Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Luas Lahan Sawah Di Kabupaten Serdang Bedagai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menenpati bumi. Konkritnya, lahan difungsikan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensi. Aktivitas yang pertama kali dilakukan adalah pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam (pertanian). Seiring pertumbuhan populasi dan perkembangan peradaban manusia, penguasaan dan pengunaan lahan mulai terusik. Lahan yang semula berfungsi sebagai media bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur berubah menjadi multifungsi pemanfaatan. Perubahan fungsi lahan ke komoditi lain maupun keareal non pertanian yang kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi lahan, semakin lama semakin meningkat. Implikasinya, ahli fungsi lahan
perrtanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan (Iqbal dan Sumaryanto, 2007).
Secara empiris, lahan pertanian yang paling rentan terhadap ahli fungsi lahan adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh: (1) kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi; (2) daerah pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan; (3) akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik daripada wilayah lahan kering dan (4) pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di
(2)
wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu ( terutama di Pulau Jawa), ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan
(Winoto, 2005).
Meurut Nasoetion dan Winoto (1996), proses penurunan luas lahan sawah secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh 2 faktor, yaitu (i) sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan (ii) sistem non kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah antara lain dipresentasikan dalam bentuk terbitnya beberapa peraturan mengenai konversi lahan.
Proses penurunan luas lahan sawah pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan ini tercermin dari adanya:
1. Pertumbuhan aktifitas pemanfaatan sumber daya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan per kapita.
2. Adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan dari sektor primer khususnya dari sektor pertanian dan pengolahan sumber daya alam ke aktifitas sektor-sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa), (Rustiadi dan Wafda, 2008).
Ilham dkk (2003), menyatakan bahwa harga lahan, aktivitas ekonomi suatu wilayah, pengembangan pemukiman, dan daya saing produk pertanian merupakan faktor-faktor ekonomi yang menentukan konversi lahan sawah. Tekanan ekonomi
(3)
pada saat krisis ekonomi menyebabkan banyak petani menjual asetnya berupa sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dampaknya secara umum meningkatkan konversi lahan sawah dan makin meningkatkan penguasaan lahan pada pihak-pihak pemilik modal.
Penelitian Syafa’at dkk (2001) pada sentra produksi padi utama di Jawa dan Luar Jawa, menunjukan bahwa selain faktor teknis dan kelembagaan, faktor ekonomi yang menentukan penurunan luas lahan sawah ke pertanian dan non pertanian adalah : (1) nilai kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun; (2) respon petani terhadap dinamika pasar,lingkungan, dan daya saing usahatani meningkat.
Menurut Nainggolan (2008), faktor penting yang sangat mempengaruhi petani untuk melakukan konversi lahan adalah dikarenakan oleh fator stabilitas harga gabah yang masih relatif rendah dan belum memberikan pengaruh yang besar bagi peningkatan kesejahteraan petani itu sendiri. Selain itu perbedaan tingkat upah di sektor pertanian dan industri, jumlah pemilikan asset lahan serta luas pemilikan lahan sawah yang semakin kecil cenderung menjadi faktor pendorong proses konversi lahan sawah.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi meningkatkan komposisi pemanfaatan lahan yang dapat mengancam keberadaan lahan pertanian yang subur. Peningkatan jumlah penduduk akan mempersempit lahan untuk usaha pertanian. Selain hal tersebut di atas, hal yang menyebabkan terjadinya konversi lahan adalah permintaan atas produk perkebunan seperti sawit, karet dan kopi yang terus meningkat dan harganya semakin komersial. Lahan pertanian pangan cenderung menurun,lahan perkebunan terus bertambah. Adapun yang menyebabkan
(4)
penurunan lahan pangan ialah karena defisitnya neraca pertambahan luas dan konversi lahan pertanian pangan.
