Resistensi Buruh Terhahap Kebijakan Sistem Outsourcing ( Studi kasus : Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) di kota Medan) Chapter III IV

BAB III
ANALISIS
A. Pandangan Umum GSBI Terhadap Sistem Outsourcing/Sistem Kerja
Kontrak
Kebijakan sistem outsourcing telah menjadi peraturan yang sah untuk dua
pihak yang saling berkaitan yaitu antara pihak pekerja/buruh dan pihak
perusahaan. Peraturan sistem outsourcing atau sistem kontrak sudah diatur di
dalam Undang-undang No 13 Tahun 2003yang secara sah prakteknya adalah
bersifat legal. Akan tetapi, sistem kontrak ini banyak mengundang pertanyaan dan
keluhan dari salah satupihak yaitu pihak buruh sendiri yang merasa sangat
dirugikan dari berbagai bidang. Sistem kontrak ini memberi tidak adanya
kepastian kerja, buruh dengan status kontrak dengan perjanjian kerja waktu
tertertu (PKWT) tidak lagi mendapatkan hak atas uang pesangaon, uamh
penghargaan serta uang ganti rugi jika di PHK.
Dalam teori yang di kemukakan oleh Maurice F Greave bahwa ada beberapa
kerugian yang ditimbulkan dari sistem outsourcing terutama kepada pihak buruh
sendiri. Kerugian yang pertama adalah suatu keberlanjutan mendapatkan
pekerjaan yang tidak pasti. Disini perusahaan hanya mampu menampung para
pekerja yang mengikatkan diri pada perusahaan outsourcing mereka, namun tidak
serta merta langsung dijadikan pekerja tetap dari perusahaan pemberi kerja. Dapat
dikatakan bahwa mereka bekerja ketika ada pesanan pekerjaan. 57


57

Prin Mahadi, ‘outsorcing’: Komoditas Politikkah? Ketua II Asosiasi Pengusaha Alih-Laksana Indonesia
(APALINDO) Semarang.

Universitas Sumatera Utara

Yang kedua adalah dengan sistem kontrak akan menyulitkan mereka dalam
menetukan masa depan. Sistem kontrak akan berjalan sesuai dengan tanggal
berlaku atau masa berlaku sesuai yang diperjanjikan awal. Maka dari itu kontrak
tidak memberikan jaminan bagi kehidupan pekerja outsourcing dimasa datang. 58
Yang ketiga bahwa di dalam buruh outsourcing tidak akan dapat mendirikan
serikat buruh karena semua buruh outsourcing harus patuh kepada perusahaan
penyedia jasa dan perusahaan pemberi kerja. Ketika pihak pekerja mendapatkan
masalah dalam pekerjaan maka harus diselesaikan dengan campur tangan pihak
perusahaan yang memungkinkan adanya kepentinga perusahaan dimasukan dalam
proses pengaambilan solusi dari masalah tersebut. 59
Di dunia nyatatanya memang telah terjadi kesewenangan perusahaan
dalam memperlakukan buruh outsourcing dengan tidak memberi upah yang layak.

Selain itu buruh juga tidak mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja baik itu
Jaminan Pemeliharaan Pesehatan (JPK), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
Jaminan Hari Tua (JHT), maupun Jaminan Kematian (JK). Seperti dalam
wawancara dengan bung Budi Pratono sebagai Ketua PTP.DAMAI ABADI
Gabungan Serikat Buruh Indonesia Medan, beliau mengungkapkan demikian :
“...Sistem outsourcing ini tidaklah pantas untuk perburuhan
dikarenakan ini adalah suatu perbudakan modern, karena didalam
outsorcing tidak ada jaminan kalau buruh dapat memenuhi standar
kehidupannya. Sebagai contoh kecilnya adalah masalah Tunjangan Hari
Raya yang dilakukan perusahaan semena-mena dan masalah Pemutusan
58
59

Ibid.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Hubungan Keja (PHK) yang mana tidak ada uang pesangaon yang
diberikah perusahaan...” 60

Sistem kerja kontrak/outsourcing sebenarnya di latar belakangi oleh
keinginan dan kepentingan imperialis agar dapat menciptakan tenaga kerja murah
dan fleksibel, sebagai jawaban atas kiris yang dialaminya. Hal ini sudah menjadi
tren di dunia bahwa pasar tenaga kerja yang fleksibel di terapkan hampir di
seluruh negara-negara di dunia. Sistem ini mungkin saja cocok untuk di terapakan
di negara maju, dimana buruh sudah memiliki posisi tawar yang tinggi dihadapan
pengusaha sehingga dapat meningkatkan upah buruh sendiri. Namun, sistem ini
masih sangat tidak relevan dijalankan di indonesia, sebab indonesia adalah negara
yang masih berkembang dengan angka penganguran yang cukup tinggi, akibat
dari industri yang masih tertinggal.
Kondisi seperti ini menjadikan posisi kaum buruh sangat lemah dan tak
memiliki posisi tawar di hadapan para pengusaha, motif di terapkannya sistem
kerja kontrak ini sesunguhnya adalah merupakan bagian dari skema politik upah
murah yang masih dipertahankan oleh pemerintah dan merupakan bagian nyata
dari bentuk perampasan upah yang dipertahankan oleh negara. Lebih jauh lagi,hal
ini adalah suatu kebuasan dan kerakusan imperialis agar mendapatkan tenaga
kerja yang murah serta sumber bahan baku dan kekayaan alam yang melimpah
dan murah. Seperti yang dikatakan bung M.Faisal Nasution sebagai sekretaris
PTP.DAMAI ABADI GSBI. Beliau menugungkapkan demikian :


