Analisis Perilaku Konsumen Produk Organik di Provinsi Sumatera Utara

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Ilmu perilaku konsumen sangat erat dengan perkembangan ilmu

pemasaran. Ilmu pemasaran

yang tadinya sangat bergantung kepada ilmu

ekonomi telah bergeser ke ilmu psikologi dan sosiologi.

Perilaku konsumen

muncul sebagai ilmu tersendiri dengan memakai berbagai ilmu seperti psikologi
sosial, sosiologi antropology dan ilmu-ilmu lainnya yang dapat dihubungkan
dengan konsumen. Beberapa ilmuwan seperti Ajzen, Fishbein, Howard, Sheth,
Engel, Kollat dan Blackwell mencoba untuk mengintergrasikan motivasi

konsumen dengan perilaku dalam upaya pengambilan keputusan (Engel,
Blackwell, dan Minard, 2001).
The Classical schools of marketing mengungkapkan bahwa perilaku pasar
dan perilaku konsumen dipengaruhi oleh konsep-konsep teori permintaan,
geografi ekonomi, dan antropologi ekonomi. Konsep perilaku konsumen ini
masih tergantung pada ilmu ekonomi. Dengan demikian, teori-teori awal perilaku
konsumen menghasilkan pengembangan dibidang ilmu ekonomi konsumsi.
(Sheth, 1985).
Pemahaman mengenai perilaku konsumen sangatlah penting dalam
pemasaran. Menurut Engel, et al. (2001) perilaku konsumen adalah suatu tindakan
yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan
produk dan jasa, termasuk keputusan mendahului dan menyusuli tindakan ini.
Dengan memahami sikap konsumen dalam menghadapi sesuatu, seseorang dapat
memiliki ide dengan lebih cepat dan efektif dalam pengambilan keputusan serta

1

2

juga dapat memberikan gambaran kepada para pemasar. Selain itu penelitian

perilaku konsumen banyak mendalami konsumen dari prospektif pengalaman
konsumen. Oleh karena itu, penelitian tentang konsumen dilakukan berdasarkan
perspektif perilaku lebih baik karena dapat menggambarkan proses konsumen
dalam melakukan pembelian (Mowen, 2002).
Perkembangan

teori perilaku konsumen diperkuat dengan Theory of

Reasoned Action (TRA) oleh Ajzen dan Fishbein (1975). Teori ini meramalkan
dan memahami pengaruh-pengaruh motivasional terhadap perilaku yang dibawah
kendali atau kemauan individu sendiri. Teori ini menyediakan suatu kerangka
untuk mempelajari sikap terhadap perilaku. Sheppard, Hartwick J. dan Warshaw
(1988) telah membuktikan dengan suatu kajian meta-analysis memperlihatkan
bahwa niat bersumber dari sikap dan norma subjektif. Selanjutnya Sheppard et al.
(1988)

menunjukkan bahwa Theory of Reasoned Action (TRA) memberikan

dasar yang relatif sederhana dalam mengidentifikasi dimana dan bagaimana
menargetkan upaya perubahan perilaku konsumen.

Theory of Reasoned Action (TRA) digunakan dalam berbagai penelitian
termasuk perilaku konsumen terhadap pembelian makanan. Sapp (1991) dengan
menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA) meneliti perilaku konsumen
terhadap makanan dengan mengkaji pengaruh pengetahuan gizi pada pemakan
daging sapi terhadap niat dan perilaku. Theory of Reasoned Action (TRA) ini
dikembangkan oleh Sapp (1991) yang kemudian dinamakan sebagai Expanded
Rational Expectations Model (ERE).
Komponen Theory of Reasoned Action (TRA) terdiri dari tiga konstruksi
umum: niat perilaku, sikap, dan norma subyektif (Ajzen dan Fishbein, 1975).