Ketersediaan pangan yang berkelanjutan (sustainable) dibutuhkan untuk stabilisasi harga pangan. Ketidakstabilan harga pangan dapat mengurangi minat investasi pada sektor pangan.pada tingkat usahatani, ketidakstabilan harga tidak merangsang petani untuk menggunakan teknologi baru, meningkatkan keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge). Pada tingkat hilir, ketidakstabilan menyebabkan rendahnya investasi di bidang pemasaran dan processing. Selain itu sektor industri pangan berkepentingan atas stabilitas harga pangan karena terkait dengan upah tenaga kerja. Harga yang stabil memudahkan perencanaan usaha dan merencanakan tingkat keuntungan.
Dampak penurunan luas lahan sawah dapat dipandang dari dua sisi. Pertama, dari fungsinya yaitu manfaat dan penggunaan lahan sawah yang diperuntukan untuk memproduksi padi. Dengan demikian adanya konversi lahan sawah ke fungsi lain akan menurunkan produksi padi nasional. Kedua, dari bentuknya perubahan lahan sawah ke pemukiman, perkantoran, prasarana jalan dan lainnya berimplikasi besarnya kerugian akibat sudah diinvestasikannya dana untuk
mencetak sawah, membangun waduk dan sistem irigasi (Irawan dan Friyanto, 2002).
Upaya pencegahan penurunan luas lahan sawah sulit dilakukan, karena lahan sawah merupakan private good yang legal untuk ditransaksikan. Oleh karena itu upaya yang dapat dilakukan hanya bersifat pengendaliaan. Pengendaliaan yang dilakukan sebaiknya bertitik tolak dari faktor-faktor penyebab terjadinya penurunan luas lahan sawah, yaitu faktor ekonomi, sosial,
(5)
dan perangkat hukum. Secara ekonomi, penurunan luas lahan sawah yang dilakukan petani baik melalui transaksi penjualan ke pihak lain ataupun mengganti pada usaha non padi merupakan keputusaan yang rasional. Sebab dengan keputusan tersebut petani berekspektasi pendapatan totalnya, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang akan meningkat. Sedangkan faktor sosial yang mempengaruhi penurunan luas lahan, yaitu : perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Dua faktor terakhir berhubungan dengan sistem pemerintahan. Dengan asumsi pemerintah sebagai pengayom dan abdi masyarakat, seharusnya dapat bertindak sebagai pengendali terjadinya penurunan luas lahan sawah. Namun hal tersebut hendaknya didukung oleh keakuratan pemetaan dan pendataan penggunaan lahan yang dilengkapi dengan teknologi yang memadai. Artinya, jika tersedia data yang akurat pada tahun tertentu maka penyimpangan data pada tahun-tahun sebelumnya dapat dikoreksi dengan faktor koreksi tertentu (Suwarno, 1996).
2.2. Landasan Teori
Mekanisasi perubahan pengguaan lahan melibatkan kekuatan-kekuatan pasar, sistem administratif yang dikembangkan pemerintah, dan kepentingan politik. Pemerintah di sebagian besar Negara di dunia pada kenyataannya memegang peran kunci dalam alokasi lahan misalnya hutan, daerah lahan tambang, dan sebagainya (Prayudho,2009).
Produksi adalah jumlah hasil. Dalam usahatani guna memperoleh hasil produksi, petani melakukan usaha pengkombinasian faktor-faktor yang dimiliki, seperti luas tanah, modal seperti pupuk, obat-obatan, bibit, dan lain-lain, tenaga
(6)
kerja, keahliaan. Produktivitas adalah kemampuan suatu faktor produksi seperti luas tanah untuk memperoleh hasil produksi per hektar. Produksi dan produktivitas ditentukan oleh banyak faktor, seperti kesuburan tanah, varietas bibit yang ditanam, penggunaan pupuk yang memadai, baik jenis maupun dosis, tersedianya air dalam jumlah yang cukup, teknik bercocok tanam yang tepat, penggunaan alat-alat produksi pertanian yang memadai, dan tersedianya tenaga kerja (Ace Partadiredja,1980).
