Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Samosir Antara Tahun 2005, 2011 dan 2017

12

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Penutupan Lahan di Sumatera Utara
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah,
hidrologi dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi
kemampuan penggunaan lahan (Purwowidodo, 1992). Penutupan lahan pada
kawasan hutan, terutama yang terkait dengan tutupan hutan sangat dinamis dan
berubah dengan cepat dimana kondisi hutan semakin menurun dan berkurang
luasnya. Berdasarkan data yang ada, luas hutan selama periode 1985-1997 untuk
tiga pulau besar (Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi) telah berkurang seluas ±
1,6 juta ha/tahun. Untuk periode 1997-2000 laju pengurangan hutan di dalam
kawasan hutan mencapai angka ±2,84 juta ha/tahun atau 8,5 juta ha selama 3
tahun (Dephut, 2008).
Penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan telah lama menjadi topik
utama Ekologi Lansekap (Statuto dkk., 2016). Perubahan penggunaan lahan
adalah perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda
dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun industri
(Munibah, 2008). Deteksi perubahan adalah sebuah proses mengidentifikasi
perbedaan keberadaan suatu obyek atau fenomena yang diamati pada rentang

waktu yang berbeda (Sitorus, 2007).
Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Lahan
Menurut Darmawan (2002), salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan lahan adalah faktor sosial ekonomi masyarakat yang
berhubungan dengan kebutuhan hidup manusia terutama masyarakat sekitar

Universitas Sumatera Utara

13

kawasan. Tingginya tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah telah
mendorong penduduk untuk membuka lahan baru untuk digunakan sebagai
pemukiman ataupun lahan-lahan budidaya. Tingginya kepadatan penduduk akan
meningkatkan tekanan terhadap hutan. Mata pencaharian penduduk di suatu
wilayah berkaitan erat dengan kegiatan usaha yang dilakukan penduduk di
wilayah tersebut.
Pemanfaatan Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis
(SIG)
Penginderaan jauh adalah ilmu dalam mendapatkan dan mengumpulkan
informasi mengenai suatu objek tanpa menyentuh atau berkontak fisik langsung

dengan obyek tersebut. Dalam Sistem Informasi Geografis, data penginderaan
jauh

sangat

berperan

penting

dalam

menyediakan

informasi

spasial

(Ardiansyah, 2015).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem komputer yang memiliki
4 (empat) kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografis yaitu

masukan, keluaran, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data),
analisis dan manipulasi data. Dengan keempat kemampuan tersebut maka Sistem
Informasi Geografis dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah yang rawan
terhadap bencana (Prahasta, 2005).
Penginderaan jarak jauh dan SIG adalah teknologi penting untuk analisis
temporal dan kuantifikasi fenomena spasial jika tidak memungkinkan untuk
mencoba teknik pemetaan konvensional. Deteksi perubahan dimungkinkan oleh
teknologi ini dalam waktu yang lebih singkat, dengan biaya rendah dan dengan
akurasi yang lebih baik (Rawat dan Kumar, 2015).

Universitas Sumatera Utara

14

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan citra
satelit seperti Landsat TM mampu mendeteksi pola penggunaan lahan di muka
bumi. Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat digabungkan
dengan data-data lain yang mendukung ke dalam suatu sistem informasi geografis
(SIG) (Sulistiyono, 2008).
Informasi remote sensing yang dihasilkan dari citra satelit untuk analisis lebih

lanjutnya menggunakan SIG. Secara umum data dari penginderaan jauh agar
dapat digunakan di SIG harus di interpretasi dan dikoreksi geometrik terlebih
dahulu (Jaya, 2010). Analisis citra Landsat secara digital dapat dikelompokkan
atas (Lilesand dan Kiefer, 1990):
1.

Pemulihan citra (image restoration)

Merupakan kegiatan yang bertujuan memperbaiki citra ke dalam bentuk yang
lebih mirip dengan pandangan aslinya. Perbaikan ini meliputi koreksi radiometrik
dan geometrik yang ada pada citra asli.
2.

Penajaman citra (image enhancement)

Kegiatan ini dilakukan sebelum data citra yang digunakan dalam analisis visual,
dimana teknik penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras.
Pada berbagai langkah ini banyak meningkatkan jumlah informasi yang didapat
secara visual dari data citra.
3.