60

Wawancara dengan Budi Pranoto (Ketua PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia,Medan)
Medan, 15 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara

“...Dalam sistem kontrak ini sejujurnya ini merupakan
perampasan upah yang dilakukan pihak perusahaan terhadap buruh. Kita
lihat saja para pekerja kontrak ini jika ada lebaran mereka tidak seceria
pekerja tetap karena tidak akan mendapatkan uang THR dan parahnya
lagi mereka dijadikan korban dari uang pesangon yang tidak jelas.
Pemerintah ini kemungkinan ada mengambil suatu keuntungan dari sistem
outsourcing ini, karena kita lihat di pemerintahan ini banyak yang
berlatarbelakang pengusaha atau mempunyai perusahaan-perusahaan
besar. Hal ini jelas kepentingan mereka ini diterapkan tetapi dengan
dibungkus dengan undang-undang ketenagakerjaan...”61
Gabungan Serikat Buruh Indonesia sebagai serikat buruh yang seharusnya
menjadi perahu bagi kaum buruh dalam menuntut hak-hak dan kewajiban mereka
sangat tidak menginginkan sistem kerja kontrak/outsourcing ini terus diterapkan

di indonesia. Masalah-masalah kaum buruh ini adalah masalah kesehjateraan
mereka yang tidak dipertimbangka oleh perusahaan yang dimana pemerintah juga
ikut

tidak

memperhatikannya

dengan

di

keluarkannya

Undang-undang

Ketenagakerjaan.
Durasi dari kepahitan yang diterima kaum buruh outsourcing sudah sangat
lama karena sistem kerja kontrak yang tidak memasukan kepastian buruh kontrak
dalam hal pekerjaan. Sebelum diterapkannya Undang-undang ketenagakerjaan

pada tahun 2013, kaum buruh outsourcing sudah mengalami ketidakpastian
pekerjaan dan ketidakpastian kesejateraan mereka.
Sistem kerja kontrak masih dapat dikatakan sebagai hal yang ilegal karena
belum diatur oleh pemerintah., namun setelah Undang-undang ketenagakerjaan
tahun 2013 dikeluarkan, bahwa harapan kaum buruh bisa mendapatkan yang
61

Wawancara dengan M.Faisal Nasution (Sekretais PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh
Indonesia) Medan, 15 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara

mereka ingkinkan dengan diberinya kejelasan pekerjaan mereka hingga biayabiaya yang harus diberikan pengusaha kepada buruh kontrak selama bekerja di
suatu perusahaan.
Tetapi Undang-undang yang dikeluakan oleh pemerintah ini malah
melegalkan sistem kerja kontrak yang semakin menguntungkan perusahaan
namun sangat merugikan kaum buruh kontrak. Perusahaan jadi memiliki alasan
hukum yang kuat untuk selalu memberi upah yang sangat murah kepada buruh
kontrak dan ditambah tidak adanya kepastian apapun dari perusahaan dalam hal
kesehjateraan mereka.

Bentuk penindasan terhadap buruh kontrak sudah menjadi hal yang sering
dijumpai di dalam permasalahan-permasalahan perburuhan di Indonesia. Hal
demikian terjadi akibat dari terikatnya buruh kontrak dengan perusahaan dengan
yang namanya Undang-undang Ketenagakerjaan. Kaum buruh sendiri sangat
menginginkannya dihapuskan sistem kerja kontrak karena hal ini hanya
menguntungkan satu pihak namun merugikan banyak pihak yaitu semua kaum
buruh kontrak. Perusahaan mendapatkan keuntungan dengan memberi harga
murah terhadap pekerjaanyang dilakukan buruh kontrak dan secara tidak langsung
perusahaan dapat menekan biaya produksi yang dikeluarkan. Seperti dalam
wawancara dengan Eben sebagai Ketua Umum GSBI Medan. Beiau mengatakan
demikian :
“...kalau di indonesia sendiri kan sistem outsourcing ini lebih
dikenal sebagai sistem kerja kontrak. Ya kalau kita punya keahlian seperti