Menurut Warton. Jr dan Cliffton (1969), dalam kondisi nyata luas dan kesuburan tanah yang dimiliki petani adalah berbeda-beda, demikian pula keadaan lingkungan kehidupan social ekonomi mereka. Dengan perbedaan yang ada, maka usahatani dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
a. Usahatani yang bersifat subsisten, yakni dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Produksi subsisten (subsistence production) dengan tingkat komersial
yang rendah dan produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri.
2. Tingkat kehidupan subsisten (subsistence living ), yakni yang berhubungan dengan kemampuan memenuhi tingkat kebutuhan hidup yang minimum.
b. Usahatani yang bersifat seperti sebuah perusahaan (farm bussines) dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pengalokasian biaya disesuaikan dengan kegiatan usaha yang dilakukan.
(7)
2. Pencapain tingkat efisiensi teknis (penggunaan tenaga kerja dan modal) agar diperoleh kuantitas produksi yang optimum dan pencapaian tingkat efisiensi ekonomis, yakni laba yang maksimum. Walaupun ada perbedaan seperti yasng diuarikan di atas, dibalik itu ada pula kesamaan di antara petani ini, yakni mereka memandang pertanian sebagai suatu sarana pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil-hasil produksi pertanian (Mosher, A. T, 1969).
Menurut Bangun (2007), faktor produktivitas menjelaskan hubungan faktor-faktor produktivitas dengan hasil produktivitas. Faktor produkstivitas dikenal dengan istilah input, sedangkan hasil produktivitas disebut dengan output,dimana salah satu inputnya adalah luas lahan. Jika produktivitas padi meningkat kemungkinan petani mengalihkan penggunaan lahan sawah ke non pertanian akan menurun.
Menurut Adi (2009), jika harga padi naik maka petani akan mempertahankan lahan mereka untuk areal persawahan, sehingga mereka tidak mau mengalih fungsikan lahan sawah mereka tersebut. Hal ini akan berdampak penurunan luas lahan akan berkurang dan petani akan terus melakukan bercocok tanam padi.
Menurut Rizal (2004), bahwa tidak semua petani mampu mengalih fungsikan lahan sawah mereka untuk pertanian kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: modal, pengalaman bertani padi, luas lahan, dan skill bertani. Sehingga harga kelapa sawit mungkin tidak terlau signifikan terhadap penurunan luas lahan sawah, namun mampu memberikan dampak negatif terhadap luas lahan.
(8)
2.3. Penelitian Terdahulu
Menurut Adhi, dkk. (2011), dalam penelitiannya mengenai Pengaruh Transformasi Lahan Pertanian Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Tingkat Kesejahteraan Petani di Kecamatan Babulu Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur faktor yang diketahui mempengaruhi alasan petani melakukan transformasi lahan adalah tingkat pendidikan, mata pencaharian, tingkat pendapatan dan beralihnya mata pencaharian masyarakat dari yang semula petani padi menjadi petani kelapa sawit merubah pola kehidupan para petani. Salah satu contoh yang ada pada masyarakat petani di Kecamatan Babulu yaitu meningkatnya gaya hidup para petani. Terkait dengan adanya perubahan mata pencaharian dari petani padi menjadi petani kelapa sawit menyebabkan pendapatan masyarakat menjadi ikut berubah, akan tetapi perubahan pendapatan yang diperoleh tidak diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan keluarga petani. (Adhi,dkk,2011).
Menurut Catur, dkk (2010) dalam penelitiannya mengenai Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Sektor Non Pertanian terhadap Ketersediaan Beras di Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah Kabupaten Klaten mengalami penurunan produksi padi sawah sebanyak 19.661 ton. Penurunan produksi padi sawah tidak terlepas dari faktor penurunan luas lahan pertanian ke sektor non pertanian. Hal ini terjadi karena lahan merupakan faktor utama dalam proses usahatani yaitu sebagai tempat pelaksanaan usahatani. Jika faktor lain dianggap konstan, maka penurunan luas tanam akan menurunkan tingkat produksi padi sawah
(9)
Ni Putu Martini Dewi (2008) dalam penelitiannya mengenai Pengaruh Alih Fungsi Lahan Sawah terhadap Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Badung. Alih fungsi lahan sawah sangat bergantung pada banyak faktor misalnya terjadinya pembanguan fisik seperti perkantoran, jalan, perumahan dll. Luas lahan sawah nyata berpengaruh meningkatkan produksi total tanaman padi, sedangkan luas sawah yang beralih ke non sawah belum dapat membuktikan pengaruh produksi padi secara total di Kabupaten Badung.