3

Theory of Reasoned Action (TRA) dan Theory of Planned Behavior (TPB)
didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang rasional dan
menggunakan informasi-informasi secara sistematis dimana orang memikirkan
implikasi dari tindakan mereka sebelum mereka memutuskan untuk melakukan
atau tidak melakukan perilaku-perilaku tertentu (Netemeyer, Burton, Johnston,
1991). Theory of Reasoned Action (TRA), dan Theory of Planned Behavior (TPB)
bertujuan untuk menjelaskan perilaku konsumen yang diawali oleh niat. Dalam
teori-teori tersebut menggambarkan perilaku konsumen bukan perilaku yang

spontan, impulsif, kebiasaan, atau tidak berpikir. Hal ini menunjukkan bahwa
perilaku konsumen bersumber pada niat yang langsung dipengaruhi oleh sikap
dan norma subjektif (Bentler dan Speckart, 1979).
Selain perilaku terhadap produk makanan, Theory of Reasoned Action
(TRA) juga digunakan untuk meneliti terhadap perilaku konsumen hijau.
Penelitian tentang perilaku konsumen hijau diawali terlebih dahulu dengan
meneliti green marketing sehingga muncul istilah produk berwawasan lingkungan
atau green product, dan sustainable marketing (Peattie dan Crane, 2005).
Pemasaran hijau muncul di akhir 1980-an dan awal 1990-an. Pemasaran
hijau menggabungkan berbagai kegiatan, termasuk modifikasi produk, perubahan
proses produksi, perubahan kemasan, serta memodifikasi iklan. Namun
mendefinisikan pemasaran hijau bukanlah tugas yang sederhana. Terminologi
yang sering digunakan bervariasi, termasuk: Pemasaran Hijau, Lingkungan
Pemasaran dan Pemasaran Ekologi (Polonsky, 1994) yang mana kesemua itu
menyakinkan konsumen bahwa tindakan membeli produk hijau akan memberi
manfaat bagi alam (Roberts dan Bacon, 1997).

4

Memanfaatkan lingkungan, maupun kebijakan dan proses pembuatan

produk ataupun menjual produk hijau merupakan bagian terpenting dari
keseluruhan dari strategi green marketing (Menon, dan Menon.,1997). Untuk
dapat mengembangkan konsep green marketing maka dibutuhkan pengetahuan
tentang green consumer (Davis, 1993).
Salah satu produk ramah lingkungan atau green product adalah produk
makanan organik. Membangun niat dalam membeli makanan organik merupakan
fokus untuk membantu produsen mengidentifikasi perilaku pelanggan dan
persepsi mereka terhadap makanan organik. Setelah produsen produk makanan
organik memahami tentang pelanggan, produsen dapat menyediakan berbagai
macam produk dan memberikan kepuasan pada pelanggan (de Magistris dan
Gracia., 2008). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pelanggan tertarik pada
produk makanan organik dan memiliki sikap positif terhadap makanan organik,
dapat mengarah pada tindakan pembelian (Shepherd, Magnusson,Sjödén.,2005;
Gotschi, Vogel, Lindenthal, Larcher, 2010; Tsakiridou, Boutsouki, Zotos., Attas,
2008; Wier dan Calverly, 2002).
Theory of Reasoned Action (TRA) sudah banyak dikembangkan oleh
berbagai peneliti. Liu (2007) dalam desertasinya mengungkapkan bahwa model
Theory of Reasoned Action (TRA) sudah dikembangkan menjadi Expanded
Rational Expectations Model (ERE) dimana model ini merupakan model yang
lebih baik dalam memprediksi perilaku konsumen organik. Model Theory of

Reasoned Action (TRA) ini terus berkembang dengan menambahkan berbagai
macam variabel yang nantinya mampu menjelaskan perilaku konsumen.