Universitas Sumatera Utara

bung lah seorang lawyer, itu kan tidak merugikan bung sendiri. Tapi
kalau pekerjaan yang sifatnya sederhana dan tidak punya keahlian ya
sangat merugikan...”62
Sebuah eksploitasi terhadap kaum buruh akan membuat semakin

sengsaranya kehidupan buruh kontrak yang nantinya tidak akan memiliki harapan
untuk kehidupan di masa tua mereka. Kaum buruh kontrak jugaharus memukirkan
kehidupan keluarganya terutama kepada anak-anak yang mana semua itu mereka
bisa lakukan dengan penghasilan dari mereka bekerja sebagai buruh kontrak di
perusahaan. Upah murah yang diberikan perusahaan tidak akan mencukupi
kehidupan buruh kontrak dan keluarganya, sehingga kesehjateraan merekapu
tidak akan dapat dicapai dengan upah yang rendah tersebut.
Kaum buruh seluruhnya sangat menolak penerapan sistem kerja kontrak,
hal ini terlihat dengan dibentuknya serikat buruh diseluruh indonesia terutama di
perusahaan-perusahaan. Gabungan Serikat Buruh Indonesia sebagai salah satu
serikat buruh di indonesia juga memiliki kewajiaban untuk selalu menolak sistem
outsourcingdikarenakan tidak mengharapkan kaum kapitalis terus menerus
mengekspolitasi sumber daya yang dimiliki buruh dan setelah perusahaan
mendapatkan keuntungan yang besar kemudian kaum buruh dibuang tanpa diberi
apa-apa untuk melanjutkan kehidupan mereka di masa tua nanti. Gabungan
Serikat Buruh Indonesia tidak ingin masa lalu dimana kapitalis berkuasa dengan
sewenang-wenangnya dan juga dapat mempengaruhi setiap kebijakan yang

62


Wawancara dengan Eben (Ketua Umum GSBI Medan) Medan, 18 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara

dikeluarkan pemerintah dimana kebijakan ini hanya melihat keuntunga yang akan
didapatkan oleh pengusaha atau perusahaan.

B. Bentuk Resistensi GSBI Dalam Sistem Outsourcing
Masalah yang sering terjadi pada kaum buruhdi era reformasi ini adalah
seperti perlawanan buruh hingga protes kepada pemilik perusahaan banyak
bermunculan karena buruh merasa di perlakukan tidak layak. Pada umumnya
perlawanan itu bertujuan untuk memperbaiki nasib kaum buruh dengan menuntut
hak-hak mereka sebagai pekerja yang harus diberi perusahaan dengan adil. Secara
garis besar tuntutan mereka adalah dalam hal upah yang layak, kepastian
pekerjaan hingga jaminan hari tua mereka. Namun, ada masalah yang baru
muncul yaitu penolakan buruh terhadap sistem kerja kontrak/outsourcing.
Pada dasarnya sistem outsourcing ini tidak secara langsung dituliskan di
dalam Undang-undang no 13 Tahun 2013, hanya saja istilah ini di ambil dari
sistem kerja kontrak atau pemborongan yang mana buruh kontrak bekerja di
perusahaan yang meminta jasa mereka namun dengan banyak permasalahan yang

ada seperti tidak adanya ikatan buruh kontrak dengan perusahaan jika terjadi suatu
kecelakaan atau hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini membuat kaum buruh yang
tergabung dalam serikat buruh di perusahaan seperti Gabungan Serikat Buruh
Indonesia

melakukan

banyak

penolakan

untuk

dihapuskannya

sistem

Outsourcing.Dalam penolakan GSBI ini, banyak yang sudah dilakukan untuk

Universitas Sumatera Utara


mengingatkan kepada perusahaan agar tidak memakai sistem kerja kontrak ini.
Seperti dalam wawancara dengan bung Budi Pranoto sebagai ketua PTP.DAMAI
ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia. Beliau mengatakan demikian :
“...Kalau hal untuk meolak sistem outsourcing ini, GSBI sudah dari
awal menolaknya hal ini terbukti di dalam program kerja GSBI dituliskan
untuk menolak diterapkannya kerja kontrak tersebut. Namun, ada 5 hal
yang memang bisa dikontrakan ya seperti cleaning service, supir, security
sama satu lagi catering. Kalau ini kita tidak mungkin mengangkangi
perusahaan untuk tidak memakai buruh kontrak kerena kan ini tidak
langsung berkaitan dengan produksi jadi boleh-boleh saja...”63
Dari wawancara ini bentuk perlawanan atas penolakan GSBI telah ada
sejak berdirinya serikat buruh tersebut. Hal ini terbukti telah diaturnya di dalam
program perjuangan lapangan GSBI di bidang politik pada butir keenam yang
menyatakan menuntut kepastian kerja dan menolak serta menuntut dihapuskannya
system kerja kontrak jangka pendek (PKWT) dan outsourcing. 64
Sebagai serikat buruh yang sudah sah di Kemetrian Ketenagakerjaan,
Gabunga Serikat Buruh Indonesia tidak hanya terpaku dalam tulisan di kertas
yang menyatakan perlawanan terhadap sistem outsourcing. Namun, aksi yang
nyata di lapangan juga harus dilakaukan agar tamapk bahwa GSBI benar-banar
melakukan penolakan. Dalam wawancara dengan bung Eben sebagai Tim
Advokasi GSBI,beliau mengatakan demikian :
“...Kita kemaren itu seiring berjalannya waktu kita juga dalam
memperjuangkannya ya kita ajak dulu dengan sistem komunukasi yang
63
Wawancara dengan Budi Pranoto (ketua PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia) Medan,
pada 15 Mei 2017.
64
Dikutip dari program perjuangan di lapangan politik GSBI.