Bambang Irawan dan Supena Friyatno (2011), dalam penelitiannya mengenai Dampak Konversi Lahan Sawah di Jawa terhadap Produksi Beras dan Kebijakan Pengendaliannya, menyimpulkan secara umum konversi lahan sawah banyak terjadi di provinsi atau kabupaten yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang relatif tinggi dan Konversi lahan sawah cenderung menunjukkan penurunan produksi per satuan lahan yang semakin besar, sedangkan percetakan sawah cenderung menunjukkan peningkatan produksi per satuan lahan yang semakin kecil .
Arum Laili Afrian (2009) dalam penelitiannya mengenai Analisis Pengaruh Beberapa Variable terhadap Alih Fungsi Lahan Perkebunan di Kota Semarang (Kasus di PT. Karyadeka Alam Lestari). bahwa dari jumlah variabel independen yang ada seperti produktivitas lahan, harga lahan, jumlah penduduk, PDRB, serta PDRB per kapita hanya jumlah PDRB perkapita berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan, sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan.
Fanny Anugerah (2005), dalam penelitiannya mengenai Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non
(10)
Pertanian di Kabupaten Tangerang, bahwa faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap penurunan luas lahan sawah di tingkat wilayah adalah laju pertumbuhan penduduk, persentase luas lahan sawah irigrasi dan pertambahan panjang jalan aspal. Yang berpenagruh negatif yaitu produktifitas padi.
2.4. Kerangka Pemikiran
Lahan merupakan faktor produksi utama dalam usaha pertanian yang sangat penting di Indonesia karena merupakan sumber daya alam yang utama untuk produksi beras. Seiring dengan peningkatan aktifitas penduduk serta aktifitas pembanguna, kebutuhan akan lahan juga semakin bertambah. Hal tersebut menyebabkan timbulnya alih funsi lahan pertanian menjadi non pertanian.
Masalah penurunan luas lahan sawah yang terus meningkat karena pesatnya pembangunan merupakan salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan produksi padi secara nasional terus meningkat setiap tahun, tetapi dengan laju pertumbuhan yang cenderung semakin menurun. Secara tidak langsung konversi lahan sawah juga dapaat mengurangi kuantitas ketersediaan pangan akibat terputusnya jaringan irigasi yang selanjutnya berdampak pada penurunan produktivitas usahatani.
Konsekuensi dari semua ini adalah semakin meningkatnya laju penurunan luas lahan sawah menjadi arel pemukiman, perkotaan atau daerah industri. Selain itu, jumlah percetakan sawah baru yang sangat terbatas dan tidak sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk juga menjadi penyebab semakin meningkatnya penurunan luas lahan saawah. Akibat dari penurunan luas lahan tersebut adalah semakin sulitnya mempertahankan tingkat self sufficiency untuk
(11)
memenuhi kebutuhan pangan nasional yang senantiasa meningkat seiring dengan meningkatnya laju pertambahan penduduk.
Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang dalam tujuh tahun terakhir mengalami Penurunan luas lahan sawah sehingga menyebabkan luas lahan pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai cenderung menurun. Penurunan luas lahan sawah dapat dilihat berdasarkan luas lahan sawah di Kabupaten Serdang Bedagai yang diperoleh dari BPS.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan = Dampak
Luas Lahan sawah (Y)
Produksi Pangan Penurunan luas
lahan Produktivitas
Padi (X1) Harga Padi (X2)
Harga Kelapa Sawit (X3)
(12)
2.5. Hipotesis Penelitian
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi luas lahan sawah di Kabupaten Serdang Bedagai adalah produktivitas padi (X1), harga padi (X2), harga kelapa sawit (X3).