Klasifikasi citra (image classification)

Terdapat dua pendekatan dasar dalam melakukan klasifikasi citra yaitu klasifikasi
terbimbing

(supervised

classification)

dan

klasifikasi

tidak

terbimbing

(unsupervised classification).


Universitas Sumatera Utara

15

Sistem Klasifikasi Penutupan Lahan
Tabel 1. Sistem Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan untuk
digunakan dengan data Penginderaan Jauh (Lillesand dan Kiefer,
1990)
No
Tingkat I
Tingkat II
1. Perkotaan atau
a. Pemukiman
Lahan Perkotaan
b. Perdagangan dan Jasa
c. Industri
d. Transportasi
e. Kompleks Industri dan Perdagangan
f. Kekotaan Campuran dan Lahan Bangunan
g. Kekotaan atau Lahan Bangunan Lainnya

2.

Lahan Pertanian

a. Tanaman Semusim dan Padang Rumput
b. Daerah buah-buahan, Jeruk, Anggur dan
Tanaman Hias
c. Lahan Tanaman Obat
d. Lahan Pertanian Lainnya

3.

Lahan Peternakan

a. Lahan Penggembalaan Terkurung
b. Lahan Peternakan Semak dan Belukar
c. Lahan Peternakan Campuran

4.


Lahan Hutan

a. Lahan Hutan Gugur Daun Semusim
b. Lahan Hutan Selalu Hijau
c. Lahan Hutan Campuran

5.

Air

a.
b.
c.
d.

6.

Lahan Basah

a. Lahan Hutan Basah

b. Lahan Basah Bukan Hutan

7.

Lahan Gundul

a.
b.
c.
d.
e.

Sungai dan Kanal
Danau
Waduk
Teluk dan muara

Dataran Garam Kering
Gisik
Daerah Berpasir Selain Gisik

Tambang Terbuka, Pertambangan dan
Tambang Kerikil

Universitas Sumatera Utara

16

Menurut Lo (1995) satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan
pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan terletak pada pemilihan skema
klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Pendekatan ini
merupakan sistem klasifikasi lahan yang umum digunakan di Amerika Serikat
yang diperkenalkan oleh United State Geological Survey (USGS). Sistem
klasifikasi yang diperkenalkan oleh USGS seperti yang tertera pada tabel sistem
klasifikasi penggunaan lahan dan penutupan lahan untuk digunakan dengan data
penginderaan jauh.
Sifat Spektral Beberapa Penutupan Lahan
Karakteristik spektral terkait dengan panjang gelombang yang digunakan
untuk mendeteksi obyek-obyek yang ada di permukaan bumi. Semakin sempit
range panjang gelombang yang digunakan, maka semakin tinggi kemampuan
sensor itu dalam membedakan obyek.

Sistem pada citra Landsat juga dirancang untuk mengumpulkan energi
pantulan yang dilakukan oleh saluran 1-5, 7 dan 8 (7 saluran) dan energi pancaran
yang dilakukan oleh saluran 6 (1 saluran). Sensor landsat akan mengkonversi
energi pantulan matahari yang diterimanya menjadi satuan radiansi. Radiansi ini
terkait erat dengan kecerahan pada arah tertentu terhadap sensor. Nilai radiansi
kemudian dikuantifikasi menjadi nilai kecerahan (digital number) citra yang
tersimpan dalam format digital.

Universitas Sumatera Utara

17

Tabel 2. Aplikasi Prinsip dan Saluran Spektral Thematic Mapper (Lo,1995)
Saluran Panjang
Potensi Pemanfaatan
(Band) Gelombang
(μm)
1
0,45-0,52
Dirancang untuk penetrasi tubuh air sehingga
bermanfaat untuk pemetaan perairan pantai. Juga
berguna untuk membedakan antara tanah dengan
vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan konifer
2

0,52-0,6

Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau
saluran tampak bagi vegetasi guna penilaian
ketahanan

3

0,63-0,69

Saluran absorbsi klorofil yang penting untuk
diskriminasi vegetasi

4

0,76-0,9

Bermanfaat untuk menentukan kandungan biomassa
dan
untuk deliniasi tubuh air

5

1,55-1,75

Menunjukkan kandungan kelembaban vegetasi dan
kelembaban tanah. Juga bermanfaat untuk
membedakan
salju dan awan

6

2,08-2,35

Saluran inframerah termal yang penggunaannya
untuk
perekaman vegetasi, diskriminasi kelembaban tanah
danpemetaan termal