5

Pada umumnya konsumen organik masih sangat kecil di Indonesia,
khususnya di Sumatera Utara. Para pemasar produk organik merasa sangat sulit
untuk dapat memasarkan produk organik padahal berbagai usaha sudah dilakukan
dalam memasarkan produk organik baik melibatkan Lembaga Swadaya
Masayarakat (LSM) atau kerjsama dengan pemerintah. Namun, hasilnya belum
memuaskan, dimana hanya sekelompok kecil dari masyarakat yang membeli
produk organik.
Untuk memahami perilaku konsumen organik pertama-tama harus dilihat
variabel-variabel yang mempengaruhi sikap terhadap produk makanan organik.
Variabel yang sering dimasukkan dalam model adalah variabel demografi seperti
variabel umur, pendidikan dan pendapatan. Variabel umur, pendidikan dan
pendapatan ini memiliki peran dalam melakukan mensegmentasi pasar dari
konsumen tersebut. Beberapa penelitian yang mengunakan varibel demografi ini
sering memberikan hasil yang berbeda terhadap sikap produk hijau maupun
produk maknan organik, hal ini sangat bergantung pada lokasi penelitian yang

dilakukan. (Buzby dan Skees, 1994; Gan, Han dan Tzu, 2008; Zepeda dan Li,
2007; Balderjan, 1988; Harris, Burres, David, Eicher, dan Sharon, 2000;
Gatersleben, Steg, dan Vlek 2000).

Secara spesifik usia tampaknya juga

mempengaruhi sikap konsumen terhadap makanan organik. Orang-orang muda
lebih sadar lingkungan tetapi kurang bersedia membayar lebih karena daya beli
mereka rendah, sedangkan orang tua lebih sadar kesehatan dan lebih bersedia
untuk membayar harga tambahan untuk makanan organik (Fotopoulos dan
Krystallis, 2002). Pada penelitian Gonzalez, (2009) dan Singh, (2011) yang
keduanya meneliti di negara berkembang

menemukan konsumen berumur

6

pertengahan dan berusia tua lebih sadar akan produk hijau. Penelitian Buzby et
al. (1994), Zepeda dan Jinghan (2007), Rimal, Moon, Balasubramaniam (2005),
dan Gan, et al., (2008) yang meneliti di negara maju memperlihatkan usia muda

dan orang yang berpendidikan lebih tinggi lebih banyak membeli produk organik
maupun produk ramah lingkungan.
Konsumen memiliki kebutuhan untuk mengetahui lebih dalam tentang apa
yang

dibelinya

dalam

upaya

memenuhi

kebutuhan

dan

keinginannya.

Pengetahuan tentang suatu produk yang akan dibelinya merupakan cara untuk

memenuhi kebutuhan konsumen. Pengetahuan produk merupakan elemen penting
yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen dimana pengetahuan merupakan
pembelajaran yang bersifat kognitif (Mowen dan Minor, 2002). Niat beli
konsumen akan berbeda apabila konsumen memiliki perbedaaan tingkat
pengetahuan produk (Chiou, 1998). Pembelian produk ramah lingkungan tidak
lepas dari pengetahuan konsumen tentang lingkungan (Soonthonsmai, 2000; do
Paco dan Raposo, 2008) dan pengetahuan tentang produk organik (Gostchi et al.
2010; Saleki, Seyedsaleki, Rahimi, 2012).
Produk makanan organik identik dengan makanan sehat karena bersahabat
dengan alam, dan motivasi untuk sehat merupakan salah satu tujuan
mengkonsumsi produk organik (Liu, 2007; Chakrabarti, 2010; Nyuyen, 2007).
Menurut Saleki et al. (2012), de Magistris et al., (2007), Gracia, De Magistris, dan
Barreiro-Hurlé (2010), pengetahuan produk organik mempengaruhi secara
signifikan terhadap niat untuk membeli produk organik dan juga pengetahuan
organik dapat juga secara langsung mempengaruh sikap. Sebaliknya Gostchi et
al. (2010) menemukan pengetahuan produk organik tidak secara signifikan dapat

7

mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen. Produk organik sangat erat

kaitannya dengan kesehatan dimana Nyuyen (2007), Salleh, Ali, Harun, Jalil, dan
Shaharudin (2010), de Magistris et al., (2007), Radder dan le Roux (2005)
melihat kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terrhadap sikap produk
organik.
Provinsi Sumatera Utara umumnya dan Kota Medan khususnya yang
merupakan daerah yang multi etnis dengan berbagai macam budaya. Budaya
merupakan salah satu variabel yang banyak mendapatkan tempat dalam perilaku
konsumen. Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat
dan kelompok manusia

untuk waktu yang lama (Mowen dan Minor, 2002).