2. Penurunan luas lahan memiliki dampak yang nyata terhadap ketahanan pangan di Kabupaten Serdang Bedagai.
(1)
2. Pencapain tingkat efisiensi teknis (penggunaan tenaga kerja dan modal) agar diperoleh kuantitas produksi yang optimum dan pencapaian tingkat efisiensi ekonomis, yakni laba yang maksimum. Walaupun ada perbedaan seperti yasng diuarikan di atas, dibalik itu ada pula kesamaan di antara petani ini, yakni mereka memandang pertanian sebagai suatu sarana pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil-hasil produksi pertanian (Mosher, A. T, 1969).
Menurut Bangun (2007), faktor produktivitas menjelaskan hubungan faktor-faktor produktivitas dengan hasil produktivitas. Faktor produkstivitas dikenal dengan istilah input, sedangkan hasil produktivitas disebut dengan output,dimana salah satu inputnya adalah luas lahan. Jika produktivitas padi meningkat kemungkinan petani mengalihkan penggunaan lahan sawah ke non pertanian akan menurun.
Menurut Adi (2009), jika harga padi naik maka petani akan mempertahankan lahan mereka untuk areal persawahan, sehingga mereka tidak mau mengalih fungsikan lahan sawah mereka tersebut. Hal ini akan berdampak penurunan luas lahan akan berkurang dan petani akan terus melakukan bercocok tanam padi.
Menurut Rizal (2004), bahwa tidak semua petani mampu mengalih fungsikan lahan sawah mereka untuk pertanian kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: modal, pengalaman bertani padi, luas lahan, dan skill bertani. Sehingga harga kelapa sawit mungkin tidak terlau signifikan terhadap penurunan luas lahan sawah, namun mampu memberikan dampak negatif terhadap luas lahan.
(2)
2.3. Penelitian Terdahulu
Menurut Adhi, dkk. (2011), dalam penelitiannya mengenai Pengaruh Transformasi Lahan Pertanian Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Tingkat Kesejahteraan Petani di Kecamatan Babulu Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur faktor yang diketahui mempengaruhi alasan petani melakukan transformasi lahan adalah tingkat pendidikan, mata pencaharian, tingkat pendapatan dan beralihnya mata pencaharian masyarakat dari yang semula petani padi menjadi petani kelapa sawit merubah pola kehidupan para petani. Salah satu contoh yang ada pada masyarakat petani di Kecamatan Babulu yaitu meningkatnya gaya hidup para petani. Terkait dengan adanya perubahan mata pencaharian dari petani padi menjadi petani kelapa sawit menyebabkan pendapatan masyarakat menjadi ikut berubah, akan tetapi perubahan pendapatan yang diperoleh tidak diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan keluarga petani. (Adhi,dkk,2011).
Menurut Catur, dkk (2010) dalam penelitiannya mengenai Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Sektor Non Pertanian terhadap Ketersediaan Beras di Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah Kabupaten Klaten mengalami penurunan produksi padi sawah sebanyak 19.661 ton. Penurunan produksi padi sawah tidak terlepas dari faktor penurunan luas lahan pertanian ke sektor non pertanian. Hal ini terjadi karena lahan merupakan faktor utama dalam proses usahatani yaitu sebagai tempat pelaksanaan usahatani. Jika faktor lain dianggap konstan, maka penurunan luas tanam akan menurunkan tingkat produksi padi sawah
(3)
Ni Putu Martini Dewi (2008) dalam penelitiannya mengenai Pengaruh Alih Fungsi Lahan Sawah terhadap Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Badung. Alih fungsi lahan sawah sangat bergantung pada banyak faktor misalnya terjadinya pembanguan fisik seperti perkantoran, jalan, perumahan dll. Luas lahan sawah nyata berpengaruh meningkatkan produksi total tanaman padi, sedangkan luas sawah yang beralih ke non sawah belum dapat membuktikan pengaruh produksi padi secara total di Kabupaten Badung.
