Potensi Interaksi Obat Antidiabetes pada Pasien Rawat Inap Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan 63% penyebab kematian di
seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa per tahun, salah satu dari penyakit
tidak menular tersebut adalah diabetes melitus dimana 3% kematian pada tahun
2008 disebabkan oleh diabetes melitus, pada laki-laki dewasa prevalensi diabetes
adalah 9,8% dan pada wanita 9,2%, mencerminkan peningkatan dari 8,3% pada
laki-laki dan 7,5% pada wanita pada tahun 1980. Jumlah penderita diabetes
meningkat dari 153 juta di tahun 1980 menjadi 347 juta di tahun 2008 (WHO,
2011).
Sebanyak 31 provinsi di Indonesia (93,9%) menunjukkan kenaikan
prevalensi DM yang cukup berarti. Diketahui prevalensi diabetes di Indonesia
berdasarkan wawancara tahun 2013 adalah 2,1%, angka tersebut lebih tinggi
dibanding dengan tahun 2007 (1,1%) (Kemenkes RI, 2014). Menurut laporan
WHO, Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita
diabetes melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk sedangkan posisi
urutan diatasnya yaitu India, China dan Amerika Serikat dan WHO memprediksi
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2011).

Senada dengan WHO, International Diabetes Foundation (IDF) pada
tahun 2009 memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7 juta pada tahun
2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Laporan tersebut menunjukkan

1

peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030
(PERKENI, 2011). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2014) dalam
Riskesdas 2013 melaporkan prevalensi diabetes melitus di Sumatera Utara pada
umur ≥ 18 tahun pada tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter sebesar 1,8% dan
berdasarkan diagnosis dan gejala sebesar 2,3% (Kemenkes RI, 2014).
Diabetes melitus adalah kumpulan penyakit metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemia akibat adanya gangguan sekresi insulin, kerja insulin,
ataupun keduanya. Hiperglikemia tersebut berhubungan degan kerusakan jangka
panjang, disfungsi, kegagalan, berbagai organ terutama mata, saraf, jantung, dan
pembuluh darah (ADA, 2012). Selain itu diabetes melitus merupakan faktor risiko
yang penting untuk penyakit jantung koroner (PERKENI, 2011). Diabetes melitus
tipe 2 adalah tipe diabetes yang paling banyak ditemukan dari pada diabetes
melitus tipe 1. Hal ini disebabkan banyaknya faktor resiko yang berkaitan dengan
diabetes tipe 2 tersebut seperti obesitas, gaya hidup, dan pola makan yang buruk

(Charles dan Ivar, 2011).
Penyakit diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit seumur hidup (Yunir dan
Soebardi, 2009). Oleh karena itu, terapi pada penyakit ini tentu dilakukan seumur
hidup pula untuk menjaga agar kadar glukosa darah tetap stabil. Terapi
farmakologis dilakukan jika pengendalian glikemia masih gagal setelah dilakukan
perubahan pola hidup (Soegono, 2009). Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95%
dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun
(Depkes RI, 2005). Prevalensi diabetes berdasarkan diagnosis dokter dan gejala
meningkat sesuai dengan pertambahan umur, namun pada umur ≥65 tahun
cenderung menurun. Angka tertinggi yakni 4,8% pada usia 55-64 tahun yang

2

dinyatakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) dalam
Riskesdas 2013. Rata-rata penderita diabetes melitus tipe 2 berusia 65 tahun dan
ditemukan 26,7% DRP yang mana faktor terbesar yang berkontribusi adalah
polifarmasi (Ogbonna, et al., 2014). Harugeri, et al. (2010) juga menyatakan
bahwa pada usia lanjut sering terjadi polifarmasi sehingga pasien beresiko
mengalami DRP.
Drug Related Problem (DRP) adalah setiap peristiwa atau keadaan yang

melibatkan terapi obat yang menghalangi atau berpotensi menghalangi pasien
mencapai hasil yang optimal dari perawatan medis. Salah satu bentuk dari DRP
adalah interaksi obat (Parthasarathi, et al., 2005). Suatu interaksi terjadi ketika
efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman
atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya. Hasilnya dapat berbahaya jika
interaksi menyebabkan peningkatan toksisitas obat. (Stockley, 2008). Interaksi
obat didefinisikan oleh Mateti, et al. (2009) sebagai dua atau lebih obat
berinteraksi sedemikian rupa sehingga efektivitas atau toksisitas salah satu atau
lebih obat berubah. Rambhade, et al. (2012) menemukan bahwa polifarmasi
menyebabkan interaksi antar obat di pusat pelayanan kesehatan di Bhopal, India
tahun 2009. Sari, et. al. (2008) juga menemukan 41,69% resep obat antidiabetik
oral memiliki interaksi di rumah sakit X Depok, Indonesia.
Diabetes melitus termasuk salah satu penyakit degeneratif yang
memerlukan penanganan seksama (PERKENI, 2011). Jenis obat diabetes yang
sering digunakan adalah metformin 42,1%, sulfonylurea 30,8%, dan insulin
10,7%. Penderita diabetes melitus yang mengalami polifarmasi umum terjadi pada