Budaya merupakan cara hidup manusia yang berfungsi menjamin kelestarian
hidup dan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan pengalaman yang teruji
dalam upaya memenuhi kebutuhan orang-orang yang tergabung dalam masyarakat
yang bersangkutan karena budaya mengajarkan orang tentang cara bertingkah
laku dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasar (Park et al.,1999). Mutlu
(2007) melihat adanya perbedaan antara negera maju dan negara berkembang
dalam konsumsi makanan organik dan sikap terhadap makanan organik
tergantung pada budaya setempat (Bagozzi dan Kyu-Hyun Lee 2002).

Altruisme adalah prinsip atau praktik kepedulian terhadap kesejahteraan
orang lain dan memotivasi untuk memberikan sesuatu yang berharga kepada
pihak lain. Nilai-nilai altruistik mencerminkan keprihatinan dengan kesejahteraan
manusia lainnya. .Nilai dan cenderung untuk mempromosikan pro lingkungan
melalui keyakinan, norma, dan tindakan (Steg dan de Groot 2012). Pembelian
makanan menjadi jelas bahwa konsumen lebih menekankan pada makanan yang

8

ramah

lingkungan

karena

praktis

serta

alasan

altruistik

(http://www.contextmarketing .com/ethicalfoodreport.pdf). Berkaitan dengan
altruistik, McEachern dan McClean (2002) belum melihat peranan altruistik
terhadap motivasi pembelian konsumen makanan organik. Namun, dalam kajian
yang berbeda dalam Hopper dan Nielsen (1991) pada kajian perilaku daur ulang
dipengaruhi oleh norma altruistik. Chaisamrej (2006), dan Straughan dan Roberts,
(1999) melihat adanya hubungan positif antara altruism dengan sikap terhadap
produk ramah lingkungan. Kajian ini perlu dilihat peranan altruisme

dalam

pembentukan perilaku konsumen organik di Sumatera Utara.
Keamanan pangan dan produk pangan yang segar serta alami menjadi
tuntutan konsumen sehingga mendorong gaya hidup dan kesehatan. Staughan et
al., (1999) menemukan bahwa kesadaran terhadap lingkungan juga berdampak
terhadap

pengambilan keputusan dalam membeli produk organik. Selain itu

Bieaman (2011) mengungkapkan bahwa konsumen memiliki konsep bahwa
makanan organik mengacu pada aspek-aspek seperti kesehatan dan keselamatan.
Masyarakat menginginkan makanan yang benar-benar serba alami, bebas dari zat
kimia, pestisida, hormon, dan pupuk kimia. (Jahroh, 2010).
Produk makanan organik terbebas dari bahan-bahan nonorganik,
konsumen membeli makanan sangat tergantung pada atribut pada makanan
tersebut.

Atribut kualitas makanan

organik

berupa

keamanan pangan;

kenyamanan; tempat dan cara produksi produk, termasuk proses pada lingkungan
termasuk kepedulian terhadap keamanan pangan dan kualitas makanan
(Rodríguez,

Lupín,

dan

Lacaze,

2006).