Bambang Irawan dan Supena Friyatno (2011), dalam penelitiannya mengenai Dampak Konversi Lahan Sawah di Jawa terhadap Produksi Beras dan Kebijakan Pengendaliannya, menyimpulkan secara umum konversi lahan sawah banyak terjadi di provinsi atau kabupaten yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang relatif tinggi dan Konversi lahan sawah cenderung menunjukkan penurunan produksi per satuan lahan yang semakin besar, sedangkan percetakan sawah cenderung menunjukkan peningkatan produksi per satuan lahan yang semakin kecil .
Arum Laili Afrian (2009) dalam penelitiannya mengenai Analisis Pengaruh Beberapa Variable terhadap Alih Fungsi Lahan Perkebunan di Kota Semarang (Kasus di PT. Karyadeka Alam Lestari). bahwa dari jumlah variabel independen yang ada seperti produktivitas lahan, harga lahan, jumlah penduduk, PDRB, serta PDRB per kapita hanya jumlah PDRB perkapita berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan, sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan.
Fanny Anugerah (2005), dalam penelitiannya mengenai Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non
(4)
Pertanian di Kabupaten Tangerang, bahwa faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap penurunan luas lahan sawah di tingkat wilayah adalah laju pertumbuhan penduduk, persentase luas lahan sawah irigrasi dan pertambahan panjang jalan aspal. Yang berpenagruh negatif yaitu produktifitas padi.
2.4. Kerangka Pemikiran
Lahan merupakan faktor produksi utama dalam usaha pertanian yang sangat penting di Indonesia karena merupakan sumber daya alam yang utama untuk produksi beras. Seiring dengan peningkatan aktifitas penduduk serta aktifitas pembanguna, kebutuhan akan lahan juga semakin bertambah. Hal tersebut menyebabkan timbulnya alih funsi lahan pertanian menjadi non pertanian.
Masalah penurunan luas lahan sawah yang terus meningkat karena pesatnya pembangunan merupakan salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan produksi padi secara nasional terus meningkat setiap tahun, tetapi dengan laju pertumbuhan yang cenderung semakin menurun. Secara tidak langsung konversi lahan sawah juga dapaat mengurangi kuantitas ketersediaan pangan akibat terputusnya jaringan irigasi yang selanjutnya berdampak pada penurunan produktivitas usahatani.
Konsekuensi dari semua ini adalah semakin meningkatnya laju penurunan luas lahan sawah menjadi arel pemukiman, perkotaan atau daerah industri. Selain itu, jumlah percetakan sawah baru yang sangat terbatas dan tidak sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk juga menjadi penyebab semakin meningkatnya penurunan luas lahan saawah. Akibat dari penurunan luas lahan tersebut adalah semakin sulitnya mempertahankan tingkat self sufficiency untuk
(5)
memenuhi kebutuhan pangan nasional yang senantiasa meningkat seiring dengan meningkatnya laju pertambahan penduduk.
Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang dalam tujuh tahun terakhir mengalami Penurunan luas lahan sawah sehingga menyebabkan luas lahan pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai cenderung menurun. Penurunan luas lahan sawah dapat dilihat berdasarkan luas lahan sawah di Kabupaten Serdang Bedagai yang diperoleh dari BPS.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan = Dampak
Luas Lahan sawah (Y)
Produksi Pangan Penurunan luas
lahan Produktivitas
Padi (X1) Harga Padi (X2)
Harga Kelapa Sawit (X3)
(6)
2.5. Hipotesis Penelitian
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi luas lahan sawah di Kabupaten Serdang Bedagai adalah produktivitas padi (X1), harga padi (X2), harga kelapa sawit (X3).
2. Penurunan luas lahan memiliki dampak yang nyata terhadap ketahanan pangan di Kabupaten Serdang Bedagai.