3

lansia karena penyakit berlangsung lama dan memerlukan terapi kombinasi atau

lebih dari satu obat untuk mendapatkan kontrol yang baik (Shastry, et al., 2015).
Latar belakang di atas menunjukkan bahwa pentingnya pemilihan obat
terutama pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2 untuk mengindari atau
menurunkan terjadinya interaksi obat. Hal tersebut membuat penulis tertarik untuk
melakukan penelitian potensi interaksi obat antidiabetes pada pasien diabetes
melitus tipe 2 agar tercapai suatu keberhasilan terapi.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang frekuensi potensi interaksi obat
antidiabetes pada pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi
Medan, mengidentifikasi obat-obat antidiabetes yang sering berpotensi terjadi
interaksi dan mempelajari mekanisme potensi interaksi serta menentukan tingkat
keparahan potensi interaksi obat yang terjadi. Dalam hal ini karakteristik pasien
(usia) dan karakteristik obat (jumlah obat yang diterima pasien) adalah variabel
bebas (independent variable) yang merupakan faktor risiko, kejadian interaksi
obat sebagai variabel terikat (dependent variable). Adapun gambaran kerangka
pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.

4


Variabel Bebas
Faktor
Resiko

Variabel Terikat
Potensi
Interaksi
Obat
antidiabetes

Karakteristik Obat:
-Jumlah obat
Karakteristik Pasien:
-Usia pasien

Parameter
Potensi Interaksi:
- Frekuensi Interaksi
- Mekanisme Interaksi
- Jenis Obat yang

Berinteraksi
- Tingkat Keparahan
Interaksi

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada
penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014 adalah sebagai
berikut:
a.

bagaimana profil penggunaan obat antidiabetes pada pasien rawat inap
diabetes melitus tipe 2?

b. berapakah persentase frekuensi potensi interaksi obat antidiabetes pada pasien
rawat inap diabetes melitus tipe 2?
c.

obat antidiabetes, mekanisme interaksi obat antidiabetes, dan tingkat
keparahan apa saja yang sering berpotensi terjadi interaksi pada pasien rawat

inap diabetes melitus tipe 2?

d. apakah ada hubungan antara usia dengan potensi interaksi obat antidiabetes
dan juga antara jumlah obat dengan potensi interaksi obat antidiabetes pada
pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2?

5

1.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a.

profil penggunaan obat antidiabetes pada pasien rawat inap diabetes melitus
tipe 2 meliputi insulin, metformin.

b. persentase frekuensi potensi interaksi obat antidiabetes pada pasien rawat
inap diabetes melitus tipe 2 tinggi.
c.


obat antidiabetes yang sering berpotensi terjadi interaksi adalah insulin, pola
mekanisme potensi interaksi obat antidiabetes meliputi farmakodinamik,
farmakokinetik, dan unknown, dan tingkat keparahan interaksi obat
antidiabetes yang berpotensi terjadi pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2
meliputi major, moderate, minor.

d. ada hubungan antara usia dengan potensi interaksi obat antidiabetes dan juga
antara jumlah obat dengan potensi interaksi obat antidiabetes

pada pasien

rawat inap diabetes melitus tipe 2.

1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
a.

mengetahui profil penggunaan obat antidiabetes pada pasien rawat inap
diabetes melitus tipe 2


b. mengetahui persentase frekuensi potensi interaksi obat antidiabetes pada
pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2.

6

c.

mengetahui jenis obat antidiabetes, mekanisme potensi interaksi, dan tingkat
keparahan yang berpotensi terjadi pada pada pasien rawat inap diabetes
melitus tipe 2.

d. mengetahui hubungan antara usia dengan potensi interaksi obat antidiabetes
dan juga antara jumlah obat dengan potensi interaksi obat antidiabetes pada
pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2.

1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a.

memberikan gambaran mengenai frekuensi potensi interaksi obat antidiabetes

pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2.

b. memberikan gambaran tentang profil potensi interaksi obat antidiabetes
meliputi mekanisme potensi interaksi, jenis obat, dan tingkat keparahan yang
berpotensi terjadi pada pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2.
c.

sebagai landasan bagi tenaga kerja kesehatan untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan dengan peresepan secara rasional.

d. sebagai landasan bagi pemerintah terutama profesional kesehatan untuk
membuat strategi pengobatan diabetes melitus tipe 2 sebagai upaya
peningkatkan pelayanan kesehatan sehingga tercapai penggunaan obat secara
rasional.

7