Wier

mengungkapkan bahwa dengan mengenal atribut

dan

Calverley

produk organik

(2002)
akan

9

meningkatkan konsumsi makanan organik. Hal ini selaras dengan pendapat Padel
(2005) bahwa kebanyakan konsumen organik mengasosiasikan produk organik
dengan produk yang sehat.
Essoussi (2008) mengungkapkan bahwa keputusan untuk membeli juga
dipengaruhi oleh kepercayaan terhadap makanan organik tersebut. Menurut
Manongko, Setiawan, Susilowati (2011) salah satu sebab lemahnya permintaan
produk organik disebabkan karakteristik produk atau atribut produk organik
belum banyak diketahui oleh konsumen. Pada saat ini makanan organik dan
makanan lokal telah datang ke garis depan sebagai isu-isu konsumen, karena
kekhawatiran tentang gizi, kesehatan, keberlanjutan, dan keamanan pangan.
(Wirth, Stanton, dan Wiley, 2011)
Produk organik sudah lama dikenal di Medan khususnya sepuluh tahun
terakhir dan sudah mulai masuk ke pasar lebih kurang lima tahun terakhir ini.
Permintaan produk organik menurut Bina Keterampilan Pedesaan Indonesia
(BITRA Indonesia) masih sulit berkembang di Provinsi Sumatera Utara.
Permintaan produk organik masih jauh tertinggal dibandingkan produk
konvensional karena permintaan produk organik sangat terbatas maka persediaan
juga terbatas. Magnusson, Arvola, Ulla-Kaisa., Aberg, Lars, dan Sjoden (2001)
melihat pengaruh ketersediaan terhadap niat untuk membeli produk organik
dimana konsumen akan mudah beralih ke produk lain apabila produk tersebut
tidak tersedia di pasar.
Harga produk organik di Kota Medan bisa 50% lebih mahal
dibandingkan dengan makanan non organik. Harga untuk satu kilo beras organik
sekitar Rp 12.000 – Rp 15.000. Walaupun harga produk organik lebih mahal

10

namun kenyataannya produk organik tetap saja ada yang mencari. Tentu saja
dengan harga yang mahal tersebut dapat mempengaruhi konsumen. Blend, dan
van Ravenswaay, (1999), D’Souza, Taghian, Lamb dan Peretiatkos (2006)
memperlihatkan harga tinggi mengurangi kemungkinan konsumen membeli
produk hijau dan mengakibatkan konsumen beralih ke merek lain. Namun, pada
penelitian Smith dan Paladina (2009) di Australia menunjukkan harga tidak
memiliki peran dalam permintaan produk organik karena yang membeli produk
organik memiliki income per capita yang tinggi. Smith dan Paladino (2009)
menunjukkan harga mempengaruhi secara langsung terhadap pembelian produk
organik pada kalangan keturunan hispanik yang pendapatannya lebih rendah
ketimbang golongan masyarakat lain di Amerika Serikat. Penelitian-penelitian
tersebut menunjukkan lokasi penelitian memberikan hasil yang berbeda pada
setiap penelitian tergantung pada tingkat kesejahteraan di masing-masing negara.
Indonesia memiliki income per capita sekitar 3.500 USD per tahun sementara
negera maju memiliki income per capita minimal 30.000 USD per tahun. Dengan
demikian purchasing power dalam membeli produk organik dari masing-masing
negara juga berbeda-beda.
Sebagai sebuah gerakan konsumen hijau yang muncul di akhir 1980-an
dan awal 1990-an yang semula hanya gerakan pinggiran menjadi gerakan global
yaitu konsumerisme etis. Shaw dan Shiu (2003) mengunakan variabel etika
sebagai variabel yang mempengaruhi niat. Selanjutnya de Magistris et al. (2007)
dan Honkanen, Verplanken dan Olsen (2006) menggunakan variabel etika sebagai
variabel yang mempengaruhi niat dan pembelian produk organik. Model
penelitian ini

mencoba untuk menerapkan variabel etika sebagai variabel

11

moderating karena diharapkan variabel etika ini dapat memperkuat variabel niat.
Untuk varibel etika penelitian ini mengacu pada model dari Chen, Pan dan Pan
(2009) yang menggunakan variabel moral sebagai variabel moderator diantara
variabel sikap, dan norma subjektif dengan niat.
Selain itu penelitian ini memisahkan antara variabel internal dan variabel
eksternal

individu.