7

10,45-12,5

Saluran yang diseleksi karena potensinya untuk
membedakan tipe batuan dan untukpemetaan
hidrotermal

Sistem pada citra Landsat juga dirancang untuk mengumpulkan energi
pantulan yang dilakukan oleh saluran 1-5, 7 dan 8 (7 saluran) dan energi pancaran
yang dilakukan oleh saluran 6 (1 saluran). Sensor landsat akan mengkonversi
energi pantulan matahari yang diterimanya menjadi satuan radiansi. Radiansi ini
terkait erat dengan kecerahan pada arah tertentu terhadap sensor. Nilai radiansi
kemudian dikuantifikasi menjadi nilai kecerahan (digital number) citra yang
tersimpan dalam format digital.

Universitas Sumatera Utara

18

Kebanyakan citra satelit yang belum diproses disimpan dalam bentuk
grayscale, yang merupakan skala warna dari hitam ke putih dengan derajat
keabuan yang bervariasi. Untuk penginderaan jauh, skala yang dipakai adalah 256
shade grayscale, dimana nilai 0 menggambarkan hitam, nilai 255 putih. Untuk
citra muktispektral, masing-masing piksel mempunyai beberapa DN, sesuai
dengan jumlah band yang dimiliki. Sebagai contoh, untuk Landsat 7, masingmasing piksel mempunyai 7 DN dari 7 band yang dimiliki. Citra bisa ditampilkan
untuk masing-masing band dalam bentuk hitam putih maupun kombinasi 3 band
sekaligus, yang disebut color composites.
Penelitian Terdahulu
Tutupan lahan diapat diketahui dengan pemanfaatan penginderaan jarak
jauh dan SIG. Teknologi ini membantu dalam mengklaisfikasikan tiap-tiap
tutupan lahan, sehingga mempermudah dalam menganalisis perubahan tutupan
lahan. Teknologi ini sudah banyak digunakan, terutama di Negara India. Pada
penelitian Alsaaideh dkk. (2011) di Yordan bagian tengah antara tahun 1987,
1999 dan 2005, terdapat penggunaan lahan yang terdiri dari 6 kelas yatiu
perkotaan, air, lahan kosong, vegetasi alam, lahan pertanian dan hutan. Dari hasil
penelitian tersebut dapat diketahui peningkatan terbesar terdapat pada kelas
tutupan lahan perkotaan dimana pada tahun 1987 memiliki luas 9%, tahun 1999
meningkat menjadi 13 % dan pada tahun 2005 juga meningkat menjadi 20% yang
disebabkan kegiatan migrasi ke wilayah Yordania bagian tengah.
Pemanfaatan

penginderaan jarak jauh dan SIG juga sudah banyak

digunakan di Indonesia, karena membantu dalam pemantauan lahan suatu wilayah
guna meningkatkan pengelolaan lahan secara tepat. Salah satu contoh penggunaan

Universitas Sumatera Utara

19

teknologi ini diterapkan dalam penelitian Sulistiyono (2015) di Kepulauan
Sumatera tentang Pemodelan Spasial Deforestasi Menggunakan Pendekatan
Tipologi Di Kepulauan Sumatera. Dalam penelitian tersebut, terjadi laju
deforestasi yang tinggi. Penyebab tingginya angka laju deforestasi di Pulau
Sumatera adalah banyaknya hutan yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa
sawit. Pembukaan perkebunan kelapa sawit ini banyak dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan dalam skala besar maupun oleh masyarakat dalam skala
kecil.
Selain itu, pemanfaatan teknologi ini juga digunakan untuk mendeteksi
perubahan kabupaten/ kota di Indonesia. Misalnya saja penelitian yang dilakukan
Sugiatno (2015), yaitu analisis perubahan tutupan lahan Kota Lubuk Pakam antara
tahun 2012 dengan 2015. Pada penelitian tersebut tutupan lahan dikelaskan
menjadi 6 kelas yaitu perkebunan, pemukiman, lahan terbuka, pertanian lahan
kering, semak belukar dan persawahan. Dapata diketahui bahwa pada tahun 2012
sampai dengan 2015, perubahan tutupan lahan yang terbesar terjadi pada
pemukiman dengan penambahan sebesar 2,36%, dan penurunan luas terjadi pada
lahan kelas sawah menurun 1,58%, pertanian lahan kering 0,57%, semak belukar
0,07% dan lahan terbuka 0,14%.

Universitas Sumatera Utara