Universitas Sumatera Utara

baik, namun setelah adanya delegasi yang masuk untuk membicarakan
masalah ini toh juga pihak perusahaan tidak menghiraukan, nah ini kita
adakan perlawanan seperti berdemo hingga mogok kerja. Nah disini
piahak perusahaan harus berpikir karena yang dipekerjakan itu memang
layak dijadiakan buruh tetap atau karyawan tetap di PT.DAMAI
ABADI...”65
Perlawanan kaum buruh terhadap perusahaan dalam permasalahan sistem
kerja kontrakdilakuakan dengan aksi mogok kerja yang ditujukan agar perusahaan
memikirkan kembali memakai sistem kerjakontrak dan menjadikan buruh kontrak
menjadi buruh tetap atau permanen.
Sebagai pihak yang menentang sistem outsourcing ini, GSBI merasa
bahwa harus melakukan aksi-aksi yang dapat membuat pihak perusahaan berpikir
ulang untuk menerapkan sistem outsourcing. Beberapa aksi seperti demonstrasi
hingga mogok kerja adalah bentuk dari resistensi pihak buruh sendiri. Seperti
yang dikemukakan oleh James Scoot tentang bentuk-bentuk dari resitensi adalah
salah satunya resistensi terbuka yang merupakan bentuk resistensi yang
terorganisasi, sistematis dan berprinsip. Manifestasi yang digunakan dalam
resistensi adalah cara-cara kekerasan (violent) seperti pemberontakan. Dalam
melakukan aksi demonstrasi dan mogok kerja dapat dipastikan adanya pihakpihak yang mengatur semuanya dengan sistematis dan mengorganisasikan setiap
demonstrasi agar sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mrngingatkan kepada
perusahaan bahwa sistem outsourcing merugikan kaum buruh.

65

Wawancara dengan bung Eben (Ketua Umum Advokasi GSBI) Medan, 18 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara

Aksi-aksi penolakan GSBI dilapangan sudah dilakukan dengan alasan
adanya kerugian yang ditimbulkan sitem kontrak ini

dan adanya keinginan

perusahaan untuk memanfaatkan buruh murah agar mendapatkan keuntungan
yang banyak. Dalam wawancara dengan bung M.Faisal Nasution ( Sekretaris
PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia) beliau mengatakan
demikian :
“...Kalau kita dan perusahaan tidak mendapatkan kata sepakat,
kami ujung-ujungnya ya melakukan aksi. Pokoknya kitaharus ikuti dulu
jalurnya, kan gak mungkin gitu ada masalah langsung aksi. Pertama kita
jumpai personalianya, kita omongkan. Tapi nampaknya belum pernah
sekalipun kita bicara atau komunikasi langsung bisa deal...”66
Pergerakan-pergerakan atas perlakuan sistem kerja kontrak yang diterima
para kaum buruh kontrak seperti melakukan mogok kerja hingga adanya
demonstrasi terhadap pihak perusahaan menjadaikan resistensi ini dapat di
kategorikan ke dalam bentuk resistensi semi terbuka. Resistensi semi terbuka
yang dimaksud oleh James Scoot adalah seperti protes sosial dan demontrasi
mengajukan klaim kepada pihak yang berwenang. Bentuk resistensi ini
diwujudkan untuk menghindari kerugian yang lebih besar yang dapat menimpa
dirinya. 67
Dalam melakukan perlawanan oleh GSBI terhadap pihak perusahaan
untuk menuntuk penghapusan sistem kerja kontrak/outsourcing, cara yang
dilakukan oleh GSBI cukup baik dengan selalu mengikuti aturan yang ada dengan
66

Wawancara dengan M.Faisal Nasution (Sekretaris PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh
Indonesia) Medan, 15 Mei 2017.
67
Bayu Febrianto, Faktor Resistensi Buruh Terhadap Sistem outsourcing, Jurnal Program Studi Psikologi,
Universitas Brawijaya Malang.