Variabel

internal

individu

diharapkan

akan

dapat

mempengaruhi sikap dan norma subjektif konsumen. Sementara variabel eksternal
diharapkan akan mampu mempengaruhi niat konsumen untuk membeli seperti
variabel harga dan persediaan.
Di Indonesia sendiri pertanian organik baru berkembang dan populer sejak
9-10 tahun yang lalu yang dimulai di Pulau Jawa sebagai jawaban atas masalahmasalah lingkungan. (http://www.biocert.or.id/files/edition_a14d0e22e85019dc7c
e98f958819d6a595996d27.pdf). Ketersediaan produk organik masih sedikit
dipasar dan masih sulit dicari khususnya di negara sedang berkembang.
Persentase makanan organik baru sebesar 1-2% dari penjualan makanan total di
seluruh dunia, namun pasar makanan organik ini akan berkembang pesat, jauh
akan berkembang kedepan dan dipelopori oleh negara-negara yang sudah maju
(Winter dan Davis, 2006).
Indonesia dengan sumber pertanian yang berlimpah seharusnya dapat
masuk di pasar ini. Total tanah pertanian organik di Indonesia lebih dari 52.133 ha
pada tahun 2009, dimana diantaranya 18.000 ha. ditanami sayur-sayuran.
Permintaan makanan organik di Indonesia adalah sayuran dan beras sementara
buah-buahan masih sangat sedikit. (Willer dan Kilcher, 2011). Oleh karena itu
pertumbuhan konsumen organik masih pada fase-fase awal di Indonesia

12

umumnya Provinsi Sumatera Utara khususnya (Jahroh, 2010). Belum ada data
resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara

berkaitan

dengan konsumsi dan produksi pertanian organik. Pemasok produk organik
seperti beras dan sayuran hanya terdapat di beberapa daerah saja seperti di Kab.
Deli Serdang – Desa Sayum Sabah Kecamatan Sibolangit, Kab. Serdang Bedagai
– Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan, Kab. Asahan - Desa Sei Suka, Kab.
Toba Samosir - Desa Baruara, dan Kab. Karo – Desa Raya.
Konsumen organik masih merupakan hal baru di Provinsi Sumatera Utara.
Sementara di Pulau Jawa baik produk organik maupun konsumennya sudah
tersebar luas bahkan beras organik dari Pulau Jawa sudah dipasarkan di Medan.
Dapat dilihat semakin banyaknya pengecer-pengecer yang menjual produk
organik baik di supermarket maupun di pasar tradisional, dan hal ini berbeda
dengan di Provinsi Sumatera Utara, produk organik belum memasyarakat. Dapat
dilihat dari distrubusi produk organik yang masih terbatas pada beberapa
supermarket di Kota Medan dengan demikian jumlah konsumen organik masih
belum banyak secara kuantitas di Provinsi Sumatera Utara.
Pemahaman penting tentang apa yang mendorong para konsumen untuk
beradaptasi terhadap produk-produk hijau atau produk-produk yang bersahabat
dengan lingkungan sangat penting untuk diketahui sebagai bagian dari usaha
untuk memahami keinginan konsumen terhadap produk organik. Produk hijau
khususnya produk pertanian organik belum memasyarakat di Indonesia umumnya
dan Sumatera Utara khususnya. Rendahnya konsumsi terhadap produk organik ini
menjadi pertanyaan besar bagi para peneliti di banyak negara berkembang.
Padahal sebelum masuknya revolusi hijau di negara berkembang, masyarakat

13

sudah terbiasa dengan produk-produk organik. Dengan penelitian ini diharapkan
menjawab perilaku konsumen organik di Provinsi Sumatera Utara.

1.2.

Rumusan Masalah
Adapun untuk rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.

Apakah terdapat pengaruh umur terhadap sikap produk organik

2.

Apakah terdapat pengaruh tingkat pendidikan terhadap sikap produk
organik

3.

Apakah terdapat pengaruh tingkat pendapatan terhadap sikap produk
organik

4.

Apakah terdapat pengaruh pengetahuan lingkungan terhadap sikap
produk organik

5.

Apakah terdapat pengaruh pengetahuan produk organik terhadap sikap
produk organik

6.

Apakah terdapat pengaruh pengetahuan kesehatan terhadap sikap
produk organik

7.

Apakah terdapat pengaruh kultur terhadap sikap produk organik

8.

Apakah terdapat pengaruh altruisme terhadap sikap produk organik

9.

