman S. dan Endang, Hukum Asuransi, (Bandung: Alumni, 1993), hlm 25
Universitas Sumatera Utara
27
untuk memenuhi perjanjian ataukah ia akan menuntut pembatalan
perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.
3) Ahli waris dari tertanggung dalam perjanjian Asuransi juga mempunyai
hak untuk dilaksanakan prestasi dari perjanjian tersebut. Hal ini
disimpulkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata.
4). Tertanggung wajib untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah
disepakatinya.
B. Tujuan Asuransi
Prinsip merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya sebuah
peraturan hukum. Prinsip diperlukan agar dalam menjalani setiap kegiatan
khususnya di bidang hukum tetap pada jalurnya dan terhindar dari
penyimpangan diantara para pihak
Menurut Abbas Salim tujuan asuransi adalah sebagai berikut: 26
a. Untuk memberikan jaminan perlindungan dari risiko yang diderita
suatu pihak.
b. Untuk meningkatkan efisiensi, karena kita tidak perlu secara khusus
mengadakan
pengamanan
dan
pengawasan
untuk
memberikan
perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
c. Untuk membantu mengadakan pemerataan biaya, yaitu cukup hanya
dengan mengeluarkan biaya untuk premi saja yang jumlahnya sudah
tertentu secara tetap perperiode.
26 Abbas Salim. Asuransi dan Manajemen Risiko. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), hlm. 29
Universitas Sumatera Utara
28
d. Untuk dasar pemberian kredit, terutama dalam sistem perkreditan yang
dilakukan oleh bank. Bank memerlukan jaminan atau agunan yang
diberikan oleh peminjam uang.
e. Sebagai tabungan, bahkan lebih daripada itu karena yang dibayar
kepada asuransi akan diterima kembali.
f. Untuk memupuk earning power seseorang, badan usaha yang akan
digunakan pada waktu terjadi keadaan dimana ia tidak dapat berfungsi.
g. Untuk modal investasi, bagi pihak lain melalui penggunaan dana yang
dikapitalisasi oleh asuransi.”
Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad tujuan asuransi adalah
sebagai berikut: 27
1. Pengalihan Risiko
Perusahaan asuransi selalu siap menerima tawaran dari pihak
tertanggung untuk mengambil alih risiko dengan imbalan pembayaran
premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan
risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan
membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung),
sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai
berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang
merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang
telah diterimanya dari tertanggung.
27
Muhammad Abdulkadir. Op.Cit, hlm. 12.
Universitas Sumatera Utara
29
2. Pembayaran Ganti Kerugian
Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang
menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada
tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian
seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam praktiknya, kerugian yang
timbul itu bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa
kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan
asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang
sungguh-sungguh dideritanya.
Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila
dalam jangka waktu asuransi terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan
yang menimpa diri tertanggung, maka penanggung akan membayar
jumlah asuransi yang telah disepakati bersama seperti yang tercantum
dalam polis. Jumlah asuransi yang disepakati itu merupakan dasar
perhitungan premi dan untuk memudahkan penanggung membayar
sejumlah uang akibat terjadinya peristiwa kematian atau kecelakaan.
Jadi, pembayaran sejumlah uang itu bukan sebagai ganti kerugian,
karena jiwa atau raga manusia bukan harta kekayaan, dan tidak dapat
dinilai dengan uang.
3. Pembayaran Santunan
Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan
perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung
(voluntary insurance), artinya tertanggung terikat dengan penanggung
Universitas Sumatera Utara
30
karena perintah undang-undang, bukan karena perjanjian. Asuransi
jenis ini disebut asuransi sosial (social security insurance). Asuransi
sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya
kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh. Dengan
membayar sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung berhak
memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.
Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka
yang terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan
undang-undang. Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam
pekerjaannya,
mereka
(atau
ahli
warisnya)
akan
memperoleh
pembayaran santunan dari penanggung (BUMN), yang jumlahnya telah
ditetapkan undang-undang. Jadi, tujuan mengadakan asuransi sosial
menurut
pembentuk
undang-undang
adalah
untuk
melindungi
kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena musibah diberi
santunan sejumlah uang.
C. Pengaturan Hukum Perasuransian dalam KUHD
Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan
yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung bdann penanggung.
Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan
penanggung secara bertimbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat
secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi Pengaturan
asuransi dalam KUHD meliputis substansi berikut ini:
a. Asas-asas asuransi;
Universitas Sumatera Utara
31
b. Perjanjian asuransi;
c. Unsur-unsur asuransi;
d. Syarat-syarat (kalusula) asuransi;
e. Jenis-jenis asuransi. 28
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Jika
KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan maka
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618 mengutamakan pengaturan
asuransi dari segi bisnis dan public administrative. Pengaturan dari segi bisnis
artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hokum
perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dari segi publik administratif
artinya kepentingan masyarakat dan Negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini
dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi pidana dan sanksi
administratif menurut Undang-Undang Perasuransian. Pelaksanaan UndangUndang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian diatur dengan
pengaturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 1992. 29
Pengaturan usaha perasuransian dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014 Tentang Perasuransian terdiri dari 18 (delapan belas) bab dan 92
(Sembilan puluh dua) pasal dengan rincian substansi sebagai berikut:
a. Bidang usaha perasuransian meliputi kegiatan:
(1) Usaha asuransi, dan
28
Ibid
29 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 18-22
Universitas Sumatera Utara
32
(2) Usaha penunjang asuransi.
b. Jenis usaha perasuransian meliputi:
(1) Usaha asuransi terdiri dari: asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan
reasuransi.
(2) Usaha penunjang asuransi terdiri dari: pialang asuransi, pialang
reasuransi, penilai kerugian asuransi, konsultan aktuaria, dan agen
asuransi.
c. Perusahaan Perasuransian meliputi:
(1) Perusahaan Asuransi Kerugian.
(2) Perusahaan Asuransi Jiwa.
(3) Perusahaan Reasuransi
(4) Perusahaan Pialang Asuransi
(5) Perusahaan Pialang Reasuransi
(6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.
(7) Perusahaan Konsultan Aktuaria.
(8) Perusahaan Agen Asuransi.
d. Bentuk hukum usaha perasuransian terdiri dari:
(1) Perusahaan Perseroan (Persero)
(2) Koperasi.
(3) Perseroan Terbatas.
(4) Usaha Bersama (mutual).
e. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh:
(1) Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
33
(2) Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama
dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
f. Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan.
g. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri
Keuangan mengenai:
(1) Kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan
Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi
(2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha.
h. Kepailitan dan likuiditas Perusahaan Asuransi melalui keputusan
Pengadilan Niaga.
i. Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif meliputi:
(1) Sanksi pidana karena kejahatan: menjalankan usaha perasuransian
tanpa izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan
Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, menerima/menadah/membeli
kekayaan Perusahaan Asuransi hasil penggelapan, pemalsuan
dokumen Perusahaan Asuransi, Reasuransi.
(2) Sanksi administratif berupa: ganti kerugian, denda administratif,
peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha
perusahaan.
Asuransi sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan
keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehatan.
Program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2
Universitas Sumatera Utara
34
tahun 1992. Perundang-undangan yang mengatur asuransi social adalah
sebagai berikut:
a. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja):
(1) Undang-undang
Pertanggungan
Nomor
wajib
33
Tahun
Kecelakaan
1964
tentang
Penumpang.
Dana
Peraturan
pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
1965.
(2) Undang-undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan
Lalu Lintas Jalan. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965.
b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)
(1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Jamsostek).
(2) Peraturan
Pemerintah
Nomor
18
Tahun
1990
tentang
Penyelenggaraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977).
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi
Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).
(4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi
Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPNS).
Universitas Sumatera Utara
35
c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes)
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan
Kesehatan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Penerima Pensiun,
Veteran, Perintis Kemerdekaan Beserta Keluarganya.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
usaha Perasuransian dan Perundang-undangan Asuransi Sosial di Samping
Ketentuan Asuransi dalam KUHD, maka dianggap cukup memadai aturan
hukum yang mengatur tentang usaha perasuransian, baik dari segi keperdataan
maupun dari segi publik administratif.
Pengaturan Usaha Perasuransian yang dimuat dalam undang-undang
Nomor 40 tahun 2014 Tentang Perasuransian, serta di tunjuknya Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) sebagai lembaga negara yang memiliki kuasa penuh dalam
menjalankan fungsi dan pengawasan diharapkan dapat membuat kebijakan
terhadap perasuransian yang dapat membawa perasuransian menjadi lebih
berkembang di masa depan dan dapat bersaing dengan negara-negara maju
dalam dunia asuransi. 30
30
Suisno. Op.Cit, hlm 23
Universitas Sumatera Utara