Universitas Sumatera Utara

duduk bersama pihak perusahaan membahas semua kemungkinan yang bisa
terjadi. Ketika usaha yang dilakukan oleh pihak GSBI untuk membujuk pihak
perusahaan agar tidak menerapkan sistem kerja konrak ini, maka dilakukan
langkah selanjutnya dengan cara bersama-sama dalam suatu demonstrasi. Sebauh
aksi demonstrasi adalah suatu yang cukup wajar dikarenakan belum tercapainya
harapan dari pihak yang merasa dirugikan dalam hal ini adalah pihak buruh di
dalam serikat GSBI. Seperti wawancara dengan bung Budi Pranoto sebagai Ketua
PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Indonesia, beliau mengatakan demikian :
“...Ya kita sebagai pengurus harian init tidak bosan-bosanlah
untuk mengajak para anggota itu supaya mengadakan pendidikan dasar
tentang apa itu buruh dan apa itu pengusaha dan memahami AD/ART
GSBI sendiri supaya anggota itu paham apa arti perjuangan kaum buruh
itu tadi. Dipendidikan dasar ini diberitahu hak-hak buruh itu apa,
kewajiban buruh itu apa terutama apa itu outsourcing dan kerugian yang
dihasilkan...”68
Sebagai bentuk dari penolakan GSBI terhadap sistem kerja kontrak ini
juga dilakukan bukan hanya dilapangan. Namun penolakan yang sangat mendasar
dilaksanakan dengan memberi pendidikan dasar kepada setiap anggota yang
tergabung dalam serikat buruh GSBI. Ini termasuk cara yang paling baik karena
memberi pengetahuan mendasar agar niat yang kuat tertanam di benak seluruh
anggota GSBI untuk menolak outsourcing, dimana cara persuasif ini dapat
mempengaruhi semua perilaku anggota GSBI sendiri.

68

Wawancara dengan Budi Pranoto (Ketua PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia)
Medan, 15 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara

Semua penolakan oleh pihak GSBI dilakukan hanya pada pihak
perusahaan yaitu pihak PT.DAMAI ABADI yang menerapkan sistem kerja
kontrak ini. Perlawanan kepada pihak pemerintah belum sampai dilakukan karena
walaupun pemerintah yang mengeluarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan
namun yang melaksanakannya adalah pihak perusahaan. Kedua pihak ini terikat
dalam suatu hubungan kerja, hal ini terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara
buruh dan majikan taitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu,buruh, mengikatkan
diri utuk bekerja dengan menerimaupah pada pihak lainnya. Majikan yang
mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah pada
pihak lainnya. Seperi dalam wawancara dengan M.Faisal Naution sebagai
sekretaris PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia. Beliau
mengatakan demikian :
“... kalau berhadapan langsung dengan pihak pemerintahan
terutama dengan dinas ketenagakerjaan kita gak sampai kesanalah
aksinya cukup di perusahaan aja...”69
Dari setiap perlawanan yang dilakukan oleh GSBI akan selalu menerima
suatu timbal balik yang diharapkan atau tidak diharapkan. Resiko yang harus
diterima memang sudah dipikirkan terlebih dahulu sebagai aksi yang dilakukan.
Pihak perusahaan adalah pihakyang paling punya hak untuk memberikanya
karena telah adanya hubungan kerja atau kontrak kerja yang dilkukan sebelumnya
dengan sebuah perjanjian tertulis. Seperti dalam wawancara dengan bung Eben

69

Wawancara dengan M.Faisal Nasution (sekretaris PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh
Indonesia) Medan,15 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara

sebagai Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia. Beliau mengatakan
demikian :
“...kalau menurut sejarahnya berdiri GSBI dulu ya ketua pertama
sendiri lah yang mengalami PHK,waktu itu masih bung Ridwan, jadi
ketika itu dengan hanya masalah sepele dengan menyebarkan selebaran
bahwa GSBI telah disahkan oleh dinas ketenagakerjaan...”70
Dari semua perlawanan yang di lakukan GSBI untuk menolak
diterapkannya sistem outsourcing dapat disimpulkan bahwa pihak buruh telah
berangsung-angsur mengalami kerugian besar dalam pengalamannya bekerja di
suatu pabrik atau perusahaan. Seperti yang di jelaskan oleh James Scoot bahwa
ada beberapa alasan mengapa seseorang atau kelompok melakukan tindakan
perlawanan/resistensi yaitu karena terdiri dari peristiwa lokal dan kondisi
perasaan serta pengalaman dari masing-masing individu.
Hampir setiap individu dapat dikatakan memiliki hubungan dengan
perorangan atau lembaga. Hubungan kerja termasuk adalah hal yang harus ada
antara perusahaan dan pekerja/buruh untuk mengikat kedua belah pihak dengan
tertulis. Tujuan hubungan ini termasuk didalamnya adalah untuk meningkatkan
suatu produksi. Namun ketika adanya permasalahan yang terjadi antara kedua
pihak maka harus diselesaikan sesuai dengan apa yang telah disepakati. Ketika
perusahaan melakukan kesalahan maka pihak buruh dapat menuntut hak-haknya
tetapi ketika buruhyang melakukan kesalahan dan dianggap mengganggu jalannya
perusahaan maka sanksi PHK adalah sebuah kewajaran. Hal ini telah terjadi
70