Apakah terdapat pengaruh atribut produk terhadap sikap produk
organik

10. Apakah terdapat pengaruh umur terhadap norma subjektif
11. Apakah terdapat pengaruh pendidikan terhadap norma subjektif
12. Apakah terdapat pengaruh pendapatan terhadap norma subjektif

14

13. Apakah terdapat pengaruh sikap terhadap niat pada produk organik
dengan etika sebagai variabel moderating
14. Apakah terdapat pengaruh norma subjektif terhadap niat pada produk
organik dengan etika sebagai variabel moderating
15. Apakah terdapat pengaruh harga terhadap niat pada produk organik
16. Apakah terdapat pengaruh ketersediaan terhadap niat pada produk
organik
17. Apakah terdapat pengaruh niat pada produk organik terhadap perilaku
pembelian produk organik

1.3.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian :
1.

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh umur terhadap sikap
produk organik

2.

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat pendidikan
terhadap sikap produk organik

3.

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat pendapatan
terhadap sikap produk organik

4.

Untuk mengetahui

dan menganalisis pengaruh

pengetahuan

lingkungan terhadap sikap produk organik
5.

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pengetahuan produk
organik terhadap sikap produk organik

6.

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pengetahuan kesehatan
terhadap sikap produk organik

15

7.

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kultur terhadap sikap
produk organik

8.

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh altruisme terhadap
sikap produk organik

9.

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh atribut produk terhadap
sikap produk organik

10. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh umur terhadap norma
subjektif
11. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pendidikan terhadap
norma subjektif
12. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pendapatan terhadap
norma subjektif
13. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh sikap terhadap niat pada
produk organik dengan etika sebagai variabel moderating
14. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh norma subjektif
terhadap niat pada produk organik dengan etika sebagai variabel
moderating
15. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh harga terhadap niat
pada produk organik
16. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh ketersediaan terhadap
niat pada produk organik
17. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh niat pada produk
organik terhadap perilaku pembelian produk organik.

16

1.4.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai upaya untuk meningkatkan konsumen organik di Sumatera
Utara dan diharapkan dapat membantu pemerintah dan swasta serta
lembaga swadaya masyarakat dalam mensosialisasi produk organik.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori perilaku konsumen
khususnya teori prilaku konsumen organik.
3. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan lebih

dalam lagi

teori-reori prilaku konsumen dan prilaku konsumen organik dengan
menggunakan Theory of Reasoned Action serta dapat dijadikan
referensi bagi penelitian lanjutan.

1.5. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi perilaku konsumen terhadap produkproduk organik di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini diarahkan pada
variabel-variabel yang mempengaruhi terbentuknya sikap dan norma subjektif
sehingga terwujudnya pembelian produk organik.

1.6. Originalitas.
Penelitian ini dilakukan karena keprihatinan peneliti dalam melihat
perkembangan produk organik yang sangat lambat pertumbuhannya. Masyarakat
masih belum membeli produk masyarakat organik secara keseluruhan. Untuk
memahami kondisi ini perlu dilakukan penelitian alasan-alasan konsumen organik
membeli produk organik.

17

Penelitian ini bergerak dari pernyataan Levit (1964) yang mengatakan
bahwa banyaknya perusahaan yang bangkrut bukan karena masalah produksi tapi
lebih banyak perusahaan tidak memahami konsumen. Selanjutnya untuk
memahami konsumen organik penelitian ini menggunakan Theory of Reasoned
Action (TRA) dan Expanded Rational Expectations Model (ERE). Model
penelitian ini mengacu pada penelitian dari Tarkenian dan Sundqvist (2007) yang
memisahkan variabel yang mempengaruh endogen yang mempengaruhi niat dan
variabel endogen yang mempengaruhi sikap namun, pada penelitian ini tidak
memodifikasi pengaruh norma subjektif terhadap niat.
Penelitian ini juga memodifikasi peranan variabel etika. Variabel etika dari
beberapa penelitian perilaku konsumen terhadap produk organik memiliki
pengaruh terhadap niat dan pembelian produk organik serta mempengaruhi sikap.
Namun dalam penelitian ini variabel etika digunakan sebagai variabel moderator
antara variabel sikap dan niat pada prroduk organik.