Wawancara dengan Eben (Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia) Medan, 18 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara

kepada ketua pertama GSBI yang mengalami pemecatan akibat dari timbulnya
anggapan perusahaan akan adanya sebuah perlawanan yang akan selalu dilakukan
yaitu telah terlahirnya serikat buruh yang sah dimana serikat buruh ini memiliki
tujuan untuk melakuakan sebuah perlawanan dengan mengatasnamakan serikat
buruh yang sah di mata hukum.

C. Efektifitas Perlawanan GSBI Dalam Menolak Sistem Outsourcing
Sebuah sistem yang baik akan selalu menghasilkan output yang baik pula,
namun sebaliknya apabila sistem yang diterapkan tidak menghendaki
mayoritas pihak ataupun kurang baik maka akan mengasilkan hal yang tidak
baik dan bahkan akan ditolak oleh banyak pihak yang merasa dirugikan akan
adanya sistem tersebut. Sistem outsourcing telah dilegalkan oleh pemerintah
dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor 13 tahun 2003 yang mengatur
sistem kerja kontrak terhadap para pekerja dimana istilah lainnya disebut
sebagai outsourcing.
Serikat buruh seperti GSBI telah melakukan banyak penolakan dan
perlawanan terhadap sistem kerja kontrak. Hal ini dilakukan karena serikat buruh
adalah organisasi yang dibentuk dari,oleh dan untuk pekerja/buruh baik
diperusahaan atau diluar perusahaan, yang bersifat bebas,terbuka, mandiri,
demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta

Universitas Sumatera Utara

melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesehjateraan
pekerja/buruh dan keluarganya.
Pada dasarnya setiap organanisasi buruh mempunyai peran yang sama
yakni melindungi dan membela hak dan kepentingan mereka. Ketika sebuah
perlawanan serikat buruh dilakukan maka akan ada hasil yang diciptakan, namun
sebuah hasil itu bisa dinilai dengan keefektifan perlawanan tersebut seperti yang
dilakukan oleh GSBI. Seperti dalam wawancara dengan bung Budi Pranoto
sebagai ketua GSBI Medan. Beliau mengatakan demikian :
“...kemaren itu di tahun 2014 kita membebaskan buruh outsourcing
menjadi buruh tetap karena dahulunya ada buruh kontrak. Ya menaikkan
status merekalah menjadi buruh tetap...” 71
Perlawanan serikat buruh GSBI telah memberi hasil yang cukup baik
dengan membebaskan buruh kontrak menjadi buruh tetap atau karyawan tetap.
Pada dasarnya dalam hal status buruh kontrak hanya bisa diberi kepada pekerja
seperti security, careting, cleaning service, driver. Sebuah perlawanan ini sangat
mempunyai alasan yang kuat dikarenakan jika pekerja yang ada dibagian produksi
tidak boleh berstatus buruh kontrak.
Sebuah hasil kerja yang dilakukan oleh GSBI tidak serta merta puas atas
apa yang telah dicapai. Pembebasan buruh kontrak tersebut hanya sebagian
contoh dari hasil dari bentuk perlawaan GSBI. Seperti dalam wawancara dengan

71

Wawncara dengan Budi Pranoto (Ketua PTP.DAMAI ABADI- GSBI) Medan,15 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara

bung M.Faisal Nasution sebagai Sekretaris Gabungan Serikat Buruh Indonesia.
Beliau mengatakan demikian :
“... ya namanya perjuangan atau perlawanan ini dikatakan berhasil
mungkin sombong ataupun cukup puas, karena perjuang tidak cukup
sampai disitu, masih banyak yang harus kita perjuangkan. Seperti
lembur hidup yang masih dicabut sama perusahaan, kemaren itu kita
melakuakan untuk meminta lembur hidup bersamaan dengan
pembebasan buruh kontrak tetapi lembur hidup ini belum diberi...”72
Permasalahan yang ditimbulkan oleh sistem outsourcing ini, GSBI menilai
ini adalah perbudakan modern yang dilakuka kaum kapitalis. Pekerja disini
ridungdung ketidakpastian dalam upah, jaminan sosial hingga jaminan kesehatan.
Didalam penyelesaiannya, GSBI sudah cukup berhasil dalam menuntut
perusahaan untuk tidak menerapkan sistem outsourcingwalaupun demikian masih
ada kekurangan yang harus diselesaikan GSBI karena sebagai buruh tetap
kewajibannya harus diberi lembur hidup, jika ini belum juga diberikan maka
buruh tetap sama halnya dengan buruh kontrak yang tidak mendapatkan hakhaknya oleh perusahaan.
Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran
yang telah ditentukan dalam setiap organisasi. Efektivitas disebut juga efektif,
apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditemukan sebelumnya.
Pengukuran sebuah efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah
keberhasilan program, keberhasilan sasaran, kepuasan terhadap program. Seperti

72

Wawancara dengan M.Faisal Nasution (Sekretaris PTP.DAMAI ABADI- GSBI) Medan, 15 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara

dalam wawancara dengan bung Budi Pranoto sebagai ketua Gabungan Serikat
Buruh Indonesia Medan. Beliau mengatakan demikian :
“...Kita ketahuikan sementara sebelum adanya GSBI seperti yang
dikatakan tadi kita separuh sendiri buruh kontrak dan buruh permanen.
Kalau gak salah selama ada masuk personalia di tahun akhir 2008
disituka dia pindahan dari KIM Belawan, kebijaknan disana itu dibawak
kemari kalau ada buruh masuk yang baru meskipun sudah traning tiga
bulan tapi tetap masih berstatus buruh kontrak...”73
Dari hasil wawancara itu terlihat bahwa GSBI sendiri sudah mampu dan
berhasil memperjuangkan buruh kontrak menjadi buruh tetap atau permanen.
Buruh yang menjadi sasaran dari perjuangan GSBI telah menerima hasil yang
cukup baik. Sebagai serikat buruh yang ada di Medan, maka GSBI sudah dapat
dikatakan cukup berhasil dalam perjuangannya dengan tidak lagi menerapkan
sistem kerja kontrak di PT.DAMAI ABADI.
Sebuah keberhasilan yang didapatkan oleh GSBI menjadi prestasi yang
cukup membanggakan. Namaun keberhasilan ini tidak serta merta menjadi sebuah
keberhasilan dari pihak perusahaan karena pada dasarnya ketika sistem kontrak
tidak lagi diterapkan oleh pihak perusahaan maha perusahaan tidak bisa menekan
biaya produksi hingga bertambahnya pihak buruh yang harus diberi jaminan
dalam pekerjaan. Tidak hanya pihak GSBI yang memberi perlawanan kepada
perusahaan, namaun perusahaan juga memberi perlawanan kepada pihak GSBI.
Seperti dalam wawancara dengan Bung Eben sebagai tim advokasi Gabungan
Serikat Buruh Indobesia. Beliau mengatakan demikian :
73

Wawancara dengan Budi Pranoto (ketua PTP.DAMAI ABADI-GSBI) Medan, 15 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara

“...adanya pengurangan tenaga kerja karena dari mogok kerja
yang kemeren itu, perusahan berdalih karena alasan efisiensi namun
setelah diselidiki ada usaha perusahaan untuk pengecilan atau
pengerucutan di kubu GSBI tadi, jadi setiap ada pengurangan pasti
ada orang-orang GSBI sendiri. Tetap dia ada comot satu dua
orang...”74
Dari wawancara diatas bahwa sikap perusahaan terhadap GSBI
menunjukan rasa berberat hati untuk tetap membiarkan berdirinya GSBI di
perusahaan PT.DAMAI ABADI. Strategi yang dilakukan oleh perusahaan
dalam menumbangkan perlahan-lahan serikat buruh GSBI cukup berhasil
dengan adanya pemecatan yang dilakukan dengan sasarannya dalah orangorang yang ada di dalam unsur GSBI. Walaupun demikian pihak GSBI
masih tetap kokoh berdiri di perusahaan untuk selalu mengkritisi dan
menuntut hak-haknya ketika pihak perusahaan sewenang-wenang dalam
memeberi sebuah kebijakan yang merugikan pihak buruh. Pihak GSBI
akan selalu tetap mempertahankan serikat buruh ini agar selalu menjadi
tempat kaum buruh terutama burh kontrak dalam menyampaikan
masalahya dan berharap GSBI menjadi senjata untuk melawan perusahaan
yang tidak mau memperhatikan kesejahteraan kaum buruh.

74

Wawancara dengan Eben (ketua umum GSBI) Medan,18 Mei 2017

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PENUTUP
A . Kesimpulan
Kebijakan yang telah di keluarkan oleh pemeritah sudah harus ditimbang
dan diamati apakah akan berdampak baik oleh pihak yang mengikatnya atau
malah menjadi sebuah masalah yang timbul untuk pihak tertentu. Seperti hal nya
untuk kebiajakan sistem outsourcing yang telah di terapkan oleh banyak
perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan di keluarkannya undang-undang No
13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sistem outsourcing atau dengan kata lain
adalah sistem kerja kontrak yang dapat disimpulankan sebagai pengalihan
sebagian pekerjaan sebuah perusahaan kepada perusahaan yang menawarkan jasa
tenaga kerja.
Sistem outsourcing dinilai sebagai bentuk sebuah perampasan hak-hak
pihak pekerja/buruh dalam melakukan pekerjaannya di sebuah perusahaan.
Banyaknya hak-hak yang tidak dijamin oleh pihak perusahaan seperti hal nya
jaminan kesehatan, jaminan hari tua hingga jaminan upah yang layak telah
menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi kaum buruh kontrak. Perusahaan
sangat diuntungkan dengan legalnya sistem kerja kontrak ini karena perusahaan
dapat menyewa pekerja untuk melakuka sebagia pekerjaan perusahaan dengan
biaya yang murah, dengan kata lain pihak perusahaan dapat menekan biaya untuk
produksi yang akan menghasilkan keuntungan besar untuk perusahaan.
Keuntungan lain yang di dapat oleh perusahaan adalah tidak adanya kewajiban
perusahaan untuk memberi jaminan apapun kepada pihak pekerja yang kontrak,

Universitas Sumatera Utara

perusahaan juga tidak akan ada hubungan apapun kepada pihak pekerja ketika
sudah habis kontraknya.
Banyaknya kerugian yang ditimbulkan sistem outsourcing ini membuat
para kaum buruh merasa harus melawan apa yang telah di terapkan oleh
perusahaan walaupun semua sistem itu sudah di atur di undang-undang
ketenagakerjaan. Perlawanan buruh ini diutarakan menjadi sebuah serikat buruh,
pada kasus ini adalah Gabungan Serikat Buruh Indonesia yang berada di Medan.
GSBI sendiri sangat menolak sistem outsourcing ini dengan melakukan
perlawanan yang berbentuk seperti demonstrasi hingga melakukan sebuah
pemogokan besar-besaran terhadap pihak perusahaan yang di dalam kasus ini
adalah perusahaan PT.DAMAI ABADI dan PT.HOKINDA LESTARI.
Perlawanan GSBI kepada pihak perusahaan dinilai sudah cukup baik
dengan memberi tekanan-tekanan agar pihak perusahaan mau berpikir ulang untuk
tidak menerapkan sistem outsourcing. Pihak GSBI bersama buruh di PT.DAMAI
ABADI dan PT.HOKINDA melakukan demonstrasi dan berlanjut kepada mogok
kerja selama dua minggu untuk menuntut upah yang layak dan menghapus sistem
outsourcing di perusahaan dan memberi status pekerja tetap kepada pekerja yang
masih kontrak. Pembebasan pihak buruh kontak menjadi pekerja tetap atau
permanen adalah sebuah hasil yang sangat baik di lapangan.
Namun sebuah kesuksesan ini tidaklah bulat diterima semua oleh pihak
dan pengurus GSBI. Pihak perusahaan juga memberi tekanan kepada GSBI
dengan memecat pengurus GSBI dengan tujuan agar meruntuhkan semangat

Universitas Sumatera Utara

perjuangan hingga tidak mau lagi melakukan aksi-aksi yang membuat perusahaan
harus memikirkan keuntungan pihak buruh. Kemudian pada PT.HOKINDA
LESTARI banyak buruh hingga ratusan di PHK dan semuanya kebanyakan yang
punya hubungan dengan GSBI. Namun, hal itu tidak membuat serikat buruh GSBI
menjadi patah saemangat karena akan selalu ada penerus-penerus yang muncul
untuk membawa GSBI ke arah yang seharusnya di menjadi fungsi serikat buruh
yaitu menolak setiap kebijakan yang sewenang-wewnag dang merugikan buruh.
Penolakan terhadap sistem outsourcing yang di lakukan oleh GSBI tidak
akan sampai disitu, sebuah strategi untuk terus melawan sistem ini di tanamkan
kepada seluruh anggota dan pengurus GSBI dengan memberi pendidikan dasar
agar semua anggota selalu mengerti akan kerugian yang ditimbulkan sistem
outsourcing dan memberi pengetahuan yang baik untuk hak-hak kaum buruh.
Secara garis besar perlawanan dan perjuangan GSBI telah berhasil untuk
menperjuangkan hak-hak buruh.

Universitas Sumatera Utara

B . Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disampaikan
beberapa saran yaitu :
1. Penerapan undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
yang mengatur sistem outsourcing/sistem kerja kontrak harus
dipikirkan ulang dengan memberi jaminan-jaminan kepada pekerja
kontrak.
2. Berdirinya serikat buruh di perusahaan harus tetap ada untuk menjadi
wadah bagi pihak buruh dan jembatan bagi buruh yang memiliki
masalah dengan pihak perusahaan dalam menyelesaikan masalahmasalah pekerjaan.
3. Perlawanan serikat buruh harus diadakan di segala bidang seperti di
bidang kebudayaan, ekonomi hingga di bidang politik dengan memberi
pendidikan kepada buruh tentang hak-hak dan kewajiban yang harus
diberi dan diterima.

Universitas Sumatera Utara